Tat Mo Cauwsu Jilid 13

Jilid XIII

“DIA seorang penjahat yang memiliki kepandaian yang luar biasa, dan kepandaiannya itu beberapa tingkat berada diatas kepandaian dari Kiong Siang Han, pangcu daerah. Dan jika kini dia menyelusup menyamar sebagai anggota biasa dari Kaypang didaerah itu, sebab dia tengah menghindarkan diri dari lawannya yang berkepandaian tinggi dan tengah mengejarnya. Lawannya itu seorang iblis juga yang memiliki sifat yang kejam dan telengas sekali, dia tengah memburu Auwyang Siung Bun, karena mereka memiliki permusuhan...! Dengan menyamarnya Auwyang Siung Bun sebagai anggota Kaypang, bukankah hal itu bisa mendatangkan malapetaka yang hebat sekali untuk Kaypang ? Bukankah jika iblis yang menjadi lawan Auwyang Siung Bun itu mengetahui Auwyang Siung Bun sebagai anggota Kaypang, berarti juga akan menyebabkan banyak anggota kaypang yang menjadi ketelengasan dari iblis itu. Hal itu telah didengar pangcu dipusat, yang menerima kisikan dari salah seorang sahabatnya yang kebetulan mengetahui urusan ini, maka pangcu pusat mengambil langkah-langkah yang diperlukan."

"Lalu, jika surat pangcu pusat itu bisa diterima oleh pangcu daerah berarti Auwyang Siung Bun bisa ditangkap dan diserahkan kepada lawannya ?” tanya Tat Mo Cauwsu.

"Kurang lebih begitu maksud pangcu kami, tetapi pelaksanaannya tidak mudah...” menyahuti Wie Siu Bun.

"Mengapa begitu ?" tanya Tat Mo Cauwsu.

“Karena dalam perjalanan, telah beberapa kali aku dihadang oleh jago-jago yang berkepandaian tidak rendah ! Rupanya Auwyang Siung Bun memiliki sahabat dan anak buah yang cukup banyak jumlahnya dan semuanya liehay-liehay. Dan akhirnya waktu aku tiba dikampung ini justru aku telah dilukai sedemikian rupa, melihat keadaan ini justru aku jadi berpikir, mungkin maksud Auwyang Siung Bun bukan sekedar menyamar sebagai anggota Kaypang, bahkan dia mengandung maksud tertentu ! Dan sebelum aku terluka seperti ini, aku kebetulan sekali mengetahui rahasianya itu, rahasia yang mengerikan sekali, sebuah rencana yang paling biadab sekali..! Sayangnya aku telah terluka, sehingga aku tidak bisa pulang ke pusat untuk memberitahukan kepada Pangcu bahwa semua tindakan yang diambil dengan memberikan perintah kepada Kiong Siang Han tidak ada gunanya sama sekali, dan memang aku bermaksud untuk membatalkan pergi menemui Kiong Siang Han, hanya ingin cepat2 kembali ke pusat untuk memberikan laporan kepada Pangcu .. tetapi luka yang kuderita ini justru telah membendung maksudku itu.." setelah berkata begitu, tampak Wie Siu Bun menghela napas berulang kali.

Tat Mo Cauwsu jadi heran dan kaget, dia tidak menyangka urusan jadi begitu diluar dugaan.

”Urusan dan rencana mengerikan apakah yang engkau ketahui, saudara Wie ?” tanya Tat Mo Cauwsu kemudian.

”Rencana dari Auwyang Siung Bun rencana yang benar2

menakutkan sekali .. akan membawa kabut hitam dan bencana untuk Kaypang kami...! Hai! Hai! Sayang sekali aku terluka seperti ini, jika aku menemui kematian, berarti untuk selamanya rencana busuk dari Auwyang Siung Bun akan tertutup dan Kaypang menghadapi  bencana  tanpa  mengetahui. "

Tat Mo Cauwsu jadi semakin tertarik mendengar keterangan Wie Siu Bun sampat disitu, dia telah berkata : "Jika memang Siauwceng bisa membantu, tentu Siauwceng bersedia untuk membela Kaypang. Selama berkelana didalam daratan Tionggoan telah banyak yang didengar Siauwceng mengenai sepak terjang Kaypang yang membela keadilan dan pihak si lemah. ” Mendengar perkataan Tat Mo Cauwsu, si pengemis she Wie itu jadi mempercayai Tat Mo Cauwsu. Jika tadi dia masih bimbang karena dia belum mengetahui pendirian pendeta ini.

”Baiklah Taisu, rencana jahat dari Auwyang Siung Bun adalah untuk menguasai Kaypang. Coba Taisu bayangkan, akhir2 ini aku baru mengetahui bahwa Auwyang Siung Bun sebenarnya memiliki banyak sekali pengikut, berjumlah ribuan orang dan semuanya umumnya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, maka aneh bukan main jika sampai dia rela hanya sekedar untuk menghindari lawannya, dia harus bersembunyi dibarisan Kaypang sebagai anggota biasa saja...! Se-tidak2nya untuk menghadapi lawannya, dia masih bisa mengerahkan anak buahnya dan juga pengikutnya, untuk ber-sama2 menghadapinya.... tidak perlu sampai dia harus menyamar sebagai anggota biasa di Kaypang. Semula memang tidak terpikir olehku tetapi setelah terjadinya peristiwa ini, barulah aku tersadar akan hal itu.    betapapun juga tentu saja Auwyang

Siung Bun memang memiliki suatu rencana yang untuk kepentingan dirinya.... kuketahui itu dari mulutnya dua orang pengikutnya yang berhasil melukai aku. Semula waktu terkena racun Kim Tok, aku telah jatuh pingsan tidak sadarkan diri, tetapi kesudahannya ternyata setelah kedua orang itu berlalu, aku masih bisa mempertahankan diri dengan mempergunakan lwekang, sehingga tidak sampai binasa.   Itulah kesalahan besar

yang dilakukan oleh kedua pengikut Auwyang Siung Bun. Memang tentunya mereka menerima perintah dari orang she Auwyang itu agar aku dibinasakan, tetapi kesudahannya mereka keliru menganggap aku telah terbinasakan oleh racun mereka, sehingga membuat urusan mereka masih tetap berada dalam tanganku ! Sayangnya daya bekerja dari racun itu memang sangat dahsyat, sehingga jika aku tidak bertemu dengan Taisu, mungkin satu atau dua jam lagi aku tidak akan kuat bertahan pula dan binasa. " Dengan suara tidak sabar Tat Mo Cauwsu telah bertanya kepada Wie Siu Bun : "Sesungguhnya rencana busuk apa yang ingin dikerjakan Auwyang Siung Bun kepada Kaypang ?”

”Rencananya itu untuk menguasai Kaypang, merubuhkan pangcu di pusat dan kemudian mengangkat dirinya sebagai pangcu Kaypang dengan dukungan dari pengikut2nya yang ternyata telah banyak yang menyelusup ke berbagai cabang Kaypang di daerah sebagai anggota partai pengemis..! Nah, coba Taisu bayangkan, tidakkah itu hebat sekali? Sedangkan pangcu Kaypang daerah, yaitu Kiong Siang Han, telah berhasil dibujuk Auwyang Siang Bun untuk bekerja sama, tentunya disamping bujukan juga disertai tekanan, karena kepandaian Kiong Siang Han terpaut jauh beberapa tingkat dibawah kepandaian Auwyang Siung Bun. Coba kalau memang aku menemui Kiong Siang Han dan menyerahkan surat Pangcu, bukankah sama saja aku membuka tabir kepada musuh bahwa Pangcu pusat telah mengetahui perihal Auwyang Siung Bun dan aku sendiri sama saja seperti mengantarkan diri untuk mati, karena Kiong Siang Han sendiri telah berserikat dengan Auwyang Siung Bun untuk berkhianat kepada partai pengemisnya sendiri...!"

Tat Mo Cauwsu menghela napas.

”Aku mengerti, tentunya yang engkau maksudkan dengan perkataan akan datang dan jatuhnya bencana di pihak Kaypang serta akan menelan banyak korban jiwa, tentunya jika terjadi peperangan didalam Kaypang sendiri, diantara dua golongan, yaitu pengikut setia pangcu pusat dengan pengikut dari Kiong Siang Han serta Auwyang Siung Bun, bukan?”

"Itu masih tidak apa2, tentu banyak sekali pengikut setia dari pangcu pusat, karena memang selama ini pangcu pusat memimpin sangat baik, dan persoalan Auwyang Siung Bun dapat diselesaikan walaupun pasti akan berjatuhan korban yang tidak sedikit ! Yang hebat dan mengerikan, Kiong Sian Han atas nama Kaypang telah mengirim surat tantangan kepada iblis yang menjadi lawan Auwyang Siung Bun, menantangnya untuk bertemu dimarkas pusat Kaypang, karena didalam suratnya dijelaskan pangcu pusat ingin adu tenaga dengan si iblis ! Nah coba Taisu bayangkan, bukankah urusan ini akan merepotkan sekali ? Disamping itu didalam surat Kiong Siang Han dikatakan juga bahwa Auwyang Siung Bun telah menjadi anggota Kaypang, semua urusannya menjadi urusan Kaypang. Maka kini iblis itu tentu telah main bunuh terhadap anggota Kaypang yang dijumpainya, yang sesungguhnya tidak tahu apa2...!"

Tat Mo Cauwsu menghela napas mendengar keterangan seperti itu. Inilah yang tidak terpikir sebelumnya oleh pendeta tersebut, semula dia berpikir hanya terjadi penghianatan didalam partai pengemis itu, tetapi kesudahannya membuat Tat Mo Cauwsu jadi bergidik sendirinya, karena dia bisa membayangkan bencana yang akan menimpa partai pengemis itu.

Memang Kaypang merupakan perkumpulan yang sangat besar dan memiliki jaringan yang luas diseluruh daratan Tionggoan Selatan maupun Utara, yang memiliki wakil2nya menggabungkan seluruh pengemis yang terdapat didaratan Tionggoan.

Tetapi sebagai perkumpulan yang besar seperti itu, Kaypang tentu saja memiliki banyak sekali persoalan dan urusan2 didalamnya dan semua itu harus ditangani oleh pangcu2 daerah, yang secara resminya menjadi wakil dari pangcu dipusat, dan mereka biasanya menguasai suatu daerah tertentu.

Namun jika sampai terjadi bentrokan didalam, dan juga salah seorang pangcu daerah atas nama Pangcu pusat telah memancing ikan diair keruh dengan memancing juga iblis yang menjadi    musuh    Auwyang    Siung    Bun,    dengan maksud mengadudombakan dengan Pangcu dipusat, niscaya Kaypang menghadapi bencana yang tidak kecil.

”Siapakah iblis yang menjadi musuh dari Auwyang Siung Bun ?" tanya Tat Mo Cauwsu setelah menyebut nama Sang Buddha yang besar.

”Aku sendiri belum mengetahuinya dengan jelas, tetapi dari cerita kedua orang pengikut Auwyang Siung Bun, kepandaian iblis lawan Auwyang Siung Bun itu jauh lebih tinggi dari kepandaian Auwyang Siung Bun sendiri. Maka bisa dibayangkan, betapa iblis itu merupakan lawan yang sangat berat sekali...” menyahuti Wie Siu Bun.

Tat Mo Cauwsu mengangguk-angguk beberapa kali, kemudian sambil menghela napas dia telah bertanya kepada Wie Siu Bun : ”Sekarang, apa rencana Siecu ?”

”Kembali ke pusat dan cepat-cepat memberitahukan hal ini kepada Pangcu, agar Pangcu dapat mengambil langkahlangkah yang diperlukan, untuk menyelamatkan jiwa dari anggota Kaypang yang tidak bersalah, yang kemungkinan besar akan menjadi korban dari amukan iblis yang menjadi lawan Auwyang Siung Bun itu...”

”Ya, langkah seperti itupun sangat baik. Tetapi...tentunya dalam perjalanan ke pusat engkau akan banyak menemui rintangan dari pengikut2 Auwyang Siung Bun..." kata Tat Mo Cauwsu. ”Jika memang mereka mengetahui engkau tidak binasa tentu mereka akan segera melakukan pengejaran pula untuk menutup mulutmu, guna melindungi rahasia mereka itu jangan sampai terbuka sebelum waktunya...!”

"Tepat Taisu ! Itulah yang tengah menjadi pemikiranku ! Maka aku lancang sekali ingin mengajukan suatu permintaan kepada Taisu, yang entah dapat disanggupi atau tidak oleh Taisu ?” "Permintaan apa ?" tanya Tat Mo Cauwsu.

"Jika memang Taisu mau menolong, bersediakah Taisu yang berkunjung ke pusat dan memberituhukan hal ini kepada Pangcu kami, menceritakan perihal penghianatan Kiong Siang Han dan juga perihal perkembangan berikutnya dari urusan ini...tentunya jika Taisu yang pergi kesana, Taisu terlepas dari inceran orang2nya Auwyang Siung Bun... sedangkan akupun akan pergi ke markas pusat... untung saja jika aku bisa tiba dengan selamat tetapi jika tidak, tentu sudah ada Taisu yang mewakilkan, walaupun aku harus binasa di tangannya pengikut Auwyang Siung Bun, tetapi aku bisa mati dengan mata yang terpejamkan...!"

Tat Mo Cauwsu menghela napas.

”Jika demikian, alangkah baiknya Siecu melakukan perjalanan ber-sama2 dengan Siauwceng, sehingga jika Siecu menghadapi ancaman bahaya, tentu Siauwceng bisa sedikit banyak memberikan perlindungan ...”

Mendengar perkataan Tat Mo Cauwsu, muka Wie Siu Bun jadi terang.

”Apakah..., apakah Taisu tidak merasa jijik harus melakukan perjalanan ber-sama2 seorang pengemis miskin seperti aku ini ?" tanya Wie Siu Bun kemudian.

Tat Mo Cauwsu telah tersenyum.

”Semua manusia dilahirkan dengan bertelanjang dan semuanya sama... maka dari itu, pakaian, harta dan keadaan di duniawi ini hanya sebagai perhiasan. Yang terutama adalah kemuliaan sepotong hati didalam dada, itulah perhiasan yang paling berharga untuk seorang manusia...!"

Mendengar perkataan Tat Mo Cauwsu, Wie Siu Bun jadi terharu dan kagum. Dia cepat-cepat berlutut menekuk kedua kakinya mengangguk empat kali. Tat Mo Cauwsu jadi sibuk membangunkan pengemis itu, dia mengelak dari pemberian hormat Wie Siu Bun.

”Jangan banyak peradatan seperti itu, karena peradatan justru mengikat manusia akan hal-hal yang lainnya...!" kata Tat Mo Cauwsu. ”Kita harus bertindak dengan jalan yang benar, dengan pertimbangan suara hati yang benar melalui "Empat kebenaran yang Mulia" dan "Delapan Jalan Utama”. Itu yang terpenting, jika orang sudah mengerti dan dapat menjalankannya, nanti dia terbebas dari kesengsaraan dunia, dapat keberuntungan yang kekal dan bisa menghadapi segala macam persoalan di duniawi ini dengan tenang dan tabah... baik kesenangan, baik kesengsaraan, semuanya sama saja, hanya bagaimana manusianya yang menerima dan menghadapinya !"

”Pelajaran yang Taisu berikan hari ini akan kuingat baik baik," kata Wie Siu Bun setelah selesai memberi hormat. ”Dan semoga Kaypang memperoleh sinarnya Sang Buddha ..!"

Tat Mo Cauwsu tersenyum puas.

”Mari kita berangkat..." Namun baru saja Tat Mo Cauwsu berkata sampai disitu, justru disaat itu telah berkelebat dua sosok tubuh, yang tahu-tahu telah berada di hadapan Wie Siu Bun, salah seorang diantara mereka bahkan telah membentak : ”Pengemis busuk, rupanya kau cukup kuat untuk bertahan dari serangan Kim Tok ! Ha, kini jangan harap engkau bisa hidup lebih lama lagi..!"

Muka Wie Siu Bun jadi berobah agak pucat, dia mengenali kedua orang yang baru datang itu tidak lain kedua orang yang telah melukainya dengan racun Kim Tok.

Beberapa saat yang lalu disaat dia belum terluka, dia sudah tidak berhasil menghadapi kedua orang itu, yang memiliki kepandaian lebih tinggi dari dia, apa lagi sekarang dia tengah dalam  keadaan  terluka  dan  racun  Kim  Tok  belum  berhasil diusir seluruhnya dari tubuhnya maka dari itu telah membuat Wie Siu Bun jadi mengeluh.

Tat Mo Cauwsu dengan tenang telah menoleh dan melihat kedua orang lelaki yang baru muncul itu tidak lain dari kedua orang lelaki setengah baya yang masing-masing memiliki wajah bengis dan sikap yang kaku. Dilihat dari gerakan tubuh mereka, rupanya kedua orang itu memang memiliki kepandaian yang cukup tinggi.

Wie Siu Bun saat itu telah memaksakan diri berkata, “Rupanya Thian memang menghendaki Kaypang menghadapi ujian cukup berat...! Kalian manusia manusia jahat dan rendah budi, telah mempergunakan segala macam akal licik dan racun untuk melukai aku ! Hmm, jika hari ini aku bisa lolos dari kematian, aku tidak akan melupakan kalian berdua, suatu hari kelak jika urusan Kaypang telah selesai, tentu aku akan mencari kalian.." dari suaranya dapat diketahui Wie Siu Bun keputus asaan dan marah, suaranya itu juga tergetar.

Kedua orang itu mengeluarkan suara tertawa yang mengejek, keduanya juga serentak telah mencabut keluar sebuah tabung dari masing2 pinggangnya.

Muka Wie Siu Bun telah berubah tambah pucat dan putus asa.

“Jika kalian berdua memiliki sifat yang gagah, tentu tidak akan mempergunakan racun untuk merebut kemenangan !"  kata si pengemis dengan suara yang sangat nyaring. "Tetapi, memang kalian manusia2 busuk maka kalian selalu mempergunakan racun untuk membuat kemenangan....! jika memang kalian gagah, simpanlah tabung racun kalian itu dan hadapilah aku dengan ilmu kepandaianmu..walaupun aku telah terluka oleh racun Kim Tok kalian, aku akan menghadapi kalian sampai ajalku tiba. !" Tetapi kedua orang lelaki setengah baya itu yang wajahnya sangat seram, telah mengeluarkan suara dengusan yang dingin mengejek.

”Gagah? mengapa harus mementingkan kegagahan? Yang terpenting bagi kami adalah kemenangan dan kematian dari kalian manusia2 tolol yang tidak tahu selatan ! Coba kalau memang engkau bekerja untuk kepentingan Auwyang Siung Bun Locianpwe, mungkin kau masih bisa menikmati enaknya hidup didunia ini dengan segala kemewahan. !"

”Siapakah kalian ?" tanya Tat Mo Cauwsu tiba2 dengan suara yang sabar.

“Engkau keledai gundul ingin ikut campur pula dalam urusan ini ? Apakah engkau tahu, urusan ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya doa2 sucimu ?" ejek salah seorang diantara kedua lelaki setengah baya itu.

Tetapi Tat Mo Cauwsu tidak menjadi gusar.

”Siauwceng bertanya, siapakah kalian ?” mengulangi Tat Mo Cauwsu dengan pertanyaannya.

”Jika kau keledai gundul ingin mendengar nama besar kedua tuanmu, hati2 jangan sampai pingsan karenanya ! Dengarlah baik2, aku bernama Tiang Koan Lu, dan ini tuan besar yang satu bernama Cing San dan she Wu. Nah, kau telah dengar, bukan ? Kami berdua merupakan jago-jago yang tidak pernah terkalahkan dan merupakan dua orang dari sepuluh orang kepercayaan Auwyang Siung Bun Locianpwe !"

Angkuh sekali waktu Tiang Koan Lu berkata dengan suara keras seperti itu, dia juga perlahan-lahan telah mengangkat tabung racun ditangannya, sehingga membuat Wie Siu  Bun jadi berkuatir sekali. Begitu tabung racun itu dipergunakan untuk menyerang dirinya, habislah riwayatnya, karena dari tabung itu akan menyembur racun Kim Tok lagi. Wie Siu Bun mengharapkan Tat Mo Cauwsu cepat bertindak, tetapi justru pendeta itu tampaknya tenang-tenang saja dan mengawasi Tiang Koan Lu berdua dengan sikap yang sabar sekali.

”Omitohud! Apakah kalian tidak menyadari bahwa perbuatan jahat tentu akhirnya akan hancur dan menerima karma yang tidak menggembirakan ? Jika kalian menanam biji ketimun, kalian akan memperoleh ketimun sebagai hasilnya dan jika kalian menanam biji semangka, maka kalian akan menerima hasilnya kelak buah semangka juga...! Mengapa kalian kini malah menanam bibit kejahatan ? Bukankah kelak kalian akan memperoleh hasilnya yang mendatangkan kesengsaraan ?"

Namun kedua orang pengikut Auwyang Siung Bun itu bukannya mengakui kebenaran perkataan Tat Mo Cauwsu, malah telah tertawa bergelak-gelak.

”Keledai gundul !” kata Tiang Koan Lu dengan suara yang nyaring. ”Sudah kukatakan tadi, percuma saja doa-doa sucimu, tidak akan bisa menghadapi urusan ini !"

Wu Cing San juga telah mengeluarkan suara tertawa yang keras dan angkuh, malah dia ini telah mengangkat tabung racun Kim Toknya yang siap akan disemburkan kepada Wie Siu Bun.

”Janganlah kalian mempergunakan kelicikan mengandalkan racun untuk merebut kemenangan...!" berkata Tat Mo Cauwsu waktu melihat sikap Wu Cing San.

Tetapi Wu Cing San tidak memperdulikan, dia telah mengincerkan tabungnya itu untuk disemprotkan kepada Wie Siu Bun.

Si pengemis jadi putus asa dan berkuatir sekali, dengan sisa tenaganya dia bermaksud akan menerjang kepada orang itu untuk mengadu jiwa dengan mempergunakan kesempatan yang masih ada, karena begitu tabung itu menyemburkan racunnya, niscaya akan menyebabkan jiwanya segera melayang.

Wu Cing San tidak memperdulikan sikap dan perkataan Tat Mo Cauwsu, dia telah menekan sebuah tombol diatas tabung beracun itu. Dari atas tabung tersebut menyembur cairan racun menerjang ke arah Wie Siu Bun.

”Perbuatan yang jahat dan licik sekali !” menggumam Tat Mo Cauwsu, dia bukan hanya berkata saja, tetapi tangan kanannya telah dikebutkan dengan gerakan yang cepat sekali, sehingga angin dari kebutan lengan bajunya itu telah mendampar dan memukul balik cairan racun yang semula menyambar kearah Wie Siu Bun jadi menghantam muka Wu Cing San sendiri !

Seketika terdengar suara pekikan dan tubuh Wu Cing San bergulingan diatas tanah sambil tidak hentinya mengeluarkan suara jeritan yang mengenaskan sekali. Dan racun itu rupanya merupakan racun Kim Tok yang dahsyat sekali, karena bekerja dengan cepat dalam waktu yang singkat itu tubuh dan muka Wu Cing San telah berobah biru kehitam hitaman.

Tiang Koan Lu yang menyaksikan nasib kawannya jadi tertegun sejenak. Disamping kaget jeri dan marah, dia masih ingat untuk menolongi kawannya.

Dengan cepat dia melompat kesamping Wu Cing San mengeluarkan obat penawar racun Kim Tok itu. Dimasukkannya kedalam mulut Wu Cing San.

Kemudian setelah itu Tiong Koan Lu melompat dan bersiap siap ingin menyemburkan racun ditabungnya dengan sikap hati-hati, karena dia tidak mau terjadi seperti apa yang dialami oleh kawannya, yaitu racun kena disampok membalik menghantam dirinya sendiri. Tetapi Tat Mo Cauwsu telah berkata dengan suara yang dingin : "Kalian rupanya manusia2 yang tidak memiliki hati yang baik jika diampuni juga percuma, dikemudian hari hanya akan mendatangkan bahaya untuk orang-orang yang lemah. !"

dan Tat Mo Cauwsu tidak menyelesaikan perkataannya itu, karena melihat betapa Tiang Koan Lu ber-siap2 akan menyemburkan racun dari tabung rahasianya itu.

Tiba2 tubuh Tat Mo Cauwsu berkelebat ke samping Tiang Koan Lu, lalu dengan cepat tangan kanannya telah bergerak menepuk punggung Tiang Koan Lu sebelum orang she Tiang itu sempat untuk mengetahui bahwa pendeta liehay itu telah berada disampingnya.

”Buk....!” perlahan sekali tepukan tangan Tat Mo Cauwsu, tetapi kesudahannya sangat hebat sekali untuk Tiang Koan Lu, dia mengeluarkan suara jeritan yang keras, tubuhnya telah meloso jatuh ketanah dan berkelejetan kemudian pingsan! Rupanya yang ditepuk oleh Tat Mo Cauwsu adalah darah penting di punggung orang she Tiang itu, dan setelah itu terlihat Tat Mo Cauwsu juga tidak bertindak hanya sampai disitu saja, karena dengan cepat kedua tangannya bergerak menepuk ke beberapa bagian di tubuh Tiang Koan Lu. Setelah itu Tat Mo Cauwsu berkata kepada Wie Siu Bun yang saat itu tengah berdiri tertegun memandang dengan takjub : "Kepandaian silatnya telah kumusnahkan, sengaja Siauwceng terpaksa membuatnya bercacad, karena manusia seperti ini membahayakan keselamatan umum...!” tenang sekali kata2 itu seperti juga tidak ada peristiwa apapun ditempat itu. Bahkan Tat Mo Cauwsu telah melangkah menghampiri Wu Cing San yang masih pingsan, dia telah menepuk beberapa tempat2 tertentu di tubuh orang she Wu itu, sambil mulutnya berkata : ”Dia telah diberikan tadi obat penawar racun, memang jiwanya bisa dilindungi dari serangan racun Kim Tok, tetapi tentu saja diapun harus dibuat bercacad...kepandaiannya harus dilenyapkan !" Setelah selesai me-nepuk2 beberapa di tubuh Wu Cing San, tampak Tat Mo Cauwsu menghampiri Tiang Koan Lu yang masih pingsan, merogoh saku orang itu, mengeluarkan botol obat yang tadi dikeluarkan Tiang Koan Lu, menuangkan dua butir dan memberikan kepada Wie Siu Bun.

”Kebetulan sekali mereka muncul kembali, sehingga kau bisa memperoleh obat pemunah racun Kim Tok, siecu !!" kata Tat Mo Cauwsu. ”Telanlah obat ini...!"

Wie Siu Bun girang bukan kepalang, dia telah mengucapkan terima kasih beberapa kali kepada Tat Mo Cauwsu. Segera dia menelan kedua pil penawar racun Kim Tok itu. Sedangkan Tat Mo Cauwsu memberikan juga botol obat yang masih ada isinya kurang lebih belasan butir pil penawar racun Kim Tok itu. “Simpanlah, mungkin suatu waktu kelak engkau memerlukannya...!"

Bukan main kagumnya Wie Siu Bun melihat hanya dalam segebrakan begitu mudah Tat Mo Cauwsu bisa merubuhkan kedua lawan yang sebetulnya memiliki kepandaian tidak rendah itu. Melihat ini Wie Siu Bun segera yakin bahwa Kaypang bisa diselamatkan dari bencana, karena justru Tat Mo Cauwsu merupakan seorang yang sakti dan memiliki kepandaian yang liehay sekali, maka Wie Siu Bun jadi bersyukur tidak berkesudahannya.

Tanpa memperdulikan Wu Cing San dan Tiang Koan Lu yang masih menggeletak pingsan, Tat Mo Cauwsu telah mengajak Wie Siu Bun untuk melanjutkan perjalanan meninggalkan tempat itu.

Tujuan mereka adalah Pakkhia, kota raja, untuk menemui pangcu pengemis itu di markas pusatnya...

X dw X KOTA raja Pakkhia memiliki keramaian tersendiri, sebagai kota raja dan pusat pemerintahan daratan Tionggoan oleh Kaisar Ming Ti dari Dinasti Han Timur, jelas kota raja memiliki banyak kelebihan-kelebihan dari kota kota yang lainnya. Disamping dikota raja ini banyak sekali terdapat gedung yang dibangun bertingkat, juga umumnya kemewahan lebih tertampak secara menyolok, di mana kekayaan telah memegang peranan dikota raja, dan segalanya selalu disertai kemewahan, bagaikan penduduknya berlomba untuk menonjolkan keberhasilan dalam usaha mereka mengumpulkan kekayaan.

Disamping gedung2 bertingkat mewah, rumah makan berloteng yang luas dan indah juga banyak toko-toko yang menjajakan barang dagangannya itu dengan berlebihan, sampai ber-tumpuk2 diluar pintu toko. Ramai sekali keadaan dikota raja ini, semua orang yang hilir mudik tidak berkeputusan itu memiliki kepentingan masing2.

Dimuka sebuah rumah makan yang besar dan bertingkat dua yang dimuka pintunya terpasang papan merek "Ciu Sing Touw" yang bertulisan dari air emas itu, tampak mentereng sekali, pengunjung yang berdatangan sangat ramai dan banyak sekali, dari pagi sampai malam tidak berkeputusan. Dari orang yang hendak menjamu kenalan dan sahabatnya sampai orangorang yang singgah dari perjalanannya untuk mengisi perut. Suara piring dan mangkok yang terbentur dengan sumpit dan sendok terdengar ramai, disamping suara tepukan tangan dari beberapa tetamu yang memanggil pelayan dan suara gelak tawa dari tamu tamu yang tengah bersantap itu, sangat ramai sekali, diselingi juga oleh ruangan yang memang telah tersiar bau arak dan bermacam macam harumnya masakan.

Tetapi diluar muka rumah makan itu, barisan pengemis, tua dan muda, tengah berkerumun sambil mengulurkan tangannya meminta    belas    kasihan    dari   pelayan    untuk memperoleh makanan sisa atau pada para tamu yang mau masuk kedalam rumah makan dan keluar setelah bersantap, agar memberikan sedikit derma satu atau dua tail kepada mereka.

Memang keadaan dikota raja sangat ramai dan penuh hiruk pikuk.

Dan saat itu tampak seorang lelaki bertubuh gemuk dengan muka yang memerah sehat serta pakaiannya yang mewah penuh dengan hiasan2 yang membuktikan dia berasal dari keluarga kaya raya atau berpangkat, tengah melangkahkan kakinya memasuki pintu rumah makan itu, disambut dengan sikap hormat ter-bungkuk2 dari dua orang pelayan yang memang sengaja menanti didepan pintu untuk menerima tamu.

Waktu lelaki gemuk yang angkuh dan tampaknya berjalan dengan dada yang terbusungkan dan langkah kaki per-lahan2 itu melewati barisan pengemis, dia melirik sedikit, lalu merogoh saku bajunya mengeluarkan belasan tail, yang dilemparkan ke tanah.

”Ambil untuk kalian, bagi yang rata..." katanya dengan suara yang acuh tak acuh.

Para pengemis yang jumlahnya belasan itu saling rebut dengan mengeluarkan suara yang riuh sekali, seorang pelayan telah mengusir mereka, untuk memulihkan ketenangan  dirumah makan itu. Sedangkan pelayan yang seorang lagi telah mengantarkan lelaki gemuk itu ke sebuah meja yang masih kosong. Rumah makan itu memiliki ruangan yang sangat luas, yang bisa terisi lebih dari lima puluh meja. Tamu-tamu saat itu sangat ramai, walaupun hari hampir sore. Dan lelaki gemuk itu ke bagian meja dibagian sebelah dalam, disamping pintu yang akan menuju ke dapur. Dia telah duduk dengan sikap yang angkuh sekali, sedangkan pelayan telah melayaninya dengan sikap yang menghormat sekali, dimana lelaki gemuk itu menyebutkan   satu   persatu   makanan   yang dikehendakinya. Tidak lama kemudian pelayan telah sibuk mempersiapkan bermacam-macam masakan dan arak.

Dengan sikap yang agung dan perlahan-lahan, lelaki gemuk itu mulai bersantap.

Sikapnya yang agung dan angkuh itu seperti tidak diperdulikan oleh tamu tamu yang lainnya, seperti juga mereka memang tidak usil dengan urusan orang-orang lainnya, karena mementingkan perut masing masing, menikmati santapan lezat untuk mereka.

Tetapi disaat si gemuk yang berasal dari keluarga kaya raya dan berusia diantara tiga puluh lima tahun tengah menikmati santapannya itu, dari luar telah melangkah masuk seorang tojin yang berusia lima puluh tahun, bertubuh tegap dengan kumis dan jenggot yang cukup panjang, dan ditangan kanannya memegang sebatang hudtim yang digerak gerakkan perlahan.

Mata Tojin (imam) itu telah memandang sekitar ruangan rumah makan itu, dia memperhatikannya dengan seksama, sampai akhirnya dia melihat si gemuk yang terdapat di meja yang terletak disudut ruangan itu. Si imam telah melangkahkan kakinya menghampiri ke arah meja si gemuk.

"Ang Toaya...!" sapa si tojin dengan suara yang cukup  keras waktu dia hampir tiba di meja si gemuk.

Si gemuk itu Ang Toaya telah menunda makannya, dia mengangkat kepalanya memandang si tojin.

"Oh kau, Po Liang Cinjin ?” tanyanya terkejut bercampur girang. ”Mari! Mari duduk makan bersamaku !”

Si tojin memang tidak menolak, dia menarik kursi dihadapan Ang Toaya (tuan besar Ang) itu, dia telah duduk dan segera pelayan mempersiapkan segala peralatan makan untuk tojin itu. ''Ada kabar baru ?” tanya Ang Toaya kepada tojin itu sambil mengangkat cawan araknya, dan meminumnya perlahan2, sedangkan matanya mengawasi tojin itu.

"Ada sesuatu yang hendak pinto laporkan kepada Ang Toaya, sesuatu yang aneh dan cukup mencurigakan,” menyahut si tojin setelah melirik sekitarnya. ”Sebentar selesai Ang Toaya bersantap, akan pinto sampaikan laporan itu...!"

”Menyangkut masalah apa ?" tanya Ang Toaya yang tidak memperlihatkan perobahan diwajahnya, sikap tenang sekali, walaupun Ang Toaya itu mengetahui bahwa tojin itu datang tentu membawa kabar yang kurang begitu menggembirakan.

”Mengenai urusan Auwyang Locianpwe..!" menyahuti si tojin. "Ada.... ada dua orang pengikutnya yang telah terluka dan dibuat bercacad oleh seseorang yang memiliki kepandaian luar biasa..!"

Jika tadi Ang Toaya itu bersikap tenang dan angkuh sekali, mendengar perkataan si tojin seperti itu, seketika mukanya berobah sejenak, tetapi dia bisa menguasai dirinya, hanya suaranya saja yang jadi perlahan sekali waktu dia bertanya: "Apa yang terjadi ?"

”Wu Cing San dan Tiang Koan Lu telah terluka dan dibuat bercacad oleh seseorang...." menyahuti si Tojin. "Urusan ini tampaknya akan menyebabkan terhambatnya rencana Auwyang Locianpwe !"

Sebetulnya si gemuk Ang Toaya itu tengah berselera untuk bersantap, tetapi sejak kedatangan tojin itu, ludeslah selera makannya, apa lagi mendengar ada peristiwa yang menyangkut dengan dirinya yang tentunya kurang menggembirakan itu.

Ang Toaya meletakkan sepasang sumpitnya disamping mangkok nasi yang belum dihabiskan isinya itu, dia telah berdiri. ”Baiklah, mari kita pergi !" katanya sambil menoleh kepada si pelayan. ”Hitung semua dan pembayaran nanti kau tagih dirumah...!”

Pelayan itu mengiyakan berulang kali sambil mengucapkan terima kasih, karena dia mengetahui Ang Toaya ini seorang yang kaya raya terkenal dikota raja akan keterbukaan tangannya, yang selalu memberikan persen cukup besar bagi pelayan yang menagih pembayaran makannya digedungnya.

Dengan diikuti si Tojin, tampak Ang Toaya itu telah meninggalkan rumah makan tersebut.

Pengemis-pengemis dimuka rumah makan yang mengajukan tangan mereka meminta pemberian dari si tuan besar Ang yang murah hati itu tidak diacuhkan si gemuk, yang kini berjalan agak tergesa dan langkah kakinya cepat sekali. Mereka menyusuri beberapa jalur jalan diantara orang-orang yang tengah hilir mudik itu, sedangkan si Tojin itu mengikuti Ang Toaya dengan matanya tidak hentinya berjelilatan kesana kemari seperti tengah mencari cari sesuatu.

Ketika sampai di sebuah gedung yang besar, Ang Toaya telah disambut oleh dua orang pelayan rumah dan dengan langkah yang lebar dan juga muka yang agak muram Ang Toaya sudah menuju ke ruang tengah. Setelah melewati sebuah taman yang penuh dengan bunga bunga warna warni, tampak Ang Toaya tiba disebuah ruangan yang memiliki prabotan sangat mewah dan mahal-mahal harganya. Dia duduk disebuah kursi dan menujuk kursi yang satunya, mengisyaratkan agar si Tojin juga duduk.

Seorang pelayan kecil telah datang mempersiapkan teh untuk Ang Toaya dan tojin itu serta beberapa makanan kecil sebagai teman minuman itu. ”Po Liang Cinjin, berita apa sebenarnya yang ingin kau sampaikan ?" tanya Ang Toaya setelah meneguk sedikit air teh di cawannya.

Po Liang Cinjin telah menghela napas. Sebenarnya rencana Auwyang Locianpwe berjalan lancar, utusan dari pangcu pusat Kaypang telah berhasil dilumpuhkan oleh Wu Cing San dan Tiang Koan Lu, dilukai oleh racun Kim Tok, hanya mereka melakukan sedikit kesalahan, karena semula mereka telah berhasil membinasakan Wie Siu Bun, utusan Kaypang pusat itu! tetapi kenyataan yang ada, justru orang she Wie itu bisa bertahan dengan lwekangnya yang cukup tinggi dan dia kebetulan pula mencuri dengar percakapan dari Tiang Koan Lu berdua, sehingga dia mengetahui seluruh rencana dari Auwyang Locianpwe...! Itulah kesalahan besar tidak berampun dari Tiang Koan Lu dan Wu Cing San yang telah berlaku ceroboh dan tidak hati2 dalam tindakannya ! Ketika Wu Cing San dan Tiang Koan Lu berdua mengetahui si pengemis belum terbinasa, mereka telah kembali mencarinya dan waktu itu si pengemis ditemani oleh seorang pendeta berusia diantara tiga puluh lebih, pendeta asing, seperti dari India ... dalam segebrakan saja waktu Wu dan Tiang ingin mempergunakan tabung racunnya, mereka telah dirubuhkan dan dibuat bercacad seumur hidup oleh pendeta itu, menurut Tiang Koan Lu, bahwa pendeta asing itu memiliki kepandaian luar biasa seperti setan, gerakannya sangat gesit dan cepat sekali... kini pendeta itu juga tengah menemani orang she Wie menuju ke Pakkhia ini...!"

Muka Ang Toaya telah berobah, dia telah menggeram sedikit memukul tepian meja dengan sikap yang jengkel sekali.

”Ha, mengapa harus terjadi urusan seperti ini ?? Jika memang Wu dan Tiang Koan Lu berhasil membinasakan utusan Kaypang pusat, tentu rencana Auwyang Locianpwee akan berjalan dengan lancar ! Sekarang...bagaimana ?"

Tojin itu juga telah menghela napas. ”Jika dilihat demikian, tentu bisa membawa kerepotan untuk pihak kita, karena tentu Wie Siu Bun akan melaporkan segalanya kepada Pangcu dipusat ini, dan Kaypang pasti akan mempersiapkan diri ! Kita memang mengetahui bahwa Kaypang memiliki jago2 yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali disamping itu juga memang telah banyak orangorang kita yang menyelinap ke dalam tubuh Kaypang.    tetapi,

dengan demikian, bentrokan yang akan terjadi pasti akan merugikan kita, karena Pangcu Kaypang itu dapat mempersiapkan segalanya dengan sebaik mungkin jika laporan yang disampaikan Wie Siu Bun telah berhasil didengarnya ! Selama dalam perjalanan, banyak orang-orang kita telah menghadang Wie Siu Bun dan pendeta asing itu.... tetapi ...

kepandaian pendeta asing itu benar-benar luar biasa sekali....

dengan satu dua kali gebrakan orang-orang kita telah dilukai, bahkan banyak yang dibuat bercacad! Celaka lagi, justru orang-orang kita yang telah dilukai itu dipaksa untuk memberikan keterangan, sehingga sekarang telah banyak sekali rahasia kita diketahui Wie Siu Bun! Malam ini pendeta asing itu dan Wie Siu Bun akan tiba.... bagaimana menurut Ang Toaya? Apakah kita menghadangnya diluar kota Pakkhia, atau membiarkan mereka tiba di markas Kaypang tanpa gangguan, agar menyampaikan segalanya kepada Pangcu Kaypang itu, dan diwaktu pangcu Kaypang itu tengah panik, kita melancarkan gempuran yang terbuka saja... tentu kita bisa merebut kemenangan, karena orang2 Kaypang itu pasti belum bersiap sedia...! Hanya sayang, dengan demikian kita gagal mengadu domba antara Kaypang dengan iblis It Cie Sin Mo (Iblis Sakti Berjari Satu) Kwee Bo In. Itulah kegagalan yang akan menyebabkan Auwyang Locianpwee akan marah sekali..!”

Berulang kali Ang Toaya itu menghela napas.

Dia juga mengerutkan keningnya, tampaknya dia tengah berpikir keras sekali. Tetapi dalam keadaan demikian, tampak dia tidak bisa segera mengambil keputusan.

”Urusan ini bukan urusan kita, jika kita melancarkan serangan terbuka dengan memerintahkan orang2 kita yang  telah berhasil menyelusup ke dalam Kaypang itu melakukan pembunuhan dan penyerangan, berarti segalanya akan menjadi terang... jika gagal, kita yang celaka dan Auwyang Locianpwee juga akan murka sekali karena kemungkinan besar rencananya akan gagal...!" kata Ang Toaya kemudian, seperti juga dia berkata kepada dirinya sendiri.

Tojin itu telah mengangguk beberapa kali, dia juga agak bingung untuk mencari jalan keluar dalam urusannya yang dianggap sangat besar dan penting itu.

Setelah berdiam diri beberapa saat lamanya, Ang Toaya menghela napas, sambil katanya kepada Po Liang Cinjin, "Siapkan beberapa orang-orang kita, lebih baik kita hadang saja pendeta asing itu dan Wie Siu Bun diluar pintu kota Pakkhia .... jika dapat kita usahakan untuk membinasakan mereka berdua! Hanya aneh siapakah pendeta asing itu ? Mengapa Wie Siu Bun bisa memperoleh tulang punggung yang demikian kuat ?"

Po Liang Cinjin juga telah mengangkat bahunya sambil menghela napas.

"Ya, entah siapa pendeta asing itu?! Jika memang tidak munculnya pendeta asing itu, tentu dengan mudah kita menyelesaikan Wie Siu Bun...... tetapi kini perobahan telah terjadi demikian diluar dugaan...maka kali ini kita harus mempersiapkan orang-orang cukup banyak, jangan sampai gagal lagi ! Jika kali ini gagal, tentu sulit untuk mengatur segalanya dari pertama lagi..!"

Ang Toaya itu telah mengangguk. Si Tojin lalu pamitan untuk mempersiapkan orang2nya, sedangkan Ang Toaya itu telah berjalan mondar mandir dengan kening yang berkerut dalam2, tampaknya dia telah memutar otak mencari akal yang baik untuk rencananya...

Ang Toaya itu memang seorang yang kaya raya dikota tersebut. Nama lengkapnya adalah Ang Bie Tin, dan dia seorang yang memiliki kekayaan disamping juga memiliki kepandaian yang tinggi, karena dia merupakan murid pertama (murid kepala) dari Auwyang Siung Bun, walaupun tubuhnya itu gemuk dampak, namun kegesitan tubuhnya luar biasa.

Jarang sekali orang mengetahui bahwa dia memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi, hanya orang2 dikota raja menganggap Ang Toaya ini sebagai seorang yang kaya raya.

Belum lama yang lalu gurunya, Auwyang Siung Bun, memang telah menyampaikan kepadanya, agar dia yang bertugas dikota raja mengawasi gerak gerik perkembangan kaypang dan pangcunya. Karena sang guru itu bermaksud melakukan sesuatu yang telah direncanakan masak2.

Maka dari itu, jika memang berhasil tentu kelak yang akan menjadi Pangcu Kaypang gurunya tersebut. Auwyang Siung Bun bermaksud untuk merebut kedudukan Pangcu Kaypang itu, karena Kaypang merupakan perkumpulan yang sangat  kuat, yang seluruh anggotanya tersebar merata didaratan Tionggoan, jika Auwyang Siung Bun berhasil merebut kedudukan Pangcu itu, tentu dia bisa mendesak dan mengadakan suatu pengumuman bahwa dia merupakan jago tanpa tanding, karena cita2 utamanya untuk menjadi Bu Lim Te lt, jago nomor satu dalam dunia persilatan.

Dengan dukungan anggota Kaypang, niscaya dia yakin berhasil dengan tujuan dan cita citanya itu.

Sebagai permulaan, dia telah menyamar sebagai anggota Kaypang, agar kelak jika di Kaypang pusat terjadi kericuhan, sebagai anggota dia bisa ikut muncul. Disaat itulah, dia akan muncul dan membereskan urusan urusan tersebut, sehingga pasti dia akan menggantikan kedudukan Pangcu Kaypang yang lama. Sebagai persiapan, diapun telah perintahkan pengikutnya yang berjumlah ribuan orang untuk menyelusup kedalam anggota Kaypang.

Ang Toaya sendiri telah dijanjikan oleh gurunya, jika usaha gurunya itu berhasil, tentu dia akan diberi kedudukan sebagai wakil Pangcu Kaypang.

Maka dari itu, mati-matian Ang Bie Tin telah berusaha untuk dapat mengawasi gerak-gerik Kaypang pusat ini, diapun telah mempersiapkan orang-orang pandai yang banyak jumlahnya, yang merupakan sahabat-sahabatnya. Dengan kekuatan uangnya, dia membeli orang-orang pandai dari beberapa golongan yang bekerja untuk dirinya....

Tetapi perobahan yang terjadi ini telah membuat dia jadi heran sekali dan jengkel. Heran karena tidak disangkanya bisa muncul seorang pendeta asing yang hampir menggagalkan usaha gurunya. Dan jengkel, karena dengan munculnya  pendeta asing itu, berarti dia harus bekerja lebih keras. Sebetulnya tanpa munculnya pendeta asing itu, dia bisa bekerja dengan ringan, sebab telah diutusnya beberapa orang-orangnya untuk mengikuti gerak gerik utusan pangcu Kaypang pusat itu dan juga diperintahkannya untuk membinasakannya.

Dengan bocornya rahasia rencana Auwyang Siung Bun, berarti juga akan terancam kegagalan rencana gurunya itu.

Setelah berjalan mondar mandir beberapa saat, dia melihat Po Liang Cinjin telah bergegas masuk dengan cepat.

"Semua telah bersiap siap didelapan pintu kota. mereka

akan menghadang pendeta asing itu dan Wie Siu Bun sepuluh lie dari pintu kota. apakah Ang Toaya akan ikut serta ?" Si gemuk telah mengangguk.

"Jika semuanya gagal menghadapi pendeta itu, biar nanti aku yang menghadapinya !" kata Ang Bie Tin dengan suara perlahan dengan wajah yang muram.

Po Liang Cinjin berseru, "Bagus !" karena dia mengetahui Ang Bie Tin memang memiliki kepandaian yang tinggi dan imam itu juga mengetahui justru kepandaian Ang Bie Tin jauh diatas kepandaiannya.

Maka dia yakin, dengan turun tangannya Ang Bie Tin, tentu pendeta asing yang belum diketahui nama maupun gelarannya oleh mereka akan berhasil dihadapi.

Begitulah, dengan langkah kaki yang lebar, Ang Bie Tin dan Po Liang Cinjin telah meninggalkan gedung tersebut, mereka bergegas menuju ke kota raja.

”Untuk kontak satu dengan yang lainnya telah dipersiapkan api udara (panah api) yang dipergunakan sebagai tanda ! Rombongan kita yang melihat dan menghadang si pendeta asing dan Wie Siu Bun, harus melepaskan panah api, sehingga kita bisa segera bergabung menjadi satu.... karena sampai sekarang belum dapat kita memastikan Wie Siu Bun dan pendeta asing itu entah mengambil jalan pintu kota yang mana..!” menjelaskan Po Liang Cinjin.

Memang kota Pakkhia sebagai ibu kota telah memiliki delapan pintu kota, yaitu disebelah barat, timur dan bagian2 lainnya.

Maka dari itu, Po Liang Cinjin telah mengatur orangorangnya agar berjaga jaga di masing masing pintu kota.

Dan rombongan yang terpecah delapan itu harus bersatu begitu melihat panah api yang dilepaskan oleh rombongan  yang menghadang Tat Mo Cauwsu dan Wie Siu Bun. Po Liang Cinjin dan Ang Bie Tin berada dipintu kota sebelah utara, mereka menantikan dengan tidak sabar.

XdwXkzX

JIKA orang Po Liang Cinjin dan Ang Bie Tin tengah sibuk bersiap siap untuk menghadang Tat Mo Cauwsu dan Wie Siu Bun, maka pihak Kaypang rupanya terjadi kesibukan juga. Diantara hiruk-pikuk keramaian kota raja itu, dan juga diantara ketenangan kota raja yang terjaga ketat oleh pihak keamanan, tampak pengemis pengemis dimuka-muka berbagai rumah makan juga telah telah sibuk sekali. Karena beberapa orang pengemis kecil telah berlari-lari dikota raja itu, dari rumah makan yang satu ke rumah makan yang lainnya, membisiki sesuatu kepada rombongan pengemis yang berada dimuka rumah makan tersebut.

Dalam waktu yang tidak begitu lama, sebelum hari menjadi gelap, seluruh pengemis telah lenyap dari depan rumah-rumah makan yang terdapat dikota raja. Mereka telah berlalu, lenyap tanpa terlihat seorang manusiapun juga.

Sebetulnya keadaan seperti ini merupakan kejadian yang agak janggal, sebab biasanya setiap hari sampai jauh malam dimuka rumah makan yang terdapat dikota raja ini dipenuhi oleh pengemis. Bahkan jika ada pengemis yang sudah letih dimalam hari, mereka sering tidur dengan menggeletak disamping-samping rumah makan.

Karena rombongan pengemis memang tidak begitu disenangi oleh orang-orang yang bersantap lenyapnya mereka tidak begitu diperhatikan. Tidak seorang pengemispun yang terlihat berkeliaran dijalan jalan atau dimuka rumah makan, semuanya telah menghilang tanpa meninggalkan jejak.

Hal itu ternyata disebabkan sepanjang perjalanan Wie Siu Bun telah perintahkan kepada pengemis pengemis yang dijumpainya  agar  berangkat  ke  kota  raja  memberi  laporan kepada Pangcu pusat agar mengumpulkan semua pengemis di malam itu untuk berkumpul. Memang perkumpulan pengemis memiliki jaringan yang ketat sekali, sehingga cepat sekali sampai berita kembalinya Wie Siu Bun yang membawa berita buruk itu ke telinga pangcu Kaypang.

Segera pangcu pusat Kaypang itu telah memerintahkan beberapa orang pengemis kecil untuk menarik pulang pengemis2 yang tengah melaksanakan tugasnya untuk mengemis.

Tetapi diantara anggota2 pengemis itu memang telah dimasuki orang2nya Auwyang Siung Bun, sehingga cepat pula berita ini sampai ditelinga Po Liang Cinjin, yang melaporkannya kepada Ang Bie Tin.

Keadaan demikian telah berlangsung dengan cepat, diantara ketenangan yang ada dikota raja, ternyata tengah berlangsung ketegangan2 diantara dua kekuatan...

Tat Mo Cauwsu yang melakukan perjalanan dengan Wie Siu Bun telah sampai di dekat pintu kota sebelah barat, masih terpisah kurang lebih seratus lie. Mereka perkirakan malam ini mereka berdua bisa tiba dimarkas pusat Kaypang.

Maka dari itu, karena mengingat jarak yang telah dekat, kedua orang ini tidak bermaksud untuk beristirahat walaupun hari mulai malam, mereka telah melanjutkan terus perjalanan itu.

Tetapi, waktu mereka sedang melakukan perjalanan, terpisah kurang lebih lima puluh lie dari pintu kota raja, dari depan mereka telah berlari lari cepat sekali serombongan penunggang kuda, yang melarikan kuda tunggangnya dengan cepat sekali.

Jumlah mereka kurang lebih belasan orang dan semuanya mengenakan pakaian ringkas dan membawa senjata tajam. Cepat sekali belasan orang penunggang kuda itu telah sampai dihadapan Tat Mo Cauwsu dan Wie Siu Bun, semuanya melompat turun dengan sikap tidak menggembirakan, karena masing2 memperlihatkan sikap yang bengis.

Tampak salah seorang penunggang kuda telah menggerakkan tangannya keatas, maka melesatlah sebatang panah api, yang mengaung memperdengarkan suaranya.

Waktu tiba ditengah udara, panah api itu telah meledak, dan memancarkan cahaya yang kemilau diantara kegelapan sang malam.

Wie Siu Bun dan Tat Mo Cauwsu tidak mengetahui, entah apa maksud orang2 yang telah menghadang, bahkan telah mengurungnya itu.

Salah seorang diantara mereka telah mengawasi Wie Siu Bun yang berpakaian tambal tambal dan dekil sekali, orang itu memiliki raut muka yang empat persegi, dengan mata yang cekung dalam memancarkan sifat2nya yang licik. Dia telah tertawa sambil katanya : "Aha, tentu Kaycu (saudara pengemis) ini yang bernama Wie Siu Bun, bukan ?"

Wie Siu Bun cepat-cepat mengiyakan. Walaupun hatinya heran, tetapi dia mengetahui adat adat kesopanan, maka walaupun dia tidak kenal dengan orang itu, si pengemis she Wie Siu ini telah berlaku sangat hormat.

”Benar, aku si pengemis miskin yang bernama Wie Siu Bun. Ada urusan apa tuan2 menemui kami ?" tanya Wie Siu Bun.

Orang itu telah tertawa lagi, tertawanya itu tidak sedap. ”Kami    justeru    diperintahkan    Pangcu    Kaypang untuk

menjemput kalian ... menurut Pangcu bahwa Wie Kaycu telah

berhasil menjalankan tugas dengan baik !" Dan waktu si pengemis dan Tat Mo Cauwsu tengah heran, justru orang itu hanya berkata sampai disitu, tahu2 tangannya yang memang sejak tadi mencekal kepala batang goloknya, telah ditariknya dengan cepat sekali, dan ”sringggg ...!" golok itu telah menyambar kearah batang leher Wie Siu Bun.

Gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang sama dengan serangan membokong.

"Ihh...” Wie Siu Bun bergerak cepat mengelakkan diri. Karena dia sudah tidak terpengaruh oleh racun Kim Tok, dia berhasil bergerak dengan lincah sekali, sehingga serangan orang itu jatuh ditempat kosong.

Namun belasan orang kawannya yang lain telah mencabut senjata mereka masing2. Ada yang bersenjata pedang, ada yang bersenjata tombak, golok, samcio dan lain lainnya. Ada juga yang bersenjatakan Poan Koan Pit, sepasang pit yang terbuat dari besi.

Mereka itu mengambil sikap mengurung dan bersiap-siap akan melancarkan serangan. Tentu saja sikap mereka itu mengandung permusuhan.

Tat Mo Cauwsu telah merangkapkan sepasang tangannya, katanya : ”Siancai ! Siancai ! Tuan-tuan datang dengan mengatakan ingin menyambut kami, tetapi sikap tuan-tuan tampaknya memusuhi kami ! Apakah yang sebenarnya tuantuan kehendaki !!?"

”Jiwa kalian berdua !" teriak orang-orang itu hampir berbareng, bahkan serentak mereka telah menerjang melancarkan serangan dengan senjata mereka, ada yang membacok, ada yang menikam, ada pula yang menotok.

Wie Siu Bun terkejut, dia melihat jumlah lawan sangat banyak, dia berkuatir kalau memang dirinya dikeroyok. Tetapi justru sebaliknya Tat Mo Cauwsu tetap membawa sikap yang tenang sekali.

Jika Wie Siu Bun menjadi sibuk sekali mengelakkan diri, justru Tat Mo Cauwsu telah bergerak tenang sekali mengelakkan diri untuk menghindar dari setiap serangan lawan lawannya.

Gerakan yang dilakukan oleh Tat Mo Cauwsu memiliki kelincahan yang luar biasa cepatnya, didalam waktu yang sangat singkat sekali, dia telah berhasil mengelakkan diri dari setiap serangan yang dilakukan oleh lawannya. Bahkan setiap kali tangan Tat Mo Cauwsu bergerak, terdengar jerit dari salah seorang lawannya, yang jika tidak tersungkur, tentu terlepas senjatanya dari cekalannya.

Maka tidaklah mengherankan jika dalam saat-saat seperti itu telah membuat lawan-lawannya jadi gentar juga untuk mendesak Tat Mo Cauwsu lebih lanjut.

Tetapi Wie Siu Bun jadi sibuk sekali menyelamatkan diri berkelit dari serangan-serangan lawannya.

Bermacam-macam senjata telah meluncur kearah dirinya dengan gerakan yang cepat sekali.

Dalam keadaan terdesak begitu, Tat Mo Cauwsu telah melompat kedekatnya dan menggerak-gerakkan kedua tangannya untuk menolong Wie Siu Bun dari desakan lawanlawannya. Pendeta India itu berhasil merubuhkan orang-orang yang tidak dikenalnya itu dengan mudah.

Tetapi disaat itulah, dari berbagai jurusan tampak beberapa rombongan penunggang kuda tengah mendatangi, serombongan dari orang-orang yang berpakaian seragam perwira tengah melarikan kudanya dengan cepat, dan telah melompat turun. Pakaian mereka ternyata dari lapisan besi, maka mereka seperti tidak takuti senjata tajam. Dengan gerakan yang gesit masing masing telah ikut mengurung Tat Mo Cauwsu dan Wie Siu Bun.

Tat Mo Cauwsu semula mengira bahwa rombongan tentara negeri itu adalah alat keamanan dikota itu, yang ingin memisahkan mereka dari kepungan orang-orang tidak dikenal itu. Alangkah heran dan terkejutnya dia waktu melihat rombongan tentara negeri itu justru telah melancarkan serangan yang bertubi tubi kepadanya dengan gerakan gerakan yang sangat hebat sekali, sehingga tampaknya bahwa tentara negeri itu bukanlah orang biasa, mereka tentu berasal dari orangorang persilatan yang memiliki kepandaian cukup tinggi. Terlebih lagi setelah berlangsung pertempuran beberapa jurus, dari berbagai jurusan telah tiba pula rombongan orang lainnya.

Jumlah seluruh orang itu ratusan dan telah melancarkan kepungan dengan berbagai ancaman senjata tajam.

Diantara mereka itu, tampak yang datang paling akhir dua orang penunggang kuda, yang telah berdiam diatas binatang tunggangan itu mengawasi jalannya pengepungan. Mereka seorang tojin dan seorang lelaki bertubuh gemuk karena tidak lain dari Po Liang Cinjin dan si gemuk Ang Bie Tin.

Tat Mo Cauwsu segera dapat menduga bahwa justru orangorang ini memang tidak bermaksud baik padanya dan Wie Siu Bun.

Disaat itu juga terlihat Wie Siu Bun jadi sibuk sekali untuk menangkis dan mengelakkan diri dari setiap serangan yang dilancarkan lawan lawannya itu.

Wie Siu Bun telah mempergunakan senjata sebatang pedang yang berhasil direbutnya. Dengan pedangnya itu untuk sementara waktu Wie Siu Bun bisa mempertahankan diri. Tetapi jika keadaan ini berlangsung ber-larut2, niscaya akan menyebabkan orang she Wie itu akan terluka atau terbinasa diujung senjata lawannya.

Tat Mo Cauwsu juga telah melihat keadaan yang membahayakan diri kawannya.

Maka setelah merubuhkan dua orang lawannya yang terdekat, tampak Tat Mo Cauwsu telah bersiul panjang dan menggerakkan tangan kanan dan tangan kirinya dengan cepat, setiap gerakan kedua tangannya itu mengandung kekuatan  yang luar biasa hebatnya, karena Tat Mo Cauwsu telah mempergunakan kekuatan lwekangnya untuk merubuhkan lawan lawannya.

Memang lawan lawan Tat Mo Cauwsu dan Wie Siu Bun semuanya merupakan orang2 yang berkepandaian ilmu silat tidak rendah, tetapi sekarang mereka menghadapi seorang manusia dewa seperti Tat Mo Cauwsu, maka kepandaian mereka itu jadi tidak ada artinya.

Waktu Tat Mo Cauwsu menggerakkan kedua tangannya, maka disaat itulah belasan orang yang berada didekatnya telah terpental dan berhamburan terpelanting ditanah seperti juga daun2 kering yang dihembus angin yang kuat.

Begitu Tat Mo Cauwsu mengebutkan lengan bajunya, kembali belasan orang telah jatuh terpelanting.

Malah hebatnya, belasan orang korban dari angin kebutan lengan bajunya Tat Mo Cauwsu itu tidak bisa cepat2 bangkit berdiri.

Maka dari itu teman2nya walaupun berjumlah sangat banyak, tidak berani terlalu mendesak si pendeta.

Mereka lebih mencurahkan perhatian dan pengepungan kepada Wie Siu Bun. Jelas Wie Siu Bun yang memiliki kepandaian tidak setinggi Tat Mo Cauwsu semakin kewalahan.

Dia telah mengeluarkan seluruh kepandaiannya dengan memutar pedangnya, mempertahankan diri dari setiap serangan lawannya.

Tat Mo Cauwsu juga melihat bahaya yang tengah  mengintai jiwa sahabatnya itu.

Dengan mengeluarkan seruan "Omitohud ! Jangan takut Wie Siecu !” tampak Tat Mo Cauwsu telah melompat kesamping Wie Siu Bun.

Waktu dia melompat, kedua tangannya telah bekerja berkali-kali dengan cepat, yaitu menjambaki punggung lawanlawannya, lalu dilemparkannya keatas udara.

Dalam sekejap mata belasan orang telah jatuh terbanting diatas tanah.

Dan waktu Tat Mo Cauwsu berada disisi Wie Siu Bun, dia telah mengerahkan lwekangnya, lalu mengebutkan lengan jubahnya merubuhkan belasan orang lainnya.

Apa yang dilakukan oleh Tat Mo Cauwsu ini memang sangat luar biasa sekali.

Dia telah membuat lawan-lawannya selanjutnya tidak berani terlalu mendesak dan telah melompat mundur.

Ang Bie Tin dan Po Liang Cinjin yang menyaksikan semua itu dari kuda mereka, jadi terkejut juga.

Bahkan Ang Bie Tin telah melompat turun dari kudanya dengan mengeluarkan suara seruan nyaring.

Walaupun tubuhnya gemuk, tetapi gerakannya sangat gesit sekali, dia hinggap diatas tanah tanpa menimbulkan suara sedikitpun juga. Tat Mo Cauwsu melihat gerakan si gemuk she Ang itu, diam2 dia heran juga.

Mengapa kini bisa muncul banyak sekali orang2 yang memusuhinya bersama Wie Siu Bun?

Tetapi belum lagi Tat Mo Cauwsu sempat menegurnya disaat itu Ang Bie Tin telah berseru: ”semua minggir !!”

Puluhan orang yang mengepung Tat Mo Cauwsu telah melompat mundur kebelakang sedangkan Ang Bie Tin telah menghadapi Tat Mo Cauwsu.

Po Liang Cinjin juga tidak berdiam diri terus diatas kudanya.

Imam ini telah melompat turun dari kudanya dengan gerakan yang ringan.

Dengan beberapa kali lompatan, dia telah berada dihadapan Wie Siu Bun.

Ang Bie Tin saat itu telah berkata dengan suara yang dingin, ”pendeta asing, mengapa engkau mencampuri urusan kaypang ? Apakah engkau telah mengetahui urusan yang sebenarnya, sehingga engkau berdiri di pihak kaypang ?”

Tat Mo Cauwsu merangkapkan tangannya.

"Siancai ! Siancai ! Sesungguhnya memang Siauwceng dengan Wie Siecu itu tidak memiliki hubungan apa2 ...! Jika kini Siauwceng berdiri dipihak Wie Siecu, karena untuk membela dan menyelamatkan jiwa manusia yang terancam ...!”

”Hmmm, tahukah engkau bahwa Kaypang bermaksud memberontak terhadap pemerintah, maka pihak pemerintah telah mengambil tindakan untuk membasminya ..?" kata Ang Bie Tin pula.

"Hah ?" Tat Mo Cauwsu jadi terkejut, dia telah melirik kepada Wie Siu Bun. Melihat sikap Tat Mo Cauwsu yang kaget dan ragu2 seperti itu, Ang Bie Tin telah berkata lagi : ”Sebagai seorang yang telah hidup mensucikan diri, maka kau jangan mencampuri urusan Kaypang, karena akan menyangkut kepengkhianatan terhadap pemerintah! Jika memang engkau membela secara membabi buta, tentu engkau akan terkena getahnya !"

Kata2 itu diucapkan Ang Bie Tin dengan suara tidak sekeras tadi, diapun berusaha membujuk si pendeta agar tidak mencampuri urusan ini.

Tetapi Tat Mo Cauwsu telah berkata dengan suara yang sabar : "Jika memang urusan ini menyangkut urusan pemberontakan, tentu Siauwceng tidak berani mencampurinya

.... tetapi tampaknya didalam urusan ini terdapat suatu yang agak ganjil..."

"Apa maksudmu ?” tanya Ang Bie Tin.

"Selama dalam perjalanan, Wie Siecu selalu dimusuhi orang-orang yang tidak dikenal, maka itu Siauwceng berusaha untuk melindunginya.”

”Hmm, engkau lihat mereka itu ?" tanya Ang Bie Tin sambil menunjuk kepada orang-orangnya yang berpakaian sebagai alat negara.

"Ya !" mengangguk Tat Mo Cauwsu.

”Mereka adalah utusan dari pemerintah untuk meminta bantuan kami membekuk semua anggota anggota Kaypang dikota raja ini,” berkata Ang Bie Tin lagi.

Dengan sendirinya, perkataan itu mempengaruhi juga hati Tat Mo Cauwsu.

"Kalau begitu..." kata Tat Mo Cauwsu ragu2. "Aku akan mengantarkan Wie Siecu sampai bertemu dengan pangcu pusat Kaypang...jika kelak memang pihak kaypang bermaksud  untuk mengadakan pemberontakan kepada pemerintah, Siauwceng akan mengundurkan diri..”

”Disaat itu tentunya telah terlambat !" kata Ang Bie Tin tidak kalah liciknya. Dia telah berkata lagi : "Dan disaat itu jika memang engkau ingin mengundurkan dan menarik diri, juga sudah tidak dapat, karena engkau telah berurusan dengan pemberontakan !”

Mendengar perkataan itu, Tat Mo Cauwsu telah merangkapkan sepasang tangannya.

”Orang! Orang! Sama sekali Siauwceng tidak memiliki hasrat untuk mencampuri urusan2 seperti itu..! Dan Siauwceng datang ke daratan Tionggoan ini hanya untuk menyebarkan pelajaran agama Buddha dan ilmu silat. Bukankah Kaisar sendiri telah mengutus seorang kurir untuk mencari tahu pelajaran Sang Buddha ke tanah Hindustan. ?”

”Benar...!" mengangguk Ang Bie Tin dengan suara yang keras. "Dan disaat saat seperti sekarang ini, tentunya engkau masih memiliki waktu untuk menarik diri dari kalangan pengemis itu. Aku juga akan mengabiskan urusan ini sampai disini saja ! Namun jika nanti tentu segalanya telah terlambat..!"

Tetapi Tat Mo Cauwsu telah menggelengkan kepalanya. "Tidak dapat Siauwceng meninggalkan Wie Siecu begitu

saja. Siauwceng telah menjanjikan kepadanya untuk melindunginya sampai bertemu dengan Pangcu pusat  Kaypang. !"

Waktu itu, Wie Siu Bun sendiri telah menangkis serangan Hudtim Po Liang Cinjin yang mulai meluncur menghujani dirinya.

Wie Siu Bun juga telah berteriak dengan suara yang sangat keras  :  "Jangan  mempercayai  perkataannya  Taisu,  itu hanya dongengan dia saja...! Mereka tentu orang2 yang menjadi pengikut Auwyang Siung Bun...!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar