Wanita iblis Jilid 37

Jilid 37

“APAKAH sejak kecil, engkau berdua dilahirkan ditempat ini?” tanya Cau Yan hui.

“Tidak! Ka mi tinggal disini kira- kira…. ya, kira-kira baru setengah tahun. Harinya yang tepat, aku tak ingat lagi oleh karena tempat ini t iada matahari dan bulan maka sukar menghitung hari!”

“Te mpat  ini  mengandung  dua  maca m  hawa.   Dingin me lebihi dan yang lainnya panas seperti bara. Tiada terdapat makanan dan minuman. Dapat tinggal disini Sela ma setengah tahun, benar-benar sukar dipercaya!” seru Cau Yan hui.

Kat Wi mengicupkan sepasang matanya lalu  menyahut, “Jika tiada ma kanan dan minuman, tak mungkin kami dapat mene mui kalian!” “Kalau begitu disini terdapat makanan dan air  minum?” Seru Tek Cin dengan penuh harap. Memang sejak me masuki goha diperut gunung berapi itu, ia selalu kuatirkan soal makan dan minuma n.

Kat Wi me mandang tokoh tokoh itu dengan dingin, ujarnya, “Persediaan ma kanan dan minuma n disini, hanya cukup untuk kami berdua. Maaf tak dapat kuberitahukan tempat itu kepada kalian.”

Tek Cin terkesiap, “Apakah engkau tak tahu bahwa jalanmu untuk mengundurkan diri sudah kucegat?”

Kat Wi berpaling kebelakang, “Mau apa engkau menghadang jalan itu?”

Buru buru Ciok Sam kong menjelaskan bahwa rombongannya sama sekali tiada bermaksud hendak merebut rangsum dan minuman itu.

“Hm, Sekalipun hendak merebut, kamipun  tak takut!” dengus Kat Wi yang selalu berprasangka jelek.

“Selain kalian berdua, masih ada siapa lagi yang tinggal diperut gunung sini?” tanya Cau Yan- hui.

Bukan menjawab kebalikannya Kat Wi berbalik tanya, “Diantara kalian berempat apakah terdapat orang Bu tong pay?”

Tay Ih siansu menyahut, “Ro mbongan lohu ini, walaupun tak terdapat orang Bu tong pay tetapi lohu bersahabat baik sekali dengan Sin Ciong toheng. Sicu menanyakan Bu-tong- pay, tentu me mpunyai hubungan dengan partai itu!”

Kat Wi menghela napas kecewa, “Jika tak ada tak apalah.

Apakah maksud kalian masuk ke mar i?”

Belum Tay Ih menyahut, Cau Yan-hui sudah mendahului, “Jadi dite mpat ini hanya terdapat kalian berdua?”

“Jawab pertanyaanku tadi!” seru Kat Wi. Cau Yan hui tertawa, “Hm, keras kepala benar.  Kami sedang mencari seorang sahabat dan tanpa sengaja telah masuk ke mar i.”

Sepasang biji mata pe muda itu berkedip-kedip sejenak, katanya, “Benarkah begitu?”

“Mungkin mas ih perlu dijelaskan lagi. Tetapi garis besarnya ialah de mikian. Jika tidak percaya, kamipun tak dapat berbuat apa-apa.” kata Cau Yan-hui.

“Baiklah, keteranganmu itu benar atau tidak, akupun tak- dapat menyelidiki. Mungkin didalam perut gunung  terdapat lain orang lagi, tapi yang Jelas kami merasa hanya ka mi berdua saja!”

Ketua wanita dari Tiam jong-pay itu kerutkan dahi. Dia m- diam ia me maki pe muda itu sebagai seorang pemuda yang licin, tetapi mulutnya bertanya pula, “Jika tahu bahwa persediaan diperut gunung itu tak cukup, mengapa kalian tak merencanakan untuk meninggalkan tempat ini?”

Kat Wi sejenak me lir ik ke arah ketua wanita itu. Sahutnya, “Perut gunung ini penuh dengan simpang jalan. Dima na- mana bertebaran bahaya maut. Tak ga mpang keluar dari sini!”

“Tetapi mengapa ka mi enak saja masuk ke mari?” tanya Cau Yan-hui pula.

“Justeru hal itulah yang kuherankan!” jawab Kat Wi.

Dengan wajah serius, berkatalah Cau Yan-hui. “Walaupun keadaan dalam perut gunung ini ka mi tak faham, tapi kami dapat mengingat dengan je las jalanan ke luar. Setiap ujung lorong, kami beri tanda rahasia. Sekalipun tersesat, tak takut kehilangan tak dapat keluar. Jika kalian berdua hendak keluar dari sini, hanya ada satu cara yang kalian dapat pertimbangkan!”

“Apa?” tanya Kat Wi. “ialah kalian mau kerja sama dengan kami. Ceritakan dengan jelas keadaan perut gunung ini dan nanti kami akan me mbawa saudara ke luar dari sini.” seru Cau Yan hui.

Kat Wi merenung beberapa saat. Rupanya ia tertarik juga akan kata-kata Cau Yan hui

Tiba tiba terdengar derap langkah orang dari dalam pintu.

Tek Cin cepat berputar badan dan siap sedia. “Siapa itu?”

“sudah kukatakan bahwa disini hanya terdapat dua orang. sudah tentu itu saudaraku!” kata Kat Wi.

Langkah itu tiba tiba berhenti.

Ciok Sam- kong buru-buru berkisar ke samping Tek Cin. Yang satu menghadang jalan Kat  Wi,  yang  satu  siap  menya mbut orang yang akan muncul itu.

“Jika yang datang adik Sicu, mengapa tak mau keluar?” tanya Tay Ih siansu.

Kat Wi menatap Ciok Sa m-kong dan Tek Cin dengan lekat. Sahutnya, “Goa di balik pintu, lorongnya kecil dan berliku liku serta gelap sekali. Dengan sikap seolah-o lah hendak menunggu musuh besar, tentu saja menimbulkan kecurigaannya. Karena ditempat gelap, dia tentu tahu segala gerak-gerik kalian di sini!”

Ciok Sa m-kong berbisik kepada Tek Cin . “Perkataannya itu me mang benar, mar i kita menyis ih ke sa mping.”

Kedua tokoh tua itu segera menyis ih tiga langkah ke samping. Tetapi menyusup ke dalam pintu.

Kat   Wi   tertawa dingin.  “Jika menghendaki saudaraku keluar, silahkan mundur dari sini seto mbak!”

Terpaksa Ciok Sam- kong mengalah dan mengajak Tek Cin mundur keluar. Satelah itu, berteriaklah Kat Wi dengan nyaring, “Adik Hong kah itu? Lekaslah ke luar….” dia mengulang terikannya sampai beberapa kali, tetapi tiada penyahutan.

Ciok Sa m-kong tertawa dingin. “Rupanya adikmu tak mau me mperdulikan engkau!”

“Silahkan kalian tunggu disini, aku hendak menjenguknya!” kata Kat wi seraya masuk ke dalam pintu batu.

Ciok Sam kong kerutkan dahi, bisiknya kepada Cau Yan hui, “Jika dia sa mpai masuk. Sukar untuk menghadapinya!”

Tiba tiba Kat Wi berpaling dan berseru, “Jika aku t idak masuk, kalianpun sukar untuk menghadapi aku!”

habis berkata, ia terus loncat masuk ke dala m.

Tek Cin bersungut sungut penasaran. “Ah. jika taysu tak berlaku murah hati, tentu kita akan mendapat keuntungan. Dalam    tempat    dan    saat    seperti    ini.     kita     harus me mperjuangkan kese mpatan yang baik untuk melepaskan diri dari bahaya!” 

Tay Ih siansu menyahut bahwa menurut anggapannya, pemuda itu bukan orang jahat.

“Ah, dikuatirkan….” baru Tek Cin hendak bicara tiba tiba dalam pintu terdengar bentakan nyaring dan menyusul terdengar angin pukulan dahsyat. Rupanya dalam pintu telah terjadi pertempuran seru.

Ciok Sa m-kong heran dan melongo k ke dalam pintu. Tetapi bagian dalam pintu sangat gelap sekali. Mata jago tua yang tajam itu hanya dapat mencapai beberapa meter saja. Tetapi jelas dia dapat mendengar bahwa di dalam goa telah terjadi pertempuran seru.

Cau Yan hui tak dapat bersabar. Setelah minta kawan- kawannya menunggu, ia menghunus pedang dan menyelinap masuk. “Ah, kalau masuk, semua harus masuk!” seru Ciok Sa m- kong seraya mengikuti.  Tay Ih Siansu, Tek Cin pun ikut masuk.

Untungnya walaupun gelap tetapi lorong di dalam goa itu cukup luas dan tanahnyapun datar. Setelah berjalan dua tombak, tokoh tokoh itu sudah terbiasa dengan keadaan gelap di situ. Kini mereka dapat meneropong sampa i  tiga  atau empat meter.

Tampak disebelah muka, dua sosok bayangan hitam tengah berkelahi dengan sengit sekali.

Cau Yan hui melangkah mendekati. Dilihatnya kedua orang bertempur itu adalah Kat Hong.

Sedang yang seorang, bertubuh kecil pendek. Berpakaian hitam, itulah orang yang muncul di lorong goa dan bertempur dengan Thian Ce to-tiang tadi.

Ilmu pukulan Kat Hong aneh sekali gayanya. Seperti orang meninju tetapi pada lain saat seperti orang mena mpar. Perubahannya sukar diduga duga. Sering sering me ma inkan jurus jurus istimewa yang jarang ta mpak. Sepintas kilas, anak muda itu seperti telah menguasai ilmu silat sakti dari berbagai cabang persilatan. Hal mana sangat mengherankan sekalian tokoh itu. Bukankah Kat Hong masih sangat muda?  Mengapa  ia mengerti segala maca m ilmu silat yang istimewa dari sekian banyak partai persilatan?

“Cau ciangbun. apakah orang pendek itu bukan orang yang bertempur dengan Thian Ce. totiang tadi?” seru Ciok Sam kong.

Ketua wanita dari Tia m- jong pay itu me-ngia kan.

“Kalau begitu, mcre kapun baru saja masuk kedalam goha ini. Entah apakah orang itu yang hendak kita cari?” kata jago tua she Ciok pula. “Me mang aneh sekali mengapa Thian Ce-totiang dan Tio Gan tak kelihatan jejaknya?” sahut Cau Yan- kui.

“Turut pendapatku, mungkin mereka terkena serangan gelap dari orang dan telah meninggal dalam goha ini!”

“Jika Tio Gan, me mang mungkin, Tetapi tokoh semaca m Thian Ce toheng, kiranya hal itu sukar terjadi ” bantah Cau Yan-hui, “sekurang kurangnya Thian Ce-toheng tentu masih sempat melawan dan berteriak. Tetapi mengapa sama sekali dia lenyap seolah olah ditelan bumi?”

“Eh. rupanya anak itu sudah kewalahan. Bagaimana, kita akan me mbantunya atau tidak?” tiba t iba Tek Cin menyeletuk.

Ketika berpaling, benarlah. Cau Yan-hui melihat Kat Hong sudah tak kuat bertahan. Sedang orang pendek berpakaian hitam itu se makin gagah. Serangannya semakin dahsyat. Menilik gelagatnya, dalam dua puluh jurus lagi Kat Hong tentu kalah.

Terhadap kedua orang yang berkelahi itu, mereka tak  kenal. Tetapi dipertimbangkan kepentingannya, me mang Kat Hong perlu dilindungi jiwanya.

Ciok Sam kong menyatakan, hendak me mbantu pe muda itu. Cepat ia maju mengha mpiri  dan lepaskan sebuah hantaman kepada orang pendek itu.

Karena tak menduga-duga dan sedang menghadap Kat Hong. Orang pendek itu dengan gegup menangkis pukulan Ciok Sa m-kong. Krek dia terpental mundur sa mpai dua langkah.

Me mperoleh hasil, Ciok Sam kong menyusuli lagi dengan pukulan dan tutukan jari. Berturut-turut dilancarkan e mpat sampai lima belas buah serangan. Rupanya Kat Hong memang kehabisan tenaga. Ketika orang pendek itu terdesak mundur oleh   Ciok   Sam- kong,   Kat   Hong   pun   mundur   untuk me mulangkan tenaga. Ternyata rang pendek berpakaian hitam itu kecuali me miliki jurus-jurus pukulan yang aneh dan sukar diduga perubahannya, juga memiliki sumber tenaga yang luar biasa. Melayani Kat Hong ke mudian menghadapi tokoh tua dari Swat san pay itu, tia tak ta mpak letih dan kendor se mangatnya.

Serangan bertubi-tubi dari C iok Sam kong dapat dihalau dan dipatahkan oleh orang pendek itu. Dengan menggunakna kesempatan pada saat terluang, orang pendek itu menyusup dengna serangan balasan yang dahsyat. Cepat sekali keadaan telah berganti. Orang pendek itu yang memegang inisiatip sebagai penyerang.

“Ciok lo cianpwe, harap beristirahat dulu. Ijinkahlah aku yang menghadapinya!” Seru Cau Yan Hui seraya mencabut pedangnya.

Dalam perut gunung yang setiap saat mengandung bahaya maut itu, Ciok Sam kong tak mau menghabiskan tenaganya. Cepat ia kerahkan seluruh tenaga dalam dan hendak menyerang ke mudian mundur. Tetapi diluar dugaan orang pendek itu telah mendahului menyurut mundur.

Ciok Sam kong terkejut. Dia m-dia m ia curiga. Jelas lawan lebih unggul kedudukannya. Tetapi mengapa tiba-tiba menyurut mundur. Ah jangan -jangan orang pendek  itu hendak mengguna kan tipuan.

Dalam pada itu, Cau Yan  hui  sudah  mendahului  loncat me mbur u dan me mbentak, “Loloskan senjatamu, aku hendak menguji ilmu pedang dengan kau!”

Namun orang berpakaian hitam itu tetap diam dan mundur perlahan-lahan. Ketua wanita dari Tiam jong pay  itu lintangkan pedangnya untuk melindungi diri  dan maju mendesaknya.

Entah apakah orang pendek berpakaian hitam itu me mang hendak mengatur siasat atau memang hendak mengalah. Tetapi matanya tetap me mandang  Cau Yan-hui sa mbil mundur. Kira kira setombak jauhnya, tiba tiba ia mencabut pedang dan tegak berdiri.

Sejenak Cau Yan hui meragu. Tetapi pada lain saat ia terus menusuk dengan jurus Giok-tho Soh atau Bidadari mele mpar- tali.

Tring. tring…. Pit-bun thui gwat atau menutup pintu mendorong bulan, demikian jurus yang digunakan si orang pendek untuk menangkis sa mbil orangnya mundur selangkah.

Cau Yan-hui rasakan tangannya kesemutan. Diam diam ketua Tiam jong pay itu terkejut. pikirnya, “Orang ini benar- benar me miliki daya ketahanan yang hebat. Tatapi mengapa dia terus main mundur saja?”

Mulailah timbul kecurigaan ketua Tiam jong pay itu. Tetapi ia tetap mengejar ma ju.

Tetapi  kali  ini   siorang   pendek   tak   mau   menangkis me lainkan ma inkan pedangnya dalam jurus yang aneh. Begitu sinar pedang berha mburan, tiba-tiba me luncur menusuk jalan darah di lengan Cau Yan-hui.

Cau Yan hui terpaksa menyurut kebelakang.

Orang pendek berbaju hitam itu tersenyum dan mundur dua langkah lagi. Dibawah kilap sinar pedangnya, tampak sebaris giginya yang putih bersih….

Melihat itu, buru-buru Tay Ih siansu menyusul Cau Yan hui, “Harap Cau ciangbun beristirahat dulu. Biarlah lohu menghadapinya!”

Dan tanpa menunggu penyahutan, ketua Siau-lim si itu terus ayunkan tongkat dalam jurus Thay San ya-ting atau gunung Tay-San menindih puncak. Tongkatnya yang panjang dan berat itu menimbulkan deru angin yang dahsyat.

Walaupun lorong goha disitu cukup  lebar dan datar tanahnya, tetapi bagaimana halnya tetap merupakan te mpat yang terbatas untuk bergerak berloncatan kian ke mari. Menghadapi tongkat panjang dan berat dari ketua Siau-lim-si itu, tentulah orang pendek itu akan menderita kerugian. Karena dia hanya mengenakan pedang yang pendek.

Desakan Tay Ih siansu itu telah me ma ksa si orang pendek loncat mundur lagi.

Tay Ih siansu kerahkan tenaga dalam ke lengannya. Tongkat diluruskan kemuka dan di gerakkan dengan jurus Tit- to hong liong atau menjolok naga kuning.

Tring…. orang pendek itu tak mau mundur tetapi tusukan ujung pedangnya ke tongkat. Seketika Tay  Ih siansu seperti me mbentur cadas yang licin sekali sehingga tongkatnya mengge lincir kesamping. Ketua Siau lim si itu terkejut dan buru buru menarik pulang tongkatnya.

Pedang si orang pendek dilanjutkan untuk me nusuk lawan. Tay Ih mendegus dingin dan mundur selangkah- Diam diam ketua Siau-lim si itu ta mbahkan pengerahan tenaga dala mnya ke lengan.

Secepat kilat ia ayunkan tongkatnya lagi tetapi orang pendek itu cepat menyurut mundur sehingga tongkat menghanta m dinding karang.

Dan ketika Tay Ih siansu hendak menyusuli serangan lagi ternyata orang pendek itu sudah lenyap!

Ciok Sa m-kong buru buru mengha mpiri dan bertanya apakah ketua Siau lim si itu terluka. Tay Ih mengatakan tak kurang suatu apa.

Me mandang kelorong dimuka yang gelap, jago tua dari Swat san-pay itu berkata seorang diri “Jika mereka ma mpu pergi, mengapa kita t idak?”

Ia berpaling dan berseru kepada Kat Hong, “Saudara tentu tahu lorong ini te mbus ke mana?” Saat itu Kat Hong sudah kembali tenaganya. Sahutnya, “Lorong ini akan tiba dikarang api!”

“Mengapa orang itu muncul dilorong situ?” tanya Ciok Sam kong.

“Entahlah, aku sendiri tak tahu,” kata Kat Hong, “jika tak percaya, silahkan me lihat ke-belakang situ!”

“Jika lain orang berani mengapa kita tidak!” sahut  Ciok  Sam- kong seraya melangkah maju. Tay Ih siansu, Cau Yan-hui dan Tek Cin segera mengikut i.

Sesungguhnya hanya mulutnya saja yang garang tetapi dalam hati, diam diam Ciok Sam kong berdebar-debar. Sepanjang berjalan ia bersiap siap.

Kira  kira  tujuh  delapan  tomba k  jauhnya   lorong   itu, me mbiluk kekiri dan setelah itu mereka rasakan hawa panas meranggas.

“Ah, kiranya benar sebuah kawah api!” seru Ciok Sam kong.

Kat Hong yang berjalan dibelakang sendiri mengatakan bahwa apabila me lintasi dua buah tikungan lagi, tentu akan me lihat    api    berkobar,    “jika    tak    percaya,    silahkan me mbuktikan!” serunya.

“Me mang menilik disini saja hawanya sudah begini panas, tentulah  disebelah   muka   terdapat   kawah   berapi.   Tapi ke manakah lenyapnya orang berbaju hitam tadi? Padahal sepanjang lorong ini tiada terdapat persimpangan?” Cau Yan hui menyatakan keherannanya.

Kat Hong menyatakan bahwa ia sungguh-sungguh tak tahu bagaimana cara datang dan perginya orang pendek itu.

Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam becak Tek Cin,serunya, “Dilorong ini tiada terdapat sebuah cekung dan lubang, lalu dimanakah biasanya engkau tidur sela ma ini?” Kat Hong tertawa, “Yang salah adalah pandangan mata kalian. Te mpat peristirahatanku sudah kita lalui beberapa saat tadi!”

“Apakah kau tak keberatan membawa kami ketempat tinggalmu itu?” Tek Cin mendesak.

“sudah tentu tidak keberatan, marilah!”

Dalam pada itu diam diam Cau Yan hui menghela  napas dan menggerutu, “Ah, hanya terpisah beberapa langkah dengan musuh tetapi sama sekali kita tak tahu kemana musuh itu melenyapkan diri. Apabila hal itu tersiar didunia persilatan. kita hanya jadi buah tertawaan!”

“Sela ma menyusuri lorong ini, telah ku perhatikan dengan seksama, Hanya ada dua ke mungkinan. Jika dibalik lorong ini tidak ada jalanan keluar, tentulah orang itu bersembunyi di sebelah muka.” kata Ciok Sam kong.

“Apakah lo cianpwe me lihat juga tempat  tinggal saudara Kat ini?” tanya Cau Yan Hui.

Pertanyaan itu me mbuat Ciok Sam kong bungka m. Tay Ih siansu yang kuatir Ciok Sam kong akan marah karena ma lu, buru-buru nyeletuk, “Dalam saat dan tempat seperti ini terasalah betapa artinya bersatu itu. Bersatu teguh bercerai runtuh. Lebih baik kita hindarkan hal hal yang kurang perlu akibatnya hanya mena mbah percideraan yang tiada gunanya!”

“jangan kuatir taysu, tak nanti aku setori dengan Cau Ciang bun!” Ciok Sam kong tertawa.

“Disinilah tempatku!” tiba-tiba Kat hong berjongkok dan lenyap.

Ciok Sam kong terkejut. Diperiksanya tempat itu. Ternyata terdapat sebuah retakan lubang seluas setengah meter. Hampir saja ia hendak ikut menyusup, tetapi pada lain saat ia me mpunyai kecurigaan. Jika mus uh berada didala m, tentu berbahaya baginya. Ia meragu. “Eh, mengapa  kalian  tak masuk?” tiba tiba Kat Hong berseru dari dala m.

“apakah Ciok lo cianpwe kuatir diserang orang secara gelap?” ke mba li Cau Yan hui tertawa mengejek.”kalau begitu biarlah aku saja yang masuk.” Habis berkata ketua wanita dari Tiam jong pay itu terus berjongkok dan me nyusup masuk.

“Silahkan Ciok heng ikut dibelakangku!” kata Tek Cin seraya menyusul Cau Yan huo.

Ciok Sam kong minta Tay Ih siansu ikut dibelakangnya.

Keduanya segera menyusup masuk.

Ternyata didalam dinding karang itu merupakan sebuah ruangan alam. Dindingnya tak rata dan bagian atas melekuk- lekuk tak rata. Rupanya penghuninya telah memperbaiki tempat itu sedapat mungkin.

Setelah me meriksa seluruh keadaan ruangan itu, Cau Yan Hui menghe la napas :”Alam benar benar kaya sekali ciptaannya.  Ruang  yang  hanya  seluas   tiga   tombak   ini me mpunyai dua maca m hawa!”

Teryata ruang itu me mang berhawa dua macam. YAng separoh, hangat seprti iklim musim semi. Dan yagn sebelah lagi dingin seperti pada musim salju.

Ciok Sam kong tak percaya. Ia melangkah maki dan ketika me lintasi batas pemisah hawa, dia rasakan hawa yang hangat. Kemudian disebelah lain ia merasakan hawa  yang  dingin sekali.

“Apakah kalian merasa aneh dengan kedua maca m hawa disini?” tanya Kat Hong.

Cau Yan hui menangguk.

“Hal itu tak  perlu  dibuat  heran,”  Kat  Hong  tertawa, “me mang pada tempatnya yang berhawa hangat itu dekat dengan kawah api. Sedang yang berhawa dingin karena dekat dengan saluran air dingin. Disini masih tak begitu terasa perbedaannya. Jika melangkah kira kira lima tombak dari ruangan ini, kita tentu akan menjumpai dua maca m dunia. Yang satu panas sekali dan yang satu dingin seperti salju….” tiba tiba ia hentikan kata-katanya karena telah kelepasan omong.

Tiba tiba Tek Cin menjerit “Celaka!” ia terus berputar tubuh dan menerobos keluar.

Ciok Sam kong dan kawan kawan terkejut. Merekapun menyusul keluar. Tetapi didapatinya Tek Cin tegak ditengah lorong dengan tenang.

“Ada peristiwa apa, Tek lo cianpwe?” tegur Cau Yan hui.

Sambil mengurut-ngurut jenggot, Tekcn menyahut “Tiba tiba saja kuteringat akan orang pendek itu. Jika kita sa mpai terbenam dalam pe mbicaraan, bukankah dia me mpunyai kesempatan untuk me loloskan diri?”

Cau Yan-hui hendak menyahut tetapi tak jadi, tiba-tiba Kat Hong berkata perlahan lahan kepada ketua wanita itu, “Entah, dendam apa yang kalian ikat dengan orang pendek itu hingga kalian mengejarnya sampa i ke mari”

“Sa ma sekali tiada dendam apa-apa, Hanya kami hendak mencari jejak kawan kami dan bertemu dengan orang itu,” sahut Cau Yan-hui.

“Kalau hanya begitu, mengapa kalian begitu ngotot hendak mengejar orang pendek itu?” kata Kat Hong.

“Selain aneh dan beraneka ragam kepandaiannya, pun orang pendek itu me miliki tenaga dalam yang luar biasa. Jika mene mukannya, belum tentu kalian dapat mengalahkannya.”

“Kalau menurut pendapatmu, kita tak perlu mencarinya, bukan?” tanya Ciok Sa m- kong. “Toh kalian tak dapat mengalahkannya, perlu apa harus mencarinya?” jawab Kat Hong.

Ciok Sam kong hendak menjawab tetapi tiba tiba terlintas sesuatu dalam pikirannya. Ia hanya ganda tertawa saja.

“Apa yang engkau tertawakan?” Kat Hong marah karena ditertawakan itu.

“Apakah engkau takut kepada orang pendek itu?” seru Ciok Sam kong.

Kat Hong merenung sejenak la lu menjawab, “Sekalipun tak menang padanya, tetapi engkaupan belum tentu menang dari aku!”

“Besar nian mulut mu!” sahut Ciok Sam- kong. “Berapa banyakkah ilmu silat yang engkau kuasai?”

Dengan garang Kat Hong menjawab, “Kecuali hanya kurang kesempur naannya saja, aku boleh dikata telah menguasai ilmu silat dari berbagai caoang persilatan di dunia….”

Ciok Sam kong tertawa.

“Tetapi me mang masih banyak ilmu silat istimewa yang belum se mpat kuyakinkan….” kata Kat Hong pula.

“Ho, dari manakah engkau mendapat pelajaran sede mikian banyak itu? Mengapa engkau tak malu menepuk dada telah mengetahui seluruh ilmu silat dari partai partai persilatan didunia?”

Kat Hong tundukkan kepala “Orang yang  me mberi pelajaran kepadaku ini, sukar untuk menghitungnya. Tetapi dengan mereka aku tak me mpunyai ikatan murid dan guru. Bahkan bagaima na rupa dan na ma mereka, aku sudah lupa!”

“Eh, me mang begitu?” Cau Yan hui heran.

“Ya, me mang begitulah. Sejak kecil ayah mengajar aku tidak boleh dusta!” “Ke manakah saudaramu itu? Mengapa dia tak keluar?” tanya Ciok Sam- kong.

“Biasanya kami berdua selalu sama-sa ma berlatih ilmu silat, sama-sa ma main dan sa ma sama tidur. Jarang sekali berpisah sampai begini la ma.”

“Apakah dia tertimpa bahaya?” tanya Ciok Sa m- kong.

Wajah Kat Hong berobah, serunya, “Didalam perut gunung ini me mang terdapat banyak sekali benda benda yang jarang terdapat didunia dan binatang binatang beracun yang jarang  di jumpai di luar. Tetapi mereka masing- masing me mpunyai daerah sendiri sendiri. Asal tidak me langgar te mpat tinggal mereka, merekapun takkan me nyerang….”

“Kalau binatang me mang tak suka saling menyerang, tetapi manus ialah yang sukar dipercaya!” sambut Ciok Sam kong.

Sejenak Kat Hong me mandang  kearah tokoh itu lalu berkata, “Dalam perut gunung ini selain hari ini kulihat kedatangan kalian berena m, belum pernah aku berjumpa dengan lain orang lagi.”

“Ah, kalau lebih dahulu ka mi berjumpa dengan adikmu, tentulah kami tak begitu terkejut waktu bertemu dengan engkau,” kata Ciok Sa m-kong.

“Engkau ma ksudkan si orang pendek berbaju hitam itu!” tanya Kat Hong.

“Benar,” sahut Ciok Sam- kong. “salah seorang kawan kami. telah jatuh ketangannya. Kuyakin, adikmu yang sekian la ma tak muncul ini, tentulah ditangkap oleh orang pendek itu!”

“Tetapi kami tak me mpunyai dendam per musuhan, perlu apa dia hendak menangkap saudaraku?”

“Ah, hati manusia me ma ng sukar di duga,Ke mungkinan karena saudara mu sudha lama tinggal disini tentu faham keadaan tempat ini. Kalau mereka menggunakannya sebagai penunjuk jalan….”

Belum kat Hong menyahut. Ciok Sam kong  sudah mendahului “Jika adikmu menurut kata mereka, tentu selamat. Tetapi jika dia berawtak keras seperti engkau….”

Hai, adikku itu jauh lebih keras perangainya dari aku!” seru Kat Hong.

“Celaka!” kata Ciok Sam kong

“Apa> Masakan mereka berani me mbunuh saudaraku?” teriak Kat Hong.

“Habis, kalau tak kena apa-apa. tentulah adikmu itu tentu sudah pulang!”

Kat Hong tertegun mendengar kata-kata Ciok Sam kong itu. Tiba tiba ia berteriak sekeras-kerasnya “Adik Wi, adik Wi….” Seperti orang  kerasukan  setan,  Kat  Hong  pun  terus  lari  ke muka.

Teriakan  pemuda  itu   luar   biasa   kerasnya   sehingga me me kakkan telinga tokoh-tokoh itu. Ciok Sam kong tersenyum. Serunya nyaring, “Hai, jika benar benar engkau hendak mencari saudaramu, berhentilah!”

Kat Hong sudah kacau pikirannya. Segera ia berhenti dan me langkah balik. Dalam kere mangan lorong, dapat diketahui pula wajahnya berlinang linang.

“Adakah saudaramu tertimpa bahaya, masih belum dapat dipastikan. Kuncinya terletak pada orang pendek itu. Setelah dapat menemukan barulah jelas segalanya….” kata Ciok Sam kong.

Kat Hong diam saja.

“Tapi kau tak menang dengan orang pendek itu. Percuma saja engkau hendak me ncarinya!” kata Ciok Sam kong lebih lanjut. Kat Hong tak mengerti akan seluk beluk pergaulan. Dia benar-benar kehilangan faham mendengar kata kata jago tua itu. Akhirnya ia me mbungkuk me mberi hor mat dan me mberi petunjuk.

Sambil mengurut-urut jenggotnya, berkatalah Ciok Sam- kong, “Satu satunya jalan engkau harus kerja sa ma dengan aku secara jujur. Engkau paham keadaan sini. Bawalah ka mi ketempat orang pendek itu, Nanti ka mi berama i ra mai yang akan menghadapinya. Memaksanya supaya menunjukkan tempat saudaramu! ”

Kat Hong merenung Sejenak. Rupanya mulai curiga atas kata kata jago tua itu.

Tek Cin ikut mendesak agar pe muda itu suka menerima  usal Ciok Sam tong.

“Baiklah!” akhirnya pe muda itu setuju “tetapi menurut pengetahuanku, tempat dalam perut gucung itu hanya sedikit sekali yang bisa digunakan sebagai te mpat tinggal orang. Sedangkan ka mi berduapun biasanya hanya bergerak disekitar daerah seratusan tombak luasnya….”

“Tetapi orang pendek itu jelas sudah masuk ke bagian dalam. Ini mengurangkan daerah pencarian kita.” kata Tek Cin.

Tetapi Kat Hong gslengkan kepala, “Apa-bila melintasi dua buah tikungan, kita akan berhadapan dengan lumpur api yang panasnya bukan buatan. Manusia dan mahiuk apa saja tak mungkin disitu!”

Sambil me ngawasi keliang guha, Tek Cin berkata perlahan, “Tapi walaupun berjalan dengan penuh perhatian, tapi kami berempat juga tak menemukan guha kedia manmu berdua. Ah, mungkin dalam lorong ini terdapat goha bentuknya sama atau mungkin terdapat jalanan te mbus kelain te mpat….”

“Ah, aku teringat sebuah hal!” kata Kat Hong “Jalanan yang tembus kelain tempat?” Ciok Sam kong menegas.

“Bukan!  Aku  teringat  akan  sebuah   tempat   yang mencur igakan. Tapi tempat itu terpaksa harus melintasi kawah api…. Pernah adikku hendak melintasi tempat itu tapi ditengah jalan gagal.”

“Lekas bawa kami kesana!” seru Cau Yan hui.

Kat Hong menunduk, me mandang sepatunya yang sudah pecah belah. “Siapakah yang mencekal poci air. pinja mkan kepadaku!”

Ciok Sam kong berikan te mpat minumannya, “Pocinya ada, tapi airnya sudah habis sa ma sekali.”

Kat Hong me nyambuti itu dan minta sekalian orang menunggu disitu, “Sebentar aku tentu kembali,” katanya terus menyusup ke dalam liang goha.

Tak berapa lama, pemuda itu keluar lagi dengan me mbawa poci lagi dan mengajak sekalian orang menuju ketempat yang dikatakan tadi.

Setelah me mbiluk dua buah tikungan, mereka rasakan hawa yang panas. Makin kemuka, panas itu makin meranggas. Namun mereka tak mau mundur.

Kat kong menabuka sumbat poci, tuangkan airnya kepada sepatunya yang sudah robek robek, katanya, “Membiluk sebuah tikungan lagi, kita akan tiba dikawah api itu. Luasnya hampir lima enam to mbak. Tak mungkin kita dapat lo mpati. Kaki kita tentu menyentuh tanah, maka baiklah kita basahi sepatu kita agar dengan sa mpai terbakar.”

Ia menyerahkan poci air kepada Ciok Sa m- kong. Jago tua Swat San pay itu lalu me mbasahi sepatunya juga. Kemudian diberikan kepada Cau Yan hui lalu Tek Cin dan Tay Ih Siansu. Kat Hong menyambuti poci itu lagi, kata nya, “Biarlah aku yang menunjuk jalan di ma ka harap kalian me ngikuti sa mbil menutup pernapasan!”

Keempat tokoh itu segera mengikuti Kat Hong melintasi sebuah tikungan karang. Disebelah samping  dinding karang, me mbaur lava atau lumpur api yang mengalir keluar. Luas aliran lumpur itu ha mpir lima enam tomba k. Walaupun lumpur api itu tipis, tetapi panasnya bukan kepalang.

Kat Hong berloncatan melintasi kubangan lava itu. Tetapi Ciok Sa m-kong berhenti dan berkata kepada Cau Yan-hui, “Tunggu dulu budak itu sudah me lintasi kubangan lava ini, baru kita susul!”

Tetapi ketua wanita dari partai Tia m-jong pay itu tertawa dingin, “Poci dibawanya dan di sini panasnya bukan ma in. Jika berayal, sepatu kita tentu kering dan berbahaya sekali kalau kita me lintas kesana!” tiba-tiba jago wanita ini menyelinap dan samping Ciok Sam kong terus gunakan ilmu ginkang loncat setombak lebih jauh nya. Selekas kaki menyentuh bumi, ia loncat lagi kemuka.

Tay Ih siansu pun segera mengikuti tindakan ketua wanita dan Tia m-Jong pay itu. Akhirnya Tek Cin mengajak C iok Sa m- kong untuk menyusul

Dengan iimu ginkang yang tinggi dan karena sepatu  mereka  sudah  dibasahi  air,  keempat  tokoh  itu   berhasil me lintasi kubangan lumpur api.

Tak berapa lama mereka tiba disebuah lorong yang luasnya hanya kurang lebih setombak. Disitu tampak Kat Hong sudah menunggu Ia me mber i keterangan bahwa tempat itu masih panas sekali maka harus cepat cepat me lanjutkan perjalanan.

Setelah berjalan lebih kurang satu li jauh nya, mereka berhenti. Selama berlarian menyusuri lorong  se mpit  itu mereka telah menobiluk tiga tikungan. Kini hawa panas sudah berkurang Kee mpat tokoh itu tak menderita suatu apa. “Eh!, apakah kalian bersaudara belum pernah datang kelorong ini?” tanya Ciok Sam kong

“Belum, karena lorong ini terpisah dengan gunung berapi dari lorong  yang  kita  tempuh  tadi.  Aku  dan  saudaraku  me mang ingin me lintasi daerah gunung api tadi, tetapi belum pernah mencobanya!”

“Jadi engkau tak tahu keadaan lorong sini?” tanya Tek Cin. “Saudara ini tentu tak bohong, baiklah  kalian jangan

mendesaknya,” kata Cau Yan Hui.

Mereka melanjutkan perjalanan lagi. Diam diam Kat Hong gembira dipuji tetua Tiam jong pay.

Ternyata lorong ma kin la ma ma kin gelap, akhirnya mereka tak dapat me lihat jari je mari sendiri.

Tiba tiba securah air embun me mbaur ke muka mereka. Seperti hujan gerimis. Tak berapa lama pakaian mereka basah kuyup. Embun itu dingin sekali. Menyolok sekali bedanya dengan lava panas tadi.

Tiba tiba Ciok Sa m-kong berhenti, “Jika tak salah dugaanku, di sebelah depan tentu terdapat air terjun!”

“Bagaimana tandanya?” tanya Cau Yan hui. “Karena e mbun makin tebal dan makin sekali….”

“Apakah engkau sangka, embun ini berasal dari air terjun yang mencurah ke batu dan muncrat ke mari?” tanya ketua wanita itu pula.

Ciok Sam kong mengia kan.

“Sayang lo cianpwe lupa akan sebuah hal.” tiba tiba wanita itu me mbantah.

“Apa?” “Kalau air terjun, tentu kita  sudah dapat mendengar gemuruh suara air menumpah!”

Tay Ih siansu me mbenarkan bantahan ketua wanita itu.

Sekonyong konyong terdengar Kat Hong me mekik dan cepat mundur dua langkah. Sekalian orang terkejut dan berhenti.

“Mengapa?” tegur Cau Yan Hui. “Disebelah mua…. disebelah muka….” “Mengapa disebelah muka?” “Disebelah muka muncul setan….”

“Ah, jangan ngaco belo!” bentak Ciok  sam  kong  seraya me langkah maju ke muka. Tiga langkah kemudian, tiba tiba ia berteriak dan mundur kembali.

“Bagaimana?” Kat Hong tertawa mengejek.

Berkata jago tua itu dengan tersendat. “Saudara Kat  iut  me mang benar. Disebelah muka terdapat suatu keanehan!”

“Omitohud, biarlah lohu  yang meninjau!”  kata Tay Ih seraya melangkah maju. Baru empat lima langkah, tiba tiba kakinya terasa kesemutan. Rasa itu cepat menjalar keseluruh tubuh. Ketua siau lim si itu pun cepat cepat menyusut ke belakang.

“Lo siansu, benarkah terdapat setan?” tanya Cau Yan hui. “Me mang aneh.” sahut ketua siau lim si itu. “Tanah

disebelah muka bumi seperti mengandung tenaga yang aneh sekali. Kaki kita kana terasa kesemutan lalu menjalar  ke seluruh tubuh.”

“Masakan terdapat hal semaca m itu?” kata jago wanita tersebut. Kat Hong mengajak sekalian orang berama i-ra mai ma ju. Cau Yan-hui cepat menyambar tangan pe muda itu seraya mengajak Tay Ih siansu. “Benar, mar i kita maju bersama!”

Untunglah perjalanan  itu  tak  berapa  jauh.  Setengah  li ke mudian, tenaga aneh dalam bumi itu lenyap.

“Sayang kita tak me mbawa korek. Ingin aku ke mbali ke tempat itu tadi untuk me meriksanya….” kata Kat Hong.

Tiba-tiba terdengar suara meraung yang dahsyat. Mirip auman harimau dan gelegar kilat

“Apakah itu?” seru Cau Yan hui. “Harimau!” sahut Kat Hong.

“Bukan, bukan, tidak mirip dengan raung harima u.” kata Ciok Sa m- kong.

“Agaknya tak jauh dari sini.” ujar Tek Cin.

Tay Ih siansu mengatakan bahwa auman itu tidak mir ip dengan suara harimau. Tiba-tiba terdengar suara aum  itu pula. Kini mereka makin jelas bahwa suara itu bukanlah aum harimau.

“Engkau yang sudah la ma tinggal diperut gunung ini tentu pernah mendengar suara auman semaca m itu,” kata Ciok Sam kong.

Kat Hong gelengkan kepala, “Yang kuketahui dalam perut gunung itu me mang terdapat seekor ular  raksasa.  Tetapi suara ular itu tidak mir ip dengan aum seperti ini. Dan karena terpisah kawah api, tak mungkin ular itu berkeliaran ke mari!”

Tay  Ih  siansu   menyatakan   bahwa   binatang   yang   me mperguna kan aum dahsyat itu tentulah makhluk yang luar biasa. Maka harus dipikirkan rencana untuk menghadapinya. “Selain saudara Ciok, kami se mua me mbekal senjata. Asal bukan binatang yang menyembur racun saja, tentu dapat kita hadapi!”

Beberapa saat kemudian, ke mbali suara aum itu terdengar pula Kali ini terdengar jelas sekali.

“Aneh!” seru Cau Yan-hui. “Mengapa?” tanya Ciok Sam kong.

“Tadi suara itu mas ih jauh tetapi mengapa  tiba tiba sekarang begitu dekat?” kata Cau Yan-hui.

“Ah, itu tak mengherankan. Memang bangsa harimau itu cepat sekali gerakannya,” kata Tek Cin.

“Lihat apa itu!” kata Kat Hong berteriak.

Sekalian orang terkejut dan me mandang ke muka. Dalam lorong  yang   gelap   gulita   ta mpak   dua   butir   mut iara me lancarkan cahaya terang ge milang.

“Mungkin benda itu sepasang mata dari makhluk aneh yang mengaum tadi,” bisik Ciok Sam kong.

“Benar, jika bukan mata binatang tak mungkin benda itu dapat bergerak,” kata Cau Yan-hui seraya mencabut pedang.

Tay Ih siansu mendahului loncat ke muka, “Senjataku panjang dan berat, Biarlah aku yang membuka jalan,” katanya sambil me langkah maju.

Saat itu Tay Ih siansu dan ro mbongannya hanya terpisah setombak dari binatang itu. Samar-samar mereka melihat seekor binatang aneh sebesar kerbau tengah mendeka m ditengah jalan.

Setelah kerahkan tenaga dala m, Tay Ih Siansu me nyerbu ke muka. Me mang setelah me lihat makhluk itu, mereka agak jerih. Maka begitu menyerbu merekapun menggunakan senjata. Ciok Sa m-kong tertawa, “Seumur hidup hanya tiga kali aku menggunakan  senjata,  Tetapi  karena   saat   ini   keadaan me ma ksa, terpaksa sekali lagi aku harus menggunakan senjata!”

“Hai, berpuluh tuhun menjadi sahabat, baru saat ini kuketahui kalau Ciok heng juga mengguna kan senjata. Benar- benar aku akan tambah pengala man,” seru Tek Cin.

Jago tua dan Swat-san pay itu merogoh dari balik bajunya. Dikeluarkan sebuah benda yang mirip dengan ruyung lemas atau cambuk. Tetapi cambuk itu panjangnya hanya setengah meter. Katai seperti biji buah tho.

Sekalian kawan-kawannya tak tahu senjata apa itu.

Walaupun Tay Ih siansu sudah maju mendekati tetapi binatang itu tetap tak bergerak. Hanya sepasang matanya yang bersinar sinar menatap paderi itu.

Setelah saling beradu pandang beberapa jenak sekonyong konyong Tay Ih menusukkan tongkatnya. Binatang itu bangkit dan  mundur  dengan  gesit.  Tampa knya  binatang  itu  tak me lawan.

Tay Ih tertegun. Dengan lindungan  tongkat  ke muka,  ia me mbur u maju. Tetapi binatang itu pun berputar tubuh dan berjalan masuk. Ekornya mengibas-ngibas tak henti hentinya.

Karena melihat binatang itu tak me lawan, Tay In pun tak mau terlalu me ndesak. Dia hanya mengikuti di belakang.

Sepuluh to mbak jauhnya binatang itupun me mbiluk sebuah tikungan dan pe mandangan di situpun tiba tiba berobah keadaannya.

Kedua belah dinding karang, putih bersih berkilau kilauan. Dinding langit-langit menjulur kebawah, penuh dengan beribu- ribu lubang. Lorong jalanannyapun bersih mengkilap sehingga sekalian tokoh dapat melihat keadaan seluas lima to mbak. Kini mereka dapat me lihat bentuk yang sebenarnya dari binatang aneh itu.

Kepalanya menyerupai singa, tetapi badannya seperti ular. Ekornya panjang sampai ketanah. Empat kakinya panjang dan halus. Tubuhnya penuh tumbuh bulu bulu panjang berwarna kuning. Tetapi yang bagian bawah me mpunyai sisik. Diatas ubun-ubun kepalanya terdapat lubang yang memancarkan sinar.

Cau Yan-hui menanyakan apakah Ciok Sam- kong tahu akan binatang itu. Jago tua dari Swat San pay itu menggeleng.

Tiba tiba binatang itu berputar tubuh dan mengua kkan mulutnya. Terdengar suara mengaum keras maca m halilintar me ledak. Tay Ih siansu memutar tongkatnya dan menyerbu tetapi binatang itu lari lagi.

Tiba tiba ketua Siau lim si itu berhenti. Ia teringat bahwa makhluk atau binatang yang aneh tentu me mpunyai naluri yang tajam  sekali.Ke mungkinan  gerak  gerik  binatan  itu me mang me mpunyai ma ksud tertentu. Maksud seperti hendak menjadi petunjuk jalan kepada ro mbo ngan Tay Ih siansu.

Setelah berjalan beberapa Saat, binatang anhe itu berhenti dan berpaling ke arah Tay Ih, ke mudian berjalan lagi.

Selama itu mereka berteu dengan beberapa persimpangan jalan. Tetapi ro mbongan tokoh tokoh itu, tetap mengikuti si makhluk yang aneh itu.

Sepertanak nasi la manya, tiba tiba binatang tu berhenti. Setelah me mandang ke arah rombongan tokoh-tokoh itu. ia mengangkat kakinya yang depan dan menggaruk garu dinding karang itu.

“Eh, apakah didalam dinding karang itu terdapat sesuatu yang aneh?” bisik Tay Ih kepada kawan- kawannya.

Ciok Sam kong perlahan- lahan maju mengha mpir i. Ia meraba raba dinding karang yang digaruki binatang itu. Melihat Ciok sam kong mendekati, binatang itu me nyurut mundur perlahan lahan.

“Menilik wujudnya binatang itu menakut kan sekali, tetapi rupanya dia a mat jinak.” kata Cau Yan Hui.

“Rupanya binatang itu memang me mpunyai maksud untuk me mbantu kita,” kata Tay Ih siansu.

Tiba tiba terdengar suara menggelegar yang dahsyat sekali.

Ciok Sam kong terkejut serta cepat cepat loncat mundur.

Hai…. ternyata dinding karang yang digaruki binatang itu tiba tiba terbuka….

“Ah, rupanya disini tentu terdapat penghuninya. Pintu itu jelas buatan orang.” kata Tek Cin.

“Benar. ketika tanganku menyentuh dinding karang. tiba tiba pintu itu terbuka.” kata Ciok Sam kong.

Tiba tiba dari dalam pintu karang itu mengha mbur asap wanti. Tay Ih dan rombongannya cepat cepat menutup pernafasan. Binatang aneh itu menunduk ketanah dan menyelinap masuk ke dalam liang guha.

Kat Hong berpaling kepada Tay Ih siansu lalu menyusup ke dalam guha pula. Tetapi Ciok sam kong yang licik tak mau tergesa gesa. Ia berhenti diambang pintu seraya berseru, “Awas, hati hatilah terhadap binatang aneh itu!”

“Binatang itu jinak sekali!” seru Kat Hong dari dalam guha. “Eh, gulungan asap ini tiada mengandung racun, hayo kita

ikut masuk!”

Beberapa saat kemudian Ciok Sa m- kong berkata lalu mendahului masuk. Tay Ih dan  kawan  kawannyapun mengikut i. Guha itu gelap sekali dan penuh dengan asap tebal sehingga sukar melihat keadaan didala mnya dengan jelas. Kat Hong dan binatang aneh itu entah ke mana.

“Dalam keadaan seperti ini, kita harus berani me masuki sarang harimau untuk mencari anaknya,” kata Cau Yan hui seraya mencabut pedang dan me langkah maju.

Lewat beberapa saat, asappun mulai menipis dan mereka dapat melihat keadaan disekeliling

“Lo- siansu lekas ke marilah!” tetdengar Kat Hong berseru dari kejauhan.

Belum Tay Ih siansu menyahut, Kat Hong  berseru  lagi, “Jika kalian me mbiluk ujung gua sebelah kiri tentu akan tiba pada sebuah pintu batu yang se mpit dan segera me lihat aku!”

Tay Ih menurut. Benar ia mene mukan Kat Hong dan binatang aneh itu tengah tegak menengadahkan kepala. Entah apa yang mereka pandang itu.

Ketika ro mbongan tokoh tokoh itu mengha mpiri, mereka tiba disebuah ruang batu  seluas  dua  tomba k.  Ruang  itu  me mpunyai sebuah lorong kecil yang menyambung kesebuah karang. Pada dinding karang itu terdapat sebuah batu yang menonjo l keluar. Diatas batu menonjol yang datar itu terdapat seorang…. kakek yang tengah duduk pejamkan matanya. Rambut, jenggot dan alisnya putih seperti salju.  Rambutnya me manjang terurai sa mpai diatas bahu. Mengenakan baju pertapaan seperti seorang ima m. Dihadapannya terletak sebuah tempat pedupaan dari batu yang masih bsrkepul- kepul menabur kan asap Wangi.

Setelah me mandang beberapa lama, Kat Hong menghela napas panjang. Ia berpaling kepada Cau Yan-hui yang berdiri disa mpingnya. “Dia mas ih hidup atau sudah mati?”

“Kalau mati, pun belum la ma,” Sahut ketua wanita dari partai Tia m-jong- pay itu. Saat  itu  Tay  Ih  siansu  dan  Ciok  Sam- kong pun mengha mpiri. Tiba tiba Ciok Sam kong berteriak kaget, “Hai! Telaga darah! Sungguh tak kira kalau didunia benar benar terdapat tempat semaca m itu!”

Cau Yan hui me mandang dengan seksama. Ternyata yang dimaksud dengan Telaga Darah itu hanya berupa tulisan yang berukir pada pendupaan batu dihadapan kakek berambut putih itu. Adalah karena tulisan itu dan batu warna sa ma, maka ia tak me mandang lekat-lekat, tentu sukar me lihatnya.

“Kalau begitu, orang tua berambut putih ini tentulah tokoh Lo Hian yang ter masyhur!” Seru Tay Ih dengan nada getar.

“Lo Hian!” Kat Hong menjer it dan menyerbu.

Tetapi Tek Cin cepat loncat mencegahnya. “Bocah jangan diburu nafsu!”

Wajah Kat Hong berobah…. Dipandangnya Tek Cin lekat- lekat sampa i beberapa saat, kemudian berkata, “Baiklah!” Ia menyurut mundur dua langkah.

Sekonyong-konyong binatang-binatang aneh berkepala harimau berbadan ular itu menengadahkan kepala dan meraung dahsyat. Bulunya tegak berdiri dan mulutnya menyeringai buas. Rupanya binatang itu marah.

Sekalian orang terkejut dan mundur dua langkah. Betapapun mereka gentar juga me lihat perwujutan binatang yang menyeramkan itu. Mereka bersiap siap menghadapi segala ke mungkinan.

Sekonyong konyong atap yang mengepul dari pelupaan batu itu menyemburkan bau yang anyir-anyir busuk. Sekalian orang ha mpir mau muntah….

“Bau apakah ini….?” belum selesai Ciok Sam kong berkata, tiba-tiba binatang itu berputar tubuh dan menerobos keluar. Pada lain saat diluar guha terdengar suara menggelegar yang dahsyat. Kat Hong pun me mutar tuouh terus lari keluar. “Hayo kita keluar melihatnya!” kata Ciok Sa m- kong.

Sekeluarnya dari lorong sempit, mereka terpukau. Seekor ular besar yang kepalanya tumbuh jamur merah, tengah mengangakan mulut seperti hendak menyusup  ke  dalam guha.

Tetapi binatang kepala harimau badan ular tadi, menjaga di pintu  guha.  Sepasang  kakinya  bergerak   gerak   seperti mer intangi ular itu.

Ciok Sam kong tertegun, serunya, “Ular raksasa itu, benar benar jarang terdapat di dunia. Kita bantu binatang aneh itu untuk me lenyapkan ular besar….”

“Ular raksasa itu benar-benar mengejutkan, Ja mur merah yang tumbuh dikepalanya itu menandakan umurnya yang sudah ratusan tahun.” kata Tek Cin.

Tay Ih siansu mengangkat tongkatnya dan mengatakan hendak me mbantu binatang aneh itu.

Bau anyir semakin keras sehingga sekalian  orang hampir tak tahan. Sambil mundur kesa mping dinding karang, Ciok Sam kong berkata perlahan, “Lekas tutup pernapasan! Bau anyir dari mulut ular itu mungkin mengandung racun ganas!”

Saat itu Tay Ih siansu sudah tiba di pintu guha. Ketika ia hendak ayunkan tongkatuya menghantam ular raksasa, tiba- tiba ia mendengar suara Cau Yan hui dalam ilmu menyusup suara, “Jangan, buru buru dulu, siansu. Ular itu besar. Jika tak dapat sekali pukul me mbunuhnya, dia tentu akan marah!”

Tay Ih siansu tertawa. Ia  me mbenarkan  ucapan  ketua Tia m-jong-pay yang saat itu segera mengha mpirinya.

Jarak kedua tokoh itu hanya dua t iga meter dari ular raksasa. Rupanya ujar itu telah melihat kehadiran kedua orang itu. Dengan marah ular itu hendak menyerang binatang aneh tadi.

Binatang aneh itu marah. Bulunya tegak mere mang dan dengan cakarnya yang tajam dia hendak mener kam kepala ular. Tay Ih pun sergera ayunkan tongkatnya menghantam kepala ular. Tetapi ular itu dengan gesit cepat  menyurut keluar dari ruangan. Melihat itu Cau Yan hui cepat cepat mendorong pintu batu. Ketika pintu batu tertutup, binatang aneh itu ta mpak me lonjak lonjak kegirangan. Mulutnya tak henti-hentinya mendesis-desis.

“Hm, binatang itu me miliki perasaan yang tajam sekali. Untuk menjaga bahaya pada saat dia marah, lebih baik kita lenyapkan sekarang juga.” bisik Ciok Sam kong kepada Cau Yan hui.

Tiba tiba binatang aneh itu berhenti me lonjak- lonjak. Kedua matanya menatap Ciok sam kong dan Cau Yan Hui tajam tajam. Sikapnya seperti menghadapi musuh.

Sekonyong-konyong terdengar ledakan keras yang disusul oleh guncangan dahsyat.

Pintu goa ha mpir terbuka.

Tek Cin tergesa gesa menghampiri pintu dan menutupnya lagi. “Kalau  disebelah luar terdapat alat pembuka pintu, tentulah didalam sini terdapat alat penutupnya. Sayang kita tak me mpunyai korek lagi untuk menyuluhi!”

Tay Ih hendak menyahut tapi dalam ruang goa terdengar suara mendesis desis. Biantang itu me malingkan kepala terus masuk ke dalam goa.

“Heh, suara apakah itu?” Cau Yan hui hendak  me langkah ke bagian dalam ruang goa. tetapi suara dentuman keras itu telah menggelegar pula. Bahwa kali ini lebih kuat dari yang pertama tadi. Pintu goa terbuka sa mpai setengah meter.

“Hebat sekali tenaganya!” seru Ciok Sam kong. “Karena itu sebaiknya jangan adu kekerasan, tetapi harus beruapaya menghindar inya.” kata Tek C in.

“Tongkat ini luar biasa kerasnya. Bagaimana kalau kita gunakan untuk menahan pintu!” kata Tay Ih seraya mengunjukkan tongkatnya.

Karena tiada lain cara, terpaksa tongkat itu disanggahkan pada pintu goa untuk menahan jangan sa mpai tergoncang. Dan untuk menjaga jangan sa mapi tongkat itu mengge lincir, maka dibuatlah lobang ditanah untuk tempat pangkal tongkat. Suara mendesis desis itupun lenyap. dan sebagai gantinya, merekapun terkejut lagi.

Kat Hong, binatang aneh dan Kakek berambut putih tadi lenyap.

“Hai, Saudara Kat, di mana kau….!” teriak Ciok Sa m- kong sekuat kuatnya. Tapi tak berbalas.

“Hai, aneh,” Tek Cin bersungut sungut “Entah budak itu hendak ma in siasat apa. Hayu kita masuk kebagian dalam goa ini ..”

“Biarlah aku yang menjaga pintu dan kalian bertiga yang masuk,”  kata  Tay  Ih  Siansu.   Ketiga   Orang   itu   segera me langkah masuk. nyata bagian dalam goa itu kosong. Kat Hong, binatang aneh dan kakek bera mbut putih seolah hilang ditelan keajaiban. 

Tek Cin bersungut sungut mengatakan bahwa seumur hidup berkelana  didunia  persilatan,  belum  pernah  ia menga la mi peristiwa aneh semaca m saat itu. Kemudian ia mence kal te mpat perapian hendak diguncang-guncangkan.

“Jangan main ma in, saudara Tek,” Ciok Sam-kong  baru buru mencegahnya.

“Takut apa?” sahut Tek Cin dengan garang walaupun tangannya berhenti mengguncang. “Me mang didunia t idak terdapat bangsa setan, tetapi makhluk yang  lebih  mena kutkan  dari  bangsa  setan  itu  me mang ada!” sahut Ciok Sam kong.

“Apa?” seru Cau Yan-hui. Sejenak me mandang kesekeliling ruang guha, jago tua dari Swat-san-pay itu berkata, “Ruangan dan dinding karang serta tempat perapian masih lengkap. Tetapi kakek pertapa itu lenyap!”

“Justeru itulah kita akan mencar inya!” ketua wanita dari partai Tiam jong pay itu mendengus.

“Justeru itulah yang kumaksudkan sebagai hal yang lebih seram dari bangsa setan!”

Ciok Sam kong tertawa gelak-gelak.

“Maksud lo cianpwe?” Cau Yan-hui menegas.

“Manusia! Hah, ha, manusia itu adalah ma khluk yang lebih menyeramkan dari setan. Ha, ha.”

“Apa yang engkau tertawakan!” bentak Tek Cin dengan keras sehingga suara tertawa dari Ciok Sa m- kong tertindih.

Jago tua itu berhenti tertawa dan berkata dengan sungguh- sungguh, “Oleh karena itu ma ka aku mendapat kesimpulan bahwa harapan kita akan dapat keluar dari tempat ini sangatlah tipis.

Tring. Cau Yan hui mencabut pedangnya dan berkata dengan penuh kepercayaan. “Belum tentu! Apapun yang terjadi dalam ruang guha, kita akan berjuang sampa i titik darah terakhir!”

Pun Tek Cin me lolos ruyung gelang Kiu-ciat kia m-hoan dan mengbanta m te mpat perapian itu :

“Te mpat perapian ini tentu terdapat perkakas rahasia.”

Pyur : Te mpat perapian dari batu itu hancur. Asap bergulung gulung me mancar keluar me menuhi ruang. Dan debu debu yang mengonggo k dalam te mpat perapian itupun bertebaran kemana- mana.

Cau Yan hui kerutkan alis, serunya, “Apalah gunanya lo- cianpwe menghancur kan te mpat….”

Belum ketua wanita itu selasai berkata, tiba tiba terdengar banyi berderak-derak dan cekung tempat perapian diletakkan itu, perlahan-lahan menyela m kebawah.

“Lihatlah, jika tak kuhancurkan  tentu  kita   tak  dapat  mene mukan pintu rahasia!” seru Tek Cin.

“Hayo, kita periksa!” seru Ciok Sam kong dengan girang tetapi kakinya perlahan lahan saja mengha mpiri te mpat perapian itu.

Ketika ikut me meriksa, Tek Cin dan Cau Yan hui melihat lubang itu me mpunyai sebuah tangga batu yang menurun kebawah.

“Kita turun atau tidak?” tanya Ciok Sam- kong. Dia me mang licin. Sesungguhnya ia gentar untuk turun lebih dulu maka diajukanlah pertanyaan itu untuk me mbakar hati orang lain.

“Hm, silahkan kalian  ikut dibelakangku,” Cau Yan-hui tertawa mengejek seraya terus turun.

Setelah turun pada titian batu yang kesembilan. mereka tiba lagi disebuah ruangan. Kakek bera mbut putih tadi ternyata berada disitu serta masih tetap duduk diatas altar batu. Disamping terdapat pula tiga buah altar batu.

Ciok Sam kong dan Tek C in yang menyusul datang, ketika me lihat tiga bilah altar batu itu segera menyadari apa artinya.

Ciok Sam kong me nghela napas panjang, ujarnya, “Kakek berambut putih itu, teutulah Lo Hian.  Dunia persilatan menyohorkan dia sebagai manusia yang tahu segala. Selain ilmu pengobatan dan ilmu silat yang luar biasa, diapun pandai sekali dalam hal bangunan….” Tiba-tiba terdengar bunyi berderak-derak. Altar batu  tempat duduk kakek bera mbut putih itu terangkat keatas. Cepat sekali altar batu itu menutup pintu ruangan disitu.

Ternyata ruang rahasia itu cukup luas. Empat ujung ruang terdapat empat butir mutiara yang me mancarkan  sinar gemilang sehingga ketiga orang itu dapat melihat keadaan dalam ruang tersebut.

Sambil banting banting kaki Cau Yan hui me lengking, “Tay Ih siansu masih berada disebelah atas dan pintu guha ini tertutup rapat. bagaimana kita akan keluar dari sini?”

Ciok Sam - kong tertawa, “Saat ini kita berada dalam apa yang disohorkan orang sebagai telaga Darah. Tempat ini terpisah  dari  dunia  luar.  Mati  hidup,  kita   tak   dapat  mera malkan. tetapi karena sudah berada ditempat ini, kitapun wajib berdaya upaya….”

Menurut cerita dunia persilatan, dalam Telaga Darah itu tersimpan kitab pusaka yang berkepandaian sakti dari Lo Hian. Jika kakek berambut putih itu benar-benar Lo Hian, tentulah guha ini hasil ciptaannya. Kita harus menyelidiki dengan teliti. Siapa tahu kita akan memperoleh rejeki yang tak tersangka sangka!” tukas Tek Cin.

Diam diam Cau Yan-hui menimang dalam hati. Kedua jago tua itu licin dan penuh akal licik. Karena dia hanya seorang diri, sebaiknya menghindar supaya jangan sampai bentrok dengan mereka.

Cau Yan hui adalah tokoh wanita yang menjabat ketua partai Tiam jong pay. Dalam menghadapi bahaya, ia dapat berlaku tenang dan tak kehilangan daya pikiran jernih.

Tiba-tiba Ciok Sam kong berpaling me mandang pendekar wanita itu, katanya dengan tersenyum, “Bagaimanakah pendapat Cau ciangbun mengenai ma ksud saudara Tek Cin hendak meriksa te mpat ini?” Terlintas dalam pikiran Cau Yan-hui bahwa jika  kedua orang itu hendak menyelidiki te mpat itu, kedudukannya terancam. Karena apabila mereka benar benar mendapatkan sesuatu yang beharga tentu tak puas bila terdapat seorang Cau Yan hui disitu.

Namun dalam keadaan dan saat itu seperti tiada lain jalan Cau Yan-hui kecuali menyetujui tindakan mereka. Katanya dengan tertawa hambar, “Sesungguhnya aku setuju dengan maks ud lo cianpwe berdua, tetapi….”

“Tetapi bagaimana….” tukas Tek Cin.

“Jika goa ini benar benar terdapat pusaka dari Lo Hian, tentulah terdapat juga perkakas rahasia. Semula  ka mi berenam yang masuk, sekarang hanya tinggal tiga orang. Karena itu kuharap lo cianpwe suka berhati-hati. Apabila terperosok dalam perangkap Lo Hian, bukan saja pusaka tak dapat diketemukan, pun kita tentu akan menderita.”

Sengaja ketua wanita itu mengulur waktu agar dia dapat  me mecahkan kesulitan untuk mencapai altar batu yang naik ke atas itu. Dan apa bila dapat me manggil Tay Ih siansu, tentu dirinya mendapat kawan dan tak sa mpai tergencet oleh jago tua itu.

Ciok Sa m- kong tertawa gelak gelak. “Ucapanmu itu tepat juga. Tetapi kita toh sudah berada dalam goa terpencil. Bagaimana kita berpeluk tangan menunggu ajal saja? Lebih baik kita berusaha untuk menghadapi bahaya. Disamping itu sekaligus kita dapat menyelidiki tempat penyimpanan pusaka Lo Hian. Suatu kebanggaan yang diinginkan setiap kaum persilatan. Aku setuju dengan maksud saudara Tek untuk menyelidiki te mpat ini!” 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar