BAGIAN 34 : AKHIR SEBUAH PENGHIANATAN (TAMAT)
Saat itu lapat2 sudah terdengar derap kaki kuda mendatangi. Itulah pasukan Ceng yang kuat. Tanpa berayal lagi keempat orang itu lalu loncat dari tembok. Kui-ing-cu amat faham akan jalanan di Kwiciu situ. Setelah berbilak-biluk beberapa kali mereka masuk kedalam sebuah rumah penduduk. Disitu ada beberapa orang yang menyambutnya.
Kiranya tempat itu merupakan pos kaum Lo-hu-san untuk mencari berita di Kwiciu.
Setelah merasa aman, barulah keempat orang itu menarik napas lega, Tong Ko memperlihatkan surat utang yang ditulis Tay-keng itu.
Kui-ing-cu kedengaran menghela napas, ujarnya dengan nada rawan: "Ah, seorang peribadi jujur perwira seperti Siau-beng-siang itu, tentu akan menderita pukulan bathin yang berat kalini!"
Keesokan harinya, mereka menyelundup keluar kota terus menuju ke Lo-hu-san.
Tiba dipuncak Giok-li-nia, sekalian orang gagah yang melihat The Go dan puteranya benar2 kembali lagi, malah ber-sama2 Kui-ing-cu, sama hiruk-pikuk mengerumuninya.
Walaupun ditawan, tapi ternyata Siao-lan mendapat perlakukan yang baik.
Demi melihat suami dan puterinya datang, iapun turut menyongsongnya. Melangkah maju kedepan Ci-gi-tong, berserulah Tong Ko dengan lantangnya: "Apakah Siau-beng-siang ada?"
"Kalau ada bagaimana, kalau tidak bagaimana!" Yan- chiu si nyonya katak itu bertanya dengan dingin.
Tong Ko cepat berpaling dan dapatkan Tio In tengah berdiri disebelah mamahnya.
Dengan tindakan lebar, majulah Tong Ko menghampiri lalu berkata dengan nada yang lapang: "In-moay, hari inilah kau betul2 bakal mengetahui bagaimana peribadiku itu!"
Baru dia berkata itu, Tio Jiang bersama Tay-keng muncul keluar.
Melihat itu Tong Ko segera kedipkan mata kepada Kui- ingcu dan tahu2 tokoh aneh itu melejit kemuka terus mencengkeram bahu Tay-keng.
Muncul2 dibegitukan sudah tentu Tay-keng kaget bukan buatan.
Wajahnyapun pucat seketika, namun dia tak berani berkutik, dan pura2 tenang2 saja.
"Siau-beng-siang, aku hendak mempersembahkan suatu hadiah padamu!" kata Tong Ko sembari merogoh keluar segulung kertas lalu diangsurkan pada Tio Jiang,
Demi membacanya, wajah Tio Jiang menjadi pucat lesi. Yan-chiu heran dan turut membaca. lapun mendelik matanya. Sambi! melanjutkan baca, sepasang tangan Siau-beng-siang itu tampak gemeteran. Rupanya getaran itu makin lama makin keras, hingga bebrapa lembar surat itu jatuh berhamburan tertiup aingin. Beberapa orang gagah segera memungutinya. Tatkala Tio In turut memungut selembar dan membacanya, ternyata surat itu berbunyi sebagai berikut:
Aku yang bertanda tangan dibawah ini, dengan surat ini benar mengakui telah meminjam uang sebanyak 500 tail perak pada Tay-lui-su-bin-si-wi Shin Hiat-ji.
Tertanda: Tio Tay-keng.
Demi habis membaca surat pengakuan hutang itu, kini tersadarlah ia akan kesalahannya menuduh Tong Ko. Diluar kemauannya, sang kaki membawanya menghampiri kedekat sang, kekasih itu, tapi tak tahu ia bagaimana harus menyatakan perasaan baru sesalnya itu.
"Ensoh yang baik!" tiba2 kedengaran ada orang berbisik didekat telinganya.
Ketika ditoleh, kiranya itulah The Ing. Selebar Tio In berobah merah jambu.
Untuk menolong mukanya, cepat Tong Ko menyambuti tangan sang kekasih itu, lalu sama2 berputar memandang keruangan tengah.
Tampak saat itu Siau-beng-saing sudah merabah tangkai pedangnya, sepasang matanya ber-api2 melekat pada Tay-keng. Wajahnya yang sebengis itu, seperti harimau yang hendak mengoyak-ngoyak kan mangsanya. Tubuh Tay-keng menggigil seperti orang terserang malaria tropical.
"Yah, aku mengaku salah, aku mengaku berdosa!" serunya meratap-ratap. Tapi detik itu Tio Jiang sudah maju dua tindak. Tring....., begitu mencabut yap-kun-kiam, dia terus menusuk ulu hati puteranya.
"Aiiii......."Yan-chiu segera menjerit ngeri, sedang sekalian orangpun tak berani berbuat apa2.
"Tahan!" tiba2 terdengar ada dua orang berteriak, menyusul sebatang golok berkelebat menangkis pedang Tio Jiang.
Ketika Tio Jiang mengawasi kiranya itu tadi Tong Ko yang berbuat, sedang disampingnya tampak berdiri The Go. "Aku sudah akan membunuh mati binatang itu, mengapa kalian menghalangi?" ''
"Ucapan Tio-heng itu salah. Perbuatan puteramu itu, walaupun tersesat, tapi tetap belum memadai kedosaanku dimasa muda. Itu waktu aku hanya mendapat hukuman potong kaki, tapi masih hidup sampai sekarang. Dia masih muda, masakan tak diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya?" The Go menampilkan dirinya sebagai tauladan untuk membela Tay-keng. Inilah peribadi The Go yang sekarang!
"Kalau lain orang, aku sih masih dapat memaafkan, terhadap binatang itu, aku tak dapat mengasih ampun lagi!" Tio Jing berkeras.
Bahwa dalam saat2 segenting itu, bahkan sebaliknya The Go dan Tong Ko yang membela mati2an pada puteranya, Yan-chiu bersyukur terharu.
"Jiang suko, luluskanlah permintaan mereka!" buru2 ia menghampiri dan membujuk suaminya. Namun Siau-beng-siang tetap menggelengkan kepala. Waktu membaca surat yang menyatakan siapa sebenarnya Tay-keng itu, tangan Tio Jiang sudah bergemetaran keras, kepalanya ber-kunang2 serasa bumi yang dipijaknya ini amblong. Seekor harimau masakan beranak seekor serigala. Arang yang menconteng (hinaan) dimukanya itu sudah sedemikian besarnya, hingga rela dia untuk membunuh satu2nya putera keturunannya itu.
Se-konyong2 Tong Ko tertawa keras lalu berseru: "Kui locianpwe, harap menyingkir dahulu!"
Kui-ing-cu menurut. Begitu Tong Ko tampak mengangkat pi-lik-to, maka menjeritlah Tay-keng dengan ngerinya. Lengan kirinya sudah terpapas kutung.
"Potong lengan, rasanya cukup sebagai hukuman, janganlah Siau-beng-siang bersitegang leher!" seru Tong Ko dengan nyaring.
Tio Jiang menghela napas panjang, pedang dibanting ketanah, lalu ngeloior masuk.
Kelapangan dada Tong Ko itu, telah membangkitkan rasa kagum dan perindahan dari sekalian orang gagah.
Sejak itu, Tong Ko dan ayahnya tinggal di Lo-hu-san.
Bersama-sama para patriot, keduanya melanjutkan perjoangannya yang gigih untuk mengusir kaum kolonialis dari muka bumi ini.
Biarlah sejarah menjadi saksi!
---o0o--- T A M A T ---o0o---