BAGIAN 25 : TIO JIANG MENOLONG PUTRINYA
........ baiklah kita tengok sebentar keadaan The Go. Sewaktu mengetahui bahwa Tio In dengan lenggangnya dapat melangkah keluar dari gedung ti-hu, dia terkejut juga.
Mengapa kawanan penjaga itu tak merintanginya?
Merenung sedienak akan sikap Tio In selama tadi, dia segera mengeluh dalam hati.
"Celaka, menilik gelagatnya Tio In mendakwa aku menjadi kaki tangan pemerintah Ceng. Ini berbahaya, kalau pulang ke Lo-hu-san ia tentu mengatakan kepada ayahnya kalau aku dan rombongan Hiat-ji itu hendak mencelakai Tay-keng! Entah rencana apa yang Tay-keng terima dari Hiat-ji itu. Hai, Hiat-ji telah menyimpan Tio In didalam ranjang, dia tentu akan kembali lagi. Baik kutunggunya disana, mungkin aku dapat menggorek keterangan yang jelas."
Cian-bin-long-kun The Go adalah seorang yang memiliki kecerdasan luar biasa.
Dahulu dengan menggunakan sedikit siasat, dapatlah dia membuat 72 buah markas Hoa-san menjadi berantakan.
Adanya Hui-lay-hong Yan-chiu benci tujuh turunan kepadanya, karena dalam segala hal, ia selalu terjebak dalam perhitung The Go yang lihay itu.
Lewat setengah jam kemudian, benar juga didengarnya ada derap kaki mendatangi. Dia yang sudah naik keatas ranjang, lalu menyingkap kelambu dan benar juga dilihatnya Hiat-ji lah yang muncul disitu.
"Nona Tio, maaf, kau tentu menderita!" kata Hiat-ji ketika tiba didepan ranjang, seraya menyingkap kelambu.
The Go bersiap. Sembari kecilkan nada suaranya menyahuti, tangannya kiri diangkat, siap menyambut kepala anak muda itu dengan kelima jarinya yang seruncing kait.
Sudah tentu Hiat-ji tak mengira, kalau dalam waktu sejam saja nona yang di-idam2kan itu sudah berganti orangnya.
Auk tahu2 Hiat-ji rasakan lehernya dicekik keras dan ditarik kedalam ranjang.
"Apa masih kenal padaku?" kata sebuah suara bengis.
Betapa kaget anak muda yang melamun hendak menjadi temanten baru itu, dapat dibayangkan. Lebih ketika dia mengetahui telah jatuh kedalam tangan siapa.
Tapi diapun seorang yang keras kepala.
Tahu sudah tak berdaya, masih dia coba berusaha untuk menghantam dengan kedua tangannya.
Tapi secepat itu juga. Tangan kiri The Go sudah tergerak kekanan kiri dan jalan darah kiok-ti-hiat kedua lengan Hiat-ji itu kena tertutuk, lemas terkulai kebawah.
Masih anak itu membangkang.
Dengan sebelah kaki dia menjejak lantai ranjang, bluk, ranjang itu bergoncang keras. "Ho, kau masih berkeras kepala?" bentak The Go dengan berbisik.
Tangan kirinya segera menekan umbun2 kepala anak itu.
Pada umbun2 terdapat jalan darah peh-hui-hiat, merupakan sumber tenaga orang. Seketika itu juga, lemas lunglailah tubuh Hiat-ji tak dapat berkutik lagi.
The Go tambah lagi menutuk jwan-hiat atau jalan darah pelemas Hiat-ji, ini untuk menjaga kemungkinan Liat Hwat keburu datang mencari kesitu.
The Go tepuk tenggorokan orang, supaya dapat bicara.
Sembari tangan kiri masih meraba diatas umbun2, dia segera mulai mengorek keterangan: "Kau ajarkan apa kepada Tay-keng, ayuh lekas bilang!"
"Sesudah tahu lalu kau hendak mengapa? Sudah terlambatlah!" sahut Hiat-ji dengan tertawa mengejek.
Melihat sikap orang yang sedemikian tengiknya itu, The Go menduga kalau rencana iang diberikan kepada Tay-keng itu tentu sangat berbahaya.
Cekikannya diperkencang sehingga lidah Hiat-ji menjulur keluar tak dapat bernapas lagi.
"Lekas bilang atau tidak!" bentak The Go. Hiat-ji coba meronta, tapi tak dapat.
Dengan marah dia berusaha kuat2 untuk membuka suara: "Kusuruh Tay-keng untuk meminumkan hong-sin-
san kepada ayah bundanya. Biarkan sebelum mati, sepasang suami isteri itu mengamuk habis kawanan pemberontak Lo-hu-san!"
The Go terperanjat bukan kepalang. Hebat dan ganas sekali rencana itu.
Karena tak mengira anaknya sendiri tega berbuat begitu, Tio Jiang dan Yan-chin pasti kena dibikin celaka.
Sedemikian hebat kegoncangan hati The Go, sehingga dia tertegun diam.
Rupanya kesempatan itu dipergunakan se-baik2nya oleh Hiat-ji.
Sekali meronta, dapatlah dia lepaskan diri.
The Go seperti diguyur air dingin, serentak dia lancarkan sebuah hantaman dahsyat.
Tapi Hiat-ji sudah lebih cepat dapat loncat jauh2. Brak......, alat2 perabot kamar itu berantakan hancur,
tapi Hiat-ji sendiri tak kena.
Dia menghindar kesamping, menyambar salah sebuah tiang ranjang terus ditarik se-kuat2nya.
Ranjang sempal, kelambunya jatuh menguruki The Go.
"Siappp. !" serunya meneriaki penjaga.
Belasan penjaga lengkap dengan tombak dan pedang segera menobros masuk.
The Go masih berkutetan dalam kelambu.
Hiat-ji cepat mengambil sebuah tombak dari salah seorang pengawal terus ditusukkan. Terdengar suara jeritan seram dan tubuh The Go yang terbungkus kelambu itu tak tampak bergerak lagi. Masih Hiat-ji tak puas.
Diambil 3 batang tombak lagi, lalu dilemparkan kearah bagian tubuh The Go yang menonjol.
Kini 4 batang tombak, menancap masuk sampai puluhan senti dalamnya.
Kini Hiat-ji baru dapat menarik napas longgar.
Masakan dengan 4 batang tombak itu, The Go masih bisa bernyawa!
Tapi tiba2 dia hentikan napas setengah jalan, demi mengetahui sesuatu yang mencurigakan.
Kalau benar tubuh The Go telah terpanggang tombak, mengapa kelambu itu tetap kering merinting, setetespun tiada berwarna merah?
Hiat-ji terbelalak kaget.
Tahu dia kalau dirinya ditipu musuh.
Kiranya sewaktu kawanan penjaga hiruk-pikuk menghampiri datang tadi, The Go insyaf kalau dirinia bakal celaka.
Dalam saat2 yang berbahaya itu, cepat dia mendapat akal.
Digulungnya sebuah selimut, lalu diangkatnya berdiri untuk menyanggah kelambu.
Dengan ilmu sut-kut-kang (menyurutkan tulang) dia memperkecilkan tubuhnia lalu bersembunyi disudut ranjang. Begitu Hiat-ji masuk untuk menyeret keluar "korbannya", dia hendak membarengi menerjangnya. Tapi rencana yang sedemikian bagus itu, telah gagal akibat kecermatan Hiat-ji yang bercuriga karena kelambu tiada berdarah.
Tahu kalau diselomoti, Hiat-ji mundur 3 langkah.
Mengawasi kedalam randiang dilihatnia tubuh The Go melingkar disudut.
"Orang she the, kau telah binasa secara mengenaskan dengan menderita 4 buah tusukan tombak. Kalau bertemu raja akhirat, jangan mengadu kalau aku Shin Hiat-ji berhati kejam ya!" serunya dengan tertawa keras.
Baik kata2 maupun ketawa itu sengaja dia lakukan, perlunya untuk membalas tipu dengan tipu. Biarlah The Go percaya kalau siasatnya itu berhasil.
Tapi dalam pada itu, diam2 dia sudah siapkan dua tombak dan tahu2 secepat kilat dia lemparkan sebatang kedalam ranjang.
Memang sewaktu mendengar ejekan Hiat-ji tadi, The Go mengira kalau anak itu termakan siasatnya.
Tapi dia segera menjadi kaget demi mendengar ada samberan angin mendesis datang. Oh, kiranya lawan sudah mengetahui.
Dari arah datangnya suara itu, cepat dia ulurkan tangan untuk menyanggapinya.
Sewaktu Hiat-ji melontarkan lagi tombak kedua, dengan tangkasnya The Go gunakan tombak yang disanggapinya tadi untuk menangkis.
Tombak Hiat-ji itu, putus menjadi dua dan terpental keluar. Dua orang pengawal yang tak sempat menghindar, sepera menjerit keras dan rubuh tak bernyawa lagi.
Jumlah pengawal yang sama ber-bondong2 datang, makin banyak.
Hiat-ji perintahkan supaya dinding kamar dirobohkan agar mereka dapat masuk semua. Setelah itu Hiat-ji lalu memberi komando supaya mengepung ranjang itu.
Ratusan pengawal lengkap dengan senjatanya, segera mengepung rapat2 ranjang itu.
"Orang she The, mengapa tak keluar menjenguk sebentar, kematian cara bagaimana yang menunggumu saat ini? Sekali kuberi komando, badanmu akan berhias ratusan tombak. Sekalipun kau mempunyai ilmu menembus langit, tetap kau takan lolos!" seru Hiat-ji dengan tertawa kemenangan.
Pada saat Hiat-ji memberi komando pengepungan tadi, The Gopun sudah membuat sebuah lubang pada kelambu.
Apa yang terjadi disekeliling situ, dia dapat mengetahui jelas.
Diam2 dia memuji bukan saja Hiat-ji itu lihay dalam ilmusilat pun juga cerdas otaknya. Kecerdasan anak itu mungkin tak dibawahnya.
Memang sekalipun dia tumbuh sayap, tetap takkan dapat lolos dari kepungan serapat itu.
Selama anak itu masih hidup, perjoangan kaum pecinta negeri akan menghadapi kesukaran.
Akhirnya The Go mengambil putusan untuk menjalankan siasat menyakiti diri. Memang hanya dengan cara itulah dia akan dapat menipu lawan.
"Ha, ha, Shin Hiat-ji, tuanmu besar orang she The ini mempunyai kim-ciong-toh-kong (ilmu weduk). Masakan tombak2 kawanan pengawal itu dapat melukai diriku. Kalau tak percaya, cobalah!" The Go tertawa ber-gelak2.
Hiat-ji terkesiap, tapi cepat dia dapat menguasai diri, serunya: "Baiklah, biar aku yang menggaruk gatalan itu!"
Wut , sebuah tombak melayang.
Sebenarnya pada The Go masih ada sebatang tombak, kalau mau dapatlah dia menghalau serangan itu.
Tapi oleh karena dia hendak jalankan tipu menyakiti- diri, sengaja dia menangkis luput sembari miringkan tubuh untuk menyambut datangnya tombak Hiat-ji itu. Cret......., tombak menyusup kedalam bahu dan kelambu yang putih bersih itu segera berobah warnanya dengan merah darah. "Aya........", hanya sekali mulut The Go kedengaran mengerang dan tubuhnyapun tampak tak berkutik lagi.
Kali ini baru Hiat-ji betul2 bergirang, demi melihat darah membasahi kelambu.
Setelah menunggu bebrapa saat tak tampak The Go berkutik, dia terus hendak maju menghampiri. Tapi sesaat terkilas dalam pikirannya bahwa yang dihadapinya itu adalah seekor rubah (rase) yang luar biasa licinnya. Jangan2 dia belum mati dan hanya pura2 saja, demikian Hiat-ji bertanya dalam hati.
Batal melangkah maju, dia lontarkan lagi sebatan tombak. Tombok menancap, darah menyembur, tapi tubuh The Go tetap tak berkutik.
Memang The Go sengaja kasihkan pundaknya yang lain, untuk menyanggapi tombak itu. Jadi kini kedua pundaknya terluka parah!
----o^dwkz0tah^o---
"Ha, ha, bangsat yang bernyali besar, berani memasuki sarang harimau, tu rasakan sendiri upahmu" Hiat-ji tertawa bangga setelah yakin musuh telah "terbinasa".
Tanpa ragu2 lagi, dia terus melangkah menghampiri.
Inilah saat yang di-nanti2kan The Go salurkan lwekang dia tahan derita kesakitan-nya.
Begitu Hiat-ji tiba dimuka ranjang, dia lalu loncat keatas sembari pentang kedua lengannya untuk menjaring lawan dengan kelambu.
Mimpipun tidak Hiat-ji kalau musuh yang sudah menderita luka sedemikian hebatnya itu masih mempunyai ke kuatan begitu dahsyat.
Hendak dia menghindar kesamping tapi sudah tak keburu.
Kepalanya kena kejaring dan secepat itu pula The Go segera menindihinya.
Saat itu keadaan The Go mirip dengan seorang manusia darah.
Karena ditindihi, Hiat-jipun turut berlumuran darahnya. Dengan hasil peyakinannya selama 20 tahun itu, walaupun terluka parah tenaga The Go masih cukup dahsyat.
Hiat-ji merasa seperti ditindihi ribuan kati, seketika kakinya lunglai dan kepalanya ber-kunang2.
Dia jatuh ngelumpruk dihimpit tubuh The Go.
Ratusan pengawal itu sama hiruk pikuk, tapi karena pemimpinnya kena diringkus, mereka tak berani mendekati.
The Go menarik napas lega, setelah menyapukan pancaran matanya yang ber-kilat2, dia kedengaran berseru: "Lekas menyingkir semua! Lekas bawa kemari wanita yang tertawan siang tadi, baru nanti kuampuni jiwa pemimpinmu ini!"
Kawanan pengawal itu sama berpandangan satu sama lain.
Tiada seorangpun yang berani berkutik.
Memang The Go sudah bertekad bulat, bila perlu akan sama2 binasa dengan Hiat-ji. Dahulu pemuda Ciam-bin- long-kun itu banyak sekali bekerja membantu pemerintah Ceng. Tapi sejak kakinya buntung dan menyembunyikan diri dipegunungan Sip-ban-tay-san, dia telah insyaf akan kesesatannya.
Selama dalam pertapaannya itu, tetap The Go mengharapkan suatu kesempatan dimana dia bisa menebus dosanya itu dengan jasa2 kepada negara.
Diketahuinya muda sekalipun usia Hiat-ji itu, namun sudah sedemikian lihaynya. Apabila dia sudah makin dewasa, tentu akan merupakan bahaya besar bagi perjoangan rakyat.
Mati ber-sama2 dengan anak itu, kiranya cukup berharga sebagai sumbangsih baktinya kepada negara.
Dengan ketetapan itu, dia kerahkan seluruh kekuatan dan berseru keras seraya hendak menindih remuk anak itu.
Dalam saat2 maut hendak meregut jiwa Hiat-ji tiba2 terdengarlah sebuah benda mengaum dan tahu2 The Go rasakan tubuhnya lemas tak bertenaga lagi.
Ah, kiranya jalan darah jwan-hiat pada lambung kena termakan sebuah senjata rahasia. Menyusul dengan itu, kawanan penjaga sama gempar menyisih kesamping.
Seketika itu ruangan disitu terasa ada hawa panas meniup, sehingga tenggorokan serasa kering. Sesosok tubuh kecil tampil muncul.
Demi The Go melihat yang datang itu adalah Liat Hwat, dia mengeluh dalam hati.
Jadi yang menutuk jalan darahnya tadi, tentulah si Liat Hwat itu.
Bagaimanapun juga, kini nasibnya sudah dapat dibayangkan.
Saking gusarnya, The Go menjerit keras, mulutnya menyembur darah segar.
Sesaat itu Hiat-ji rasakan tindihan The Go agak kendor, maka sekali meronta bangun dapatlah dia menyengkelit The Go kebawah. Kini kedua suhu dan murid itu tertawa iblis melihati korbannya.
"Cian-bin-long-kun The Go, kalau saat ini kugerakkan tanganku, kau pasti akan jadi setan tanpa kepala lagi. Tadi kumendapat keterangan bahwa pada 20 tahun yang lampau, kau telah banyak membantu pada kerajaan Ceng. Nah, kalau sekarang kau mau bekerja pada kerajaan lagi, tentu akan kuobati lukamu itu" seru Liat Hwat dengan nada melengking seperti anak kecil.
The Go sudah diambang pintu kematian.
Kalau dia berkeras membangkang, jiwanya pasti melayang.
Tak usah Liat Hwat turun tangan, cukup dibiarkan begitu saja, dia akan sudah mati karena kehabisan darah.
Tapi kalau menyerah, berarti dia pulang kandang menjadi kaki tangan pemerintah penjajah lagi.
Namun The Go bukan Cian-bin-long-kun kalau dia tak dapat memecahkan kesulitannya itu dengan tiepat.
Setelah merenung sedienak, berserulah dia: "Baik, aku menurut tawaranmu!"
Liat Hwat saling berpandangan dengan Hiat-ji, karena terkejutnya.
Dalam pembicaraannya dengan beberapa orang persilatan yang menjadi kaki tangan pemerintah Ceng tadi, Liat Hwat mengetahui bahwa dahulu The Go itu seorang pembantu kerajaan yang jempol.
Selain tinggi ilmusilatnya pun menjadi gudang otak dari segala siasat yang lihay. Diam2 timbul keinginannya untuk mendapatkan The Go lagi.
Menurut perhitungannya, hal itu baru terlaksana setelah melalui jerih payah membujuknya. Maka bahwasanya selekas dan semudah itu berbalik pikiran, sungguh diluar dugaan Liat Hwat dan Hiat-ji.
Ketidak wajaran itu telah membuat Hiat-ji curiga dan memperingatkan suhunya hendak berlaku hati2 jangan terkena tipu,
"Kalau begitu, bunuh sajalah aku!" The Go menghela napas.
Liat Hwat merenung sebentar lalu berseru: "Kalau kau benar2 hendak bekerja pada kerajaan, haruslah mengangkat aku sebagai suhu!"
Tanpa banyak ini itu lagi The Go serentak berbangkit dan menjurah dihadapan Liat Hwat seraya menyerukan "suhu".
Liat Hwat dan Hiat-ji kembali saling berpandangan, lalu menolonginya bangun, menutuk jalan darah pundaknya untuk menghentikan perdarahan.
Hiat-ji masih mengunjuk kecurigaan, tapi Liat Hwat segera menegurnya dengan girang: "Hiat-ji, sejak sekarang kalian berdua adalah suheng dan sute, ayuh lekas kasih hormat!"
Hendak Hiat-ji memberitahukan kandungan hati kepada sang suhu tapi oleh karena The Go berada disitu jadi tak leluasa.
Apa boleh buat diapun segera menjura memberi hormat kepada The Go. "Suheng kutahu kau tentu menyangsikan tindakanku kembali keduli kerajaan. Saat ini bukanlah waktunya untuk bersitegang leher (ngotot), kelak kau tentu mengetahui sendiri bagaimana isi hatiku!" kata The Go.
Tapi Hiat-ji hanya menyahut sekenanya saja, tak banyak menaruh perhatian.
The Go menghela napas seraya meminta pada Liat Hwat agar suka membebaskan Siao-lan. Oleh karena The Go banyak berkata2, mukanya menjadi pucat lesi.
"Liat Hwat memberi isyarat mata pada Hiat-ji untuk mengambil Siao-lan sedang dia sendiri lalu menggotong The Go keatas ranjang Tak berapa lama, datanglah Hiat- ji dengan membawa Siao-lan.
Sejak ditawan, Siao-lan dijebluskan dalam tutupan dibawah tanah.
Ketika dibawa keluar Hiat-ji itu ia kira bakal dihukum mati.
Maka betapa girang dan terkejutnya demi ia diantarkan kepada The Go.
Namun, tatkala dilihatnya sang suami mandi darah terluka parah, hatinya gelisah bukan main.
"Engkoh Go," serunya sembari lari menghampiri.
"Siao-lan, lekas beri hormat pada suhu dan suheng dahulu, aku masih ada lain2 perkataan untukmu!"
Siao-lan hampir tak percaya apa yang didengarnya itu. "Ai, adakah Ang Hwat cinjin tiba kemari?" ia menegas.
"Siao-lan, aku sudah kembali pada kerajaan Ceng lagi dan mengangkat suhu pada Liat Hwat cousu, jago nomor satu dari Tibet!" tenang2 saja The Go memberi keterangan.
Kalini benar2 Siao-lan terkejut sekali. "Engkoh Go, bukan sekali dua kau mengatakan padaku hendak kembali kejalan yang benar, mengapa kini kau mengangkat suhu pada bangsa imam siluman?"
"Kau seorang wanita, tahu apa!" bentak The Go dengan wajah bengis, "Liat Hwat cousu adalah orang nomor satu dari Tibet, ilmunya hwat-hun-kang tiada tandingnya dikolong langit. Beliau mendapat tugas berat dari kerajaan untuk mengamankan daerah Kwiciu. Aku bisa diterima menjadi muridnya itulah suatu berkah besar, mengapa kau omong tak keruan begitu?" .
Siao-lan tiada mempunyai sesuatu cita2 apa2. Asal ia tetap berdamping disisi sang suami, itulah sudah puas. Memang sejak masih gadis sampai sekarang, ia cinta ke- pati2 dengan Cian-bin-longkun itu. Buntung sekalipun pemuda itu, tetap ia terima dengan sepuluh jari. "Baiklah, apapun kehendakmu, aku menurut saja.!"
"Siao-lan, kau benar isteriku yang dengar kata," kata The Go dengan wajah terang, "aku hendak tinggal disini untuk beberapa waktu. Pertama untuk berobat dan kedua hendak minta pengajaran lebih lanjut kepada suhu dan suheng. Kau boleh pergi mencari Ing-ji untuk memberitahukan bahwa aku berada disini!"
Baru Siao-lan mengiakan, Hiat-ji cepat2 menyela: "Nanti dulu, kalian berdua lebih baik tinggal disini saja, untuk sementara jangan pergi ke-mana2 dulu!" The Go tahu apa yang dikandung dalam hati Hiat-ji maka dengan tertawa dia menyetujuinya. Memang Hiat-ji masih belum yakin palsu tidaknya tindakan The Go itu.
Tadi oleh karena suhunya telah menerima The Go menjadi murid, jadi diapun tak dapat berbuat apa2. Tindakan satu2nya, dia hendak mengenakan tahanan- rumah pada sepasang suami isteri itu, dalam pada itu dia titahkan orang2nya menyiarkan berita diluaran bahwa Cian-bintong-kun The Go kini sudah kembali pada kerajaan Ceng lagi, menjabat kedudukan sebagai taylwe wi-su (bayangkari). Kaum persilatan tentu gempar dengan berita itu dan mempercayainya.
Dengan begitu mau tak mau dia dapat memaksa The Go, andaikata hanya siasat saja untuk benar2 menakluk pada kerajaan.
Liat Hwat cousu Mo Put-siu diam2 menyetujui tindakan muridnya yang tepat itu.
Dia memberi bebrapa butir pil kepada The Go, menyediakan sebuah gedung besar untuk sepasang suami isteri itu.
Begitulah sejak itu The Go dan Siao-lan menetap digedung ti-hu tersebut.
---o^dwkz0tah^o—