Heng Thian Siau To BAGIAN 20 : SIASAT SHIN HIAT JI

 
BAGIAN 20 : SIASAT SHIN HIAT JI

Menengok keadaan Tay-keng, ternyata anak itu masih taat menunggui kakus. Lama kelamaan karena Hiat-ji tetap tak muncul, dia sangat gelisah. Tiba2 terdengar suara tak...., tok... mendatangi dia kiranya sipengemis jembel berkaki kayu itu lewat disitu. Pengemis itu berhenti dimuka pintu kakus dan menuding dengan tongkat kayunya: "Hai, mengapa kau tegak seperti patung didalam kakus? Ayuh, lekas keluarkan tahimu dan enyah, lo-ya hendak buang air juga!"

Sudah tentu Tay-keng marah besar. Maju selangkah dia angkat kakinya menendang ulu hati sipengemis.

"Astaga, jadi kau hendak memukul orang?!" seru sipengemis itu sembari lintangkan tongkatnya kemuka dada, bluk....., menggelosolah tubuh Tay-keng ketanah, auh....., auh....., huak...., huak...... Suara menguak itu bukan datang dari mulut Tay-keng, melainkan dari sipengemis jembel waktu Tay-keng terlempar jatuh kedalam kolam tahi. Syukur Tay-keng cepat2 gunakan tangan untuk menahan dinding kolam, sehingga tubuhnya sampai mandi "minyak wangi". Sekalipun begitu, tangannya berlepotan dengan benda kuning emas yang "harum" baunya itu.

Masih Tay-keng belum sadar bahwa pengemis jembel itu adaIah The Go yang menyaru. Dia kira karena kurang hati2, tadi teIah terpeleset jatuh. "Bangsat jembel," mulutnya memaki dan siku tangannya meniodok dada The Go.

Benar semasa mudanya The Go itu seorang durjana culas yang licik. Tapi sejak kedua kakinya buntung, dia insyaf akan kesalahannya. Terhadap orang culas dan chianat, dia teramat benci. Tay-keng pemuda bebodoran itu harus diberi hajaran yang layak. Dia tak mau menghindar tapi dalam pada itu diam2 dia kerahkan lwekangnya kearah dada. Begitu siku Tay-keng membentur dadanya, raganya seperti tersentuh Aliran listrik yang kuat voltagenya. Lagi2 tubuh anak muda itu terhuyung kedekat kolam kotoran.

Untunglah berkat kelincahan, Tay-keng cepat gunakan gerak lin-eng-joan-soh (burung kenari menobros tali) untuk loncat jauh2.

"Siapa kau ini?" serunya. "Dan kau sendiri ini siapa?

Mengapa menunggui kakus?" balas bertanya The Go.

Mendengar nada orang seperti mengandung sesuatu maksud, buru2 Tay-keng berkata: "Aku bernama Tio Tay-keng, apakah cunke ini "

"Benar, ah kiranya orang sendiri. Cucu muridku tak sempat, ada aku yang datangpun sama saja. Mari ikut padaku!" sahut The Go.

"Pernah apa cunke ini dengan Shin Hiat-ji?" Tay-keng bersangsi.

"Liat Hwat cousu itu kalau bukan muridku, siapa lagi dianya itu? Apa kau masih belum tahu?" The Go deliki mata.

Tay-keng terbeliak kaget, serunya: "Siapakah gelaran cinpwe yang mulia ini?"

"Bu-kak-sian!" sahut The Go dengan ringkas. Bu-kak- sian artinya si Dewa tanpa kaki. Tadi Tay-keng telah membuktikan sendiri bagaimana lihaynya pengemis itu. Benar tak tahu dia bagaimana kalau dibandingkan dengan Liat Hwat, tapi yang terang dia itu jauh lebih sakti dari Hiat-ji.

Dengan, masih setengah ragu2 dia ikut sipengemis jembel itu. Tanpa berpaling kebelakang lagi, The Go langsung masuk kedalam gereja Kong Hou Si.

Sebenarnya memang dia sudah berjanji pada Siao-lan suruh membekuk Hiat-ji

Begitu dia bawa Tay-keng kesana, nanti dihadapan Tio In, hendak dia lucuti kedok si Tay-keng itu. Habis itu, dia hendak bawa anak itu kepada ayahnya (Tio Jiang) di Lo- hu-san.

Menjelang tiba didepan pintu gereja, timbullah kecurigaan Tay-keng.

Mengapa dia bawa aku kedalam gereja, demikian Tay- keng bertanya seorang diri.

Membarengi penuh sesak orang ber-duyun2 masuk kedalam ruangan gereja, dia sengaja perlambat jalannya sampai ketinggalan dibelakang, lalu memandang kearah perapian dupa disebelah sana.

Hai......, mengapa Tio In tak tampak? Kecurigaannya makin tebal.

Sebagai seorang bakat durjana, diapun cukup pandai.

Benar ketika sipengemis jembel itu  membentur dirinya, dia dapat cepat2 menyambar lagi gulungan kertas yang melayang jatuh Itu. Tapi bukan mustahil, pengemis yang lihay itu dalam waktu sekejab itu dapat menukar gulungan kertasnya dengan lain macam gulungan kertas.

Ya....., siapa tahu! Liat Hwat cousu adalah seorang guru besar dari daerah Tibet.

Namanya sangat termasyhur.

Andaikata benar dia itu masih mempunyai suhu, mengapa Hiat-ji tak pernah mengatakan padanya (Tay- keng)?

Memikir sampai disitu, buru2 dia menyelinap diantara orang banyak. Oleh karena suasana dalam ruangan situ sangatlah hiruknya, jadi The Go sudah tak mengetahui akan hal itu. Baru setelah dia melalui ruang besar dan berpaling kebelakang dia menjadi kaget demi tak dilihatnya Tay-keng. Celaka, diam2 The Go mengeluh. Dia yang biasanya selalu menyiasati orang, kali ini kena di pedayai oleh seorang anak muda macam Tay-keng.

Buru2 dia balik lagi keruangan besar, tapi setelah men-cari2 sampai lama tak dijumpai anak itu, terpaksa dia terus menuju keloteng tempat penyimpan kitab.

Tapi disitu, kecuali mayat siopas tadi, baik Siao-lan maupun Hiat-ji tak dijumpainya. Kali ini kecerdasan otak The Go benar2 terbentur karang.

Turun kembali kebawah dia bertanya pada seorang paderi dan mendapat keterangan bahwa menurut pesan pengurus gereja, semua paderi dilarang menghampiri ruang tempat penyimpan buku itu.

Entah karena apa, hweshio itu tak tahu. The Go memperhitungkan bahwa Tay-keng tentu hanya menyelinap diantara orang banyak, jadi belum pergi jauh, maka dia mulai mencarinya.

Kiranya anak itu bersembunyi dibelakang sebuah patung.

Kuatir kalau The Go nanti mencarinya, dia segera akan pergi.

Tapi tiba2 dari arah belakang terdengar seseorang berseru: "Tio-heng....! Tio-heng. !"

Untuk kegirangannya, ternyata yang memanggil itu adalah Hiat-ji

"Shin-heng, mengapa kau suruh aku tunggu ditempat begituan dan sampai sekian lama kau tak datang? Apakah Bu-kak-sian itu orang kita sendiri?" tanyanya seraya menghampiri. Bermula Hiat-ji tak mengerti apa yang ditanyakan kawannya itu, tapi setelah direnungkan sejenak, baru dia insyaf.

"Celaka!" serunya sembari banting2 kaki.

"Bu-kak-sian itu bukan orang Lo-hu-san, selama ini belum pernah aku melihatnya!" kata Tay-keng.

"Mengapa kau ngelantur begitu? Ku minta kedatanganmu diruang penyimpan kitab, mengapa kau datang kelain tempat? Hem...... terang ada orang yang mengacau. Adikmu datang keruang itu dengan membawa suratku, berarti rahasia kita ini sudah bocor. Sekurang2nya ada seorang yang sudah mengetahui rahasiamu!" kata Hiat-ji. Momok yang paling ditakuti Tay-keng, adalah adiknya sendiri. Dia kira tentu Tio In benar seperti yang dikatakan Hiat-ji itu, sudah mengetahui kedoknya.

"Ai, bagaimana ini ya..., bagaimana ini...?" serunya seperti orang menunggu vonnis (putusan peagadilan).

Sebaliknya diam2 kini Hiat-ji bersorak dalam hati. Memang bermula dia masih kuatir, jangan2 Tay-keng tak sampai hati untuk melakukan rencananya yang keji itu. Tapi setelah terdesak dipojok itu, terang Tay-keng tentu tak ragu2 lagi. Dengan tersenyum iblis, Hiat-ji segera tarik tangan Tay-keng kesuatu tempat yang sepi.

"Shin-heng, rasanya aku harus mengikut kau kekota raja. Dikedua propinsi Kwiciu itu, sudah tiada tempat kakiku berpijak lagil" kedengaran Tay-keng seperti meratap.

"Ah, Tio-heng" Hiat-ji tertawa dingin, "susah. ,

susah..... Kau belum mempunyai pahala apa2, bagaimana, kau bisa diterima dikota raja?"

Saking gelisahnya kepala Tay-keng basah dengan kucuran keringat, ujarnya: "Shin-heng, kau harus menolong Aku!"

Melihat saatnya sudah tiba, berkatalah  Hiat-ji: "Adikmu sudah kututuk dan sekarang kusuruh bawa kegedung thay-hu. Pengemis yang menyebut dirinya Bu- kak-sian itu tentu konconya siwanita yang bergegaman hi-jat itu. Walaupun untuk sekarang kita tak tahu siapa mereka itu, tapi nanti kau tentu akan memperoleh keterangan dari leng-cun (ayahmu). Kini kita hanya mempunyai sebuah rencana. Dengan rencana itu bukan saja kau dapat terlepas dari kesulitan, pun akan membuat suatu pahala besar!"

"Harap Shin-heng lekas katakan rencana itul" kata Tay-keng sembari mengusap keringatnya. Tapi sebelum menjelaskan, lebih dahulu Hiat-ji melirik tajam2 kepada Tay-keng.

"Tapi ah....., kalau kau tak mau jalankan rencana itu malah akan runyam jadinya!"

"Jika tak mau menjalankan perintahmu, biarlah mayatku mati tak berkubur!" sahut Tay-keng sembari menunjuk pada langit dan bumi.

"Bagus!" kata Hiat-ji sembari merogoh keluar sebuah fles dari batu kumala, "lekas pulang ke Lo-hu-san dan usahakanlah sedapat mungkin untuk meminumkan puyer dalam botol ini kepada ayah bundamu!"

Tay-keng menerima botol itu dengan tangan bergemetaran.

"Shin-heng, obat apakah ini?" tanyanya dengan suara parau.

Dengan pertanyaan itu, nyata nurani Tay-keng masih belum buta.

Dia masih kuatir jangan2 ayah bundanya akan meninggal secara mengenaskan sekali.

Fles obat puyer itu bukan lain adalah hong-sin-san, yang dirampas Hiat-ji  dari dalam goa Kit-bong-to. Dalam

3 hari 3 malam, binasalah orang yang meminumnya. Sebelum meninggal, orang itu akan berobah buas seperti anjing gila, menyerang dan membunuh siapa saja yang dijumpai. Obat itu  terbuat  dari  ramuan  busa  air ludah anjing gila, harimau gila, ular gila dan lain2 bisa binatang. Oleh karena itu pembuatannya sangat sukar sekali.

Sudah tentu Hiat-ji tak mau mengatakan terus terang pada Tay-keng, katanya dengan tertawa: "Jangan kuatir, bukan obat racun melain obat bius saja. Dalam 7 hari 7 malam orang akan lupa daratan, tapi setelah itu akan pulih lagi seperti sediakala. Apabila ayah buadamu hilang kesadarannya, segera kau boleh keluarkan perintah bubarkan orang2 yang berkumpul di Lo-hu-san itu. Setelah kau dirikan pahala, boleh ikut aku kekota raja, baginda kaisar teatu akan menganugerahimu suatu kedudukan yang tinggi. Kalau hal itu sudah terwujut, ayah bundamupun tentu tak dapat berbuat apa-apa. Bagaimana, baik tidak rencanaku in!?"

Tay-keng kegirangan sekali dan Hiat-jipun segera menyuruhnya Iekas2 kembali ke Lo-hu-san.

Setelah itu, Hiat-ji lalu balik kegedung thay-hu. Baru Tay-keng berjalan tak jauh, sekonyong-konyong dari sebelah muka terdengar orang. berseru keras2: "Bangsat busuk, kiranya kau berada disini!"

Astaga, si Bu-kak-sian! Kejut Tay-keng tak terkira, terus dia berputar kebelakang dan hendak melarikan diri tapi secepat itu si Bu-kak-sian sudah menghadang dimukanya.

"Adikmu, kemana ia?" hardik Bu-kak-sian.

Pikir Tay-keng, supaya dapat lekas2 lolos, Iebih baik dia berkata terus terang.

Maka diapun menyahut kalau Tio In sudah dibawa Hiat-ji kegedung thay-hu. "Bagaimana kau mengetahuinya?" tanya The Go agak terkesiap.

Tay-keng mengatakan kalau tadi baru saja dia berbicara dengan Hiat-ji.

"Dan kemana wanita yang membawa senjata hi-jat itu?" tanya The Go.

Sebenarnya Tay-keng tak mengetahui dimana beradanya Siao-Ian, tapi untuk menyuruh The Go Iekas2 enyah dari situ, dia lalu memberi keterangan bohong: "Wanita itu sudah ditawan oIeh Liat Hwat cosu dan dibawa kegedung thay-hu juga. Carilah lekas kesana!"

The Go terkesiap.

Diakhir ahala Lam Beng, perserikatan bajak lautan selatan itu terdiri dari 4 keluarga yaitu The, Ciok, Ma dan Chi. Pengaruh mereka besar sekali. Turun termurun mereka terikat perhubungan dan perkawinan.

Sejak kecil The Go sudah ditunangkan dengan Siao- lan. Hanya karena The Go itu seorang pemuda buaya, maka dia sudah tak menghiraukan Siao-lan. Adalah setelah kedua kakinya buntung, baru The Go mau juga menerima Siao-lan sebagai isterinya.

Duapuluh tahun lamanya kedua suami isteri itu menghuni di pergunungan Sip-ban-tay-san yang sunyi senyap dan memperoleh seorang anak tunggal yaitu The Ing.

Maka demi mendengar bahwa isterinya telah ditawan Liat Hwat, untuk sekian saat dia termangu2 tak tahu apa yang hendak diperbuatnya.

Begitulah tanpa berkata apa2, dia lalu berjalan pergi. Dan Tay-keng yang tak kira bakal lolos sedemikian mudahnya, pun lalu meneruskan perjalanannya ke Lo- hu-san.

---oo<dw-kz0tah>oo--- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar