Heng Thian Siau To BAGIAN 11 : MENDAPAT ILMU

 
BAGIAN 11 : MENDAPAT ILMU

Menjelang terang tanah, tubuhnya serasa sakit bukan kepalang. Saking tak kuatnya menahan, dia hendak berbangkit. Tapi pada saat itu se-konyong2 terdengar orang berseru: "Disinilah!"

Kejut Tong Ko seperti disambar petir. Kalau saja yang datang itu Tay-keng, habislah sudah tentu riwayatnya. Bum....., sesosok tubuh yang luar biasa tinggi dan besarnya, dari atas wuwungan jatuh kedalam ruangan situ. Dan berbareng pada saat itu seorang bertubuh kate juga menobros masuk. Waktu masih melayang diudara tangan sikate itu sudah lancarkan 3 buah serangan pada sitinggi besar tadi.

Siraksasa itu menghindar kesana berkelit kesini. Tapi dikarenakan ruangan situ sempit, jadi dia segera dapat melihat Tong Ko disitu.

"Hai, kau juga berada disini?!"

Tengah dia berseru itu, sikate sudah menginjak lantai dan buk, dia hantam pantat sibesar itu siapa dengan berkuik kesakitan berseru keras2: "Bedebah, berani kau menyerang orang secara membokong?"

Kini tahulah sudah Tong Ko siapa kedua orang yang datang itu. Itulah Sik Lo-sam dan Soa-kim-kong. Diam2 dia merasa girang. Benar kepandaian kedua orang itu tak terpaut banyak dengan Tio Jiang, tapi kalau mereka berdua mau bersatu tentu hebat hasilnya.

"Jiwi cianpwe.......jangan berkelahi! Aku terluka berat, lekas tolongi!" Tong Ko paksakan diri berseru. Terhadap kedua orang limbung itu, tak perlulah kiranya dia main sungkan lagi. Dan benar juga kedua orang limbung itu tertawa mengekeh.

"Ha...., ha......, bagus! Seorang separoh!" mereka melangkah menghampiri dan tepat seperti tatkala diatas batu besar dalam lembah, mereka masing2 lalu mencekal tangan kanan dan kiri Tong Ko.

Terima kasih Tong Ko sukar dilukis. Diapun cepat2 kerahkan semangatnya. Hampir sehari semalam kedua orang limbung itu menyalurkan lwekang masing2 ketubuh Tong Ko. Saking lelahnya tuhuh mereka sama bersimbah peluh (mandi keringat). Tong Ko tak tega melihatnya, lalu geliatkan sepasang tangannya untuk berbangkit. Dia tak tahu sama sekali, karena ingin dianggap menang, kedua tokoh limbung itu kerahkan penyaluran lwekangnya, hingga hampir 7 bagian lwekang mereka masuk ketubuh Tong Ko. Maka begitu Tong Ko gerakkan tangannya tadi, kedua orang limbung  itu sama2 terjerembab jatuh.

Saking kagetnya Tong Ko sampai menjerit serta buru2 memapah mereka, tapi sitinggi dan sikate  itu goyang2kan tangannya seraya berseru: "Tak apa, coba katakanlah, kepandaian siapa yang lebih unggul?"

"Cianpwe berdua sama2 memiliki ilmu yang sempurna, hopwe sukar untuk memutusi!" sahut Tong Ko.

Kedua orang limbung itu saling berpandangan satu. sama lain dengan melongo.

Tiba2 Soa-kim-kong Ciang Tay-lo menarik sebuah jwan-pian warna merah dari pinggangnya: "Siaucu, dengarlah! Pian ini adalah milik Yan-peng-gun-ong The Seng Kong yang disebut Liong-kau-pian, lemas dan tahan segala tabasan. Kuserahkan ini padamu beserta imu permainannya pat-siat-pian-hwat. Sikate itu tentu tak dapat menandingi pemberianku ini!"

Serempak berdirilah Sik Lo-sam, serunya: "Bagus!" Tanpa berkata apa2 lagi dia terus melesat pergi.

Bermula Tong Ko menolak pemberian Soa-kim-kong itu, tapi setelah dipaksa oleh orang limbung itu, terpaksa dia menerimanya juga.

"Nah...!, dengarlah: jurus pertama disebut ko-lo-ki-lo (orang tua menunggang keledai) !" seru Sitinggi sembari ayun tangannya. Tapi demi didapatinya tangannya sudah kosong karena piannya sudah di berikan kepada Tong Ko, dia meringis seperti monyet.

"Senjata pian meskipun hebat, tapi ilmu permainannya jauh lebih berharga. Telah kukatakan kuberikan padamu, tentu kuberikan sungguh2, huh....., mengapa kau tetap memeganginya saja?" gerutu si Malaekat Tolol itu panjang pendek. Tu! lihat, betapa limbung pikirannya. Liong-kau-pian dia sendirl yang memberikannya kepada Tong Ko, tapi kini persalahkan Tong Ko tipis kepercayaannya.

Sudah tentu Tong Ko tak mau berbantah lalu serahkan pian itu kepada silimbung. Begitulah sejurus demi sejurus dia telah mainkan 8 buah jurus, yakni "Sian-cu-jui-siau"; "sian-kho-yan-hoa"; "kok-ciu-pang-wu", "thiat-kuay-may-

cin"; "tun-yang-hui;kiam"; "ho-ho-te-lan" dan "ciong-li- hud-si".

Limbung orangnya, tapi ternyata si Malaekat Tolol itu memiliki suatu ilmu kepandaian yang luar biasa. Apa yang diunjukkan tadi, sungguh2 sakti. Setiap jurus dipecah lagi menjadi 8 bagian jadi semua jadi mempunyai 8 x 8 gerak perobahan yang sukar diduga orang. Jwan-pian atau ruyung lemas itu, ada kalanya lemas lunglai macam dahan puhun liu yang menjulai, tapi ada kalanya menderu2 laksana seekor hay-kau-liong (naga bertanduk satu) muncul dari dalam laut. Tong Ko sampai ter-longong2 mengawasi. Dua jam lamanya dan haripun sudah terang tanah, barulah si Tolol itu mengakhiri permainannya. Intisari rahasia permainan pian itu, satu per satu diterangkannya kepada sianak muda.

"Ilmu permainan pian ini, kuperoleh semasa kumendapat pian liong-kau-pian itu. Suhuku, Cui-kui (setan arak) Jui Wi, sengaja menciptakan ilmu permainan pian itu hasil pengolahannya dari ilmu pukulan pat-sian- ciang (pukulan 8 dewa). Hampir separoh hidupku kugunakan untuk meyakinkan ilmu itu, maka jangan pandang remeh padanya!" kata Soa-kim-kong.

Tong Ko menurut dan memainkan pula permainan itu satu kali. Begitulah tak terasa, 3 hari terus menerus Tong Ko dilatih Soa-kim-kong. Karena dasarnya cerdas, fahamlah sudah Tong Ko akan permainan pian itu.

Hari itu sudah menjelang malam pula dan berkatalah Ciang Toa-lo: "Ho... ho..., entah kemana perginya sikate itu, tapi rasanya tak  nanti dia dapat mengungkuli hadiahku itu, benar tidak?"

Tong Ko masih tak percaya kalau seorang tokoh macam Sik Lo-sam mau mengikari janji tak datang lagi. Tapi menunggu sampai tengah malam dan Ciang Toa- lopun habis kesabarannya; tetap sikate itu  belum muncul. Mereka lalu keluar pintu untuk melongok keluar. Hai, apa itu? Nun jauh disana, tampak ada segulung sinar ber-kilau2an laksana sebuah bola api. Teng-liong (lampion)?

Bukan, tak mirip dengan teng-liong. Secepat kilat, benda aneh itu makin mendekati dan cahayanyapun makin gilang gemilang menyilaukan mata dan ketika sudah tiba hampir2 mata Tong Ko tak kuat dibukanya.

Ha...., ha...., demikian gelak tertawa sikate dan orangnyapun sudali tampak berdiri dihadapannya. Benda bercahaya itu, kiranya dia yang membawa.

"Bocah gede, coba lihat apa ini?" tanyanya kepada Soa-kim-kong.

Ketika Tong Ko dan Soa-kim-kong mengawasinya, kirania sikate itu telah membawa sebatang lian-to (golok yang bentuknya macam sabit). Mata senjata itu putih seperti perak yang ber-kilap2 cahayanya. Maka waktu dimainkan oleh sikate tadi, telah menjadi segulung sinar putih yang ber-kilau2an. Sudah tentu kedua orang itu menjadi kaget tak terkira.

"Ay-ko-ji (kate), golok apa sih itu?" tanya si Tolol.

Sik Lo-san mendongok dengan wajah ke-bangga2-an sambil menatap wajah yang murung dari lawannya itu. "Inilah yang disebut It-thian-pi-lik-to !"

"Bagus, golok luar biasa! Ay-ko-ji, dari mana kau peroleh golok itu?" mau tak mau si Soa-kim-kong menghambur pujian.

"Huh, siapa sudi mengatakannya" sahut Sik Lo-sam dengan wajah merah jengah. Tampak perobahan wajah sikate, tahulah Tong Ko bahwa menilik dari gerak geriknya yang aneh, tentulah golok Itu berasal dari hasil mencuri.

"Tidak, harus mengatakan!" Ciang Tay-lo mendesak. "ya...., ya...., bilang ya bilang," akhirnya Sik Lo-sam

mengalah, "golok ini pada 20 tahun yang lalu kucuri dari kepala suku Thiat-theng-biau dipegunungan Sip-ban-tay- san !"

Memang dugaan Tong Ko tadi benar. Dari bentuknya yang begitu kemilau, terang ketajaman golok itu. tak dibawah pi-i-song-hong (sepasang pedang yap-kun-kiam dan kuan-wi-kiam. Waktu Tong Ko menyambuti golok mujijad itu dari tangan Sik Lo-sam, diluar dugaaan golok itu ringan seperti tak mempunyai berat sama sekali. Tangkai golok Itu berwarna hitam, ujung tangkai yang diikat dengan sehelai benang sutera perak itu terdapat beberapa tulisan yang. berbunyi "kian thian pik li to, ho ping sam lian cu". Kian-thian pik-li-to artinya golok yang menggoncang dunia; sedang Ho Ping sam lian cu maksudnya dibuat pada tahun Ho Ping yang ke 3.

Ho Ping adalah perhitungan tahun pemerintahan baginda Han Seng-te, maka menghitunglah Tong Ko, hai......, kiranya golok itu usianya sudah 1600 tahun. Namun keadaannya masih sedemikian gilang gemilang, entah terbuat dari pada bahan logam apa?.

"Ay-ko-ji, aku tak dapat menandingi golokmu itu. Kau ajarkan sekalian ilmu permainannya kepada anak itu!" akhirnya dengan ter-bata2 Soa-kim-kong Ciang Tay-lo mengaku kalah. Sik Lo-sam tertawa bangga, girangnya seperti putus lotre.

"Jadi kau mengaku kalah?"

”ya, aku kalah!" sahut Sce-kim-kong.

Maka bertepuklah Sik Lo-sam seperti orang getun serunya: "Cialat, aku sendiripun tak tahu permainan golok itu! Setelah mendapat golok itu, tak  berani kumenginjak Sip-ban-tay-san lagi. Suku Thiat-theng-biau itu amat lihay, siapa yang berani main2 dengan merekal"

Tapi pada lain detik dia segera men-jerit2 seperti orang gila: ”Hurah...., aku menang! Aku menang. !"

Tanpa pamitan lagi, dia terus ngacir pergi, lari ber- jingkrak2.

Ciang Tay-lo menghela napas. "Golok luar biasa, ya memang luar biasa sekali Coba pinjamkan padaku, biar kuperiksanya!"

Tong Ko mengangsurkan dan begitu menyambuti Ciang Tay-lo lalu menebas sebatang puhun kecil yang berada didekat situ. Golok menobros ditengah batang puhun, tapi lewat beberapa detik barulah puhun itu bergoyang rubuh. Dari percobaan itu dapatlah diketahui, betapa tajamnya golok pusaka itu.

Demi melihat Soa-kim-kong suka sekali akan golok itu, tak ragu2 lagi Tong Ko segera hendak menyerahkannya: "Kalau cianpwe menyukai, ambillah golok itu!"

"Sungguh?" sahut Soa-kim-kong dengan kegirangan.

"Masakan aku berani mempermainkan cianpwe!"

Beberapa kali Soa-kim-kong membolang-balingkan golok pusaka itu untuk memeriksanya. Tapi pada lain saat tiba2 dia berkata: "Sungguhpun aku suka  sekali akan pusaka ini, namun tak dapat aku meminta benda kepunyaanmu. Nah, ini kukembalikan dan selamat tinggal!"

Berbareng dengan lontarkan golok itu kearah Tong Ko, orang Tinggi besar yang limbung itu angkat kaki seribu. Tong Ko hendak mengejarnya, tapi toa-ko-ji atau si Bocah Gede itu sudah tak kelihatan bayangannya lagi. Apa boleh buat, terpaksa Tong Ko kembali. Setelah disimpannya dengan hati2 golok itu, dia lalu masuk tidur.

Keesokan harinya ketika terbangun, tiba2 dia merasa ada sesuatu yang luar biasa.

---o<dwkz>0<tah>o--- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar