Heng Thian Siau To BAGIAN 18 : MENDAPAT PETUNJUK DARI ANG HWAT CINJIN

 
BAGIAN 18 : MENDAPAT PETUNJUK DARI ANG HWAT CINJIN

Kita ikuti perjalanan Tong Ko.

Ternyata setelah tinggalkan gelanggang pertempuran tersebut. dengan hati patah dan tubuh luka, dia turun gunung. Beberapa kali tubuhnya terhuyung-huyung bagaikan sebuah layang2 putus. Tapi anehnya, setiap  kali dia hampir terjerumus kebawah gunung, tentu setiap kali itu juga terasa ada suatu tenaga kuat mendorongnya supaya tak jadi jatuh.

Bermula Tong Ko turun menurut sepembawa kakinya, sehingga tersesat. Baru ketika dia tersadar kalau berjalan menyusur lembing karang yang curam, dia menginsyafi akan tenaga bantuan secara diam2 itu. Kini tersadarlah dia bahwa tenaga gelap itu bermaksud untuk menolongnya. Buru2 dia berpaling kebelakang, namun tiada seorangpun yang tampak.

Tong Ko coba memancing. Dia pura2 terhuyung hendak jatuh kebawah dan benar juga tenaga aneh itu mendorongnya dengan tepat sekali. Tapi ketika secepat kilat dia berpaling kebelakang, kembali hanya tempat kosong yang dijumpai. Ilmu orang gaib itu, benar2 sudah mencapai tingkat kesempurnaan yang sukar dijajaki.

Begitu tiba dibawah gunung, segera dia berlutut lalu berseru nyaring2: "Cianpwe telah memberi bantuan sedemikian besarnya, kalau cianpwe tetap tak mau unjukkan diri sehingga wanpwe tak mengetahui orang yang telah melepas budi itu, wanpwe akan benturkan diri kekarang!" Sebenarnya kalau tak teringat akan dendam penasaran yang berulang kali dideritanya itu, tak mau dia gunakan siasat untuk memaksa orang mengunjukkan diri begitu. Memang dengan siasat itu, dia yakin orang gaib itu tentu akan tampil keluar untuk memberi pertolongan.

Benar juga ketika dia buktikan ancamannya dengan benturkan  diri  kebatu karang, tiba2 sesosok

tubuh yang gemuk melayang disebelah muka untuk menghadangnya. Tepat sekali kepala Tong Ko membentur sebuah daging yang empuk, tapi pada lain saat daging itu membal (melembung) dan terlemparlah Tong Ko sampai setombak jauhnya.

Cepat Tong Ko menggeliat bangun dan mengawasi kemuka.

Seorang imam tua yang bertubuh tinggi besar dan rambutnya merah, tampak berdiri menatap padanya dengan tersenyum.

Ha......, kiranya yang dibenturnya tadi adalah perut imam tua itu.

Melihat rambut imam itu berwarna merah, timbul suatu dugaan pada Tong Ko.

Ter-sipu2 dia berlutut dan mengucap: "Terima kasih banyak2 "

Imam tua itu kebuntukan lengan bajunya. Serangkum angin yang membawa tenaga kuat menyampok dan mengangkat Tong Ko bangun.

"Usah berbanyak terima kasih. Yang mencuri golokmu it-gwan-pik-li-to itu, adalah aku!" Tong Ko terbeliak kaget. Imam sakti itu tentu aneh sekali perangainya.

Dipikir walaupun golok pik-li-to itu suatu pusaka yang jarang terdapat didunia, namun tak bermanfaat malah sebaliknya mengundang bahaya baginya.

Tong Ko ambil putusan untuk menghaturkan golok itu kepada siimam.

"Jika cianpwe suka akan golok itu, silahkan mengambilnya!"

Siapakah gerangan imam tua berambut merah itu?

Dia bulan lain adalah Ang Hwat cinjin, itu kepala gereja Ang Hun Kiong yang pada duapuluh tahun berselang telah dikhianati oleh kawanan kuku garuda. Dia memang bermaksud hendak berhamba pada pemerintah Ceng, tapi sebagai upah, kala dia bertempur dengan rombongan Ceng Bo siangjin, gereja Ang Hun Kiong telah diledakkan dengan dinamit oleh Hwat Siau dan Swat Mony, sepasang suami isteri kepala jagoan dari pemerintah Ceng (Bacalah: Lam Beng Ciam Liong atau Naga dari Selatan).

Dengan membawa penasaran hati, dia mengasingkan diri digunung yang sepi untuk meyakinkan ilmu kepandaian. Duapuluh tahun lamanya dia tekun berlatih dan hasilnya kini menempatkan dia pada sebuah tempat yang tertinggi dalam persilatan. Namun dia telah membenam diri dalam kesunyian.

Makin tua rupanya dia makin masak. Dia insyaf akan kesalahannya (akan berhamba pada Ceng) tempo dahulu. Kini pikirannya makin luhur. Kata2 Tong Ko tadi tepat sekali dengan seleranya. Maka tertawalah dia ter- bahak2, katanya: "Nak, sungguh mulia hatimu. Sebelum mendapatkan ilmu permainannya, golok sakti itu tetap tak berguna. Kebetulan pada bebrapa bulan yang lalu. Aku sudah bertaruh pada seseorang. Orang itu mengejek, katanya meskipun ilmu kepandaianku tinggi, tapi tetap tak dapat memenangkan ilmu permaianan golok it-guan-to-hwat. Dia berani bertaruh bahwa aku tentu tak dapat menciptakan suatu ilmu permainan yang melebihi it-guan-to-hwat itu. Ilmu golok it-guan-to-hwat itu sudah lama lenyap dari dunia persilatan, hanya bentuk goloknya telah ditiru dan dipakai oleh suku Thiat- theng-biau. Untuk menciptakan ilmu permainan sesuai dengan yang dikatakan orang itu, aku bermaksud hendak mengambil sebuah golok orang Thiat-theng-biau. Malam itu ketika melalui sebuah rumah pondok kulihat kau tidur dengan berbantal sebuah golok. Kuambil dan taruhkan golok itu keatas. tiang penglari tanpa kau ketahui. Tapi keesokan hari, kulepaskan hasratku untuk mengambil golok itu. Dan selama itu kuikuti jejakmu barang kemana kau pergi. Ho, ternyata hatimu mulia, tanganmu terbuka. Biar kupindah dahulu golok itu. Nanti setelah kuberhasil menciptakan suatu ilmu permainan golok untuk memenangkan pertaruhan itu, ilmu permainan berikut golok akan kuserahkan padamu. Nah, bagaimana pendapatmu?"

Girang Tong Ko tak terkatakan.

"Menilik ilmu kepandaian cianpwe yang sedemikian saktinya ini, apakah cianpwe ini bukannya Ang Hwat locianpwe, itu kepala gereja Ang Hun Kiong yang sangat diagungkan oleh kalangan persilatan?"

Senang dipuji, itulah sudah watak pembawaan setiap orang. Juga Ang Hwat tak  terlepas dari sifat itu. Merenung sejenak, dia berkata: "Kuperhatikan setiap kali kau bertempur dengan orang, tubuhmu se-olah2 mempunyai dua macam lwekang yang berbeda satu sama lain. Apa sebabnya?"

Tong Ko menceritakan apa yang telah terjadi dengan dirinya.

"Benar, jika kau sempurnakan latihanmu, kau pasti bakal merupakan bintang persilatan yang cemerlang dikemudian hari!" kata Ang Hwat.

Demi tampak imam itu bermaksud baik, Tong Ko segera mengambil buku pemberian The Go, katanya: "The Go cianpwe telah memberi wanpwe sebuah buku buah tangan Tat Mo, tapi wanpwe tak mengerti, mohon locianpwe suka memberi petunjuk!"

Hubungan antara The Go dengan Ang Hwat cinjin itu, bagikan seorang anak dengan ayah. Sejak berpisah selama 20-an tahun Itu, Ang Hwat cinjin tak mengetahui letak rimbanya sang murid itu. Baru ketika dia mengikuti perjalanan Tong Ko secara diam2, dapatlah dia menemukan tempat tinggal muridnya (The Go) yang hilang itu. Tapi bahwasanya The Go telah mendapatkan sebuah kitab pusaka yang tiada taranya itu, ia tetap belum mengetahui. Maka buru2 disambutinya buku yang diangsurkan Tong Ko itu.

"Coba kulihatnya sebentarl" katanya sembari  membalik halaman buku itu. Baru melihat dua buah lukisan orang duduk bersemadhi, dia terkejut bukan kepalang.

Setelah "bertapa" selama 20-an tahun itu, ilmu Iwekang Ang Hwat sudah mencapai puncak kesempurnaan. Pada hakekatnya, ilmu silat dalam kalangan persilatan itu, sumbernya dalah serumpun (satu). Lukisan orang duduk bersemadi itu, bagi Tong Ko memang gelap. Menurut ukuran The Go, agak jelas sedikit. Tapi bagi. pandangan seorang tokoh macam Ang Hwat, itulah suatu sumber ilmu inti yang gaib. Setelah ditelitinya pula, dia mengakui, bahwa tiada sembarang orang dapat mengetahui rahasia kegaiban ilmu yang tertera dalam buku itu. Buru2 dilipatnya pula buku dan berkata: "Tempat ini tak sesuai untuk bicara. Ayuh kita menuju ketempat kediaman The Go sana!".

Tampaknya Ang Hwat cinjin yang berada disebelah depan itu, hanya se-enaknya saja berjalan. Setiap kali ayunkan langkah, dia tentu berhenti sejenak. Namun  bagi Tong Ko yang mengikutinya disebelah belakang, rasanya berat sekali jalannya.

Besoknya barulah mereka tiba ditempat The Go. Benar juga, The Go dan Siao-lan masih belum kembali pulang. Begitu berada dalam rumah. Ang Hwat segera mempelajari lagi buku itu. Hampir sehari penuh, dia memeriksa buku itu . Hingga hampir senja hari. Tong Ko masih tetap berdiri disamping imam tua itu. Wajah Imam itu berseri-seri lalu berbangkit dari tempat duduknya,

"Usiaku sudah lanjut, buku ini tak banyak manfaatnya bagiku. Bila kau tekun mempelajari buku ini, cukup memahami sampai 7 bagian saja, maka kau tentu akan dapat bertahan sampai 300an jurus berhadapan dengan aku!"

Girang Tong Ko melewati yang diharapkan. Ang Hwat cinjin tak mau simpan rahasia. Apa yang diketahuinya tadi, diturunkan, pada Tong Ko. Dasar Tong Ko berotak terang, maka makin mendengari dia makin  seperti kelelap dalam lautan ilmu sumber kepandaian yang tiada habisnya.

Singkatnya saja, hampir sebulan lamanya Ang Hwat cinjin memberi petunjuk pada Tong Ko. Baru dia dapat mempelajari dua jurus saja, tenaganya serasa bertambah maju, ilmu lwekangnya makin hebat. Benar saya tak lepas mengenangkan The Go yang belum juga pulang serta The Ing yang belum ketahuan nasibnya itu, namun dia sudah seperti orang yang kelelap dalam lautanb ilmu. Makin maju, makin tak  dapat keluar. Akhirnya dia percaya bahwa dengan kepandaian yang dimiliki itu, The Go pasti tak kena apa2 dan seluruh perhatiannya kini dicurahkan untuk "mengisap" pelajaran dalam buku Tat Mo itu.

---oo<dw-kz0tah>oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar