Bentroknya Rimba Persilatan Jilid 01

 
HARI BARU TERANG, matahari yang baru terbit itu menyinari puncak "Hwe Ing" yang sangat curam dan diliputi oleh kabut. Seorang anak laki-laki yang berusia 8-9 tahun tampak mendekati puncak tersebut, sepasang tangannya yang bulat memandang terpesona pada kuil kuno yang terdapat di atas puncak gunung itu, ia menghela napas lega. Pada paras mukanya tampak rasa terkejut dan gembira. Setelah berhenti sejenak, ia mulai mendaki tebing itu kembali. Kuil kuno itu tampak berdiri tegak di bawah sinar matahari sunyi senyap tak terdengar suara sedikitpunjua, se-akan2 tak terdapat seorangpun di dalam kuil itu, ia berhenti sejenak sambil memejamkan matanya, Kemudian menaiki tangga batu dan masuk ke dalam ruangan Kuil dengan perlahan- lahan.

Ditengah-tengah ruangan kuil yang besar itu duduklah seorang tua yang rambutnya sudah putih semuanya dengan muka menghadap pada pintu masuk kuil. Ketika melihat anak laki-laki itu memasuki ruangan kuil, ia memandang dengan sinar mata yang dingin, paras mukanya tak mengunjukkan perasaan sedikitpun jua. Anak laki-laki itu mengangkat kepalanya and dengan mata penuh air mata dipandangnya orang itu, kemudian berlututlah ia dengan perlahan-lahan.

orang tua itu memandangnya dengan dingin sambil berkata: "Apakah engkau datang untuk belajar ilmu silat?" Tiap-tiap kata yang diucapkannya itu sangat jelas dan suaranya menggema di dalam ruangan kuil itu sehingga suasana di tempat itu diliputi oleh napsu pembunuhan-

Anak laki-1aki itu menundukkan kepalanya dengar tidak mengeluarkan sepatah katapun juga, dengan diam-diam ia telah mengakuinya. orang tua itu tertawa dengan suara yang tak wajar, dia berkata.

"Apakah kedua orang tuamu telah dibunuh orang dan engkau akan belajar ilmu silat untuk menuntut balas?" setelah berkata ia mendengus.

Anak laki-laki itu mengangkat kepalanya dan dengan bercucuran air mata, berkatalah ia. "Boanpwe Boen ching mohon sudilah locianpwe melepas budi untuk menerima boanpwe sebagai murid."

orang tua itu memandang anak laki-laki yang bernama Boen ching, mukanya yang halus mungil itu telah penuh dengan air mata, kemudian mendengus dengan dingin dan berkata. "Apakah engkau tidak mengetahui sifat-sifatku? Kalau engkau tidak segera pergi, akan kubunuh di bawah telapak tanganku.."

Anak laki2 itu tertawa sedih dan berkata:

"Boanpwe sudah tahu semuanya. Tetapi kalau loelanpwe tak mau menerima boanpwe sebagai murid boanpwe juga akan mengalami kematian, lebih baik mati di bawah telapak loelanpwe masih lebih berharga", ia berkata dengan mantap dan airmata membasahi pipinya.

orang tua itu mendengus dan berkata: "Mengapa engkau hanya mempunyai jalan kematian? Siapa yang membunuh kedua orang tuamu?"

Boen ching mengangkat kepalanya dan berkata. "Pat Huang Sin Mo".

orang tua itu tersenyum mengejek, di matanya Pat Huang Sin Mo bukan merupakan apa-apa, tetapi pada waktu itu yang dapat mengalahkan Pat Huang Sin Mo cie Uh Chan ada berapa orang? Kiranya hanya dia seorang.

Berpikir sampai di sini tanpa terasa terlintaslah di wajahnya senyum penuh kebanggaan- Dia memandang Boen ching sejenak dan berkata dalam hatinya. "Meskipun anak ini sangat menyenangkan tetapi aku telah membuat peraturan yang tak dapat ku langgar sendiri, aku harus membunuh mati dia".

Boen ching memandang orang tua itu dalam hati kecilnya ia sudah dapat menerka apa yang akan dikerjakan oleh orang tua itu. ia mengangkat badannya pelahan-lahan dan berdiri mematung di sana dengan tidak merasa gentar sedikitpun-

orang tua itu mengerutkan alisnya, anak di depan matanya itu ternyata dapat menebak apa yang dipikirkan olehnya. Hal ini membuat sangat terkejut. Dalam hatinya timbul rasa iri, maksud untuk membunuh Boen ching menjadi lebih teguh. Waktu hendak mengangkat tangannya tiba2 telinganya menangkap suara lain yang menarik perhatiannya. Hal ini membuatnya mau tak mau harus melepaskan segala gerak gerik Boen ching dan memandang pada pintu kuil.

Terdengar suara yang sangat perlahan dan dalam ruangan kuil itu telah bertambah dengan tujuh orang sastrawan yang masing2 menyoren sebilah pedang pada pundaknya.

Boen ching sangat terkejut, dia segera mengerti apa yang akan dikerjakan oleh tujuh orang itu dan dengan perlahan- lahan ia mengundurkan diri ke ujung kuil itu.

Ke tujuh orang itu memandang sejenak ke seluruh kuil. Boen ching tak dipandang sebelah matapun oleh mereka. Tetapi demi melihat didalam kuil itu selain si orang tua dan Boen ching tidak terdapat orang lain lagi, pada muka ke tujuh orang itu tampak rasa terkejut:

orang tua itu tertawa dingin, matanya memandang ke tujuh orang itu dan berkata. :Thian San ciet Kiam hari ini datang kemari apakah ingin membereskan aku si orang tua?" selesai berkata ia senyum mengejek.

Ke tujuh orang yang dijuluki Thian San ciet Kiam itu memiliki ilmu silat yang tinggi. Kali ini mereka bertujuh diundang oleh tujuh partai besar untuk menghadapi orang yang memiliki ilmu silat tertinggi pada waktu itu yakni Thian Jan shu. Mereka sengaja datang terlambat tetapi masih tetap tak tampak tujuh partai besar hadir di situ. Mereka merasa tertipu, tetapi ketika mendengar Thian Jan Shu begitu memandang rendah mereka menjadi gusar.

Ketua dari Thian San chiet Kiam mendengus dan berkata. "Thian Jan Shu, engkau tidak jelas dari golongan murni atau dari golongan sesat, orang2 dunia kangouw sudah lama berniat untuk menyingkirkanmu".

Thian Jan Shu tertawa terbahak-bahak, sejenak kemudian dia berkata. "orang-orang dunia kangouw mempunyai niat buruk menyingkirkan aku? Kalau begini kamu tujuh orang tertipu dan datang kemari untuk menahan pos yang pertama". Sebelum Thian San chiet Kiam sempat menjawab, Thian Jan Shu tertawa lagi dan berkata:

"Katanya Thian San Pay telah dapat menandingi partai besar sejak munculnya kamu bertujuh, Hari ini aku ingin melihat sampai dimanakah kepandaian kalian".

Dalam hati tujuh orang itu sebenarnya merasa jeri terhadap Thian Jan Shu yang telah menggetarkan sungai telaga, tetapi demi mendengar Thian Jan Shu menyinggung nama Thian San pay yang dapat menandingi 7 partai besar semangat mereka menjadi berkobar dan mereka membatin- "Kamu 7 partai besar sebenarnya iri terhadap Thian San pay kami. ini hari kami bertujuh akan membereskan Thian Jan Shu, akan kami lihat kamu dapat berbuat apa" Berpikir sampai di sini semangat mereka menjadi terbangun dan berkata:

"Thian Jan Sun kami dengar kau merupakan seorang yang terkuat dalam puluhan tahun-ini hari kami bertujuh saudara ingin mendapatkan pengajaran darimu," sehabis berkata begitu mereka meloloskan pedangnya masing-masing hingga ruangan kuil itu dipenuhi dengan sinar pedang yang gemerlapan-

Thian Jan Sun menatap ke langit dan tertawa terbahak- bahak sehingga menggetarkan seluruh ruangan kemudian berkatalah ia dengan keras. "Telah lama aku tak bergerak, sungguh tak kusangka kamu bertujuh mempunyai semangat yang menyala-nyala". sehabis berkata demikian ia bangun berdiri dengan perlahan.

Thian San chit Kiam yang berhadapan dengan tokoh tinggi tersebut tidak berani memandang ringan- Kaki mereka segera bergerak mengurung Thian Jan Shu ditengah. Thian Jan Shu memandang ketujuh orang itu dan pada wajahnya tersungging senyuman mengejek. Begitu badannya bergerak dalam sekejap mata telah melancarkan tujuh kali pukulan- Ketujuh orang itu menangkis dengan pedangnya, tetapi segera mereka terhuyung mundur setindak, mereka menjadi terkejut, ketika melihat Thian Jan Shu berdiri di sana seolah-olah tak terjadi suatu apapun, dan berkata dalam hatinya. Thian Jan shu benar-benar bukan nama kosong, pada saat ini kiranya tiada orang kedua yang dapat mengundurkan kami bertujuh dengan mudah", Ketua dari Thian San chiet Kiam lalu mengangkat pedangnya dan ketujuh orang itu segera bergerak dengan cepat mengerahkan ilmu pedang Thian San pay yang paling lihay yaitu Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih" atau tiga belas jurus ilmu pedang mengejar mega memotong matahari untuk menyerang Thian Jan Shu. Thian Jan Shu tertawa dingin, kakinya segera bergerak dan dengan sepasang kepalannya ia melawan tujuh batang pedang.

Pada saat itu, kuil yang tadinya sunyi senyap segera diliputi oleh suara angin pukulan yang kencang dan sinar pedang yang menyilaukan mata.

Boen ching yang berdiri di pinggir memandang mereka yang sedang bertempur dengan terpesona.

Thian Jan Shu disamping menggunakan pukulannya untuk mendesak serangan tujuh batang pedang itu diam-diam berpikir. Dengan ilmu pedang mereka yang demikian lihay. tidak heran kalau Thian San Pay dapat meliputi tujuh partai besar. Berpikir sampai di sini, di mulutnya terlihat lagi senyuman mengejek

Tujuh batang pedang bersama-sama mengerubuti Thian Jan Shu, tetapi belum sampai jurus pedang digunakan seluruhnya, jalannya telah tertutup, Melihat hal ini ke tujuh orang itu menjadi terkejut, karena sejak turun gunung belum pernah mereka mengalami hal yang demikian- Thian Jan shu memandang ke tujuh orang itu dan melancarkan pukulan ke arah mereka dengan tiba-tiba, tetapi ternyata pukulan Thian Jan Shu itu hanya pukulan kosong belaka.

Ke tujuh orang itu segera mengambil tempat di sudut utara. Thian Jan Shu mengerutkan alisnya dan dia paham kalau ke tujuh orang itu segera akan mengerahkan seluruh jurus dari "Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih".

Pedang bergerak secepat kilat dan menyerang dengan ganasnya, tetapi tetap tak dapat mengenai Thian Jan Shu seujung rambutpun.

Thian Jan Shu tersenyum dan mendorongkan kedua tangannya ke depan, Thian San chiet Kiam segera menangkis dengan pedangnya, tetapi tiba-tiba pukulan Thian Jan Shu berubah arah sehingga badan Thian San chiet Kiam menjadi miring, letak kakinya berubah arah dan saling bertubrukan. Sungguh tidak terkira satu pukulan dari Thian Jan Shu ternyata dapat membuat diri ke tujuh orang itu salah menginjak tempat dan bertubrukan.

Se jurus kemudian barisan pedang menjadi kacau balau dan membuat Thian San chiet kiam dalam sekejap saja berada di bawah angin-

Ketika Thian Jan Shu akan memukul mati ke tujuh orang itu, terlintaslah suara pikiran dalam otaknya. Telah banyak tahun ia tidak menggerakan otot-ototnya. Meskipun tujuh orang itu tidak dipandangnya sebelah mata, tetapi dalam dunia kangouw juga dapat dihitung sebagai tokoh yang tinggi ilmunya. Mereka bertujuh dapat juga membuat dia melemaskan otot-otot yang telah kaku. Berpikir sampai di sini dia lalu berdiri diam tidak melanjutkan pukulannya.

Thian San chiet Kiam mengira mereka pasti mati tetapi ternyata Thian Jan Shu tidak melanjutkan pukulannya. Dalam hati mereka timbul rasa heran, apakah iblis ini tiba-tiba mempunyai rasa belas kasihan. Ketua dari Thian San chiet Kiam mengangkat pedangnya, tujuh orang maju selangkah ke depan dan mengeluarkan jurus Thian San Kiam atau tujuh pedang hawa sakti. Begitu dikerahkan jurus pedang yang tadinya cepat dan ganas segera berubah menjadi sangat lembut. ini adalah ilmu pedang yang sangat lihay yang disertai dengan lwekang.

Thian Jan Shu tertawa keras dan berkata. "Yang ini mungkin masih berarti" Tenaganya segera di kerahkan sehingga tiap pukulannya mengeluarkan angin yang kencang.

Makin lama Thian San chiet Kiam makin gugup, Kalau pada pertempuran yang tadi Thian Jan Shu kebanyakan menjaga diri daripada menyerang maka kali ini ia membalas dengan serangannya sehingga tujuh orang itu tak dapat bertahan lagi.

Makin lama bertempur Thian Jan Shu menjadi makin bersemangat. Tampak badannya berkelebat disertai dengan tertawanya. Meskipun Than San chiet Kiam memiliki ilmu pedang yang tinggi, tetapi dalam mata Thian Jan Shu, orang aneh dalam dunia kangouw selama puluhan tahun ini, bukanlah merupakan apa-apa.

Sekejap kemudian Thian Jan Shu telah menotok jalan darah ke tujuh orang itu dan bersama suara tertawanya ia telah kembali ke tempatnya semula. Menurut suara hatinya, segera ia akan membunuh tujuh orang itu tetapi pikirannya segera berubah. Tujuh orang bersama-sama menjagoi Tionggoan, mungkin masih ada ilmu-ilmu lain yang belum sempat dikeluarkan- Aku akan lihat Thian san chiet Kiam masih mempunyai ilmu-ilmu yang lain atau tidak. Di bawah pandangan mataku ilmu silat di dunia persilatan sudah tidak ada artinya. Berpikir sampai di sini, Thian Jan Shu  memandang tujuh orang itu dan tersenyum. Badannya segera berkelebat membebaskan totokan Thian San chiet Kiam.

Thian San chiet Kiam tidak mengira kalau ilmu silat Thian Jan Shu sedemikian tingginya, ternyata melebihi dari apa yang telah mereka dengar. Thian Jan Shu yang melihat tujuh orang itu memandangnya dengan sinar mata terkejut, tertawa dengan senang. Dalam hati berpikir: Tujuh orang ini sudah kukalahkan- Di tinggal juga tak ada gunanya. Lebih baik kubunuh saja.

Siapa tahu, belum sampai tertawanya berhenti, dibelakang desiran angin yang menyerang ke badannya. Dalam hati Thian Jan Shu berkata: "Segala macam senjata rahasia akan menyerang aku? Kalau tidak kutunjukkan ilmu simpananku, mungkin kamu matipun tidak meram".

Dia masih menghadap ke langit sambil tertawa tidak henti- hentinya. Tiga desiran angin yang menyerangnya telah menyentuh belakang bajunya dan mengancam tiga jalan  darah penting dipunggungnya yaitu, "Tjle Tong To", "Beng Bun To" dan "Ling Tay To". Dia segera berhenti tertawa dan mengerahkan tenaga Khie-kangnya untuk mementalkan senjata rahasia yang menyerangnya.

Mendadak muka Thian Jan Shu berubah dan menunjukkan rasa ngeri dan jeri. Senjata rahasia itu ternyata dapat menembus hawa Khi-kang yang melindungi badannya. Dia tak mengira kalau bisa terjadi peristiwa demikian mendadak. Ternyata tenaga Khi-kang yang melindunginya menjadi tak berguna. Badannya menggigil karena tiga jalan darah penting punggungnya telah terkena senjata rahasia.

Mukanya menjadi pucat, lalu ia membalikkan tangannya untuk mencabut satu senjata rahasia tersebut, senjata rahasia itu memancarkan sinar yang gemerlapan, panjangnya lima inci. Ternyata itu adalah pusaka "Thian Liong Suo" yang telah lama lenyap dari dunia kangouw.

Sungguh tak dinyana dapat muncul ditangan Thian San chie Kiam dan karena terlalu memandang ringan lawannya sehingga dirinya menjadi korban-

Thian San chiet Kiam juga terkejut, sungguh tak mereka sangka-sangka setelah terkena senjata rahasia "Thian Liong Suo" pada tiga jalan darah yang terpenting. Thian Jan Shu masih berdiri teguh. Mereka tak berani banyak berpikir, segera mengangkat pedang dan maju menyerang.

Thian Jan Shu yang mengalami luka parah ketika melihat tujuh orang itu menyerang lagi, menjadi gusar sekali. Badannya meleset ke angkasa "Tan Ciang Hoat" atau ilmu pukulan Thian Jan- Terdengar suara jeritan ngeri, tubuh Thian San ciet Kiam terpental keluar kuil dan binasa disaat itu juga.

Thian Jan Shu yang sekali pukul telah membinasakan ke tujuh orang itu, pada mulutnya tersungging senyuman, dalam hati dia berpikir: " Kiranya ilmu silat sekarang ini hanya sampai di situ saja, aku satu kali pukulan ternyata dapat membunuh tujuh orang".

Tetapi sewaktu berpikir itu, punggungnya terasa sangat nyeri, suatu perasaan yang sukar dilukiskan terlintas di wajahnya dan dalam hati ia berpikir pula. "Apakah kiranya aku Thian Jan Shu harus mati secara demikian      tanpa suara dan

tanpa apa2 ? . . . dan semua ilmu silat yang kumiliki       harus

turut aku masuk ke liang kubur begitu saja "

Matanya menyapu ke seluruh ruangan kuil, Boen ching yang berdiri di sudut kuil itu masih tegak berdiri mematung dengan diliputi rasa terkejut oleh peristiwa yang baru saja berlalu.

Ternyata Thian Jan Su tidak melihat padanya, matanya memandang lurus pada hiolo kuno yang terdapat di sebelah kiri kuil, . . . tujuh buah hiolo kuno . . . mulutnya tersungging senyuman . . . sebelum mati dia akan meninggalkan seluruh ilmu yang dimilikinya, agar generasi yang akan datang mengetahui bahwa di dunia tak ada seorangpun yang dapat menandingi ilmu Thian Jan Shu sepersepuluhnyapun-

Berpikir sampai di sini, punggungnya terasa sangat sakit dan bertambah nyeri, dia mengerutkan dahinya menahan sakit. Boen ching tertegun di pinggir, lama baru ia menghela napas, dia memandang pada Thian Jan Shu. Tampak pada punggungnya tertancap dua buah senjata rahasia dari emas, disamping itu masih ada sebuah luka lagi yang darahnya masih mengalir terus.

Tetapi Thian Jan Shu terhadap semua ini seolah2 tidak menggubris, matanya memandang terpesona pada tujuh buah hiolo kuno yang terdapat di pinggir kuil itu.

Sesaat kemudian Thian Jan Shu melayangkan tubuhnya bagaikan angin, dan melewati pinggir ke tujuh buah hiolo kuno itu, kemudian kembali ke tempat semula dan duduk bersila.

Ke tujuh hiolo kuno itu mengeluarkan tujuh buah suara yang tak sama satu sama lain dan menggema ke seluruh tebing tersebut. Pada hiolo kuno itu tertera tujuh buah telapak tangan yang tidak sama dalamnya, tiap2 hiolo tertera sebuah telapak tangan-

Thian Jan Shu yang telah kembali ke tempat semula, matanya memandang terpesona pada ketujuh buah telapak tangan itu, mulutnya tersungging senyuman penuh kebanggaan mukanya menjadi lebih pucat.

Dalam hati ia berkata. Pada saat ini siapakah yang memiliki ilmu yang demikian tinggi Yang memiliki kecerdasan seperti aku? Siapakah yang dapat memahami ilmu silat yang tertera dalam tujuh buah telapak tangan itu? Siapa... siapa yang dapat memahami dan mengetahui rahasia tujuh buah hiolo kuno tersebut, itulah yang dapat menjagoi dunia ini tanpa tandingan-

Berpikir sampai di sini, tersenyumlah ia dan berpikir lagi. "Aku kira tak dapat melampauinya. "

Mendadak ia teringat pada Boen ching, anak kecil itu yang dapat menebak sebelumnya apa yang akan dilakukan olehnya, pandangan matanya beralih dan jatuh pada badan Boen ching. Ketika Boen ching nampak Thian Jan Shu begitu memandangnya, perlahan-lahan ia menggeserkan kakinya dan jalan menuju kehadapan Thian Jan Shu.

Dalam hati Thian Jan Shu diam2 terkejut, pikirnya. "Apakah kiranya anak kecil yang bernama Boen ching ini telah dapat menebak kehendakku?" Dalam hatinya segera timbul rasa geram terhadap anak itu.

setelah Boen ching sampai dihadapan Thian Jan Shu kemudian berlututlah dia.

Mata Thian Jan Shu memancarkan sinar dalam hati dia mendusin. " Kecerdasan anak ini tidak di bawahku, dan aku akan segera meninggalkan dunia yang fana ini, apa lagi ia masih anak-anak apakah sungguh di dunia ini ada orang yang kecerdasannya melebihi diriku? Berpikir sampai di sini dalam hatinya timbul rasa tidak puas.

Dia memandang pada Boen ching, mulutnya tersungging senyuman, dia berkata: "Apakah engkau ingin belajar ilmu silat?"

Boen ching angkat kepalanya memandang Thian Jan Shu kemudian tunduk kembali.

Thian Jan Shu memandang Boen ching, dia dapat menebak apa yang dipikirkan oleh Boen ching, pikirnya. Anak ini ternyata juga mempunyai rasa belas kasih. Begitu menyebut soal ilmu silat ia teringat pada Thian san ciet Kiam lalu berkata "Anak, engkau bisa bertemu dengan aku dan tidak dihukum mati, ini merupakan pengecualian dalam sepuluh tahun ini, sekarang Lohu tidak saja tidak akan memberi hukuman padamu, malah aku hadiahkan ketujuh hiolo kuno itu, dapat kau selidiki secara perlahan-lahan-"

Boen ching berlutut sambil berkata: "Terima kasih atas pemberian locianpwe" Thian Jan shu termenung sejenak dan berkata. "Pada hiolo kuno itu tertera ilmu silat yang tinggi, jika engkau dapat mempelajarinya tidak saja dapat menuntut balas, malah dapat menjadi jago nomor wahid di Bu Lim"

Selesai bicara ia angkat tangannya dan menekankan tangannya ke atas ubun2 Boen ching, Boen ching merasa seluruh badannya bergetar dan segera suatu arus panas mengalir seluruh tubuhnya.

Boen ching merasa bahwa arus panas itu menyebabkan seluruh badannya menjadi segar dan nyaman yang belum pernah dialami olehnya, pada mukanya timbul rasa terima kasih dan ia berkata.

" Locianpwe, boanpwe setelah meyakinkan ilmu silat itu, tentu akan menuntut balas bagi Locianpwe." Habis berkata ia lihat jidat Thian Jan Shu penuh keringat dingin, dan napaspun telah berhenti. Ternyata orang aneh yang disegani oleh orang- orang Bu Lim selama puluhan tahun dia telah meninggalkan dunia yang fana dan hanya meninggalkan tujuh buah hiolo kuno.

Boen ching perlahan-lahan berdiri, ketika ia akan melangkah menuju ke tujuh buah hiolo kuno itu, dalam kuil nampak berkelebat tujuh buah bayangan.

Boan ching menjadi terkejut, kemudian ia memandangnya, tampak tujuh orang itu terdiri dari dua orang Tosu, tiga orang berpakaian biasa seorang Hweslo dan seorang Nikou.

Ternyata mereka adalah para ciangbunjin dari tujuh partai besar persilatan, Tujuh orang itu segera duduk bersila, bagaikan tak melihat Boen elang.

Orang yang paling kanan, seorang Hweslo yang telah putih kumis dan alisnya menghela napas dan berkata. "Kita tujuh orang ternyata datang terlambat, sehingga Thian san chit kiam mati ditangan Thian Jan shu." orang yang membuka suara tadi adalah ciangbunjin dari Siauw lim pay, Hay Goattaysu, baru saja ia selesai bicara, yang duduk paling pojok kiri ciangbunjin dari Khong tong pay. Bu Kie cie dengan dingin berkata. "Benar, kita tujuh orang berjanji dengan mereka, tapi telah tiba terlambat satu jam."

Hay Goat terkejut dan berkata. "Apa? kita telah mengajak mereka datang lebih pagi satu jam?"

Bu Kie cie menjawab. "Benar" Dia melihat mayat Thian Jan shu sejenak. sungguh tak terkira olehnya kalau Thian Jan shu ternyata dapat gugur bersama-sama dengan Thian san chiet kiam, sebenarnya ia hanya mengharap Thian Jan shu terluka parah, kemudian tujuh orang bersama-sama turun tangan membunuhnya, bukankah hal itu suatu pahala yang besar? Tetapi sungguh tak terkira olehnya, pusaka yang telah lama lenyap dari bulim yaitu senjata rahasia "Thian Liong Suo" ternyata berada dalam tangan Thian san chiet Kiam.

Hay Goat Taysu merasa urusan ini sedikit tidak beres, matanya menyapu pada lima orang ciangbunjin lainnya, wajah lima orang itu sedikitpun tidak menampakkan perubahan, ia menjadi tertegun, kiranya Adalah demikian pikirnya.

ciangbunjin dari Go biepay, Gong Yun Suthay perlahan- lahan berkata. "Kini Thian Jan shu telah binasa, tetapi  ia malah meninggalkan ilmu silatnya pada tujuh buah hiolo Kuno itu"

Sambil berkata ia melayangkan pandangannya kepada enam orang lainnya. tampak Hay Gwat Taysu yang sedang tunduk berpikir keras, lima orang lainnya ternyata tak lepas- lepasnya memandang tujuh hiolo kuno itu. Begitu ia berteriak tujuh orang yang hadir di situ jadi terperanjat.

Ketua Khong tong pay Bu Kie chie yang duduk paling dekat dengan Boen- ching badannya segera bergerak sekali tangkap ia membawa Boen ching ke sampingnya, dengan tenang Boen ching menangkapnya. Bu Ke chie dalam hatinya terperanjat, dia tertawa dingin, terhadap enam orang lainnya dia berkata, "Urusan ini hanya kita orang yang boleh tahu." sambil berkata ia menyapu enam orang yang lain-

Tujuh orang itu merupakan ciangbunjin dari suatu partai besar di daerah Tionggoan, mereka tahu akibat apa yang akan terjadi jika urusan ini diketahui oleh orang lain-Tujuh orang bersama-sama memandang Boen ching, muka mereka diliputi oleh suasana yang tegang, Khong tong pay, Bu tong, Siauw lim, Go bie, Kun lun, Hoasan, Thiam cong. Partai mana yang tidak mau mempertahankan nama baiknya dalam Bulim?

Hay Goat Thaysu sekalipun untuk menjaga nama baik Siauw lim, diapun harus mengorbankan Boen ching .

Kedua mata Boen ching memandang bergantian pada tujuh orang ciangbunjin itu. Ketua Khong tong pay, Bu Kie chie, Bu tong pay, Siong Ko Too, Go bie pay Gong Yun Siucay, atau si Sastrawan berpedang emas chiang-Thian Yu, Thian cong pay.

"chiet po Tiu Hun Kiam, atau sijago pedang tujuh tindak pencabut nyawa cie Koen tie. Ketua Hoa sanpay "Sui Goat Ciang" atau sijago pukulan penghancur bulan Shiu cui suat dan terakhir ketua Siauw lim pay Hay Goat Thaysu.

Mereka itu telah mempunyai nama yang cemerlang di dunia kangouw sebagai seorang ciangbunjin ternyata dapat melakukan pekerjaan yang demikian rendahnya.

Tujuh orang yang dipandang oleh Boen ching sedemikian rupa, dalam hati mereka timbul perasaan yang tak enak.

Bu Kie chie tertawa dingin, setelah memandang sejenak pada Boen ching, ia berkata. Senjata rahasia "Thian Liong Suo" sudah tentu harus dikembalikan kepada Thian san pay" kemudian tertawa serak, terusnya.

"Mereka tujuh orang mengira setelah membawa senjata rahasia "Thian Liong Suo" tentu dapat menang lebih pagi satu jam, ternyata menjadi demikian akhirnya, sungguh harus kita hargai." selesai bicara ia tertawa dingin.

Enam orang lainnyapun dalam hatinya telah paham, Bu Kie chie berkata demikian adalah dengan maksud memberi tahu kepada mereka bahwa nanti pada orang-orang dunia kangouw mereka harus berbicara demikian juga, kalau tidak nama baik tujuh partai tak dapat dipertahankan-

Boen chin memandang tujuh orang itu, dia hanya tahu diantara tujuh orang itu, Seorangpun tidak mengijinkan dia turun gunung hidup, hidup, dia mengetahui urusan ini cepat pun tak ada gunanya.

Diantara tujuh orang itu, setiap orang dapat dihitung sebagai tokoh yang lihay dalam Bulim dan dia? Seorang anak berusia 8 -9 tahun setiap orang hanya perlu membalikkan tangannya saja telah dapat mencabut nyawanya.

Bu Kie chi nampak enam orang berdiam diri, dia tertawa dingin dan berkata: "Pada ke tujuh buah hiolo kuno itu tertera ilmu silat peninggalan Thian Jan Shu, sudah tentu kita tidak dapat membiarkan bocah ini yang mendapatkan, lebih baik kita tujuh partai masing-masing menyimpan satu hiolo, kiranya engkau enam orang berpendapat bagaimana?"

Boen ching tahu bahwa dia pasti mati, dengan gusar ia membentak: "Kamu semua kawanan perampok",

Mendengar hal itu, hati tujuh orang bergetar, Bu Kie chie mendengus, tangan kirinya segera mengerahkan tenaga, membuat Boen ching kesakitan dan keringatnya menetes keluar.

Bu Kie chie tertawa dingin, katanya. "Bocah ini bilang bahwa Thian Jan Shu telah menghadiahkan tujuh buah hiolo kuno itu kepada nya, sudah tentu dia anak muridnya Thian Jan Shu" Boen chiang menahan sakit, dengan gusarnya dia memaki... "Kamu kawanan perampok, tidak saja ingin merampok barangku, bahkan ingin membunuhku secara menggelap." Hati tujuh orang sekali lagi mendesir, "membunuh secara menggelap?"

ciangbunjin dari tujuh partai besar semuanya mengetahui bahwa mereka berbuat pekerjaan yang rendah ini jika tersebar sampai ke dunia kangouw, apakah orang-orang tujuh partai besar masih dapat tancapkan kaki mereka ke dunia kangouw?

Bu Kie chi mendorong tubuh Boen ching ke tengah ruangan, sedang tangannya segera menotok jalan darah di dagunya.

Terhadap enam orang lainnya ia hanya berkata.. "Kalau enam orang belum dapat berpikir suatu cara, tetapi aku mempunyai suatu cara yang sangat bagus."

Boen ching yang berdiri di tengah ruangan, matanya memandang tujuh orang itu berganti-ganti, perlahan-lahan ia menutup matanya, setetes air matanya mengalir melalui wajahnya, mati baginya tidaklah mengapa tetapi terhadap Pat Huang Sin Mo yang telah membunuh orang tuanya. bukankah selamanya ia tidak dapat menuntut balas terhadapnya?"

Ketua Bu tong pay, Siong Ko Tosu berkata "Too-heng mungkin akan memberi petunjuk, silahkan berbicara"

Bu Kie chie tersenyum, katanya. .. "Kita tujuh partai masing-masing mengambil sebuah hiolo kuno, tapi siapa dahulu dan siapa belakang sukar ditentukan, tidak lebih baik kita tujuh orang bersama-sama melancarkan pukulan, pukulan siapa yang terkena anak itu lebih dahulu, itulah yang mengambil pertama. Saudara apakah kiranya caraku ini dapat diterima?"

Enam orang berdiam tidak menjawab. Bu Kie cie tertawa terbahak-bahak sambil berkata. "Kalau begitu baiklah kita tentukan demikian"

Dalam hatinya telah mempunyai perhitungan, ia tertarik dari sebuah hiolo kuno, dalam hati dia berpikir aku akan melancarkan pukulan yang pertama, bukankah dengan demikian Khong tong pay akan menjadi pimpinan pada Bu lim?

Habis berpikir badannya berkelebat, telapak tangannya segera melancarkan serangan kearah Boen ching, kemudian memungut tiga buah senjata rahasia. "Thian Liong Suo," terhadap enam orang lainnya ia berkata.

"Pinto jalan lebih dahulu, ini tiga buah senjata rahasia "Thian Liong Suo," akan kubawa untuk dikembalikan kepada Thian Sanpay."

Selesai berbicara, tangan kanannya segera diangkat, sebuah hiolo kuno seberat lima enam ratus kati dengan mudah diangkat olehnya, badannya berkelebat dan segera meninggalkan tempat tersebut.

Boen ching yang terkena serangan tangan Bu Kie cie segera terasa badannya gemetar, bagaikan dimasukkan ke dalam gudang es, dingin nya luar biasa sehingga hampir2 tak tahan dia telah terkena pukulan hawa dingin atau "cien Hang chiang" dari Khong tong pay. Kalau bukannya Thian Jan Shu sebelum meninggal telah memberikan lweekangnya yang dilatih selama puluhan tahun itu ke dalam tubuhnya, mungkin saat ini ia telah tewas karena pukulan tersebut.

Ketua Go biepay Gong Yu Suthay yang selamanya tak akur dengan Bu Kie chie nampak bahwa Bu Kie chie mengambil diantara ke tujuh buah hiolo kuno telah memilih dimana telapak tangan yang paling jelas dan paling dalam tertera pada hiolo itu, segera ia mendengus.

Segera mereka memandang sekali lagi kepada Boen ching, dengan semacam pukulan Bu Kie chie itu, sekali pukul sudah dapat dengan mudah mencabut nyawa Boen ching sungguh suatu perbuatan yang sangat kejam, ia mengerti, Bu Kie chie ingin membebankan dosa membunuh Boen ching pada masing2 partai besar, tetapi demikianpun baik pikir sampai di sini, dia tak ragu-ragu lagi, badannya segera bergerak dan melancarkan suatu pukulan kearah Boen ching kemudian mengambil salah sebuah hiolo kuno dan melayang meninggalkan kuil.

Sisanya lima orang nampak dua orang telah berlalu, ketua Bu tong pay Siong Ko Tosu paling dulu tak sabar Bu tong pay salah satu pimpinan Bu lim, bagaimana harus jatuh dibelakang partai lain? Diapun segera bangun berdiri dan melancarkan pukulannya kearah Boen ching dan mengambil hiolo kuno yang ketiga.

Badan Boen ching sempoyongan dia sudah merasa tak tahan tetapi dia tetap mementangkan matanya jika dia masih dapat hidup maka setiap saat tentu dia akan menuntut balas pada tiap2 partai, meskipun dia mengerti, semuanya ini tidak mungkin terjadi, tetapi hanya dengan demikian dia baru dapat mempertahankan kesadarannya.

Ketua Thiam cong pay sijago pedang tujuh tindak pencabut nyawa cie Koen Tie pun segara berdiri, Thiam cong pay sebagai suatu partai yang mengutamakan dalam ilmu pedang, kalau ini hari bisa mendapatkan ilmu silat peninggalan Thian Jan Shu bukankah dengan demikian dapat pula sebagai pimpinan bu- lim dan inipun merupakan hal yang diinginkan siang malam, segera dia melancarkan satu pukulan kearah Boen ching dan mengambil hiolo yang ke empat.

Sepasang mata Boen ching menjadi kabur dalam tenggorokannya merasa amis dan segera ia muntah darah.

Ketika Kun lunpay, si Sastrawan berpedang emas chiang Thian Yu, dan Ketua Hoa san pay, si jago pukulan penghancur bulan Shia cuiSuat. Bersama-sama bangun berdiri tetapi ternyata si Sastrawan berpedang emas lebih cepat setindak. dua orang berturut- turut mengambil pergi hiolo yang kelima dan ke enam.

Boen ching berturut-turut kena dua kali pukulan, dadanya terasa tergetar dan ia tak tahan.

Hay Goat Thaysu termenung duduk di sana, ia memandang pada hiolo kuno yang terakhir dan anak kecil pingsan di atas tanah pikirannya menjadi melamun.

Nama baik Siau lim pay tak dapat dirusak oleh siapapun, meskipun dia harus mengerjakan pekerjaan yang menakutkan sekalipun, asal dapat mempertahankan nama baik Siau lim pay, apa saja ia mau lakukan-

Mendadak suatu ingatan terlintas pada benaknya. Seolah- olah Boen ching sedang berteriak "lni adalah suatu pembunuhan gelap." suatu bayangan yang mengerikan terbayang dalam hatinya ia segera menarik kembali pukulan yang telah dilancarkan tetapi terlambat pukulannya sebagian telah mengenai tubuh Boen ching, Tubuh Boen ching tergetar meskipun dia telah mendapatkan hawa murni Thian Jan Shu yang dilatih selama puluhan tahun tetapi tetap dia tak kuat menahan tujuh pukulan dari tujuh partai besar, sehingga badannya tak dapat bergerak.

Keringat dingin telah membasahi muka Hay Goat Thaysu, mendadak terpikir olehnya. "aku adalah murid Buddha mengapa dapat berbuat pekerjaan dengan bermain? Nama baik Sau lim pay meskipun harus rusak masih dapat dihadapi, tetapi apakah hati nuraninya dapat menerima?

Perbuatan yang jahat telah dilakukannya, perbuatan yang telah salah tak dapat ditambah lagi dengan suatu kesalahan, ia harus banyak berbuat pekerjaan mulia untuk menebus dosanya itu.

Berpikir sampai di sini, ia segera membungkukkan badannya nampak wajah Boen ching sangat pucat, waktu itu diperiksa nadinya dia mengetahui bahwa tak ada harapan untuk ditolong lagi.

Dia menghela napas, dari sakunya segera mengeluarkan pil "Tze Kim Tan" dan memasukkannya ke dalam mulut Boen ching, hatinya berpikir dengan demikian, dapat dipertahankan hidupnya selama tiga jam, jika ada orang pandai yang datang kemari mungkin masih dapat dipertahankan nyawanya, meskipun harapan ini sia-sia belaka tetapi juga memperlihatkan sedikit harapan-

Dia memalingkan wajahnya memandang hiolo kuno itu, pada hiolo kuno itu tertera ilmu silat peninggalan Thian Jan Shu. Jika ini jatuh ke tangan golongan sesat, akibatnya tak dapat dibayangkan, badannya segera melayang mengangkat hiolo kuno itu dan meninggalkan kuil.

Dalam kuil kuno itu kembali sunyi senyap tetapi dimuka kuil terlentang tujuh buah mayat dan didalam kuil seorang tua mati dalam bentuk duduk bersila dan seorang anak setengah mati terlentang ditengah ruangan kuil.

Dalam suasana yang mengerikan itu, sebuah bayangan bergerak mendekati puncak gunung, seorang Siucay pertengahan dengan pakaian serba hijau muncul di depan kuil kuno itu.

Muka Siucay itu sangat tampan pada punggungnya menyoren sebilah pedang. Dia hanya memandang sejenak pada mayat Thian San chit Kiam bagaikan matinya  tujuh orang itu sedikit pun tidak aneh baginya, dia berjalan terus menuju ke tengah ruangan-

Setelah masuk ke dalam ruangan, matanya tertumbuk pada mayat Thian Jan Shu pada mulanya terlintas satu perasaan kaget, dalam hatinya diam-diam berpikir "Apakah dengan kepandaian yang dimiliki Thian San chiet Kiam dapat membunuh mati Thian Jan Shu?" Berpikir sampai di sini mau tak mau ia harus memperhatikan keadaan sekelilingnya. Dalam ruangan kuil itu selain Boen ching tak nampak seorangpun juga.

Matanya memandang Boon ching sekejap. ia berjalan mendekati mayat Thian Jan Shu pada punggungnya tampak tiga buah luka yang darahnya mulai mengering.

Nampak tiga buah luka itu, siucay pertengahan baru itu mendengus. Setelah Thian Jan Shu mati tentu masih ada orang yang datang dan senjata rahasia yang menancap pada punggung Thian Jan Shu tentulah suatu pusaka, dan telah membawa pergi benda pusaka tersebut olehnya.

Mendadak ia berpikir, Thian Jan Shu Thian San chiet Kiam semuanya telah mempunyai nama yang cemerlang di dunia kangouw sehingga mati disinipun masih dapat dipercaya, tetapi anak kecil itu siapa? Ternyata juga mati ditempat ini.

Lalu ia menoleh memandang Boen ching, tiba2 ia melihat tubuh Boen ching bergerak, Siucay pertengahan itu dalam hatinya menjadi heran- anak kecil itu ternyata belum mati, ini sungguh aneh. Apa yang di inginkannya mungkin dari mulut anak kecil ini dapat diketahuinya.

Dia berjalan mendekati Boen ching tubuhnya dibalik baju di punggung Boen ching telah hancur semuanya, sedang pada punggung yang telah yang hancur itu tertera tujuh buah telapak tangan yang kacau.

siucay pertengahan itu terkejut, telapak tangan itu semuanya dia kenal, ilmu pukulan tunggal dari Khong tong pay. "chieh Han ciang". Dari Butong pay, "Thay Shie ciang," Siauw lim pay, "Kiem Kong ciang," dari Go bie pay, "Thay shie Mi ciang" dari Kun lun pay,Jan Jang ciang dari Thian cong pay. chiet Seng ciang dan terakhir dari Hoa san pay, ilmu "Sui Goat ciang".

Ternyata pukulan tunggal dari tujuh partai besar bersama- sama muncul di tubuh seorang anak kecil, bukankah ini merupakan suatu hal yang sangat mengejutkan? Dan yang lebih aneh lagi ternyata anak itu masih dapat hidup, Entah karena apa?

Tubuh Boen ching segera dibalik kembali, kemudian ia memeriksa nadinya, mau tak mau ia mengerutkan alisnya.

Dengan luka dalam Boen ching yang demikian parahnya, tubuhnya terkena tujuh pukulan dari tujuh partai besar, kalau ditolong dengan lweekangnya sendiripun bukannya tidak mungkin, tetapi paling sedikit harus makan waktu lima tahun baru dapat sembuh seluruhnya.

Dia berdiri dan jalan mondar-mandir dalam ruangan itu, demikian kecil anak itu, harus di sembuhkan dengan bantuan lweekangnya selama lima tahun, sesungguhnya tidak berharga, tetapi badannya terkena pukulan dari tujuh partai besar, membuat tak tentram, dalam hatinya sebenarnya ia ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi jika hal ini ditanyakan kepada tujuh partai, tentunya seorangpun tak ada yang mau memberi tahu.

Pukulan "Kiem Kong ciang" dari Siau lim pay pun tertera pada punggung anak itu, dapat dibuktikan urusan ini sangat besar hubungannya.

Siau lim pay jarang sekali mencampuri urusan dunia kangouw, tetapi dalam hal inipun ternyata tersangkut juga.

Lama ia melamun, melihat sejenak pada Boen ching, wajah yang mungil dari Boen ching itu berubah menjadi wajah mungil dari seseorang.

Ia menghela napas, segera ia mengangkat bangun Boen ching, telapak kirinya ditempelkan ke punggung Boen ching dan mengerahkan Lweekangnya untuk menyembuhkan luka dalam Boen ching.

Setengah jam kemudian, wajah tampan dari siucay pertengahan itu berubah menjadi pucat, sebaliknya Boen chingpun mulai merintih. Setelah istirahat sejenak. dari sakunya Siucay pertengahan itu mengeluarkan sebutir pil dan akan memasukkannya ke mulut Boen ching.

Tetapi dia ternyata dalam mulut Boen ching masih terdapat pil "Tze Kiem Tan" dari Siauw lim pay yang belum lumer.

Dalam hatinya segera diliputi oleh teka teki, pil itu kemudian dimasukkan ke dalam mulut Boen ching. Begitu kena air liur, pil itu segera larut dan masuk ke tenggorokan Boen ching.

Boen ching merintih, dengan perlahan-lahan ia membuka kedua matanya, ia menjadi heran mengapa ia masih dapat hidup ? Peristiwa tadi segera terbayang lagi dalam benaknya, dengan sangat perlahan ia berkata. "Apakah aku masih hidup

?"

Siucay pertengahan itu tersenyum dan berkata. " Engkau takkan dapat mati".

Boen ching segera mengerti, ia telah ditolong oleh orang, air matanya segera mengalir keluar. Siucay pertengahan itu memandang Boen ching, dalam hatinyapun segera timbul perasaan yang tak enak. ia menghibur Boen ching, katanya. "Anak baik, jangan menangis, penderitaan yang kau alami tentu terlalu banyak".

Hati Boen ching segera timbul rasa berterima kasih, selamanya belum ada orang sedemikian baik terhadapnya, selain ibunya, bahkan ayahnya pun juga tidak pernah. Berpikir tentang ayahnya sebuah wajah yang keren segera terbayang olehnya, mendadak berubah menjadi wajah yang penuh dengan darah sambil berteriak. "Anak ching lekas lari"

Bayangan Pat Huang Sin Mo pun muncul dalam benaknya, ia tambah sedih, air matanya mengalir keluar tak henti2-nya.

siucay pertengahan itu nampak Boen ching menangis begitu sedihnya, ia pun tak tahan ingin menangis, segera ia menoleh ke tempat lain, matanya menyapu ke seluruh ruangan menahan menetesnya air mata.

Boen ching nampak Siucay pertengahan itu menoleh  kearah lain, dia mengetahui siucay pertengahan itu tak suka ia menangis, ia merangkak bangun dan berlutut dihadapan Siucay itu.

Katanya: "Boanpwe Boen ching mengucapkan terima kasih atas pertolongan cianpwe yang telah menolong jiwa boanpwe".

siucay itu menoleh memandang Boen ching sambil berkata. "Engkau bernama Boen ching kah ? Mengapa engkau dipukul orang sehingga luka dalam sedemikian parahnya ?"Boen ching pun segera menceritakan asal usulnya dan peristiwa apa yang telah terjadi setelah ia berada didalam kuil tersebut.

setelah mendengar cerita tersebut, siucay pertengahan itu menghela napas dan berkata. " Engkau sungguh sangat kasihan, maukah jika engkau kuterima sebagai murid?"

Sambil berlutut Boen ching berkata. "cianpwe telah menolong jiwa ku, suruh aku menjadi anjing atau kuda sekalipun boanpwe tak akan menolak."

siucay itu mengerutkan alisnya katanya^ "Apakah engkau ingin membalas sakit hati orang tuamu?"

Sambil meneteskan air matanya Boen ching menjawab. "Murid tidak berani melupakan sakit hati kedua orang tuaku."

"Tetapi bila aku tak sanggup mengajar cukup ilmu silat untuk menuntut balas, apakah engkaupun masih ingin mengikuti aku?"

Boen ching pikir nyawanyapun didapatkan secara tak disangka, dia telah melepaskan budi padaku, mana boleh tidak membalasnya? Dia menundukkan kepalanya dan berkata. "Murid mau" siucay itu tersenyum, katanya. "Jika engkau menyesal, sekarang masih sempat." sambil berkata ia melepaskan kain pengikat kepalanya. Suatu rambut yang panjang hitam segera terurai. Ternyata siucay pertengahan itu adalah seorang wanita.

Dalam hati Boen ching diam2 sangat kecewa tetapi ia tetap berkata. "Murid selamanya tak akan menyesal."

siucay itu meskipun seorang wanita, tidak saja telah menolong jiwanya bahkan sangat baik terhadapnya, meskipun tidak dapat dengan cepat menuntut balas sakit hati kedua orang tuanya. tetapi akhirnya pada suatu saatpun ia tentu berhasil.

siucay itu menghela napas sambil berkata. "Baiklah, aku akan memberi tahu siapakah aku ini, Aku adalah "Ie Bok Tocu" atau pemilik pulau Ie Bok To, Ie Bok Sincoen-" Boen ching diam-diam terkejut, Pemilik pulau Ie Bok To di laut Timur.

Ie Bok Sincoen namanya telah menggetarkan sungai  telaga. waktu ia merantau ke daerah Tionggoan, dengan pedangnya telah mengalahkan " Low San Ngo cho" atau Lima setan dari gunung Low san, dan d engan pukulan telapaknya membunuh "Ngo Hengpek Kuay sehingga menggetarkan seluruh Bu- lim. Tetapi setelah Sin Liong muncul, ia tak pernah muncul lagi di daerah Tionggoan. Sungguh tak terkira ini hari Boen ching dapat bertemu dengannya, bahkan satu-satunya orang yang mengetahui bahwa pemilik pulau IeBok To adalah seorang wanita.

Ie Bok Tocu menghela napas, tangannya membereskan rambutnya dan memakai kembali ikat kepalanya.

Boan ching sungguh tak menduga kalau yang dihadapannya itu adalah Ie Bok Tocu yang telah menggetarkan Bu-lim, saking gembiranya ia sampai tak dapat berkata apa-apa. Kepada Boan ching, Ie Bok Tocu berkata. "Anak ching, mari kita pulang", habis berkata ia mengempit tubuh Boan ching, dan lari turun gunung.

Dalam kuil kuno itu, suasana menjadi sunyi senyap kembali dan sangat menyeramkan

-ooo0dw0ooo-

ELANG EMAS DARI GURUN PASIR

WAKTU berjalan sangat cepatnya, tahun berganti dengan tahun, tak terasa sepuluh tahun telah berlalu,

Seorang pemuda berusia delapan sembilan belas tahun berdiri di tepi pantai, sebuah kapal dengan perlahan-lahan menjauhi pantai berlayar ke tengah lautan, matanya terasa sedikit guram.

Perahu layar itu perlahan-lahan menghilang ditengah lautan, ia menoleh memandang ke daratan, bisiknya. "Sudah sepuluh tahun, akhirnya aku datang pula ke sini."

Mulutnya tersungging suatu senyuman, tangannya meraba pedang yang tergantung di pinggangnya, sedang tangan lainnya menjinjing buntalannya dan berjalan menuju ke daratan-

Ia adalah Boan ching yang sepuluh tahun yang lalu telah ditolong oleh orang aneh dari luar lautan Ie Bok Tocu.

Setelah melalui sawah yang kering, Boan ching masuk ke dalam suatu kota.

Sepuluh tahun terakhir ini, dalam perawatan yang cermat dan mendapat bimbingan dari Ie Bok Tocu, sekali lagi ia datang ke daerah Tionggoan dengan tujuan merebut kembali tujuh hiolo kuno yang sekarang disimpan oleh tujuh partai besar, dan tak lupa dendam atas pukulan-pukulan yang diterimanya dari para ketua tujuh besar. Setelah berjalan sejenak didalam kota, ia mengangkat kepalanya, kiranya ia telah berdiri dimuka rumah makan yang memakai merk "chih Eng Lo."

Hati Boan ching bergerak. pikirnya perutnya mulai merasa lapar, lebih baik naik loteng, makan dahulu baru melanjutkan perjalanannya.

Begitu ia sampai di atas loteng, nampak semua orang dengan sinar yang penuh keheranan memandang padanya, dalam hatinya dia berpikir, mungkin dirinya terlalu asing bagi mereka dan ia tak mau ambil perduli urusan itu, segera ia mencari tempat duduk yang dekat dengan jendela.

Baru saja Boan ching duduk, seorang laki-laki kasar berbaju kuning membentak Boan ching "Hm kawan, aku kira kau baru pertama kali ini datang kemari. Apakah karena engkau memangnya tak mengerti aturan di sini ataukah memangnya sengaja mencari setori?"

Boan ching memandangnya penuh keheranan ia mengangkat kepalanya memperhatikan orang itu dan bertanya. "Entah ada peraturan apa, sudikah  saudara memberi tahu?"

orang itu tertawa dingin katanya, "Tiga ratus lie sekitar perkampungan Sie Shia Ling, kawan2 Bu-lim dilarang membawa senjata apapun jua."

Boan ching tertawa tawar, didalam hatinya berpikir, entah belakang ini daerah Sie shia Ling ini telah kedatangan siluman macam apa yang lihaynya sehingga sekitar tiga ratus lie di tempat ini orang tak boleh membawa senjata.

Tetapi nampak seorang itu rendah sekali ilmu silatnya, tak ada perlunya mencari urusan, ia juga tak mau menurunkan derajatnya, segera ia lepaskan pedangnya dan ditaruh di atas meja. orang itu nampak Boan ching melepaskan pedangnya, dan melihat pedang itu adalah suatu pedang kuno yang sangat antik, tahu bahwa pedang itu bukan barang sembarangan, nampak pula Boan ching seperti tak dapat ilmu silat sedikitpun, hatinya menduga mungkin hanyalah seorang Siucay yang membawa pedang untuk hiasan belaka.

Segera ia membentak. "Serahkan pedang itu padaku," sambil berkata tangannya menyambar pedang itu.

Boan ching melihat orang itu akan merampas pedang pemberian suhunya, mana mau mengalah terhadap segala keroco yang ingin merebut pedangnya. Ia menarik muka, tangan kirinya segera mencengkeram urat nadi pergelangan tangan orang itu sambil membentak "Kau mau berbuat apa?"

Baru saja orang itu akan mencapai pedang tersebut, urat nadi pergelangan tangannya telah dicengkeram dan ia jadi terkejut, dalam hatinya dia mengetahui telah bertemu dengan orang yang berilmu tinggi .

Boan ching melepaskan cengkeramannya sambil berkata. "Siapa pemilik perkampungan Sie Shia Ling ini? Mengapa demikian tak tahu aturan?"

Hati orang itu sebenarnya sudah keder begitu mendengar Boan ching berkata demikian, ia segera memaki: "Manusia rendah, kau berani memaki Thian San Thay-hiap Pek Hong Siang, dia orang tua sungguh kau tak menginginkan nyawa mu lagi."

Boan ching mendengar nama yang disebut orang ternyata adalah Pek Hong siang Sute dari Thin San chiet Kiam, marahnya segera mereda, pikirnya "Boleh dikata Thian San chet Kiam juga dibunuh oleh tujuh partai besar, dengan akupun sama menjadi musuh dari tujuh partai besar, janganlah karena soal kecil menyebabkan urusan menjadi besar." Berpikir sampai di sini, dia ingin menyuruh pergi orang tadi, tapi orang ini begitu melihat perubahan di wajah Boan ching, disangkanya Boan ching menjadi takut, maka berteriaklah ia.

"Hai kunyuk, lebih baik kau lekas melepaskan tuan besarmu dan mengangguk-anggukkan kepala tiga kali, mungkin tuan besarmu masih bisa bicarakan hal ini dengan tuan besar Pek untuk mengampuni jiwamu."

Mendengar orang itu mengoceh tak keruan, dalam hati Boan ching menjadi gusar ia mendengus sedang tangan kirinya diayunkan membuat orang itu terlontar dan berguling jatuh ke bawah loteng, karena sakitnya ia menjadi berkaok- kaok.

Boan ching tidak perduli, ia menyapa pelayan minta beberapa macam sayur, wajah pelayan itu masih nampak rasa terkejut, tapi ia tak berani membangkang panggilan Boan ching.

Boan ching bagaikan tak pernah terjadi apa2 dengan perlahan melahap santapannya, padahal dalam hatinya ia sedang berpikir dengan cara apa ia harus menghadapi kalau ada orang yang datang mencari gara-gara.

Pada waktu peristiwa dipuncak Hwee Ing itu terjadi, pihak Thian San Pay mungkin belum tahu hal yang sebenarnya.

Apa yang harus diperbuat untuk memberitahukan peristiwa yang sebenarnya telah terjadi hingga Pek Hong Siang mau percaya?.

Baru saja ia selesai makan, telinganya mendengar derapan kuda yang sangat ramai, ia menduga tentu orang tadi telah mengundang datang pembantu-pembantunya. Tampak dua orang pemuda yang menyoren pedang naik ke atas loteng.

orang tadi itupun mengikuti dua orang pemuda tersebut, sambil menuju kepada Boan ching ia berkata. " Itulah orangnya yang telah memaki Pek Tayhiap dan mengatakan Pek Tayhiap tak dapat mendidik anak buahnya sehingga mereka berbuat tidak keruan-" Boan ching mengangkat kepalanya dan memperhatikan dua pemuda itu.

Pemuda yang seorang memakai pakaian ringkas berwarna hitam dan yang lain memakai pakaian ringkas berwarna putih.

Sepasang mata memancarkan sinar yang sangat tajam, hingga sekali lihat Boan ching telah mengetahui kalau pemuda itu memiliki ilmu silat yang tidak rendah.

Kedua orang pemuda itupun memperhatikan Boan ching, melihat tampak Boan ching yang seperti tampang pelajar dan tak dapat diraba biasa dari partai mana, mereka tak berani berbuat gegabah.

Pemuda berpakaian putih itu membentak Boan ching. "Saudara anak murid dari partai mana ? Apakah tak tahu kalau perkampungan Sie Shia Ling ini adalah tempat tinggal Thian San Tayhiap Pek Hong Siang? Mengapa kau berani memaki beliau seenaknya?"

Mendengar dua orang pemuda itu ternyata bukan anak murid Thian San Pay, Boan ching menduga mereka mungkin adalah bawahan dari Pek Hong Siang. Sambil berdiri ia berkata. "Siaute Boan ching. mengharap dengan sangat dapat bertemu dengan Pek Tayhiap."

Pemuda berpakaian hitam itu berkata kepada kawannya. "Suheng, tak usah banyak bicara dengannya."

Kemudian ia membentak Boan ching. "Tahukah kau bahwa kami adalah Khong tong Siang-kiam (Sepasang jago pedang dari Khong tong pay ) cou Tiong Ku dan Lu cie ?"

Begitu mendengar nama Khong tong Siang-kiam, wajah Boan ching segera berubah, Khong-tong Siang-kiam? Ternyata mereka berasal dari Khong tong pay. Di antara tujuh partai besar pandangannya terhadap Khong tong pay adalah paling buruk. Suara Bu Kie chie pada waktu itu menjadi terbayang kembali dalam ingatannya.

Melihat wajah Boan ching berubah, Lu cie menjadi bangga. Memang pada waktu itu pengaruh dari Khong tong pay telah dapat melampaui enam partai besar lainnya, sehingga tidaklah heran jika pemuda ini menjadi ber-ubah2 wajahnya begitu mendengar nama Khong tong pay.

Boan ching menahan hawa amarahnya dan bertanya. "Apakah kamu dua orang benar2 berasal dari Khong tong pay"

Dengan dingin Lu cie menjawab. "Benar"

Boan ching tertawa terbahak-bahak. katanya "Kalau begitu aku ingin minta pelajaran satu dua jurus dari kamu berdua."

cou Tiong Ku sebagai murid kepala dari Bu cie Khie ketika mendengar ucapan Boan ching yang seperti mempunyai sakit hati dengan Khong tong pay segera bertanya. "Saudara mempunyai sakit hati apa terhadap partai kami?"

Boan ching tak mau banyak bicara, dengan gusar ia membentak. " cabut pedangmu "

Dua pemuda itu terpengaruh oleh suara Boan ching, sehingga tanpa sadar mereka mencabut pedangnya .

Sambil bertukar pandangan, Lu cie berkata kepada cou Tiong Ku. "Suheng, biarlah aku sendiri yang membereskan manusia yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi ini."

SEHABIS BERKATA, ia membentak kepada Boan ching. "cabut pedangmu "

Dengan sombong Boan ching menjawab. " Untuk menghadapi segala manusia rendah semacam engkau, tak perlu aku sampai mencabut pedangku." Mendengar ucapan itu, Lu cie menjadi amat gusar, sambil tertawa dingin ia berkata. "Bangsat, aku tidak percaya kalau aku tidak dapat membuat tiga lubang di badanmu," sambil berkata ia mengangkat pedangnya dan menyerang Boan ching.

Selama sepuluh tahun Boan ching mendapat bimbingan dari Ie Bok tocu, kini ia berani bicara demikian sudah tentu telah mempunyai pegangan, ia melihat Lu chie demikian memandang musuh dan membuka serangan dengan tusukan-

Boan ching mendengus, secepat kilat dua jari tangan kanannya menjepit pedang Lu chie dan kaki kanannya menendang mengarah kejalan darah "Kwan-juan-to", sambil membentak " Lepaskan"

Lu chie terdesak mundur, pedang ditangan kanannya terlepas. Ia sadar karena terlalu memandang rendah musuh, sehingga mengalami kekalahan- Dalam satu gerakan saja Boan ching telah dapat merebut pedangnya, membuatnya berdiri tertegun sejenak.

Boan ching tersenyum. Sambil melontarkan pedang kepada Lu cie, ia berkata. "Tangkap "

Lu cie terkejut, tangan kanannya cepat bergerak menangkap gagang pedang itu. Tetapi tenaga yang dikerahkan Boan ching lebih hebat dari yang dibayangkan, badannya tak bisa menahan tenaga lemparan tersebut dan terhuyung-huyung mundur dua tindak.

cou Tiong Ku yang menonton disamping diam-diam merasa terkejut. Lwekang pemuda dihadapannya itu ternyata demikian tingginya, hanya dalam satu gerakan saja ia telah dapat mengalahkan Sutenya sedang dirinya tak mengetahui pemuda yang bernama Boan ching ini menggunakan jurus dari partai mana.

Ia mengedipkan matanya kepada Lu cie, kemudian bertanya kepada Boan ching. "Saudara anak murid dari partai mana? Harap lekas memberi tahu, supaya jangan menyalahi kawan sendiri."

Dengan dingin Boan ching menjawab. "Engkau masih tak mempunyai hak untuk bertanya aku dari partai mana. Mengenai hubunganku dengan Khong tong pay, selamanya kami tak dapat hidup bersama, sehingga kau tak usah kuatir kalau sampai menyalahi kawan sendiri."

Mendengar Boan ching berkata demikian, cou Tiong Ku tahu kalau ia tak dapat lagi menghindari pertempuran ini. Dengan seorang diri sudah tentu ia bukan tandingannya, tapi jika dua orang ber-sama2 mengerubuti meskipun belum tentu menang tapi juga belum tentu kalah.

Sambil mengerdipkan matanya kepada Lu cie, Ia berkata. "Kalau begitu kita tak perlu sungkan2 lagi."

Boan ching mengetahui maksud dari perkataan itu, ia tertawa tawar dan berkata. "Jika kalian maju satu persatu tentu tak dapat menahan seranganku sebanyak lima jurus, ber-sama2 pun tidak lebih dari dua puluh jurus."

cou Tiong Ku menjadi gusar, ia tertawa dingin dan berkata. "Sungguh aku ingin berkenalan dengan ilmu saudara yang tinggi itu." Sehabis berkata, ia mengangkat pedang dan menyerang Boan ching.

Boan ching tertawa panjang, badannya melayang dan berdiri di atas meja, pada waktu itu Lu ciepun telah berdiri dibelakang Boan ching dan bersama-sama membuka serangan-

Sekarang mereka tak berani lagi memandang rendah, mereka segera mengeluarkan ilmu yang didapatkan langsung dari Bu Kie che yaitu "Hong cau Kiam Hoat" atau ilmu padang mencakar angin untuk mendesak Boan ching.

Dengan berdiri di atas meja Boan ching mengeluarkan Ginkang nya yang tinggi untuk menghindari tiap serangan yang ditujukan kepadanya, sedang kakinya melancarkan tendangan berantai untuk mendesak mereka.

Makin bertempur mereka merasa tekanannya makin berat.

Sepasang mata Boan ching memandang dengan tajam dan memperhatikan gerakan pedang dua orang itu.

cou Tiong Ku menusukkan pedangnya, Boan segera mengangkat kaki kirinya dan menginjak ujung pedang cou Tiong Ku, sedangkan kaki kanannya bagaikan kilat menyapu dan dengan tepat mengenai pergelangan tangan Lu cie sehingga pedang nya terpental dan menancap pada atap loteng.

Boan ching tidak berhenti sampai di situ, badannya segera berputar dan menendang ke arah dagu cou Tiong Ku.

ciong Tiong Ku tidak mengira kalau gerakan Boan ching demikian cepat pun sukar sekali dirubah arahnya, dia terdesak mundur dan terpaksa melepaskan pedangnya, kalau tidak ingin kepalanya kena tendangan yang dilancarkan oleh Boan ching. Kaki kiri Boan ching segera mencongkel pedang cou Tiong Ku dan dilemparkan ke arahnya

Kedua orang itu memandang Boan ching dengan terpesona, dengan dingin Boan ching berkata. "Jika kamu merasa tidak puas boleh mencoba sekali lagi."

Meskipun dalam hati cou Tiong Ku telah tahu bahwa mereka berdua bukan tandingan nya Boan ching, tetapi sebagai murid kepala dari Bu Kie chie bagaimana mulutnya dapat mengeluarkan kata-kata mengaku kalah? Lu cepun mengetahui maksud dari cou Tiong Ku.

Badannya segera melayang ke atas dan mencabut kembali pedangnya yang tertancap di atas loteng itu.

Boan ching memandang dua orang itu sambil mengejek. Dalam hatinya kini mempunyai niat untuk mempermainkan mereka, hingga Bu Kie chie mau keluar mencarinya. sekali lagi cou Tiong Ku dan Lu cie menyerang Boan ching.

Boan ching tertawa panjang, badannya bergerak dan melancarkan sepuluh kali tendangan sekaligus mengancam seluruh tubuh cou Tiong Ku.

cou Tiong Ku yang didesak sedemikian rupa terus mundur ke belakang, keringat dingin membasahi bajunya.

Lu cie yang berdiri dibelakang Boan ching segera melancarkan serangan kearah punggungnya.

Baru saja tubuh Boan ching mencapai tanah, pedang Lu cie telah mengancam belakang tubuhnya, badannya segera berputar dan kaki kanannya melancarkan serangan tendangan ke arah pedang ditangan Lu cie, sedang kaki kirinya melancarkan suatu serangan kilat dan menendang terbang pedang ditangan cou Tiong ku.

Itu adalah ilmu tendangan tunggal dari Ie Bok Tocu yang bernama "cing po chiet Yao" atau ilmu tendangan ikan paus melompat tujuh kali, dua kakinya dapat melancarkan tujuh kali tendangan tanpa menginjak tanah terlebih dahulu.

cou Tiong Ku dan Lu cie selamanya belum pernah melihat ilmu tendangan yang demikian anehnya, kini melihat Boan ching menggunakan ilmu tendangan yang aneh membuat wajah mereka pun menjadi pucat.

Tubuh Boan ching yang hampir menyentuh tanah segera melayang lagi dan merampas dua bilah pedang itu, dan dengan perlahan dipatahkannya sambil berkata kepada dua orang itu, "Lekas kamu pulang ke Khong tong untuk memberi tahukan kepada Bu Kie chie, suruh membuat persiapan, dalam satu tahun aku pasti mencarinya".

Dia tidak mau mengungkat peristiwa sepuluh tahun yang lalu, dengan seorang diri ia hendak menghadapi tujuh partai besar, itu merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit. Wajah cou Tiong Ku dan Lu cie menjadi bertambah pucat karena terkejut, dengan tergesa-gesa mereka meninggaikan loteng itu.

Hati Boon ching menjadi lega, setelah meletakkan sepotong perak di atas meja, ia turun dari loteng, orang di sekitarnya menjadi tertegun, sungguh tak terduga oleh mereka pemuda yang kelihatannya lemah lembut itu hanya dengan sepasang kakinya telah dapat membuat kocar-kacir murid kepala dari Ketua Khong tong pay yang telah menggetarkan dunia kangouw.

Setelah turun dari rumah makan "chieh Eng Lo", dalam hatinya ia berpikir: "Entah Thian San Tayhiap Pek Hong Siang berada di perkampungan Sie Shia Ling atau tidak. jika dia berada di sana, aku akan bertemu dengannya, berpikir sampai di sini, ia segera berjalan menuju ke perkampungan Sie Shia Ling.

Baru saja sampai di pintu kota, dari arah muka tampak seekor kuda dengan kencang, lari menghampirinya dan berhenti tepat dihadapan Boan ching.

Dalam hati Boan ching mereka orang ini tentu datang dari Thian San pay, ketika ia mendongakkan kepalanya, yang datang itu ternyata adalah seorang pemuda yang sangat tampan, usianya tidak lebih dari dua puluh tahun.

Pemuda itu memandang sejenak kepada Boan ching, segera turun dari kudanya dan bertanya "Apakah Saudara betul bernama Boan ching?"

Boan ching tidak mengetahui siapakah sebenarnya pemuda ini, mendengar ucapan yang tidak bermaksud baik, ia mengangguk kan kepalanya sambil berkata: "cayhe adalah Boan ching, apakah saudara betul orang Thian San pay? Aku ingin menjumpai Thian San Tayhiap Pek Hong Siang".

Pemuda itu dengan dingin menjawab: "Sungguh besar omongan saudara, apakah kau kira Thian San Tayhiap dengan mudah dapat kau temui? Aku Pek Haw ingin mendapatkan pelajaran dari saudara."

Boan ching tersenyum, katanya. "cayhe ada urusan penting ingin bertemu dengan Pek Cianpwe."

Pek Haw tidak perduli, segera ia turun dari kuda dan mencabut pedangnya, dengan dingin ia berkata.

"kawan, engkau salah terka, sepuluh tahun yang lalu tujuh orang Supekku telah mengorbankan jiwanya untuk membunuh mati Thian Jan shu, karena hal itu tujuh partai besar telah menyetujui kalau tiga ratus lie antara Gunung Thiansan dan perkampungan Sie Shia Ling, kawan-kawan Bu Lim dilarang membawa senjata, ini hari ternyata engkau telah memaki ayahku dan membuat malu Khong tong Siang Kiam, di samping juga akan merusak perkampungan Sie Shia Ling jangankan ayahku tak ada, meskipun ada, juga tak akan menemuimu. "

"ooh ... " seru Boan ching dalam hati ia berpikir, Pek How ini adalah putra Pek Hong Siang dan kini Pek Hong Siang ternyata tak ada di sini.

Sambil tertawa dia berkata. " Entah Pek cianpwe berada dimana? bolehkah kiranya saudara memberi tahu?"

Tangan Pek How memegang pedang, menanti Boan ching mencabut pedangnya, demi melihat Boan ching tak ada maksud untuk mencabut pedang, ia menjadi gusar, dengusnya.

"Jika ini hari kau tidak mematahkan pedang untuk meminta maaf, jangan harap dapat meninggalkan tempat ini."

Sesudah berkata pedangnya melancarkan serangan kearah Boan ching, sedang dalam hatinya ia berpikir. "Meskipun engkau tidak mau mencabut pedang, kini mau tidak mau engkau harus juga mencabut pedangmu." Tiba-tiba dari arah belakang terdengar derapan kuda dan tampak tiga penunggang lari mendatangi ternyata yang datang adalah seorang tua bersama dua arang pelayannya.

Boan ching melihat Pek How telah melancarkan serangannya dan mengancam jalan darah "cie bun to" di dada kirinya, melihat serangan ini, ia diam-diam dapat menilai ilmunya masih di atas Khong tong Siang Kiam.

Tubuh Boan ching segera bergerak dan dengan ringannya ia mengelakkan serangan itu.

Ketika melihat Boan ching tetap masih belum mencabut pedangnya, Pek How menjadi bertambah gusar.

Ketika mendengar cerita Khong tong Siang Kiam yang begitu memuji tinggi ilmu silat Boan ching dan kini melihat bahwa Boan ching lebih kecil darinya, pikirnya menjadi berobah, dalam hatinya diam-diam ia berpikir, mungkin karena dua orang itu pernah dikalahkan sehingga pecah nyalinya, dan memuji kepandaian lawan untuk menutupi malu atas kekalahannya .

Memang sejak dulu Khong tong Siang Kiam tidak  dipandang sebelah mata olehnya.

Melihat Boan ching selalu menghindar, dengan gemas Pek How memperhebat serangan, Boan ching segera mundur dua tindak dan berkata: "Tahan"

Pek How menarik pedangnya dan berkata. "Apakah engkau mengaku kalah?"

Boan ching yang mendengar Pek Hong siang tak ada di situ, tak mau mencari ribut lagi, sambil tersenyum dia berkata.. "Syarat yang kau minta terlalu berat untukku, dan tak dapat kuterima"

orang tua yang berdiri dibelakang Pek How mendengus, katanya. "Keponakan Pek Biarlah aku saja yang maju menghadapinya, aku ingin memaksa dia berlutut mengaku kalah."

Boan ching memandang orang tua itu sekejap. entah siapa orang tua itu pikirnya.

Pek How membalikkan tubuhnya, dengan sangat hormat ia berkata.

"Kong Sun Lopek, urusan ini biarlah keponakanmu saja yang membereskan."

Boan ching mendengar Pek How memanggil orang tua itu sebagaipaman Kong Sun, diam2 ia merasa terkejut, sekali lagi ia memandang orang itu pikirnya. "Kiranya orang itu adalah "Thay Mo Kiem ong" atau si Elang Emas dari Gurun Pasir, Kong Sun Sek. katanya kepandaian yang dimilikinya sangat tinggi dan tidak di bawah ciangbunjin dari partai manapun jua, terutama dalam hal Ginkang. Sungguh tak terkira ini hari dapat bertemu dengannya". .

Kong sun Sek pun memperhatikan Boan ching, dalam hatinya diam2 ia terkejut, pemuda itu-itu entah anak dari mana, kalau dilihat dari cara menghindari serangan dari Pek How tadi, dapat dipastikan Pek How bukan tandingnya, entah pemuda itu datang kemari ada urusan apa ?

Setelah Boan ching melirik sejenak pada Kong Sun sek, berkatalah ia kepada Pek How. "Aku dengan pihak Thian San Pay tak ada ganjalan apa2, tetapi sebaliknya dengan pihak Khong tong pay ada sedikit urusan- Aku kira Pek How tidaklah dengan mudah akan melepaskan aku pergi, jika dalam tiga jurus aku bisa merebut pedang Pek-heng, Pek-heng harus membereskan urusan hari ini dan tak mendendam padaku lagi".

Mendengar perkataan itu, bukan saja membuat Pek How menjadi gusar. Kong Sun Sekpun tidak dapat menahan amarahnya, pikirnya. "Pemuda ini sungguh takabur, dalam tiga jurus akan merebut pedang Pak How dengan tangan kosong? Thian San Kiam Hoat bukanlah dengan mudah dapat dihadapi. Sekalipun aku sendiri tak berani memandang rendah, pemuda itu ternyata berani omong besar".

Pek How tertawa besar, katanya. "Jika dalam tiga jurus aku kehilangan pedangku, bukan saja tidak akan membuat susah kau, sejak hari ini pula aku mengundurkan diri dari dunia Kangouw"

Boan ching mendengar Pek How berkata demikian, ia mengerutkan alisnya, pikirnya. " orang ini mengapa begitu serius ?Jika demikian hal nya malah membuat aku tak enak memaksa dia melepaskan pedangnya, tetapi perkataan telah diucapkan, menyesalpun tak berguna," kemudian katanya. "Pek-heng tak usah berbuat demikian, jika begitu malah membuat aku serba susah"..

Mendengar ucapan itu, hati Pek How bertambah gusar, se- olah2 Boan ching tidak memandang sebelah mata, bahkan seperti sudah pasti ia tentu kalah di tangannya.

Sebelum ia buka mulut, Boan ching telah mengetahui apa yang telah dipikirkan olehnya, dengan tertawa ia berkata. "Kalau begitu lebih baik kita bertanding secara lisan terlebih dahulu".

Hati Pek How dan Kong Sun Kok menjadi heran, pikirnya.

Bagaimana caranya bertanding secara lisan ?-?

Sambil tertawa Boan ching berkata. "Ilmu pedang yang lihay dari Thian San Kiam IHoat adalah "Tui Yun Toan ciet cap Sah Sih" atau tiga belas jurus ilmu mengejar mega memotong matahari, kukira engkau tentu akan menggunakan ilmu ini, untuk menghadapi aku bukan?"

Dalam hati Pek How berpikir. "Memang meskipun kehebatan "chieh San ciet Kiam" atau tujuh pedang Dewa Sakti jika dibandingkan dengan "Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih" lebih hebat, tetapi keganasan dan kegesitannya tidak menandingi, lagi pula dengan lwekang yang dimilikinya sekarang ini masih belum dapat melancarkan "chieh sian chiet Kiam" dengan sempurna. Meskipun Boan ching dapat menebak tepat kalau dia tentu akan menggunakan "Tui Yun ToanJiet cap Sah Sih" ia belum kagum, ilmu pedang ini telah menggetarkan dunia kangouw, sekalipun Boan ching dapat menyebutkan juga bukan merupakan hal yang aneh.

Boan ching sambil tertawa meneruskan, "benarkah jurus pertama dari Tui Yun ToanJiet cap Sah Sih, adalah jurus Thian Way Lay Hong atau di luar langit ada langit?"

Diam2 Pek How terkejut. Yang mengetahui ilmu pedang "Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih" tidak banyak. tetapi yang mengetahui jurus2 itu dengan sangat mudah, apakah mungkin ia masih ada hubungan dengan Thian San pay?

Hal yang sebenarnya Suhu Boan ching Ie Bok Tocu mempunyai pengetahuan yang sangat luas tentang ilmu silat yang ada di dunia ini kebanyakan ia mengetahui, selama sepuluh tahun Boan ching mendapat bimbingan yang  langsung dari suhunya, ditambah bakatnya sangat baik, pun sepuluh tahun yang lalu waktu Thian Jan Shu bertempur dengan Thien San ciet Kiam Boan ching hadir disana dan melihat setiap jurus yang digunakan oleh dua pihak yang bertempur itu sehingga terhadap Thian San Kiam Hoat ini sangat fatal.

Hati Pek How belum saja tenang kembali. Boan ching telah melanjutkan kata-katanya itu memang untuk mencoba kekuatan lawan-

Jurus itu baru saja dilancarkan setengah jalan, tubuh Boan ching telah mendesak maju. dua jari tangan kanannya telah menotok jalan darah "cie bun to" dibadan Boan ching, Pek How terdesak maju, terpaksa Pek How mengangkat pedang melancarkan serangan untuk mendesak Boan ching keluar lingkaran pertempuran, jurus yang digunakan barusan ini adalah jurus "Lui Tian Rao Tong" atau kilat geledek mengitari hiolo. Boan ching putarkan tubuh, menghindar serangan pedang Pek How.

Tidak menunggu sampai ia mengganti jurus, Boan ching telah melancarkan serangan tendangan dan mengarah ke pergelangan tangan Pek How.

Pek How sangat terkejut, sungguh tak terkira olehnya kalau dengan jurus "Sin Kiam Thim Yuan- atau pedang sakti melancarkan serangan, dengan demikian aku sudah dapat memaksa engkau melepaskan pedangmu.

Pek How dan Kong Sun Sek terkejut, Kong Sun sek kaget karena gerakan aneh yang dikatakan Boan ching itu belum pernah ia dengar, sedang Pek How terkejut karena Boan ching demikian jelas mengetahui tentang ilmu "Tul Yun Toan Jiet cap Sah Sih" daripartai nya, bahkan lebih jelas dari dirinya, pikirnya tentu dia mempunyai hubungan dengan Thian San Pay.

Boan ching tersenyum, katanya." Engkau tentu masih belum mau percaya bolehkah maju coba-coba."

Dalam hati Pek How merasa tidak puas, pikirnya. "Apakah aku harus melancarkan serangan sesuai dengan apa yang kau ucapkan?"

Berpikir sampai di situ, segera ia melancarkan serangannya kearah Boan ching dengan menggunakan jurus "Thian Way Lay Hong atau di luar langit ada langit, jurus ini adalah jurus pertama dari "Tui Yun Toan Jiet Sah Sih" dan satu-satunya jurus yang dapat merubah keadaannya yang kepepet itu menjadi pihak penyerang.

Apa boleh buat, segera Pek How melancarkan serangan dan mengancam pinggang Boan ching, jurus yang digunakan ini adalah jurus "Sin Kiam Tui Yun" atau pedang sakti mengejar mega, dalam hatinya berpikir," jurus ini meskipun telah kau tebak tepat, tetapi akan kulihat dengan cara apa engkau akan menjepit pedangku kemudian memaksa aku melepaskan pedang".

Berpikir sampai di sini, ia mengerahkan seluruh tenaganya dan di pusatkan pada gagang pedang itu.

Boan ching meloncat ke udara dan memutar tubuhnya, kedua tangannya dengan jurus "Tong cie Pay Kwan im" atau anak kecil menyembah Dewi Kwan im menjepit pedang Pek How, sedang kedua kakinya melancarkan tiga kali tendangan berturut-turut, ini adalah tendangan "Liau Huan Tui" atau tendangan berantai, semuanya terarah pada jalan darah di dada Pek How.

Pek How sudah ada persiapan, begitu ia melihat Boan ching menjepit pedangnya, tangan kirinya segera mengerahkan lwekang nya menahan jepitan pedang tersebut, pedang ditangan Pek How segera berubah keras sekali, sehingga tak bergeming sedikitpun-

Baru saja ia tertegun, serangan tendangan berantai Boan ching telah tiba, mau tak mau dia harus melepaskan pedangnya dan meloncat mundur. Mukanya segera berubah menjadi pucat pasi dan berdiri mematung di sana.

Kong Sun Sek nampak kepandaian Boan ching sangat tinggi, dalam hatinya sangat terkejut. Membalik tubuh melancarkan tendangan, menjepit pedang, beberapa jurus ini hanya dilakukan dalam sekejap mata saja, serangan yang demikian hebatnya ini, dalam tiga jurus telah memaksa Pek How untuk melepaskan pedangnya, biar dia dapat melakukannya, entah pemuda ini anak murid siapa.

Pek How menghela napas, Boan ching membungkukkan badannya mengambil kembali peda itu dan diangsurkan kepada Pek How sambil berkata. "Peng Heng, sungguh maaf atas segala perbuatanku yang lancang tadi."

Dengan rasa malu Pek How menerima kembali pedangnya, pemuda dihadapannya ini ternyata memiliki kepandaian yang demikian tingginya, sambil menerima pedangnya ia berkata. "Entah Boan heng anak murid daripartai mana, ternyata  begitu hapal dengan Thian San Kiam Hoat"

Boan ching tersenyum, jawabnya "suhu telah berpesan untuk sementara waktu tak boleh menyebut nama beliau, mengenai Thian San Kiam Hoat . .. ." dia berdiam sejenak. pikirannya terbayang kembali peristiwa di puncak Hwee Ing, terusnya "Karena Thian San chiet Kiam pernah melepas budi padaku."

Sepuluh tahun yang lalu, ketika di kuil kuno itu waktu Thian Jan Shu akan membunuhnya, kalau bukannya tiba-tiba muncul Thian San chiet Kiam ditempat itu, maka jiwanya tentu sudah melayang.

Ketika mendengar bahwa Boan ching ada hubungannya dengan tujuh orang Supeknya yang telah meninggal, dengan segera sikap Pek How berubah menjadi sangat menghormat, katanya "Kiranya begitu? jadi aku telah salah paham"

Setelah berkata demikian, ia berhenti untuk berpikir sebentar, kemudian baru melanjutkan- "Partai kami sangat baik hubungannya dengan Kong tong pay Entah karena urusan apa sehingga Boan heng bentrok dengan mereka? Mungkin aku dapat membantu mendamaikan urusan itu."

Dalam hati Boan ching berpikir "Bu Kie chie adalah merupakan pemimpin dari pembunuhan Thian San chiet Kiam. Jika engkau tahu pasti segera akan mendendam nya,  sekarang masih dapat mengatakan hubungan dengan Khong tong pay sangat baik segala." Katanya. "Urusan ini harus diselesaikan dengan mereka. Terima kasih atas perhatian Pek heng."

Di pinggir Kong Sun Sek mendengar semuanya itu dan dalam hatinya segera timbul rasa simpatik terhadap Boan ching. Selama dia selalu tak cocok dengan Bu Kie chi, tetapi selama ini hubungan Bu Ki chie dengan Thian San Pay sangat baik hingga ia tidak enak banyak bicara, untuk mencegah orang mengatakan ia ingin merenggangkan hubungan itu, juga meskipun ia tidak cocok dengan Bu Kie chie, ia juga tidak dapat menerka apa tujuan Bu Kie chie mendekati Thian San pay. Hal ini lebih-2 membuat dia sukar untuk membuka mulut.

Setelah Pek How mendengar Boan ching berkata demikian, terpaksa ia hanya dapat berkata.. "Boan heng, mencari ayah entah ada urusan apa? Nanti akan kusampaikan-"

Boan ching termenung sejenak. kemudian berkata: "Tentang urusan ini tak dapat aku memberitahukan, mohon Pek heng suka memaafkan"

Kong Sun sek tertawa besar dan berkata. "Kamu anak kecil ada urusan begitu saja berbelit-belit, sedikitnya tak ada semangat, aku si orang tua paling benci dengan orang semacam itu".

Pek How dan Boan ching tertegun mendengar perkataan itu, Boan ching mengangkat kepalanya memandang Kong Sun Sek. dan sambil menjura pada Pek How ia berkata. "Tadi Pek heng tidak menurunkan tangan jahat, itu akan selalu kuingat didalam hati. karena Pek Tayhiap tidak ada, maka aku juga tidak akan tinggal lebih lama lagi. Jika ada kesempatan, dilain waktu kita akan bertemu lagi". Kong sun sek melihat Boan ching akan pergi, dalam hatinya berkata.

"Mana dapat melepas dia pergi dengan mudah? Aku harus mengetahui dulu dia anak murid dari partai mana". Teriaknya. "Anak kurang ajar Ternyata kau ingin menghindari aku dan mengangkat kaki ? Tidak memperdulikan aku si orang tua lagi

?"

Mendengar Kong sun sek berkata demikian, Boan ching jadi mengerutkan alisnya. Pek How yang mengerti kalau Kong Sun Sek tak ingin melepaskan Boan ching, dan pura-2 gila untuk menahannya, dalam hati tertawa dan mundur ke samping. Boan ching tersenyum kepada Kong Sun sek dan berkata. " Entah ada pesan apa locianpwe?"

Kong Sun sek yang melihat Boan ching demikian merendah menjadi tertegun dan berpikir. "Anak muda ini sungguh cerdik, kini malah aku yang tak dapat menghindarinya lagi. Jika aku meneruskan berpura-pura gila, hal ini akan menurunkan derajatku dan akan dikatakan yang tua menghina yang muda. ilmu silatnya tidak berada di bawahku tetapi dia begitu menghormat pada diriku." Dia berdiam sejenak, begitu mendongakkan kepalanya nampak sepasang mata Boan ching memandang seperti sedang menertawakan dirinya, hatinya menjadi mendelu dan membentak. "Anak kurang ajar, aku ingin tanya siapakah suhumu ?"

Boan ching tertawa dan berkata dalam hati. "Kong Sun Sek ini memang ingin bergebrak denganku, sudah mengerti masih sengaja bertanya".

Dengan tawar ia berkata, "Meskipun kau orang tua memaksa aku bergebrak dengan mu, belum tentu kau dapat mengetahui asal perguruanku. Bicara apa harus berputar- putar? Lebih baik katakanlah secara blak-blakan".

Kong Sun Sek mendengar ucapan itu menjadi serba susah, sebenarnya ia ingin gusar tetapi dia tak dapat berbuat demikian, kepalanya di dongakkan dan tertawalah terbahak- bahak.

Sebenarnya hanya ingin mencoba kepandaian Boan ching untuk mengetahui dia berasal dari partai mana. Dia tak percaya kalau dirinya yang mencoba sendiri tak dapat meraba ilmu silatnya itu berasal dari perguruan mana.

Boan ching tak menunggu sampai Kong Sun sek berhenti tertawa, tambahnya. "cayhe bukannya tak mau melayani satu dua jurus dengan Locianpwe, tetapi bukankah dengan demikian malah akan merusak nama baik Locianpwe?" Kong Sun Sek menjadi melongo, mukanya berubah merah padam bagaikan kepiting rebus, sepatah katapun tak dapat diucapkan, sedang dalam hatinya timbul perasaan yang sukar dikatakan. Ucapan Boan ching itu telah membuat dirinya mati kutu, keinginan untuk menjajal kepandaian Boan ching pun segera lenyap tanpa bekas.

Pek How yang melihat keadaan Kong Sun sek sedemikian rupa itu, teringat pada sikapnya tadi yang ke-gila2an itu, ternyata ada juga hari ini.. Tak tertahan tertawalah dia hingga mengeluarkan air mata.

Dua orang pelayan itupun tak dapat menahan gelinya, sedang dalam hatinya mereka berpikir, kali ini Kong sun Loya telah ketemu batunya.

Kong Sun Sek tertegun, sambil menghela napas dia berkata. "Engkoh cilik, kau sungguh hebat, Hari ini aku Kong Sun Sek terpaksa harus mengaku kalah, tetapi perguruanmu akan tetap kuselidiki."

Boan ching sambil tersenyum membungkukkan badannya memberi hormat dan katanya.

"Terima kasih kepada Locianpwe yang tak menurunkan tangan jahat kepadaku. Aku Boan ching dengan ini mohon diri."

Kong Sun Sek tersenyum, katanya " Khong tong pay bukanlah lawan yang empuk. Engkau harus banyak berhati- hati. Melihat sikapmu yang sangat menyenangkan hati itu, lain hari kalau kau ada urusan, jangan lupa padaku."

Dalam hati Pek How diam-diam merasa heran. "Thay Mo Klem Song" atau Si elang emas dari gurun pasir, Kong Sun  Sek ternyata dapat bersikap demikian baik terhadap Boan ching, sehingga dia tak segan-segan turun tangan membantu pemuda itu untuk bentrok dengan pihak Khong tong pay. Dari dulu hubungan antara Thian-san-pay dengan Khong tong pay sangat baik, agaknya urusan ini akan sedikit mengalami kesulitan-

Boan ching tersenyum kepada Kong Sun Sek. setelah mengucapkan terima kasih, lalu berpisahlah dia dengan dua orang itu dan melanjutkan perjalanannya.

Kong Sun Sek dan Pek How memandang sampai bayangan Boan ching lenyap dari pandangan, diantara dua orang itu tak ada seorangpun yang mengetahui asal-usul Boan ching, mereka hanya merasa ilmu silat yang dimilikinya itu sangat aneh, juga sepertinya dia menyimpan banyak rahasia pada dirinya. Untung dalam hati dua orang itu telah timbul rasa simpatik mereka terhadap Boan ching.

-ooo0dow0ooo-

DENDAM KESUMAT UMAT PERSILATAN

TIGA HARI telah berlalu, kini Boan ching telah sampai di kota cu-jen, dalam hatinya dia bermaksud untuk segera menuju Khong tong pay, untuk menjajal tingginya ilmu silat yang dimiliki ciangbunjin dari Khong tong pay, Bu Kie chie itu.

Dengan langkah yang perlahan, dia memasuki cu-jen, tiba2 seekor kuda hitam lewat disampingnya dengan sangat cepat, di atas kuda itu duduk seorang pria berpakaian ringkas berwarna hitam, pemuda itu menoleh memandang cepat Boan ching sejenak dan kaburkan terus kudanya.

Boan ching mengerutkan alisnya. Dalam tiga hari ini, pemuda berpakaian hitam itu selalu menguntit dibelakangnya, agaknya ada urusan yang ingin dibicarakan dengannya, tetapi tidak berani menyapa.

Ketika itu sampailah Boan ching di sebuah rumah makan- Baru saja dia duduk. nampak pemuda berpakaian hitam itupun memasuki rumah makan itu, hal ini membuat dia mengerutkan alisnya kembali. Pemuda berpakaian hitam itu mencari tempat duduk tepat dihadapannya, dengan perlahan-lahan Boan ching menghabiskan santapannya. tampak pemuda berpakaian hitam itupun agaknya tidak terburu- buru, dia menundukkan kepalanya sambil minum teh, sedang matanya beberapa kali melirik ke arah Boan ching.

Baru saja Boan ching selesai dengan santapannya, tampak pemuda berpakaian hitam itu mengajukan tangan kanannya, cangkir teh yang ada di tangannya itu segera melayang kearah tubuh Boan ching, sedang badannya berkelebat keluar dari rumah itu, sesampainya di luar pintu dia menoleh ke belakang dan menggapai kearah Boan ching, kemudian melompat naik ke atas kudanya dan melarikannya dengan sangat cepat.

Sambil tangannya menerima cangkir teh, tersenyumlah Boan ching, cangkir teh itu di letakkannya ke atas meja beserta sepotong uang untuk membayar santapannya itu, dan iapun lari mengejar kearah pemuda berpakaian hitam itu tadi menghilang.

Waktu menerima cangkir teh tadi, dia telah mengetahui kekuatan lwekang yang dimiliki pemuda2 berpakaian hitam itu, kini tampak menggapai kearah dirinya, entah ada urusan apa dia merasa ilmu silatnya itu, maka ia tak takut akan  terjadi apa-apa terhadap dirinya dan lari mengejar pemuda itu.

Setelah keluar dari pintu kota, nampak pemuda berpakaian hitam telah menantinya di depan pintu kota, maka dihampirilah pemuda itu.

Pemuda berpakaian hitam itu sambil tertawa berkata. "Aku bernama Hoa Suan, tadi telah mempermainkan Boan Toako harap suka dimaafkan-"

Boan ching nampak usia pemuda itu hampir sebaya dengan dirinya, baru pertama kali bertemu telah begitu ramah sikapnya, lalu katanya. "Siaute Boan ching, entah Toa Heng mencari aku ada urusan apa?"

Hoa Suan memandang sekelilingnya, sejenak kemudian baru dengan tertawa katanya. "Tempat ini tidak sesuai, lebih baik kita cari tempat yang lebih aman untuk berbicara."

Dalam hati Boan ching berpikir, tampaknya Hoa Suan ini tidak mengandung maksud jahat maka ia menganggukkan kepalanya.

Hoa Suan menuntun kudanya, sambil berjalan ia berkata. "Boan heng tiga hari yang lalu kau telah mengalahkan Khong Tong Siang Kiam dengan tendangan geledekmu, sungguh suatu pekerjaan yang sangat menggembirakan- Dengan kepandaian Boan heng yang demikian tingginya itu agar orang2 Khong Tong Pay mengetahui kalau orang Bu Lim tidak mengganggu mereka adalah karena mereka mengalah, bukannya takut terhadap pihak Khong Tong Pay, pekerjaan Boan heng kali ini sangat menggembirakan hati."

Dalam hati diam-diam Boan ching berpikir "Kiranya adalah orang yang merasa tidak puas terhadap Khong Tong Pay," tetapi pada mulut nya sambil tertawa dia berkata," Mana2, berita Dunia Kangouw tak dapat dipercaya, kepandaian Siaute tak ada harganya untuk dibanggakan-"

Sambil berbicara kedua orang itu sampai di suatu kuil bobrok.

Hoa Suan menambatkan kudanya di depan pintu kuil, kemudian bersama-sama Boan ching memasuki kuil itu.

Hoa Suan tidak menunggu sampai Boen ching membuka suara telah berkata^ "Siaute telah lama mengagumi kepandaian Boen heng, ini hari datang kemari ingin mendapat pengajaran barang satu dua jurus."

Boen ching tidak mengira kalau Hoa Suan dapat berbuat demikian, ia menjadi melongo, dengan tertawa ia berkata. "Kepandaian Hoa heng lebih tinggi dari kepandaianku, aku kira lebih baik kita tak usah bertanding."

Dengan dingin Hoa Suan berkata. "Apakah Boen heng tidak memandang sebelah mata kepada ku?"

Boen ching tidak mengetahui Hoa Suan itu berasal dari aliran mana, jika didengar dari ucapannya, agaknya mempunyai ganjalan dengan pihak Khong Tong Pay, entah dia anak murid dari partai mana diantara enam partai besar itu? Mengapa ia berbuat demikian?

Belum habis dia berpikir, Hoa Suan telah mulai  melancarkan serangannya sambil mulutnya membentak. "Siaute tidak akan sungkan-sungkan lagi." Tangannya melepaskan piaw terbang ke atas Boen ching.

Boen ching tertawa tawar, ketika tadi dirumah makan dia melihat cara Hoa Suan melemparkan cangkir teh ke arahnya itu telah mengetahui kalau pemuda itu adalah seorang yang ahli didalam senjata rahasia. Ternyata dugaannya tepat.

Segera tangan kanannya diangkat dengan menggunakan jari telunjuknya ia menangkap piaw terbang tersebut.

Serangan Hoa Suan tadi sebenarnya hanya untuk memberi tanda kepada pihak lawan saja, begitu piauw terbang itu dilepaskan, segera disusul dengan bermacam macam senjata rahasia lainnya yang meliputi berpuluh-puluh macam menyerang kearah Boen ching.

Dalam hati Boen ching merasa terkejut melihat keahlian Hoa Suan didalam melepaskan senjata rahasia, segera timbul niatnya untuk membuat Hoa Suan terbuka matanya dan kagum terhadap kepandaiannya. Tangan kanannya dengan menggunakan piau terbang tadi memukul jatuh senjata rahasia yang menyerang tubuh bagian atasnya sedang kedua kakinya melancarkan ilmu "Po chiet-yao" atau ikan paus melompat tujuh kali menghalau senjata rahasia yang menyerang tubuh bagian bawahnya. Melihat gerakan Boen ching ini, Hoa Suan segera membentak. "Bagus Hati2 lah".

Tubuhnya merendah, kedua belah tangan nya segera melontarkan berpuluh-puluh plat baja, plat baja itu tebalnya seperti kertas dari bawah kian ke atas mengikuti gaya lemparan nya dan mengurung seluruh tubuh Boen ching.

Nampak keadaan demikian itu Boen ching menjadi terkejut, sedang dalam hatinya ia berpikir, bukankah ini adalah ilmu, "Han Po Shie jiet" atau ombak dingin melanda matahari? tak dapat diragukan lagi Hoa Suan tentu adalah murid dari Hwe Liong Su, atau si naga melingkar Liauw Pek Ko yang telah menggetarkan sungai telaga. Berpikir sampai di sini tersenyumlah dia, segera badannya melayang mengeluarkan ginkang ajaran suhunya Ie bok Tocu yaitu : "Hai Si Ju Shie" atau terbang melayang mengitari selat.

Badannya melayang mengikuti datangnya plat-plat baja, dengan secepat kilat plat-plat baja itu menyambar lewat di bawah kakinya dan tak dapat ditahan lagi semuanya menancap pada tembok kuil itu.

Hoa Suan menjadi sangat terkejut melihat ilmu meringankan tubuh Boen ching yang demikian sempurnanya itu ia berdiri tertegun.

Sungguh tak terkira olehnya kalau ilmu meringankan tubuh Boen ching dapat demikian tingginya pun tak terduga olehnya kalau ilmu melepaskan senjata rahasia yang paling diandaikan dan tidak ada tandingannya itu yaitu "Han Po Shieejut," atau ombak dingin melanda matahari ternyata masih juga terdapat lubang kelemahannya. ini merupakan hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, lebih-lebih gerakan Boen ching cepat seperti kilat, dimana ia dapat terapung ditengah udara.

Boen ching tersenyum dan dalam hatinya ia berpikir ilmu silat aneh ini mungkin engkau dengarpun belum pernah. Kemudian ia berjalan meninggaikan kuil itu. Baru saja ia sampai di depan kuil, Hoa Suan telah sadar kembali dan cepat berteriak: " Boen heng harap tunggu sebentar"

Boan ching menghentikan langkahnya dan sambil membalikkan tubuhnya ia berkata. "Apakah Hoa heng masih tidak mau melepaskan aku?"

Wajah Hoa Suan berubah menjadi merah, jawabnya. "Mana aku berani? Siaute berbuat demikian adalah karena terpaksa. Siaute mendapat perintah dari seseorang untuk melakukan hal ini. ilmu silat Boen heng sungguh tak dapat diukur tingginya, Siaute sangat kagum sekali".

Boen ching berdiam sejenak kemudian katanya, "Entah dengan maksud apa Hoa heng tadi mencoba kepandaian Siaute? Harap Hoa heng suka menjelaskan"

Hoa Suan berkata sambil tersenyum. "Mungkin baru pertama kali ini Boen heng menginjak dunia kangouw sehingga tidak mengenal namaku"

"Siaute adalah "Siauw Hek Liong" atau si naga hitam Hoa Suan- Didalam Ngo Liong Hwee selamanya membantu yang lemah dan menghancurkan yang kuat, tetapi baru-baru ini telah terjadi suatu peristiwa dan ingin mohon bantuan Boen heng,"

Boen ching berdiam sejenak kemudian katanya: "Urusan apakah itu? Mohon Hoa heng suka memberi penjelasan" .

Hoa Suan berpikir sebentar, kelihatannya seperti tak tenteram hatinya kemudian berkata. "Aku telah berjanji dengan Toako untuk bertemu ditempat ini, mengapa hingga saat ini masih belum muncul juga".

Baru saja ia selesai berkata tampak seekor kuda putih berjalan mendekati. Diatasnya duduk seorang lelaki berusia pertengahan, alisnya tebal dan mempunyai sepasang mata yang besar wajahnya tampak gagah. Melihat orang itu Hoa Suan berteriak. "Toako engkau baru datang"

orang laki-laki berusia pertengahan itu tersenyum dan berkata kepada Boen ching.

"Yang ini mungkin adalah Boen Siauw-hiap?"

Dengan cepat Boen ching menjawab "Siaute adalah Boen ching.."

orang laki-laki berusia pertengahan itu menghela napas dan berkata kepada Hoa Suan-"Perjanjian itu masih empat hari lagi engkau juga boleh turut".

Hoa Suan menjawab dengan cepat, " ilmu silat Boen heng sangat lihay, tadi dengan mudah ia telah dapat menghindari ilmu, "Han Po Shie Jiet," tidaklah lebih baik minta dia untuk membantu kita?"

Melihat keadaan kedua orang itu, Boen ching segera berkata, "Jika saudara memerlukan bantuanku tentu akan kubantu dengan sekuat tenaga".

orang laki-laki berumur pertengahan itu memperhatikan Boen ching dan berkata:

"cayhe adalah chin Liong Su", atau si tangan penyambar naga, Ong Kang, Ngo-te ku ini tidak mengetahui siapakah pihak lawan hingga telah mengundang Boen heng, Harap Boen heng suka memaafkan". Hoa Suan bertanya kepada ong Kang.

"Toako, apakah engkau sudah mengetahui siapa pihak lawan?"

ong Kang segera membalikkan tubuh kuda putihnya. Pada tubuh kuda putih itu tampak suatu cap telapak tangan yang telah menghitam.

Melihat cap tangan yang telah menghitam itu, maka Hoa Suan segera berubah pucat pasi. Dia berdiri mematung dan tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. ong Kang menghela napas dan berkata kepada Hoa Suan-

"Alasanku menyuruh engkau jangan mencari pembantu tentunya sekarang telah engkau ketahui. Kita juga harus pergi."

Hoa Suan diam dan tak berkata sepatah katapun- Boen- ching yang melihat Hoa Suan menjadi ketakutan sedemikian rupa setelah melihat telapak tangan yang berwarna hitam itu menjadi heran

"Entah siapakah orang itu.?" Tanyanya pada Ong Kang. "ong heng mungkin dapat memberitahu kepada cayhe,

telapak tangan itu melambangkan siapa?"

Baru saja Boen ching selesai berkata, kuda putih itu telah jatuh mati dan mengerang segera. Sambil melihat kepada kuda putih itu ong Kang berkata.

" Boen heng tentunya baru pertama kali berkelana di dunia kangouw, sehingga tidak heran kalau engkau tidak mengenalnya. Dia adalah Tok Thian coen- atau si Raja racun. Siapa yang bertemu dengannya, tentu dibunuh mati olehnya."

Mendengar nama itupun Boen ching belum pernah mendengar, ia menganggukkan kepalanya dan berpikir didalam hati. Dalam dunia ini apa ada orang yang demikian menakutkan? Meskipun ilmu silat Thian Jan shu waktu itu masih terhitung nomor wahid, juga tidak sampai demikian menakutkan-

Tak lama kemudian datang pula tiga orang penunggang kuda, dua orang lelaki dan seorang perempuan- Boen ching memperhatikan tiga orang itu. Dua orang laki2 itu yang satu kecil kurus dan yang seorang lagi tinggi besar, sedang yang perempuan berusia kira-kira 27 - 29 tahun, meskipun wabahnya sudah mulai berkerut tetapi masih terlihat nyata kecantikan wajahnya. ong Kang memandang sejenak kepada tiga orang itu dan kemudian berkata.

"Samte semua juga sudah datang." ia menghela napas kemudian memperkenalkan mereka itu kepada Boen ching. orang yang kurus itu adalah "Lu Yun Liong" atau Si Naga menembus mega cie chen, yang tinggi besar adalah "Thiat Liong" atau Si Naga besi oeipauw, sedang yang perempuan adalah kakak dari "Siauw Hek Liong" Hoa Suan yang bernama "Glok Liong" atau si Naga kumala, Hoa Goat Ku.

Sebenarnya Boen ching ingin mengetahui apakah sebabnya hingga mereka menaruh dendam kepada Tok Thian coen, tapi ia tak dapat membuka mulut. Setelah berpikir sejenak, ong Kang berkata kepada Boen ching.

"Kami berlima bukannya tak mengharapkan bantuanmu, ini disebabkan oleh karena kepandaian Tok Thian coen sangat lihat, sehingga lebih banyak seorangpun juga tak ada gunanya"

Diam2 Boen ching membatin, "Apakah Tok-Thian coen itu sungguh demikian lihaynya?"

Hoan Gwat Ku mengerti kalau Boen ching tak puas "Jika engkau mau, empat hari kemudian datanglah ke puncak Pak sek di gunung Yi san, tapi sedikitpun kau tak boleh ikut turun tangan juga tak boleh muncul sebab jika dia melihatmu tentu kau pun akan dibunuh olehnya."

Boen ching menganggukkan kepala dan berkata: "Terima kasih Hoan Liehiap."

Si naga besi oei Pauw berteriak dengan tiba-tiba.

"Aku tak percaya kalau kita semua tentu akan terbunuh mati, Ngo Liong Tin atau barisan Lima naga kita selamanya belum pernah mengalami kekalahan- Mengapa harus takut kepada seorang Tok coen saja?" ong Kang melihat tiga orang yang lainpun bermuram durja, dia tertawa terbahak-bahak dan berkata.

"omongan Sam te memang benar, Kitapunjangan terlalu takut kepada Tok Thian coen-"

Semangat kelima orang itu lalu terbangun kembali dan masing2 berpamitan dengan Boen ching.

Sesudah kelima orang itu pergi Boen ching memandang bangkai kuda putih yang menggeletak pikirnya.

"Pukulan Tok Thian coen ini sungguh sangat beracun- Mengapa sudah setengah harian ini aku belum juga mengetahui sebab-sebab kematiannya? Aku harus datang ke puncak Pak Sek. akan kulihat bagaimana tingginya kepandaian Tok Thian coen itu.. Setelah berpikir demikian, ia mengambil buntalannya dan meneruskan perjalanannya.

Setelah berjalan setengah harian, telinganya mendengar suara tertawa yang sangat ramai. Tampak dua ekor kuda yang berjalan berdampingan datang mendekati. Diatasnya duduk seorang gadis cantik dan seorang lelaki yang berusia 40 tahun. Mereka berjalan sambil bergurau.

Gadis cantik itu melihat pedang Boen ching yang tergantung di pinggangnya itu, ia mengeluarkan suara tertahan dan berkata pada lelaki itu:

"Tia engkau lihat, bukankah orang ini menyerupai dengan apa yang dikatakan oleh couw Suheng ?"

orang lelaki itu mengerutkan alisnya dan bertanya kepada Boen ching. "Tolong tanya, apakah saudara ini she Boen?"

Mendengar orang lelaki itu bertanya kepadanya, hati Boen ching menjadi tertegun. Dalam hati ia berpikir.

"cou Suheng? Bukankah itu adalah Khong Tong Siang Kiam cou Tiong Ku ?" Ia memandang kedua orang itu, tampak orang lelaki itu meskipun tersenyum, kedua mulutnya memancarkan sinar yang sangat berwibawa. Pikirnya, kedua orang ini tentunya orang2 Kong Tong pay.

Berpikir sampai di sini, dengan tenang dia menganggukkan kepalanya.

Ketika melihat Boen ching menganggukkan kepalanya, gadis itu segera membentak.

"Engkau ternyata sangat lihay, lihat nona- mu akan memberi pelajaran".

Ia mencabut pedangnya dan menyerang Boen ching.

Boen ching menduga dua orang itu adalah orang-orang Keng Tong Pay, pikirnya. "Bagus, aku akan membikin malu kamu berdua. Aku mau lihat ciangbunjin mu, Bu Kie chie akan keluar atau tidak".

Ia juga tidak banyak bicara lagi, tangan kanannya diangkat dan menyambar pedang gadis itu. Gadis itu segera menarik kembali pedangnya. Tak menunggu sampai gadis itu melancarkan tendangan berantai.

Gadis itu terkejut dan segera menghindar, dua tendangan yang mengancam dirinya, tetapi tendangan ketiga tepat mengenai pergelangan tangannya, yang menyebabkan peda n ditangan gadis itu terlepas.

orang laki-laki yang berusia pertengahan itu akan menolong, tetapi sudah terlambat, ketika melihat pedangnya terlepas, mata gadis itu menjadi merah, air matanya jatuh berlinang sedang mulutnya segera berteriak. "Tia . . . "

Sambil berbicara ia menangis, tetapi melihat Boen ching berada di situ ia menjadi malu lalu membalikkan tubuhnya dan menangis terisak-isak. Ketika nampak putri kesayangannya terhina, wajah orang laki-laki itu berubah menjadi merah padam, sambil mendengus ia berkata.

"Sungguh suatu kepandaian yang sangat hebat, aku Pek Hong Siang ingin minta pelajaran dari mu".

Belum selesai ia berkata, badannya telah menubruk maju, kedua belah telapak tangannya menyerang ke tubuh Boen ching dengan disertai angin yang kencang.

Ketika mendengar kalau orang laki2 itu adalah Pek Hong Siang. Boen ching menjadi terkejut bukan buatan, bagaikan disambar petir disiang hari bolong. Sungguh tak dia sangka bila orang laki2 itu ternyata ciangbunjin dari Thian San Pay, Thian San Thay-hiap Pek Hong Siang.

Tadi ketika mendengar gadis itu menyebut cou Tiong Ku sebagai cou Suheng, tak dapat diragukan lagi kalau dua orang itu adalah orang-orang Kong tong pay.

Dia tidak mengetahui kalau pada waktu itu Boe Kie chie sendiri yang mengembalikan senjata rahasia Thian Liong Suo" kepada pihak Thian San Pay, juga mengusulkan agar 300 lie antara gunung Thian San dengan perkampungan Sie Shia Liang kawan2Bulim dilarang membawa senjata dan iapun mendapat persetujuan dari enam partai besar yang lain, Pek Hong Siang sangat berterima kasih pada Bu Kie chie sehingga anak murid Thian Sanpay pun sangat baik sekali hubungannya dengan anak murid Khong Tong pay. Boe Kie chie juga tak segan-segan menurunkan ilmu silatnya kepada anak murid Thian San pay dengan demikian anak murid kedua belah pihak saling memanggil sebagai Suhengte.

Boen ching ingin bicara tapi tak dapat karena Pek Hong Siang terus menerus melancarkan serangan dengan gencar, Boen ching mana berani memandang ringan pada Pek Hong Siang yang menjabat sebagai ciangbunjin suatu partai besar? Tapi urusan ini harus dijelaskan terlebih dulu. Dia tak berani bertempur berhadap-hadapan dengan Pek Hong Siang. Ia segera mengeluarkan ilmu pukulan ajaran Ie Bok Tocu yaitu "Sie Liu Eng Hong" atau pohon Liu menahan angin, ilmu pukulan ini sengaja diciptakan untuk menghadapi pertarungan keras kedua tangannya dengan sangat ringan melancarkan pukulan, satu demi satu, hal ini menyebabkan semua pukulan Pek Hong Siang satupun tiada yang mengenai tubuh Boen ching dan semuanya melewati di samping tubuhnya.

Pek Hong Siang menjadi sangat terkejut, ketika ia memperhatikan maka tampak kaki Boen ching menggunakan langkah Kioe Keng Pat Kwa, setiap pukulan yang dikerahkan meskipun kelihatannya sangat ringan tapi ketika dipadukan dengan langkah kakinya, ternyata merupakan jurus-jurus yang sangat sempurna kerja sama antara tiap pukulan dan tiap langkah itu sungguh tak dapat dikira sebelumnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar