Heng Thian Siau To BAGIAN 32 : ILMU GOLOK KIAN-THIAN- IT-GWAN-TO-HWAT

 
BAGIAN 32 : ILMU GOLOK KIAN-THIAN- IT-GWAN-TO-HWAT

Sekarang mari kita ikuti perjalanan Tong Ko lebih dahulu. Karena pesatnya dia larikan kuda, dalam satu hari saja, tibalah sudah dia digunung Sip-ban-tay-san. Didepan pondok ayahnya, didapatinya Ang Hwat cin-jin dan Kwan Tay-kin, duduk bersila berhadapan satu sama lain. Mereka diam seperti patung. Apakah kedua gembong itu masih saling mengadu lwekang, demikian Tong Ko bertanya dalain hati.

Tapi serta didekatinya, astaga. kiranya kedua tokoh

itu sudah kaku menjadi mayat! Tentulah karena kehabisan lwekang, kedua gembong itu sama2 binasa.

Walaupun hanya setengah tahunan dia berkumpul dengan Ang Hwat tetapi Tong Ko merasa berhutang budi besar kepada cin-jin itu. Kepandaiannya yang dimiliki sekarang ini, adalah berkat gemblengan sucounya itu, Ditendangnya tubuh Kwan tay-kin sehingga terpental sampai beberapa meter jauhnya. Habis itu dia lalu menggali lubang untuk mengubur jenazah sucounya.

Tapi tiba2 diperhatikan sikap duduk suytounya itu agak aneh.

Tangannya kanan ditaruhkan didada, sedang tangan kiri menjulai kebawah, jari telunjuknya menjulur, seperti menunjuk sesuatu.

Ketika mata Tong Ko mengikuti arah yang ditunjuk itu, ternyata ditanah yang tertutup daun, seperti ada coretan tulisannya. Waktu daun2 itu dikebutnya, ternyata disitu terdapat guratan tangan yang berbunyi begini: "It-gwan-to-hwat berada di Thiat-san. "

Huruf "san" (gunung) dituliskan sangat kecil, pinggirnya agak mencong seperti hampir belum selesai. Memang Tong Ko pernah mendengar, bahwa ilmugolok it-gwan-hwat itu berada pada suku Thiat-theng-biau (orang Biau dari daerah Thiat-theng). Diapun  pernah naik kepuncak Thiat nia untuk mencarinya. Jadi dia  yakin, huruf "san" kecil itu, tentulah kepala dari huruf "nia". Dalam huruf Tionghoa huruf nia (puncak) itu, atasnya memakai huruf san (gunung).

Selesai mengubur jenazah Ang Hwat, dia segera ber- gegas2 menuju ke Thiat-nia.

Tapi baru berjalan belum jauh, matanya tertumbuk dengan mayat Shin Hiat-ji.

Kebenciannya terhadap anak muda itu meresep sampai ditulang.

Melihat orang sudah jadi mayat, Tong Ko tetap meluap amarahnya.

Diangkatnya mayat Hiat-ji terus dibanting jauh2.

Sekali, dua kali, ya sampai beberapa kali dia ulangi bantingannya itu.

Setelah tubuh Hiat-ji hancur mumur, barulah puas dia.

Untuk penutupnya, dia kirim sebuah tendangan kearah perut mayat.

Tiba2 secarik surat muntah keluar. Buru2 Tong Ko mengambilnya. Demi dibacanya, dia berjingkrak kegirangan. "Yah!" serunya memanggil The Go.

Saking girangnya, lupa sesaat bahwa kala itu dia hanya seorang diri.

Sesaat kemudian, baru dia insyaf dan ter-sipu2. Dibacanya sekali lagi surat itu.

Ternyata itu adalah sebuah surat perjanjian.

Separoh bagian adalah perjanjian hutang Tay-keng kepada Hiat-ji dan sebagian lagi pembelian sebuah rumah gedung dikota raja atas nama Tio Tay-keng.

Dalam surat pembelian rumah itu, terlampir sepucuk surat pernyataan terima kasih Tay-keng kepada Hiat-ji yang sudah membelikan rumah itu untuknya.

Ah, kalau kemaren lusa dia sudah dapat mengunjuk surat bukti itu kepada Tio Jiang, tak nanti dia sampai bentrok dengan orang2 gagah disana. Sebenarnya pada saat itu, dia terus hendak menyusul ayahnya ke Kwiciu, tapi serta teringat akan it-gwan-tohwat, dia ambil putusan hendak ke Thiat-nia lebih dahulu.

Toh kesana pulang pergi hanya memakan waktu tak berapa lama.

---oo^dwkz*0*kupay^oo---

Tak antara berapa lama tibalah dia dipuncak Thiat-nia. Thiat nia. itu sebenarnya tempat kediaman suku Thiat- theng-biau. Tapi sejak pemimpin mereka Kit-bong-to binasa, mereka sama tinggalkan tempat itu. Tiba dilamping gunung, tampak tempat itu sunyi lelap, hanya kawanan burung alap2 yang terbang kian kemari. Hati Tong Ko serasa rawan melihat pemandangan yang menyayukan itu. Gua2 tempat kediaman suku That- theng-biau, berobah menjadi sarang rumput yang lebat dan tinggi. Disana sini Tong Ko tak menemukan sesuatu tanda apa2. Akhirnya dia mengambil putusan  untuk lekas2 menyusul ayahnya. Tapi pada lain saat tiba2 dia teringat, ketika berada disitu tempo dulu, pernah dia melihat sebuah gua yang pintunya memakai tirai bambu dan dijaga oleh pengawal. Ya........, tempat itu memang mencurigakan, baik ia mencarinya.

Tak lama dia mencari, benar juga ada sebuah gua yang memakai tirai bambu.

Buru2 dia melangkah masuk. Dilihatnya ditengah gua situ, terdapat sebuah ciok-pay (alter batu). Permukaan ciokpay itu diukir dengan lukisan sebuah golok bengkok, macamnya persis dengan pi-lik-to. Sedang sebelah belakangnya, terdapat tulisan yang berbunyi "it-to, cap- to peh-to cian-to ban-to" (satu golok, sepuluh golok, seratus golok, seribu golok, selaksa golok). Dibawah tulisan itu, kembali terdapat lukisan sebuah golok bengkok melayang diudara, berputar melingkar. Lukisannya tampak hidup sekali.

Sampai sekian saat Tong Ko memandangnya ter- longong2.

Apakah artinya tulisan itu? Adakan itu penuntun ilmugolok it-gwan-to-hwat?

Melihat lukisan golok melingkar itu, dia agak mengerti, tapi hanya samar2 sekali.

Bebrapa kali mulutnya menghafalkan tulisan itu. Tiba2 dia teringat sesuatu. Nama ilmugolok itu adalah it-gwan, ini diambil dari kata2 dalam kitab Chun Ciu yang artinya sumber dari segala apa.

Dengan begitu, bukankah yang dimaksudkan dengan kata it-gwan-to-hwat itu, sebenarnya hanya terdiri dari satu jurus saja? Dari satu jurus itu, timbullah perobahan yang tak terbatas, dari sebatang golok menjadi sepuluh, dari sepuluh menjadi seratus, seribu dan sepuluh ribu!

Memikir sampai disini, dia mempelajari lukisan golok terbang melingkar itu dengan perdata. Ah ,

tampaknya sederhana sekali. Tapi kembali dia teringat, bahwa sebelum jagad ini terbuka, bermula hanyalah sebuah gumpalan bundar yang samar2 perwujutannya. Kemudian baru tercipta langit, bumi dan seluruh isi alam. Lingkaran bundar itulah pokok pelajaran it-gwan-to-hwat, terdiri hanya satu jurus, jurus pertama yang juga  menjadi jurus terakhir. Satu jurus yang akan melahirkan sepuluh, seratus, seribu dan selaksa gerak perobahan!

Saking girangnya, Tong Ko sampai loncat ber- jingkrak2, jantungnya ber-tak2 seperti alu2 (bandul) lonceng. Pi-lik-to diangkat terus diputar dalam sebuah lingkaran besar. Selingkar sinar kilat, segera membungkus dirinya. Tong Ko mengambil napas, lalu me-lingkar2-kan goloknya keempat jurusan, atas bawah dan kanan kiri. Makin lama makin lancar, lingkaran sinarnya dari besar menjadi kecil dan pada lain saat pecahlah beribu lingkaran bola sinar, bertaburan disekitarnya. Guruh angin yang men-deru2 juga makin gencar dan riuh.

Segera Tong Ko dapatkan bahwa sekalipun jurus permainan golok itu hanya terdiri satu gerakan melingkar, namun kedahsyatannya jauh berlipat kali dari ilmugolok 3 jurus ciptaan Ang Hwat cinjin itu.

Benar tokoh Ang Hwat itu seorang gembong persilatan yang tinggi ilmunya, namun untuk menciptakan suatu ilmu golok yang menyamainya tak usah melebihi, dari it- gwan-to-hwat, rasanya masih belum dapat. Sederhana tampak ilmu golok sejurus itu, namun dia merupakan sumber kelahiran dari segala gerak perobahan yang tak terbatas banyaknya!

Tong Ko seperti kerangsokan setan. Dia mainkan gerakan itu sampai setengah jam dengan non-stop. Angin guruh yang ditimbulkannya, sampai menggoncangkan gua itu. Sampai disitu barulah dia berhenti, terus menuju ke Kwiciu.

---oo^dwkz*0*kupay^oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar