Wanita iblis Jilid 33

Jilid 33

SIU LAM me ngalihkan pandangannya kepada tokoh Swat- sanpay itu. Diam diam ia me mbatin. “Dia sudah tua tetapi wataknya masih berangasan sekali!”

“Harap Pui tayhsap suka mengatakan,” buru buru Cen Hun totiang menyusul kata kata. “Ciong toheng, seorang yang berlapang dada. Tak mungkin ia dipengaruhi oleh rasa dendam. Jika mendengar Siu-la m dilanda bencana kehancuran dia tentu me mbantu….”

“Ah, tak mungkin. Dia takkan datang sela manya….” “Apakah dia datang menghadiri pertemuan di Thay San?”

Seru Ceng Hun totiang.

“Benar,” sahut Siu- la m, “Sekalipun Sin Ciong lo cianpwe gugur melawan Beng gak, tetap harum na manya dan selalu dipuja oleh kaum persilatan. Dia pecah sebagai ra ma….”

Ciok Sam kong tertawa hina  dan  membentak,  “tutup mulut mu!”

Siu-la m tertegun, “Mengapa? Apakah lo cianpwe me mberi petunjuk kepada wanpwe?”

Jago tua dari partay Swat San pay sapukan pandangannya kesekeliling, kemudian berkata, “Didalam dunia persilatan, siapakah yang tak kenal akan kemasyuran barisan pedang Ngo-heng kia m-tin dari Bu tong pay? Jika Sin Ciong tojin benar menghadiri pertemuan, tentu ada anak mur id Bu tong pay yang mengiringkan!”

“Benar, me mang Sin Ciong totiang me mbawa anak mur id Bu tong pay.”

Kata Ciok Sam kong, “Barisan pedang Ngo heng kiam tin dari Bu tong pay, andai kata tak dapat memenangkan musuh, tetapi paling tidak tentu dapat bertahan diri. Apalagi sebagsi ketua dari Bu tong  pay,  apabila  terancam  bahaya  anak  mur idnya tentu akan mati matian me lindungi!”

“Ah, keenam anak murid Bu tong pay itu, satupun tiada yang dapat hidup….” kata Siu-la m.

Shong soh Tek Cin serentak berbangkit, serunya, “Ciok heng me mang benar dan budak itu mengoceh sembarangan saja!”

Siu-la m me nyahut dengan wajah bersungguh, “Wanpwe telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan berani menja min kebenarannya dengan jiwa wanpwe!”

Bertanya Ciok Sam kong, “Dari sekian banyak tokoh tokoh yang tergabung dalam perte muan di Thay san, apakah hanya engkau seorang Saja yang dapat lolos?”

Siu lam merenung sejenak, la lu menyahut-”Wanita siluman dari Beng gak itu, selain me miliki kesaktian, pun juga mahir sekali me nggunakan racun ganas. Sekalipun tokoh tokoh itu terkena racun yang ditaburkan wanita itu,….”

“Mengapa engkau tak terkena racun?” tukas Thong soh Tek Cin dengan taja m.

Didesak dengan pertanyaan-pertanyaan sinis dan  tajam dan kedua orang itu, Siu-la m marah. Tetapi mengingat bahwa para hadirin disitu terdiri dari tokoh-tokoh persilatan ternama, maka terpaksa ia menahan ke marahannya. Tetapi  karena terus menerus kedua rokoh itu menyerang dengan pertanyaan yang bernada sinis akhirnya Siu-la m terpojok juga sehingga jawabannyapun sering tak lancar. Dan akhirnya ia tak mau menyahut lagi.

“Ha ha,” Ciok Sa m-ko ng tertawa, “sudah berpuluh-puluh tahun aku menge mbara didunia persilatan, masakan dapat engkau kelabuhi dengan ocehan anak kecil saja?”

Kemudian tokoh Swat-san-pay itu berpaling kearah Tay Ih siansu. Serunya, “Tahukah loheng mengapa  wanita Benggak itu tiba-tiba me merintahkan rombongannya mengundurkan diri?”

“Inilah yang menjadi pe mikiran lohu. Tetapi agaknya karena pengaruh suara seruling yang aneh itulah yang menyebabkan dia lari,” sahut Tay Ih siansu.

“Seruling me mpesonakan burung Hong, lagu menyengsarakan pe mabuk. Tetapi belum pernah kudengar suara musik dapat digunakan untuk mengundurkan musuh” seru Ciok Sa m- kong.

Dan Thong- Toh Tek Cin  dari  Kong-tong-Piy  segera menya mbut, “Cabe tua tentu lebih pedas dari cabe muda. Usia Ciok-heng lebih tua, tentu pengalaman lebih luas dari ka mi semua.”

Melihat suasana berubah, Siu-la m menimang. Jika  ia menggunakan kekerasan, tentu akan timbul hal hal yang tak diinginkan. Maka ia segera duduk dan tak mau bicara lagi.

Sambil me ngurut jenggot. Ciok Sa m-kong berkata pula, “Keterangan Tay Ih tobheng tentang pengunduran yang mendadak dari ro mbongan  Beng gak itu, menimbulkan kecurigaanku….”

Ia berhenti untuk me lir ik Siu- la m, katanya lebih lanjut, “Cobalah misa lnya tentang diri Siau yau cu, Sin Ciong totiang dan Tay Hong siansu dan Siau lim Si, Mereka tokoh yang bagaimana tingkatannya, kiranya sekalian orang persilatan tentu me maklumi. Tapi mereka tak dapat lolos dari tangan Beng gak. Sedang budak kecil itu, tak bernama sa ma sekali. Tapi dapat melo loskan diri. Hal ini benar benar mengherankan sekali, bukan!”

Ucapan tokoh Swat San pay itu me mpengaruhi pikiran sekalian hadirin. Mereka anggap perkataan itu me mang tepat. Hanya Ceng Hun totiang dari Ceng Sia-pay yang tetap pejamkan mata seolah olah tak me ngacuhkan.

Kemudian jago tua dari Swat-san pay itu berkata lagi, “Hal kedua yang menimbulkan kecurigaan. Ketika dia  mender ita luka tepat pada saatnya tiba tiba muncul seorang nona yang datang meno long. Dan sekali minum pil, lukanya terus sembuh. Jika sebelumnya tiada rencana,tak mungkin hal itu dapat terjadi.”

Tay Ih siansu menghela napas. Pelahan-lahan ia berbangkit dan tempat duduknya dan hendak bicara.  Tetapi dicegah Thong soh Tek-Cin- “Harap Lo siansu duduk dulu  ijinkanlah Ciok hengte menyelesaikan kata katanya dulu baru nanti lo- siansu dapat bicara lagi.”

Sebagai tuan rumah. terpaksa Tay Ih sian-su menga lah. Ia duduk ke mbali.

Ciok Sam kong tertawa dingin, “Jika tujuan wanita siluman Beng gak itu hendak menguasai dunia persilatan, jelas rencananya tentu bukan hanya tertuju kepada Siau- lim si saja”.

Rupanya Can Yan hui ketua Tiam Long pay terpengaruh oleh ucapan Ciok Sam-ko ng Tak henti hentinya jago wanita menganggukkan kepala.

Ciok Sa m- kong mengangkat cawan araknya dan terus diteguknya habis. Lalu berkata pula. “Pertempuran di  Beng gak itu telah mengakibatkan banyak sekali tokoh tokoh persilatan ternama yang mati  dan luka. Ancaman itu merupakan suatu tantangan utama bagi kesembilan partay persilatan untuk menanggulangi. Jika Beng-gak hendak menguasai dunia persilatan tentu harus menghancurkan kesembilan partay. Tapi untuk me lakukan itu, Beng gak harus mendaki tangga yang dapat mencapa i langit….”

Thian Ce totiang ketua Kun- lun-pay serentak berbangkit, “Ucapan Ciok lo cianpwe me mang tepat. Setiap patah berlambar alasan yang teguh bukti yang nyata. Tetapi Sayang kurang jelas keterangannya. Maka mohon agar Ciok lo- cianpwe suka bicara yang jelas, apa dan bagaimana  rencana  lo cianpwe yang sesungguhnya!”

Ciok Sam kong mengangguk, “Pertanyaan toheng bagus sekali….” ke mudian ia berpaling me mandang kepala Siu la m, “Kesimpulan dari pe mbicaraanku tadi tak lain ialah timbulnya rasa curiga terhadap Pui Tayhiap yang begitu gagah perkasa yang dapat menahan serangan Beng gak….”

Siu lam tertawa tawar, serunya, “Dalam hal apakah lo cianpwe mencur igai wanpwe itu?”

Tiba-tiba nada Ciok Sam Kong  berubah bengis, “Jika dugaanku itu benar, mungkin akan engkau adalah orang Beng gak yang sengaja diselundupkan ke mar i….”

Selanjutnya sekalian hadirinpun sudah dapat menerka apa yang terkandung dalam ucapan jago tua dan Swat san pay itu. Tetapi mereka tak mengira sama sekali bahwa Ciok Sam kong menuduh langsung secara blak blakan kepada Siu la m. Hal itu benar benar mengge mparkan suasana perjamuan. Kini se mua mata tertuju kepada Siu la m.

Sejak beberapa bulan mengala mi peristiwa perist iwa yang aneh dan pembunuh pembunuh yang mengerikan, sikap dan perasaan Siu lam jauh lebih mantap dan tenang daripada usianya yang masih se muda itu. Disorot oleh puluhan pasang mata, ia tetap tenang tenang saja. Sambil tersenyum, anah muda itu bertanya, “Jika dugaan locianpwe itu tidak benar bagaimana?” Pertanyaan Siu-la m itu tak terduga sama sekali. Sekalian hadirin dia m-dia m mengagumi kecerdikan dan ketenangannya.

“Menilik pengala manku yang sudah berpuluh-puluh tahun didunia persilatan, tak mungkin dugaanku salah!” sahut Ciok Sam kong.

Siu-la m tertawa nyaring, “Jangan terlalu me mbanggakan pandangan sendiri….”

Thong soh Tek Cin marah sekali, “Hadirin disini terdiri dari tokoh ternama. Jangan bertingkah sembarangan, hayo, berhenti!”

Siu-la m berhenti tertawa, sahutnya, “wanpwe me mang hanya seorang muda yang tak ternama. Memang tidak layak berdebat dengan tuan tuan disini. Hanya kebetulan sekali, wanpwe dapat ikut menyaksikan perte muan di Thay san dan pertempuran di Beng gak.”

Ciok Sa m-ko ng tertawa me mutus, “Se mua tokoh dalam pertemuan Thaysan telah mati, kecuali engkau….”

Siu-la m tertawa, “Sebetulnya bukan hanya wanpwe saja yang dapat lolos itu. Tetapi sayang mereka tak berada disini.”

Kuatir akan terjadi pertengkaran, Tay Ih siansu segera menyeletuk, “Me mang Pui-sicu saat ini merupakan  satu- satunya orang yang menyaksikan peristiwa pertempuran itu. Benar lohu telah mengetahui bahwa Pui sicu berhasil lolos dari Beng gak, tetapi sesungguhnya lohu belum tahu jelas apa yang sesungguhnya sudah terjadi…. Sekiranya Pui sicu tak keberatan, cobalah sicu ceritakan lagi kepada para hadirin.”

Siu lam merenung beberapa taat, baru menyahut, “Wanpwe telah mengala mi beberapa peristiwa yang aneh. Apabila kuceritakan, orang tentu takkan percaya!”

Tay Ih-Siansu menghe la napas, “Benar memang sela ma beberapa hari ini, Lohu menyaksikan sendiri peristiwa peristiwa aneh yang diala mi Pui Sicu.” Siu-la m tersenyum, “Peristiwa pertempuran di Beng gak itu, me mang hanya seperti impian buruk saja. Apalagi wanpwe hanya tahu namun tak mengetahui asal-usulnya. Maka kalau wanpwe cerita, tentu me mbuat orang tak percaya. Lebih baik Wanpwe tidak bercerita saja!”

Tay Ih siansu kerutkan alis. Ia duduk kembali ia merasa bantuan anak muda kepada Siau- limi si sudah terlalu banyak. Walaupun diketahuinya beberapa hal yang mengherankan pada diri pe muda itu, tetapi yang jelas Siu lam telah berjuang demi kepentingan Siau lim-s i.

Ciok Sam kong berseru nyaring, “Sekalipun wanita  Beng gak itu sombo ng sekali, tetapi dia pasti menyadari bahwa rintangan berat yang akan mengha lang halangi rencananya itu, bukan lain dari ke se mbilan partay persilatan. Sudah berpuluh puluh tahun ini diantara se mbilan partay persilatan sudah melepaskan cita citanya menjagoi dunia  persilatan. Mereka saling mengalah dan akan hidup bersama secara damai. Karena mengetahui hal itu, ma ka wanita iblis dari Beng gak telah merencanakan siasat buruk terhadap mereka. Sekalipun sasaran pertama gereja Siau-lim si, tetapi tentu bukan merupakan tujuannya yang terakhir….”

Thong-soh Tek Cin tertawa gelak gelak, “Aku mengerti apa yang Ciok heng maksudkan. Tujuan Beng gak menyerang Siau lim si ini bukan la in hanya untuk siasat agar kesembilan partay persilatan bergerak. Dengan begitu mudah mereka hancurkan. Bukankah begitu?” 

“Rasanya Tek-heng hanya dapat menebak separuh. karena rencana wanita siluman itu t idak terbatas sampai disitu.” kata Ciok Sam kong.

“Kalau begitu harap Ciok lo cianpwe suka menjelaskan,” kata Tan Han hui ketua wanita dari Thian jong pay.

“Apabila kese mbilan partay persilatan itu sungguh-sungguh bersatu padu, kekuatannya hebat sekali. Bagaimanapun juga, wanita Beng gak itu tentu akan pikir pikir dulu sebelum berani bertindak, Maka dia tentu akan mengatur rencana. Andai kata dia dapat mengirim seorang anak buahnya untuk menyelundup kedalam persekutuan kese mbilan partay itu, baik mengadakan gangguan secara terang terangan, maupun menggunakan siasat gelap menggunakan racun dan lain lain cara yang ganas, tentu besar sekali bahayanya….” kata Ciok Sam kong.

Kemudian jago tua dari Swat-san pay itu batuk batuk lalu berkata pula, “Untunglah dalam kalangan ke se mbilan partay itu, selalu menerima mur id dengan hati hati sekali. Kiranya Sukar bagi Beng gak untuk menyelundupkan anak muridnya. Tetapi rupanya wanita siluman itu tak pernah putus asa. Dengan cerdik dia dapat merencanakan siasat, Diciptakannya seorang tokoh yang penuh misterius keanehan tetapi yang tindakannya selalu condong me mbela kepentingan  ke sembilan partay persilatan. Semisal dengan Pui tayhiap ini. Dia seorang tokoh muda yang penuh dengan pengalaman pengalaman luar biasa. Orang tentu sukar percaya apabila mendengar ceritanya. Seolah-olah apa  yang  dialaminya selama ini, hanya satu hal yang tak

sengaja dan nasib baik….”

Siu lam tertawa getir, “Cara lo cianpwce berpidato untuk menggerakkan hati orang, me mang harus wanpwe kagumi!”

“Ha mpir seluruh hidupku, kulewatkan dalam dunia persilatan dan selama itu jarang aku menduga salah.” kata Ciok Sam kong dengan bangga.

Me mandang kepada hadirin,  Siu lam mendapat kesan bahwa tampaknya mereka sudah terpengaruh oleh uraian Ciok Sam- kong tadi. Hal itu menggelisahkan Siu la m. Jika tokoh tokoh ke sembilan partay itu percaya omongan Ciok  Sam- kong, terang dia tentu akan menjadi tertuduh…. Tiba tiba Ciok Sa m- kong menatap Siu-la m, Ia berkata dengan bengis, “De mi untuk menyela matkan dunia persilatan, tindakan perta ma harus me lenyapkan engkau!”

Siu-la m berbangkit dan berkata kepada Tay Ih Siansu “Kedatangan wanpwe ke gereja Siau-lim si adalah bertujuan untuk me mberi kabar tentang peristiwa di Beng gak. Dengan demikian dapatlah Siau-lim-si bersiap siaplah menjaga segala ke mungkinan. Dan ternyata memang Beng gak telah mengadakan serangan. Adalah berkat kesatuan dan persatuan anak murid Siau lim- Si. walaupun dengan pengorbanan besar, tetapi akhirnya gereja ini telah dapat disela matkan! Dan kini setelan ke se mbilan partay itu telah datang me mbantu, maka wanpwe kira tak perlu lagi wanpwe berada disini lebih la ma. Apalagi orang telah menaruh kecurigaan terhadap wanpwe. Maka dengan ini wanpwe mohon diri dan me mujikan agar tayhiap dapat menjaga diri dengan baik baik!”

Habis berkata Siu lam terus me langkah keluar.

“Tunggu dulu, Pui sicu,” seru Tay Ih. Sambil berpaling, Siu lam menyahut, “Wanpwe merasa tak menyalahi siapapun juga. Tak perlu lo-siansu mence mas kan wanpwe. Baik buruk, kelak tentu akan ketahuan!”

“Hei, hendak lolos? Ho, tak semudah itu rasanya!” teriak Ciok Sam kong. Sekali me mberi isyarat, dua orang anak muda segera loncat menghadang Siu-la m. Keduanya adalah  anak mur id partay Swat san pay.

Siu-la m berhenti dan me mber i hormat, “Harap saudara berdua suka me mber i jalan.”

Sekali menekan meja, Thong soh Tek Cin melayang ke belakang Siu la m, “Sebelum urusan ini jelas, kiranya lebih baik engkau jangan tinggalkan te mpat ini dulu “

Siu-la m berpaling, “Andaikata aku me mang anak buah Beng gak. asal pergi tak mengganggu apa apa, kan boleh juga. Cara lo cianpwe bertindak seperti hendak mendesak kepada wanpwe ini, sebenarnya mengandung ma ksud apa?”

Tek Cin tertawa dingin, “Dapat menjadi mata mata Beng gak, tentulah engkau me mpunyai rencana yang lihay. Bukankah sayang kalau terburu- buru hendak pergi?”

Wajah Siu lam berobah seketika  tetapi  cepat  ia  tenang ke mbali. “Apa yang lo cianpwe kehendaki?”

“Kuminta engkau suka menerangkan rencana wanita siluman itu!” kata Tek Cin.

“Tetapi wanpwe ini sa ma sekali bukan orang Beng gak.

Bagaimana suruh Wanpwe menje laskan rencana mereka?”

“Sekalipun engkau berotot kawat dan bertulang besi, tentulah tak dapat bertahan siksaan yang ngeri, lebih baik bilang saja terus terang!”

Siu-la m me ma ndang kearah Tay Ih siansu Ia berusaha keras untuk me nekan ke marahan.

Rupanya pejabat ketua Siau-lim si itupun terpengaruh oleh ucapan Ciok Sam kong. Dan dalam keraguan itu. samar-samar Tay Ih siansu pun timbul kecurigaannya terhadap Siu la m. Dalam keadaan seperti saat itu, Tay Ih tidak lekas dapat menga mbil keputusan. Ketua Siau-lim-si itu bimbang. Ia wajib me lindungi kesela matan Siu- la m, tetapi iapun tak dapat mengha langi Ciok Sam kong mela kukan penyelidikan yang seksama.

Setelah beberapa saat ketua Siau-lim si itu tak bertindak apa-apa, Siu lam marah. Ujarnya, “Lo siansu menyaksikan segala yang terjadi, tetapi lo siansu masih mencurigai wanpwe juga. Apalagi lain orang….”

Ia menghela napas. Ia merasa dunia persilatan me mang ruwet. sukar me mbedakan antara benar dan salah. “Dalam saat ini sekali wanpwe berkering lidah, tetapi tentu tak dapat menjernihkan kecurigaan yang tertuju pada diri wanpwe. Yang menghadiri dalam perja muan ini, adalah tokoh- tokoh ternama dan berkedudukan tinggi. De mi kehor matan, wanpwe menyatakan disini bahwa wanpwe hanyalah seorang kerucuk yang tak berna ma. Tetapi wanpwe lebih baik mati daripada dihina. Karena tuan tuan sekalian mencuriga i, lebih baik wanpwe pergi. Dan sekali lagi Wanpwe tandaskan, bahwa wanpwe sama sekali tak ber maksud hendak mence lakakan Siau-lim-si. Harap tuan-tuan suka mengijinkan aku pergi.”

Ciok Sam kong tertawa nyaring dan menukas kata-kata Siu la m, “Dengan dapat melawan wanita Beng gak itu, tentulah engkau me miliki kepandaian sakti. Asal engkau ma mpu menerobos  keluar  dari  ruangan   ini,   akupun   tak   akan mer intangi lagi dan silahkan engkau pergi.”

Jago Swat San-pay itu menutup kata kata-nya dengan sebuah gerak loncatan. Ia me layang mela mpaui beberapa orang yang tengah duduk,  ke mudian me layang turun menggagah di a mbang pintu.

Siu lam kerutkan alis. Matanya berkilat kilat dan wajahnya bengis, “Jangan keliwat mendesak wanpwe!”

“Jika engkau ma mpu menerobos keluar dari ruangan ini, dapatlah me mbukt ikan sebuah kenyataan.!” setu Thong soh Tek Cin.

“Soal apa?” tanya Siu la m.

“Bahwa engkau benar benar me mpunyai kepandaian sakti….”

“Soal itu dengan soal kecurigaan kalian tadi, apakah ada hubungannya?”

Ciok Sam kong tertawa.

“Terus terang saja aku tak percaya akan kema mpuanmu dapat melawan orang Beng gak!” seru jago Swat San pay itu. Dalam keadaan seperti itu, tiada lain jalan bagi Siu lam kecuali harus menggunakan kekerasan. rasanya dengan seribu satu maca m alasan orang sudah tak mau menerima lagi.

Sekalipun dalam beberapa bulan ini, ia makin bertambah dewasa dalam pikiran dan pertimbangan,  tetapi bagaimanapun juga ia tetap seorang anak muda yang masih berdarah panas. Ditekan sedemikian rupa, akhirnya habislah kesabarannya.

“Tangan dan kaki tidak ber mata. Jika bertempur, tentu tak terhindar dari terluka dan ke matian….”

“Jangan bermulut besar, budak” bentak Tek Cin seraya maju mencengkera m Siu la m.

Siu lam menghindar kesa mping, gerakannya tenang dan indah sekali.

Tek Cin merah padam mukanya. Ia malu karena cengkeramannya luput.

Bahkan Ciok Sam kong jago tua dari Swat San pay yang tadi begitu mendesak Siu la m, ketika menyaksikan  gerakan luar biasa dari anak muda itu, diam diam tekejut. Ia menyadari, sekalipun ia yang menyerang, tetapi tentu tidak mungkin dapat mencengkeram pe muda itu. Saat itu ia tak berani me mandang rendah lagi. Dia m-dia m salurkan Iwekangnya bersiap siap.

Setelah bebatuk- batuk kecil. Thong soh Tek Cin me muji; “Ilmu kepandaian yang bebat!” kanan kiri maju setengah langkah dan mengangkat tinjunya kanan. Pengalaman yang pertama tadi, menyuruh dia harus lebih hati- hati. Tidak berani ia gegabah menyerang sembarangan. Melainkan mengawasi pemuda itu dengan tajam.

Tetapi Siu lam tetap tegak berdiri dengan tenang. Seperti orang yang menunggu serangan tetapipun seperti orang yarg sedang berpikir. Ternyata dia tengah mengingat gerak langkah Chit seng-tun heng ajaran Su Boh-tun.

Pada saat Thong soh Tek Cin hendak luncurkan serangan yang kedua. Tiba tiba Ceng Hud totiang berbangkit  dari tempat duduknya, “Tek lo-cianpwe, harap berhenti dulu. Pinto hendak bicara!”

Thong Soh Tek Cin menarik pulang tinjunya tanyanya, “Apakah yang hendak totiang katakan?”

Sejenak Ceng Hun Totiang me mandang kepada hadirin, katanya, “Pinto berani me mbulatkan bahwa luka Pui tayhiap itu me mang parah. Sama sekali bukan berpura-pura….”

Can Yan hui ketua wanita dari Tiam jong-pay segera menyeletuk, “Ucapan toheng, sukar orang percaya? Sekalipun terdapat obat yang dapat menghidupkan  orang mati,  tetapi tak mungkin dalam waktu singkat, dia sudah pulih tenaganya.”

Ceng Hun tersenyum, “Jika tak me mpunyai bukti yang nyata, mengapa pinto berani bicara sembarangan? Pil itu, diberikan   kepada    siapapun    juga,     tentu     dapat menye mbuhkannya dalam waktu dua-tiga ja m!”

Ciok Sim kong berseru dingin, “Oh, aku ingin sekali mengetahui apakah na ma pil mujijad itu?”

“Pil Hoat-beng sin-tan!” seru Ceng Hun. Mendengar itu, terkejutlah sekalian hadirin. Hoat beng sin tan artinya pil mukjijad yang dapat menyembuhkan orang mati.

Can Yan hui, ketua Tia m-jong pay bertanya setengah tak percaya. “Bagaimana toheng tahu kalau dia ma kan pil itu?”

Ceng Hun totiang mengulurkan tangannya, “Didalam telapakannya terdapat pecahan kumala putih. Serunya, “Dari botol kumala inilah pinto dapat menetapkan dia tentu makan  pil Hoan-beng sin tan!” Sekalian hadirin me mandang pada pecahan kumala ditangan ketua Ceng sia pay itu.

Terhadap diri Ceng Hun totiang yang telah menga mbil alih kedudukan ketua dari tangan orang yang lebih tua, Thong soh Tek Cin me mpunyai pandangan yang merendahkan. Maka segera ia tertawa dingin, “Saudara adalah seorang ketua partay. Bagaimana dapat bicara secara sembarangan?  Pecahan batu kumala mana dapat dijadikan bukti kalau dia makan pil Hoat beng sin tan?”

Ciok Sam kongpun menumpangi bicara; “Sela ma berkecimpung dalam dunia persilatan, hampir seluruh wilayah Kang-la m Kang pak telah kujelajahi. Tetapi kudengar hanya orang pernah me mbicarakan benda itu, tetapi selama itu belum pernah melihat….”

Kemudian ia me mandang dengan dingin kepada Ceng Hun dan melanjut kan berkata, “Di antara hadirin disini, entah siapakah yang pernah me lihat pil Hoat beng Sin tan itu?”

Ceng Hun totiang pelahan lahan meletakkan pecahan kumala diatas meja, “Me mang sebelumnya pintopun hanya mendengar cerita orang saja. Tetapi beruntung hari ini pinto dapat melihatnya!”

Can Yan hui kerutkan  alis,  “Jika  toheng  tak  dapat menge mukakan contoh yang nyata,  di kuatirksn sekalian orang tak dapat menerima alasan toheng.”

Kata Ceng Hun totiang pula, “Pinto  telah me meriksa pergelangan tangan Pui tayhiap. Bigaimana lukanya, pinto cukup je las. me mang menurut keadaannya, napasnya sudah  le mah….”

“Setiap orsng  yang  meyakinkan  silat,  tentu  mampu menja lankan napas untuk menekan  peredaran darahnya. Hanya berdasar pemeriksaan urat nadi, tentu tak dapat dijadikan pegangan yang kuat!” “Pinto  percaya  kalau  tentang  ilmu  pengobatan,   telah me mpe lajari secara menda lam rasanya takkan dapat dikelabui orang!” kata ketua Ceng-sia-pay dengan tandas.

Ciok Sam kong mendengus dingin, “Benarkah Apakah engkau melihat sendiri dimakan pil Hoan beng-sin tan itu?”

“Kecuali pil tersebut, didunia tiada lagi pil yang melebihi mujarabnya!” sahut Ceng Hun.

“Tahukah engkau dari mana dasar pil itu?” tanya Ciok Sam kong pula.

“Dari Lo Hian, seorang perdekar yang ter masyur!” “Tahukah engkau dimana Lo Hian sekarang?” jago Swat

San pay itu mendesak pula.

“Dite mpat penjuru langit, tujuh seberang lautan, tiada orang yang dapat mengetahui jejaknya,” jawab Ceng Hun totiang.

Tiba tiba Ciok Sa m-kong me mbentaknya; “Katak dalam tempurung! Engkau berani me ngoceh tentang peristiwa didunia persilatan? Ketahuilah bahwa Lo Hian itu sudah lama tak berada didunia lagi….!”

Tiba tiba Ceng Hun topang tertawa nyaring sehingga kata kata jago tua Swat san-pay itu tekerat.

Meledaklah a marah  Ciok Sa m-kong. Sa mbil ayunkan kakinya ia me mbentak keras, “Bocah ke mar in sore berani menghina orang tua! Apa yang engkau tertawakan, hai!”

Brak……. meja yang berada dimuka Ciok Sam kong hancur berantakan. Seorang pemuda yang duduk dihadapannya serentak berbangkit dan menda mprat, “Swat San- pay dan Ceng Sia Pay, tiada permusuhan. Sekalipun engkau  seorang tua tetapi tak seharusnya mengha mbur melukai perasaan orang!” Siu-la m berpaling. Didapatinya pemuda gagah yang tegak berdiri menatap Ciok Sam- kong itu adalah Tio Gan,  murid Ceng Sia pay.

Ciok Sam kong berkaok kaok seperti orang kebakaran jenggot, “Celaka, seorang bayi yang mas ih menyusu, berani kurang ajar terhadap orang tua! Jika tak diberi hajaran, aku tentu ditertawa orang persilatan!”

Melihat gelagat kurang baik, cepat Tay Ih kebutkan lengan jubah dan melesat ketengah kedua orang itu, “Harap saudara suka tenang. Jika ada persoalan, baiklah dirunding dengan damai.”

Ceng Hun totiang marah terhadap muridnya; “Hm, tempat apakah ini? Mengapa kau berani berlaku kurang sopan? Hayo lekas haturkan maaf kepada Ciok lo cianpwe!”

Sejenak Tio Gan meragu tetapi pada lain saat ia me mberi hormat kepada jago Swat-San pay, “Wanpwe telah kelepasan omong, harap Ciok locianpwe suka me maafkan!”

Sambil me ngurut urut, Ciok Sam kong berkata “sudahlah, dan akupun tak bersungguh-sungguh.”

“Tay Ih lo siansu, aku hendak berkata beberapa patah kata lo sianSu. Mohon lo siansu suka me mberi iz in,” tiba tiba Thong soh Tek Cin berkata.

Tay Ih segera me mpersilahkan.

“Pada waktu fihak beng-gak mengirim undangan untuk menghadiri pertemuan dile mbah Coat Beng-ko h, bukankah undangan itu t idak se mata mata tertuju kepada Siau-lim si?”

Tay Ih mengiakan.

“Beng gak hendak menguasai dunia persilatan. Maka setiap partay maupun tokoh persilatan tentu berhak untuk menyelidiki persilatan itu, benar tidak?” kata Tek Cin pula.

“Benar!” “Oleh karena itulah maka aku dan Ciok-heng me ngajukan pertanyaan yang melilit untuk menyelidiki asal usul Pui tayhiap. Kita harus me mbersihkan musuh didalam dulu. Jika tidak, ibarat bubuk me makan kayu”.

Tiba-tiba Can Yan bui berbangkit dan melangkah maju, ujarnya; “Tek locianpwe me mang benar. Musuh didalam harus lebih dulu dibas mi baru tubuh kita kuat untuk menghadapi bahaya dari luar, lebih baik kita menyalahi seorang yang baik tetapi takkan me mbiarkan seorang musuh dalam selimut!”

“Ciok lo cianpwe mengapa yakin bahwa Lo Hian sudah meninggal?” t iba tiba Ceng Hun totiang berseru lantang:

Rupanya ketui Ceng Sia pay itu sengaja menukas pembicaraan, untuk mengalihkan persoalan.

Can Yan hui ketua wanita dari Tiam jong- pay kerutkan dahi. Rupanya ia dapat mengetahui ma ksud ketua Ceng Sia pay Tanyanya, “Adakah Ceng Hun totiang sudah kenal dengan Pui tay-hiap ini!”

“Tidak kenal,” sahut Ceng hun totiang.

“Oh,   tetapi   totiang   agaknya   bermaksud    bertindak me lindunginya!”

“Sa ma sekali tidak,” Sahut Ceng Hun totiang,” melainkan pinto hanya bermaksud hendak meredakan perasaan sesama kaum aga ma….”

“Sejak toheng menerima jabatan sebagai ketua, hubungan partay Ceng sia pay dengan lain-lain partay tampaknya ma kin jauh. Dalam hal itu harap toheng suka me ngadakan penilaian diri.” kata Ceng Yan hui.

Ceng Hun tertawa, “Pinto percaya, semua tindakan pinto  tak merugikan orang “

Thong soh Tek Cin mendengus, “Hmm, ucapan dan sikap toheng. Serasi benar dengan Pui tayhiap. Jika kalian berdua menganggap tindakan kalian tak merugikan orang, apakah engkau anggap aku dan lain- lain orang merugikan orang lain?”

Agaknya Ceng Hun totiang marah  mendengar ejekan beberapa orang itu sahutnya dingin. “Jika saudara saudara berhak menyelidiki urusan ini, apakah aku tak me mpunyai hak?”

Dengan segera ketua Ceng-Sia-pay itu alihkan pandangannya kearah Ciok Sam- kong, ujarnya. “Lo cianpwe me ma ki pinto seperti katak dalam te mpurung, tak tahu keadaan dunia luar. Tetapi entah, apakah Lo Hian itu sudah mati? Dengan bukti apa lo cianpwe mengatakan begitu?”

Ciok Sam kong marah, “Setiap orang yang hadir disini semua tahu bahwa Lo Hian itu sudah mati. Perlu apa engkau me minta bukti dari aku?”

Jawab Ceng Hun,  “Segala berita yang tersiar didunia persilatan, tanyalah desas desus yang berpangkal pada dugaan saja. Adalah karena sudah berpuluh tabun tak muncul, maka orang mengira Lo Hian tentu sudah mati. Misalnya dengan Lam koay dan Pak-koay, pun dikira sudah mati. Tetapi nyatanya kedua tokoh itu mas ih berada di biara gereja Siau  lim si. Dengan contoh itu, jelas bahwa segala desas desus itu tak dapat dijadikan bukti yang meyakinkan. Jangan salah faham, sekali kali bukan Pinto hendak menentang pendapat sekalian hadirin terhadap diri Pui tayhiap. Yang pinto harapkan hanyalah agar segala sesuatu dapat dipertimbangkan dengan tenang dan seksama. Jika menggunakan  kata kata untuk menekan, dapat menimbulkan akibat akibat yang tak kita harapkan, Maka kumohon locianpwe suka me mpertimbangkan kata-kata pinto ini.”

Ucapan ketua Ceng sia pay yang masih muda itu, ternyata me mbuat Ciok Sam kong  tokoh tua dan Swat San  pay bungka m. “Tetapi jika dia tak mau menerangkan dan tetap bungka m, bukankan sia sia saja menggunakan kata kata yang ramah menanyainya?” kata Thong soh Tek Cin.

Tiba tiba ketua wanita Tiam jong pay, berseru; “Tay Ih siansu me muji setinggi langit kepadanya yang dikatakan dapat menahan serangan Beng gak dengan gigih. Dengan begitu tentu dia me miliki kepandaian yang Sakti. Maka sebaiknya hendak kuminta barang dua tiga jurus untuk me mbuktikan kebenarannya.”

Kemudian tokoh wanita itu me mandang kepada Siu la m. serunya- “Apakah engkau berani menya mbuti tiga jurus seranganku saja?”

Siu-la m menghela napas, “Ah, jika lo cianpwe berkeras menguji, terpaksa wanpwe akan melayani.”

Tay Ih siansu terkejut dan buru-buru hendak mencegah tetapi didahului Can Yan-hui, “Ah. jangan kuatir, lo siansu. Tentu tak akan mengakibatkan jiwanya!”

Ketua wanita dari Tia m-jong pay itu segera me mbuka serangannya dengan jurus Tat-ing se sia

“Ah, lo cianpwe-terlalu me mandang t inggi pada wanpwe,” Siu lam berseru seraya gunakan jurus Liam coan se hong. Tanpa berkisar kaki, kelima jarinya menya mbar pergelangan tangan tokoh wanita itu.

Can Yan hui berobah wajahnya, “Hmm, cengkera man yang hebat!” serunya sembari rubah jurus Tat ing se shia  menjadi  Ki hong tie eng kau atau burung Hong terkejut naga meloncat. Dia gunakan tujuh bagian- tenaga untuk mendorong lawan.

Karena menyadari lukanya baru sembuh, Siu lam tak mau adu kekerasan, Cepat ia berkisar kesamping dengan gerak langkah Cit sing tin-heng. Dengan indah sekali ia menyelinap  ke samping terus me mukul awan dengan jurus Goat loh-ce Sim atau re mbulan jatuh bintang tenggela m. Dua jurus yang dima inkan Siu lam itu, yang satu ilmu dari Swat San pay dan yang satu dari Kun lun pay.

Ciok Sam kong dan Thian Ce totiang melongo. Can Yan hui loncat mundur.

Sebagai tetua Tiam-jong pay, sudah tentu Can Yan-hui terkejut bukan kepalang. Dua buah serangannya telah dipecahkan Siu la m. Jika serangan yang ketiga dapat ditangkis lagi, na ma Tiam jong pay tentu akan ternoda. Maka mundurlah ia.

Sebaliknya Siu lam tak merasa apa-apa. Tadi ia hanya sembarangan saja menangkis. Sa ma sekali ia tidak menganggap hal itu serius. MaKa begitu wanita itu mundur, ia segera me mberi hor mat, “Maafkan, lo cianpwe!”

“Jangan bergirang dulu, masih ada sebuah jurus!” sahut Can Yan hui dengan dingin.

Jawaban itu membuat Siu lam marah, “Silahkan mulai lagi!” tanyanya.

Wajah ketua wanita dari Tiam jong pay itu me mbe ku.

Dipandangnya Siu-la m dengan berkilat kilat.

Tetapi ternyata dia tak berani gegabah me nyerang.

Menilik sikap dan wajah tokoh wanita itu, Siu lam menduga serangan yang keiga itu tentu menggunakan jurus yang istimewa. Dia m-dia m ia kerahkan Iwekang untuk berjaga.

Sekalian hadirinpun menduga demikian. Can Yan hui tentu akan  menggunakan  serangan  ketiga  itu  untuk  merebut   ke mbali muka partai Tiam jong-pay.

“Tunggu dulu Can toyu….” tiba tiba Tay Ih siansu berseru. Tetapi seruan ketua Siau lim si itu terlambat  karena saat itu

Cau Yau hui sudah ayunkan tangan kearah Siu lam, “Engkau

berani menyambut pukulan ini?” Tamparannya itu tiada keras, tiada menge luarkan sambaran angin. Ta mpaknya tiada sesuatu ang luar biasa.

Siu lam menangkis dengan tangan kanan. Sebenarnya ia  tak berma ksud untuk adu kekerasan, tetapi karena wanita itu mengucapkan kata kata jengek, maka iapun panas. Ia menangkis keras.

itulah yang diharapkan Can Yan bui. Memang ia sengaja hendak me mancing ke marahan lawan.

Ketika kedua pukulan Saling berbentur, terkejutlah Siu- lam seketika. Ia dapatkan pukulan ketua Tia m-jong pay  itu  menge luarkan hawa panas seperti ilmu pukulan dari La m- koay. Ketika ia hendak menarik ke mbali tangan, Can Yan-hui sudah cepat benturkan jari….

Seketika Siu-la m merasakan terangkum gelo mbang panas me landa lengannya Tenaganya lunglai, jantung serasa merekah pecah. Ia terhuyung huyung tiga langkan kebelakang dan muntahkan segumpal darah….

Tetapi pemuda itu seorang yang keras hati. Dengan kerahkan sisa tenaganya ia berdiri tegak seraya berseru, “Pukulan lo cianpwe sakti sekali. Wanpwe tak dapat menandingi.”

Tay  Ih  siansu  buru  buru mengha mpiri   Siu  lam  dan me mapah tubuh pe muda yang gemetar itu, “Apakah Pui sicu terluka berat?”

Sui lam tertawa rawan, “Tidak apa. Aku me mang sudah tak me mikirkan soal jiwa. Mati pun takkan penasaran!”

Juga Ceng Hun totiang bergegas-gegas mengha mpiri seraya member i sebutir pil, “Harap Pui tayhiap segera minum pil itu untuk me lindungi jantung!”

Siu-la m menyambut i, menelannya dan menghaturkan terima kasih. Ketua Ceng 8 ia-pay itu pun segera  malangkah ke mbali kete mpat duduknya. Tiy Ih siansu hendak mengantarkan Siu-la m beristirahat keruang Hong-t iang tetapi Siu-la m menola k.

“Wanpwe tidak berani tinggal lebih la ma di gereja ini lagi.

Wanpwe hendak pergi,” kata Siu-la m.

“Ini….” Tay Ih slansu tertegun, “luka Pui sicu belum sembuh, lebih baik tinggal di-s ini dulu. Setelah sembuh barulah sicu boleh pergi!”

Dengan ucapan itu jelas Tay Ih telah terpengaruh oleh Ciok Sam kong dan Thong soh Tek Cin. Ia menghenda ki agar Siu- lam jangan sa mpa i pergi dulu.

Wajah Siu  lam  berobah  seketika  tetapi  pada  lain  saat ke mbali tenang. Ujarnya, “Apakah maksud losiansu? Wanpwe benar benar tak mengerti. Baiklah, wanpwe akan beristirahat setengah hari di ruang Hong-tiang. Sebelum matahari sila m, wanpwe akan pergi. Jika lo-siansu masih perlu dengan wanpwe, silahkan mencari wanpwe, di ruang tersebut!”

Tegas dan tandas Siu-la m mengucapkan kata-kata itu. Lalu me langkah keluar ruangan.

Setelah melancarkan pukulan tadi, Can Yan hui tidak berani menyusuli lagi. Karena diam diam ia mengagumi juga kepandaian  anak   muda   itu.   Maka  ketika   pe muda   itu me langkah iapun me langkah mundur me mber i jalan.

Tetapi Ciok Sam kong tetap menghadang di a mbang pintu. Hal itu mence maskan Tay Ih siansu. Ia tahu pe muda itu sedang mender ita luka dalam yang parah. Jika jago tua Swat San pay itu turun tangan lagi, anak muda itu tentu celaka.

“Ciok lo cianpwe, harap sudi me ma ndang muka lohu dan me mber i jalan,” serunya sambil me mberi hor mat.

Jago Swat san pay itu kerutkan alis. Setelah berbatuk batuk sejenak, ia menyingkir ke-samping, “Pe muda ini menyangkut kepentingan dunia persilatan. Sebelum seluruh persoalan jelas, lebih baik jangan ijinkan dia pergi!” Tay Ih Siansu tidak mau menyinggung perasaan Siu lam tetapi pun tak mau bertentangan dengan Ciok Sa m- kong. Ia hanya mengiyakan tak lampias.

Siu-la m menekan ke marahannya dan terus melanjutkan langkahnya. Tay Ih siansu menyusul. Setelah tiba di ruang Hong tiang, barulah ketua Siau-lim-si itu berkata, “Pui sicu banyak  sekali  menderita  kesulitan  dan   bahaya   karena  me mbe la gereja Siau-lim si. Lohu pribadi takkan melupakan budi sicu. Adalah karena tak mengetahui jelas r iwayat sicu maka tokoh-tokoh persilatan yang berkumpul di ruang besar itu bertindak menyulitkan Sicu. Tetapi harap sicu jangan kecewa. Emas tidak takut di bakar api. Dalam beberapa jam lagi, segala apa tentu akan jelas….,”

Siu-la m hanya tertawa hambar.”Harap lo siansu tak perlu cemaskan diri wanpwe. Sebelum urusan itu selesai, Wanpwe takkan tinggalkan te mpat ini!”

Tay Ih menyadari bahwa ucapan Siu lam itu mengandung ke marahan kepadanya. Maka paderi itu segera minta diri. Siu lam tak ma u mengantar. Ia duduk berse medhi menyalurkan darah.

Pemuda itu berlaku setenang mungkin agar jangan sa mpai diketahui La m- koay dan Pak koay. Karena jika kedua tokoh itu tahu keadaan Siu-la m, dikuatirkan tentu akan menimbulkan peristiwa.

Pil pe mber ian dari Ceng Hun totiang tadi ternyata manjur sekali. Setelah bersemedhi beberapa  saat,  darahnya tenang ke mbali. Setelah itu baru ia me langkah masuk kedalam ruang.

Tampak Lam koay dan Pak-koay duduk bersemedhi dengan saling menyandar punggung. Siu lam tak berani me ngganggu. Ia segera duduk disudut ruang dan berse mdhi.

Entah lewat berapa lama, tiba tiba diluar ruang terdengar derap kaki berha mburan mendatangi, Siu- lam terkejut bangun. Melongok keluar, ternyata diluar ruang tampak Ciok Sam kong dan Thong Soh Tek Cin diiring dengan belasan orang. Ternyata tokoh tokoh persilatan yang berada diruang perjamuan tadi, kini mendatangi keruang Hong tiang.

Kecuali Ciok sa m-kong dan Thong Soh Tek Cin, ro mbongan dibelakangnya sa ma me mbekal senjata.

Lam koay dan Pak koay tetap duduk saling bersandar panggung. Mereka tetap pejamkan mata  seolah-olah tak mengacuhkan kehiraukan diluar Kong-ran.

Tetapi Siu lam tak dapat tinggal diam. Ia menyambar pedang Pek kau kia m, terus me langkah keluar. Melihat pemuda itu menghunus pedang, Ciok Sam kong dan  Thong soh Tek Cin menyurut mundur untuk bersiap Siap.

Sambil lintangkan  pedang  didada,  berserulah  Siu  lam  dia mbang pintu, “Apa maksud kalian datang ke mari?”

Melihat kedua tokoh yang duduk bersemedi dalam ruang, Ciok Sam kong tertawa dingin dan balas bertanya “Apakah kedua orang itu Lam koay dan Pak koay?”

“Kalau benar, lalu?” Sahut Siu la m.

“Bocah ke marin sore berani kurang hor mat kepada orang tua!” bentak Thong Soh Tek Cin seraya maju dan mencengkeram Siu-la m dengan tangan kiri.

“Karena ka mu berdua terus mendesak saja, apa boleh buat terpaksa aku berlaku kurang berbuat!” Siu-la m menjabat dengan ilmu pedang tong pay.

Thong soh Tek Cin adalah satu satunya angkatan tua yang masih hidup dalam partay Kong tong-pay. Sudah tentu dalam hal ilmu pedang partay itu, ia mahir sekali.

Dengan tertawa dingin, ia menyongsong maju. Sebuah jari tangan kanan menganca m siku lengan pe muda itu. Gerak itu sekaligus me mpunyai dua maksud. Sa mbil menghindari tabasan, jari itu telah siap menya mbut apabila lawan menarik pedangnya. Dengan de mikian lawan pasti terpaksa harus menyurut mundur.

Begitu Siu lam mundur, Tek Cin cepat menerobos mas uk kedalam ruang.

Sekalipun sudah beristirahat, tetapi luka Siu lam mas ih belum sembuh sama sekali. Ketika menyerang dengan pedang tadi ia rasakan jantungnya mendebur keras, darah bergolak lagi. Tetapi karena melihat saat itu keadaan me maksa, ia tak mau menghiraukan lukanya lagi. Dengan menge mpos semangat ia menyerang lagi dalam jurus - Khong jiok gui-ping atau burung merak-pentang sayap.

Yang dipentingkan ia lah Lam koay dan Pak koay. Jika orang hendak mance lakai, kedua tokoh itu tentu celakalah. Maka ia harus menghalau Tek C in keluar.

Melihat hebatnya serangan anak muda itu, Tek Cin mundur Sambil menghanta m dengan tangan kiri.

Sedang Siu lam terdorong mundur, darah makin bergolak keras dan akhirnya mulutnya muntah darah lagi.  Berbareng itu, siku lengannya terasa tertutuk jari. Tring…. Ia terpaksa mundur dan lepaskan pedangnya.

Buru buru ia hendak me mungut pedang itu. Tapi sekonyong-konyong Ciok Sam kong loncat menginja k pedang itu sembari ulurkan tangan mencengkera m lengan kiri Siu la m, “Kukira engkau ini manusia yang berkepala tiga berlengan enam, kiranya hanya sebuah kantong nasi yang tiada berguna!”

Pada saat itu Siu lam sudah kehilangan daya perlawanannya lagi, sekali Ciok Sam kong  menekan lebih keras, Siu lam rasakan separoh tubuhnya mati rasa dan tak kuasa lagi ia me mpertahankan diri ketika tubuhnya dile mpar ke muka. Jika saat itu Ciok Sam kong menyusuli sebuah hanta man lagi, Siu- lam tentu me layang jiwanya!

Tek Cin me mungut pedang  Pek-kau-kia m,  Ia  terkesiap me lihat ketajaman pedang pusaka itu.

Ciok Sa m-kong mengha mpir i dan berkata bisik, “Dikuatirkan paderi tua Tay Ih akan mencegah, jika kita bertindak untuk menggunakan kekerasan mengorek keterangan budak ini. Anak ini keras kepala sekali. Jika tidak disiksa tentu takkan menga ku.”

“Aku me mpunyai akal,” kata Tek Cin. “Atas per mintaan Ciok Sam- kong, Tek C in mengutarakan rencananya “Lebih dulu anak itu kusuruh murid muridku me mbawa keluar gereja. begitu ada kese mpatan, kita kesana untuk me meriksanya. Setelah itu kita bawa lagi kedalam gereja  dan  melaporkan hasil keterangannya itu kepada sekalian orang!”

Ciok Sam- kong setuju. Kemudian ia menanyakan tentang kedua orang tua yang duduk bersemedhi itu, “Apakah kedua orang itu benar Lam koay dan Pak koay?”

“Menilik raut wajahnya, me mang menyerupai. Tetapi mana tokoh se macam La m- koay dan Pak-koay yang begitu sakti, mau duduk diam seperti patung?” kata Tek Cin.

Ciok Sam kong menga mati dengan seksa ma. Dilihatnya wajahnya kedua orang itu sebentar merah sebentar pucat dan dadanya berombak keras.

“Ah, kedua orang itu mungkin sedang melatih suatu iimu kesaktian. Lebih baik kita hancurkan saja sekali!” kata jago Swat San-pay itu.

Tek Cin tiba t iba kepalkan t injunya. Tubuhnya agak gemetar. Tetapi entah bagaimana pada la in  saat  ia  tenang ke mbali dan hanya me mandang ke arah Lam koay dan Pak- koay dengan tajam. Rupanya dalam hati jago Kong tong pay itu timbul pergolakan sendiri. Sebenarnya ia gentar terhadap Lam koay dan Pak koay. Tetapi ia merasa sayang kalau menghilangkan kesempatan bagus seperti saat itu. Ia mence kal sebatang pedang pusaka. Sekali tabas, kedua tokoh termasyur itu tentu terbelah menjadi dua….

Ciok Sam kong menutuk pingsan Siu- lam lalu me mberi isyarat kearah luar. Dua orang pemuda muncul menggotong Siu lam keluar. Setelah itu Ciok Sam- kong me mandang Tek Cin, lalu perlahan lahan masuk mengha mpir i Lam koay dan Pak koay.

Karena terpengaruh oleh kegagahan Ciok Sa m-kong. nyali Tek Cin pun berkobar. Dengan me ncekal pedang Pek- kau kiam erat erat, ia mengikuti dibelakang jago Swan-San-pay itu.

Lam koay dan Pak-koay masih tetap bersemedhi dengan saling menya mbar punggung. Rupanya mere ka tak menyadari akan bahaya maut yang menganca m diri mere ka….

Setelah tiba disamping kedua tokoh itu, Ciok Sam kong tak berani gegabah terus bertindak. Lebih dulu  ia goyang goyangkan tangannya kemuka La m-koay untuk mengetahui apakah tokoh itu benar-benar tak mengetahui kedatangan mereka.

Ternyata Lam koay diam saja. Ciok Sam kong menyurut mundur kesa mping Tek Cin dan me mbisikinya, “Tek-heng lekas kerjakan!”

Tokoh dari Kong tong pay itupun tak ragu-ragu lagi.  Ia maju dan mengangkat pedang pusaka Pek Kau kiam yang tajam….

“Lo cianpwe, jangan timbulkan bencana!” Sekonyong konyong terdengar seruan bernada berat.

Dan sesosok tubuh me lesat kesamping kedua orang itu.

Seorang ima m yang berjenggot panjang. “Ho lagi lagi engkau yang mengacau!” bentak Ciok Sam kong ketika mengetahui bahwa yang muncul itu Ceng Hun totiang, ketua Ceng sia pay.

Ceng Hun menatap jago Swat San pay itu dengan tajam, serunya, “Pinto selalu menghor mat kepadamu. Kita sama sama lain golongan karenanya tiada terikat dengan peraturan apa apa, Seharusnya lo cianpwe sedikit sungkan kalau bicara!”

Ciok Sam kong tertawa hina. Cepat ia mengisar ke muka ketua Ceng sia pay itu, lalu menyuruh Tek Cin, “Tek heng,  lekas turun tangan!”

Tek Cinpun segera ayunkan pedangnya untuk menabas Lam koay dan Pak koay….

Pada saat pedang Pek kau kiam hendak menabas tubuh kedua tokoh itu, tiba tiba Ceng Hun bersuit nyaring. Tangan kanan  mendoro ng  tubuh  Ciok  Sam  kong,  tangan  kiri mena mpar pedang Pek kau kia m.

Mimpipun tidak Ciok Sam kong kalau Ceng Hun  berani turun tangan kepada mereka berdua. Maka  ia  tak bersedia dan tak keburu me mangkis. Tubuhnya serasa terdorong oleh tenaga yang kuat sehingga menyis ih kesamping.

Sebenarnya Thong seng Tek Cin tetap gentar terhadap Lam koay dan Pak-koay. Maka begitu mendengar suitan tajam dari Ceng Hun tadi, gerakannya menjadi la mbat dan pada saat itulah angin tamparan Ceng Hun cepat melandanya. Buru buru ia menyurut kebelakang untuk menghindar. Dan karena orangnya menyurut, pedangpun ikut tertarik kebelakang.

Setelah tersisih tiga langkah, barulah Ciok Sa m-kong dapat berdiri tegak lagi. Secepat kilat ia berputar tubuh dan maju menghanta m dada orang; “Huh, kau berani kurang ajar terhadap orang tua!”

Ceng Hun totiang menghindar kesa mping, berdiri dihadapan Lam koay dan Pak-koay. Sambil lintangkan sebuah tangan ke dada, ia berseru; “Harap lo cianpwee berdua bersabar dulu. Pinto hendak bicara!”

“Seluruh partai-partai persilatan tak puas dengan tindakanmu merebut kedudukan orang yang lebih tua!” bentak Ciok Sam kong, “dan apa yang kusaksikan hari ini me mang menyatakan bahwa pribadimu jauh lebih jahat apa yang dikabarkan orang!”

Dampratan itu me mbuat Cong Hun totiang ge metar karena menahan ke marahan- Sekalipun dalam kalangan ketua partai persilatan, dia yang paling  muda  sendiri usianya, tetapi dia me mpunyai watak dan pribadi yang mengagumkan.

“Dite mpat  dan   saat   ini,   bukanlah   waktunya   untuk me mperbincangkan urusan partaiku! Jika saudara berdua menganggap aku telah merebut kedudukan ketua dari tangan orang yarg lebih tua, silahkan bersama-sama seluruh partai persilatan menyelidiki hal itu….”

Ia berhenti sejenak. Lalu mengalihkan pe mbicaran, “Saudara berdua berkeras menuduh Pui tayhiap itu orang Beng-gak. Tetapi tuduhan itu hanya berdasar dugaan saja. Pinto tak menentang tindakan saudara untuk menyelidiki hal itu, tetapi selama persoalan belum itu jelas, jika saudara hendak menetapkan orang itu bersalah, pinto tak setuju!”

Kemudian ketua Ceng sia pay itu berpaling ke belakang. Dilihatnya Lam koay dan Pak-koay masih duduk me matung. Hanya kepala kedua tokoh itu bercucuran keringat dan kadang kali kelopak matanya bergerak gerak.

Jelas kedua tokoh iru sudah mendengar apa yang terjadi dalam ruangan situ. Tetapi mereka tak dapat bangun.

Tiba-tiba Ceng Hun totiang gunakau ilmu menyusup suara Coan-im-jib-bi kepada Ciok Sa m-kong dan Tek Cin, “Ketahuilah, bahwa Lam koay dan Pak-koay segera akan terjaga. Harap lo cianpwe berdua tinggalkan tempat ini dan segera lepaskan Pui tayhiap.” Ciok Sam- kong terbeliak kaget. Jika Lam koay dan Pak kOay sampai terbangun, keadaan tentu berubah. Daripada harus menghadapi bahaya, lebih baik saat itu kedua tokoh tersebut dilenyapkan.

Cepat ia berpaling kepada Tek Cin, “Apa bila tak cepat bertindak, kita tentu kehilangan kese mpatan yang bagus. Harap Tek-heng lekas turun tangan. Ceng Hun  totiang biar  aku yang menghadapi….”

Ia menutup kata katanya dengan sebuah pukulan kepada Ceng Hun totiang. Sedang tangan kiri me mbarengi mendorong dengan jurus Hong-bud ko bo atau Angin mentiup  teratai lapuk sekaligus ia lancarkan dua serangan.

Ketua Ceng-Sia pay tak gentar. Ia menyiak dengan kedua tangan. Mengarah bagian jalan darah penting dari jago Swat san pay. Dalam pada ini ia berpaling dan berseru kepada Tek Cin, “Kalian berdua adalah tokoh angkatan dari partai Ceng- sia-pay. Kedudukan saudara di indahkan sekali oleh kaum persilatan. Tetapi mengapa bertindak tidak selayaknya?”

Terdengar angin menderu deru. Dalam beberapa kejap saja, Ciok Sam kong sudah lancarkan tiga empat kali jurus pukulan. Tetapi Ceng Hun totiang tetap dapat mengha launya. Ketua Ceng Sia pay yang masih muda itu, hanya menghalau dan  me mbuyarkan   pukulan   lawan.   Sama   sekali   tidak me lakukan serangan balasan.

Walaupan kian la ma pukulan Ciok Sam kong ta mpak makin keras, tetapi diam-dia m jago Swat-san pay itu tertejut. Nyata kepandaian ketua Ceng sia-pay yang jauh lebih muda  itu tak di bawah kepandaiannya.

Sedang Tek Cin me mandang Lam koay dan Pak koay dengan berkilat-kilat. Sangat bernapsu rupanya ia, dengan sekali tabas dapat me mbe lah tubuh kedua mo mok itu.

Dalam pada itu karena merasa serangan Ciok sam kong makin la ma makin dahsyat, Ceng Hun totiang diam diam me mpertimbangkan satu langkah. Jika ia terus menerus hanya bertahan saja, sekalipun dapat menahan, tetapi ia  tentu tak me mpunyai kese mpatan untuk mencegah Thong Soh Tek Cin.

Akhirnya ketua Ceng sia pay itu memutuskan. Ia harus menga mbil inisiatif sebagai penyerang, bukan sebagai yang diserang. Agar ia dapat mencegah tindakan Tek Cin.

Keputusan itu segera ia tuangkan dalam bentuk perobahan gaya permainan. Saat itu ia gunakan jari untuk menotok. Berturut-turut ia lancarkan tiga buah serangan totokan jari.

Tiga desir angin tajam, berha mpiran me mburu tiga buah jalan darah berbahaya pada tubuh Ciok Sam kong.

Ilmu totokan jari tengah itu. merupakan ilmu ist imewa dari partai Ceng sia pay. Ceng Hun totiang dapat menguasai ilmu itu dengan mahir. Walaupun hanya menggunakan  tujuh bagian  tenaga  tetapi  anginnya  cukup  dahsyat   sehingga me ma ksa Ciok Sam kong menyurut mundur.

Setelah dapat mengundurkan lawan, cepat Ceng Hun totiang mencabut pedangnya, serunya “Sekalipun harus bentrok  dengan  lo  cianpwe,  tetapi  aku   terpaksa   harus me lindungi Lam koay dan Pak koay!”

Wajah Ciok Sam kong berubah seketika, serunya:”Jika Tek heng tak lekas turun tangan sehingga kedua lo koay itu keburu bangun, keadaan tentu akan runya m!”

“Benar!” Susul Tet Cin terus ayunkan pedangnya dengan gerak Hun toan bu sad atau awan mengerat maju dan mendorong dengan jurus Hiap san cau hay.

Didesak mundur oleh ketua Ceng-sia-pay tadi, benar-benar jago tua itu merasa kehilangan muka. Maka  pakaiannya  itu dila mbari dengan se mbilan bagian tenaganya. Belum pukulan tiba, anginnya sudah menyambar dahsyat. Ceng Hun totiang menyadari bahwa serangan pedang dan tinju dari kedua tokoh itu untuk me ngundurkan dirinya agar mereka leluasa menyerang La m-koay dan Pak-koay.

Iapun nekad. Tangan kiri menangkis pukulan Ciok Sam kong, tangan kanan yang mencekalnya ia gerakan dalam jurus tiong hiong tia m-than untuk me nutuk lengan Tek C in.

Bum…. terdengar dua buah pukulan saling beradu. Tubuh Ceng Hun totiang tergetar dan kakinya mundur selangkah. Tetapi pedangnya berhasil me maksa Tek Cin menarik pulang senjatanya.

Dari hasil adu kekuatan itu, jelas bahwa pertempuran itu takkan selesai dalam e mpat lima puluh jurus. Kecuali jika kedua belah pihak menggunakan seluruh tenaga untuk mengadu tenaga sepenuhnya.

Thong soh Tek Cin me longok kearah anak muridnya yang berada diluar ruangan. Ke mudian menganca m Ceng Hun totiang, “Sama sama dari golongan sembilan partay persilatan, sebelumnya aku tak menghenda ki terjadinya pertikaian antar partay. Tetapi karena keadaan me maksa dan jika engkau tetap hendak melindungi kedua mo mok itu, jangan salahkan jika aku dan Ciok heng terpaksa akan menindakmu!”

Ketua Ceng-sia-pay itu menghela napas, ujarnya, “Sesungguhnya pinto tak kenal dengan kedua tokoh Lam koay dan Pak koay. Dan sama sekali pinto tidak ber ma ksud hendak me musuhi locianpwe berdua Tetapi dalam hal ini menyangkut kepentingan dunia persilatan dan ratusan jiwa manus ia….”

Ciok Sam kong me mbentak,  “Jika tahu kalau hal ini menyangkut kepentingan dunia persilatan mengapa engkau tetap berkeras hendak menentang partay partay persilatan dan melindungi kedua lokoay yang termasyur itu.”

“Justru tindakan pinto ini adalah de mi kepentingan kerja sama dengan partay-partay persilatan. Sayang lo cianpwe tak mengijinkan pinto untuk menje laskan persoalan ini….” “Bunuh dulu kedua lokoay itu baru aku suka mendengar keteranganmu!” bentak Ciok Sam Kong.

Ceng Hun totiang berubah wajahnya.  Dengan wajah bersungguh ia berkata, “Lo cianpwe berdua tetap hendak bertindak sendiri, tanpa mau mendengarkan penjelasan pinto. Demi kepentingan  orang  banyak,  terpaksa  pinto  akan menja lani locianpwe berdua, Dibawah lindungan pinto. kiranya tak mudah locianpwe hendak mencelaka i Lam koay dan Pak koay!”

Ciok Sam kong mencuri lirik kepada Lam koay dan Pak koay. Tampak kepala kedua tokoh itu makin basah dengan peluh. Napasnya makin terengah keras tetapi matanya tetap merata.

Tek Cin berpaling kepada Ciok Sam- kong. serunya; “Rupanya bentrokan dengan partay Ceng Sia  pay tak dapat kita hindari lagi. Harap Ciok heng menghantam kedua Lo koay itu sedang aku yang menghadapi Ceng Hun totiang!”

Dengan jurus Peng Ko gui-tang atau Sungai es meleleh dari kebekuan, ia terus menusuk Ceng Hun totiang.

Ketua Ceng sia-pay itu memang sudah me mperhatikan bahwa pedang ditangan jago tua Kong tong pay itu sebuah pedang pusaka yang hebat. Maka  Ia tak beranilah ia menangkis dengan pedangnya ia gelincirkan pedangnya dan merobah dengan sebuah tusukan dalam jurus Kim- Si jan wan.

Sebagai angkatan tua dari Kong tong pay sudah tentu Tong-soh Tek Cin me miliki tenaga yang sakti. Pengalamannyapun luas. Ia mahir dalam ilmu pedang partay Kong-tong pay yang termasyur kesaktiannya. Delapan buah serangan pedang yang dilancarkan dengan ke marahan itu bukan olah olah hebatnya. Ruang seolah olah di penuhi dengan pancaran sinar pedang Pek kau Kia m.

Kele mahan Cing Hun totiang terletak karena ia tak berani beradu senjata. Disamping menjaga gerak perubahan pedang lawan, pun ia masih harus menjaga jangan sampai pedangnya terpapas kutung pula masih me mperhatikan gerak gerik Ciok Sam kong apabila tokoh itu sa mpai mengir imkan  pukulan maut kepada Lam koay dan Pak koay. Karena perhatiannya bercabang tiga, terpaksa dapat didesak mundur oleh Tek Cin.

ciok Sam peng agak pejamkan mata dan berdiri tegak. Rupanya ia tengah kerahkan seluruh tenaga sakti untuk lepaskan pukulan maut. Tapi belum se mpat ia laksanakan rencananya, tiba-tiba terdengar suara Tay Ih Siansu berseru, “Harap saudara berhenti dulu….”

Sekonyong konyong Ciok Sam-kong mengge mbor keras untuk menukas kata kata ketua Siau-lim-si dan sere mpak dengan itu ia lepaskan sebuah pukulan dahsyat kearab Lam koay dan Pak koay. Ia  gunakan  seluruh  tenaganya  untuk me mukul. Maka perbawanyapun seperti gunung rubuh.

Ceng  Hun  totiang  me mang  sudah   me mperhitungkan ke mungkinan itu. Maka tangan Ciok Sam kong bergerak, iapun cepat me mbarengi dengan sebuah pukulan juga.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar