Tat Mo Cauwsu Jilid 09

Jilid IX

DIKALA Sin Kun Bu Tek menarik pulang tangannya, disaat itu terlihat pergelangan tangan si pengemis telah berwarna merah, karena tadi lengannya itu sangat keras membentur lengan lawannya.

Dalam keadaan demikian, Sin Kun Bu Tek bertambah semangat dalam bertempurnya. Bukankah dia hanya perlu satu jurus lagi saja untuk menghadapi lawannya itu ? Sembilan jurus telah dilewatkan, dan kini hanya tinggal satu jurus untuk Siang Niauw Pek Sian membereskan Sin Kun Bu Tek. ”Sudah kukatakan, tua bangka seperti engkau tidak punya guna dan hanya bisa membuka mulut temberang saja..!" kata Sin Kun Bu Tek dengan suara yang nyaring. Dia sengaja berkata begitu, karena memang Sin Kun Bu Tek bermaksud untuk memancang kemarahan lawannya, dan jika lawannya telah diliputi kemarahan, niscaya lawannya itu akan kehilangan ketenangannya.

Sin Han yang melihat keadaan kedua jago yang tengah bersiap2 untuk saling terjang itu, telah memandang dengan sikap berkuatir sekali.

Diantara siliran angin sore, tampak kedua orang itu berusaha untuk mencari kelemahan lawannya masing2.

Waktu itu, Sin Kun Bu Tek melompat melancarkan serangan, karena dia bermaksud untuk memancing lawannya melancarkan serangan satu jurus lagi berarti dirinyalah yang akan menang. Sebab Siang Niauw Pek Sian telah berjanji jika dalam sepuluh jurus dia tidak bisa merubuhkan Sin Kun Bu Tek, dia yang terhitung kalah.

Siang Niauw Pek Sian juga cerdik, tidak mau dia termakan oleh pancingan yang diulurkan Sin Kun Bu Tek Lo Ping Kang, justru waktu serangan Lo Ping Kang menyamber datang, Siang Niauw Pek Sian telah melompat ke belakang beberapa langkah, kemudian dia mengeluarkan suara teriakan yang sangat nyaring sekali.

Suara itu menggema menulikan anak telinga terpaksa Sin Kun Bu Tek harus menjauhi diri mempergunakan kedua tangannya menutup telinganya. Ketika mengetahui Siang Niauw Pek Sian mulai melancarkan gempuran lewat ilmu hitamnya, Sin Kun Bu Tek jadi berkuatir juga. Dia telah mengempos semangatnya untuk menenangkan hatinya yang bergoncang keras. Cepat bukan main, Sin Kun Bu Tek telah melancarkan gempuran lagi kepada lawannya !

Namun Siang Niauw Pek Sian tidak mau menyambutinya, setiap kali serangan menyambar datang, dia telah mengeluarkan suara pekikan yang sangat keras sekali.

Setiap kali Siang Niauw Pek Sian berteriak dengan suara yang nyaring memekikkan anak telinga, Sin Kun Bu Tek selalu harus melompat mundur menjauhi diri...

Semakin lama Sin Kun Bu Tek jadi semakin penasaran, maka dia telah membentak : ”Hei tua bangka, apakah engkau tidak tahu malu, sehingga engkau harus main ilmu sihir seperti itu, sedangkan aku hanya mempergunakan ilmu silat biasa ! Tidakkah kau takut ditertawakan oleh orang2 rimba persilatan

?”

Siang Niauw Pek Sian tertawa ber-gelak2 dan diapun telah menggerakkan kedua tangannya yang diputar cepat sekali.

Dalam keadaan demikian, Sin Kun Bu Tek harus cepat2 mengelakkan diri, karena serangan Siang Niauw Pek Sian yang terakhir ini mengandung kekuatan yang luar biasa hebatnya.

Siang Niauw Pek Sian bermaksud akan mempergunakan ilmu hitamnya guna merubuhkan si pengemis she Lo itu dan lalu membinasakannya. Tetapi waktu Siang Niauw Pek Sian tengah membaca manteranya, tiba2 terlihat dari sebelah kanannya berkelebat sesosok tubuh yang gerakannya sangat gesit, dan belum lagi kedua kaki orang itu mengenai tanah, dia telah berseru dengan suara nyaring sekali : ”Aha ... rupanya Siang Niauw Pek Sian cuma berani menghina orang yang memiliki kepandaian lebih rendah dari dia. "

Itulah ejekan yang sangat hebat sekali yang diterima oleh Siang Niauw Pek Sian, karena seumur hidupnya belum pernah dia menerima hinaan seperti itu. Dia telah memutar kepalanya memandang kepada orang yang baru sampai itu, dia mengawasi dengan mata yang tajam sekali. Waktu dia melihat jelas orang itu, seorang nenek tua yang berusia diantara tujuh puluh tahun, Siang Niauw Pek Sian jadi terkejut, tetapi dia sama sekali tidak memperlihatkan perasaan terkejutnya itu diwajahnya.

”Kau Ceng-ie Hujin ?” tanya Siang Niauw Pek Sian dengan suara yang sengaja dikeraskan, karena dia tidak mau kalah gertak dengan si nenek, yang diketahuinya merupakan salah seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali.

”Benar !" tertawa wanita tua itu, yang dipanggil oleh Siang Niauw Pek Sian dengan sebutan Ceng-ie Hujin atau Nyonya Berpakaian hijau. ”Justru aku tidak gembira melihat orang  yang sudah tidak berdaya disiksa begitu olehmu ! Biarlah urusan si pengemis itu kuambil alih, engkau boleh menyerangku sekuat tenaga."

Mendengar perkataan Ceng-ie Hujin, muka Siang Niauw Pek Sian jadi berobah tidak senang, karena dia gusar sekali. Walaupun Siang Niauw Pek Sian telah yakin bahwa wanita tua ada dihadapannya merupakan lawan yang berat sekali, tetapi hinaan yang dilontarkan wanita tua itu tentu saja tidak bisa diterima oleh Siang Niauw Pek Sian. Dengan mengeluarkan suara teriakan yang sangat keras, tampak Siang Niauw Pek Sian telah menerjang maju disertai juga dengan kedua tangannya yang bergerak cepat sekali mengandung kekuatan lwekangnya sebanyak enam bagian.

Sin Kun Bu Tek yang melihat munculnya Ceng-ie Hujin, semula dia girang, tetapi akhirnya diapun jadi kecewa lagi, karena dia segera teringat bahwa Ceng ie Hujin merupakan seorang tokoh rimba persilatan yang sangat hebat dan memiliki adat yang aneh ! Jika sekarang ini dia telah muncul memperlihatkan diri, itupun bukan berarti Ceng-ie Hujin ingin menolonginya. Mungkin hanya disebabkan Ceng-ie Hujin merupakan seorang wanita tua yang suka mengagulkan kepandaiannya, dimana Ceng-ie Hujin tidak pernah mau mengalah kepada siapapun juga.

Waktu itu serangan yang dilancarkan oleh Siang Niauw Pek Sian sudah hampir tiba, cepat luar biasa Ceng-ie Hujin telah menyambuti serangan Siang Niauw Pek Sian tanpa merasa gentar sedikitpun juga, dia juga tidak merobah kedudukan kedua kakinya.

Dengan mengeluarkan suara "Buuuk !" yang keras sekali kedua tangan dari Siang Niauw Pek Sian dan Ceng-ie Hujin telah saling bentur.

Walaupun baru satu jurus saja mereka bertempur, tetapi Ceng-ie Hujin telah dapat melihatnya bahwa kepandaian Siang Niauw Pek Sian bukanlah merupakan kepandaian apa2 baginya, hanya saja lwekang yang dimiliki oleh Siang Niauw Pek Sian agak berlainan dengan lwekang yang umumnya.

Ceng-ie Hujin tidak bimbang lagi untuk merubuhkan Siang Niauw Pek Sian, dengan jurus "Sie Bong Sie Kui" (Empat setan dengan empat nisan), tubuh Siang Niauw Pek Sian telah dikurung rapat sekali oleh si nenek.

Hal ini membuat Siang Niauw Pek Sian jadi tambah terkejut, karena walaupun bagaimana dia tidak mau sampai dirubuhkan si nenek.

Dengan cepat Siang Niauw Pek Sian telah mengucapkan beberapa manteranya, mulutnya berkemak-kemik tidak hentinya, dia rupanya telah berusaha mempergunakan ilmu hitamnya untuk merubuhkan Ceng ie Hujin yang tangguh itu.

Tetapi waktu Siang Niauw Pek Sian telah membentak dengan suara yang keras sekali dan jaluran angin serangan itu menerjang  kepada  lawannya,  Ceng  ie  Hujin  telah  tertawa dingin, dia juga berkata : ”Hemm, ilmu hitam yang buruk seperti ini mana bisa kau pergunakan untuk merubuhkan diriku

?" dan selesai berkata, tampak Ceng ie Hujin mengeluarkan suara bentakan dan telah mendorongkan kedua telapak tangannya itu kepada lawannya, maka tidak ampun lagi ilmu hitamnya Siang Niauw Pek Sian telah terpukul mundur dan berbalik menghantam dirinya sendiri.

Siang Niauw Pek Sian tidak menyangka akan terjadi urusan seperti ini, dimana tenaga pengaruh ilmu hitamnya telah berbalik menyerang dirinya, karena Ceng ie Hujin memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan lwekang yang telah sempurna.

Tetapi Siang Niauw Pek Sian sama sekali tidak menjadi gugup, dengan mengeluarkan suara kecil, dia telah membuang dirinya kesamping kanan berguling diatas tanah.

Memang ilmu hitam yang berbalik menghantam dirinya sebab tangkisan lwekang si nenek tua Ceng-ie Hujin telah berhasil dielakkan Siang Niauw Pek Sian, sehingga dia bisa lolos dari kematian atau terluka berat, tetapi dengan melompat kesamping dan bergulingan diatas tanah, pertahanan diri Siang Niauw Pek Sian menjadi lowong.

Maka Ceng-ie Hujin yang melihat terbukanya kesempatan seperti ini, dia tidak mau me-nyia2kannya dan telah melompat sambil mengayunkan telapak tangan kirinya, menghantam punggung Siang Niauw Pek Sian, untuk menggempur tulang piepe (selangka) di pundak Siang Niauw Pek Sian.

Rupanya gempuran yang dilakukan oleh Ceng-ie Hujin tidak berhasil dielakkan lagi oleh Siang Niauw Pek Sian, maka dia hanya bisa merasakan tulang piepenya sakit dan hancur. Siang Niauw Pek Sian tidak berdaya untuk balas menyerang pula. ”Hem,” mendengus perlahan si nenek. ”Sudah kukatakan engkau tidak memiliki kepandaian apa2...! Mana bisa kau melawan diriku? Lihatlah, baru empat jurus saja, engkau telah berhasil kurubuhkan ! Tulang piepemu telah patah dan hancur, maka ilmu silatmu sebagian besar telah musnah ! Jika engkau merawat diri baik2, mungkin lima tahun kemudian kepandaianmu baru bisa pulih kembali ! Pergilah ! Aku muak melihatmu. !"

Sambil berkata begitu, si nenek Ceng ie Hujin telah mengebutkan tangan kanannya, seperti perintahkan Siang Niauw Pek Sian berlalu.

Sepasang burung merpati berbulu putih yang dipelihara Siang Niauw Pek Sian, sejak tadi ber-putar2 diatas kepala majikannya, karena mereka seperti juga ikut bersedih hati melihat majikan mereka itu telah berhasil dirubuhkan oleh lawannya.

Dalam keadaan demikian tampak Siang Niauw Pek Sian merangkak untuk berdiri, dia merasakan tulang piepenya sakit sekali dan punggungnya seperti telah hancur. Dia mengeluarkan suara erangan, agar dirinya dapat berdiri dengan mempergunakan bantuan sisa tenaganya.

Waktu itu tampak Ceng ie Hujin telah berkata lagi dengan tawar : ”Engkau seorang yang berhati jahat, maka kukira imbalan yang telah kuberikan cukup pantas bagimu. !"

Muka Siang Niauw Pek Sian berobah merah padam, dia telah mendengus, kemudian katanya : ”Terima kasih atas pelajaran yang telah engkau berikan ini. tetapi suatu saat nanti

kita akan bertemu lagi ! Walaupun bagaimana aku ingin meminta pengajaran lagi dari kau. !"

Dan setelah berkata begitu, Siang Niauw Pek Sian memutar tubuhnya untuk berlalu. Sedangkan Ceng ie Hujin seperti tidak mengacuhkan ancaman Siang Niauw Pek Sian, dia hanya menoleh kepada Sin Kun Bu Tek dan Sin Han, yang waktu itu telah tersadar dari pingsannya, sebab Sin Kun Buk Tek telah menguruti jalan darahnya, ketika Siang Niauw Pek Sian tengah dilibat oleh Ceng-ie Hujin.

Sin Kun Bu Tek menghampiri Ceng ie Hujin, dia telah menjura dalam2, katanya : ”Aku menghaturkan terima kasih atas pertolongan yang diberikan oleh Hujin (Nyonya).”

Tetapi muka Ceng-ie Hujin tidak memancarkan perasaan apapun juga. Dia seperti tidak memperdulikan ucapan terima kasih itu, waktu itu tampak Ceng-ie Hujin bukannya memperhatikan Sin Kun Bu Tek dan Sin Han, melainkan matanya telah mengawasi sekelilingnya dimana ular2 yang jumlahnya ribuan itu, masih tetap mengurung dengan kepala terangkat dan lidah yang terjulurkan.

”Hemm, Mo Coa !" berkata Ceng ie Hujin seperti juga tengah berbicara dengan seseorang lainnya. ”Keluarlah dan perlihatkan dirimu! Suamimu tadi telah kuhajar babak belur, apakah engkau tidak penasaran ? Mengapa engkau selalu menyembunyikan diri ?"

Nyaring sekali kata2 yang diucapkan oleh Ceng ie Hujin, sehingga suara itu bergema, sebab disertai tenaga lwekang yang sempurna.

Dari arah dalam hutan kecil itu telah terdengar suara tertawa perlahan, kemudian disusul dengan perkataannya : ”Menyembunyikan ekor katamu? Hemm, justru aku tidak kesudian bertemu muka dengan Siang Niauw Pek Sian, tua bangka yang tidak tahu diri itu."

”Sekarang kau keluarlah, dan perintahkan ular2mu itu mundur dahulu, agar kita bisa mengeluarkan kepandaian masing2. " Terdengar kembali suara tertawa dari orang didalam hutan, yang dipanggil oleh Ceng ie Hujin dengan sebutan Mo Coa atau Iblis Ular.

”Ceng-ie Hujin, sekarang memang engkau berhasil menghina suamiku, tetapi akupun akan membuat engkau merasakan bagaimana jika tubuhmu itu dijadikan santapan ular2ku !”

Dan berbareng dengan habisnya perkataan itu, dari arah dalam hutan telah berjalan melangkah dengan tindakan kaki yang satu2, seorang wanita yang berusia diantara lima puluhan tahun.

Disaat itupun tampak barisan ular beracun itu memisahkan diri, sehingga wanita yang baru muncul dari dalam itu bisa berjalan dengan tenang.

Ceng Ie Hujin tertawa mengejek, katanya, ”Mo Coa, selama ini engkau melakukan banyak sekali perbuatan jahat. Hemmm, sekarang justru kebetulan aku datang ke daerah Kanglam untuk keperluan bertemu dengan beberapa tokoh persilatan, maka dengan mempergunakan kesempatan ini, aku bermaksud untuk membereskan dulu manusia2 jahat seperti kau dan suamimu...”

Muka Mo Coa jadi berobah merah padam, dia telah berkata dengan nada yang bengis sekali.

”Hemm, jika memang dalam hal ini engkau merasakan dirimu memiliki kepandaian yang sangat tinggi, itulah terlalu temberang sekali ! Siapa yang tidak mengetahui bahwa Ceng Ie Hujien merupakan iblis yang paling aseran. Jangan kau mengambing hitamkan kami, dengan menunjuk kami adalah orang2 jahat ! Jika diukur dan ditimbang, sama saja setail delapan kati !" menyahuti Mo Coa dengan suara yang mengejek sekali. Sin Kun Bu Tek melihat bahwa Mo Coa memiliki paras yang cantik, namun diseluruh mukanya dan juga tangannya tampak bekas2 luka.

Sebagai seorang tokoh terkenal yang telah berkelana selama puluhan tahun tentu saja si pengemis mengetahui jelas siapa itu Mo Coa. Sudah lama sekali Sin Kun Bu Tek mendengar tentang Mo Coa yang selalu memelihara ular2 yang bisa dijinakkannya, maka dari itu, banyak jago2 rimba persilatan yang rubuh mudah sekali ditangannya. Mo Coa juga terkenal sebagai iblis bertangan telengas, setiap orang yang tidak disenangi tentu dibinasakannya. Sehingga Mo Coa tidak disenangi oleh golongan putih maupun golongan hitam, tetapi sekarang Sin Kun Bu Tek melihatnya sendiri, bahwa Mo Coa tidak seangker apa yang diceritakan oleh para orang2 gagah didaratan Tionggoan, hanya yang agak menonjol keluar biasaannya dimata Sin Kun Bu Tek, yaitu wanita ini pandai sekali memelihara dan mengendalikan ular2nya.

Waktu itu Ceng-ie Hujin telah berkata dengan suara yang dingin : ”Cabut senjatamu !"

Mo Coa tersenyum mengejek. ”Hemm...." mendengus Mo Coa dengan suara yang tawar. ”Seumur hidupku, aku tidak pernah mempergunakan senjata, sayang sekali sepasang tanganku ini terlalu bertingkah, di mana tanganku ini tidak kesudian mencekal senjata jika menghadapi lawan !"

Hebat kata2 Mo Coa, dia ingin mengartikan bahwa dengan sepasang tangannya itu saja dia sudah dapat merubuhkan lawannya.

Bahkan didalam kata2nya yang sangat temberang itu, Mo Coa bagaikan ingin menyatakan bahwa dia lebih sempurna ilmunya dengan bertangan kosong, dibandingkan dengan mempergunakan senjata. Kemudian Mo Coa telah berkata lagi, ”Ayoh, kau mulai menyeranglah ! Aku hanya mengikuti saja apa yang kau inginkan! Kita bertempur disini boleh ditempat lainpun boleh!"

Ceng-ie Hujin tertawa dingin. ”Hemmm, rupanya engkau terlalu angkuh dan temberang! Kelak jika aku kesalahan tangan melukaimu, engkau jangan mempersalahkan diriku !!"

Setelah berkata begitu, tampak Ceng-ie Hujin telah menggosok2 kedua telapak tangannya sampai beberapa saat, sehingga membuat Mo Coa jadi heran, karena Ceng-ie Hujin bukannya menyerang dia, justru telah meng-gosok2 telapak tangannya tersebut.

”Apa yang engkau lakukan ?" tegur Mo Coa dengan suara yang keras sekali, ”Apakah engkau ingin main tepuk tangan saja."

Ceng ie Hujin tidak melayani ejekan lawannya, dengan cepat sekali tampak Ceng ie Hujin telah berhenti menggosok kedua telapak tangannya. Telapak tangan itu agak merah bagaikan dialiri oleh darah yang sangat banyak, sinar kemerah2an dari kedua telapak tangan Ceng-ie Hujin cukup mengejutkan Mo Coa.

”Hebat sekali tampaknya lwekang wanita tua ini..." pikir Mo Coa. ”Aku harus hati2 menghadapinya, dia bukan orang sembarangan."

Karena berpikir begitu, Mo Coa telah bersiap sedia untuk menerima serangan lawannya, sikapnya tenang sekali, dia tidak memperlihatkan perobahan dimukanya walaupun hatinya kaget melihat kedua telapak tangan lawannya bisa berobah begitu merah.

Tiba2 Ceng-ie Hujin telah mengeluarkan bentakan keras sambil merentangkan kedua tangannya itu. Dari kedua tangannya meluncur angin serangan yang sangat kuat, sehingga Mo Coa merasakan tubuhnya seperti tergetar keras. Untung saja dia memiliki lwekang yang cukup tinggi, sehingga dia bisa menghadapi lawannya dengan mengandalkan ginkang dan lwekangnya, sehingga serangan Ceng-ie Hujin terdorong mundur sebelum tenaga serangannya itu tiba disasarannya. Dan berbareng itu Mo Coa juga menggerakkan tangannya dengan jurus ”Cie Hoa Ie Thian" atau ”Hujan Bunga Dari Langit", dan serangannya memang cocok dengan nama jurus itu, karena semua jari2 tangannya bagaikan hujan dari langit telah mengurung tubuh Ceng-ie Hujin dengan totokan2 yang berbahaya.

Ceng-ie Hujin waktu melihat lawannya bergerak cepat seperti itu, dia jadi berpikir keras, karena justru serangan Mo Coa merupakan serangan yang bisa mematikan.

Ceng-ie Hujin juga tidak berdiam diri saja, cepat2 dia memperbaiki posisi kedudukan kedua kakinya, dia mengeluarkan suara erangan dan muka Ceng-ie Hujin jadi tambah menyeramkan.

Keadaan pertempuran sekarang merupakan saat2 yang menegangkan, karena Ceng-ie Hujin telah mengerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangannya, sehingga telapak tangan itu semakin memerah darah saja. Dengan bertambah  merah telapak tangan Ceng-ie Hujin, bertambah liehay pula tenaga serangannya.

Sedang Mo Coa telah mengawasi lawannya dengan sorot mata yang sangat tajam sekali mengandung penasaran dan kebencian.

Sehingga kedua orang yang ingin bertempur itu seperti juga dua ekor singa betina yang akan saling terjang dan saling merubuhkan.

Rupanya Ceng ie Hujin menyadari bahwa kali ini dia bertemu lawan yang tangguh sekali. Mo Coa memang memiliki nama sangat terkenal didalam rimba persilatan. Nama sebenarnya dari iblis Ular itu Bwee Sian Giok, tetapi karena telah puluhan tahun namanya itu jarang dipergunakan, maka orang2 rimba persilatan menganggapnya telah mati, dan juga namanya  mulai dilupakan, karena orang2 Kangouw hanya mengetahui dia bisa menjinakkan ular dalam jumlah yang banyak, bahkan ular2nya itu bisa diperintah olehnya, itulah sebabnya Bwee Sian Giok diberikan gelaran sebagai Iblis Ular.

Ceng ie Hujin juga telah seringkali mendengar soal Mo Coa, yang kepandaiannya tinggi, dan juga memiliki sepasang tangan yang sangat beracun sekali.

Sin Kun Bu Tek yang melihat cara bertempur kedua orang itu jadi tertegun.

Dia mementang matanya lebar2, dan menghela napas panjang akhirnya, diapun telah berpikir : ”Ha, memang benar apa yang dikatakan dalam pepatah, gunung yang tinggi masih ada yang jauh lebih tinggi."

Sin Han lain sikapnya dengan Sin Kun Bu Tek, anak ini hanya berdiam diri mengawasi jalannya pertempuran diantara kedua wanita yang luar biasa itu. Sin Han tertarik melihat tangan dari kedua wanita yang tengah bertempur itu silih berganti ber-gerak2 cepat luar biasa.

Dalam keadaan demikian, Sin Han juga tidak bisa berdiri terlalu dekat digelanggang pertempuran itu, sebab angin serangan dari kedua wanita itu yang tengah saling bertempur itu mengeluarkan damparan2 angin yang sangat kuat sekali, jika sampai tersampok satu kali saja, niscaya anak itu akan terpental keras. Tetapi untuk menyingkir dari gelanggang pertempuran, diapun tidak bisa, karena mereka semuanya terkurung oleh barisan ular peliharaan Mo Coa. Jalan satu2nya bagi Sin Han hanyalah menggeser tubuhnya mendekati gurunya, Sin Kun Bu Tek.

Kedua wanita yang tengah terlibat dalam suatu pertempuran yang menentukan itu telah saling menyerang dengan mengeluarkan ilmu2 mereka yang dahsyat, maka angin serangan dari kedua orang tersebut men-deru2 keras sekali bahkan debu telah bertebaran.

Suatu kali Mo Coa melihat kesempatan pada lawannya, dimana Ceng ie Hujin tengah melancarkan serangan dengan mempergunakan kedua tangan yang dirangkapkan, kemudian tubuhnya doyong ke sebelah depan, membarengi mana tampak Ceng-ie Hujin telah menyerang mempergunakan kepalan tangannya kearah dada sebelah kiri lawannya.

Serangan yang dilancarkan oleh Ceng-ie Hujin memang sangat dahsyat, karena itu jika tidak sempat dielakkan oleh lawannya tentu akan menemui kematian yang mengerikan, dengan tulang2 dada yang hancur dan jantung maupun hati akan ikut jadi hancur. Inilah yang dinamakan jurus ''Hud-couw San Ciang" atau "Buddha Selaksa Tangan", serangan seperti ini mengandalkan kekuatan tenaga lwekang yang sempurna sekali.

Jika tadi Ceng-ie Hujin hanya men-gosok2 kedua telapak tangannya sampai berobah merah, hal itu karena dia ingin mempergunakan sebagian dari tenaga lwekangnya saja. Tetapi sekarang melihat lawannya itu memiliki kepandaian yang benar2 sangat tinggi, tentu saja membuat Ceng-ie Hujin harus mengeluarkan seluruh kepandaian yang dimilikinya untuk merubuhkan Mo Coa.

Memang Mo Coa sendiri terkesiap waktu melihat datangnya serangan seperti itu, tetapi sebagai seorang jago yang telah berpengalaman, Mo Coa dapat menghadapi serangan tersebut dengan mempergunakan ginkangnya, dia melompat  kebelakang,  lalu  melompat  lagi  ke  kiri, kemudian melompat pula ke belakang Ceng ie Hujin. Semua itu dilakukannya dengan cepat sekali, karena belum lagi lompatan yang pertama itu selesai, ujung kakinya telah bergerak lagi melompat pula.

Keadaan seperti ini mengejutkan Ceng-ie Hujin juga, karena justru disaat itu dia belum bisa berdiri tegak, dan belum sempat menarik pulang tenaga serangannya.

Namun sebagai tokoh sakti yang memiliki kepandaian sangat tinggi, tampak Ceng-ie Hujin tidak begitu mengacuhkan serangan lawannya, dengan langkah kaki yang aneh dia berhasil lolos menyerang lawannya.

Dalam keadaan demikian, tampak Mo Coa telah mengelakkan diri sambil menangkis tangan Ceng ie Hujin.

Namun rupanya gerakan Mo Coa kurang begitu cepat, sehingga tubuhnya telah terpental waktu menangkis serangan Ceng-ie Hujin.

Ceng-ie Hujin juga tidak mau mem-buang2 kesempatan yang ada, dengan mengeluarkan suara teriakan nyaring, Cengie Hujin menubruk dan menggempur Mo Coa dengan mempergunakan kepalan tangannya.

Serangan yang dilakukan oleh Ceng-ie Hujin memiliki kekuatan lwekang yang sangat dahsyat sekali.

Mo Coa saat itu tengah terdesak dan terhuyung belum sempat dia memperbaiki kedudukannya, dan kini telah menyambar lagi serangan Ceng-ie Hujin, menyebabkan dia jadi terkesiap hatinya, karena Mo Coa menyadarinya bahwa serangan2 seperti itu bisa mematikan. Dan dia tidak mau membuang2 waktu lagi, cepat sekali dia berusaha, bergulingan pula untuk menjauhi dari Ceng-ie Hujin. Ketika serangan Ceng-ie Hujin telah tiba, Mo Coa sudah tidak bisa berpikir lebih panjang lagi, dia menggerakkan tangannya untuk menangkis mengadu untung ....

XdwXkzX

TEPAT Ceng-ie Hujin tidak jadi meneruskan serangannya waktu melihat lawannya telah berusaha menangkis, dia merobah cara menyerangnya. Sambil menarik pulang tangan kanannya, dengan cepat sekali tangan kirinya bekerja, menghantam tepat sekali dada lawannya. 

Mo Coa sebetulnya ingin menangkis dan mengelakkan diri dari serangan itu, tetapi justru kesempatan tidak ada, dan akhirnya waktu tangannya terangkat dan bagian dadanya lowong, disaat itu pula tangan Ceng ie Hujin telah menyambar.

”Bukkk !" Suara benturan itu sangat keras dan kuat sekali.

Dengan mengeluarkan suara erangan, Mo Coa telah terbanting ditanah dekat ular2nya bahkan dua atau tiga ekor ular telah terduduki olehnya. Cepat sekali Mo Coa telah melompat berdiri lagi dengan muka yang merah padam.

”Jika hari ini aku Bwee Sian Giok tidak berhasil membinasakan dirimu dan menghirup darahmu, aku  bersumpah tidak akan hidup lebih lama lagi.”

Mendengar perkataan Bwee Sian Giok, Ceng-ie Hujin telah mendengus mengejek. ”Hemmm, engkau jangan bermimpi bisa merubuhkan aku, sedangkan kepandaianmu itu memang tidak seberapa tinggi ! Ayo kita mulai lagi main2 untuk menentukan siapa yang lebih atas dan siapa yang dibawah. !"

Kemudian Ceng-ie Hujin telah maju selangkah, kaki kanannya ditekuk sedikit, dan sambil mengeluarkan suara seruan yang nyaring sekali, tampak Ceng-ie Hujin telah menggerakkan tangan kirinya, lalu menyusul tangan kanannya bersiap sedia jika tangan kirinya itu hendak ditangkis oleh Mo Coa. Begitulah Ceng-ie Hujin telah menyerang saling susul dengan cepat sekali.

Dalam kesempatan itu, Ceng-ie Hujin telah menarik dua keuntungan baginya, yaitu per-tama2 justru Mo Coa belum sempat membenarkan kuda2 kedua kakinya, dan diapun tengah terluka didalam akibat pukulan Ceng-ie Hujin tadi, tentu saja diserang hebat seperti itu membuat Mo Coa jadi kelabakan.

Tetapi tanpa menantikan tibanya serangan, Mo Coa telah menjejakkan kakinya, dia telah melompat dengan cepat sekali kebelakang melewati barisan ularnya.

Ceng ie Hujin jadi mendongkol bukan main, dia telah mengeluarkan suara bentakan yang sangat keras sambil melompat melewati kepala ular2 itu.

Mo Coa melihat lawannya menyusul dia, iblis ini telah tertawa keras: ”Hemm...!" kata Mo Coa dengan geram. ”Apakah engkau bermaksud mengadu jiwa ? Sengaja aku telah mengalah, tetapi mengapa engkau justru terlalu mendesak aku? Jika memang engkau tidak mau menyudahi urusan ini biarlah aku akan mengerahkan pasukan ularku agar mengepung dirimu..."

Ceng-ie Hujin tidak takut oleh gertakan Mo Coa dan malah menerjang maju untuk melompat dan melakukan penyerangan yang hebat.

Mo Coa Bwee Sian Giok juga menyadarinya, jika dia masih melayani Ceng-ie Hujin, tentu dirinya yang akan menerima bencana, maka ia berusaha untuk menjauhi diri dari lawannya,

Sin Kun Bu Tek juga menyaksikan betapa kedua orang itu telah bertempur dengan mengeluarkan kepandaian mereka masing2, dan setiap serangan yang dilancarkan oleh salah seorang diantara kedua orang yang tengah bertempur itu, memang memiliki kekuatan yang bisa mematikan lawannya. Sedangkan Sin Han yang masih belum mengetahui dalamnya ilmu silat, jadi memandang tertegun saja, dia memang tidak bisa melihat jelas kedua orang yang tengah bertempur itu, karena Ceng ie Hujin dan Mo Coa Bwee Sian Giok ber-gerak2 gesit sekali seperti bayangan.

Ceng ie Hujin yang melihat dia belum juga berhasil merubuhkan lawannya, jadi semakin marah.

Tiba2 Mo Coa telah bersiul dengan suara yang sangat nyaring sekali. Suara siulan itu seperti juga menyebutkan barisan ularnya, sehingga tampak jelas sekali pasukan ular itu telah meluncur akan mendekati majikannya itu.

Ceng ie Hujin terkejut sekali, dia mengerti, sekali saja pasukan ular yang jumlahnya ribuan dan dari berbagai jenis itu berhasil mengurungnya, celakalah dia !

Tanpa memperdulikan lawannya, Ceng ie Hujin telah melompat berlari beberapa tombak jauhnya, untuk mengelakkan ular2 yang mendekatinya itu.

”Hahahaha,” tertawa Mo Coa dengan suara yang sangat nyaring sekali, lalu dia mengejek : "Mana kepandaianmu yang kau agul2kan? Hemmm, kini engkau jangan harap bisa lolos dari ular2 peliharaanku itu. !"

Kembali Mo Coa mengeluarkan siulan yang panjang, dan ular2 itu yang menjadi binatang peliharaannya, telah menggeleser mendekati Ceng ie Hujin dengan maksud ingin memagut dengan mulutnya yang beracun.

Ceng-ie Hujin jadi gentar juga melihat binatang melata itu telah mendekatinya. Ceng-ie Hujin telah mengerahkan tenaga murninya ditelapak tangannya, dimana kedua telapak tangannya itu berobah jadi bercahaya putih, bagaikan tangan terbuat dari perak. Ilmu ini yang dinamakan Pek Kong Ciang atau Ilmu Pukulan Udara Kosong. Cepat sekali dia telah menggerakkan sepasang tangannya, menghantam kearah ular2 yang berada paling dekat dengannya. Tanpa menyentuh ular2 itu, justru Ceng ie Hujin telah berhasil membinasakan belasan ekor ular2 yang tengah melata didekatnya.

Muka Mo Coa jadi berobah merah padam karena marah,  dia telah berkata : ”Walaupun engkau memiliki ilmu Pek Kong Ciang jangan harap engkau bisa lolos dari pasukan ularku itu...." Dan selesai berkata begitu tampak Mo Coa telah mengeluarkan siulan yang panjang.

Pasukan ular Mo Coa yang tadi berjalan lenggang lenggok per-lahan2, begitu mendengar suara siulan Mo Coa, ular2 itu seperti juga menjadi kalap, mereka telah menggeleser menerjang Ceng ie Hujin.

Yang luar biasa lagi adalah dua ekor ular hijau yang berukuran satu jari telunjuk manusia, yang telah melompat dengan gesit sekali menubruk kearah pergelangan tangan Ceng ie Hujin.

Ceng ie Hujin terkejut sekali, karena ia melihatnya bagaimana ular itu menerjang dan memagutnya, sehingga dalam sekejap mata, daging lengan Ceng ie Hujin telah terhujam gigi2 ular tersebut.

Sakit dan darah meliputi diri Ceng ie Hujin, dia juga telah beberapa kali mengebutkan tangannya agar ular itu melepaskan gigitannya.

Namun ular itu tetap menggigit, sehingga tubuhnya bergelantungan dilengan Ceng ie Hujin. Saking kesalnya Ceng ie Hujin telah menangkap ular itu dengan tangannya yang lain dan menariknya dengan cara menghentak.

Memang waktu itu sakit bukan main, namun gigitan ular itu bisa ditarik terlepas berikut sepotong daging lengan dari Cengie Hujin. Dengan gusar Ceng-ie Hujin membanting ular itu sampai remuk, karena kerasnya bantingan yang dilakukannya.

Muka Mo Coa jadi berobah cerah, tampaklah Bwee Sian Giok girang sekali melihat salah seekor ularnya telah berhasil menggigit. ”obat yang hebat bagaimanapun juga, tidak nantinya engkau bisa memunahkan racun ularku ini ! Ketahuilah olehmu, ular ini yang biasa dipanggil Ceng Coa, ular hijau. Tetapi ular hijau ini tidak sama dengan ular hijau biasa, karena jika potongan tubuh ular biasa agak besar, tetapi Ceng Coa milikku ini justru memiliki kelainannya. Nah, sebelum lewat sepuluh jam, tubuhmu akan hancur menjadi cairan ... ! Hehehehehe !!"

Wajah Ceng-ie Hujin jadi berobah merah padam, tampaknya dia sangat gusar. Dalam keadaan ini, tampak Cengie Hujin telah membentak keras: "Rupanya engkau memang manusia licik ! Cepat keluarkan obat pemunahnya !"

”Enak saja kau !" kata Mo Coa Bwee Sian Giok dengan suara mengejek : "Apakah obatku itu dibuat oleh kakek dan ayahmu?"

”Baiklah! Aku telah terlanjur terkena racun ularmu itu, maka biarlah aku mengadu jiwa denganmu, untuk mati bersama2 !"

Dan sambil berkata begitu, berulang kali Ceng-ie Hujin meng-gerak2kan tangan kanan dan kirinya dengan cepat sekali, kembali dia mempergunakan ilmu pukulan Pek Kong  Ciang...... begitu kedua tangannya bergerak, segera pula beberapa ekor ular telah terbinasakan.

Karena Ceng-ie Hujin merupakan seorang yang memiliki kepandaian lwekang sempurna maka dengan cepat sekali dia bisa melakukan pukulan2 yang beruntun mempergunakan tenaga lwekangnya. Pukulan Pek Kong Ciangnya tidak hanya melumpuhkan ular2 itu, namun juga berhasil meremukkan tubuh ular2 itu.

Mo Coa jadi marah sekali, dia telah mengeluarkan siulan lagi, yang nadanya sangat tinggi dan kuat sekali. Dan pasukan ular ini seperti juga tersentak dari kagetnya, mereka telah melompat beberapa tombak menerjang Ceng-ie Hujin. Rupanya siulan Mo Coa yang terakhir itu merupakan perintah buat ular2 tersebut.

Tetapi Ceng-ie Hujin memiliki ginkang yang menakjubkan, dia berhasil mengelakkan diri dari serangan ular2 berbisa ini.

Bahkan dengan beruntun Ceng-ie Hujin kembali mempergunakan telapak tangannya untuk memukul kepala ular ini, yang hancur seketika itu juga.

Mo Coa yang menyaksikan kejadian tersebut jadi mengeluarkan suara tertawa yang sangat keras sekali, diapun kemudian telah berkata : ”Hemm, coba kau keluarkan seluruh kepandaianmu, aku ingin melihatnya engkau sanggup atau tidak menghadapi ularku ini..!"

Lagi2 Mo Coa mengeluarkan suara tertawanya yang nyaring, diwaktu dia mengakhiri suara tertawanya itu, Mo Coa Bwee Sian Giok bersiul dengan suara tajam sekali.

Gerakan yang dilakukan ular2 itu jadi berobah lagi, sebab mereka seperti terpengaruh oleh suara seruan dari Mo Coa, majikan mereka.

Bagaikan kalap ular2 itu menerjang ke diri Ceng ie Hujin, gerakan ular2 itu yang berjumlah sangat banyak sekali cukup mengerikan juga Ceng ie Hujin.

Keruan Ceng ie Hujin jadi kelabakan dan berusaha untuk memukul jatuh ular2 itu yang menerjang dirinya. Diapun telah melindungi  diri  dengan  jurus  ”Ceng  Kong”  atau  "Seribu patung" dimana dia telah memutar kedua tangannya itu bagaikan titiran.

Sehingga dalam sekejap mata Ceng ie Hujin telah membinasakan ratusan ekor ular dan juga telah melindungi dirinya dengan ilmu "Ceng Kong", dan memang untuk sementara ini Ceng ie Hujin masih sanggup menghadapi terjangan gerombolan ular itu. Cuma saja dihatinya dia jadi berpikir : "Jika aku terus menerus bertempur dengan pasukan ular, tentu tenagaku akan habis ! Jika aku tidak terbinasa oleh pagutan ular ular itu, niscaya Mo Coa Bwe Sian Giok akan dapat mengambil kesempatan itu untuk membinasakan aku."

Karena berpikir begitu, tampak Ceng-ie Hujin telah mempercepat gerakan pukulan telapak tangannya, kembali dia membinasakan lagi puluhan ekor ular.

”Mo Coa, engkau manusia licik, dengan mengandalkan tentara ularmu ini, engkau ingin mencari kemenangan dariku ! Hemm, jangan mimpi, walaupun harus dikurung ular2mu itu aku sama sekali tidak gentar !"

Dan sambil berkata begitu, tampak Ceng ie Hujin menjejakkan kakinya, dia telah melompat menubruk ke arah Mo Coa.

Waktu kedua kakinya hampir menginjak tanah, disaat itulah tampak Ceng-ie Hujin menggerakkan tangan kanannya yang ingin menotok kedua mata Mo Coa.

Keadaan seperti ini membuat Mo Coa tidak dapat harus menangkisnya. Karena dia disaat itu berada dalam jarak yang tidak begitu jauh, juga telah membuat persiapan yang ter-gesa2 sehingga dia tidak berhasil untuk mengelakkan diri.

Waktu itu, tampak Ceng-ie Hujin telan menarik pulang tangannya, lalu menyusuli dengan gerakan tangan lainnya, karena Ceng-ie Hujin bermaksud membinasakan lawannya. Mo Coa juga tidak tinggal diam, dia telah mengeluarkan suara bentakan marah dan tangan kirinya diulurkan untuk mencengkeram baju bagian dada lawannya.

Ceng-ie Hujin tidak gentar menghadapi ancaman yang keras seperti itu, dia mengelak sambil memiringkan tubuhnya, kemudian dengan cepat sekali dia telah menabas dengan telapak tangan. Tabasan telapak tangan itu dilakukannya dengan kuat sekali, terdengar suara 'bukkk' yang keras sekali, dan kedua orang itu, yaitu Ceng-ie Hujin dan Mo Coa telah terhuyung mundur kebelakang beberapa langkah.

Kemudian tampak keduanya telah ber-siap2 lagi untuk saling melancarkan serangan.

Ceng-ie Hujin tidak takut menghadapi Mo Coa, justru yang ditakutinya adalah pasukan ular dari iblis Ular itu.

Mo Coa telah memonyongkan mulutnya memberikan perintah kepada ularnya melalui siulannya lagi.

Tetapi Ceng ie Hujin tidak mau memberikan kesempatan untuk Mo Coa bersiul, dia terus mencecar diri Mo Coa agar tidak sempat bersiul.

Sehingga Mo Coa jadi batal bersiul, karena dia harus memperhatikan baik2 terhadap serangan yang akan dilancarkan oleh lawannya.

Melihat kedua tangan dari Ceng-ie Hujin telah menyambar datang, maka Mo Coa cepat2 menangkisnya dengan mempergunakan tenaga lunak.

Dilawan lunak seperti itu, serangan Ceng ie Hujin seperti lenyap ditelan oleh kekuatan Mo Coa.

Ceng ie Hujin jadi terkejut merasakan tenaga serangannya seperti lenyap tidak ada bekasnya. ”Ihh !" berseru Ceng-ie Hujin dengan suara tertahan, karena dia terkejut bukan main.

Waktu itu Mo Coa telah mengeluarkan suara tertawa dingin

: ”Sekarang sudah selesai pertandingan kita, karena ada urusan lainnya yang perlu kuselesaikan, kita tunda sampai tiga tahun mendatang bertemu di Tiang-lo-kwan di Souwciu. Nanti kita bisa main2 sepuas hati.”

Dan tanpa menantikan jawaban dari Ceng ie Hujin, Iblis Ular ini telah memutar tubuhnya untuk berlalu.

Sedangkan Ceng-ie Hujin tidak mencegahnya, karena dia memang tidak mau mencari urusan dengan si Iblis Ular ini.

Ceng-ie Hujin tidak jeri menghadapi Mo Coa, tetapi justru pasukan Ular2nya itulah yang membuat dia ngeri.

Sedangkan Mo Coa telah melangkah jauh dan tanpa menoleh lagi dia telah mengeluarkan suara siulan yang nyaring sekali, seperti juga dia memberikan perintah kepada Ular2nya ini untuk berlalu dari tempat tersebut. Binatang melata yang jumlahnya ribuan itu beringsut-ingsut mengikuti majikannya, yaitu Mo Coa, meninggalkan tempat itu dengan mengeluarkan suara desis yang ramai sekali.

Ceng ie Hujin jadi bergidik melihat pasukan ular Mo Coa. Ceng ie Hujin ini membayangkan, kalau saja dia diserbu oleh pasukan ular Mo Coa, niscaya sulit sekali baginya untuk menghindarkan gigitan satu atau dua ekor ular Mo Coa itu.

Sin Kun Bu Tek menarik tangan Sin Han diajak untuk menjura memberi hormat guna mengatakan terima kasih mereka atas pertolongan Ceng ie Hujin.

Tetapi waktu Sin Kun Bu Tek menjura sambil berkata, "Terima kasih atas pertolongan Liehiap..." disaat itulah Ceng ie Hujin telah mendengus dingin. ”Siapa yang sudi menolongmu ?" tegur Ceng ie Hujin dengan suara yang tawar, mukanya juga tidak enak dilihat. ”Aku sedang mengurus persoalan aku, tidak ada sangkut paut dengan diri kalian. !"

Sin Kun Bu Tek Lo Ping Kang dan Sin Han jadi tertegun mendengar perkataan Ceng ie Hujin. Lebih lebih Sin Kun Bu Tek, dia tidak menyangka bahwa Ceng-ie Hujin akan mengeluarkan kata2 yang kasar seperti itu.

”Lihiap..." kata Sin Kun Bu Tek Lo Ping Kang sambil menatap kepada Ceng-ie Hujin.

”Ketahuilah, bahwa apa yang dilakukan tadi adalah urusanku, bukan untuk menolongi kalian! Aku memang memiliki persoalan dengan Siang Niauw Pek Sian dan istrinya itu, yaitu Mo Coa ! Hemmm, aku justru ingin membinasakan mereka untuk menyelesaikan persoalanku.....sayang Mo Coa terlalu tangguh dengan pasukan ularnya.”

Dan setelah berkata begitu, Ceng ie Hujin telah menghela napas panjang.

Sin Kun Bu Tek telah menatap lagi sekian lama pada Cengie Hujin, kemudian katanya. ”Walaupun Liehiap tidak bermaksud menolongku, tetapi memang kenyataan yang ada telah memperlihatkan, jiwa kami selamat karena pertolongan tidak langsung yang diberikan Liehiap. Jika tidak, bagaimana kami bisa hidup sampai sekarang? Menghadapi Siang Niauw Pek Sian saja aku tidak sanggup, apa lagi harus menghadapi isterinya itu. "

”Sudahlah !" kata Ceng-ie Hujin dengan suara yang tawar dan muka yang tidak senang, rupanya dia tengah diliputi kemendongkolan yang sangat. ”Jangan kau menambah kemendongkolanku ! Pergilah !!" Perkataan Ceng-ie Hujin seperti itu tentu saja merupakan perkataan yang kasar, membuat Sin Kun Bu Tek tersinggung, mukanya berobah merah.

”Terlalu temberang dan sombong sekali wanita tua ini !" pikir Sin Kun Bu Tek didalam hatinya, tetapi diapun telah berkata : ”Baiklah, terima kasih atas bantuan tadi yang diberikan liehiap. !"

Ceng-ie Hujin hanya mendengus saja, kemudian dia memutar tubuhnya, beberapa kali lompatan saja dia telah lenyap dari pandangan mata Sin Kun Bu Tek dan Sin Han.

Sin Kun Bu Tek juga mengajak muridnya untuk berlalu. Dua hari mereka melakukan perjalanan, dan tiba dipinggiran kota Lam ciu-kwan, sebuah kota yang padat penduduknya, karena sampai dipinggiran kotapun banyak sekali orang yang berlalu lalang.

Sin Kun Bu Tek telah mengajak Sin Han singgah disebuah kedai arak. Disitu telah banyak pengunjungnya, tetapi masih ada beberapa meja kosong, sehingga Sin Kun Bu Tek dan Sin Han leluasa memilih meja didekat jendela.

Pelayan yang melihat tamunya ini merupakan pengemis tua dan pengemis kecil, jadi memandang sinis. Tetapi Sin Kun Bu Tek cepat mengeluarkan seraupan uang hancuran seberat lima tail, diberikannya kepada pelayan itu: ”Siapkan beberapa macam makanan dan lebihnya boleh kau ambil. "

Peristiwa seperti ini tidak di-sangka2 oleh si pelayan sehingga dia memandang tertegun sejenak, dan kemudian tergesa2 pergi ke belakang mempersiapkan santapan untuk Sin Kun Bu Tek. Waktu pelayan itu menyusun makanan yang telah matang, sikapnya menghormat sekali.

Sin Kun Bu Tek telah bersantap dengan bernafsu sekali, karena  dia  melihat  sayur2  yang  disajikan  merupakan  sayur yang lezat2. Begitu pula halnya dengan Sin Han, biasanya sang guru mencuri makanan dari rumah makan, dan kini justru dia bersama gurunya bersantap dirumah makan, jelas dia lebih berselera lagi.

Tetapi waktu Sin Kun Bu Tek dan Sin Han bersantap, tiba2 terdengar suara seseorang di luar pintu kedai arak ini : ”Apakah kau melihat seorang lelaki berusia lima puluhan tahun, dengan kumis tipis tanpa jenggot, memakai baju hijau ?” suara itu bernada sabar dan ramah sekali.

”Tidak...!" pelayan diluar pintu menyahuti. ”Mungkin orang yang Taisu cari tidak lewat di kota ini ... !"

Terdengar suara menghela napas dari si penanya tadi, tampaknya dia tengah berpikir sejenak lamanya, sampai akhirnya dia telah berkata lagi : ”Baiklah, siapkan meja untukku lengkap dengan sayur2 tanpa daging ...!"

”Baik Taisu, silahkan masuk..!” kata pelayan yang diajak ber-cakap2 tadi.

Sin Kun Bu Tek dan Sin Han telah menoleh kearah pintu, saat itu tengah melangkah masuk seorang pendeta dengan pakaian yang diselempangkan, memelihara jenggot dan kumis yang pendek, namun lebat. Rambutnya dikonde, hidungnya mancung, dan juga pipinya merah, bersinar segar. Dialah seorang pendeta asing, seperti juga pendeta dari Lhasa, Tibet ataupun juga pendeta dari India, seperti diketahui bahwa Hweshio (pendeta) agama Buddha di Tiong-goan selalu mencukur rambut dan memiliki kepala yang botak licin, namun pendeta India umumnya memelihara rambut walaupun sebagai pemeluk agama Buddha, karena peralihan antara agama Buddha dan Hindu masih memiliki kekuatan yang berimbang di India.

”Suhu. bukankah itu Gunal Sing ?" tanya Sin Han waktu

melihat pendeta dari India itu. Sin Kun Bu Tek juga jadi girang, dia sampai cepat2 berdiri menyambut pendeta itu.

”Gunal Sing Taisu ....!" panggilnya dengan suara riang. ”Ternyata kita berjodoh bertemu kembali disini."

Sambil berkata begitu si pengemis Lo Ping Kang telah menjura memberi hormat kepada Gunal Sing. Sedangkan Sin Han juga telah memberi hormat kepada pendeta India itu.

Cepat2 Gunal Sing meminta kepada guru dan murid itu agar jangan telalu banyak peradatan.

”Mari kita bersantap bersama, Taisu !" kata Sin Kun Bu Tek. ”Pertemuan ini tentu sangat menggembirakan sekali, aku si pengemis miskin yang mengundang Taisu untuk ditraktir.   ” Gunal Sing tersenyum sabar waktu mendengar perkataan Sin Kun Bu Tek, dia telah duduk dikursi yang lainnya, santapan untuk pendeta ini juga diantar pelayan ke meja SinKun Bu Tek.

”Maafkan Siauwkeng (pendeta kecil) tidak makan barang berjiwa....!” kata Gunal Sing setelah pelayan itu selesai mempersiapkan santapan untuknya.

Sambil bersantap, mereka ber-cakap2 dengan gembira. Terutama sekali Sin Kun Bu Tek yang berulang kali menyatakan terima kasihnya kepada Gunal Sing yang telah menolonginya.

”Sesungguhnya...." kata Gunal Sing dalam suatu kesempatan. ”Kedatangan Siauwceng kedaratan Tionggoan, ingin menyebar luaskan pelajaran sang Buddha. Disamping itu, Siauw-ceng juga seringkali mendengar bahwa didaratan Tionggoan banyak sekali pendekar2 Kangouw yang memiliki kepandaian yang tinggi dan sempurna dalam ilmu silat.. Siauwceng tertarik sekali untuk melihat semua itu, .. sengaja Siauw-ceng telah melakukan perjalanan yang jauh untuk melihat dengan mata kepala sendiri ilmu silat didaratan Tionggoan...! Disamping itu juga, keindahan alam pemandangan yang dimiliki Kanglam (daerah selatan) ini, telah menggugah hati Siauw-ceng untuk melihatnya.”

Sin Kun Bu Tek tertawa mendengar perkataan si pendeta, dia telah berkata, ”Mungkin orang yang menceritakan segalanya kepada Taisu hanyalah melebih-lebihkan saja ! Buktinya, waktu Taisu menolong jiwaku, kepandaian Taisu jauh beberapa tingkat lebih tinggi dari kepandaianku maupun kepandaian orang yang Taisu rubuhkan !"

Si pendeta tersenyum sabar.

”Siancai ! Siancai !" katanya kemudian dengan suara yang tenang.  ”Tetapi  kini  Siauw-ceng  memang  telah  beruntung dapat menyaksikan sendiri betapa kepandaian yang dimiliki pendekar2 didaratan Tionggoan sangat hebat, hanya mereka kurang melatih diri. Jika memang ada kesempatan, Siauw-ceng juga ingin mendirikan kuil dan memberikan bimbingan kepada mereka yang memiliki bakat baik dan tulang yang sempurna !"

Sin Kun Bu Tek jadi gembira sekali mendengar perkataan si pendeta, dia telah berkata dengan suara yang riang. ”Taisu, jika memang begitu maksud Taisu, mungkin muridku ini cocok sekali untuk menerima keberuntungan dididik oleh Taisu.” kemudian si pengemis Lo Ping Kang memberi isyarat kepada muridnya.

Sin Han juga mengerti arti isyarat dari gurunya itu, cepatcepat dia telah bangun berdiri dan berlutut mengangguk kepala beberapa kali kepada pendeta Gunal Sing itu.

”Oh anak yang manis, jangan banyak peradatan..." kata Gunal Sing dengan suara yang lembut dan sabar, dia juga telah memegang bahu Sin Han, yang akan diangkatnya bangun berdiri.

Sin Han mana bisa membandel? Tenaga tarikan Gunal Sing sangat kuat sekali ! dan karena Sin Han tetap berlutut, dia terangkat dalam keadaan berlutut.

”Berdirilah anak manis...!" kata Gunal Sing sambil tersenyum gembira, ”Kelak jika kita berjodoh bertemu pula, maka aku akan menurunkan kepandaian tenaga dalam yang berasal dari ilmu Yoga yang dicampur dengan latihan pernapasan yang kuperoleh didaratan Tionggoan ini  selama aku mengembara, dimana kedua jenis latihan yang sebetulnya berlainan itu telah berhasil kugabungkan."

Sin Han girang bukan main, dia telah meluruskan kakinya, maka dia bisa berdiri dihadapan si pendeta sambil katanya : "Terimakasih Taisu......budi Taisu tentu  tidak  akan  kulupakan. !" Gunal Sing telah berkata lagi : ”Sebetulnya aku tengah mengejar seseorang ! Orang itu merupakan iblis yang sangat

kejam dan membahayakan bagi jago2 didaratan Tionggoan. Dia berasal dari daratan Persia dan memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali yang sulit untuk ditundukkan. Hal ini  bukan aku sangat mengagul-ngagulkan kepandaian iblis itu, memang sesungguhnya dia merupakan iblis yang benar2 tangguh dan memiliki kepandaian yang tinggi disamping itu juga sangat aneh sekali. Itulah sebabnya, karena memikirkan keselamatan dari orang2 didaratan Tionggoan ini, terpaksa Siauwceng melakukan pengejaran. Siauw ceng bermaksud untuk membasminya, karena telah terlalu banyak dosa yang dilakukannya.”

Sin Kun Bu Tek jadi memandang tertarik, tanyanya : "Lalu sekarang, apakah Taisu sudah mengetahui jejaknya ?"

Gunal Sing menggeleng.

”Dua hari yang lalu aku berhasil bertemu dengannya, memergoki disaat dia ingin memperkosa seorang gadis, dimana ayah dan ibu mau pun kakak adik dari si gadis telah dibinasakan dengan cara yang kejam, yaitu disamping kepala mereka dihajar pecah, pun tubuh mereka telah dirusak dengan cara yang benar2 mengerikan ! Tentu saja hal ini membuat Siauwceng merasa pedih dihati dan menyesali mengapa didunia ini bisa terdapat manusia berhati srigala, bahkan lebih kejam dari serigala itu sendiri.... Dan kebetulan sekali justru Siauwceng tiba sebelum iblis Persia itu berhasil merusak kehormatan calon korbannya itu, dan kami telah bertempur tiga hari tiga malam tanpa berkesudahan, sehingga akhirnya kami sama2 letih, dan duduk mengaso menghentikan pertempuran itu. Sedangkan si iblis telah mempergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri ! Memang kepandaian iblis itu masih berada satu tingkat dibawah kepandaian Siauw-ceng namun untuk merobohkannya tidaklah mudah. Dengan berhasilnya dia melarikan diri, berarti Siauw ceng harus mengikuti jejaknya lagi. Inilah yang sulit. "

”Siapakah nama iblis Persia itu, Taisu ?” tanya Sin Kun Bu Tek tertarik sekali.

”Di Persia dia memang merupakan jago yang sulit dicari tandingannya. Dia bernama Koko Timo, kepandaiannya mirip2 dengan kepandaian Siauw ceng, karena rupanya diapun mempelajari aliran latihan Yoga sehingga lwekangnya itu telah mencapai tingkat yang sempurna ! Tetapi jika Siauw ceng tidak berhasil merubuhkannya dan memunahkan kepandaiannya, niscaya keselamatan dari para jago2 didaratan Tionggoan terancam oleh bahaya yang tidak kecil, disamping itu juga isteri dan anak orang baik2 akan terancam kehormatannya. !"

Setelah berkata begitu, Gunal Sing berulang kali menghela napas, mukanya muram dan tampaknya dia jengkel sekali.

”Taisu, jika memang Taisu membutuhkan bantuan, perintahkan saja, aku tentu akan melakukan perintah Taisu tanpa berpikir dua kali, aku yakin Taisu berdiri di pihak yang benar untuk membasmi kebathilan ! Walaupun harus terjun kedalam kobaran api, tentu aku si pengemis miskin Lo Ping Kang akan melakukannya dengan hati rela, asalkan Koko Timo dapat dihancurkan. !"

Gunal Sing tersenyum sabar, wajahnya yang muram telah lenyap, kini tampak berseri.

”Terima kasih ! Terima kasih !" kata si pendeta setelah lewat sekian lama. ”Walaupun tidak mudah untuk merubuhkan Koko Timo, tetapi diapun tidak akan bisa merubuhkan Siauw ceng. Justru yang terpenting, bagaimana Siauw ceng mencari kelemahannya, untuk merubuhkannya dan memusnahkan ilmunya itu ! Koko Timo saat sekarang berusia lima puluhan tahun, memakai baju berwarna hijau dan memelihara kumis yang  tipis  tanpa  jenggot.  Dia  mudah  dikenali,  karena  dia bangsa asing untuk daratan Tionggoan....! Sekarang yang terpenting sekali, Siauw-ceng harus dapat menemui jejaknya...!"

Sin Kun Bu Tek mengangguk perlahan, kemudian dia telah berkata lagi dengan nada yang hati2 sekali : ”Taisu ...apakah kami bisa ber-sama2 Taisu mencari orang Persia itu?"

Gunal Sing tersenyum sabar, katanya, ”terima kasih, kalian memang baik sekali, terima kasih ! Tetapi kepandaian Koko Timo sangat tinggi sekali, dia memiliki lwekang yang sempurna, yaitu cara mengatur pernapasan yang dikombinasikan dengan pernapasan dari negeri lainnya ! sehingga dengan memiliki latihan pernapasan dari beberapa aliran, Koko Timo memang sudah memiliki kepandaian yang luar biasa hebatnya! Aku sendiri belum tentu dapat merubuhkannya. "

Setelah berkata begitu, Gunal Sing telah berhenti sejenak, kemudian dia baru melanjutkan perlahan sekali. “Dan kukira lebih leluasa, jika Siauwceng (aku pendeta kecil) yang mencarinya. "

Sin Kun Bu Tek mengerti, itulah penolakan secara halus. “Baiklah Taisu…semoga usaha Taisu berhasil !" kata Sin

Kun Bu Tek.

Saat itu Gunal Sing telah berkata lagi : "Sesungguhnya, keadaan Siauw-ceng juga belum memungkinkan bisa memenangkan dia, tetapi Siauw ceng berusaha untuk membendung kejahatan2 yang biasa dilakukannya. !"

Sin Kun Bu Tek mengangguk sambil mengeluarkan pujian untuk pendeta tersebut.

Gunal Sing tersenyum, katanya dengan suara yang sabar : "Apa itu arti sanjungan dan pujian? Kosong, semuanya tidak berisi. Apa pula artinya caci maki dan sumpah serapah, semua itupun Kosong. Yang ada, haruslah ada pengertiannya, dengan adanya pengertian tentu semuanya akan berjalan dengan lancar."

Sin Kun Bu Tek cepat2 menyatakan terima kasihnya. ”Taisu telah memberikan wejangan yang sangat berarti, dan

nasehat Taisu tidak akan kulupakan.... !" kata si pengemis Lo Ping Kang.

”Selama setengah tahun berkelana didaratan Tionggoan banyak sekali orang2 Han yang tidak mengetahui siapa adanya Siauw-ceng, maka mereka selalu memberikan nama kepadaku dengan sebutan Tat Mo, dan gelaran seperti itu memang tidak memberatkan Siauw-ceng, hanya justru embel2 yang ada, yaitu perkataan Cauwsu dibelakang dari Tat Mo, merupakan pujian kosong yang terlalu tinggi melambungkan Siauw-ceng, sehingga Siauw-ceng jadi kuatir kalau2 nanti nama Tat Mo Cauwsu hanya merupakan nama kosong belaka...!"

Itulah kata2 merendah dari Gunal Sing atau Tat Mo  Cauwsu yang tidak ingin dipuji dan disanjung berlebihan.

Tetapi Sin Kun Bu Tek telah menepuk tangannya sambil berkata : ”Bagus ! Memang kepandaian seperti Taisu sulit dicari duanya ! Taisu sudah memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya dan juga lwekang yang sempurna. Maka nama Tat Mo Cauwsu itu memang tepat sekali diberikan untuk Taisu."

Gunal Sing mengeluarkan kata2 merendah. Setelah bercakap2 beberapa saat lagi, Tat Mo Cauwsu atau Gunal Sing telah meminta diri untuk melanjutkan perjalanannya.

Waktu bangkit dari duduknya, Gunal Sing telah menoleh kepada Sin Han : ”Jika kelak aku memiliki kesempatan berjodoh  bertemu  lagi  dengan  kau,  anak  yang  manis,  tentu Siauw-ceng akan menurunkan beberapa macam ilmu kepandaian untukmu !"

Sin Han cerdas, segera dia juga berlutut menyatakan terima kasihnya : ”Budi Taisu tidak akan tecu (murid) lupakan ... !"

Cepat2 Gunal Sing membalas penghormatan Sin Han, katanya : ”Bukan berarti aku menjadi gurumu, nak ! Nanti aku hanya menghadiahkan saja, karena sekarang2 ini aku belum lagi bermaksud menerima murid, karena masih banyak persoalan yang harus Siauw-ceng selesaikan ... !"

Sin Han mengucapkan terima kasihnya sekali lagi, lalu katanya : ”Baiklah Taisu, tetapi terimalah pernyataan terima kasihku ..."

Dan sekali ini Sin Han telah memberikan hormat tanpa berlutut, dia hanya menjura membungkukkan badannya.

Tat Mo Cauwsu atau Gunal Sing, tidak mengelakkan diri lagi dari penghormatan itu, dia hanya memegang bahu Sin Han untuk diangkat agar anak itu tidak memberi hormat lebih jauh.

Kepada Sin Kun Bu Tek, Gunal Sing juga telah berkata sambil tersenyum : ”Lo-heng (saudara Lo) muridmu memiliki bakat dan tulang yang baik, dia merupakan bahan yang baik sekali, maka engkau harus mendidiknya baik baik.”

Sin Kun Bu Tek cepat2 mengangguk !

”Benar Taisu," katanya sambil tertawa, ”Apa yang dikatakan oleh Taisu memang benar! Tetapi, jika anak ini memperoleh bimbingan dariku, seorang guru yang butut dan tidak memiliki kepandaian apa2 tentu sayang sekali bakat bagus itu ter-sia2, untung saja Tai-su tadi telah menjanjikan dalam suatu kesempatan akan menurunkan ilmu silat kepadanya, sehingga kelak aku tidak perlu menelan kepahitan dari perkataan orang2 yang mengatakan murid Sin Kun Bu Tek tidak punya guna !" “Siancai ! Siancai ! Siecu (anda) terlalu merendahkan diri ! Dan juga tampaknya lidah Siecu pandai sekali, sehingga dengan berkata begitu Siecu telah mengikat diriku dengan janjiku ini...!"

Dan setelah berkata begitu, Tat Mo Cauwsu telah tertawa ber-gelak2. Sin Kun Bu Tek tertawa dengan suara yang gembira.

Waktu Tat Mo Cauwsu telah berlalu, Sin Kun Bu Tek menghela napas sambil meng-geleng2kan kepalanya : ”Itulah namanya gunung yang sangat tinggi masih ada yang lebih tinggi lagi, begitu pula dengan kepandaian ilmu silat ! Semula aku menduga bahwa kepandaianku sudah cukup tinggi dan jarang yang bisa menandinginya, tetapi setelah bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, segera kurasakan bahwa kepandaianku belum ada sepersepuluh dari kepandaiannya ... ! Itulah sebabnya aku harus menyadari kenyataan seperti ini, beberapa kali aku bertempur dengan Siang Niauw Pek Sian, Mo Coa dan lain2nya, tetapi ternyata aku tidak berdaya apa2 sewaktu menghadapi mereka ! Maka dari itu, yang jelas aku memang harus berlatih diri lagi ... !”

Sin Han mengawasi gurunya dengan penuh perhatian, diapun telah bertanya : ”Suhu...!" katanya kemudian. ”Apakah kepandaian dari pendeta itu memang luar biasa sekali ?"

”Memang begitu keadaannya, kepandaiannya hebat sekali ! Tetapi bukan berarti dia tidak memiliki lawan yang punya kepandaian setinggi dia, hanya jarang ada orang yang bisa menandingi kepandaiannya ! Maka engkau, Sin Han selanjutnya engkau harus belajar yang giat, dan kelak jika memang masih berjodoh sehingga kau bisa bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, berarti engkau bisa memiliki kepandaian yang lebih tinggi lagi. !" ”Terima kasih suhu, semua ini berkat bantuan dan budi suhu juga...!" kata Sin Han. ”Aku bersumpah akan mempelajari dan melatih diri sebaik mungkin, agar tidak mendatangkan malu pada suhu. !"

Sin Kun Bu Tek tampaknya girang bukan main mendengar janji muridnya itu, dia telah berkata : ”Bagus! Bagus! Besok aku akan mulai menurunkan jurus2 dengan mempergunakan senjata tajam, disamping itu akupun akan mengajarimu ilmu mengatur pernapasan !"

Sin Han mengucapkan terima kasihnya lagi.

Tidak lama kemudian, guru dan murid telah meninggalkan kedai arak itu untuk melanjutkan perjalanan mereka.

XdwXkzX

TAT MO CAUWSU atau Gunal Sing, begitu keluar dari kedai arak itu, telah mengambil jalan kearah barat, dia bermaksud untuk melanjutkan perjalanannya dengan mengambil kearah barat, dimana begitu dia keluar dari pintu kota, dia bisa mengambil kearah Selatan, karena tujuannya adalah kota Phung-sie kwan sebuah kota yang tidak begitu besar dan tidak begitu padat penduduknya. Menurut penyelidikannya, justru Koko Timo bersembunyi mengasingkan diri dikota itu, untuk melatih semacam ilmu dari kitab mustika yang diperolehnya ditanah Persia.

Dalam pengejaran kepada Koko Timo itu, Gunal Sing atau Tat Mo Cauwsu ini telah melakoni banyak sekali perjalanan jauh, tetapi karena Tat Mo Cauwsu memang bermaksud membasmi kebathilan, dan dia juga merasakan bahwa melakukan pengejaran kepada Koko Timo bukan merupakan pekerjaan yang ringan disamping dia harus menyelidiki, juga jika kelak telah saling jumpa, mereka akan terbentur dalam suatu pertempuran yang seru sekali, sebab Koko Timo memang memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya, hampir berimbang dengan kepandaian dia sendiri.

Cuma satu keuntungan dari Tat Mo Cauwsu sebagai orang beribadat, dia memiliki iman yang jauh lebih kuat dan Koko Timo, disamping itu juga dia memiliki ilmu kebathinan disamping Lwekangnya yang sempurna.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar