Heng Thian Siau To BAGIAN 28 : MEMBANTU MERINGKUS

 
BAGIAN 28 : MEMBANTU MERINGKUS YANG MENGAMUK DI BALAS TUDUHAN MENGADU DOMBA

Melihat Kui-ing-cu dapat merebut kemenangan, dalam kekalahan-nya.

Yan-chiu girang. Tapi pada lain saat, ia menjadi cemas.

Pedang Tio Jiang yang diterkam Kui-ing-cu itu, adalah pedang pusaka yap-kun-kiam, pedang yang dapat menabas segala macam logam. Kalau Kui-ing-cu sampai terluka, tiada lain orang lagi yang sanggup mengatasi Tio Jiang.

"Kui locianpwe, hati2lah!" seru nyonya itu memperingatkan.

Kui-ing-cu bukan tak tahu bagaimana pedang Tio Jiang itu.

Kalau pedang biasa, sekali tekan dapatlah tentu Kui- ing-cu mematahkannya.

Adanya dia berani mencengkeram pedang lihay itu, karena dengan perhitungan agar Tio Jiang tertegun sejenak dan saat itu Kui-ing-cu akan lepaskan cekalannya untuk mundur kebelakang.

Dalam 20 tahun belakangan ini, kepandaian Tio Jiang sudah mencapai hampir setingkat dengan Kui-ing-cu.

Memang terkesiap Tio Jiang waktu mendengar bentakan menggeledek dari Kui-ing-cu itu, tapi itu hanya sedetik, karena pada lain detik dia, segera tarik pulang pedangnya. Sudah tentu Kui-ing-cu belum sempat melepaskan cekalannya.

Kelima jari tangannya kiri itu, terpapas kutung!

Bagaimanapun saktinya tokoh itu, namun tak  dapat dia menahan kesakitan itu.

Dia loncat mundur seraya berseru: "Siau Chiu, suamimu itu benar termakan racun hong-sin-san, makanya tenaganya begitu dahsyat. Obat penawarnya sudah kubawa, soalnya bagaimana cara meminumkan padanya!"

Melihat Kui-ing-cu menderita kekalahan, sekalian orang sama pucat.

"Kui-heng, lebih baik kau hajar mampus budak perempuan she The ini. la sudah mengakibatkan banyak saudara2 kita terluka!" seru Thaysan sin-tho, Si bongkok yang lihay itu ternyata sudah dapat meringkus The Ing.

Kui-ing-cu dan Thaysan sin-tho Ih Liok sedang minum arak diwarung yang mereka usahakan dikaki gunung. Sewaktu Kiau To datang dan mengatakan bahwa Tio Jiang keracunan hong-sin-san, Kui-ing-cu cepat masuk kedalam untuk mengambil obat penawar, lalu lari se- cepat2nya keatas gunung.

Ih Liok menyusul, lalu Kiau To.

Begitu tiba, Kui-ing-cu lalu bertanding dengan Tio Jiang.

Waktu Ih Liok datang, Yan-chiu menyongsong dan mengatakan bahwa gadis yang meracuni suaminya itu, adalah anak perempuannya The Go. Mendengar nama The Go, amarah si bongkok berkobar.

Dahulu tempo pasukan Ceng menyerang markas Hoasan Ih Liok pernah termakan tipu The Go. Dengan membawa 3 laksa anak buah, dia menyerbu kemarkas Ceng tapi terperangkap. Puluhan ribu anak buah Hoasan itu, ludas binasa semua.

Kesemuanya itu adalah berkat tipu muslihat The Go yang cerdik.

Saking marahnya, Ih Liok memapas jarinya selaku sumpah akan menuntut balas pada The Go Peristiwa itu terjadi pada 20-an tahun berselang, tapi si bongkok tak pernah melupakannya.

Yan-chiupun benci kepada The Go, tapi masih kalah sengitnya dengan Ih Liok.

Mendengar laporan Yan-chiu itu, serentak dia menghampiri The Ing.

"Saudara In, mundurlah, biar kuringkusnya!" Mendengar seruan si bongkok itu, ketiga persaudaraan

In  segera  loncat  keluar  gelanggang. The  Ing terkesiap

melihat seorang bongkok yang wajahnya kumal seperti tak pernah cuci muka itu.

"Bagus, mau bergiliran ya?" tanya nona yang tak tahu siapa si bongkok itu.

"Benar, kau mau apa! Aku si Ih Liok memang tak mau main jujur2an!" sahut si bongkok sembari layangkan pukulan.

Saat itu The Ing belum sempat gerakkan tali ceng- sinya, atau tahu2 ia merasa disambar angin dahsyat. la coba menghindar kesamping, tapi ternyata pukulan lwekang biat-gong-ciang yang diIancarkan si  bongkok itu, menggunakan 8-9 bagian dari tenaganya, jadi lingkaran radius anginnya luas sekali. Benar The Ing tahu dan menghindar, namun tak urung ia terpental sampai setombak jauhnya. Itupun ia masih ter-huyung2 beberapa tindak lagi baru dapat berdiri tegak.

Marahlah ia, tali ceng-si digerakkan, tapi lawan sudah menghilang dan tahu2 ada angin menyambar dari arah belakang. Cepat dia memutar tubuh kebelakang dan tampak si bongkok melayang jatuh terlentang, punuknya mengenai tanah, tangannya me-ronta2.

The Ing terkesiap. Mengapa si bongkok jatuh terlentang, tentulah karena ada seorang ko-chiu membantu The Ing.

Dugaannya jatuh kepada diri Bek Lian. Serentak mulutnya berseru: "Nona. "

Belum sampai ia mengucapkan kata "Bek......", begitu punuk menggentus tanah tahu2 tubuh si bongkok mencelat kemuka, menerjang The Ing. Dalam kagetnya The Ing tak dapat menghindar lagi. Tadi la sudah diperas habis tenaganya oleh ketiga saudara In kini si bongkok keluarkan permainannya yang luar biasa anehnya, maka seketika itu The Ing rasakan lambungnya kesemutan.

Masih ia coha meronta, tapi si bongkok jauh lebih tangkas.

Memang terhadap kaum pesilatan golongan hek-to (jahat), dia selalu turunkan tangan ganas. Mengira bahwa The Ing itu seorang kaki tangan Ceng, maka si bongkokpun tak sungkan lagi. The Ing terus ditelikung tangannya. Sedikitpun ia tak dapat berkutik lagi.

Peringkusan itu hanya berjalan dalam sesingkat waktu, justeru saat Kui-ing-cu terluka dan loncat keluar tadi. Maka Ih Liok segera berseru menyuruh Kui-ing-cu menghantam mampus nona yang dituduh menjadi biangkeladi huru hara keributan di Giok-li-nia itu.

Kui-ing-cu merobek secarik bajunya untuk membalut lukanya, lalu berseru: "Tho-cu, kita berdua sama2 tak berjari, sejenis namanya, kau beresi sendirilah!"

Ih Liok mengangkat tangannya dan The Ing segera rasanya suatu tenaga dahsyat menekan kepalanya. Mimpipun tidak ia kalau bakal mati secara begitu penasaran dan tanpa ada orang yang menuntutkan balas. Sebelum mati berpantang ajal atau  berusaha untuk menyelamatkan jiwa, adalah pembawaan setiap manusia The Ing menjerit keras2.

la duga, satu2nya orang yang kemungkinan besar berada disekeliling tempat situ, adalah Bek Lian.

"Nona Bek......, ayahku bernama The Go, tolong kasih tahu pada ayahku bahwa aku telah dibunuh oleh orang2 yang tak kenal aturan ini, biar dia menuntutkan balas!" serunya. Semoga Bek Lian mendengar, demikian harapan satu2nya.

Dengan tangan masih berada diatas ubun sinona, Ih Liok, menyeringai: "Kalau ayahmu datang, itulah  memang yang kuharapkan, ayuh berteriak beberapa kali lagilah!"

The Ing menghamburkan makian "bangsat bongkok, setan jelek." dan macam2 lagi. "Liok-siok, lekas beresi dia, Tio suko tiada yang dapat menahannya!" seru Yan-chiu.

Ada obat penawar, tapi tak berdaya untuk meminumkan.

Karena. kecuali Kui-ing-cu dan Ih Liok tiada seorangpun yang dapat melawan Tio Jiang. Maka setelah Kui-ing-cu terluka, Tio Jiang seperti kerbau gila mengamuk kesana sini.

"Baik!" sahut Ih Liok Tapi baru saja dia hendak turunkan tangannya, tiba2 terdengarlah suara tertawa ter-bahak2. Suara tertawa yang bernada kejengkelan dan sindiran.

Baik Ih Liok maupun sekalian orang sama terkesiap. Diatas  sebuah  batu  menonjol  disebelah  muka sana,

tampak  tegak  seorang  anak  muda  mencekal sebatang

golok bengkok yang ber-kilau2 cahayanya. Orang itu mendongak sembari tertawa. Kini dia melayang turun.

Mukanya yang cakap, sikapnya gagah, gerakannya yang indah diantar oleh kilau kemilau cahaya golok, telah mempesonakan sekalian orang.

Hanya ada dua nona yang segera berteriak berbareng: "Engkoh Ko!"

Kedua nona itu bukan lain adalah Tio In dan The Ing. Memang dewa yang melayang turun itu adalah Tong

Ko.

Tong Ko memang seorang pemuda yang cakap seperti Arjuna. Maka walaupun pemuda itu seorang kerucuk yang tak ternama, Tio In sampai jatuh hati kepadanya.

Hanya dalam waktu setengah tahun saja, sejak dia berjumpa, dengan Ang Hwat cinjin dan diberi petunjuk tentang cara meyakinkan kitab "72 gambar orang semedhi" ciptaan Tat Mo cousu itu, kini sudah menjadi seorang Tong Ko baru.

Kaum persilatan daerah Kwiciu pada 20 tahun yang lalu, mempunyai 4 orang datuk yani: Ang Hwat cinjin, suami isteri Hay-te-kau (Ceng Bo Siangjin) dan Kiang Siang Yan dan Tay Siang siansu.

Menurut hierarkhi (urut2an), Tay Siang nomor satu, Ang Hwat nomor dua dan sepasang suami isteri itu nomor tiga.

Waktu Tong Ko bertemu lagi dengan cin-jin yang menjadi kakek guru The Go itu, Ang Hwat sudah mengasingkan diri selama 20 tahun, jadi ilmunya sudah mencapai puncak kesempurnaan. Walaupun tidak seluruhnya faham akan isi kitab pusaka Tat Mo itu, namun dia cukup mengerti.

Maka tak heranlah kalau kemajuan yang diperoleh Tong Ko itu ibarat dikatakan satu hari seribu li pesatnya.

Disamping itu, Ang Hwatpun menurunkan ilmu golok 3 jurus hasil ciptaannya sendiri kepada anak muda itu. Setelah itu, golok bengkok pi-lik-to diserahkan juga.

Tong Ko menetap di Sip-ban-tay-san untuk bebrapa lama, mematangkan pelajarannya sembari menunggu kedatangan suami isteri The Go dan Siao Lan. Tapi setelah sampai sekian lama suami isteri itu tak pulang, Tong Ko ambil putusan pergi ke Lo-hu-san.

Disana dia berpapasan dengan Bek Lian dan The Ing. Buru2 dia mengumpat dibalik sebuah karang.

Pada lain saat tampak Tio Jiang dikepung oleh orang banyak turun kekaki gunung.

Karena tak mengerti duduk perkaranya, dia tinggal diam ditempat persem bunyiannya. Sampai pada saat The Ing terancam jiwanya oleh si bongkok, barulah dia muncul. Tertawanya berhasil mencegah tangan maut si bongkok.

Sebenarnya dia tak mau unjuk kesombongan.

Tapi ada dua hal yang menyebabkan dia marah, hal tersebut adalah :

Pertama, karena The Ing menderita panasaran. Ayahnya yang berbuat jahat, anaknya yang dihina habis2an. Pada hal kini menurut penglihatannya (Tong Ko), The Go itu sudah insyaf dan kembali kejalan yang lurus.

Kedua, mengingat bagaimana nasib dirinya yang diperlakukan se-wenang2 dan di tuduh menjadi kaki tangan Ceng oleh orang2 Lo-hu-san. Pada hal dia menjadi korban fitnahan putera Tio Jiang sendiri.

Mengingat kedua hal yang menyakiti hati itu, Tong Ko sudah tumpahkan semua isi kemarahan hatinya dalam nada ketawanya yang sinis tadi.

Tong Ko pun terkesiap, mendengar suara dua orang gadis yang memanggilnya itu. Dua ada yang berlagu satu: rindu dendam. Waktu Tio In dan The Ing berdebat mulut mengenai perhubungannya dengan Tong Ko, jelas diketahuinya bagaimana perasaan hati The Ing itu kepadanya (Tong Ko).

Tapi sewaktu memanggil namanya tadi, nyatalah bahwa Tio In itu sebenarnya tetap menyintai dirinya (Tong Ko).

Karena kehilangan faham, Tong Ko lampiaskan kesesakan dadanya dengan tertawa sampai 3 kali ber- turut2.

Habis itu dia mengerlingkan mata kearah Tio In, lalu menghampiri kearah The Ing.

Saking girangnya, The Ing menjerit : "Engkoh Ko!".

Tong Ko hanya tersenyum, lalu berkata kepada si bongkok: "Liok-siok, harap lepaskan nona The ini, dia bukan si biang keladi!'

Huak, cuh.......segumpal ludah menyembur dari mulut si bongkok, bentaknya: "Kau bangsa kaki tangan Ceng, jangan, banyak bacot!"

Sebenarnya dapat Tong Ko menghindar dari semburan ludah itu, tapi demi orang mendampratnya sebagai kaki tangan Ceng, terkesiaplah dia.

Marah dan pedih menyesakkan ruang dadanya. Dibiarkan ludah itu menempel dimukanya dan tertawalah dia se-lapang2 nya.

"Bagus, jempol, sekali lihat dapat mengetahui aku ini seorang kaki tangan Ceng Orang2 Giok-li-nia sini, benar2 gagah perwira!" Tong Ko hamburkan ejekan dengan nyaring.

Kiau To marah, bentaknya: "Jangan kurang ajar! Siau- beng-siang pernah mengampuni jiwamu, tapi kau balas budinya dengan racun. Nah, kali ini kau tak dapat pengampunan lagi!"

"Siapa yang berani tak melepas aku?" serentak Tong Ko berhenti tertawa.

"Aku!" seru Kiau To sembari sabatkan ruyungnya.

Kiau To masih tetap tak memandang mata pada anak muda itu.

Tong Ko tertawa mengejek. Tubuhnya bergerak.

Sesuai dengan namanya pi-lik-to (golok halilintar), maka golok bengkok itupun segera mengeluarkan angin men-deru2 laksana halilintar.

Dengan tangan kiri Tong Ko menghalau ruyung, sedang tangan kanan yang mencekal pi-lik-to segera menghantam.

Kiau To seperti tersambar halilintar kejutnya.

Pertama melihat sinar golok iang aneh bentuknya itu, dia sudah silau.

Lalu ruyungnya dihantam kesamping oleh tangan kiri, makin membuatnya kaget.

Masa tangan kosong dapat dibuat menangkis ruyung. Tokoh persilatan yang memiliki kepandaian demikian,

tak banyak jumlahnya. Mengapa pemuda kerucuk macam Tong Ko tiba2 berobah begitu sakti.

Sungguh dia tak dapat menerima kejadian yang luar biasa itu!

Pada saat ujung pi-lik-to hampir mengenai dada Kiau To, tiba2 terkilas suatu pikiran pada Tong Ko. Benar dia telah mendapat hinaan dan penasaran dari Kiau To, tapi orang itu adalah tokoh patriot yang gigih. Kalau dia bunuh orang itu, berarti suatu kerugian bagi kekuatan kubu2 perjoangan pembebasan negara.

Penasaran adalah urusan peribadi, perjoangan negara diatas segala.

Cepat Tong Ko berpikir, cepat pula dia bertindak.

Tangannia di sentakkan kebelakang, ujung golok batal menusuk tapi sebagai gantinya tangkai golok menghantam pundak lawan.

Seketika itu terjungkallah Kiau To kebelakang, namun dia selamat tak kurang suatu apa2.

Kejadian itu, telah membuat Kiau To kesima.

Selagi Kiau To ter-longong2 karena merasa seperti orang mati yang hidup kembali, adalah Tong Ko sudah melesat kearah Ih Liok sembari memutar pi-lik-to.

Juga tokoh lihay itu terkejut karena tersambar angin keras, buru2 dia lepaskan cekalannya terhadap The Ing, lalu loncat menyingkir dua tombak jauhnya.

"Ha...., ha...., bukannya mencari tahu siapa yang meracuni hong-sin-san pada Siau-beng-siang, sebaliknya kamu orang sembarang menuduh orang. Coba jawab, bagaimana nona The dapat menobros penjagaan kuat untuk meracuni Siau-beng-siang?" Tong Ko bertanya.

Pertanyaan itu telah membuat sekalian orang tersadar.

Tapi kesadaran mereka itu hanya terbatas bahwa The Ing bukan orang yang meracuni Tio Jiang. Namun tuduhan mereka bahwa Tong Ko dan The Ing itu kaki tangan Ceng, masih tetap.

Adalah hanya seorang tokoh Kui-ing-cu yang cepat dapat meneropong peribadi Tong Ko. Dia kagum dan merasa suka akan sikap dan gerak gerik pemuda yang gagah dan berwibawa itu. Bahwa seorang yang dapat tertawa berkumandang jauh, tentulah seorang gagah yang berpambek luhur perwira.

Tak nanti orang semacam itu bisa menjadi kaki tangan musuh.

"Hai, siapa namamu? Rasanya aku pernah melihatmu". seru Kuiing-cu sembari menghampiri.

Tong Ko tahu siapa peribadi Kui-ing-cu itu. Seorang beradat aneh licin, tapi berhati baik.

Namun karena kala itu dadanya sudah penuh sesak dengan penasaran, maka dingin2 saja dia menyahut: ”Terima kasih atas perhatianmu. Aku bukan bangsa penjual negara, tapi orang2 gagah disini sama menuduh aku seorang kaki tangan Ceng, ha....., ha............

ha............, ha. "

Sembari lintangkan pi-lik-to, didada, Tong Ko kembali umbar ter tawanya.

Sesaat itu Kui-ing-cu kehilangan kata2. Dia mengawasi tajam2 kearah pemuda itu.

Sejenak kemudian, terdenglarlah hiruk-pikuk orang2 menjerit.

Kiranya, Siau-beng-siang kembali melukai dua orang. "Tong Ko, senjata yang kau pegang itu rasanya adalah

golok pusaka kian-thian-it-gwan-pi-lik-to. Hanya dengan golok itulah yap-kun-kiam Tio Jiang dapat diatasi. Asal kau dapat membikin lepas pedangnya, segala apa serahkan padaku!" kata Kui-ing-cu.

Tong Ko membungkukkan badan, ujarnya: "Kalau Kui- locianpwe yang menyuruh, tentu akan kuturut!"

Tapi baru dia melangkah maju setindak, tiba2 berpaling dan berseru dengan bengis: "Barangsiapa berani mengganggu seujung rambut pada nona The, awas, pi-lik-to tak bermata!"

Habis itu, dia berputar lagi. Tapi baru sang kaki hendak melangkah, Yan-ciu berseru dengan nada gemetar: "Kui locianpwe, jangan suruh dia yang maju!"

Tong Ko cukup memahami kata2 Yan-chiu itu.

Nyonyah itu takut kalau Tong Ko membunuh suaminya.

Dia hentikan langkah, tertawa keras.

Begitu berputar kebelakang, segera dia ajak The Ing: ”Nona The, ayuh kita tinggalkan tempat suci ini"

Tapi rupanya The Ing masih penasaran, sahutnya: ”Engkoh Ko, begini saja kita berlalu, apakah tidak terlalu murah bagi mereka?"

Mata Tong Ko yang ber-kilat2 menyapu kearah Ih Liok dan Yan-chiu, ujarnya: "Kulihat kawanan orang2 ini, walaupun membabi buta tak kenal nalar, tapi adalah pejoang2 menentang penjajah Ceng. Untuk kali ini biarlah kita mengalah!"

Suatu ucapan yang bernada ejekan jumawa.

Beda dengan dahulu ketika masih rendah ilmunya dia selalu merendah, kini Tong, Ko berobah ke-congkak2an. Sebenarnya bukan begitu watak Tong Ko.

Hal itu karena luapan hatinya karena dituduh menjadi kaki tangan musuh.

Habis itu, segera dia tarik The Ing untuk diajak pergi.

"Saudara. Tong, tunggu!" tiba2 Kui-ing-cu mencegah. Ketika Tong Ko berhenti dan tanyakan maksud orang,

berkatalah Kui-ing-cu: "Tadi kau sudah sanggup untuk menundukkan Siau-beng-siang, kini mengapa kau pungkir janji?"

Tong Ko tertawa dingin, sahutnya: "Nyonyah Siau- beng-siang yang terhormat, kuatir aku membunuh suaminya. Mengapa aku membuang tenaga yang tak diterima baik malah dicurigai?"

"Benar memang aku kuatir kau melukai Tio suko. Apa sudah lupa bagaimana kau membawa kaki tangan Ceng untuk membakar rumah dan membunuh puteraku?" Yan- chiu menjawab dengan sengit.

Kui-ing-cu memberi isyarat mata kepada Yan-chiu, lalu berseru: "Saudara Tong, kupercaya kau tentu takkan mencelakai Siau-bengsiang, lekas majulah!"

Tong Ko menghela napas panjang. "Ada orang yang mengetahui hatiku, matipun aku tak penasaran. Kui Locianpwe, Tong Ko akan melakukan titahmu!" Sekali melesat, dia sudah loncat setombak jauhnya. "Orang2 yang mengepung Siau-beng-siang,

menyingkirlah!"

Oleh karena kini lwekang Tong Ko sudah tinggi, maka orang2 yang mengepung Tio Jiang sama terkesiap. Apalagi memang mereka sudah gentar, jadi tak usah diulangi, mereka sudah sama menyingkir.

Kini berhadapan kedua jago itu. Tio Jiang tegak berdiri, pedangnya masih bergemetaran. Bagi seorang akhli tahulah sudah apa artinya itu. Begitu to-hay-kiam- hoat dilancarkan, maka gerak-getarnya sukar dihentikan lagi, laksana ombak samudera mengalir.

Menghadapi seorang jago tua macam Siau-beng-siang, tak urung bercekat juga hati Tong Ko. Sikapnya yang congkak tadi, hilang lenyap. Dengan pelahan dia maju dua tindak. Semua orang sama2 menahan napas.

Pertempuran antara pi-lik-to lawan yap-kunkiam, tentu bakal merupakan pertempuran yang maha dahsyat. Diantara orang2 yang menguatirkan keselamatan Tio Jiang, adalah Yan-ciu yang paling hebat.

Ia tetap tak melupakan kematian puteranya.

la tetap menganggap Tong Ko itu seorang musuh. Ah, kalau saja suaminya itu sampai binasa.

Yan-chiu ter-longong2 seperti patung tak berjiwa. Tangannya geirretar, keringatnya ber-ketes2 keluar.

Melihat itu, buru2 Tio In menghampiri dan menghiburinya bahwa Tong Ko tak nanti mencelakai ayahnya, Yan-chiu dapat dibikin tenang. Pada saat itu, Tio Jiang dan Tong Ko setindak demi setindak saling menghampiri.

Sepasang mata Tio Jiang merah darah, sikapnya buas.

Begitu jarak masing2 hanya terpisah satu setengah meteran, tangan Tio Jiang melayang. Bagaikan bianglala, boan-thian-kok-hay menusuk tenggorokan Tong Ko.

Tong Ko tak berani lengah. Cepat diapun putar pi-lik- to, wut, wut, anginnya menderu2 seperti angin puyuh

Orang2 yang berkumpul disekitar gelanggang situ, adalah orang2 persilatan yang sudah belasan tahun makan asam garam golak, dunia persilatan.

Apalagi tokoh macam Kui-ing-cu dan Thaysan sin-tho Ih Liok, sudah ber-puluh2 tahun menyaksikan pertempuran dahsyat.

Pertempuran memakai senjata, sebenarnya sudah jamak.

Tapi tiada seorangpun yang pernah merasakan suasana yang begitu tegang meruncing macam pertempuran Tia Jiang lawan Tong Ko saat itu.

Tringngng......, pi-lik-to dan yap-kun-kiam saling berbentur.

Dering kumandangnya jauh mengaum sampai kelembah-lembah, hingga telinga orang2 serasa pecah dibuatnya.

Tong Ko sendiripun kaget.

Kuatir kalau pi-lik-to menderita kerusakan, buru2 dia loncat kesamping utk memeriksanya. Kian-thian-it-gwan-pi-lik-to tetap ber-kilau2 memancarkan cahaya rembulan bening, sedikitpun tiada gempil. Tong Ko lega, dia maju lagi.

Begitu angkat goloknya keatas, dia terus mengguratkan kebawah.

Kini dia mainkan ilmu golok ajaran Ang Hwat cinjin yang chas diciptakan untuk memainkan pilik-to. Ilmu golok itu hanya terdiri dari 3 jurus saja.

Yang dimainkan Tong Ko yalah jurus pertama yang disebut lui-tong-in-in (halilintar berkumandang gemuruh).

Waktu  menggurat  turun,  pi-likto  mengeluar aum.....

kumandang suara angin dan guruh. Jalannya golok bergoyang kian kemari, penuh dengan perobahan yang sukar diduga. Karena bentuk golok itu bengkok melengkung, maka Ang Hwat cinjin sepesial menciptakan ilmu permainan yang, terdiri dari 3 jurus. Hasil karya seorang tokoh kawak macam Ang Hwat, sudah tentu luar dari biasanya, Tio Jiang silau dan mundur selangkah.

Dia gerakkan jurus Tiok Ik cut-hay.

Turut ceritanya, Tio Ik atau Tio Hui dalam jaman Sam Kok, sewaktu menemukan serenceng uang tembaga, lalu dimasak dalam kuali.

Ketika air kuali mendidih, air lautpun turut ber-golak2.

Dari cerita inilah, maka jurus itu diberi nama. Ketika dilancarkan memang perbawanya seperti air laut bergalak.

Ketika pi-lik-to menabas turun, Tong Ko kisarkan kaki kiri kesamping, tangannya kanan dilambaikan menurun menjadi setengah lingkaran. Tiba2 dia robah gerakannya dalam jurus lui-tiankiau-co (kilat dan petir saling berbentur). Ujung golok dipagutkan kebawah, berbareng tubuhnya menurun untuk menghindar pedang lawan.

Serang menyerang itu hanya berlangsung dalam dua jurus, namun indah hebatnya bukan kepalang. Semua orang sama ter-longong2.

Ketika serangannya menemui tempat kosong,  Tio Jiang belahkan pedangnya kebawah, justeru pada saat itu Tong Ko menjungkitkan golok keatas,  tring. ,

kembali dua senjata pusaka itu saling beradu. Tapi secepat itu, Tong Ko putar tangannya.

Karena bentuk goloknya luar biasa (melengkung), maka putaran itu berhasil mengait pedang lawan. Sekali

kerahkan tenaga, Tong Ko cepat menariknya kebelakang, tapi ternyata Siau-beng-siang tegak laksana sebuah gunung.

"Kui locianpwe, lekas bantu kemari!" teriak Tong Ko.

Kui-ing-cupun sudah menginsyafi bahwa sekalipun pemuda itu lihay, tapi untuk merampas pedang ditangan Siau-beng-siang, bukanlah suatu perkara yang mudah.

Diapun memang bermaksud memberi bantuan.

Maka tepat disaat Tong Ko mengucapkan kata2 terakhir, tangan Kui-ing-cu sudah menekan pundaknya. Sesaat itu Tong Ko rasakan ada hawa hangat mengalir ketubuhnya.

Buru2 dia salurkan hawa murni untuk dipersatukan.

Berkat persatuan itu, sekali sentak dapatlah Tong Ko menarik lepas pedang Siau-beng-siang. Pedang itu ber-kilau2 laksana sebuah bianglala melayang jauh sekali.

Setelah berhasil, Kui-ingcu dorong Tong Ko kebelakang, lalu julurkan jari menutuk jalan darah dipundak Tio Jiang, Siau-beng-siang gunakan ilmu kin- na-chiu (merampas senjata dengan tangan kosong) untuk menyambar siku lengan Kui-ing-tiu.

Tapi terniata serangan tokoh aneh itu hanya gertakan kosong.

Secepat lengannya ditarik turun, jarinya  menusuk jalan darah jwan-hiat (pelemas) dilambung orang.

Tio Jiang menjerit keras, lalu rubuh tak berkutik Sekalian orang sama menarik napas longgar.

Kui-ing-cu cepat merogoh keluar obat penawar.

Tapi baru tangannya menjulur untuk memasukkan obat kedalam mulut Siau-beng-siang, tiba2 matanya disilaukan oleh cahaya kilat.

Saking kagetrrya, dia buru2 menyurut mundur, tapi tak urung segumpal rambutnya terpapas.

Ketika diawasi, ternyata Tong Ko yang melakukan serangan tadi.

Sudah tentu dia tak habis mengerti, tegurnya: "Siau- beng-siang sudah sementara lama terkena racun, mengapa aku dilarang memberi obat?"

Tong Ko palangkan golok didada, dengan tertawa geram dia rnenuding kemuka: "Lihatlah!"

Waktu Kui-ing-cu melihat kearah yang ditunjuk Tong Ko, diapun terkejut. Kiranya The Ing sedang dikepung oleh orang banyak.

Yan-chiu dengan gemas hendak menyerangkan pedangnya.

"Kui locianpwe, tolong kau sampaikan pada nyonyah Tio, sedikit saja dia berani mengganggu The Ing, Siau- beng-siangpun tak bakal dapat minum obat!" kata Tong Ko dengan tertawa mengancam.

Kui-ing-cu berpaling menatap anak muda itu, katanya dengan sungguh2: "Engkoh kecil, lagak kegaranganmu itu, boleh jugalah!"

Tong Ko tertawa, sahutnya: "Aku didesak begitu oleh orang2, bukan kemauanku sendiri!"

"Engkoh kecil, semoga kau tak mengalami tekanan orang lagi!" kata Kui-ing-tiu dengan mendalam. Habis itu dia melesat menghadang Yan-chiu.

"Ada apa lagi?" tegurnya. Singkat kata2nya itu, tapi nadanya mengunjuk kurang puas.

Yan-chiu yang cerdas sudah tentu dapat memahami, teguran itu, sahutnya: "Ketika pedang suko terlepas melayang diudara, baru aku hendak loncat menyanggapi, ia sudah merebut dengan tali merahnya. Waktu kuminta, dia tak mau menyerahkan. Apakah aku yang dipersalahkan?"

Ditempatnya yang agak jauh itu, Tong Ko perdengarkan ketawa sinis, serunya lantang2: "Nonsens, pada sepasang pedang pi-i-song-hong-kiam itupun tak terukir huruf yang menyatakan bahwa mereka adalah milik orang she Tio dan orang she Liau. Nona The, karena kau yang memperoleh pedang itu, tak perlu dikembalikan! Siapa yang berani mengganggu kau. Siau- beng-siang sudah kukuasai!'

Selesai mengucap, Tong Ko mendak kebawah, ujung pi-lik-to ditujukan kedada Siau-beng-siang. Sudah tentu Yan-chiu kaget tak terkira, tapi Kui-ing-cu mengedipkan mata kearahnya. Memang dengan kepandaian yang dimiliki sekarang, belumlah cukup bagi Tong Ko untuk menindas orang2 gagah yang berkumpul di Giokli-nia situ.

Tapi pertama karena mempunyai golok pusaka, kedua karena pandainya menggunakan kesempatan, maka dapatlah Tong Ko menguasai orang2 itu.

The Ing makin girang bukan kepalang, nyata2 anak muda itu memihak padanya.

Malah saat itu Tong Ko suruh nona itu datang kedekatnya.

Demi keselamatan suaminya, terpaksa Yan-chiu membiarkan nona itu berlalu.

The Ing makin mangkak. Jalannya dibikin sedemikian rupa hingga menimbulkan kemarahan orang2, namun mereka tak berani berbuat apa2. Belum lagi The Ing tiba ditempat Tong Ko, sesosok tubuh langsing melesat kesamping Tong Ko dan berseru: "Engkoh Ko, naikkan sedikit ujung golokmu; jangan terlalu melekat didada ayah!"

Itulah Tio In, Sanubari Tong Ko penuh sesak dengan pelbagai perasaan.

Tanpa terasa, dia benar juga naikkan goloknya keatas. Melihat itu Tio In tertawa, kembali dia mengajukan permintaan: "Engkoh Ko, sepasang pedang pi-i-song- hong-kiam adalah pusaka peninggalan sucouku, harap kau suruh nona The mengembalikan pada ayah!"

Semangat Tong Ko me-layang2, dia tak menyahut apa2 tapi mengangguk.

Sepasang matanya terlongong memandang Tio In.

Nona itu tundukkan kepala, bisiknya: "Engkoh Ko, kau tak mencelakai ayahku, dulu aku telah salah faham padamu!"

Karena bisikan itu pelahan, jadi hanya Tong Ko seorang yang mendengarnya.

Tanpa disadari meluncurlah dua patah kata dari mulut Tong Ko: "In-moay!"

Mendengar itu, Tio In berputar kebelakang terus lari. Tong Ko seperti lapang kesesakan dadanya.

Dia tahu bahwa sekarang gadis pujaannya itu sudah mengetahui peribadinya yang bersih. Tapi oleh karena saat itu dalam suasana ketegangan jadi tak dapatlah dia menyusul kekasihnya itu. Dengan hati gundah kelana, dia antar kepergian nona itu dengan sepasang  sorot matanya yang mengandung beribu arti!

The Ing melihat jelas apa yang terjadi diantara Tong Ko dan Tio In tadi.

Walaupun hanya tukar pembicaraan sebentar, tapi nyata kalau Tong Ko masih berkobar asmaranya kepada puteri Siau-beng-siang itu, The Ing tahu bahwa tadi tentulah Tio In membujuk Tong Ko agar pemuda itu menyuruhnya (The Ing) mengembalikan pedang yan- kun-kiam itu kepada Tio Jiang. Hatinya serasa rawan pilu, dan pedang yap-kun-kiam itu segera dibanting menancap kedalam tanah. Tong Ko berpaling dan beradu mata dengan puteri The Go itu. Mengacai pancaran sinar mata Tong Ko, lemas lunglailah sendi perasaan The Ing, bagaikan sebuah layang2 putus tali

Kiranya pada sorot mata Tong Ko itu memancarkan sinar minta maaf.

Benar permintaan maaf itu dikarenakan Tong Ko terpaksa memintanya mengembalikan pedang itu, tapi hal itu tak layak dilakukan terhadap seorang kekasih.

Jadi nyatalah bahwa perasaan Tong Ko yang dikandung terhadap Tio In berlainan dengan yang ditujukan kepadanya.

Teringat ia akan pesan ayahnya (The Go), supaya dia jangan rapat perhubungan dengan Tong Ko. Mungkin ayahnya yang mempunyai pandangan tajam itu sudah dapat mengetahui bahwa Tong Ko itu seorang pemuda yang setia-cinta.

Mungkinlah ayahnya itu kuatir jangan2 ia (The Ing) hanya akan menubruk bayangan kosong saja

Lewat bebrapa saat kemudian, harulah Tong Ko ajak The Ing meninggalkan tempat itu. The Ingpun mengiakan, terus mendahului berjalan.

Tong Ko melihat sejenak kearah orang2 itu.

Tampak disana Tio In menelungkupi bahu mamahnya, rupanya sedang ter-isak2 menangis. Kui-ing-cu tengah mencekoki mulut Tio Jiang, dengan obat penawar. Sekalian orang sama mengawasi kearah Siaubeng- siang.

Ah......., betapa inginnya Tong Ko menggabung diri dalam rombongan orang2 gagah patriot itu, berjoang melawan penjajah Ceng.

Tapi dalam prakteknya, tak mungkin dia diterima dalam kalangan mereka.

Berpikir begitu, buru,buru Tong Ko menyusul The Ing.

Tapi baru berjalan 3-4 tombak jauhnya, tiba2 dia teringat sesuatu, lalu berpaling dan berseru. "Kui locianpwe, peristiwa Siau-beng-siang keracunan itu, sebenarnya tak aneh, memang cumi2 dalam rumah sukar dijaga!"

Memang orang2 gagah itu tak mengerti mengapa Siau-beng-siang sampai terminum racun jahat itu. Waktu mendengar peringatan Tong Ko, tadi, mereka terkejut sekali.

Benarkah ada pengkhianat dikalangan dalam?

Sebenarnya tepat sekali saatnya, Tong Ko memberi peringatan itu.

Tapi lagi2 Yan-chiiu, wanita yang sudah tercengkeram oleh prasangka jelek itu, menyahut dengan sengit: "Tong Ko, apa kau masih tak mau lekas2 enyah, masih mau mengadu domba lagi?"

Tajam, sekali pengaruh kata2 Yan-chiu itu. Kecurigaan sekalian orang, lenyap seketika.

Tong Ko tertawa keras lalu melangkah pergi.

---oo(dwkz)0(kupay)oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar