Tat Mo Cauwsu Jilid 15

Jilid XV

TAT MO CAUWSU mengangguk, dia menyatakan kesediaannya untuk menasehati Auwyang Siung Bun. Padahal Tat Mo Cauwsu menyadari, permintaan yang tampaknya kecil itu, sesungguhnya mengandung tanggung jawab yang besar, karena dengan menyanggupi untuk menasehati Auwyang Siung Bun, berarti Tat Mo Cauwsu harus mencari orang she Auwyang itu, untuk nanti menasehatinya atau menggempurnya...!

Setelah berkumpul dengan para pengemis itu empat hari lamanya, Tat Mo Cauwsu telah pamitan untuk melanjutkan perjalanannya. Sebelum berlalu, Tat Mo Cauwsu mengingatkan kepada Sun Cie Po agar berhati-hati jika berhadapan pula dengan Kwee Bo In atau Keuki Takashi.

Sun Cie Po juga mengangguk sambil menyatakan bahwa dia tengah memikirkan cara yang terbaik untuk dapat menguasai Kwee Bo In dan Keuki Takashi. Menurut Sun Cie Po, dia ingin mengelakkan pertemuan sementara ini dengan kedua orang itu, karena walaupun bagaimana dia mengakui bahwa kepandaian yang dimilikinya tidak cukup untuk menghadapi kedua orang itu, Jika dia mengerahkan orang2nya, mungkin hanya akan mendatangkan bencana dan korban yang tidak sedikit. Maka cara yang terbaik adalah mengelakkan diri dari bentrokan dengan kedua orang itu.

Senang Tat Mo Cauwsu mendengar hal itu, dia telah memuji kebijaksanaan Sun Cie Po. “Memang mengalah itu bukan berarti kita kalah, tetapi mengalah untuk kepentingan dan keselamatan dari banyak orang, merupakan tindakan yang sangat bijaksana sekali ”

kata Tat Mo Cauwsu.

Kemudian pendeta ini meminta diri, Sun Cie Po dan beberapa orang tokoh2 Kaypang telah mengantarkannya sampai dipintu kota sebelah selatan.

Tat Mo Cauwsu melakukan perjalanan menuju ke sebelah barat, dia ingin mengembara dan berkelana guna menambah pengetahuannya.

Terutama sekali dia ingin berkelana menyusuri seluruh daratan Tionggoan. Sudah sejak di India dia mendengar prihal keindahan pemandangan alam dan suasana didaerah selatan, yaitu di kanglam. Maka dia bermaksud untuk pergi ke Kanglam untuk pesiar sambil me-lihat2 keindahan yang terdapat disana.

Kanglam merupakan daerah selatan yang memiliki pemandangan yang paling indah dibandingkan dengan seluruh daerah didaratan Tionggoan. Karena daerah selatan ini memiliki hawa yang baik sekali, panas yang cukup dan juga dengan keindahan alam yang menarik hati. Gadis2 Kanglam juga terkenal akan keluwesannya.

Tat Mo Cauwsu waktu memasuki daerah selatan tersebut telah melihat pohon2 tumbuh subur dan indah sekali dan juga telaga2 yang banyak terdapat didaerah ini menarik sekali dengan airnya yang jernih. Dan sungai2 yang ber-liku2 panjang memiliki air yang bersih bening.

Semua yang dilihatnya umumnya mengandung keindahan yang sulit dilupakan.

Tat Mo Cauwsu senang sekali berada didaerah tersebut, karena hawa udaranya pun tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Hari itu, Tat Mo Cauwsu berada di pinggiran sebuah telaga yang cukup luas. Dia melihat air telaga itu berwarna kebiru-biruan dan bening sekali.

Lama Tat Mo Cauwsu berdiri ditempatnya tersebut, pikirannya jadi menerawang teringat akan kampung halamannya. Di India Tat Mo Cauwsu memang tidak memiliki sanak saudara, dia sejak kecil telah memasuki pintu sang budha dan dengan tekun dia mempelajari ajaran sang Budha.

Ayah Tat Mo Cauwsu mati karena serangan penyakit menular, sedangkan ibu Tat Mo Cauwsu meninggal karena melahirkan. Maka sebagai anak yatim, bibinya yang telah memeliharanya. Waktu berusia empat tahun, Tat Mo Cauwsu sudah bisa menyatakan keinginannya untuk memasuki pintu sang Budha.

Dan bibinya itu berpendapat, dengan berada didalam biara, tentu Tat Mo Cauwsu hidup lebih teratur dan lebih baik jika dibandingkan dengan perawatannya yang hidup dalam kemiskinan seperti itu. Maka keinginan Tat Mo Cauwsu untuk masuk ke jalan Sang Buddha telah dipenuhi oleh bibinya.

Sejak saat itulah Tat Mo Cauwsu mempelajari pelajaran Sang Buddha dan waktu berusia belasan tahun Tat Mo Cauwsu memperoleh kabar bahwa bibinya telah meninggal dunia. Memang perasaan sedih bergolak sementara waktu didalam hatinya.

Namun sebagai seorang Buddhis yang telah memiliki pegangan dan kebathinan yang kuat, Tat Mo Cauwsu bisa menindih perasaan sedihnya itu. Dia bertambah tekun menghayati pelajaran Sang Buddha, sampai akhirnya gurunya memperkenankan dia keluar biara untuk menambah pengetahuan dan melakukan perbuatan2 mulia.

Tetapi dari salah seorang penduduk dia mendengar telah datang ditempat tersebut utusan dari Kaisar Ming Ti, Kaisar daratan Tionggoan, Kaisar Ming Ti telah perintahkan utusannya itu untuk mencari tahu perihal agama Buddha. Maka tertariklah hati Tat Mo Cauwsu untuk berkelana didaratan Tionggoan.

Karena Tat Mo Cauwsu tidak memiliki sahabat didalam istana, dan juga tidak bisa dia menemui langsung utusan Kaisar Ming Ti, akhirnya Tat Mo Cauwsu memutuskan untuk pergi berkelana seorang diri kedaerah Tionggoan.

Dengan tekadnya yang kuat, maka tiba juga akhirnya dia didaratan Tionggoan.

Semua peristiwa yang dialami dalam perjalanannya itu dianggapnya indah, karena Tat Mo Cauwsu menganggap semua itu, kesenangan dan kesengsaraan, hanyalah suatu percobaan untuk imannya saja.

Teringat semua itu, Tat Mo Cauwsu menghela napas panjang. Hampir dua tahun dia telah berkelana didaratan Tionggoan dan telah cukup banyak juga dia memperoleh pengalaman-pengalaman yang membuat jiwanya semakin matang, dimana diapun melihat, setiap peristiwa yang dialaminya itu, selalu memiliki sangkut paut dengan pelajaran Sang Buddha.

"Benar,” berpikir Tat Mo Cauwsu lebih lanjut. "Jika saja keinginan Kaisar Ming Ti yang bermaksud mengundang agama Buddha memasuki daratan Tionggoan, tentu jago-jago didaratan Tionggoan yang umumnya bergerak dalam perbuatan-perbuatan jahatnya itu, tentu bisa dibimbing mengambil jalan yang lurus dan bersih.... agama Buddha rupanya sangat diperlukan sekali. !”

(Peristiwa Kaisar Ming Ti mengirim utusannya mencari tahu perihal agama Buddha ke tanah Hindustan terjadi  tahun yang lalu, dan semua itu tercatat didalam buku sejarah maupun buku 'Hikayat Bangsa Han’. Utusan Kaisar Ming Ti dari Dinasti Han Timur itu akhirnya kembali dengan membawa dua orang pendeta Buddha, yang menyebarkan pelajaran Sang Buddha, yang dinamai Dharma).

Setelah berdiri sejenak lagi beberapa saat lamanya ditepi telaga itu, akhirnya Tat Mo Cauwsu telah menghela napas sambil memutar tubuhnya untuk berlalu.

Tetapi waktu itu matanya melihat sesuatu ditengah telaga, sehingga Tat Mo Cauwsu membatalkan maksud hatinya untuk berlalu, dia telah berdiam terus ditempatnya itu mengawasi setitik hitam yang tengah meluncur diatas air telaga itu.

Setelah mengawasi sekian lama, dan benda diatas air itu mendatangi mendekat, segera dilihatnya sebuah biduk perahu yang tengah meluncur dengan cepat menghampirinya.

Tat Mo Cauwsu telah mengawasi terus, karena dia agak heran juga melihat perahu itu yang meluncur cepat sekali dipermukaan air telaga.

Walaupun dikayuh cepat, tetapi perahu tidak bisa meluncur secepat itu seharusnya. Namun perahu yang kali ini dilihatnya justru meluncur dengan cepat, seperti juga terbang diatas permukaan air telaga.

Itulah suatu keanehan yang menarik hati pendeta dari India tersebut.

Untuk sejenak lamanya Tat Mo Cauwsu berdiri lagi ditempatnya, sampai akhirnya dengan cepat perahu berukuran kecil itu tiba didekatnya.

Penumpang perahu itu seorang gadis berusia lima belasan tahun.

Parasnya cantik, rambutnya disanggul, dia mengenakan pakaian serba putih, kunnya juga putih dengan angkin pengikat pinggang berwarna merah. Waktu sampai ditelaga, gadis itu telah tersenyum dan mengangguk pada Tat Mo Cauwsu.

Pendeta dari India ini jadi membalas mengangguk padanya, sedangkan gadis itu dengan gerakan yang lincah sekali telah melompat ke tepian, gerakannya seperti seekor burung walet.

Tat Mo Cauwsu jadi kagum melihat dalam usia semuda itu, si gadis telah memiliki ilmu meringankan tubuh yang demikian tinggi. Dia telah menghela napas dan memuji: “Omitohud !“ beberapa kali dengan suara yang perlahan.

"Taisu..! Maukah kau menemani ku main perahu ?“ gadis itu telah menegurnya. Sikapnya lincah dan manis sekali, dia seperti juga tidak memperdulikan bahwa pendeta asing ini belum dikenalnya, dia menyapanya seperti juga dia telah berkenalan lama dengan si pendeta.

Tat Mo Cauwsu juga senang melihat sikap polos dan terbuka dari si gadis. Dia melihatnya, mata gadis itu bening dan besar indah sekali, dengan hidung yang mancung dan bibir yang tipis, kulitnya juga putih halus seperti juga bersaing dengan putih dari kun yang dikenakannya.

"Nona kecil,“ kata Tat Mo Cauwsu sambil tersenyum juga. “Apakah engkau tidak kuatir perahumu terbalik dengan menaikinya begitu cepat. ?”

“Terbalik ? Jangan takut Taisu, aku jamin tidak mungkin perahu ini terbalik ! Takutkah Taisu naik perahu bersamaku ? Mari kita main perahu, tentu menggembirakan ! Dari pada berdiam diri mematung disitu tanpa kegembiraan .....” lincah dan manis sekali cara dan sikap si gadis, yang ber-kata2 tanpa banyak peradatan, tetapi tidak kurang ajar. Hal itu hanya memperlihatkan bahwa gadis ini memiliki sifat yang polos.

Tat Mo Cauwsu juga senang berteman dengan gadis kecil ini, karena gadis kecil yang masih suci dan tampaknya polos tidak diliputi oleh akal2 licik itu, merupakan kawan yang menyenangkan.

“Bagaimana Taisu, kau menolak ajakanku ?“ tanya si gadis kecil lagi.

“Apakah kedua orang tuamu tidak akan memarahimu jika engkau selalu ber-main2 perahu saja ?“ tanya Tat Mo Cauwsu tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan si gadis, bahkan dia balik bertanya begitu.

Ditanya mengenai kedua orang tuanya, muka si gadis jadi berobah murung, dia telah menunduk sejenak, tetapi kemudian dia mengangkat kepalanya sambil tertawa lagi.

"Kedua orang tuaku jahat, mereka tidak memperhatikan aku, aku main kemana saja mereka tidak pernah mencarinya! Ayo Taisu, mari kita main2 perahu....!” ajak gadis kecil itu lagi.

Tat Mo Cawusu mengangguk perlahan, katanya: “Baiklah, tetapi kau harus hati2 mengendarai perahumu, jangan seperti tadi perahu diluncurkan begitu cepat. ”

Gadis kecil itu tertawa geli, rupanya dia mentertawakan sikap Tat Mo Cauwsu yang diduganya takut dan memiliki jiwa yang kecil. Tetapi gadis kecil ini tengah bersendirian, dia tidak memiliki sahabat, maka pendeta ini bisa menambah kegembiraannya menurut perkiraannya. Apa lagi dia melihat Tat Mo Cauwsu merupakan seorang pendeta yang sabar, walaupun dia seorang pendeta asing.

Dengan gerakan yang lincah, gadis kecil itu telah melompat keatas perahunya lagi, duduk diujung perahu.

Gerakan2 yang terjadi pada perahu itu seperti tidak mempengaruhi gadis tersebut, tampaknya dia memiliki keseimbangan tubuh yang mantap, dia dapat duduk dengan tenang. Tat Mo Cauwsu tidak ingin memperlihatkan kepandaiannya, dia hanya berkata : "Dekatkan dulu perahumu, dengan jarak yang begitu jauh sulit untuk aku melompat kedalamnya !” katanya dengan sabar. "Nanti bisa-bisa aku tercebur...”

Gadis kecil itu tertawa lagi, dia mendorong perahunya itu mendekat dengan sentuhan ujung pengayuhnya pada permukaan air.

Melihat cara gadis itu menggerakkan perahunya, Tat Mo Cauwsu jadi terkejut juga, karena dengan caranya seperti itu si gadis telah memperlihatkan dia mempergunakan lwekang yang cukup tinggi menyalurkannya pada kayu pengayuhnya dan telah menyentuh pada permukaan air, sehingga perahu itu meluncur cepat ke tepian.

"Gadis ini masih muda sekali usianya, tetapi dia memiliki tenaga dalam yang demikian tinggi entah siapa orang tuanya,

dan entah siapa gurunya. ?” berpikir Tat Mo Cauwsu.

Sementara itu ujung perahu telah merapat ke tepian telaga, Tat Mo Cauwsu melangkahkan kakinya memasuki perahu itu. Dia duduk disudut perahu lainnya, berhadapan dengan gadis itu.

"Sudah ?” tanya gadis kecil itu tertawa. "Sudah? Sudah apa?” tanya Tat Mo Cauwsu heran.

"Apakah Taisu sudah duduk baik2.....?” tanya gadis kecil itu. "Jangan nanti perahu ini meluncur cepat, Taisu terguling masuk kedalam air telaga.......!” dan setelah berkata begitu, gadis kecil itu tertawa geli pula.

Tat Mo Cauwsu mau tidak mau jadi ikut tertawa juga, dia telah mengangguk.

"Sudah. sudah siap!” katanya.

Si gadis menggerakkan kayu pengayuhnya. Tetapi tidak seperti umumnya para nelayan mengayuh perahu yaitu dengan mengayuh mempergunakan tepian dari kayu pengayuh yang masuk kedalam air, lalu mendorongnya sehingga perahu dapat meluncur, maka si gadis ini justru hanya menggerak-gerakkan kayu pengayuhnya itu sampai dipermukaan air telaga saja, dia seperti memukul-mukul air telaga dengan tepian kayu pengayuhnya, dan aneh sekali, perahu itu seperti terdorong oleh suatu kekuatan yang sangat besar, telah meluncur dengan cepat sekali.

Tat Mo Cauwsu yang memperhatikan cara si gadis menggerakkan perahunya, mengetahui bahwa gadis kecil ini telah mempergunakan tenaga dalamnya.

Tidak heran kalau tadi perahu ini telah meluncur secepat terbang dipermukaan air telaga. Tat Mo Cauwsu juga baru mengetahui mengapa tadi perahu itu meluncur mendatangi dengan cepat sekali.

“Tetapi yang aneh,“ berpikir Tat Mo Cauwsu. “Gadis sekecil ini sudah memiliki lwekang yang demikian tinggi ... agak luar biasa juga ..!”

Namun walaupun dihatinya diliputi oleh perasaan heran, Tat Mo Cauwsu telah berdiam diri saja.

Sedangkan si gadis dengan gerakan yang cekatan telah meng-gerak2kan kayu pengayuhnya itu, dimana dia me-nepuk2 berulang kali kayu pengayuhnya pada permukaan air.

Diantara terdengar suara plakkk, ploooookk, plaaakk, maka perahu itu telah meluncur dengan cepat sekali.

Diantara berkesiuran angin, memang menggembirakan bermain-main perahu seperti itu.

Si gadis cilik itu telah menoleh kepada Tat Mo Cauwsu dia tertawa sambil bertanya: "Taisu, apakah kau gembira bermain perahu seperti ini...?” tanyanya. "Tidak!”

"Tidak ?” mulut si gadis jadi dimonyongkan. ”Mengapa tidak gembirakan Taisu?”

"Kau mengendarai perahu ini telah cepat dan mengerikan sekali..!”

"Taisu takut terjatuh kedalam air telaga ini ?” tanya gadis kecil itu lagi.

"Ya. !”

"Jangan takut, kalau Taisu tercebur ke dalam air telaga, aku akan menolongi..”

"Tetapi nanti jubahku telah basah semua .." sahut Tat Mo Cauwsu.

"Aku jamin tidak akan tercebur!” akhirnya si gadis kecil itu telah menyahuti dengan suara yang jengkel.

"Hemm, mengapa engkau bisa begitu pasti menjamin aku tidak akan tercebur? Sedangkan saat sekarang ini aku melihat perahu meluncur demikian cepat...?” tanya Tat Mo Cauwsu, sengaja dia bertanya begitu, karena dia memancing ingin mengetahui apa yang akan dikatakan si gadis.

Tetapi gadis kecil itu sibuk sementara waktu dengan tepukan-tepukan kayu pengayuhnya itu pada permukaan air telaga. Dia telah menepuk-nepuk puluhan kali,  sampai akhirnya dia baru berkata, "Aku memiliki semacam ilmu bermain perahu yang agak aneh, tidak sembarangan orang yang bisa mempergunakan cara ini! Taisu telah melihat, perahu meluncur tanpa dikayuh, bukan?” waktu berkata begitu, gadis kecil itu memperlihatkan perasaan bangga sekali.

Tat Mo Cauwsu telah mengiyakan sedangkan didalam hatinya pendeta ini sesungguhnya sangat girang sekali, karena dia memang ingin mengetahui siapa sebenarnya kedua orang tua si gadis. Dan diapun ingin mengetahui sesungguhnya gadis ini berasal dari aliran mana.

Saat itu si gadis telah berkata lagi, sedangkan kedua tangannya tetap sibuk menggerak-gerakkan kayu pengayuhnya itu yang dipukul-pukulkan pada permukaan air telaga.

"Ayah dan ibuku yang bisa melakukan hal ini, dan aku baru dua bulan yang lalu bisa melakukannya. ! Tetapi perahu ini

sudah dapat meluncur dengan cepat, bukan?”

“Cepat sekali, justru aku kuatir kalau2 perahu ini nanti terbalik. ” menyahuti Tat Mo Cauwsu.

Sedangkan didalam hatinya dia berpikir, “Demikian cepat dia mengatakan baru ”agak cepat” sedangkan ayah ibunya dapat melakukannya dengan cepat sekali....bagaimana perahu yang biasa meluncur lebih cepat dari gerakan ini? Tentunya seperti terbang.”

“Ayah dan ibuku sangat pandai menguasai perahu, mereka bisa membuat perahu yang ditumpanginya itu selain melesat sangat cepat sekali, dapat juga membuat perahu melompat2  dan juga bisa meluncur menaiki air terjun. !”

“Apa ?” tanya Tat Mo Cauwsu agak heran.

“Perahu bisa menaiki air terjun...” menjelaskan si gadis kecil itu lagi.

“Aku tidak percaya. ”

“Tidak percaya ?“ “Ya !”

“Sayang ayah dan ibuku tidak berada disini, jika tidak tentu mereka bisa memperlihatkan contohnya kepada Taisu !“ kata si gadis. "Jika perahu meluncur turun dari atas kebawah ditirai air terjun, mungkin juga bisa...... tetapi jika perahu menerjang air tumpah itu untuk naik keatas, bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Mendengar pertanyaan Tat Mo Cauwsu, gadis kecil itu telah tertawa lagi.

"Aku tidak berbohong, Taisu, apa yang kukatakan memang dapat dilakukan oleh ayah dan ibuku. ”

"Jika begitu tentunya kedua orang tuamu itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali. ”

"Ya......mereka memang merupakan pendekar-pendekar yang memiliki nama sangat besar dan juga disegani kawan dan lawan. ” menyahuti gadis kecil itu.

Tetapi menyahuti sampai disitu, gadis kecil ini seperti menyesal telah terlalu banyak bicara, maka katanya kemudian dengan suara yang riang : "Sudahlah, kita lebih baik bersenangsenang bermain perahu. Mengapa harus membicarakan kedua orang tuaku itu?”

Dan dengan bersemangat sekali gadis kecil itu telah menggerak-gerakkan kayu pengayuhnya lebih cepat lagi menepuk2 permukaan air.

Maka segera terlihat perahu yang ditumpangi Tat Mo Cauwsu dan gadis kecil itu telah meluncur semakin cepat saja sampai sering kali ujung perahu itu ter-angkat2 naik dari permukaan air seperti juga meluncur terbang.

Setidak tidaknya Tat Mo Cauwsu merasa kagum atas kepandaian gadis kecil yang muda usia ini menguasai perahunya.

"Memang jika dibandingkan dengan tokoh2 persilatan lainnya, lwekang si gadis belum seberapa tinggi, tetapi kepandaiannya   menguasai   perahu   dengan  mempergunakan lwekang merupakan hal yang baru pertama kali ini kulihat. !”

berpikir Tat Mo Cauwsu.

Dengan riang Tat Mo Cauwsu menemani gadis kecil itu bermain perahu.

Sampai akhirnya suatu saat dari arah tengah telaga itu meluncur sebuah perahu lainnya. Perahu yang baru mendatangi itu meluncur tidak begitu cepat.

Si gadis kecil itupun telah melihatnya, setelah memperhatikan, dia melihat penunggang perahu itu dua orang lekaki setengah baya, berusia diantara empat puluh lima tahun.

"Mari kita permainkan mereka !” kata gadis kecil itu dengan riang.

"Jangan. ” mencegah Tat Mo Cauwsu.

Tetapi gadis cilik itu tidak memperdulikannya, dia telah me-nepuk2 permukaan air dengan kayu pengayuhnya agak dimiringkan.

Perahu telah membelok dan meluncur lagi memapaki perahu kedua lelaki setengah baya yang tengah meluncur mendatangi itu.

Tat Mo Cauwsu menghela napas.

"Anak ini belum mengerti bahaya! Dia masih senang mempermainkan orang lain.. jika memang kedua orang itu senang bermain dengannya, tetapi jika tidak? Atau jika perahu orang itu terbalik, bukankah timbul urusan?”

Tat Mo Cauwsu telah berpikir begitu bermaksud mencegah si gadis meneruskan maksudnya itu. Tetapi dia melihat gadis kecil tersebut telah meng-gerak2kan kedua tangannya lebih cepat dari sebelumnya. Tampak perahu yang ditumpangi Tat Mo Cauwsu dan gadis kecil itu telah meluncur semakin lama semakin cepat, memapak kedatangan perahu yang ditumpangi kedua orang itu.

Kedua orang didalam perahu yang baru mendatangi itu semula memperlihatkan perasaan heran menyaksikan perahu yang meluncur mendatangi dengan cepat sekali, dia juga heran melihat penumpangnya seorang pendeta asing dengan seorang gadis kecil. Yang membuat mereka heran justru mereka melihat pendeta asing itu tenang-tenang duduk diam. Justru gadis kecil itu yang telah menggerak-gerakkan kayu pengayuhnya memukuli permukaan air, membuat perahu itu meluncur cepat sekali.

Maksud si gadis ingin memotong meluncurnya perahu kedua orang itu, agar kedua orang itu terkejut. Tetapi waktu gadis ini menyilang dan tertawa-tawa, salah seorang diantara kedua penumpang perahu itu menggerakkan kayu pengayuhnya,dia telah menghantam kearah buritan perahu si gadis.

Pukulan itu mengeluarkan angin yang berkesiuran, si gadis jadi terkejut, kalau sampai pukulan itu mengenai buritan perahunya, di samping perahunya bisa rusak, juga bisa-bisa perahu itu terbalik dan mereka, yaitu dia dan Tat Mo Cauwsu bisa tercebur masuk kedalam air telaga.

Gadis kecil itu mengeluarkan suara seruan kecil sambil cepat-cepat menggerakkan kayu pengayuhnya memukul cepat.

Perahu meluncur lebih cepat. Tetapi justru kayu pengayuh orang itu panjang sekali, dia tetap dengan pukulannya, sehingga buritan perahu itu akan menjadi sasarannya.

Tat Mo Cauwsu sendiri terkejut.

Dia melihat orang itu memukul buritan perahu bukan dengan mempergunakan tenaga biasa. Dibalik dari tenaga pukulan itu seperti mengandung kekuatan ribuan kati, maka jika memang pukulan itu berhasil mengenai buritan perahu, niscaya disamping buritan perahu si gadis kecil ini akan rusak, juga akan membuat si gadis itu tercebur kedalam air.

Cepat-cepat Tat Mo Cauwsu memegang kedua tepian perahunya dengan kedua tangannya.

Dikerahkan tenaga lwekang dikedua tangannya, maka sambil menghentakkan dan mengeluarkan suara seruan kecil, Tat Mo Cauwsu membuat perahunya 'terbang' meluncur cepat sekali ke depan !

Dengan sendirinya pukulan kayu pengayuh dari orang itu menghantam tempat kosong, dia menghantam permukaan air telaga yang muncrat dan membasahi mukanya sendiri...!

Keruan saja orang itu jadi marah, karena dia merasa dirinya dipermainkan.

Sedangkan kawannya yang seorang telah memutar haluan perahunya mengejar perahu si gadis.

Tetapi gadis kecil itu tidak melarikan diri, dia membiarkan perahunya diam menantikan kedua orang itu. Tadi waktu perahunya itu 'terbang' meluncur terangkat dari permukaan air, dia menganggap bahwa itu adalah hasilan tamparan kayu pengayuhnya pada permukaan air.

Tentu saja gadis ini tambah gembira untuk melayani kedua orang itu, yang ingin dipermainkan, sama sekali dia tidak mengetahui bahwa Tat Mo Cauwsu telah menolongnya secara diam-diam.

Kedua orang itu telah mengayuh perahunya mendekati perahu si gadis. Wajah mereka kurus tiga persegi seperti muka tikus, terlebih lagi dengan memelihara kumis yang tipis dan janggut yang panjang tipis, keadaan mereka tidak sedap dilihat. Salah seorang yang duduk diujung perahu yang dekat dengan perahu si gadis, telah berkata dengan suara yang tidak enak didengar oleh telinga :

"Monyet kecil...!“ katanya dengan suara yang garang. “Mengapa engkau mempermainkan kami ?”

“Mempermainkan ? Sama sekali aku tidak mempermainkan

! Hanya kalian sebangsa lutung2 tolol yang tidak dapat mengendalikan perahu kalian dengan baik !“ menyahuti gadis kecil itu.

Mendengar perkataan gadis itu, kedua orang itu jadi tambah tidak senang. Yang seorang tadi memanggil si gadis dengan sebutan kasar monyet kecil, tetapi sekarang justru mereka telah dipanggil sebagai lutung2 keruan saja membuat mereka jadi tambah mendongkol.

Belum pernah ada orang yang berani bersikap kurang ajar terhadap mereka.

Tetapi kini seorang gadis kecil telah berani menyebut mereka sebagai lutung...! Maka bisa dibayangkan perasaan mendongkol dan marah kedua orang itu.

Yang tadi telah menegur, kembali membentak dengan suara yang dingin mengandung kemarahan : “Kau berani bicara begitu lancang dan kurang ajar, apakah engkau mengetahui tengah berhadapan dengan siapa ?”

Si gadis kecil itu tersenyum lincah dan lucu, katanya dengan tenang tidak memperlihatkan perasaan takut sedikitpun juga : “Sudah kukatakan bahwa engkau lutung2 tolol ! Mengapa kalian menanyakan lagi ? Aku sudah jelas mengetahui tengah menghadapi lutung2 tolol seperti kalian...!” dan setelah menyahuti seperti itu, si gadis menggerakkan kayu pengayuhnya, dia telah menepuk permukaan air telaga, maksudnya   ingin   meninggalkan   kedua   orang   itu,  karena hatinya telah puas berhasil memaki dan mempermainkan kedua orang itu.

Perahu meluncur dengan cepat.

Tetapi kedua orang berusia setengah baya itu tidak mau membiarkan si gadis berlalu begitu saja, mereka telah mengeluarkan seruan hampir berbareng :

"Hai, jangan pergi...!” dan keduanya sibuk mengayuh perahu mereka.

Melihat perahu si gadis bergerak meluncur cepat dipermukaan air, mereka jadi penasaran. Keduanya telah mengeluarkan lwekangnya, dan telah mengayuh dengan kuat sekali, setiap hentakan mereka membuat perahu meluncur secepat terbang.

Si gadis jadi kaget melihat dia tidak bisa melepaskan diri dari kejaran kedua orang itu.

Dengan cepat dia telah bergerak memukuli permukaan air lebih keras.

Tat Mo Cauwsu merasa kasihan melihat keadaan si gadis kecil, dia jadi tersenyum.

Dan diam2 Tat Mo Cauwsu telah memegang kedua tepian perahu.

Sambil mengeluarkan seruan2, dia telah menyalurkan kekuatan lwekangnya, maka di saat itu perahu meluncur pesat sekali bagaikan terbang dipermukaan air telaga.

Dalam waktu yang singkat sekali perahu kedua orang itu telah tertinggal jauh.

Tetapi gadis kecil itu tidak mengetahui bahwa semua itu adalah bantuan Tat Mo Cauwsu yang dilakukan secara diam2, dia menduga bahwa semua ini berkat pukulan2 kayu pengayuhnya yang memang telah dipercepat. "Lihatlah Taisu.....tidakkah kepandaianku sangat menarik sekali? Apakah Taisu tidak merasakan, perahu seperti terbang di atas permukaan air?”

Tat Mo Cauwsu mengangguk.

"Ya, ya, kau hebat sekali, nak......!” menyahuti Tat Mo Cauwsu sambil tersenyum lebar, senang dia melihat gadis kecil itu gembira sekali.

Tetapi kedua lelaki setengah baya itu tampaknya tidak mau melepaskan si gadis, mereka tetap mengayuh dengan cepat melakukan pengejaran.

"Kita harus meninggalkan mereka, Taisu! Kau lihat bukankah tadi mereka telah marah......muka mereka jadi menakutkan  sekali  !  Kita  harus  menjauhi   diri   dari  mereka. !”

"Jika kini kau mengetahui takut, mengapa tadi kau mempermainkan mereka?” tanya Tat Mo Cauwsu.

“Kukira mereka bukan sebangsa manusia yang cepat marah...!“ menyahuti si gadis. “Ihhhh, kalau aku tahu mereka itu sebangsa manusia pemarah, tentu aku tidak mau mengajak mereka main2...! Tunggu dulu Taisu, biar aku menjauhi diri dulu dari mereka, nanti setelah mereka tidak bisa mengejar kita, baru kita main2 perahu lagi. !”

Dan setelah berkata begitu, si gadis telah menggerak gerakkan kayu pengayuhnya.

Tampaklah dia ingin menjauhi diri dari kejaran kedua orang itu, tetapi walaupun dia telah mengerahkan tenaganya, tokh tetap saja tidak bisa membuat perahunya melesat secepat tadi tanpa bantuan Tat Mo Cauwsu.

Diam2 Tat Mo Cauwsu sendiri telah berpikir: “Biarlah kedua orang itu berhasil menyusul, aku ingin melihat apa yang hendak  dilakukan  mereka.  Dan  yang  terutama  sekali,  agar menjadi pelajaran bagi gadis kecil ini, supaya dilain saat tidak terlalu nakal dan tidak terlalu iseng menjaili orang lain!”

Karena berpikir begitu Tat Mo Cauwsu telah berdiam diri saja sehingga si gadis jadi panik juga, karena walaupun dia telah menggerak-gerakkan kayu pengayuhnya memukul agak keras pada permukaan air, perahu hanya dapat meluncur cepat, tetapi tidak secepat tadi waktu Tat Mo Cauwsu membantunya.

"Aneh... apakah aku telah letih dan tenagaku habis ?” menggumam gadis kecil itu. "Aku tidak bisa membuat perahu ini meluncur lebih cepat lagi. ”

Karena memiliki dugaan tenaganya telah habis, gadis ini mengeluarkan seluruh kekuatannya.

Tetapi tepukan kayu pengayuhnya itu tetap saja hanya bisa membuat perahu itu meluncur dalam batas-batas kecepatan yang telah tertentu.

Sedangkan kedua orang yang mengejarnya, telah mempergunakan tenaga lwekang mereka, menyalurkan pada kayu pengayuh, maka setiap kali mereka mengayuh dan mendorong, dengan meminjam tenaga dorongan itu, telah membuat perahu mereka meluncur dengan cepat sekali.

Semakin lama jarak antara si gadis dengan perahu orang itu telah semakin dekat.

Keadaan demikian membuat gadis cilik itu jadi tambah panik sampai dia berkeringat karena terlalu cepat memukulkan kayu pengayuhnya dipermukaan air.

Sesungguhnya Tat Mo Cauwsu merasa kasihan melihat keadaan gadis kecil itu.

Tetapi pendeta India ini bermaksud memberikan pelajaran kepada gadis kecil ini, agar dilain waktu dia tidak terlalu iseng menjaili orang yang tidak dikenalnya. Maka Tat Mo Cauwsu telah melihati saja dengan berdiam diri. Sedangkan perahu kedua orang itu meluncur semakin lama semakin mendekati perahu si gadis. Mungkin tidak lama lagi, perahu kedua orang itu akan dapat menyusulnya.

"Celaka Taisu !” berseru gadis kecil itu agak panik dan gugup.

"Kenapa ?” tanya Tat Mo Cauwsu pura2 memperlihatkan sikap tidak tenang.

"Mereka tentu bisa menyusul kita.....!” kata si gadis kecil agak panik.

"Jika mereka bisa menyusul kita biarkan saja, mengapa kita harus gugup ?" tanya Tat Mo Cauwsu sambil tersenyum, “paling tidak mereka hanya melewati perahu kita ?”

”Enak saja Taisu bicara begitu.... jika mereka berhasil menyusul kita, celakalah kita ! Taisu tidak lihat, mereka itu tengah marah ! Jika nanti kepala kita dihantam dengan kayu pengayuh, tentu kita akan celaka ! Untuk aku masih lebih baik, mungkin aku bisa melawannya dengan mempergunakan ilmu silat yang kumiliki ! Atau kalau aku kalah, aku bisa terjun kedalam air dan selulup untuk bersembunyi menghindarkan diri dari mereka! Tetapi Taisu? Bagaimana nanti keadaan Taisu

?”

Mendengar perkataan si gadis, diam-diam Tat Mo Cauwsu berpikir didalam hatinya : "Gadis kecik ini baik-hatinya....

dalam keadaan demikian masih sempat dia memikirkan keselamatan diriku. !”

Berpikir begitu Tat Mo Cauwsu jadi tersenyum dan menyahuti perkataan si gadis : "Soal diriku tidak perlu kau pikirkan, karena jika sampai terpaksa aku tercebur kedalam telaga ini, bisa saja aku berenang. !”

Sengaja Tat Mo Cauwsu berkata begitu, karena dia ingin menenangkan hati si gadis kecil tersebut. Sedangkan gadis cilik itu telah sibuk sekali menggerakkan kayu pengayuhnya, berulang kali dia telah berkata: “Tetapi jika mereka berani mengganggu kita, kedua orang tuaku tentu tidak akan mau mengerti.... mereka tentu akan dihajar oleh kedua orang tuaku!“ waktu menggumam begitu, tampaknya si gadis demikian yakin.

Tat Mo Cauwsu tersenyum, sedangkan di dalam hatinya berkata: “Gadis cilik ini besar hatinya, dia berani sekali. Tetapi tampaknya dia terlalu mengandalkan kedua orang tuanya yang mungkin sangat ternama. Tetapi mana mungkin kedua orang tuanya itu menolonginya dalam keadaan dia seperti ini, bukankah kedua orang tuanya tidak berada disini?”

Saat itu perahu kedua lelaki setengah baya itu telah meluncur dekat sekali, muka mereka memperlihatkan sikap yang sinis dan mengejek, bahkan salah seorang diantara mereka telah berkata: “Monyet kecil, jangan harap engkau bisa meloloskan diri dari tangan kami !”

Dan memang perahunya telah sampai dipinggir perahu si gadis kecil. Orang itu telah memandang dengan tajam kepada gadis kecil tersebut dan Tat Mo Cauwsu bergantian, lalu kepada gadis kecil itu dia berkata dengan suara yang nyaring: ”Cara engkau mempergunakan kayu pengayuh itu untuk meluncurkan perahumu merupakan kepandaian tersendiri dari majikan pulau Cie Hung To, masih ada hubungan apa antara kau dengan Pai Cing Han?”

Gadis kecil itu telah tertawa dengan suara yang dingin, katanya dengan suara yang berani: ”Kalian kenal ayahku? Hemm, jika kemikian, mengapa kalian masih berani berlaku kurang ajar kepadaku ?”

Muka kedua orang lelaki bermuka seperti potongan tikus  itu jadi berobah, dia telah memandang satu dengan yang lain, kemudian orang yang tadi berkata itu telah bilang dengan suara ragu2 : ”Engkau putri dari Pai Cing Han ?”

"Tepat !” menyahut si gadis kecil dengan memperlihatkan sikap yang gagah karena dia tahu kedua orang lelaki setengah baya itu agak gentar setelah mengetahui dia Putri Pai Cing Han.

Tetapi lelaki yang seorangnya telah berkata dengan suara yang parau, ”Kepalang tanggung terlanjur kita telah mengejarnya, binasakan saja...urusan dengan Pai Cing Han  bisa kita urus nanti ! Kita katakan saja putrinya ini mengalami kecelakaan disaat sedang main perahu dan tenggelam diair telaga ini ! Bagus, bukan?”

Tetapi orang yang pertama tadi masih ragu2, dia melirik kepada Tat Mo Cauwsu.

"Pendeta ini tampaknya pendeta asing,” katanya kemudian kepada si gadis kecil itu. “Apakah dia tamu ayahmu ?”

"Bukan, dia tamuku, tadi aku mengundangnya agar dia mau main perahu bersamaku...!” polos si gadis memberikan keterangan yang sebenar2nya.

Mendengar itu, lega hati kedua orang tersebut. Mereka  telah saling pandang dan kemudian saling tersenyum penuh arti.

"Baiklah nona kecil, sebenarnya kau telah mengganggu kami terlebih dulu, dan kami tidak mempersakiti kau, bukan? Nanti setelah engkau kembali ketempat ayahmu, apakah engkau akan menceritakan hal ini kepada orang tuamu ?”

“Tentu ! Tentu saja ! Agar kalian diberi hajaran !” sahut si gadis kecil itu dengan suara nyaring. Sesungguhnya dia menyahuti seperti itu dengan maksud untuk menggertak saja kedua orang itu, namun tanggapan orang-orang itu justru lain. Sebetulnya jika saja si gadis memberikan jawaban bahwa dia tidak akan menarik panjang urusan ini dan juga memang tidak mengetahui siapa adanya kedua orang itu, mungkin urusan akan habis sampai disitu saja......tetapi dengan jawaban itu, justru telah membuat kedua orang itu berobah wajahnya jadi semakin tidak enak dilihat.

Orang yang bertanya tadi telah tertawa dingin, dia bilang dengan suara yang tawar : “Hmmmm, jika demikian terlanjur kami telah mengganggumu, lebih baik kau kubinasakan saja !”

Gadis kecil itupun rupanya mengetahui bahwa dia telah kesalahan bicara, maka cepat2 dia berkata :”Jika sekarang kalian mau pergi dan tidak menggangguku, tentu nanti aku akan memberitahukan kepada ayah dan ibuku bahwa kalian adalah dua orang paman yang sangat baik hati...!”

Tetapi kedua orang itu tahu bahwa gadis kecil ini hanya ingin mengelakkan diri dari mereka, maka mereka tidak mempercayai penuh perkataan itu.

”Tidak bisa kami mempercayai perkataanmu, lebih baik engkau dihabiskan saja, dibinasakan dan ditenggelamkan ke dasar telaga ini, sehingga kami tidak perlu menerima ancaman kelak dikemudian hari !”

"Beranikah kalian mencelakai kami ?” tanya gadis itu dengan suara setengah tidak mempercayai, karena dia tahu kedua orang itu tentu mengetahui bahwa ayah dan ibunya merupakan orang2 ternama yang disegani oleh semua jago2 didalam rimba persilatan dan juga tentunya kedua orang inipun tidak akan berani membentur orang tuanya.

Tetapi kedua orang itu telah saling pandang sejenak, kemudian tampak mereka telah menggerakkan kayu pengayuhnya, tampaknya mereka ingin melancarkan serangan dengan mempergunakan kayu pengayuhnya itu. Si gadis juga terkejut melihat sikap kedua orang itu, dia cepat-cepat berseru : "Kalian.."

Tetapi suaranya belum lagi selesai diucapkan, justru kedua batang kayu pengayuh itu telah bergerak menyambar. Yang seorangnya telah menggerakkan kayu pengayuhnya ke arah kepala si gadis, sedangkan yang seorangnya lagi telah menggerakkan menghantam kepala Tat Mo Cauwsu.

Serangan yang dilakukan kedua orang itupun bukan merupakan serangan yang ringan, karena mereka melancarkan serangan dengan mempergunakan kekuatan tenaga dalam yang cukup tinggi, angin serangan itu berkesiuran kuat sekali.

Tat Mo Cauwsu yang melihat hal ini jadi merasa kurang senang, karena dia melihat kedua orang ini cukup telengas dan juga kejam hatinya.

Terhadap seorang gadis kecil seperti itu saja mereka telah melancarkan serangan dengan mempergunakan jurus yang mematikan dan maksud mereka tentu untuk membinasakan si gadis guna menutup mulutnya.

Waktu itu kayu yang menyambar kearah Tat Mo Cauwsu telah tiba dekat sekali, pendeta ini karena memang merasa tidak senang kepada kedua orang tersebut, telah mengulurkan tangan kirinya, tahu-tahu dia telah dapat mencekal pinggiran kayu pengayuh itu.

Orang itu terkejut bukan main, dia sampai mengeluarkan seruan kaget dan ingin menarik kayu pengayuhnya lagi. Tetapi sedikitpun kayu pengayuh yang dicekal oleh Tat Mo Cauwsu tidak bergeming.

Sedangkan kawannya yang tengah melancarkan serangan dengan kayu pengayuhnya kepada si gadis, telah mendengar seruan kaget kawannya itu, dia membatalkan serangannya dan cepat2 menoleh. Diwaktu itu bersamaan dengan dia menoleh, Tat Mo Cauwsu tengah mendorong sambil disertai suara gumamnya : “Pergilah kau !”

Dorongan yang dilakukan Tat Mo Cauwsu tampaknya perlahan sekali, tetapi tenaga yang mendorong dari pendeta ini kuat sekali, tanpa bisa mempertahankan diri lagi tampak tubuh orang itu doyong ke belakang dan seperti didorong oleh  sesuatu kekuatan yang tidak terlihat, tubuhnya telah terhuyung beberapa tindak lalu tercebur kedalam telaga!

Air telah muncrat kesana kemari karena tertimpah tubuh orang itu.

Kawannya jadi tidak meneruskan pukulannya kepada si gadis, dia telah mengayuh perahunya sambil mengulurkan tangannya, menyambar tangan kawannya,

Dengan mempergunakan gerakan ”Lee Ie Ta Teng” atau “Ikan gabus Meletik”, tampak tubuh orang yang tadi tercebur ke dalam telaga itu telah melompat naik keatas perahu pula, tetapi tubuhnya telah basah kuyup, walaupun dia tidak menderita luka.

Dengan roman muka mengandung kegusaran yang sangat kedua orang itu telah mengawasi si pendeta India tersebut. Malah salah seorang diantara mereka telah menegur: “Siapakah kau, Taisu..?” tegur mereka. “Kami Jie Liong Kim Hay (Dua Naga dari Lautan Emas) tidak pernah memiliki hubungan dan sangkut-paut denganmu..., mengapa engkau mencampuri urusan kami ?! Rupanya kaupun tidak memiliki kepandaian yang rendah !”

Mendengar disebutnya nama julukan kedua orang itu, muka si gadis jadi pucat.

Jie Liong Kim Hay merupakan dua jago yang menguasai telaga  ini,  mereka  memang  telah malang  melintang ditempat tersebut selama belasan tahun tanpa pernah menemui tandingan. Bahkan ayah si gadis sering menceritakan kepadanya prihal kedua jago ini.

Tetapi melihat Tat Mo Cauwsu dengan mudah dapat mendorong rubuh lawannya yang seorang itu, si gadis jadi berbesar hati kembali, dia telah tertawa.

"Taisu, rupanya engkau memiliki kepandaian  yang tinggi...” bilangnya, “Bagus! Bagus! Hajar mereka berdua itu Taisu, agar mereka tahu adat ...”

Tat Mo Cauwsu tersenyum mendengar perkataan si gadis yang nakal ini.

“Jika mereka tidak mendesak kita, biarkan saja !“ kata Tat Mo Cauwsu. “Tetapi jika memang mereka melakukan perbuatan jahat, walaupun mereka meminta ampun, tentu Siauwceng tidak akan mengampuninya. !”

“Justru mereka dua orang jahat besar yang selalu melakukan perbuatan2 jahat ! Kedua orang tuaku justru ingin mencari mereka, maka kami telah datang ke tempat ini!“ Sengaja si gadis telah berkata begitu, karena dia mendengar bahwa Tat Mo Cauwsu baru mau menghajar mereka jika kedua orang itu penjahat adanya.

Muka Jie Liong Kim Hay telah berobah gusar, mereka marah sekali kepada gadis itu.

Tetapi melihat si pendeta dari India itu tampaknya memiliki kepandaian yang tinggi mereka jadi tidak berani berlaku ceroboh.

Saat itu salah seorang diantara mereka telah berkata : “Taisu jika memang engkau dengan pihak keluarga Pai tidak memiliki hubungan apa-apa, jangan engkau mencampuri urusan kami !” Tat Mo Cauwsu telah merangkapkan kedua tangannya, dia tetap dalam keadaan duduk.

"Siancai! Siancai! Walaupun aku memang tidak kenal kedua orang tua nona kecil ini, namun segala perbuatan jahat tidak bisa kusaksikan dengan berpeluk tangan saja. Jika

memang tuan-tuan tidak memiliki urusan lainnya, silahkan pergi. !”

Tetapi Jie Liong Kim Hay berdua memang sedang mendongkol dan penasaran, salah seorang diantara mereka tadi telah kena diceburkan, dan hal itu mereka anggap karena mereka kurang waspada, maka sekarang mana mau mereka ngeloyor pergi begitu saja seperti si pecundang?

Jika urusan ini tersiar, bukankah nama mereka yang terkenal itu akan rusak dan kelak orang-orang persilatan akan mengatakan bahwa Jie Liong Kim Hay merupakan manusia2 tidak punya guna, merekapun akan dipandang rendah oleh jago2 rimba persilatan.

Karena berpikir begitu, salah seorang diantara kedua Naga dari Lautan Emas itu telah berkata dengan suara yang dingin : ”Kami selalu berlaku lunak kepada orang2 yang tidak kami kenal, kami selalu memberikan kesempatan kepada lawan2 kami agar segera berlalu dari hadapan kami sebelum kami turun tangan ! Tetapi jika Taisu memang bandel dan keras, janganlah Taisu menyesali kami !”

Berkata sampai disitu, tampak kedua orang itu ber-siap2, karena tangan kanan mereka telah mencekal gagang pedang yang terselip diatas punggung mereka masing2, dengan bersuara “Sringgg...!” mereka telah mencabut keluar pedang mereka masing2.

Si gadis kecil yang melihat hal ini telah tertawa, dia bukannya takut, bahkan sebaliknya menjadi girang melihat akan adanya keramaian yang segera terjadi. "Lihatlah Taisu, mereka manusia2 jahat, sedikit saja kita salah, mereka tentu main bunuh !” kata si nona kecil itu dengan suara yang nyaring.

Tat Mo Cauwsu tertawa.

"Baiklah, aku akan menemani kalian untuk main2 beberapa jurus.....!” kata Tat Mo Cauwsu kemudian dengan suara yang sabar. "Dan Siauwceng juga akan meminta pengajaran dari kalian....!” Setelah berkata begitu, tampak Tat Mo Cauwsu mengambil sikap bersiap sedia, dan tetap tenang ditempatnya.

Sedangkan kedua orang Jie Liong Kim Hay tersebut telah menggerakkan pedang mereka dengan gerakan yang cepat sekali, dua sinar perak yang panjang telah menyambar ke arah Tat Mo Cauwsu.

Mata si gadis kecil itu jadi silau, dia juga berkuatir untuk keselamatan Tat Mo Cauwsu, sampai nona kecil itu telah mengeluarkan suara teriakan tertahan.

Tetapi Tat Mo Cauwsu yang menyaksikan kedua orang Jie Liong Kim Hay tersebut yang begitu turun tangan telah melancarkan tabasan dan tikaman yang demikian telengas tentu saja membuat dia jadi mendongkol juga. Namun sebagai seorang yang berilmu tinggi, dia tidak mau menurunkan tangan yang keras. Pendeta ini hanya mengulurkan tangan kanannya, dengan mempergunakan jari telunjuknya, dia telah menyentil pedang lawannya.

“Tringgg...!” kedua batang pedang itu sekaligus telah berhasil disentilnya. Disaat mana tampak kedua batang pedang itu telah terpental keras, hampir saja balik menyambar ke majikannya masing-masing.

Untung saja Jie Liong Kim Hay memiliki ginkang dan mata yang awas, maka mereka cepat2 memiringkan kepala mereka sambil  mengerahkan  tenaga  lwekang  mereka  pada  tangan mereka masing2 untuk menahan bergeraknya pedang itu, dengan demikian muka mereka yang nyaris menjadi korban dari senjata mereka sendiri bisa dihindarkan.

Waktu itu Tat Mo Cauwsu telah berkata dengan suara yang sabar : "Kalian memang dua manusia yang berhati jahat, kalian telah berusaha mencelakai kami...!” katanya. "Dan kukira dua orang manusia jahat seperti kalian harus menerima ganjaran yang setimpal. Maafkan, Siauwceng akan turun tangan agak keras. !”

Jie Liong Kim Hay waktu itu juga tengah penasaran sekali, mereka tidak mengerti mengapa pendeta dari India ini memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Dan sekarang mendengar perkataan dari pendeta tersebut, mereka jadi tambah mendongkol. Dengan mengeluarkan suara teriakan nyaring, tahu-tahu pedang mereka masing-masing telah menyambar dengan kekuatan lwekang yang menyelubungi kedua batang pedang mereka, kemudian tampak kedua batang pedang itu berkelebat menyambar kearah leher dan dada Tat Mo Cauwsu.

Tetapi Tat Mo Cauwsu tetap berdiri tenang ditempatnya, waktu kedua batang pedang itu menyambar telah dekat, dia hanya berkelit dengan menggerakkan sedikit tubuhnya. Dan bersamaan dengan itu, dia juga telah membarengi dengan menggerakkan tangan kanannya.

Gerakan yang dilakukan oleh Tat Mo Cauwsu sangat cepat sekali dan sulit dilihat jelas oleh mata biasa.

Dengan mengeluarkan suara “Bukkk...!” dua kali tampak tubuh kedua orang itu telah terpental keras sekali ke tengah udara terlempar keluar dari perahu mereka, dan tercebur ke dalam air, sehingga air itu muncrat berhamburan seperti juga bunga air yang tampak indah sekali.

Si gadis cilik yang menyaksikan peristiwa ini jadi memperdengarkan suara bersorak yang nyaring, tampaknya dia girang bukan main. Malah dia telah berjingkrak beberapa kali menunjukkan kegembiraan hati yang meluap, sampai perahu itu bergoyang goyang.

Tat Mo Cauwsu bersenyum, dengan suara yang sabar telah berkata kepada Jie Liong Kim Hay yang waktu itu tengah merangkak menaiki perahu mereka lagi. Tubuh mereka tampak basah kuyup, ”Kalian berdua pergilah, lain kali jangan mengganggu manusia baik baik lagi....... Siauwceng mau mengampuni jiwa kalian..!”

Tetapi Jie Liong Kim Hay yang telah mengalami peristiwa yang tidak menggembirakan hati mereka itu jadi penasaran bukan main dan telah mencekal pedang mereka masing2 dengan kuat.

"Taisu, siapa gelaranmu ?” tanya mereka.

Tat Mo Cauwsu tersenyum melihat Jie Liong Kim Hay tampaknya masih penasaran seperti itu.

"Siauwceng bergelar Tat Mo Cauwsu...!” kata Tat Mo Cauwsu.

Jie Liong Kim Hay baru pertama kali ini mendengar nama Tat Mo Cauwsu, mereka tidak pernah mendengar sebelumnya. Maka mereka masih tidak mengetahui siapa adanya Tat Mo Cauwsu ini. Mereka telah mengeluarkan suara tertawa dingin, salah seorang diantara mereka telah berkata, ”Tadi kami berlaku kurang hati-hati, sehingga kami bisa dirubuhkan oleh Taisu. Baiklah, sekarang kami hendak meminta pengajaran pula dari Taisu. !”

Dan setelah berkata begitu, cepat bukan main dia telah menggerakkan pedangnya menerjang kepada Tat Mo Cauwsu lagi, sambil melompat menerjang begitu, pedangnya telah digerakkan untuk menikam ke ulu hati Tat Mo Cauwsu. Yang seorang lagi dari Jie Liong Kim Hay juga telah mengeluarkan suara raungan seekor singa, dengan muka yang merah padam diliputi kemarahan, tampak dia telah menyambar juga ke arah Tat Mo Cauwsu sambil memutar pedangnya melindungi tubuhnya.

Tat Mo Cauwsu jadi mendongkol juga melihat kebandelan kedua orang itu. Dengan mengeluarkan suara tertawa kecil, dia mengebutkan ujung jubahnya, sambil mengerahkan sebagian tenaga lwekangnya untuk menyampok sekaligus kepada kedua orang itu, seketika itu juga Jie Liong Kim Hay merasakan tubuh mereka seperti disampok oleh suatu kekuatan yang luar biasa dahsyatnya, dan kekuatan itu telah membuat gerakan mereka seperti terhambat.

Salah seorang Jie Liong Kim Hay, yang bergerak lebih dulu dan tengah menikamkan pedangnya ke arah Tat Mo Cauwsu, tergempur lebih dulu, tubuhnya kembali terpental dan berpoksay ditengah udara tiga kali lalu meluncur turun dan kakinya telah cepat2 menotol ujung kepala perahunya, sehingga tubuhnya telah melambung lagi ketengah udara, dan sambil berbuat begitu, seperti juga seekor burung rajawali, dengan mengandalkan tenaga pinjaman dari totolan ujung kakinya tadi, dia telah menyambar lagi kepada Tat Mo Cauwsu. Gerakan yang dilakukannya itu manis sekali, dan telah membuat Tat Mo Cauwsu memuji : ”Bagus.....!” lalu berkelit dari samberan pedang lawannya yang seorang ini.

Sedangkan Jie Liong Kim Hay yang seorang lagi, terkena gempuran tenaga sinkang Tat Mo Cauwsu, telah tercebur kembali di air telaga.

Melihat tikamannya kembali mengenai tempat kosong, Jie Liong Kim Hay yang seorang itu, yang tubuhnya tetap meluncur menyambar, telah merobah gerakan pedangnya hanya   dalam   beberapa   detik   itu   saja,   pedangnya   telah berkesiuran menyambar akan menabas batang leher Tat Mo Cauwsu.

Sekarang tampaknya kesabaran Tat Mo Cauwsu telah  habis, dengan mengeluarkan seruan perlahan, tahu2 pendeta dari India ini telah menggerakkan tangan kanannya, menuju ke dada lawannya.

Pukulan telapak tangan yang dilakukan Tat Mo Cauwsu tersebut bukan serangan sembarangan, karena pada telapak tangannya itu terlihat uap tipis dan kulit telapak tangan yang memerah, maka hal itu menandakan bahwa Tat Mo Cauwsu telah mengerahkan tenaga sinkangnya pada telapak tangannya.

Jie Liong Kim Hay yang seorang itu kaget bukan kepalang waktu menyaksikan keadaan telapak tangan lawannya, dia menyadari apa artinya semua itu, yaitu telapak tangan yang bisa mendatangkan kematian buatnya, jika saja dia terlambat mengelakkan diri.

Dengan cepat dan ter-gesa2 dia menarik pulang pedangnya, kemudian ia mengerahkan tenaganya, kakinya menotol keatas perahu, tubuhnya melompat ke tengah udara lebih tinggi dengan meminjam tenaga totolan pada perahunya, dia berjumpalitan bermaksud menghindarkan diri dari pukulan telapak tangan Tat Mo Cauwsu.

Tetapi pukulan telapak tangan Tat Mo Cauwsu telah menyambar dekat sekali dan cepat, waktu tubuh Jie Liong Kim Hay yang seorang itu berpoksay lagi ditengah udara, pendeta ini mengeluarkan suara “Hmmm !” perlahan tahu-tahu dia memutar telapak tangannya itu seperti juga jari-jari tangannya mengaduk kearah bawah, dan ibu jarinya menyentuh dada dari lawannya. Sentuhan itu tampaknya perlahan sekali, tetapi hebat kesudahannya, karena ibu jari yang mengandung kekuatan tenaga sinkang itu melebihi hebatnya dari senjata tajam mana saja,  dengan  mengeluarkan  suara  jeritan  yang mengenaskan, tampak tubuh Jie Liong Kim Hay yang seorang itu telah meluncur turun dan tercebur diair telaga. Diapun segera pingsan tidak sadarkan diri.

Jie Liong Kim Hay yang seorangnya lagi, cepat2 mengayuh perahunya yang meluncur mendekati temannya itu, dan segera menolonginya.

Selama itu Tat Mo Cauwsu dan si gadis kecil hanya mengawasi saja, dan si gadis kecil itu beberapa kali telah tertawa seperti juga mengejek kepada kedua Jie Liong Kim Hay tersebut.

Setelah menerima pertolongan dari kawannya itu, Jie Liong Kim Hay yang seorang itu tersadar dari pingsannya. Tetapi mukanya waktu itu pucat pias, karena dia terluka didalam yang cukup berat, sebab hampir sebagian dari tenaga dalam yang dimilikinya telah terpunahkan oleh totokan ibu jari tangan Tat Mo Cauwsu.

Dengan muka merah padam Jie Liong Kim Hay yang seorang lagi, telah memandang bengis kepada Tat Mo Cauwsu, dengan suara mengandung dendam dia telah berkata: “Hemmm, sungguh bagus sekali Taisu turunkan tangan demikian berat kepada temanku.... tetapi kami Jie Liong Kim Hay tidak akan mau sudah sampai disini saja..... kelak kami akan minta pengajaran lagi dari Taisu. !” dan setelah berkata

begitu, jie Liong Kim Hay yang seorang ini telah mengayuh perahunya, yang meluncur cepat meninggalkan tempat tersebut.

"Aha, monyet2 busuk akhirnya angkat kaki juga. “ berseru

gadis kecil itu dengan suara yang nyaring dan ber-tepuk2 tangan, tampaknya dia gembira sekali sehingga dia pun bersorak dengan suara yang nyaring dan tubuh yang berjingkrakan. Tetapi Jie Liong Kim Hay tidak melayani ejekan dari gadis she Pai tersebut, karena mereka menyadari tidak mungkin bisa menghadapi Tat Mo Cauwsu. Perahu mereka telah meluncur terus dan tidak lama kemudian telah lenyap dari penglihatan Tat Mo Cauwsu dan si gadis cilik itu.

Waktu itu Tat Mo Cauwsu telah mengajak si gadis cilik she Pai tersebut untuk ber-main2 perahu lagi.

Dengan riang si gadis cilik she Pai tersebut telah mengayuh pula perahunya meluncur dengan pesat sekali dipermukaan air telaga tersebut. Sebagai seorang pendeta yang memiliki kepandaian tinggi, Tat Mo Cauwsu menyadari sesungguhnya tidak mudah meluncurkan perahu dengan cara seperti yang dilakukan gadis cilik she Pai tersebut, setidaknya harus memiliki keakhlian yang terlatih sekali. Beberapa kali pendeta ini telah memuji gadis cilik tersebut, sehingga si nona she Pai itu jadi kegirangan.

Cukup lama mereka bermain perahu di telaga tersebut, dan setelah puas, Tat Mo Cauwsu dan gadis kecil itu kembali kedaratan.

Tetapi baru saja mereka turun ke darat dan nona cilik she Pai tersebut menambatkan perahunya, waktu itu terdengar suara seseorang berkata : “Kukira mereka akan segera mendarat ...!” Suara itu suara yang dalam dan parau sekali.

“Ya.... tidak lama lagi mereka tentu akan mendarat !”

menyahuti suara yang lainnya.

Tat Mo Cauwsu seperti kenal dengan suara orang yang kedua itu, dia merasa seperti suara salah seorang dari kedua jie Liong Kim Hay.

Waktu itu, tampak dua sosok tubuh yang baru keluar dari balik gerombolan pohon2 yang tumbuh lebat di tepi telaga tersebut. Dan apa yang diduga oleh Tat Mo Cauwsu memang tepat, salah seorang dari kedua orang itu adalah Jie Liong Kim Hay yang tidak terluka, dan bersamanya itu seorang lelaki tua berusia antara tujuh puluh tahun dengan jenggot dan kumis yang tumbuh panjang dan memutih.

Jie Liong Kim Hay yang seorang itupun telah melihat Tat Mo Cauwsu dan si gadis cilik she Pai tersebut, dia telah menunjuk, “Lihatlah !" katanya dengan suara yang nyaring. “Itulah mereka...!”

Lelaki tua berkumis dan berjenggot panjang itu telah menoleh dan memandang tajam sekali kepada Tat Mo Cauwsu, sikapnya sangat tenang sekali, dan juga dari wajahnya terpancarkan sikap yang angkuh.

Si gadis she Pai tersebut jadi pucat wajahnya, dia berpikir tentunya Jie Liong Kim Hay yang seorang ini telah mengundang seorang pandai lainnya. Tetapi dia berani, dia segera dapat mengatasi perasaan gugupnya, cepat-cepat gadis kecil itu mengeluarkan suara tertawanya yang nyaring : ”Aha, rupanya Naga yang telah patah tanduknya dan keok datang kembali dengan mengundang seorang badut. !” kata gadis she

Pai tersebut, mengejek dengan suara yang tetap nyaring.

Muka Jie Liong Kim Hay yang seorang itu jadi berobah merah padam.

"Susiok (paman guru), itulah dia yang mengaku bergelar Tat Mo Cauwsu. !” kata Jie Liong Kim Hay kepada orang tua

di sisinya, rupanya paman gurunya.

Orang tua itu telah mengangguk perlahan dengan sinar  mata yang sangat tajam dia telah merangkapkan tangannya memberi hormat kepada Tat Mo Cauwsu, tampaknya dia bukan orang tua sembarangan, dia memiliki kepandaian yang tinggi sekali, melihat dari sinar matanya yang tajam itu, bisa diketahui dia memiliki lwekang yang mahir sekali. "Selamat bertemu aku Kim Liong San (Naga Emas Dari

Gunung) Bu Bok Sun, gembira sekali bisa bertemu dengan seorang pandai seperti Taisu..!” suaranya dalam dan parau, dia juga tetap mengawasi Tat Mo Cauwsu dengan sinar matanya yang tajam.

Tat Mo Cauwsu segera membalas penghormatan orang she Bu itu, dia juga telah merangkapkan sepasang tangannya.

"Siauwceng juga gembira sekali bisa berjumpa dengan tuan.... ada urusan apakah tuan mencari Siauwceng ?” tanya Tat Mo Cauwsu.

Orang tua itu tetap dengan sikapnya yang angkuh dan sinar mata yang tajam itu, telah menyahuti dengan suaranya yang parau : "Tadi dua orang keponakan muridku ini telah memberitahukan bahwa mereka telah diganggu oleh seorang pendeta India yang bergelar Tat Mo Cauwsu, tentunya pendeta yang mereka maksudkan itu Taisu adanya.... bahkan salah seorang dari keponakan muridku ini telah terluka didalam, sebagian besar dari kepandaian dan ilmu silatnya telah terpunahkan. dengan demikian, ingin sekali aku si orang she

Bu meminta petunjuk dari Taisu.  !”

Tat Mo Cauwsu tetap berdiri tenang di tempatnya, dia mengawasi dengan sikap yang sabar.

"Sesungguhnya itu hanya terjadi disebabkan salah paham belaka......dan urusan kecil itu tidak perlu ditarik panjang, Siauw ceng juga memang telah menurunkan tangan agak keras kepada salah seorang keponakan murid tuan, karena dia terlalu mendesak.....Siauwceng kira tidak perlu kita saling bersikeras mempersoalkan urusan yang tidak begitu penting itu.”

Tetapi Bu Bok Sun telah mengeluarkan suara mendengus perlahan, kemudian dia berkata dengan suara yang tetap parau : "Sejak kecil aku paling gemar mempelajari ilmu silat, dan selalu  merasa  tertarik  jika  mendengar  ada  seseorang  yang memiliki kepandaian tinggi, dan hendak meminta pengajarannya. Sekarangpun sifat dan kegemaranku yang satu itu belum juga lenyap, malah semakin menjadi. Kini justru aku si orang she Bu telah mendengar langsung dari kedua keponakan muridku, yang sesungguhnya mereka juga memiliki kepandaian cukup lumayan tingginya, bahwa Tat Mo Cauwsu memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya, dengan demikian tertarik sekali aku si orang she Bu ingin meminta pelajaran beberapa jurus darimu, Taisu. !” dan setelah berkata

begitu, Bu Bok San telah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat, dan dia membawa sikap seperti juga menantang, mempersilahkan Tat Mo Cauwsu mulai menyerang.

Melihat sikap orang ini, Tat Mo Cauwsu tersenyum.

"Tuan, engkau terlalu mendesak....!” kata Tat Mo Cauwsu kemudian. “Sesungguhnya aku tidak memiliki kegembiraan untuk main2 dengan kau... tetapi karena engkau memang hendak juga ber-main2 beberapa jurus, baiklah aku si pendeta miskin akan melayaninya. !”

Dan setelah berkata begitu, Tat Mo Cauwsu mengawasi orang tua itu dengan sikap bersiaga, karena dia mengetahui bahwa orang she Bu ini merupakan seorang tokoh persilatan yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Maka dari itu, Tat Mo Cauwsu tidak berani meremehkannya.

Bu Bok Sun telah memperdengarkan suaranya : "Maafkan, si orang she Bu akan segera mulai.....!” dan sambil berkata begitu, kedua kakinya ditekuk sedikit, dan tahu-tahu dia telah menggerakkan kedua tangannya, dari kedua telapak tangannya itu telah meluncur serangkum angin yang kuat sekali.

Tetapi Bu Bok Sun bukan menyerang langsung kepada Tat Mo Cauwsu seperti lainnya, karena dia telah mengangkat sedikit  telapak  tangan  kanannya,  lalu  dengan  kedua telapak tangan yang seperti saling tindih itu, dia telah mendorong kearah samping dan kemudian berbelok akan menghantam ke arah iga dari Tat Mo Cauwsu.

Serangan yang dilancarkan oleh Bu Bok Sun ini merupakan cara yang aneh sekali. Karena biasanya, jika seseorang tengah melancarkan serangan kepada lawannya, tentu akan melancarkan serangannya langsung ke arah sasarannya. Namun justru Bu Bok Sun ini telah melancarkan serangannya itu dengan mempergunakan cara yang agak aneh, dimana dia menghantam kesamping dan baru berbelok lagi menghantam kearah iga Tat Mo Cauwsu. Jika penyerangan seperti itu dilakukan oleh orang yang memiliki lweekang atau sinkang yang kepalang tanggung, tentu orang itu akan kehilangan tenaga serangannya setengah jalan.

Namun hebat kesudahannya dari cara menyerang yang dilakukan oleh Bu Bok Sun, karena tenaga serangannya itu benar2 aneh dan kuat sekali, Tat Mo Cauwsu merasakan tubuhnya seperti juga ditindih oleh suatu kekuatan yang luar biasa beratnya. Waktu Tat Mo Cauwsu hendak melompat kesampingnya diwaktu itulah dia merasakan tindihan dari suatu kekuatan tenaga lainnya yang tidak tampak. Itulah kehebatan cara menyerang dari Bu Bok Sun.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar