Heng Thian Siau To BAGIAN 14 : DI TOLONG CIAN BIN LONG KUN THE GO

 
BAGIAN 14 : DI TOLONG CIAN BIN LONG KUN THE GO

Baik kita tinggalkan mereka untuk menengok Tong Ko. Sewaktu melihat Siao-lan terus menerus kalah, Tong Ko yang menggelepai ditanah tadi, resah sekali hatinya. Tiba2 dilihatnya ada sepotong angkin sutera merayap kearahnya. Dalam kejutnya. Tong Ko coba hendak menyingkiri dengan bergelundungan, tetapi kala itu telinganya seperti disusupi oleh sebuah suara melengking yang halus sekali: "Engkoh kecil, jangan bergeraklah !"

Dalam pada Tong Ko tertegun, tubuhnya sudah dilibat angkin itu terus ditarik masuk kedalam semak2. Begitu masuk kedalam semak2 itu, dia terus diseret masuk kedalam sebuah lubang perangkap. Disitu terdapat dua orang, Siao-lan dan seorang yang bertubuh amat pendek sekali. Oleh karena dalam lubang itu gelap, jadi tak dapat Tong Ko melihat wajah siorang kate itu. Yang diketahuinya, orang pendek itu menekan dinding lubang dan serempak terbukalah sebuah goa besar. Siao-lan tarik tangan Tong Ko untuk dibawanya masuk. Siorang pendek tadipun menyusul masuk, lalu menutup dinding itu.

"Ayuh, lekas lari kemuka sanal" seru orang pendek itu dengan nada yang lantang bening.

Kira2 empat lima tombak mereka menyusur lubang- terowongan situ, mereka muncul pula dipermukaan tanah. Dilihatnya semak2 rumput tadi sudah rata dimakan api.

"Engkoh kecil, orang tua kate itu bergelar Liat Hwat cousu. juga dijuluki orang sebagai Yang-im-sin-yau (siluman hawa positip dan negatip). Lihay sekali, mengapa kau berani menempurnya?" kedengaran orang pendek itu bertanya.

Tong Ko berpaling menatapnya. Didapatinya orang itu kira2 berusia 40-an tahun, wajahnya cakap sekali, hanya sayang perawakannya keliwat pendek (kate), sehingga jubahnya sampai berkeleweran ditanah. Tinggi orang itu hanya sama dengan perut Tong Ko.

"Wanpwe tak mengetahui dia itu siapa, kecuali seorang kaki tangan pemerintah Ceng" Tong Ko memberi hormat menyahut.

Orang itu tertawa sejenak, ujarnya: "Dan kau sendiri ini siapa?"

Tong Ko diam2 merenung, siapakah orang pendek itu? Ciok Siao-lan, juga belum pernah dia mendengar nama itu. Namun sekalipun demikian, sebagai seorang laki2, tak mau dia berbohong. Cita2 hidupnya adalah hendak mengusir penjajah Ceng dan membangunkan pemerintah Beng lagi. Ini adalah suatu perjoangan suci, jadi mengapa dia harus berbohong?

"Wanpwe adalah orang yang ingin mengenyahkan penjajah Ceng!" sahutnya tanpa ragu2 lagi.

Orang pendek itu tertawa, sahutnya: "Begitulah hendaknya seorang pemuda harapan bangsa itu. Namamu Tong Ko, adakah Tong Ko yang menjadi kenalan anakku perempuan si Ing-ji itu?"

Tong Ko seperti orang disadarkan. Diawasinya wajah siwanita itu memang mirip dengan The Ing, maka ter- sipu2 dia berkata : "Benar demikianlah wanpwe ini. Sebaliknya, kalian ini bukantah The pehpeh (paman) dan The pehbo (bibi)?"

"Ya, aku orang she The, nama Go!" ujar orang itu sembari mengangguk.

Diam2 Tong Ko tersirap darahnya mendengar nama "The Go" itu. Sering sudah dia mendengar cerita orang, bahwa The Go itu bergelar Cian-bin-long-kun dan menjadi murid kesayangan Ang Hwat cinjin, kepala gereja Ang Hun Kiong. Sewaktu muda, dia sudah memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa. Sayangnya anak muda gagah dan cerdas itu sesat pikirannya mau bersekongkeol dengan kawanan kaki tangan pemerintah Ceng. Ribuan anak buah dari 72 markas gunung Hoasan, telah dihancur leburkan tentara Ceng berkat pimpinannya yang gemilang. Akhirnya perserekatan orang gagah patriot yang dipimpin oleh Ceng Bo siangjin berhasil membekuknya dan sepasang kakinyapun dibacok kutung oleh siangjin itu.

Adakah orang pendek itu benar2 si Cian-bin-long-kun The Go yang sudah tak berkaki itu? Sampai sekian saat Tong Ko menimang2 untuk mencari jawaban.

"Pernahkah kau mendengar tentang namaku?" tiba2 orang pendek itu bertanya pula. Tong Ko yang tak suka berbohong serentak mengiakan.

"Kehilangan kaki, merupakan penyesalan seumur hidup. Engkoh kecil, apa yang orang persilatan mengatakan tentang diriku?" The Go menghela napas.

"Terhadap perbuatan cianpwe sewaktu membasmi 3 laksa anak buah Hoasan itu, kaum hohan dalam dunia persilatan sama mengutuk dengan geram. Tetapi serta cianpwe sudah menyesal dan berhasil pula membantu perserekatan orang gagah dibawah pimpinan Ceng Bo siangjin untuk menemukan harta karun dalam gereja Kong Hau Si tempo hari, sekalian orang sama menaruh perindahan. Se-akan2 kecemaran nama cianpwe itu sudah direhabiliteer (dikembalikan) pula !"

The Go tundukkan kepala tak berkata apa2. Adalah Siau-lan yang menasehatinya: "Urusan yang sudah lampau, mengapa dipikirkan lagi? Lebih baik tanyakan saudara Tong ini, bagaimana keadaan Ing-ji?"

The Go mendongak jauh kemuka, ujarnya: "Disini bukan tempat kita berbicara, lebih baik kita lekas pulang dulu !"

Habis berkata begitu, dia angsurkan sebatang pian yang bukan lain adalah liong-kau-pian, kepada Tong Ko. Dengan demikian teranglah kalau sekali tepuk, dia mendapat tiga lalat. Menyerang Liat Hwat cousu, menolong Tong Ko dan masih sempat pula menutuk jalan darah Hiat-ji untuk merampas liong-kau-piannya. Sedemikian tangkas lincahlah gerakan siorang misterius yang bukan lain adalah Cian-bin-long-kun The Go.

Tong Ko kagum atas kepandaian orang. Tiba2 The Go bersuit keras dan muncullah dua ekor kera gin-si-kau yang besar sembari mendorong sebuah ........ bola batu besar. Tiba2 The Go bersuit dan muncullah dua ekor kera besar sembari mendorong sebuah bola batu besar, yang ternyata menjadi “kendaraan” The Go . . . . . . . .

Pesat nian jalannya bola itu menggelinding datang. Bola batu itu ada kira2 dua meter tingginya. Sekali tangannya menekan ketanah, melesatlah tubuh The Go keatas bola batu itu, dan kedua ekor kera itupun segera mendorongnya. The Go tegak berdiri dengan tenangnya diatas bola yang berputar dengan pesatnya.

Karena Tong Ko agak heran maka Siao-lan lalu menerangkan: "Setelah sepasang kakinya putus,  dia telah membuat sebuah permainan. Pada ujung kaki yang putus itu, dipasangi dengan tutup batu giok sehingga dapat dibuat berdiri tegak diatas bola batu."

Melihat keramah-tamahan Siao-lan, timbullah rasa suka Tong Ko. Begitulah setelah mengitari dua buah puncak, tibalah mereka pada sebuah batu karang. Dibawah batu karang itu terdapat 3 buah rumah pondok yang dipagari dengan pepuhunan. Dimuka halaman rumah terdapat sebuah anak sungai. Suasana disitu tampak rindang tenang. The Go mendahului masuk kedalam. Kiranya perabot rumah dalam pondok itu terbuat daripada bambu semua, namun tak mengurangkan keresepan seni keindahannya. Di-tengah2 tergantung sepasang lian (sajak) yang berbunyi begini: "Dilautan Tang-hay konon ombaknya tiada berketentuan, urusan didunia mengapa selalu bergolak. Digunung Pa- bong-san, tiada terdapat tempat luang, namun penghidupan tenang dengan nikmatnya."

Hati Tong Ko tersentuh dengan kata2 dalam sajak itu. Tak berapa lama kemudian, tampaklah The Go keluar dengan duduk didalam sebuah kursi. Dia membawa seperangkat pakaian yang bertuliskan darah.

"Sebenarnya apa yang telah terjadi pada Ing-ji?" katanya sembari angsuran pakaian itu kepada Tong Ko. Tong Ko segera mengetahui bahwa pakaian itu adalah bekas yang dipakai The Ing tempo hari. Dikenalinya tulisan yang terdapat diatas pakaian itu serupa gayanya dengan robekan baju yang dibawanya.

"Untuk mengetahui tempat beradaku, harap tanyakan pada Tong Ko." Demikian bunyi tulisan darah itu. Sudah tentu Tong Ko menjadi keheranan juga, ujarnya: "Aku sendiripun tak tahu dimana beradanya, bagaimana la minta paman dan bibi tanya padaku?"

"Pakaian itu dibawa pulang oleh seekor gin-si-kau. Sewaktu menulis ini, mungkin dia mengira kalau kau dapat memberitahukan halnya kepada kami," kata The Go.

Tong Ko ketarik akan sikap orang yang tak menaruh dugaan jelek kepadanya. Tapi benarkah. The Go begitu murah hati terhadap seseorang yang baru dikenalnya? Bukan, bukan demikian. Sebagai seorang persilatan yang banyak makan asam garam pergolakan hidup, pula dengan memiliki pikiran cerdas dan pandangan tajam, dapatlah The Go meneropong peribadi seseorang. Dia yakin Tong Ko itu seorang pemuda yang lurus jujur jadi dipercaya tentu takkan berbuat sesuatu yang merugikan anak gadisnya. Sebagai seorang ayah, The Gopun serupa juga. Dia dapat melakukan pembalasan hebat  pada orang yang mencelakai anaknya. Dan inipun berlaku juga pada Tong Ko.

Dengan terus terang Tong Ko tuturkan  pengalamannya selama ini. Dari mulai "dijual" oleh kawanan sikaki satu Sin Tok, kebinasaan putera Tio Jiang, hingga dirinya dpaksa loncat turun dari puncak, lalu pertemuannya dengan The Ing didalam lembah kemudian terperangkapnya mereka berdua didalam goa yang dihuni siwanita aneh itu.

Ketika mendengarkan tentang diri siwanita  aneh dalam goa itu, tiba2 berobahlah wajah The Go.

"Sio-lan, tahukah kau siapa kiranya wanita dalam goa itu?" tanyanya kepada sang isteri.

"Entahlah, aku tak dapat menduganya!" sahut yang ditanya.

"Adakah paman The mengenalnya?" tanya Tong Ko dengan terperanjat. The Go hanya menghela napas panjang dan minta Tong Ko meneruskan ceritanya.

Tong Ko terus lanjutukan penuturannya  bagaimana dia ditolong Tio In, lalu peristiwa antara Tio Jiang dan puteranya (Tay-keng), sampai akhirnya dia memperoleh hadiah golok pik-li-to dari Sik Lo-sam, lalu dia kembali kegua siwanita, kemudian pertempurannya dengan Liat Hwat cousu tadi.

"Engkoh kecil, tidakkah kau merasa bahwa wajah dari siwanita dalam goa itu seperti pinang dibelah dua  dengan kau?" tanya The Go.

Tong Ko terbeliak. Teringat tempo hari Siau-beng- siang Tio Jiangpun pernah mengatakan bahwa teringat akan wajah seseorang, maka dia (Tio Jiang) tak tegah membunuhnya. Dan kini The Go pun mengatakan ha! itu. Tak terasa dia mengenangkan wajah wanita aneh itu

........ ya, memang raut wajah wanita itu mirip sekali dengan dirinya. Dan mengangguklah dia selaku tanda mengiakan pertanyaan The Go tadi.

Seketika wajah The Go makin muram, ujarnya: "Siao- lan, kukuatir kali ini Ing-ji akan mengalami nasib yang malang!"

"Mengapa?" seru Siao-lan dengan amat terkejut.

Tapi The Go segera alihkan pertanyaan pada Tong Ko: "Apa kata kalangan persilatan tentang perbuatanku tempo dahulu melantarkan seorang gadis jelita?"

"Entahlah, tak pernah kudengarnya," sahut Tong Ko. Tapi dalam pada itu Siao-lan. segera menyelutuk dengan kagetnya: "Kau maksudkan Ing-ji jatuh ketangan Say- hong-hong Bek Lian?"

Serentak teringatlah Tong Ko bahwa Say-hong-hong Bek Lian itu adalah suci dari Siau-beng-siang Tio Jiang. Tapi entah bagaimana, nona itu telah menghilang tak berbekas. "Tentu dianya. Bek Lian benci sekali padaku. Kalau Ing-ji jatuh ketangannya, masakan ia akan mendapat pengampunan?" kata The Go pula. Habis itu, dia melambai pada Tong Ko seraya berkata: "Engkoh kecil, apakah benar kau ini orang she Tong?"

Tong Ko tersirap, sahutnya: "Apakah she-ku yang sebenarnya, aku sendiripun tak tahu. Yang kuketahui sejak kecil mula aku dipelihara oleh keluarga she Tong....

paman The, tadi kau katakan aku ini mirip dengan Say- hong-hong Bek Lian. "

Adanya Tong Ko mengajukan pertanyaan begitu karena teringat tempo hari Tio Jiangpun pernah mengatakan begitu tentang dirinya. Dan ini menimbulkan suatu dugaan dalam hatinya. Tapi belum lagi dia sempat melanjutkan kata2nya, The Go sudah lantas alihkan pembicaraan kepada sang isteri, serunya: "Siao-lan, ayuh kita segera menuju ke Lo-hu-san. Gin-si-kau itu mempunyai hidung yang tajam, tentu dapat membawa kita ketempat mereka berdua!"

Siao-lan ber-kaca2 air matanya. "Benar ia benci padamu, tapi tiada sangkut pautnya dengan Ing-ji!" katanya dengan suara sember.

Tong Ko tak mengerti apa maksudnya kata2 yang dibawakan ke dua suami isteri itu, karena dia tak mengetahui riwayat mereka dahulu. Sementara itu The Go mengulangi lagi maksudnya hendak berangkat ke Lo- hu-san seketika itu juga.

"Kalau jiwi pergi kesana. akupun ikut juga, sekalian untuk mencari tahu keadaan  nona In. Entah apakah Siau-beng-siang Tio Jiang sudah berangkat menyusulnya belum?" kata Tong Ko. Tapi hal itu dicegah The Go. "Kau masih menjadi orang yang dicurigai, mengapa berjerih payah begitu? Lebih baik kami saja yang bantu menyirapi berita itu untukmu dan kau boleh beristirahat meyakinkan ilmu silat disini. Akan kuberikan padamu kitab pusaka yang kudapatkan pada belasan tahun berselang. Sekalipun pergi pulang aku  hanya memerlukan kira2 satu bulan lamanya, tapi mengandal kecerdasanmu, kupercaya kau tentu akan memperoleh kemajuan yang pesat. Nah, bagaimana pendapatmu?"

Tong Ko rasakan nasehat The Go itu memang benar. Karena kepandaiannya masih rendah itulah maka setiap kali dia tentu menderita dihina orang. Bahwa orang telah begitu baik hati untuk menolongnya, dia sangat  berterima kasih sekali, The Go suruh Siao-lan ambilkan sebuah kitab tipis. Tapi ketika Tong Ko menerimanya, dia segera menjadi terperanjat sekali. Kiranya kitab itu berjudul "Tat Mo cingco cap-pwe-si" atau 18 gaya semadhi dari Tat Mo. Terang itulah karya dari guru besar Tat Mo tentang pelajaran ilmu lwekang. Belum pernah Tong Go menjumpai kitab pusaka semacam Itu. Saking terharunya atas budi orang, dia segera ter-sipu2 berlutut untuk menghaturkan terima kasih.

"Kitab ini hanya terisi 72 buah gambaran, tiada keterangannya sama sekali. Belasan tahun lamanya, tetap aku belum dapat meyakinkan seluruhnya. Kuharap kau tak temaha mempelajarinya. Dapat berapa sudahlah, jangan paksakan diri. Dipondok sini terdapat cukup bahan makanan, pula tak nanti ada orang dapat berkunjung kemari, tenang2 sajalah kau belajarl"

Habis berkata begitu, The Go lalu memanggil kera gin- si-kau dan bersama Siao-lan, dia lalu tinggalkan pondok itu. Bolak-balik Tong Ko membuka lembaran kitab itu, namun dia tetap tak mengerti. Sampai malam hari, dia belum mendapat apa2. Saking lelahnya, dia tidur dengan memeluk kitab itu.

Keesokan harinya, kembali dia mulai mempelajari kitab itu, namun tetap seperti kemarin. Keadaan itu berjalan sampai seminggu lamanya. Akhirnya dia ambil putusan untuk melakukan semadhi menurut petunjuk gambar. Tapi dalam persemadhiannya itu, hatinya serasa bergolak. Sebentar memikirkan tak betah tinggal disitu lebih lama lagi, sebentar hendak menyusul Tio In, mencari The Ing di Lo-hu-san, dan pada lain saat merenungkan tentang golok pik-li-to yang luar biasa itu. Makin hendak menenangkan pikiran, makin gundah resah hatinya.

Akhirnya Tong Ko insyaf, tak boleh keliwat memaksa diri. Kitab disimpan dalam baju, mengemasi sedikit ransum, meninggalkan sepucuk surat pada The Go lalu dengan membawa liong-kau-pian dia berangkat menuju ke Thiat-nia. Hendak dia mencari tahu adakah golok pik- li-to dan ilmu permainannya it-guan-to-hwat yang sakti itu sudah jatuh ditangan Liat Hwat cousu?

---oo<dwkz0tah>oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar