Heng Thian Siau To BAGIAN 21 : SAY HONG HONG BEK LIAN

 
BAGIAN 21 : SAY HONG HONG BEK LIAN

Sebagaimana kita ketahui tujuan kepergian The Go dan Siao-Ian dari Sip-ban-tay-san itu adalah karena hendak menolong puterinya (The Ing) yang ditawan wanita dalam goa itu.

Keras dugaan The Go bahwa wanita aneh itu adalah bekas kekasihnya dahulu yang dikhianatinya, yani Say- hong-hong Bek Lian.

Karena putus asa dan dendam, Bek Lian lolos dari dunia keramaian dan mengasingkan diri.

Juga Siao-lan sangat cemaskan  keselamatan puterinya.

Begitulah setibanya di Lo-hu-san, The Go menebas dua batang puhun kecil seraya menghibur sang isteri: "Tak usah cemas. Peribadi Bek Lian kucukup faham. Walaupun Ing ji dalam bahaya, asal ia dapat melihat gelagat tentu takkan kena apa2. Asal aku dapat berjumpa dengan ia (Bek Lian), Ing-ji tentu akan dilepaskanl"

Bagi Siao-lan kata2 suaminya itu adalah merupakan undang2 yang diindahkannya. Tapi lembah tempat goa Bek Lian itu sangat terpencil sekali letaknya.

Hampir seharian mereka mencari, tetap belum menemukan.

Mereka percaya bahwa Tong Ko tentu tak berbohong maka mereka tetap lanjutkan penyelidikannya. Tiba pada sebuah puncak yang menjulang tinggi, yakni puncak Giok-li-nia, terkenanglah The Go akan kejadian pada 20 tahun berselang.

Hatinyapun serasa tergetar.

Selagi mereka berdua tegak ter-longong2, tiba2 tampak 3 sosok bayangan berlari mendatangi dengan pesatnya. Belum orangnya tiba, sudah terdengar salah seorang berseru keras: "Hem.... Siau-beng-siang itu sungguh tak tahu diri Peng-se-ong mengutus kita kemari, tapi dia tak mengadakan sambutan apa-apa."

The Go terkejut mendengar itu. Peng-se-ong adalah gelaran Go Sam-kui. Mengapa dia mengutus orang kemari? Buru2 ditariknya Siao-lan untuk diajak sembunyi. Ketika dekat, ternyata yang berjalan disebelah muka itu adalah seorang yang mengenakan pakaian pembesar Ceng, sikapnya ke-angkuh2an. Kawannya yang seorang bertubuh kate, mengenakan pakaian compang camping tetapi cukup bersih. Dibelakang punggungnya menggendong sebuah holou (guci) besar. Bebrapa kali dia ambil guci araknya itu dan meneguknya  berkelutukan. Tingkah lakunya menggelikan orang.

The Go terkesiap. Pernah dia mendengar bahwa dalam kalangan persilatan daerah Hokkian ada seorang tokoh lihay macam begitu.

Tapi entah tak tahu dia siapa namanya. Pula tak nanti tokoh itu mau berhamba pada pemerintah Ceng.

Adakah desas desus yang mengatakan bahwa Peng- se-ong Go Sam-kui itu berniat hendak memberontak itu benar adanya?

Sedang orang yang ketiga adalah seorang tosu (imam). Dari gerak geriknya, dia itu seorang yang licin.

Orang yang dandanannya seperti pembesar itu berhenti dan berkata dengan dingin: "Orang she Tio itu sungguh tak kenal tingginya langit. Sampai dikaki puncak sini masih tak mengirim sambutan! Aku tak percaya kalau Peng-se-ong sudi berserekat dengan gerombolan macam begitu!"

The Go jemu akan sikap congkak orang itu.

Tapi pada saat itu sudah menyahutlah si kate tadi dengon olok2nya yang tajam: "Co tayjin, mungkin namamu yang besar itu telah membuat  mereka ketakutan dan tak berani turun gunung!"

Diam2 The Go geli juga akan sindiran si kate itu.

Tapi si Co tayjin itu sendiri rupanya tak mendengarnya.

Adalah si imam yang tampak keruntukan kening dan mengisiki pada Co tayjin.

Co tayjin deliki mata kepada si kate kurus itu,  siapa tak menghiraukan dan melainkan enak2 meneguk gucinya.

The Go tetap diam saja untuk menantikan perkembangan mereka.

Lewat sejurus kemudian, rupanya Co tayjin itu tak sabaran lagi, dan menghamburlah makian lagi dari mulutnya: "Oleh karena orang she Tio tak mengirim orang, ayuh kita naik keatas saja. Nanti bila bertemu muka, biar kudampratnya!"

Buru2 si imam menyambuti: "Tayjin memang benar. Gerombolan orang2 persilatan macam itu, karena mengandalkan ilmu silatnya lantas tak pandang mata pada orang lagi, sungguh men. "

Sebenarnya dia hendak memaki "menjemukan", tapi pada saat itu si kurus sudah melirik kearahnya dan tiba2 berbatuk huk...., huh..., cuh......: segumpal ludah meluncur dari mulutnya dan tepat sekali singgah kepipi si imam. Imam itu tersentak kaget.

Bermula dia tak tahu, tapi serta tangannya mengusap ternyata pipinya sudah berpupuran ludah kental. Raut mukanya menampilkan kemarahan, tapi justeru begitu, makin menggelikan kellhatannya.

"Ai ......maaf, Toya! Karena tenggorokanku terasa gatal, tanpa dapat kucegah lagi aku telah batuk. Se-kali2 tak sengaja berlaku kurang ajar pada toya, harap jangan gusar!" seenaknya hati saja si kate kurus itu menghibur kemengkalan si imam.

Sudah tentu si Imam tak mandah diperlakukan begitu. Maju selangkah dia menjotos si kate.

Diam2 The Go terkejut melihat gaya serangan si Imam yang cukup berat itu.

"Hai, itulah pukulan lui-tin-cio (pukulan geledek). Biarpun dia sengaja menyembunyikan tapi tetap  suaranya yang seperti geledek menyambar itu kedengaran jelas. Jangan2 dia itu adalah kepala biara Sam Ceng Kiong di Gunbing yang bergelar Lui-tin-sin- ciang Gwan Liong totiang?" demikian The Go menimang2 dalam hati. Kelima jari imam itu dicengkeramkan sedikit dan sekali dihantamkan kemuka, maka jari2 itu terpentang semua. Sambaran anginnya, sedikit lebih pelahan dari halilintar, menindih si kurus. Orang kurus itupun terkejut. Matanya membeliak tak tahu apa yang hendak diperbuat. Nyata batok kepala si kurus itu tentu akan hancur lebur dan untuk itu The Go serta Siao-lan sudah siap hendak loncat keluar menolongnya.

Se-konyong2 si kurus itu terpeleset jatuh kesamping, gayanya macam orang mabuk, namun tepat sekali dapat menghindari hantaman si-imam tadi. Krek......, secepat kilat jari tengah tangan kanan si kurus itu menutuk lambung si-imam pada jalan darah yang-ke-hiatnya. Baik ilmunya maupun kecepatannya, telah membuat The Go kesima. Bermula si-imam tadi hendak lancarkan pukulannya yang kedua, tapi serta lambungnya tertutuk, tangannya pun terkulai kesamping dan menyampok orang ketiga yang dibahasakan "Co tayjin" tadi.

"Toya, tahan, jangan melukai Co tayjin !" seru si kurus sembari masih sempoyongan.

Imam itu sendiri bukan kepalang kagetnya.

Dia   hendak  menghajar  si kurus, mengapa diluar kemauannya, pukulannya nyasar kearah Co tayjin ?

Tapi untuk menarik kembali, terang sudah tak sempat lagi.

Plak.....,  tahu2 muka si  Co tayjin tadi mendapat persen.

Aduh mak, sakitnya bukan kepalang ! Bagi The Go apa yang telah terjadi itu jelaslah sudah kiranya.

Gaya sempoyongan yang diperlihatkan oleh si kurus  itu adalah ilmu cui-pat-sian (8 dewa mabuk) yang sempurna. Kalau demikian teranglah si kurus itu tokoh yang digemari sebagai "cui kui" si setan pemabukan Jui Wi. Tokoh persilatan yang luar biasa itu, hendak mempermainkan si-imam dan Co tayjin rupanya. Tapi anehnya, mengapa dia turut dalam rombongan mereka ?

"Hai, mengapa kau menampar mulut Co tayjin? Co tayjin adalah orang kepercayaan nomor satu dari Peng- se-ong. Kalau kau memukulnya, berarti memukul Peng- se-ong. Jangan tanya dosamu ya !" teriak si kurus  dengan deliki mata kearah si-imam.

Wajah si-imam menampil ketakutan yang hebat, sedang si Co tayjin yang tengah menahan kesakitan karena separoh mukanya benjul begap, belum dapat berkata apa-apa, kecuali mendekapnya dengan tangan. Berselang berapa lama, barulah Co tayjin turunkan tangannya dan menjerit keras.

"Co tayjin, pinto telah kesalahan tangan, Co tayjin : maaf !" tersipu2 si-imam menghampirinya seraya meratapkan maaf.

Disamping geli melihat adegan itu, diam2 The Go juga heran melihat kelakuan si-imam itu. Imam tersebut atau Gwan Liong totiang, The Go belum jelas bagaimana pribadinya. Tapi kelakuannya yang sedemikian memalukan itu, sungguh tak patut. Jadi meskipun dia faham ilmu pukulan lui-tin-chiu (pukulan geledek), tapi terang dia bukan Gwan Liong totiang. Rupanya Co tayjin itu belum mencium bau permainan si kurus tadi, maka kecuali hanya mendeham hidung, dia tak mendamprat si-imam itu lagi. Kalau si-imam longgar napasnya karena terbebas dari hambur makian, adalah si kurus iang ketawa cekikikan sembari memerintah lagi : "Co tayjin telah memberi ampun, mengapa kau tak berlutut menghaturkan terima kasih ?"

Kini tampak si Co tayjin itu keruntukan halis, ujarnya : "Jui tayhiap, Peng-se-ong telah tugaskan kami bertiga kemari, untuk itu kita bertiga harus bersatu padu, jangan bertengkar sendiri !"

"Hi, bagaimana ni ? Aku membelamu, sebaliknya kau sesali aku ?" seru Jui Wi tayhiap.

Co tayjin alihkan pembicaraan, menyatakan bahwa karena orang Lo-hu-san tak datang menyambut, sebaiknya mereka naik terus keatas saja. Begitulah mereka bertiga lalu mendaki keatas. Co tayjin disebelah depan, si-imam mengikuti dibelakangnya sedang si kurus tadi tetap ber-ingsut2 jalan se-enaknya saja.

Setelah mereka jauh, barulah The Go tarik Siao-lan keluar, katanya :"Mereka orangnya Go Sam-kui dari Hunlam, ayuh kita ikuti keatas !"

Tapi Siao-lan membantah : "Peduli apa mereka itu orangnya Go Sam-kui atau Go liok-kui, yang penting kita harus cari Ing-ji lebih dahulu !"

Dalam hati kecilnya, The Go ingin sekali mengetahui apa maksud kedatangan orang-orangnya Go Sam-kui itu, tapi karena dia tak mau mengecewakan hati isterinya terpaksa dia menurutinya. Begitulah mereka berdua lalu melanjutkan penyelidikannya digunung Lo-hu-san situ. Tapi sampai keesokan harinya, tetap tak berhasil.

Sebagai seorang ibu, sudah tentu Siao-lan gelisah bukan main, maka The Go pun coba menghiburnya.

Selagi sepasang suami isteri itu melepaskan  lelah ditepi sebuab sungai kecil, tiba2 dari arah belakang terdengar suara ribut2.

Ketika mereka berpaling didapatinya ada seorang tengah berlari-larian mendatangi dengan pontang panting, seperti orang diburu setan.

Pakaiannya koyak, tapi jelas kelihatan kalau pakaiannya itu adalah pakaian pembesar Ceng.

Ketika diperhatikan, astaga itulah Co tayjin, Co

tayjin yang kemarin malam berlagak sedemikian angkuhnya.

Sembari berlari, tak henti-hentinya dia berpaling kebelakang sembari berteriak2: "Hohan....., ampunilah ! Hohan. , ampunilah !"

Buru-buru The Go tarik Siao-lan diajak bersembunyi kedalam semak2.

Bluk......, kedengaran Co tayjin itu rubuh ditepi sungai tak dapat bangun lagi.

Pada lain saat, seorang lelaki tinggi besar muncul dengan mencekal sebatang ruyung.

Amboi, itulah si berangasan Kiau To, ji-ahko Thian Te Hui. Sudah tentu The Go dan Siao-lan cepat dapat mengenalinya.

Kiau To sudah angkat jwan-pian untuk menghajar si Co tayjin, atau sekonyong-konyong muncullah seseorang berseru mencegahnya : "Kiau-heng, jangan.....!" sembari angkat guci araknya, bluk......, terhindarlah Co tayjin dari gebukan ruyung itu, berkat guci arak orang itu yang bukan lain adalah Ciu-kui Jui Wi.

Cuh......., Kiau To meludahi Co tayjin, makinya  : "Kalau tak memandang muka Jui tayhiap, tentu kamu kuhajar babak belur. Huh......, bangsa kutu busuk mau jual lagak pembesar. Orang Lo-hu-san tak sudi melihat macam begitu2-an !"

Co tayjin ber-ingsut2 sampai bebrapa langkah baru berani berbangkit.

Tepat pada saat itu, si-imam yang pandai ilmu lui-tin- kangpun tiba.

Buru2 dipapahnya Co tayjin terus diajak lari.

"Kiau-heng, bukannya menyalahkanmu, tapi apabila Siau-beng-siang kembali, dia tentu  menyesali tindakanmu tadi !" kedengaran Jui Wi menghela napas.

"Mengapa ..... ? Apakah orang begituan tak pantas dihajar ? Semalam, mengingat dia adalah utusan Go Sam-kui, aku dan Ki toako telah menyambutnya dengan hormat. Tapi tadi pagi2, sewaktu aku  menjenguk kedalam kamarnya, dia bilang sangat lelah dan suruh aku memijatinya. Hem......., kalau mendiang Nyo Kong Lim masih ada, dia tentu sudah menghajarnya mampus !" Kiau To menyomel. "Ya, orang macam begitu memang harus dihajar, tapi kalini kau telah menyakiti hati dua orang tokoh penting !" kata Jui Wi.

"Siapa mereka itu ?"

"Kaum persilatan mengatakan kalau Kiau loji itu berangasan, dan ini memang berbukti," sahut Jui Wi dengan tertawa, "salah seorang dari mereka adalah, suhu dari imam itu yakni Lui-tin-sin-ciang Gwan Liong totiang !"

Kiau To terkesiap, serunya : "Tidak, Gwan Liong totiang adalah cianpwe yang saleh. Pernah beliau dengan suhuku Tay Siang siansu merundingkan soal-soal keagamaan terus menerus sampai 3 hari 3 malam. Suhu mengatakan, Gwan Liong totiang adalah sahabatnya yang paling karib, masakan dia mau menggubris omongan imam itu ?"

"Ah......, kau tak mengetahui asal usulnya. Imam itu bernama Ma Ki, anak seorang hartawan di Hunlam. Gwan Liong totiang pernah jatuh sakit keras rebah didepan pintu hartawan itu. Berkat pertolongan hartawan Ma itu, tertolonglah jiwa Gwan Liong totiang. Kemudian dalam suatu huru hara, rumah tangga hartawan Ma berantakan. Gwan Liong totiang membalas budi, ajak Ma Ki kebiara Sam Ceng Kuan di Kunlun dan menerimanya sebagai murid. Gwan Liong totiang mempunyai kelemahan, yakni bertelinga tipis (tak tahan dihina). Apabila nanti Ma Ki mengadu, benar Gwan Lion totiang tak berani terang- terangan memusuhi kita, tapi diam2 dia tentu mendendam !" Kiau To merenung sejenak lalu berkata: "Tak apalah, karena Gwan Liong totiang itu tak mau campur urusan duniawi lagi. Dan siapakah orang yang kedua itu?"

"Go Sam-kui, sudah tentu" sahut Jui Wi, "Co tayjin atau Co Kong-liok itu adalah orang kepertiayaan kesatu dari Go Samkui. Mendapat hinaanmu tadi, sudah tentu dia penasaran. Benar dewasa ini Go Sam-kui bermaksud hendak berpaling haluan, tapi seperti kita ketahui, dia adalah musuh rakyat Han nomor satu yang telah memimpin orang Ceng merampas tanah air kita. Dia mempunyai pasukan kuat. Apabila dia jadi menentang pemerintah Ceng, itulah suatu bantuan besar bagi perjoangan kita. Menilik hal itu, tak seharusnya kau gegabah membikin sakit hatinya!"

Biasanya tokoh Jui Wi itu, aneh sekali gerak geriknya, gemar memper-olok2 orang.

Tapi kalini dia bicara dengan wajah dan nada yang ber-sungguh2.

Setelah mendengarinya sampai sekian saat barulah kedengaran Kiau To membuka mulut: "Kalau Tio Jiang pulang, biarlah aku menerima dampratannya!"

"Bagus!" seru Jui Wi sembari tunjukkan jempolnya, "Itulah ucapan seorang lelaki jantan. Kemengkalan hatiku selama mengikuti kedua orang ini, hari ini baru dapat obat penawarnya!"

Sembari pasang omong dengan gembira tawa, mereka berdua lalu naik kepuncak Giok-li-nia lagi.

"Siao-lan!" seru The Go dengan rawan kepada sang isteri. Dan setelah isterinya mengiakan, kembali The Go berkata: "Siao-lan, karena kesesatanku semasa muda, aku telah melakukan banyak sekali kejahatan. Setelah sepasang kakiku kutung barulah aku insyaf. Benar aku telah mengunjuk jasa membantu menemukan harta karun digereja Kong Hau Si, tapi apabila jasa itu dibanding dengan kejahatan yang telah kulakukan sungguh belum sembabat. Kalau dewasa ini Peng-se-ong Go Sam-kui sungguh2 mau bergerak, ah......, disitulah kesempatanku. Kubermaksud,. ”

”Kau bermaksud hendak menasehati Go Sam-kui supaya jangan berbanyak hati lagi untuk melaksanakan cita2nya menentang pemerintah Ceng bukan?" tukas Siao-lan

The Go menggukkan kepala. Tapi saat itu wajah Siao- lan menampil kemuraman.

"Apa yang kau kehendaki, aku selalu menurut saja.

Tapi permintaanku supaya menemukan Ing-ji dahulu!"

Rencana The Go ialah hendak membunuh Tio Kong- liok, kemudian pergi menghadap Peng-se-ong di Gun- bing. Dengan begitu hilanglah sebuah rintangan iang menghalangi terlaksana cita2 Go Sam-kui itu. Tapi pada saat itu, dia harus menemukan puterinya dahulu. Ah, dia memiliki ilmu berjalan cepat yang sempurna, lebih dahulu mencari The Ing baru kemudian menyusul Co Kongliok, rasania masih belum terlambat. Demikian The Go mengambil keputusan.

"Baiklah!" dia memberi penyahutan kepada Siao-lan.

Mereka lalu lanyutkanpenyelidikannya lagi.

---o0-dwkz_kupay-0o--- Setelah hampir setengah harian menjelajah daerah situ, barulah mereka tiba di goa rahasia tempat persembunyian si wanita aneh. Sembari berseru memanggil nama puterinya, Siao-lan menerobos masuk kedalam air terjun, The Go mengikutinya. Keadaan disitu tepat seperti iang diceritakan Tong Ko, namun anehnya hanya kawanan kelelawar yang beterbangan digoa situ, tiada barang seorang manusiapun. Kegelisahan Siao-lan yang dialaminya berhari2 ini memikirkan keselamatan The Ing, cukup hebat. Kini sewaktu tak didapatinya sang puteri, ia segera mendekap kebahu suaminya seraya menangis tersedu sedan.

"Kalau tak bertemu Ing-ji, aku bersumpah tak mau pulang!"

The Gopun cemas, dia berdiri ter-longong2. Tiba2 dirasanya selain tangis Siao-lan, disebelah sama seperti kedengaran ratap tangis seseorang lain. Ah, Tong Ko pernah mengatakan bahwa goa itu banyak sekali ruangannya, mungkin dia belum memeriksanya habis. Cepat dia suruh Siao-lan berhenti menangis. Benar juga walaupun lemah samar2, namun isak tangis orang itu memang ada.

"Ing-jikah?" serentak Siao-lan berteriak  dengan girang.

Tapi The Go yang lebih tajam petidengarannya tahu kalau itu adalah nada tangis seorang lelaki yang samar2 seperti memanggil seseorang lain. The Go pasang telinga betul2. Tapi ketika dia berpaling mengawasi Siao-lan, dilihatnya wajah sang isteri itu seperti orang terpesona.

"Siao-lan kau kenapa?" Siao-lan gelagapan. "Ai, tadi sepertinya aku mendengar Ing-ji memanggil aku, tapi begitu kau menegur, mengapa suaranya hilang?" sahutnya dgn heran.

Kini tak ragu2 lagilah The Go, cepat disuruhnya sang isteri menyalurkan lwekang untuk menutup semua jalan darahnya.

"Jangan melamun, terutama jangan terkenang akan Ing-ji. Suara tangis itu dari tempat jauh. Kalau tak salah itulah yang dibilang "A-siu-lo-pit-mo-biau-im" semacam ilmu sihir untuk mengikat semangat orang. Ilmu jahat itu dapat membikin linglung orang dan dengan tak sadar masuk kedalam perangkapnya. Tapi ilmu itu sudah lama menghilang, mengapa kini ada orang yang menggunakan lagi? Ayuh, kita kesana meninjaunya, mungkin ada sangkut pautnya dengan "Ing-jil"

The Go ajak isterinya menyusup kebagian dalam yang ber-liku2 itu. Tiba diujung lorong goa dan membiluk sebuah tikungan tiba2 tampak ada penerangan dan suara tangis itupun terdengar jelas. Nada tangisan itu aneh benar, setempo melengking menyayat hati, setempo lincah macam orang tertawa. The Go robek bajunya sedikit, setelah dibasahi dengan ludahnya lalu disumbatkan ketelinga Siao-lan. Setelah itu, dia memotes sebatang dahan, lalu menuju ke goa itu.

Dimuka pintu goa itu penuh ditumbuhi dengan alang2 gelagah yang setinggi orang, sehingga sepintas pandang goa itu tak kelihatan dari luar. Begitu memandang kesebelah  luar,  tampak pada sebuah batu pesegi seluas

3 tombak yang terletak dipinggir sebuah puhun hwe, duduk  seorang  lelaki bertubuh  gemuk,  Wajahnya aneh 

tengah menangis tersedu sedan tapi setetespun tiada mengucurkan air mata. Dihadaparnya duduk pula seorang hweshio tua sembari mencekal tongkat timah. Wajah hweshio itu agung bagai seorang Buddha hidup. The Go cepat mengenal hweshio ini sebagai Tay Siang siansu, itu kepala gereja Liok-yong-si di Kwiciu yang sakti. Terang kalau siorang gemuk tadi tengah menangisi Tay Siang siansu dan nyatalah pula kalau dia itu bukan tokoh dalam kalangan persilatan daerah Kwiciu. Kalau tidak, masakan dia berani keluarkan ilmu iblis dihadapan siansu sakti itu. Tay Siang telah mendapat kesempurnaan, baik dalam pelajaran keagamaan maupun dalam ilmu silat. Sudah tentu segala macam ilmu hitam begitu2an, tak mempan terhadap dirinya.

Tak tahu The Go entah sudah berapa lama kedua tokoh itu mengukur kepandaian disitu dan adakah mereka itu mengetahui jejak The Ing. Yang diketahuinya jelas, wanita aneh yang menawan puterinya itu tentulah Say-hong-hong Bek Lian, jelita yang dia lukai hatinya itu. Maka walaupun dia bisa menghiburi Siao-lan, tapi dia sendiri sebenarnya cemas tak keruan. Kemungkinan Bek Lian membalas dendam terhadap The Ing pun bukan tidak mustahil.

Setelah memandang beberapa jurus, dia membetot serumpun akar rotan dan sekali tongkat dahan  puhun tadi ditutukkan ketanah, The Go pun muncul keluar. Si gemuk tadi tengah meramkan mata. Begitu  terdengar ada suara, dia segera membuka mata mengawasi kearah The Go. The Go terkesiap kaget melihat pancaran sinar mata si gemuk yang luar biasa itu. Tahu kelihayan orang, The Go tak mau memandangnya lagi, tapi se-olah2 tertarik oleh besi sembrani, dia terpaksa beradu pandang dengan si gemuk. Apa boleh buat, buru2 dia pusatkan perhatiannya.

Kira2 sepeminum teh lamanya, kembali si gemuk menangis lagi. Nada tangisnya itu menyusup kedalam telinga The Go dan tergetarlah perasaannya. The Go terkesiap kaget. Untung dia sekarang sudah tinggi lwekangnya, berkat ketekunannya belajar sedari menjadi orang cacad. Namun betapapun dia kerahkan lwekangnya, tetap telinganya dibisingkan oleh tusukan tangis si gemuk itu. Lewat setengah jam, tenaganya sudah diperas sebagian besar, jauh melebihi  lelahnya dari bertanding dengan seorang jago lihay.

Ah, itu mati sia2 namanya. Tanpa ragu2 lagi, dia melangkah maju 2 tindak dan secepat kilat dia tusukkan ujung tongkat dahan puhun kejalan darah su-hiat-hiat dipipi orang itu. Namun si gemuk itu tampak tenang2 saja, masih enak2 berdiam diri. The Go terkesiap melihat sikap orang itu dan gerakannyapun agak lamban. Tahu2 si gemuk itu berkisar kesamping hingga tusukan The Go menemui tempat kosong.

The Go makin terperanjat. Gerak penghindaran orang itu, disebut 'kian-gun-toa-na-i-hwat', yalah suatu ilmu lwekang yang teratas kesempurnaannya. Terang orang itu tak mau mencelakainya, karena asal membalas, dia (The Go) pasti celaka. Diam2 dia mengeluh. Duapuluh tahun dia berjerih payah meyakinkan kepandaian, tapi sekali digunakan dia bertemu dengan seorang sakti begitu. Namun karena sudah terlanjur bergerak, dia tak mau setengah jalan. Kemball dia menusuk kearah jalan darah su-hiat-hiat si gemuk lagi. ”Harap sicu jangan turun tangan. Lo-ceng masih mempunyai perhitungan yang belum selesai dengan dia. Orang luar dilarang campur tangan, harap sicu mundur saja!" tiba2 kedengaran Tay Siang siansu berseru dengan nada yang bening nyaring.

The Go percaya bahwa, tentu ada sebabnya hweshio sakti itu mengatakan begitu.

Sekali gentakkan ujung tongkat ketanah, dia melesat setombak jauhnya dari gelanggang situ.

"Mohon tanya adakan kiranya siansu berjumpa dengan seorang wanita setengah umur membawa seorang gadis ditempat ini?" tanyanya.

Tay Siang siansu tak mau menyahut. Tadi sewaktu siansu itu berseru, dengan cepatnya si gemuk segera tujukan tangisannya ke arahnya (Tay Siang), The Go mengetahui akan hal itu, tapi tidak dengan Siao-lan yang segera tampil kemuka dan berseru menegur:

”Siansu, apa kau masih ingat padaku? Duapuluh tahun yang lalu aku telah berhutang budi padamu karena telah menolong jiwaku ketika digereja Kong Hau Si. Tapi kini kalau tak menemukan Ing-ji, akupun lebih baik mati sajal Siansu, mengapa kau tak mau menjawab?"

The Go percaya kalau siansu itu tahu dimana beradanya The Ing, tapi dia belum mau menerangkan karena masih menghadapi orang gemuk itu. Maka dia menyuruh Siao-lan bersabar sampai si gemuk itu enyah dari situ. Ho....., jadi si gemuk itulah yang menjadi gara2 Tay Siang siansu tak mau menjawab. Kalau menunggu, mungkin 8 sampai 10 hari belum tentu bisa selesai. Dilihatnya si gemuk itu tiada suatu apa yang luar biasa, kecuali nada tangisnya yang aneh.

"Tay Siang siansu, orang gemuk ini memang menjemukan, biar kubantumu mengusirnya!" tanpa banyak pikir lagi Siao-lan lalu menyerang dengan garunya.

"Siao-lan, jangan!" teriak The Go.

"Tahan!" seru Tay Siang. Tapi Siao-lan sudah terlanjur menusuk. Serentak berhenti si gemuk menangis, sekali gerakan sepasang tangannya dia dapat. menangkap garu Siao-lan Dengan tertawa gelak2, berbangkit dia seraya berseru: "Tay Siang hweshio, apa katamu lagi?!", lalu menarik garu itu dari tangan Siao-lan siapa terpaksa melepaskannya.

Tay Siang siansupun tampak berbangkit menghela napas: "Ah, kalah menang sudah nasib! Tapi tetap kuharap kau suka robah sepak terjangmu. Aku tak mau mengganggumu lagi, tapi kelak tetap ada orang yang mengurusimu Dimana kejahatan sudah mencapai ukurannya disitulah timbulnya pembalasan, pergilah!”

Tanpa berkata apa2, orang itu segera berputar kebelakang terus ngacir pergi.

Gerakannya tampak lambat2 saja, namun kecepatannya bukan kepalang. Sekejap saja dia sudah jauh sekali. Itulah ilmu gin-kang dari kian-gun-toa-na-i- hwat yang sakti.

Tahu apa yang diartikan oleh ucapan Tay Siang siansu tadi, buru2 The Go mintakan maaf untuk isterinya. Tapi belum habis kata2nya atau siansu itu sudah menukasnya: "Kemauan nasib sukar dirobah. Sicu tak usah berbanyak kata, kedua orang yang kau tanyakan itu, aku memang pernah melihatnya "

"Dimana?" serentak Siao-lan memutus kata2 orang tanpa bersabar lagi.

"Beberapa hari yang lalu, mereka berdua bertempur dengan seorang tua gemuk pendek. Orang tua kate itu lebih lihay sehingga wanita setengah umur itu menderita luka2 parah. Karena aku sedang mempunyai urusan penting, jadi tak dapat memberi bantuan. Mereka berdua lari mengitari kebalik gunung sanal"

Hendak Siao-lan menegas lebih jauh, tapi dengan kebutkan lengan jubahnya siansu itu sudah melesat jauh. The Go duga, bahwa yang dimaksud dengan 'urusan penting' itu, tentulah menunjuk orang gemuk yang memiliki ilmu tangis lwekang hebat tadi. Seorang imam suci macam Tay Siang siansu betapapun jahatnya orang itu namun kalau terluka berat, hweshio itu pasti tetap akan mau menolongnya. Tapi dia ternyata Iebih. memperhatikan siorang gemuk tadi. Jadi  bagaimana pentingnia orang gemuk tadi, kiranya sudah jelas bagi The Go. Tadi Tay Siang siansu mengatakan 'sudah nasib', makin menunjukkan pentingnya urusan itu. Tapi kini siansu itu sudah berlalu, tak dapat dimintai maaf lagi. Waktu berpaling The Go dapatkan Siao-lan sudah tak berada didekatnya tapi jauh disebelah tikungan sana, hendak menuju kebelakang gunung. Terpaksa The Go menyusulnya. Dibalik gunung itu ternyata terdapat rimba kecil. Hati mereka berdebar ketika tampak ada sepotong baju bergelantungan pada sebuah puhun. Rupanya baju itu hendak dijemur. Melihat baju itu adalah baju puterinya tak ragu2 lagi Siao-lan segera meneriakinya. Baru dua tiga ia me-manggil2, muncullah dari balik semak puhun seorang gadis yang bukan lain The Ing adanya. Saking girangnya, Siao-lan sampai tegak membisu seperti patung, air matanya bercucuran.

"Ya..., mah....aku tak kurang suatu apa, tapi lekaslah tolong aku. Nona Bek sudah bebrapa hari ini menderita luka parah, aku tak dapat mengobati, ah...... benar2 aku cemas sekali!" seru The Ing dengan gugupnya.

Mendengar puterinya menyebut 'nona Bek', makin berat dugaan The Go bahwa wanita aneh itu tentulah nona yang pernah disakiti hatinya pada 20 tahun yang lalu, Tak kunjung habis sesalnya dan dia tak ada muka untuk bertemu dengan nona itu lagi.

Namun kalau tak menemuinya, berarti dia tetap menanggung kesalahannya itu.

"Ia berada dimana?" dia buru2 menegas.

Sebenarnya dengan Bek Lian Siao-lan itu adalah saingan.

Dulu karena ter-gila2 dengan nona itu, maka The Go telah menolak kasihnya (Siao-lan). Tapi kini setelah diketahuinya nona itu sakit berat, hilanglah rasa dendamnya. Buru2 ia ikut The Ing masuk kedalam rimba. Pada tumpukan daun, tampak berbaring seorang wanita setengah umur, sepasang matanya setengah meram dan mulutnya meng-erang2 kesakitan Masa 20 tahun tetap  tak mengaburkan ingatan mereka. Sekalipun sudah menanjak usia pertengah umur, namun kecantikan Bek Lian tetap mempesonakan.

"Lian-moay...., Lian-moay.....!" tak kuasa lagi The Go menahan jeritan hatinya menampak bekas kekasihnya dalam keadaan sedemikian rupa. "Yah, beberapa hari yang lalu nona Bek masih sadar, tapi kini ia sudah tak ingat suatu apa lagil" menerangkan The Ing.

The Go menanyakan, Bek Lian terluka dibagian mana. Sahut The Ing: "Aku dibawanya kedalam goa. "

"Hal itu Tong Ko telah menceritakan semua, lekas katakan di bagian mana lukanya itu sajal" tukas The Go.

"Yah, kau sudah bertemu dengan Tong Ko? Dimana dia sekarang?" nona itu malah lupa menerangkan berbalik bertanya. Melihat puterinya begitu memperhatikan sekali akan anak muda itu dan bahkan dari sinar matanya memancarkan tanda2 timbulnya rasa kasih, The Go keruntukan keningnya. Dia hanya menyahut ringkas kalau Tong Ko berada dirumah.

"Ketika berada didalam goa, tiba2 ada seorang tua kate menorobos masuk. Nona Bek bukan tandingannya, syukur aku keburu membantu dan dapat menyelamatkan jiwa nona Bek. Ia terluka dibagian mana, aku sendiripun tak tahu Bebrapa hari yang lalu ia mengatakan kalau dirinya itu orang she Bek. Pada 20 tahun yang lalu ia telah dikhianati cintanya oleh seorang pemuda, dan sejak itu ia mengasingkan diri. Dari waktu menawan aku, kini sikapnya terhadap aku berobah baik. Karena takut kesamplokan dengan setan kate itu, terpaksa kami bersembunyi disini. Tapi lukanya dari hari kesehari makin beratl" kata The Ing.

The Go memeriksa dan dapatkan pernapasan Bek Lian sangat lemah. Dia memasukkan beberapa butir pil kedalam mulut Bek Lian. "Ing-ji, apakah kau pernah mengatakan namaku kepadanya?" tanya The Go.

The Ing menyatakan tidak. Pil yang diberikan The Go itu, adalah ramuan obat yang dibikinnya sendiri dari daun obat2an digunung Sip-ban-tay-san.

Lewat beberapa saat kemudian, Bek Lian tak kedengaran mengerang kesakitan lagi.

"Ing-ji, maukah kau membantu ayah?" tanya The Go kepada puterinya.

The Ing terkejut heran. Belum pernah selama ini sang ayah mengucap kata2 yang sedemikian sungkannya.

Buru2 la mengiakan.

Lebih dahulu The Go menatap kearah wajah isterinya dan berkata dengan berbisik: "Siao-lan, mungkin kaupun tahu bagaimana aku telah, mempersakiti hati Lian-moay. Maksudku, biarlah Ing-ji merawatinya disini sampai sembuh. Mungkin dengan memandang muka Ing-ji, nantinya Lian-moay tentu akan menghapus dendamnya itu. Bagaimana pendapatmu?"

Bermula Siao-lan cemas sekali kalau2 puterinya itu akan dijadikan bulan2 tempat Bek Lian menumpahkan dendam penasarannya.

Tapi serta kini sang puteri tak kurang suatu apa, iapun menurut saja akan maksud suaminya itu.

"Ing-ji, aku dan mamahmu masih ada urusan penting ke Hunlam. Kau tinggal disini merawati nona Bek. Kutinggali 49 butir pil, tiap hari boleh kau minumi 7 butir. Kelak kalau ia sudah sembuh, kau harus menurut padanya jangan bikin sakit hatinya. Maukah kau melakukan permintaan ayah ini?"

Walaupun heran namun The Ing mengiakan juga. "Dan masih ada suatu hal lagi. Jangan se-kali2 sebut

namaku dihadapannya, ya!"

"Mengapa yah?" kini tak dapat lagi The Ing menahan keherannya.

"Ing-ji, kelak kau tentu mengetahui sendiri. Lebih dahulu jawablah mau tidak kau meluluskan permintaanku tadi?" jawab The Go.

Perangai The Ingpun keras, tapi demi dilihatnya sang ayah bersungguh2, terpaksa ia tak berani membantah.

"Terhadap Tong Ko, kelak kau jangan terlalu rapat hubunganmul" kata The Go pula.

Apapun perintah ayahnya tadi, The Ing selalu menurut saja. Tapi kalini ia benar2 membangkang atas pesan terakhir itu.

"Yah, mengenai hal itu. "

Sebenarnya ia hendak menyatakan "aku tak dapat meluluskan", tapi demi pancaran mata sang ayah menatap kearahnya, teringatlah ia bagaimana tadi sebelumnya sang ayah telah mengutarakan "minta bantuannya", disamping itu teringat juga ia bagaimana mesra hubungan Tong Ko dengan Tio In itu, cepat2 ia robah kata2nya: "Baik, yah, aku suka melakukannyal"

The Go menghela napas longgar, ujarnya: "Ing-ji, ayah girang mendengar kesanggupanmu itu. Percayalah kesemuanya itu adalah untuk kebaikanmu. sendiri. Apa artinya permintaanku itu, untuk sementara ini tak dapat kukatakan, kelak kau tentu mengetahuinya sendiri. Semua2nya itu adalah kesalahan ayah semasa muda, harap kau maafkanl"

The Ing terharu lalu jatuhkan diri kedalam pelukan sang ayah seraya menghiburinya: "Yah, aku tentu melaksanakan pesanmu itul"

The Go telah mengatur rencananya sedemikian cermat. Namun seperti kata pepatah 'tiada gading yang tak retak' atau tiada sesuatu pekerjaan yang sempurna betul2.

Rencana bagus, tapi kejadiannya malah runyam.

Tapi karena kejadian itu nanti terjadi di bagian belakang dari cerita ini, baiklah untuk sekarang kita tinggalkan dahulu.

Begitulah The Go dan Siao-lan segera ambil selamat berpisah dengan puterinya.

Mereka tinggalkan Lo-hu-san untuk mengejar jejak Co-Kong-liok dan Ma Ki.

---o0-dwkz_kupay-0o--- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar