Heng Thian Siau To BAGIAN 16 : TIO JIANG MENOLONG PUTRINYA

 
BAGIAN 16 : TIO JIANG MENOLONG PUTRINYA

Kit-bong-to tetap membisu.

"Kalau belum pernah makan tanganku, rasanya kau tentu tetap kepala batu ya?" kata Liat Hwat sembari menampar dada kepala suku itu.

Huak....., darah segar menyembur dari mulut Kit- bong-to, namun dia tetap bisu laksana patung. Adalah Tong Ko yang tak tega melihat keganasan itu, segera berteriak: "Liat Hwat cousu, dia tak pandai ilmu silat. Tidakkah kau merasa malu untuk menyiksanya begitu macam?"

Liat Hwat mengekeh, serunya: "Hiat-ji, dialah yang mengerti ilmu silat. Coba kau tekan dia, tentu tak dianggap memalukanlah !"

Hiat-ji mengiakan lalu melangkah maju. Dari tempatnya diatas tanah, Tong Ko menyambutnya dengan sebuah sabetan pian tangan kiri. Sayang dia hanya berdiri dengan kaki sebelah kiri, jadi tubuhnya terhuyung dan sabetannya itupun tak genah arahnya.

Dengan mudahnya Hiat-ji menghindar lalu menyengkelitnya hingga menggelepar jatuh didekat Kit- bong-to. Sewaktu Tong Ko hendak bangun lagi, didengarnya dengan suara lemah Kit-bong-to berkata: "Ilmu permainan........golok lengkung itu. "

Tergerak hati Tong Ko, pikirnya: "Kedatangan Hiat-ji bertiga ke Thiat-nia situ yang terutama yalah akan mencari keterangan tentang ilmu golok it-guan-to-hwat itu. Apakah bukannya kepala suku itu hendak menyampaikan rahasia ilmu itu padaku?" Buru2 dia mendongak mengawasi kearah Kit-bong-to; tapi kepala suku itu ter-engah2 napasnya tak dapat bicara genah lagi karena ditekan oleh cengkeram Liat Hwat cousu.

Dalam pada itu Tay-keng telah membalut luka dibetisnya dan kini tampil menghampiri lagi. Dengan Tong Ko dia menuntut penghidupan "seperti air dengan api". Dua kali sudah dia mendapat luka ditangan Tong Ko, maka bencinya terhadap anak muda itu sampai menyusup kedarah daging. Begitu tiba Tay-keng segera mengirim sebuah tendangan keras. Karena separoh tubuh Tong Ko tertutuk, maka begitu kena tendangan, tubuhnya segera terlempar keatas. Belum sempat dia gerakkan pian membalas, pahanya terasa sakit sekali. Luka sepanjang 20-an centi telah diguratkan ujung pedang Tay-keng diatas pahanya itu.

9

Sekali Tio Tay Keng ayun kakinya, tubuh Tong Ko ditendang mencelat keatas, menyusul pedang Tio Tay- keng bekerja lagi hingga pahanya tergores luka panjang "Siaocu, kalau hari ini tak kucincang badanmu, rasanya hatiku tentu masih mendendam!" seru Tay-keng dengan beringas. Dan sebelum tubuh Tong Ko melayang turun, dia susuli lagi dengan sebuah tendangan. Lagi2 tubuh Tong Ko melambung keudara.

Adalah secara kebetulan sekali, tendangan kedua dari Tay-keng itu bahkan berobah menjadi suatu keuntungan bagi Tong Ko. Karena tendangan itulah maka jalan darahnya yang tertutuk itu kini menjadi terbuka. Secepat dia turun ketanah, bagaikan banteng ketaton dia kirim 3 serangan pian. Yang dua tepat mengenai pedang Tay- keng. Kejut Tay-keng tak terkira ketika didapatinya tenaga hantaman lawan itu luar biasa kuatnya hingga hampir2 pedang terlepas dari cekalannya. Buru2 dia menyurut kebelakang lalu menangkis serangan pian yang berikutnya.

Sudah menjadi tekad Tong Ko, untuk mengadu jiwa dengan lawannya itu. Dia tak ambil pusing lagi bahwa disana masih ada Liat Hwat yang lihay. Ilmu permainan pat-sian-pian (pian 8 dewa) dimainkan dengan gencarnya, sedang tangannya kanan berserabutan menghantam dan mencakar. Benar karena kalah peyakinan tubuhnya kena dilukai bebrapa kali, namun musuhpun dibuatnya sibuk bukan kepalang bingga berulang-ulang men-jerit2 minta bantuan Hiat-ji.

Melihat kebandelan kepala suku Biau itu, Liat Hwat ambil putusan untuk membunuhnya saja. Krek. ,

begitu dia keraskan cengkeramannya lalu lemparkan tubuh Kit-bong-to yang sudah tak bernyawa itu ketanah.

"Dengarkanlah hai. orang2 Biau! Barangsiapa yang

melawan, Kit-bong-to adalah contohnya!" serunya. Sejak kecll Kit-bong-to memiliki tenaga kekuatan yang luar biasa. Setelah diangkat menjadi kepala suku, orang2 Thiat-theng-biau itu sangat taat dan memujanya. Bahwa kini kepalanya itu dapat dibinasakan, merekapun menjadi keder dan tak berani bergerak lagi. Melihat itu Liat Hwat menjadi girang. Baru dia hendak menanyakan tentang rahasia obat mujijat itu, tiba2 dart lamping gunung sana terdengar jeritan seorang perempuan: "Hem....., Tok- kak-sin-mo.......! Kalau kau tak  lepaskan aku, begitu ayahku datang menyusul, masakan kau dapat menandinginya?"

"Huh, takut apa? Kalau aku bukan lawannya, kau sendiripun tak nanti dapat hidup, ha....,ha....., kita sama2 mati!" kedengaran suara penyahutan.

Orang2 yang berada dalam dataran gunung situ, terkejut mendengar percakapan sepasang  laki perempuan itu karena mereka tahu sudah bahwa kedua orang itu adalah Tio In dan sikaki satu Sin Tok. Kalau Tong Ko kegirangan mendengar bahwa Siau-bengsiang Tio Jiang segera akan tiba, adalah Tay-keng yang serasa hilang semangatnya karena ketakutan. Begitu gerakannya agak ayal, pundaknya kena termakan ujung pian, sakitnya bukan alang kepalang.

"Shin-heng, lekas bantui aku! Anak ini kerangsokan setan!" serunya kepada Hiat-ji. Tapi pada lain saat, telinga seperti disusupi suara lengkingan "jangan kuatir, makin kau ber-pura2 terdesak, makin baiklah". Kiranya itulah pesan Liat Hwat yang dibisikkan melalui ilmu thoan-im-jip-bi. Kini hatinyapun mantep pula.

Adalah pada saat itu Tok-kak-sin-mo dengan mengepit Tio In sudah muncul disitu. Girangnya sikaki satu bukan kepalang ketika didapati konco2nya berada disitu.

"Ho, kiranya kalian berada disini, aku di-ubar2 Tio Jiangl" serunya.

Sedang Tio In yang melihat engkohnya (Tay-keng) sedang bertempur dengan Tong Ko segera meneriakinya: "Ko-ko, Ko-ko!"

Bermula Tong Ko mengira kalau saat itu Tok-kak-sin- mo dan Shin Leng-siau tentu sudah membawa Tio In kekota raja, maka sejenak dia menjadi tertegun demi mendengar teriakan nona yang dicintainya itu.

"In-moay, apakah ayahmu segera akan tiba kemari?" serunya.

"Secepatnya tentu dia sudah kesinil" sahut Tio In.

Memang rencana Tok-kak-sin-mo dan Shin Leng-siau hendak membawa nona itu kekota raja untuk menjebak Siau-beng-siang Tio Jiang.

Maka sedikitpun tak mereka sangka bahwa selekas itu Tio Jiang dapat menerima berita lalu terus melakukan pengubaran. Maka rencana tujuan mereka berobah, bukannya menuju keutara tetapi kebarat laut (barat utara). Maksudnya ialah untuk membilukkan perhatian orang. Pada hakekatnya bagus juga siasat itu.

Memang Tio Jiang telah keliru menyusul keutara. Tetapi oleh karena kalangan persilatan dari kedua wilayah Kwisay dan Kwitang itu sebagian besar adalah sahabat2 Tio Jiang, maka begitu mereka mendapatkan jejak Tok-kak-sim-mo, dengan cepat mereka memberi informasi (keterangan) pada Tio Jiang berganti arah menuju kebarat laut.

Oleh karena disepanjang jalan itu Tok-kak-sin-mo selalu dirintangi oleh hadangan2 sahabat-sahabat Tio Jiang, ya sekalipun kesemuanya dapat dirubuhkan, namun sekurang2nya juga tak sedikit menghambat waktu mereka (Sin Tok dan Shin Leng-siau). Begitulah ketika tiba didaerah pegunungan Sip-ban-tay-san, Tio Jiang telah dapat mencandaknya.

Sebenarnya kedua orang itu dapat melayani Tio Jiang, tapi karena sikaki satu berusaha se-kuat2nya agar Tio In jangan sampai kena direbut Tio Jiang lagi, maka dia tak mau terlibat dalam pertempuran dan melainkan main lari seribu langkah.

Begitu tampak dari kejauhan Tio Jiang mengejar, Tok- kak-sin-mo dan Shin Leng-siau segera keprak kudanya mencongklang se-pesat2nya.

Sekalipun begitu, karena tunggangannya itu sudah keliwat cape dilarikan siang malam tanpa berhenti dan kedua kalinya karena jalanan digunung Sip-ban-tay-san itu legak-leguk ber-liku2, jadi malah lambat.

Mendengar disebelah muka sana anaknya tak henti2nya ber-teriak2, TIo Jiang tancap gas berlari sekencang2nya. Dalam bebrapa kejab saja, jarak mereka itu makin dekat. Sedang disebelah muka adalah merupakan jalan buntu yang menuju kesebuah karang. Tersipu2 kedua orang itu lompat turun dan kudanya.

Baru Shin Leng-siau memutar tubuh hendak siap menantikan lawan, atau Tie Jiang sudah loncat menerjangnya dengan pedang pusaka yap-kun-kiam. Sret...., sret....., mata Shin Leng-siau menjadi silau dengan cahaya gemilang dari pedang pusaka itu dan tahu2 bahunya kena tertusuk.

Nampak kawannya terluka, bukannya maju. menolong sebaliknya sikaki satu dengan gayanya berloncatan kaki satu, segera melarikan diri. Tio Jiang tak mau menghajar Shin Leng-siau lagi, cukup dia kirim sebuah tendangan yang telah membuat orang itu terlempar setombak jauhnya. Yakin bahwa korbannya itu tentu menderita luka berat, Tio Jiang berputar tubuh terus mengejar. sikaki satu.

Sin Tok menyongsong dengan kapaknya. Untuk lekas2 menolong puterinya, Tio Jiang tak mau buang banyak waktu. Segera dia gunakan jurus hay-siang-tiau-go, tubuhnya tiba2 diam. Ini diartikan lain oleh Sin Tok yang sudah kegirangan karena mengira ada kesempatan untuk menyerang. Tapi baru dia gerakkan kapaknya, jurus hay- siang-tiau-go yang penuh dengan perobahan itu sudah bergerak. Pedang serentak berobah menjadi separoh lingkaran bundar, lewat disela kapak terus merangsang muka orang.

Tok-kak-sin-mo Sin Tok adalah murid kesayangan dari Ban-bok-sin-bu, iblis nomor satu didaerah Biau. Watak Ban-bok-sin-bu itu sangatlah ganasnya. Dia mempuayai banyak murid, tapi begitu dia marah2, dia mencari hiburan dengan mem-bunuh2i muridnya. Sebelah kaki dari Sin Tok itupun gurunya itulah yang memotongnya. Namun karena Sin Tok bertekad untuk memiliki kesaktian, jadi diapun tak mendengar. Makin tua adat Ban-bok-sin-bu itu makin gila2an, sehingga dia dijuluki sebagai iblis nomor satu dari daerah Biau-ciang. Semua anak muridnya habis dibunuhnya, kecuali tinggal Sin Tok 

seorang. Oleh karena Sin Tok pandai mengambil hati dan tekun melayani, maka Ban-bok-sin-bu tak membunuhnya dan bahkan mengangkatnya menjadi akhli warisnya.

Sin Tok telah mendapat warisan pelajaran sepertiga bagian dari suhunya. Ban-bok-sin-bu itu sebenarnya orang Biau, sewaktu kecil dia telah berjumpa dengaa seorang sakti sehingga kepandaiannya tiada taranya.

Hanya sepertiga bagian saja Sin Tok mendapat pelajaran dari sang suhu, namun dalam golongan jago2 kelas satu dari istana Ceng, dia tergolong yang terkemuka.

Maka dapatlah dia mengetahui bahaya apa yang dibawa oleh serangan Tio Jiang itu. Dalam gugupnya buru2 dia pakai kapaknya untuk melindungi mukanya. Ya, untung dia berbuat begitu dan tak mau temaha menyerang orang. Sekalipun begitu, sewaktu kapak beradu dengan pedang, maka kutunglah kapak besar itu menjadi dua.

Ter-sipu2 Sin Tok loncat kesamping. Sejak sebelah kakinya dikutungi sang suhu, Sin Tok berjerih payah melatih diri. Hasilnya, walaupun hanya dengan sebuah kaki namun loncatannya itu jauh melebihi dari orang biasa. Sekali loncat dapatlah dia mencapai dua tombak lebih jauhnya. Dan sebelum Tio Jiang sempat mengejar, dia sudah lekatkan kutungan kapaknya itu kemuka Tio In, serunya: "Siou-beng-siang, setindak saja kau melangkah kemari, anak perempuanmu pasti akan tak bernyawa!"

Terpaksa Tio Jiang hentikan langkahnya, sahutnya: "Selembar rambut saja kau ganggu In-ji, tentu tubuhmu akan kucincang hancur lebur!" Sedangkan Tio In yang melihat ayahnya ditekan oleh ancaman sikaki satu itu, segera berseru dengan lantangnya: "Yah, kau ini bagaimana? Seringkali kau tanamkan dalam sanubariku, bahwa kepentingan umum, itu diatas kepentingan peribadi. Bangsat ini adalah kaki tangan musuh, bukannya kau bunuh dia demi keselamatan rahayat tetapi utamakan kepentingan anak sendiri!"

Tio Jiang mengeluh dalam hati. Dia seorang yang berperibadi lurus. Dipikir2 ucapan anaknya itu memang benar. "In-ji, anggaplah bahwa ayahmu berdosa kepadamu, namun musuhmu itupun tak nanti dapat terlolos dari tanganku, semoga kau dapat mengasoh dialam baka dengan tenang!" serunya sembari maju menerjang.

Melihat siasatnya gagal, si ayah tak mempan digertak dan sianak tak takut mati, Sin Tok wenjadi kelabakan sendiri. Dia tak berani laksanakan gertakan dan melainkan buru2 mundur kebelakang untuk menghindari tusukan Tio Jiang.

Namun Tio Jiang tetap merangsang maju dengan gerak boan-thian-kok-hay. Taburan sinar pedang membura keatas kepala lawan. Dengan kutungan kapak, Sin Tok tak berdaya menghalau serangan lawan. Tiba2 dia mendapat akal. Kutungan kapak dan tangkainya ditimpukkan, tring, tring, tring, pedang menghantam dan putuslah kutungan kapak itu menjadi empat potongan kecil lagi.

Menyusul dengan itu. Tio Jiang turunkan ujung pedang kemuka untuk menusuk ulu hati Sin Tok. Tapi baru menjulur setengah jalan, buru-buru dia tarik pulang pedangnya.

Kiranya sikaki satu itu memang cerdik sekali. Setelah melemparkan kapak, dengan sebat sekali dia segera mencengkeram Tio In. Begitu pedang menusuk dia pakai tubuh nona itu sebagai perisai.

Tanpa disadari, Tio Jiang tarik serangannya.

Sebaliknya Tio In tak setuju dengan tindakan ayahnya itu, serunya: "Yah, mengapa kau masih ragu2? Ayuh teruskan tusukanmu, biar aku mati tapi bangsat ini pun turut mampus!"

Betapapun kuatnya peribadi Siau-beng-siang itu, namun dia tetap seorang ayah yang sayang akan puteri kandungnya. "In-ji!" keluhnya.

Sin Tok yang ganas licik dapat meneropong isi hati Tio Jiang. Baru orang mengucapkan kata2nya yang terakhir, secepat kilat dia ajukan tubuh Tio In kearah ujung pedang Tio Jiang, siapa sudah tentu menjadi terperanjat sekali dan ter-sipu2 surutkan pedangnya kebelakang. Hanya suara ketawa sinis yang panjang dari si Iblis sakti berkaki satu itu saja yang sejenak kedengaran, karena orangnyapun sudah loncat jauh2 terus meluncur pergi laksana seekor elang menggondol anak ayam.

Tersadar dari kejutnya, Tio Jiang buru2 mengejar lagi. Tetapi berulang kali Sin Tok gunakan siasat tadi, yani gunakan tubuh Tio In untuk menyambut serangan pedang. Begitulah kejar mengejar secara demikian berlangsung sampai bebrapa lama. Sin Tok terus mendaki kepuncak, perhitungan, begitu tiba diatas puncak yang menjulang tinggi itu, mudahlah dia untuk menghadap lawan yang berada disebelah bawah.

Tanpa disadari puncak yang tengah didakinya itu adalah puncak Thiat-nia. Dan betapalah girangnya ketika dipuncak itu dia jumpahkan Hiat-ji dan siorang tua kate Liat Hwat cousu atau Im-yang-sin-mo Put-siu. Hiat-ji berlari menyongsongnya dan membisiki: "Sin-heng, bila nanti Siau-beng-siang datang, jangan sekali2 membocorkan rahasia puteranya. Kita ada rencana bagus!"

Benar samar2 Tio In dapat mendengar kata2 "Siau- beng-siang" dan "puteranya" itu, namun dia tak dapat mendengar keseluruhannya dengan jelas. Sayang, andaikata kala itu ia dapat mendengar jelas, tentu akan segera dapat melucuti kedok engkohnya, si Tay-keng itu.

Pada saat itu terdengar sebuah suitan disusulnya dengan munculnya seorang berperawakan  gagah perkasa sembari mencekal sebatang pedang yang hijau kemilau cahayanya. Itulah dianya, Siaubeng-siang Tio Jiang!

"Yah, harap kau lerai dulu engkoh dan Tong Ko yang berkelahi itu, entah mengapa mereka bertempur mati2an itul" seru Tio In demi melihat kedatangan ayahnya.

Berbeda dengan nona itu, Sin Tok tahu sudah mengapa kedua anak muda itu bertempur. Demi mendengar seruan Tio In kepada Tio Jiang Jiang tadi, diam2 dia mengeluh. Celaka, rahasia Tay-keng tentu  akan pecah, demikian pikirnya. Kala itu Tong Ko tengah mendesak Tay-keng dengan serangan liong-kau-pian, sebaliknya menuruti pesan Liat Hwat cousu, Tay-keng tetap bertahan se-kuat2-nya. Sampai pada detik itu, Tio Jiang masih anggap puteranya itu, seperti dirinya, adalah orang yang setia pada tanah air. Atas seruan Tio In tadi, Tio Jiang segera melangkah maju dan sret, dia hantamkan yap-kun-kiam ditengah kedua senjata anak muda yang bertempur itu.

Tay-keng cepat mundur, sebaliknya karena mengira Tio Jiang datang membantu, Tong Ko tetap merangsang maju mengejar Tay-keng. Tapi baru dia gerakkan liong- kau-pian, ujung pedang Tio Jiang telah menyodok pian sampai terpental balik. Dan menyusul dengan itu, ujung yap-kun-kiam diteruskan menusuk dadanya. Dalam terperanjatnya, Tong Ko buru2 menyurut kebelakang. Tio Jiang maju selangkah, seraya berpaling kearah puteranya: "Tay-keng lekas turun kebawah gunungl"

Sebenarnya semangat Tay-keng sudah hilang ketika tampak sang ayah datang. Tapi demi mendengar ucapan ayahnya yang terang menandakan belum mengetahui rahasianya itu, dia seperti orang yang hidup kembali dari cengkeram maut. Tanpa menyahut lagi, dia terus putar tubuhnya mengayun langkah.

Masih Tong Ko belum mengetahui alam pikiran Tio Jiang. Adakah Siau-beng-siang hendak bertempur seorang diri dengan kawanan kaki tangan Ceng itu, maka dia suruh puteranya pergi dahulu, demikian dia coba menarik dugaan.

"Orang she Tio, jangan pergi dahulul" serunya.

Mendengar seruan Tong Ko itu, wajah Siau-beng-siang berobah bengis, sahutnya dengan tertawa dingin: "Aku tak nanti ngacir!" "Bukan kau, melainkan Tio Tay-kengl" Tong Ko ter- sipu2 memberi penjelasan.

Tio Jiang mendeham geram, serunya: "Kalau hendak menahan dia, kau harus jangan membiarkan aku hidup dahulul"

Mendengar Tio Jiang makin nyeleweng dari perkiraannya, Tong Ko banting2 kaki sembari meratap: "Tia "

Tetapi belum lagi dia sempit melanjut kan kata2nya, Hiat-ji sudah menumpangi dengan tertawa: "Saudara Tong, Siau-beng-siang Tio Jiang ketiga beranak, sudah berada dalam genggaman kita, masakan kuatir mereka akan terbang keangkasa? Jangan kau sibuk2, biar Tay- keng aku yang memberesinyal"

Dalam tipu siasat yang licik culas, memang Tay-keng tajam sekali. Seketika tahu sudah dia kemana tujuan kata2 Hiat-ji itu. Dia (Tay-keng) hendak "dikembalikan" pada ayahnya sedang Tong Ko hendak "diambil" menjadi orangnya Hiat-ji.

Untuk menjaga rahasia Tay-keng, Tong Ko hendak dijadikan kambing hitamnya.

"Yah, biarlah kita berdua ayah dan anak mati bersama!" seru Tay-keng dengan garang lantang. Dan dengan bolang balingkan pedangnya, dia "menyerang" Hiat-ji, siapapun lalu melayaninya secara ber-sungguh2. Hola......, suatu permainan sandiwara yang lihay benar. Jangan lagi Siau-beng-siang Tio Jiang seorang jujur yang belum pernah berbuat bohong, sampaipun Tio In sendiri yang sudah menaruh kepercayaan penuh bahwa kekasihnya (Tong Ko) itu bukan seorang pengchianat, tak urung pada saat itu menjadl ragu2 juga.

"Tok-kak-sin-mo, kalau benar2 kau ini seorang  perwira, ayuh lepaskan aku. Coba kau buktikan saja, adakah kami ketiga ayah beranak ini, jeri pada kambrat2mu golongan taylwe ko-chin (jagoan istana) tidakl" akhirnya nona itu menantang sikaki satu.

Kini Tong Ko sudah sadar akan tipu muslihat yang dipasang oleh Hiat-ji dkk itu. Saking gusarnya, matanya melotot mulutnya ter-longong2 tak dapat berkata-kata sampai sekian saat. Baru tersadarlah dia ketika pedang Tio Jiang menyambar kearahnya. Apa boleh buat, dengan gunakan gerak lincah dalam ilmu pian pat-sian- pian-hwat ajaran Soa-kim-kang Ciang Tay-lo, Tong Ko menghindar kesamping. Tio Jiang makin gemas. Dengan menggerung se-keras2nya dia lancarkan serangan Ceng- wi-tian hay teramat gencarnya.

Tahu Tong Ko bahwa Tio Jiang itu ternyata masih gelap akan keadaan yang sebenarnya jadi tetap salah faham mengira kalau dia (Tong Ko) adalah kaki tangan pemerintah Ceng. Pernah mulut Siau-beng-siang itu menyatakan bahwa sudah berulangkali karena teringat akan wajah seseorang, Siau-beng-siang tak mau membunuhnya. Tapi rasanya kalini tentu tidak sedemikian lagi. Ini dibuktikan dari caranya dia melancarkaa serangannya yang begitu mengerikan itu. Adalah pada saat2 dia meramkan mata menunggu ajal, se-konyong dia didorong kesamping oleh suatu tenaga kuat, sehingga terhindarlah dia dari serangan pedang. Menyusul terdengar suara suara melengking: "Tong Ko, kau bukan tandingnya Siau-beng-siang. Sana, bantu Hiat-ji meringkus Tio Tay-keng dan biar aku yang memberesi disini!"

Itulah suara Liat Hwat cousu dan memang dialah yang mendorong tubuh Tong Ko tadi. Tio Jiang ganti serangan kearah orang kate itu, tapi dengan kebutkan lengan bajunya dapatlah dia menyampok pedang Tio Jiang. Kalau Tong Ko hampir pingsan saking menahan amarah karena "dibikinkan" oleh kawanan kaki tangan pemerintah Ceng itu, adalah Tio Jiang terkejut karena nampak kedahsyatan tenaga orang kate itu. Kini dia tak berani menandang ringan, bret....., terdengar lengan baju Liat Hwat tembus berlubang dan ujung pedang langsung menusuk ketenggorokannya.

Kini adalah giliran Liat Hwat yang kaget bukan terkira. Jubahnya itu terbuat dari kain hwat-wan-poh keluaran Tibet yang dijahit dengan benang emas putih (platina). Dengan baju anti senjata itu, dia berani menyampok pedang lawan. Maka betapalah kejutnya ketika didapatinya lengan bajunya telah dapat ditembus oleh pedang lawan.

"Pedang bagus!" sampai2 mulutnya mengeluarkan pujian sembari tundukkan kepala untak menghindari tusukan pedang. Ujung pedang menjulur lurus disisi leper. Tiba2 Liat Hwat julangkan pundaknya keatas dan tundukkan kepalanya kebawah. Maksud hen  dak menjepit pedang itu dengan bahu dan pipi. Berbahaya nampaknya jurus yang diunjuk Liat Hwat itu, namun lihaynya bukan olah2. Apabila dapat dijepit, maka, yang kena dijepit itu adalah bagian punggung pedang itu, jadi tak berbahaya. Melihat permainan yang aneh itu, buru2 Tio Jiang tarik pulang pedangnya.

Syukur dia sangat berlaku sebat. Tahu bahwa barhadapan dengan seorang tokoh sakti, Tio Jiang mundur selangkah. Dalam kesempatan itu dia memandang kesekeliling situ. Didapatinya Tio In tetap diringkus Sin Tok sedang disebelah sana benar juga Tong Ko tampak sedang "membantui" Hiat-ji mergeroyok Tay- keng. Tapi sekilas pandang dia merasa aneh melihat permainan ketiga anak muda itu. Bukannya Tay-keng yang dikerubut dua, tapi melainkan Tong Ko lah yang dicecer serangan oleh Tay-keng dan Hiat-ji. Dia merasa heran namun tak mempunyai banyak kesempatan untuk mengikuti dengan seksama karena pada saat itu Liat Hwat sudah menyerangnya dengan kebasan lengan baju. Hebatnya, kebasan itu ditujukan untuk menutuk jalan darah hwa-kay-hiat dan kian-keng-hiat lawan.

Buru2 Tio Jiang menghalau dengan pedang. Demikianlah dalam sekejab saja, pertempuran telah berjalan empat lima jurus.

Dalam pada itu insyaflah Tio Jiang bahwa kepandaian lawan itu lebih tinggi dari dia, maka timbullah keraguannya adakah nantinya dia dapat merampas pulang anak gadisnya. Namun kebimbangannya itu tak mengurangkan kewaspadaannya dalam memainkan ilmu pedang to-hay kiam-hwat.

"Siapakah kau ini?" serunya bertanya.

Yang ditanya kedengaran tertawa iblis, sahutnya "Thay-ya inilah yang digelari orang sebagai Liat Hwat cousu. Im-yang-sin-mo, orang she Mo nama Put-siu" Memang pernah juga Tio Jiang mendengar akan adanya tokoh aneh macam itu didaerah Tibet. Tokoh itu seorang pria tetapi mempunyal suara seperti orang wanita, mempunyai ilmu kepandaian dari suatu aliran tersendiri. Tio Jiang tak berani lengah, dimainkan pedangnya dengan lebih gencar. Demikianlah digelanggang situ telah terbit pertempuran dahsyat dari dun orang tokoh terkemuka pada jaman itu. Orang2 Thiat-theng-biau yang menyaksikannya, sama kesima tar-longong2.

Sedang disebelah sana Tong Ko mempunyai rencana sendiri juga.

Bermula waktu didorong oleh Mo Put-siu tadi, dia agak terkesiap. Namun dia segera mengambil suatu keputusan. Biar bagaimana, sukar rasanya dla gunakan lidah untuk membongkar komplotan itu. Jalan satu2nya yalah membekuk Tay-keng lebih dahulu, lalu memaksanya supaya mengakui perbuatannya dihadapan Tio Jiang. Kalau hal itu berhasil, barulah dapat dia membersihkan diri. Jadi "Disuruh" atau tidak oleh Mo Put-siu tadi, memang diapun sudah mau  lari menghampiri ketempat Tay-keng.

Tio In yang tak mengetahui duduk perkaranya dan hanya menyaksikan gerak gerik Tong Ko itu, hatinya seperti diremas. Ia sudah serahkan hatinya kepada anak muda itu dan bermula masih belum percaya kalau kekasihnya itu sungguh seorang kaki tangan Ceng. Tapi apa yang dilihatnya pada saat itu, menjadi "bukti" yang berbicara. Seketika lenyaplah rasa kasihnya berganti dengan rasa kedukaan yang hebat, ya lebih hebat lagi daripada tatkala iIa mendengar berita kematian sang kekasih itu. Namun Tong Ko tak mendengarnya dan tetap menyerbu Tay-keng.

Sret...., sret....., dua buah hantaman Iiong-kau-pian dia serangkan pada Tay-keng. Walaupun hanya bersandiwara, namun untuk mengelabuhi pandangan Tio Jiang, hebat juga gaya pertempuran yang dilakukan oleh Tay-keng dan Hiat-ji itu. Ketika liong-kau-pian Tong Ko menyerang, terperanjat Tay-keng tak terkira dan hampir saja dia kena disapu oleh pian Hiat-ji. Lintunglah Hiat-ji tahu gelagat jelek, piannya dibilukkan untuk  menghantam Tong Ko.

Dan justeru tepat pada adegan ini berlangsung, disana Tio Jiang tepat berpaling mengawasi. Jadi diam2 Siau- beng-siang heran tadi, mengapa justeru Tong Ko yang dikerubut dua. Sayang Liat Hwat keburu menyerang, coba tidak tentu dapatlah dia mengetahui "baju aseli" dari puteranya itu.

Memang berat bagi Tong Ko untuk melayani kedua orang itu. Tambahan pula Tay-keng memang sangat bernapsu sekali untuk membunuh Tong Ko, agar rahasianya tetap tertutup se-lama2nya. Jadi serangannyapun serba kesusu. Dan benar juga lewat 10 jurus kemudian Tong Ko sudah kewalahan. Tong Ko gugup dan pilu. Bukan karena takut mati, tapi karena dengan kematiannya itu, namanya tetap akan ternoda sebagai kaki tangan pemerintah Ceng.

"Siau-beng-siang Tio Jiang, dengarlah kata2ku!" serunya kepada Tio Jiang.

Tio Jiang yang tengah bertempur gigih dengan Liat Hwat, sempat pula menyahut: "Binatang macam kau, jangan bicara lagi padaku!" Kepedihan Tong Ko sukar dikata. Untuk kesekian kalinya, kembali dia menerima hinaan secara menyakitkan. Tadi dia telah menumpahkan rasa hatinya yang penghabisan, namun tetap tak digubris oleh Tio Jiang.

"Fui......., mengapa ku digolongkan bangsa binatang? Orang yang buta kenyataan macam kau, itulah yang pantas digolongkan bangsa babi anjing!' balasnya memaki    dengan    gusarnya    dan    sret dia

hantamkan piannya dengan kalap pada Hiat-ji.

Hiat-ji terkejut melihat cara serangan lawan yang seperti kerbau gila itu. Miringkan tubuhnya kesamping dia terus enjot tubuhnya menghibur sampai satu tombak jauhnya.

"Tepat sekali makianmu itu saudara Tong! Memang Tio Jiang itu manusia yang tak kenal kenyataan, tak tahu gelagat. Dia berkeras hendak membentur pemerintah Ceng, huh......, memang lebih hina dari bangsa anjing dan babi!"

Demikian licin si Hiat-ji itu memutar balikkan kata2 Tong Ko tadi: Tong Ko yang tak pandai merangkai kata2 itu sampai termangu diam. Tahu2 Tay-keng menyerang dengan. tusukan ujung pedangnya. Tong Ko hanya mendak sedikit, cret....... , dia biarkan pundaknya tertusuk ujung pedang tapi berbareng itu dia hantamkan piannya keleher sipenyerang. Kalini benar2 suatu serangan yang istimewa, sehingga karena tak sempat menghindar leher Tay-keng telah kena digubat ujung pian.

Tong Ko sudah seperti orang kerangsokan setan. Begitu dapatkan hasil tanpa hiraukan luka dipundaknya, dia segera tarik piannya se-kuat2nya. Tay-keng terhuyung kemuka dan dengan demikian ujung pedangnyapun menjubles makin masuk kepundak Tong Ko. Tetap Tong Ko tak mempedulikan hal itu, begitu lepaskan liong-kau-pian dia gunakan kepelannya untuk menghantam batok kepala Tay-keng. Kalau saja. hantaman itu mengenai, batok kepala Tay-keng pasti remuk dibuatnya

"Mah, kau datang!" se-konyong2 Tio In berseru kegirangan. Tong Ko tertegun dan berpaling mengawasi. Sesosok tubuh melayang datang. Itulah Hui-lay-hong Liau Yan-chiu adanya. Sembari masih melayang, tangannya sudah bergerak menimpuk sebuah senjata rahasia kearah tangan Tong Ko.

Seperti telah diketahui, walaupun Yan-chiu itu adalah sumoaynya Tio Jiang, tapi berkat otaknya cerdas dan tempo dahulu pernah meminum mustika biji kuning dalam batu, maka ilmu kepandaiannyapun hebat. Sebenarnya kalau dinilai, kepandaiannya lebih tinggi dari suaminya (Tio Jiang). Sebenarnya kalau mau, dapat juga Tong Ko menghindar senjata rahasia itu. Tapi oleh karena Tay-keng sudah "tergenggam" ditangannya, dia tak mau tarik pulang tinjunya tadi. Dan tahu2 jalan darah yang-ko-hiat pada siku tangannya telah kena dimakan senjata rahasia itu. Karena kesemutan gerakan tangannya menjadi ayal dan kesempatan ini digunakan oleh Tay-keng untuk menarik pedangnya sembari loncat menyingkir.

Namun anehnya Tong Ko tak rasakan jalan darahnya tertutup, dan begitu mengenai tangan senjata rahasia itu segera jatuh melayang ketanah. Hai, kiranya senjata rahasia itu hanya secarik kain yang dipelintir. Hebat nian kepandaian Hui-lay-hong Liau Yan-chiu itu.

Tampak oleh Tong Ko bahwa Tay-keng kini menghampiri mamahnya dan berbicara sejenak. Tapi rupanya Yan-thyiu tak banyak menaruh perhatian terus menyerang Tok-kak-sin mo Sin Tok. Hiat-ji buru2 perdengarkan kode siulan dan memberi isyarat mata pada Tay-keng seraya loncat menghampirinya.

"Tio-heng, kita berpisah dulu nanti saja pada pertengahan bulan depan, kita bertemu lagi digereja Kong Hau Si Kwiciu!" serunya berbisik.

Dan tampak Tay-keng menganggukkan kepala.

---oo<dw-kz0tah>oo--- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar