Heng Thian Siau To BAGIAN 33 : BUKTI PENGHIANATAN

 
BAGIAN 33 : BUKTI PENGHIANATAN

Sekarang mari kita tengok keadaan The Go dahulu. Tiba di Kwiciu dia sudah merancang.

Kalau langsung menuju kegedung tihu, Liat Hwat pasti akan gusar melihat dia datang seorang diri. Dia tak takut mati, tapi jangan sampai hal itu menimpah diri puterinya juga. Maka lebih dulu dia cari sebuah tempat penginapan didekat gedung tihu situ.

Siangnya dia tak berani keluar. Setelah malam tiba, baru dia lakukan penyelidikan kegedung tihu. Tapi  sampai 10 malam ber-turut2 menyelidiki, tak berhasil masuk.

Penjagaan disitu teramat kuatnya, jangan kata manusia, sampaipun kawanan kelelawar tak dapat menobros masuk.

Kecerdikan otak Cian-bin long-kun menghadapi ujian berat.

Dia makin gelisah. Hari makin berlarut panjang, berarti kecurigaan Liat Hwat makin bertambas besar. Kemungkinan Liat Hwat akan mendapat laporan tentang peristiwa di Lo-hu-san, makin besar. Sehari berlalu, sehari itu kemungkinan rahasia itu akan diketahui Liat Hwat.

Begitu mengetahui, Liat Hwat pasti akan bertindak terhadap The Ing.

Sampai pada malam ke 16, The Go tak dapat menahan diri lagi.

Lewat tengah malam, dia keluar dari penginapan. Penginapan, itu dengan gedung tihu hanya terpisah dua buah jalan besar.

Dalam sekejab saja dia sudah berada didekat tembok gedung yang hampir dua tombak tingginya. Dilihatnya lampu penerangan diatas tembok masih menyala. Kalau sampai jam lampu itu dimatikan, sukarlah untuk menyelinap masuk. Dia sudah membayangkan suatu pertempuran, apabila memasuki gedung itu. Tapi masih ada satu kemungkinan, yalah kalau saja Liat Hwat masih belum mengendus peristiwa di Lo-hu-san itu, bukantah dia bisa mengelahuhi penjaganya? Untung2an namanya, tapi biarlah dicobanya, toh sememangnya dia sudah bertekad bulat untuk mengadu jiwa. mengapa berbanyak hati (ragu2). Diam2 dia menyesali kebodohannya membuang waktu sampai hampir setengah bulan itu. Begitu tiba dimuka pintu gerbang, segera terdengar dua buah suara berkerontangan. Menyusul dengan itu, terdengar dua orong pengawal membentak : "Siapa?"

"Kawanan orang buta, mengapa tak kenal padaku!" The Go mendamprat dengan garang.

Begitu menghampiri dekat, kedua pengawal itu segera berseru : "Hai, kiranya The tayjin!"

Habis mengeluarkan kata2 itu, salah seorang tertawa menyengir, tapi kawannya buru2 memberi isyarat mata, hingga dia hentikan tertawanya.

"The tayjin, sudah bebrapa hari lamanya Liat Hwat sucou menunggu kedatanganmu!"

The Go yang tajam matanya segera mengetahui sikap yang aneh, dari penjaga itu. Bahwasanya penjagaan digedung tihu itu makin lama makin diperkuat, tentulah terjadi sesuatu yang luar biasa.

"Benarkah? Benar aku menyiksa pikiran dia  siorang tua saja!" kata The Go dengan wajar sembari berjalan dengan tongkatnya ketengah kedua orang itu. Matanya memandang kesekitar halaman dalam. Kiranya disekitar pintu itu tiada lain orang selain kedua orang tadi. Diam2 dia menduga, kedua orang itu tentu golongan jago yang berilmu.

Cepat The Go bertindak. Hanya sekali tampak lengannya ditarik kebelakang, atau sikunya telah memakan jalan darah khi-hay-hiat salah seorang pengawal itu. Hekk....., hanya terdengar mulut menguak sekali dan penjaga itu segera terkulai ditembok tak dapat berkutik lagi.

Melihat itu, kawannya terperanjat terus melolos golok kui-thau-to. Tapi belum sempat dia gerakkan, kelima jari The Go yang bagaikan cakar garuda itu sudah mencengkeram dadanya sembari mengancam : "Kalau berani berteriak, nyawamu hilang!"

Orang itu pucat, golok yang sudah diangkat keatas terpaksa diturunkan lagi.

"Apakah benar Liat Hwat cousu menunggu  aku?" tanya The Go dengan berbisik.

Orang itu mengangguk. The Go lalu tanyakan dimana adanya The Ing.

"Takut kau nyeleweng, maka Liat Hwat cousu telah menahan nona The didalam sebuah kamar, tapi ia tak kena apa2!" Mata The Go berkicup sejenak mencari akal, lalu berkata: "Bawalah nona The keluar kota!"

Orang itu meringis, dan kembali The Go ketawa dingin: "Kau takut kehilangan baju kebesaran bukan? Tapi hanya dengan begitulah, jiwamu tetap terpelihara!"

Orang itupun mempunyai rencana. Kalau nanti dilepas, dia tentu bebas melapor pada atasannya, maka diapun lantas menyanggupi. Tapi The Go jauh lebih cerdas dari dia. Melihat wajah orang, dia sudah tahu apa yang dikandungnya. Jari tengahnya ditekankan pada jalan darah dipundak si orang, katanya: "Jalan darahmu hu- kut-tiam-hiat sudah kututuk. Dalam 3 jam, kau tentu mati. Inilah ilmu tutukan ajaran Ang Hwat cinjin tempo dulu. Tapi nona The dapat membukanya. Jiwa atau pangkat, terserah padamu!"

Habis itu The Go tinggalkan dia, terus masuk kedalam. Sebenarnya apakah sedemikian sakti ilmu tutukan Ang Hwat cinjin itu? Tidak, cinjin yang termasyhur sakti itu, tidak mempunyai ilmu tutukan hu-kut-tiam-hiat yang dapat mematikan orang dalam waktu 3 jam. Tapi untuk menghadapi perangkap yang telah disediakan Liat Hwat itu, The Go telah gunakan gertakan itu untuk menakuti orang. Melangkah bebrapa meter jauhnya, dia masih belum mendengar orang berseru memanggilnya, tapi dia yakin orang itu tentu sudah kelabakan takut.

Sebenarnya setelah itu, The Go dapat lolos, namun tak mau dia.

Dia tetap hendak bertemu dengan Liat Hwat, agar penjaga tadi dapat lancar melakukan perintahnya. Biar dia menghadapi bahaya, asal puterinya tertolong. Orang yang ditinggalkan The Go tadi, ter-longong2 sampai bebrapa saat. Akhirnya dia lebih menyayangi jiwanya dari kedudukan. Dengan langkah gegas, dia segera menuju kekamar tempat The Ing. Sepanjang lorong dia berjumpa dengan beberapa penjaga, tapi mereka sama tak mencurigainya.

"Liat. Hwat cousu memerintahkan supaya membawa nona The keluar "

Melihat kawannya itu adalah orang kepercayaan Liat Hwat, penjaga kamar tahanan disitu main percaya dan mempersilahkannya masuk. Didapatinya wajah The Ing pucat ketakutan.

"Nona The, ayahmu menunggu diluar!" bisik siu-wi atau penjaga yang bakal mati dalam 3 jam itu. Bahwa dia tak mengatakan kalau The Go masuk kedalam gedung situ, adalah untuk kepentingannya sendiri. Kalau dia mengatakan begitu, The Ing tentu membangkang diajak pergi dan ini berarti jiwanya (penjaga itu) takkan tertolong.

"Apa kata2mu itu sungguh?" tanya The Ing masih setengah tak percaya.

Orang itu tak mau membuang waktu terlalu banyak, dengan ter-sipu2 dia meyakinkan: "Nona The, percayalah padaku! Mana aku berani berdusta, karena ayahmu telah menutuk jalan darahku hu-kut-hiat, dalam 3 jam jiwaku tentu lenyap. Akan kuantar kau keluar kota, tapi harap kau nanti buka jalan darahku itu!"

The Ing terbeliak. Seingatnya, ayahnya tak mempunyai ilmu penutuk jalan darah yang disebut hu- kut-toa-hiat itu. Tapi dari raut wajahnya, terang orang itu tak pura2. Nona cerdas itupun segera dapat mengetahui kalau itu hanya siasat ayahnya saja.

"Ya, benar," sahutnya tertawa "memang ilmu tutukan ayahku itu lihay sekali. Duapuluh tahun yang lalu, tutukannya itu akan membinasakan orang dalam waktu 3 jam. Tapi kini, karena dia lebih sakti, mungkin lebih cepat lagi dari itu!"

Muka orang itu berobah pucat seperti mayat, serunya: "Ayuh, kita lekas pergi saja!"

Orang itu tak berani jalan pintu besar, tapi dari pintu samping. Tapi baru tiba dimuka pintu itu, didalam ruangan gedung sana terdengar suara berisik. Ha...., itu tentulah The Go sedang mengadu biru, maka diapun segera ajak The Ing lekas2 cepatkan langkah. Justeru karena terjadi keributan itu, maka banyaklah para pengawal yang ber-lari2 masuk kedalam ruangan, jadi dengan lenggangnya dapatlah mereka berdua melewati pintu samping, menikung sebuah jalanan kecil terus menuju keluar kota.

Ya....., memang yang membikin keributan dalam gedung itu adalah The Go.

Memang dia telah bertekad untuk mengobrak-abrik gedung tihu.

Baru dia melangkah bebrapa tindak, dia sudah berpapasan dengan 3 orang siu-wi (penjaga). Siu-wi itu sudah tentu tak mencurigai The tayjinnya.

Begitu dekat, tahu2 The Go sapukan tongkatnya.

Siu-wi yang berada dimuka segera rubuh, tubuhnya merabuhi kawannya kedua, membentur tembok dan pingsan. Orang yang ketiga coba menghantam dengan golok. tapi secepat kilat The Go sudah menyelinap kebelakang seraya tutukkan ujung tongkatnya kepunggung orang. Disitulah terdapat jalan darah leng- ta-hiat atau disebut juga jin-sim-hiat, karena The Go menutuk keras, maka orang itupun melayang jiwanya.

The Go sudah hilap tampaknya. Tanpa peduli diketahui orang, dia tinggalkan begitu saja ketiga mayat yang mayang melintang dijalan itu. Tak lama berjalan masuk, kembali dia bersua dengan 3 orang siu-wi lagi, berbaris medatangi.

Baru The Go hendak turun tangan, atau siu-wi yang berada paling belakang sendiri memperingatkan kawannya: "Hati2, The Go sudah menyelundup kemari!',

Siu-wi yang dimuka sendiri mendongak dan hai ,

"penjahat" yang dimaksudkan itu sudah berada dihadapannya. Cepat mereka loncat kesamping, tapi tak kurang cepatnya lagi The Go sudah lantas loncat menerjang. Sewaktu masih melayang, ujung tongkatnya sudah ditusukkan kekepala orang, siapa coba berusaha menghindar kesamping. Tapi The Go sudah robah gerakannya mengikuti gerak lawan. Senjata sam-ciat-kun (ruyung 3 ruas) orang itu terpental menghantam kawannya sendiri. Kedua siu-wi yang lain lalu men-jerit2 macam babi hendak disembelih.

Sekejab saja muncullah 4-5 puluh siu-wi mengepung The Go. Tempat disitu merupakan sebuah lorong jalan yang sempit, kedua pinggirnya yalah tembok. The Go tak mau lari, tapi hendak mengamuk mereka. Dua buah tongkatnia berkelebatan kian kemari, sebentar kebawah atas, sebentar kekanan kiri, menyapu, menghantam, menutuk. Ada kalanya tubuhnya melayang diudara bagaikan seekor burung alap2 sembari tarikan kedua tongkatnya.

Walaupun jumlah mereka banyak, tapi karena

tempatnya sempit, jadi mereka tak dapat

mengembangkan permainannya.

Tak berapa lamanya, The Go telah dapat menghajar mereka kocar kacir.

The Go tertawa lebar, tapi belum saja nada ketawanya itu sirap, atau terdengarlah serangkum ketawa melengking kecil. Suara itu samar2 kedengarannya seperti teraling sesuatu barang. Tapi itu sudah cukup menciutkan nyali The Go. Juga kawanan siu-wi itu,  lekas2 menyingkir mundur.

Ketawa itu datangnya dari sebelah kiri yang merupakan tembok tinggi.

The Go cepat mundur setombak kebelakang. Suara ketawa itu makin dekat.

Tiba2 tembok bergemuruh rontok dan tembuslah sebuah lubang besar.

Bukan kepalang kejut The Go. Kiranya masih satu meteran jauhnya, Liat Hwat sudah membuka jalan dengan menghantam tembok, menandakan sampai dimana kemajuan yang dicapai oleh cousu itu dalam penyakinannya ilmu ganas, hun-kang-hwat (lwekang awan api). The Go cepat pusatkan perhatiannya ber- siap2.

Liat Hwat ajukan langkahnya kelubang tembok, lalu dengan suaranya yang seperti anak kecil melengking: "Kau sudah pulang The Go? Bagaimana hasilnya ke Lo- hu-san?"

The Go merapat ketembok, jaraknya dengan Liat Hwat hanya tak lebih dari satu tombak. Sahutnya: "Berhasil memuaskan! Seluruh pahlawan Lo-hu-san sudah masuk ke Kwiciu dan sebentar lagi akan menyerbu kemari!"

Liat Hwat tertawa meringkik, semprotnya: "Bagus, kau akan menemani mereka menghadap Giam-ong!"

Tangannya diangkat keatas, lalu diajukan kemuka. Benar samberan anginnya tak seberapa keras, tapi hawanya yang amat panas benar2 membakar orang.

The Go menginsyafi dirinya bukan tandingan cousu itu, namun dia tetap berusaha untuk memperpanjang kematiannya. Dengan punggungnya dia bentur tembok dibelakang, dari situ dia menerobos kesebuah ruangan besar. Liat Hwat mengejarnya sambil tertawa iblis seraya melontarkan 4 kali pukulan. Sesaat The Go rasakan dirinya diselubungi oleh badai hujan yang hebat sehingga ter-huyung2. Untung Liat Hwat masih agak jauh.

Dia segera tekankan tongkatnya ke!antai lalu melayang keluar pintu.

Ada dua orang siu-wi coba menghadangnya, tapi The Go cepat semprotkan ludahnya. Salah seorang yang  maju dimuka, segera menutupi mukanya ber-kaok2 kesakitan. Sedang kawannya yang dibelakang terus hendak melarikan diri, namun sudah didahului dengan sebuah sapuan tongkat. Orang itupun menggelapar jatuh.

Semula kejadian itu hanya berlangsung dalam sekejaban mata, namun saat itu dari belakang sudah terasa ada angin menyambar, terang kalau Liat Hwat sudah tiba.

Dengan kesebatan yang mengagumkan, The Go lontarkan tubuh orang itu kearah Liat Hwat. Ketika Liat Hwat kaget dan menarik pulang tangannya, The Go sudah menyelinap masuk kedalam sebuah ruangan, dari situ loncat keluar jendela, melewati sebuah pintu bundar, tiba dikebun belakang.

Diatas pagar tembok sudah penuh ber-jajar2 barisan pengawal, tapi syukur mereka belum mengetahui kedatangan The Go.

The Go menyelinap bersembunyi dalam sebuah goa2an palsu. Dia sudah memperhitungkan, bahwa Liat Hwat tentu akan mengadakan penggeledahan, tapi biarlah.

Setiap menit berlalu, setiap menit pula jiwanya masih terpelihara.

---oo^dwkz*0*kupay^oo---

Sekarang mari kita tengok The Ing dan siu-wi yang menelantarnya keluar dari sarang harimau itu. Begitu tiba diluar kota, bertanyalah The Ing: "Hai......, mana ayahku?"

“Nona The, buka dulu jalan darahku, baru nanti aku bilang!"

The Ing cukup tahu bahwa sebenarnya jalan darah orang itu tak kena apa2, tapi untuk mengorek keterangan, iapun bersikap sungguh2: "Sebelum berjumpa dengan ayah, aku tak mau membuka jalan darahmu itu!"

Siu-wi itu banting2 kaki, ujarnya: "Ai, saat ini kukuatir ayahmu sudah binasa dibawah pukulan Liat Hwat cousu!"

"Apa?!" alangkah terkejutnya The Ing.

Orang itu lalu menceritakan segala yang terjadi. The Ing terlongong2 kehilangan faham.

Ketika orang itu mendesaknya lagi, The Ing tak ambil mumet, terus hendak angkat kaki. Sudah tentu bukan kepalang kejut orang itu. Berseru memanggil nama The Ing, dia lari menyusulnya, The Ing sudah gemas. Ia sangat cemas memikirkan keadaan  ayahnya, kalau dapat, ingin dia mempunyai sayap supaya dapat lekas terbang kesana.

Melihat orang mengejar, tanpa berpaling lagi, ia segera kebutkan tali cheng-si dalam jurus ceng-hay- seng-boh. Kala itu sudah malam, tali cheng-si hanya sebesar rambut orang halusnya, dilayangkan keudara sedikitpun tak mengeluarkan suara. Sudah tentu orang itu mengaduh kesakitan ketika tali cheng-si menggurat mukanya dan kakinyapun serasa kejang (kramp) lalu rubuh ketanah. Sedang waktu melayangkan tali itu, The Ing masih tetap berjalan. Begitu ia tarik pulang talinya, diapun sudah berada beberapa tombak jauhnya.

Orang itu ternyata keliwat sayang jiwanya. Mengira betul2 jiwanya terancam mati dalam 3 jam, dia lalu bangun dan mengejar lagi. The Ing tak peduli, ia tancap gas berlari se-kencang2nya. Pikirannya hanya tertuju kepada ayahnya. Begitulah terjadi kejar mengejar. Yang mengejar tak henti2nya berteriak2 me-manggil2. Tak antara berapa lama, tiba2 ada selingkar cahaya api ber-gulung2 ditengah tegalan. Melihat itu, girang The Ing bukan alang kepalang. Setelah jelas siapa yang berada di balik cahaya api itu, berserulah ia dengan keras: "Engkoh Ko, ayah..... ayah. "

Saking kesusu dan gugup, The Ing tak dapat bicara lampias.

Memang lingkaran api yang menghampiri datang itu bukan lain adalah pemuda Tong Ko yang telah mendapatkan rahasia ilmugolok kian-thian-it-gwan-to- hwat. Cukup dengan tiga loncatan, Tong Ko sudah tiba ketempat si nona yang kini telah diketahui sebagai adiknya sendiri.

"In-moay, dimana ayah?"

Mendengar sipemuda menyebut "ayah" kepada The Go, The Ing terkesiap kaget.

"Kau maksudkan ayahku kan?" ia menegas. "Benar, ayahmu dan ayahku juga!"

The Ing makin ter-heran2. Secara ringkas, Tong Ko ceritakan apa yang telah terjadi. Tepat pada saat itu, si siu-wi yang mengejar tadipun sudah tiba. Tanpa berkata ba atau bu, Tong Ko menyambutnya dengan sebuah hantaman. Siu-wi itu terlempar sampai bebrapa meter jauhnya. Benar jiwanya tak sampai melayang, tapi kini hanya me-rintih2 tak dapat bangun lagi.

Serta tahu bahwa Tong Ko itu sebenarnya engkohnya sendiri, tersadarlah The Ing mengapa tempo hari ayahnya melarang keras ia bergaul rapat dengan pemuda itu. Apa yang diceritakan oleh siu-wi tadi, dituturkan kepada engkohnya itu. "Biar bagaimana juga kita harus kesana!" Tong Ko memberi ketetapan.

Kedua engkoh beradik itu lalu berlari menuju ke Kwiciu.

Karena sudah malam, pintu kota sudah ditutup. Mereka memanjat tembok kota, tapi segera pandangannya tersilau dengan cahaya obor yang terang benderang laksana siang hari. Waktu mereka mendekati, ternyata disitu terdengar sorak-sorai yang hiruk sekali. Diantara keributan itu, jelas terdengar suatu suara ketawa yang melengking nyaring. Tahulah kedua saudara itu siapa yang ketawa itu.

Cepat Tong Ko ajak The Ing: menuju kegedung tihu, terus memanjat temboknya. Ketika melongok kebawah, tepat mereka berhadapan dengan kebun belakang.

Disitulah adanya penerangan obor yang menyilaukan tadi.

Ber-puluh2 orang dengan memegang obor tengah mengepung sebuah gunung2an palsu. Gunung2an itu separoh bagian sudah didorong rubuh. Didalam lingkaran kepungan itu, tampak Liat Hwat setapak demi setapak maju menghampiri The Go, sedang yang tersebut belakangan ini selangkah demi selangkah mundur kebelakang!

Tong Ko menginsyafi betapa gawatnya keadaan sang ayah.

Tiba2 dia mendongak tertawa keras2. Lwekangnya kini sudah memasuki tingkat kesempurnaan seorang akhli jempolan. Benar suara itu tak  dapat menyirapkan lengking ketawa Liat Hwat, tapi kumandangnya mengejutkan seluruh suasana.

Semua orang memandang kearah Tong Ko.

Sebaliknya The Go terperanjat melihat kehadiran puteranya itu.

"Ko-ji, lekas. "

Belum sempat dia mengatakan "pergi", sesosok tubuh lain muncul didekat Tong Ko.

Makin gelisah resah perasaan The Go.

Putera dan puterinya datang kesitu, celaka, habislah keturunan orang she The.

Karena mengeluh, perhatiannya menjadi agak lengah dan tahu2 krak....krak...., kedua tongkatnya sudah kena terhantam putus oleh Liat Hwat.

Tongkat putus, orangnyapun turut terjerembab kebelakang.

Liat Hwat tak memandang mata pada Tong Ko.

The Go rubuh, dia segera maju menghantam dengan kedua tangannya.

The Go meramkan mata menunggu ajal. Hawa panas yang menekannya, makin membara. Tapi dalam keheranannya, tiba2 hawa panas itu lenyap dan perasaan tubuhnyapun enak kembali. Ketika membuka mata, dia segera terkesiap. Kiranya tubuh Tong Ko itu terbungkus dengan ribuan lingkaran sinar kecil2, berkilau2 macam kilat menyambar. The Go tahu kalau sinar kilat itu terjadi dari golok pi-lik-to, tapi dia tak tahu mengapa puteranya dapat memainkan secara begitu sakti sekali. Rambut Liat Hwat menebar lempang, sepasang tangannya bergerak2, tapi tak mempan terhadap anak muda itu.

Menyaksikan kesemuanya itu, girang The Go me- luap2.

Dan saat itu The Ingpun melayang turun sembari meng-gerak2an tangannya.

Belasan wi-su (penjaga) rubuh. Gadis itu menghampiri kearah ayahnya.

The Go pulih semangat. Dia loncat menerjang dua orang penjaga. Sekali hantam dia sudah dapat merebut dua batang tombak. The Go makin garang. Dengan sebuah seruan mengguntur, kawanan wi-su itu sama menyingkir mundur.

"Ing-ji, kau menghendaki yang mana dulu?" tanyanya kepada sang anak.

"lni!" sahut The Ing sembari menuding seorang opsir. "Baik," kata The Go sembari tekannya ujung tombak

kelantai terus melayang

Dipartai sana, Liat Hwat tadi terkejut demi sudah mengetahui bahwa golok yang dimainkan Tong Ko itu bukan lain adalah golok pusaka kian-thian-it-gwan-pi-lik- to. Maka dia lalu lepaskan The Go untuk menghadapi anak muda itu. Pada saat itu dia sudah tumplak seluruh kepandaiannya. Setiap pukulan yang dilancarkan, panasnya seperti api membakar. Namun it-gwan-to-hwat itu mempunyai ribuan gerak perobahan yang tak habis2nya. Hawa api itu tak dapat meranggas tubuh Tong Ko, bahkan kebalikannya, badai kilat yang men- deru2 dan ribuan pagutan golok, pelahan tapi tentu, makin mendesaknya.

Begitulah keduanya dalam beberapa kejab saja, sudah bertempur sampai 5-6 puluh jurus. Sebenarnya menurut penilaian, kepandaian Liat Hwat jauh diatas Tong Ko.

Tapi anehnya, setiap serangannya selalu dikebut hilang laksana mega tertiup angin.

Kalau beberapa jurus Liat Hwat terpaksa menelan kerugian, adalah Tong Ko yang selama itu kebanyakan hanya bertahan jarang menyerang, kini mengetahui bahwa tenaga lawan sudah makin lemah. Inilah yang di- nanti2-kan. Membolang-balingkan pi-lik-to, dia berganti cara, dari bertahan menjadi menyerang!

Dalam saat Tong Ko masih melibat Liat Hwat itu, The Go dan The Ing sudah dapat menghalau mundur puluhan wi-su itu.

"Lekas panggilkan pasukan untuk mengurung kebun ini!" seru mereka kepada kawan2nya. Dengan seruan itu, mereka lalu pencarkan diri.

The Go terperanjat. Kalau benar bala bantuan didatangkan secara besar2an, tentu sukar untuk meloloskan diri.

"Ing-ji, tempo berharga, kita bertiga selesaikan iblis itu!" serunya sembari terus layangkan tubuhnya menusuk punggung Liat Hwat. Liat Hwat menyambar kebelakang terus menariknya kuat2, hingga tubuh The Go terhuyung bersama tombaknya kemuka.

Tapi tiba2 dia rasakan pundaknya dilekati sebuah tangan dari belakang. Serempak ada aliran lwekang deras mengalir ketubuhnya, maka buru2 dia kerahkan tenaganya untuk menarik tombak yang hendak dirampas Liat Hwat itu.

Diluar dugaan, usahanya itu memberi hasil lebih dari yang diharapkan.

Bukan saja tombaknya dapat dirampas balik, pun tubuh Liat Hwat turut tertarik sampai dua langkah kemuka. Dan untuk kekagetannya lagi, entah dari mana datangnya tahu2 ada sinar golok memapas kepala Liat Hwat. Si kate dari Tibet itu, rompal rambutnya menjadi botak....

Tahu The Go kalau datang seorang ko-chiu yang membantunya.

Buru2 dia berpaling kebelakang dan hai, kiranya........

Kui-ing-cu adanya!

"Bukan 3 lawan 1, tapi 4 tanding 1. Setelah kalian pergi, aku selalu kuatir, lalu menyusul ke Kwiciu. Sebenarnya malam ini aku hendak "berdagang tanpa modal" (istilah kaum persilatan untuk mengambil uang dari hartawan atau pembesar jahat), tapi serta kudengar orang ribut2 hendak mengundang bala pasukan baru aku menyusul kemari!" kata tokoh aneh itu. Habis itu dia tertawa sejenak, lalu berkata kepada Liat Hwat:

"Mo Put-siu, kami orang Kwitang bukannya takut hidup bernasib jelek, tapi takut mendapat nama jelak. Namamu Put-siu (tidak panjang umur), hari ini benar2 menjadi kenyataan" Habis mengejek, dia lantas layangkan sepasang tangannya. Walaupun yang satu tak berjari lagi, tapi tak mengurangkan kedahsyatannya. Pada jamannya, tokoh Kui-ing-tiu itu sama kelasnya dengan Ang Hwat cinjin, Tay Siang siansu dan lain2 tokoh sakti dari Kwiciu. Itu jaman 20-an tahun yang lampau.

Kini sudah tentu makin hebat lagi.

Liat Hwat cousu Mo Put-siu satu lawan satu berhadapan dengan dia, hanya serie saja. Apalagi kini ditambah dengan lwekang seorang akhli macam The Go, sudah tentu dia kontal. Ketika dia hendak kerahkan seluruh tenaganya untuk menahan. Tong Ko mendesak maju. Pi-lik-to bergerak keluar dengan beribu sinar kemilau, sehingga membuat matanya silau.

Liat Hwat coba hendak menghindar kesamping, tapi tombak The Go sudah menyambutnya dari sebelah kiri, sedang kakinya (Liat Hwat) terasa terlibat tali kencang yang dilontarkan The Ing. Jadi kini Liat Hwat mendapat tekanan dari empat jurusan! Dari sebelah belakang dihantam Kui-ing-cu, dari muka diancam pi-lik-to, dari kiri disambut ujung tombak dan celakanya, kakinyapun serasa diikat dengan lingkaran benang halus yang tajam sekali

Namun orang kate itu masih tak mau menyerah. Diantara keempat pengepungnya itu, The Go lah yang dapat diatasi. Secepat mengambil putusan, secepat itu pula dia lantas menyambar tombak The Go, lalu hendak menerjang kesebelah kiri. Tapi belum lagi kakinya bergerak, pundaknya sudah remuk termakan pi-likto, menyusul terdengar lagi suara hantaman menggedebuk keras Punggungnya terkena pukulan Kui-ing-cu. Hukkk....., baru saja Liat Hwat rasakan dadanya ampek mulutnya mengecap ludah manis2 amis, tangan The Ing sudah menyentak kuat2, buk...... tubuh jago kate itu terjengkang rubuh. Sebagai finishing touch (penyelesaian), The Go tanamkan tombaknya  kedada Liat Hwat

"Sudah...., sudah selesai....., ayuh kita lekas2 tinggalkan tempat ini. Kalau pasukan musuh datang, kita celaka!" buru2 Kui-ing-cu memperingatkan.

---oo^dwkz*0*kupay^oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar