Pendekar Latah Bagian 65 (Tamat)

 
Bagian 65

Senjata rahasia dari luar tetap memberondong masuki untung pukulan Liu Goan-ka deras dan kuat, hakikatnya senjata rahasia itu tak kuasa disambitkan kearah sini secara tidak langsung, dia bantu Liu dan Hoa menangkis serangan senjata rahasia itu.

Kedua pihak tetap bertahan, kalau dilanjutkan lama kelamaan Liu dan Hoa jelas tidak akan memungut keuntungan, Keadaan memaksa mereka untuk bertindak cepat menyelesaikan pertempuran ini, namun Iwekang Liu Goan-ka jauh lebih tinggi, betapapun sulit untuk bertindak.

Puluhan jurus lagi, Hong lay-mo-li sudah mandi keringat napas siau-go-kian-kun juga mulai memburu, sebaliknya semakin tempur Liu Goan-ka semakin gagah dan kuat, keadaanya lebih mantap dan diatas angin.

Dalam pada itu, Kongsun Ki duduk membelakangi dinding, mata terpejam mengatur napas, sepatah katapun tidak bersuara. Walau keadaan dirinya kepayahan, namun Hong- lay-mo-li masih perhatikan sekelilingnya berjaga dan waspada.

Agaknya Liu Goan-ka sengaja memberi kelonggaran kepada Kong-sun Ki untuk memperpanjang jiwa, hebat kekuatan pukulannya, namun tiada yang mengenai badan Kongsun Ki.

Dia ingin menyaksikan Kongsun Ki mengalami siksa dan derita Jau-hwe-jip-mo terakhir, maka dia tidak ingin orang mampus secara percuma. Keadaan Liu dan Hoa semakin payah, se-konyong2 Kongsun Ki melompat berdiri, seraya menggerung beringas, "Huuuuaaah" darah menyembur dari mulutnya semptrotan darah yang keras ini menyembur ke-arah Liu Goan-ka sehingga sekujur badannya basah kuyup.

Hong- lay-mo-li kira Kongsun Ki terluka oleh damparan pukulan Liu Goan-ka, kagetnya bukan main. Baru saja dia hendak menerobos kesana melindunginya, tak kira gerakan Kongsun Ki amat sebat, tiba2 dia menyelinap kedepan Liu Goan-ka, karena semburan darah Kongsun Ki, Liu Goan-ka menjadi gelagapan dan mukanya terasa pedas dan panas, kedua matapun tak kuasa dipentang, kejadian diluar dugaannya lagi mendadak "Blang" dadanya terkena pukulan keras Kong-sun Ki.

Liu Goan-ka keluarkan lengking tinggi dan keras, disaat badan sempoyongan, sigap sekali pedang Hong- lay-mo-li menusuk lambungnya, demikian pula kipas siau-go-kiankun mengetuk remuk tulang pundaknya, bagai orang mabuk langkah Liu Goan-ka limbung, mulutnya menyeringai dan berteriak:

"Kongsun Ki kau, kau kejam betul" belum lenyap caranya badannya tersungkur roboh, darah meleleh dari tujuh indra- nya jiwapun melayang. Girang Hong- lay-mo-li, serunya:

"suheng, kau sudah pulih Iwekangmu?"

Pucat pias muka Kongsun Ki, katanya tertawa getir: "Aku... aku tak tahan lagi, aku mampus bersama bangsat

tua ini, meramlah mataku, kau, kau tidak usah repot mengurusiku lagi"

suaranya semakin temali dan badan menjadi lemas.

Ternyata pada detik2 terakhir ini, Kongsun Ki kerahkan Thian mo-kay-deh-tay-hoat dari aliran sesat yang paling ganas, dia roboh mampus bersama Liu Goan-ka, meski saat kematiannya menjadi lebih cepat dari suratan takdir, untunglah Liu Goan-ka sibuk menghadapi Liu dan Hoa, kalau tidak sulit juga bagi Kongsun Ki untuk turun tangan.

Lekas siau-go-kian-kun tutuk Toa cui-hiat Kong-sun Ki, inilah cara praktis untuk menolong sementara, setelah Hiat-to tertutuk, darah tidak akan menerjang naik merangsang otaki Kongsun Ki tidak akan seketika mati, setelah menutuk Hiat-to orang, siau-go-kian-kun segera panggul Kongsun Ki, bersama Hong- lay-mo-li menerjang keluar.

Tak ingin meninggaikan korban tak berdosa, maka Hong- lay-moli merogoh segenggam mata uang tembaga, dengan gerakan thian- li-san- hoa (bidadari menyebar kembang) dia timpukan uang tembaga itu sebagai senjata rahasia, maka terdengarlah suara jeritan saling susul di sana sini, puluhan Lama tertimpuk roboh, cepat sekali Liu dan Hoa sudah keluar dari Lama-kiong.

Tampak kobaran api dipuncak sebrang masih me-nyala2, bayangan orang berlari kian kemari, disamping sibuk menolong orang, merekapun sibuk mencari jejak musuh.

Cepat sekali mereka kembangkan Ginkang keluar dari Holin, sekaligus mereka berlari tiga puluhan li, setiba dipadang rumput, cuaca semakin remang, fajar telah menyingsing.

Hong- lay-mo-li berkata:

"Marilah istirahat dulu. suheng, bagaimana keadaanmu?" siau-go kian- kun turunkan Kongsun Ki, Hong- lay-mo-li

segera memeriksa nadi orang, terasa denyut darah orang terlalu kacau dan lemah. Dari ayahnya dia pernah mempelajari ilmu kedokteran, maka dia tahu bahwa penyakit Kongsun Ki sudah tidak mungkin disembuhkan dan susah ditolong lagi.

"sumoay" ujar Kongsun Ki getir, "syukur kau masih ingat hubungan lama, menolongku keluar, aku sungguh amat berterima kasih jangan kau susah payah untukku lagi. Aku, aku memang pantas mati sesuai perbuatanku, hanya, aku mohon kau suka laporkan kepada ayah, katakan bahwa aku betul2 sudah bertobat dan insaf, sayang aku tak bisa berlutut dihadapannya untuk mohon ampun."

"Kejadian yang sudah lalu anggaplah sudah tiada... asal kau sudah bertobat dan insaf ayah pasti mengampunimu.Jangan kau putus asa, kita akan kembali ke Kong-bing-si. bukan mustahil..." pikir Hong-Iay-mo-li manusia punya bisa Tuhan punya kuasa, dia harap Kongsun Ki masih punya tekad hidup, Jikalau kuat bertahan sampai tiba di Kong- bing-si, kemungkinan masih ada setitik harapan untuk menolong jiwanya, Tapi dia juga tahu harapan ini teramat minim maka hanya setengah kata2nya tidak tega dia ucapkan lagi.

Umumnya setiap manusia menjelang ajal mempunyai saat2 titik terang yang menjunjung jiwanya sehingga pikirannya jernih dan semangatnya bergairah. Masa lalu serta kejadiannya kembali terbayang pada benak Kengsun Ki, terbayang olehnya dua orang yang paling menyayangi dirinya, seorang adalah ayah, seorang lagi adalah istrinya yang pertama siang Pek-Hong.

siang Pek-Hong ajal dibunuh oleh tangannya sendiri ayahpun menjadi hampir tanpa daksa karena perbuatannya yang durhaka, malah karena perbuatan dirinya selama ini, beliau kehilangan muka dihadapanpara Enghiong seluruh jagad.

Terbayang lagi akan siang Ceng-hong yang paling penasaran karena diperistri secara paksa, usia masih muda, namun masa remajanya telah dirusak olehnya. Lebih menyesalkan lagi adalah putranya, karena kesesatannya pula sehingga siang Ceng-hong harus ikut menderita dan anaknya tersiksa selama 18 tahun, dengan tega dia melukai anaknya sendiri dengan pukulan beracun sehingga sang ibu sejengkalpun tak bisa meninggalkan sang putra, harus merawat dan mengobatinya dengan tekun dan teliti, baru bocah tak berdosa itu punya harapan hidup dan tumbuh dewasa dan pulih kesehatannya.

Teringat akan segala-dosa dan perbuatannya itu, setajam gigitan ular menusuk sanubarinya. Derita batin ini jauh lebih menyiksa lubuk hatinya dari penyakit Jau-hwe-jip-mo.

Akhirnya tak tahan Kongsun Ki sesenggukan memeluk kepala dan sesambatan:

"Aku bukan manusia, aku bukan manusia"

Diam2 siau-go-kian-kun membatin: "Karma Kau akhirnya termakan sendiri akan dosamu selama ini" segera dia ulur tangan mendempel punggung orang, dengan saluran tenaga murninya dia bantu orang bertahan untuk sementara, katanya:

"Kongsun-toako masih ada pesan apa lagi yang perlu kau tinggalkan?"

"Keatas aku berdosa terhadap ayah ibu, kebawah bersalah terhadap anak istri, putraku itu, putraku itu... a i, sekarang tiada yang perlu kukatakan lagi, hanya ingin segera mangkat saja. sumoay, kasihanilah aku, berilah tusukan pedang mu supaya aku lekas mangkat"

"suheng, jangan kuatir." bujuk Hong- lay- mo-li,

"putramu sekarang berada di Kong-bing-si, ayahku sendiri yang merawatnya. Khing Ciau sudah mengajarkan ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng ling-cu kepada siang Ceng-hong, Ceng-hong akan bantu menguras kadar racun dalam tubuh anaknya. Mereka ibu beranak takkan tersiksa lagi 18 tahun lamanya.

"Bagaimana ayahku? Ayah terluka oleh pukulan beracunku, bagaimana keadaannya sekarang? Ai umpama ayah sudi mengampuni putranya yang tak berbakti ini, aku sendiri takkan bisa mengampuni diriku sendiri" "suhu sedang merawat luka2nya di Kong-bing-si juga, Bing- bing Taysu kerja sama dengan ayahku untuk mengobatinya, penyakit tanpa daksanya sudah mulai sembuh, bulan ya lalu waktu Hi-tiong berada disana, katanya suhu sudah bisa berjalan, sebelum akhir tahun ini, Iwekangnya sudah akan pulih seperti sedia kala."

Kongsun Ki menghela napas lega, katanya:

"Dosa2ku ada orang yang menanggung dan menebusnya, matipun meramlah aku."

suaranya semakin lirih, akhir katanya matanyapun terpejam, suaranya lirih seperti bunyi nyamuk.

"suheng" sedak Hong-lay-mo-li.

"Biarkanlah dia mangkat" ujar siau-go-kian-kun mengulap tangan, Kaki tangan Kongsun Ki mulai dingin, siau-go-kian-kun kira orang sudah meninggal, tak nyana tiba2 dilihatnya kelopak matanya bergerak.

Bibirnyapun terpentang, agaknya napasnya belum putus seluruhnya.

Lekas Hong-lay-mo-li dekatkan kuping dimulut orang, teriaknya:

"suheng, kau masih ada pesan apa?" Terdengar suara Kongsun Ki lirih dan lamban:

"Kedua, ilmu beracun keluarga siang itu, aku... aku sudah menyelaminya, Ceng-hong, dia, dia..." teramat payah dan menguras tenaga Kongsun Ki mengucapkannya, kemungkinan jiwanya bisa putus secara tiba2.

"suheng tidak usah kuatirkan hal ini." ujar Hong-lay-mo-li. "Ceng-hong tidak mau meyakinkan ilmu itu, anakmupun

tidak akan diajarkan" karena tidak tega suhengnya tersiksa batin lagi sebelum ajal dan lagi dia anggap kedua ilmu beracun keluarga siang itu terlalu jahat dan banyak menimbulkan petaka, umpama Kongsun Ki masih punya sisa tenaga menerangkan hasil teori yang diselami, Hong-lay-mo-li juga tidak mau mendengarkan.

semangat Kongsun Ki sudah pudar, dia tahu dirinya takkan bertahan lama, segera dia hirup napas panjang dan berkata pula:

"Setelah aku mati, kalian bakar jenazahku dan taburkan abuku biar ditiup angin lalu, kau... kau akan bisa... bisa mene..menemukan..."

belum habis kata2nya, suaranya yang lirih dan lemah itu tiba2 ter-putus

siau-go-kian-kun berkata:

"Jing- yau, jangan kau bersedih, suhengmu bisa meninggal dengan tentram, jauh lebih baik dari dia tersiksa oleh Jau- hwe-jip mo."

"Betul, agaknya masih ada pesan yang belum sempat dia sampaikan namun dalam hatinya tentu tiada sesuatu ganjelan lagi Marilah kita kebumikan dia disini saja."

Hong-lay-mo-li salah tangkap arti dari "Perabukan" hamburkan abu tulangnya supaya tertiup angin lalu", dikiranya ucapan ini adalah kata2 penyesalan Kongsun Ki sebelum ajal, diluar tahunya bahwa dibalik kata2 ini sebetulnya tersembunyi suatu rahasia lain,

Ternyata selama setahun ini, didalam merasakan sendiri bertapa derita dan siksa dari penyakit Jau-hwe-jip-mo, diluar dugaan berhasil diselaminya suatu rumus baru yang luar biasa faedahnya, Kedua ilmu beracun keluarga siang adalah sebab utama dari timbulnya penyakit Jau-hwetrjip-mo, dasar Kongsun Ki berotak encer dan cerdik pandai. setiap kali penyakit Jau-hwe-jip-mo kumat setiap kali pula disadarinya kesalahan dari Iatihannya. Dia sudah kenyang tersiksa oleh Jau-hwe-jip-mo, dengan sendirinya inti sari dan letak rahasia tersembunyi dari kedua ilmu beracun keluarga siang itupun berhasil diselami dan disimpulkan kebenarannya. Begitulah keadaan Kong-sun Ki yang telah kenyang disiksa Jau-hwe-jip-mo.

Ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng-ling-cu memang dapat menawarkan kadar racun yang mengeram dalam tubuh, namun itu hanya menimbulkan pertolongan yang berefek belakangan untuk sementara bukan teori yang berhasil diselami Kongsun Ki didalam keadaan tersiksa hasil dari prakteknya itu, sebetulnya justru dapat untuk menghindarkan diri dari gejala2 yang bakal menimpa setiap orang yang meyakinkan ilmu itu, oleh karena itu, umpama seseorang menyakinkan kedua ilmu beracun itu sesuai dengan teori yang berhasil diselami dan diciptakannya itu, maka terhindarlah bahaya Jau-hwe-jip-mo bagi orang yang meyakinkan ilmu beracun itu.

sejak lama keadaan Kongsun Ki tak ubahnya sebagai manusia tanpa daksa, Thay Bi dan Liu Goan-ka justru mengurungnya didalam kamar umpama dia tumbuh sayap juga takkan terbang lolos, oleh karena itu, hanya berselang beberapa hari saja kedua orang ini datang mengoreki mengompes dan menyiksanya, untuk hari2 biasa tiada orang lain yang mengawasi dan mengurus dirinya.

Bagi seorang jago silat yang berhasil menciptakan atau menemukan sesuatu ilmu, mirip juga bagi seorang seniman yang berhasil menciptakan buah karyanya, umpama sajaki pantun atau sebuah karangan bagus, besar keinginannya supaya buah karyanya itu akan meninggalkan lembaran indah dihalaman sejarah bagi generasi mendatang, supaya namanya selalu menjadi pujaan dan sanjungan generasi yang akan datang. Kongsun Ki berhasil menyelami inti sari dari rahasia murni kedua ilmu beracun itu, hasil dan suksesnya ini merupakan imbalan dari pengorbanan jiwa raganya, sudah tentu dia memandangnya teramat berharga dan tak ternilai.

oleh karena itu, walau dia sendiri sudah merasakan betapa hebat derita yang ditimbulkan dari akibat meyakinkan kedua ilmu beracun itu, malah harus berkorban jiwa lagi namun dia tetap tidak tega hasil ciptaan jerih payahnya itu lenyap dan ikut terpendam bersama jazatnya.

Beberapa hari yang lalu dia sudah tahu bahwa ajalnya sudah dekat, maka sengaja dia sembunyikan sekerat tulang ayam, lalu disisiknya tulang ini menjadi kering seperti potlot, dengan darah sebagai tinta, dia catat 13 bab teori cara2 latihan yang lurus dan benar pada secarik kain sobekan bajunya. Kuatir kain berdarah yang bertuliskan teori pelajaran meyakinkan kedua ilmu beracun itu terjatuh ketangan Thay Bi dan Liu Goan-ka setelah dirinya mati, maka dicarinya lagi akal untuk menyimpannya.

suatu ketika, diwaktu mendapat ransum makan sengaja dia pura2 terpeleset dan menjatuhkan sebuah mangkok sehingga pecah, secara diam2 pula dia sembunyikan berkeping pecahan mangkok itu. seorang sakit menjatuhkan mangkok dan pecah adalah kejadian biasa.

Lama cilik yang melayaninya itu tidak ambil perhatian dan anggap soal sepele, sudah tentu tidak disadarinya bahwa pecahan mangkok itu sebetulnya sudah tidak lengkap.

Dengan pecahan Mangkok yang tajam itu, Kongsun Ki membelek kulit daging dipahanya sendiri, dicarinya selembar kulit besi yang diluntung menjadi selubung kecil, lalu kain berdarah yang bertuliskan hasil ciptaannya itu dia sembunyikan kedalamnya Dan selubung besi kecil ini dia sembunyikan pula ke- dalam luka2 belekan dipahanya, Waktu itu dia cuma mengharap setelah dirinya meninggal biarlah siapa saja yang berjodoh untuk menemukan dan mendapatkan hasil karyanya itu, sudah tentu harapan ini terlampau minim, namun betapapun dia sudah melaksanakan keinginan dan meninggalkan cita2nya.

Mimpipun tak pernah terpikir olehnya diwaktu dirinya menjelang ajal siau-go-kian-kun dan Hong-lay-mo-li menolongnya, sayang sekali disaat2 dia hendak memberi pesan akan rahasia yang dia sembunyikan mengenai hasil karyanya kepada Hong-lay-mo-li, tenaganya sudah habis dan tak mampu bicara lagi.

oleh karena itu setelah meronta dan mengerahkan sjsa tenaganya dia hanya mampu mengeluarkan dua patah kata, dia minta setelah dirinya meninggal supaya Hong-lay-mo-li meraBukan jenazahnya .

Menurut pikiran Kongsun Ki, kalau Hong-lay-mo-li bekerja sesuai pesannya, jenazahnya dibakar, orang tentu akan menunggu sampai jazadnya menjadi abu membawa pulang abu tulang2nya. Kain berdarah yang disembunyikan didalam selubung besi itu pasti tidak akan ikut terbakar jika Hong-lay- mo-li melihat dan menemukannya, pasti berusaha untuk menyelamatkan.

Tak nyana Hong-lay-mo-li tidak bekerja sesuai pesannya, menurut adat istiadat bangsa Han jenazahnya dikebumikan. Dengan pakai pedang siau-go-kian-kun dan Hong-lay-mo-li menggali liang lahat, pada suatu tempat diatas sebuah bukit, secara sederhana mereka kebumikan Kongsun Ki

Hong-lay-mo-li membuat batu nisan dengan batu cadas lalu dia mengheningkan cipta dan berdoa:

"Suheng, kau mendapatkan kebebasan dari derita nestapa, semoga tentramlah kau istirahat dialam baka. Kelak kalau ada kesempatan akan kupindah tempatmu bersemayam dikampung halaman sendiri" Diluar tahu Hong-lay-mo-li, bukan saja dia mengebumikan Kongsun Ki, malah diapun sekaligus memendam hasil karya dari sebuah kitab rahasia ilmu silat yang tiada taranya.

Puluhan tahun kemudian, Hong lay-mo-li baru ada kesempatan kembali bersama siang Cemg-hong dan putranya, namun pusara Kong-sun Ki sudah dikeduk orang sudah tentu buah karyanya itupun digondol oleh sipengeduk. Kelak timbullah gelombang huru hara yang berbuntut panjang di- kalangan BuIim, hal ini akan kami ceritakan dalam kisah lain.

setelah mengebumikan Kongsun Ki, bergegas siau go-kian- kun dan Hong-lay-mo-li menuju ke Kim gu-oh.Jalan gunung sejauh 100 li mereka tempuh dalam waktu tiga jam, sebelum matahari terbenam mereka sudah tiba ditempat tujuan.

Dengan mengerahkan Iwekang mengirim gelombang panjang siau- go-kian-kun memanggil dari kejauhan terdengar Pek-siu-lo mengiakan, Lekas Liu dan Hoa berlari kearah datangnya suara, mereka temukan Pek siulo berada diluar sebuah gua, Pek siu-lo tengah sibuk menjumbat mulut gua dengan sebuah batu besar.

"Mana engkoh mu?" tanya Hoa Kok- ham.

" Engkoh pergi cari unta, Cukong, silakan periksa, harta yang kami pendam disini."

ditanah terdapat dua keranjang panjang tiga kaki, tebal tujuh senti dibanding tas cangkingan umumnya kira2 sama. Waktu Pek-siu-lo membuka tutupnya, tampak sinar kemilau menyilaukan mata, hawa terasa menjadi dingin.

Dimana terdapat batu2 laut, jammd, berlian sebesar buah kenari, ada batu jade sebesar semangka. Ada pula mata kucing yang bergemerlapan serta rentengan mutiara sebesar kelengkeng. siau-go-kian kun yang banyak pengalaman toh tak bisa menyebut satu persatu dari nama2 perhiasan ini.

Pek siu-lo berkata dengan tertawa: " koleksi kami" ini jumlahnya memang tidak sebanyak hasil kedukan kita digudang harta Limong dari Mongol, namun nilainya jauh lebih tinggi."

"Dua karung ditambah harta kedua keranjang ini: Aku jadi kuatir cara bagaimana kau akan membawanya."

Pek-siu-lo tertawa sahutnya:

" Engkoh sudah pikirkan akalnya, Cukong tak usah kuatir.

Em, nah itulah engkoh sudah kembali."

Tampak Hek-siu-lo mendatangi menggandeng dua ekor unta. Dipunggung unta bertumpuk puluhan kranjang bundar. siau- go-kian-kun menyambut dengan tertawa.

"Pintar juga, dengan kedua ekor unta ini kita tak usah kuatir menempuh perjalanan di gurun pasir. Tapi untuk apa pula puluhan kranjang ini?"

"inilah obat2an dan hasil bumi di daerah Mongol ini, kita menyamar jadi saudagar." ujar Hek-Pek-siu-lo,

"menurut hukum Mongol melindungi kaum saudagar harta ini kita selundupkan tercampur dengan obat2an dan hasil bumi ini, tentunya tidak akan sampai konangan."

Memangnya Hek-Pek-siu-lo cukup berpengalaman dibidang ini, dia paham segala peraturan, sepanjang jalan banyak pos penjagaan yang mereka lalui, namun tak pernah mereka mengalami kesulitan. Tanpa terjadi apa2 mereka melampaui gurun Gobi dan mulai memasuki padang rumput diwilayah negeri sehe.

Hari itu waktu mereka menempuh perjalanan, tiba2 tampak bendera ber-kibar2 disebelah depan, muncul barisan besar pasukan kavaleri Mongol. Lagu perang Mongol yang gagah dan bersemangatpun ktumandang dan bergema dipadang rumput. Paduan lagu yang yang gagah perkasa suara menggoncangkan padang rumput mau tidak mau siau-go- kian-kun, beramai merasa takjup.

Tahu takkan bisa menghindari samplokan dengan barisan besar ini, akhirnya mereka berkeputusan untuk berdiam dulu ditempat itu, setelah barisan Mongol itu berlalu baru akan menempuh perjalanan pula.

Tak nyana barisan besar pasukan Mongol ini ternyata tidak melanjutkan perjalanan, tahu2 malah mendirikan kemah dipadang rumput siau go-kian-kun keheranan, katanya:

"Hari belum sore, kenapa mereka berkemah disini?" "Peduli apa sebabnya, yang terang posisi kita menjadi

serba sulit" ujar Hong- la y- mo- li

Tengah bicara dua perwira Mongol sudah datang menghampiri Timbul akal Hek-siu-lo, katanya:

"Harap tanya apakah Hudapi Ciangkun ada dalam barisan besar ini?"

Dua perwira itu balas bertanya:

" Untuk apa kau tanya dia, kalian kenal Hudapi Ciangkun?" "Kami adalah pedagang dari sehe, pernah mendapat

bantuan Hudapi Ciangkun sehingga leluasa berdagang dinegeri kalian, malah dibawah perlindungan-nya sepanjang jalan ini kita tidak mendapat gangguan, Inilah medali kepercayaannya yang diberikan kepada kami sebagai bukti bahwa kami adalah pedagang yang jujur."

"Mana medalinya, keluarkan biar kuperiksa." kata seorang perwira. setelah periksa medali mereka-pun periksa surat2 dinas dan surat pajak Hek-siu-lo sepanjang pos2 penjagaan Memang Hek-siu-lo secara jujur melunasi seluruh pajak yang harus dia bayar sepanjang perjalanan, maka kedua perwira itu tidak banyak bicara lagi katanya: "Ada dua jalan bisa kalian tempuh. Pertama kalian ikut bermalam disini, setelah kita pergi baru melanjutkan perjalanan, Kedua sekarang berangkat juga boleh, cuma harus menyelesaikan beberapa surat2 penting lainnya, dan lagi Hudapi Ciangkun harus sudi menjadi pelindungnya . "

"Mumpung hari belum petang, kita masih ingin melanjutkan perjalanan supaya lekas kembali ke negeri. silakan Ciangkun sudilah membantu."

"Baik, kalian ikut kami." dengan menuntun unta mereka mengintil kedua perwira. memasuki lingkungan perkema han, lalu berhenti didepan sebuah kemah besar perwira yang bertubuh tinggi berkata:

"Kalian tunggu disini dan biar diperiksa akan kulaporkan kepada Hudapi Ciangkun, coba saja apa dia sudi menanggung kalian."

Dari dalam kemah beranjak keluar seorang laki2 berpakaian sipil sebagai pejabat yang bergenang dalam bidang perpajakan, beberapa orang pembantu mengikuti dibelakangnya. Perwira pendek itu bisik2 dengan petugas pajak ini, sambil manggut2 petugas pajak bertanya kepada Hek-siu-lo.

"Dagangan mahal apa yang kalian bawa, kenapa begini ter- gesa2 menempuh perjalanan?"

"Hanya bahan obat2an dan hasil bumi. Nah inilah daftar dari muatan kami." sahut Pek siu-lo.

setelah memeriksa daftar, petugas itu tertawa, katanya: " Kalian memang pandai berdagang, semua bahan2 ini

memang amat diperlukan di sehe, disamping untuk menolong orang, kalianpun bisa menarik keuntungan se-besar2nya.

Kaum pedagang umumnya licin, meski ada daftar muatan, namun aku tak bisa percaya begini saja." lalu dia suruh beberapa pembantunya memeriksa dan mencocokan muatan dan daftar.

Diam2 Pek-siu-lo mengeluh. Untung pada saat itu, perwira jangkung tadi sudah kembali bersama Hudapi, Mendengar laporan si jangkung tentang medali mas kepercayaan miliknya itu, diam2 Hudapi sudah yakin yang datang adalah rombongan siau- go-kian-kun. Maka dari kejauhan dia sudah berseru:

"Kalian sudah kembali dari Holin? cepat benar-"

siau- go-kian-kun kegirangan, katanya sambil goyang- goyang kipas:

" Hudapi Ciangkun, banyak terima kasih atas bantuanmu di ibu kota sehe beberapa bulan yang lalu kali ini, kami mohon bantuanmu lagi."

siau- go-kian-kun mengenakan kedok muka dan menyamar maka dia kuatir Hudapi tidak mengenali dirinya lagi, maka dia keluarkan kipasnya. seperti diketahui kipas adalah senjata tunggal perguruannya berarti tanda pengenalnya juga.

Hudapi segera berkata kepada petugas pajak itu:

" orang ini pernah kontrak dagang denganku di sehe, aku berani tanggung mereka adalah saudagar tulen."

Hek-siu-lo berkesempatan memapak maju menjabat tangan petugas pajak, katanya:

"Mohon dibantu ala kadarnya." melihat Hek-siu-lo ulur tangan ajak berjabatan, sekilas petugas pajak tertegun namun lekas sekali dia paham maksud juntrungan orang.

Kiranya diantara sela2jari Heki.sia.-lo ada menjepit secarik uang cek, dikala berjabatan, secara diam2 dia serahkan uang cek itu kepada si petugas sebagai uang sogokan, si petugas pajak mencuri lihat uang cek yang diterimanya, nilainya adalah tiga ribu uang peraki uang cek ini dikeluarkan oleh bank terbesar di Holin, sekembali ke Holin bisa segera diuangkan, seketika muka si petugas pajak berseri tawa katanya:

" Kalau Hudapi Ciangkun suka menanggung, aku juga tidak mempersulit kalian. silakan kalian berangkat"

setelah menghaturkan terima kasih kepada Hudapi, baru saja Hek-siu-lo dan siau-go-kian-kun beranjak pergi menuntun unta, tiba2 dilihatnya seorang Lama yang mengenakan Kasa merah beranjak mendatangi, serunya:

"Tunggu sebentar" Lama ini bukan lain adalah Koksu negeri Mongol, Cun-seng Hoat-ong adanya, Kiranya Cun-seng menjadi curiga mendengar suara siau-go-kian-kun, maka sengaja dia keluar untuk ikut memeriksa. Meski siau-go-kian- kun dan Hong-lay-mo-li sudah merubah diri namun tetap tidak bisa mengelabui ketajaman matanya.

sungguh kejut Hudapi bukan kepalang, lekas dia berseru: "Suhu, orang2 ini adalah saudagar yang kebetulan lewat,

surat dinas dan pajak sudah diperiksa, tak perlu kau orang mencapaikan diri"

"o, apa ya?" ujar cun-seng Hoat-ong,

"sepanjang jalan ini jarang juga kulihat para saudagar yang datang dari luar negeri."

sembari bicara dengan seksama matanya menatap siau-go- kian-kun, semakin pandang semakin tambah rasa curiganya, Lalu dengan sikap tak acuh dia menghampiri ke depa n siau- go-kian-kun, katanya tiba2:

"sahabat ini seperti pernah kulihat entah di- mana?" belum habis ucapannya, tiba2 telapak tangannya menggablok ke pundak siau- go-kian-kun.

Menepuk pundak boleh dipandang sebagai gerakan bersahabat dan mesra, namun dengan kekuatan cun-seng Hoat-ong, jikalau dia tidak bermaksud baik tentu tulang pundak siau-go-kian-kun bisa dibikin remuk olehnya.

sudah tentu siau-go-kian-kun tidak mandah dilukai, dengan enteng dia berkelit, dengan gerakan langkah yang lincah dia menghindar diri dari tepokan cun-seng Hoat-oag, katanya tertawa:

"Kita pergi ke-mana2, kemungkinan pernah bertemu dengan Taysu, tapi jelas belum pernah berdagang dengan Taysu. Biarlah anggap baru bertemu sekali ini."

Hudapi menyela:

" inilah guruku Cun-seng Hoat-ong, Koksu Mongol kita, mana mungkin pernah berdagang dengan kau? jangan kau membual"

" Kalau demikian, tentu Hoat-ong sendiri yang salah mengenali orang, Aku tadi hanya men-duga2 sekenanya saja, mohon maaf."

Karena tepukannya luput dan melihat gerakan siau- go- kian-kun, cun-seng Hoat-ong lantas tahu orang adalah pelajar yang pernah mengalahkan dirinya dibawah bukit Ki-Lian-san tempo hari. Namun dengan jabatan dan kedudukan cun-seng Hoat-ong sekarang sudah tentu tidak mungkin ajak bicara secara blak2an dengan siau-go-kian-kun.

Maklumlah sebagai Koksu Mongol, mengagulkan diri sebagai jago kosen nomor satu diseluruh jagad lagi, jikalau sampai orang lain tahu dirinya pernah dikalahkan siau-go-kian- kun, masakah ada muka dia tetap memangkujabatan Koksu, siau- go-kian-kun juga sudah perhitungkan titik kelemahannya ini, maka sengaja dia memancing dengan kata2 sebagai memberi peringatan sehingga orang tidak berani melampaui batas dihadapan umum.

Kekalahannya oleh Siau-go-kian-kun dulu dipandang sebagai penghinaan besar selama hidupnya, kini kalau tidak berani bicara blak2an dihadapan umum namun rasa penasaran betapapun tak terkendali lagi.

Dalam waktu sesingkat ini, berputar pikirannya, seketika timbul nafsu membunuh, katanya dingin:

"Baiklah, anggap baru bertemu pertama ini mari kita bersahabat:"

tangan diulur, dia hendak ajak siau go-kian-kun berjabat tangan

"sebagai seorang saudagar mana berani aku mendapat kehormatan ini" ujar siau- go-kian-kun, secepat kilat gerakan cun-seng Hoat-ong, tahu2 jari2 orang sudah mencengkram datang dan siau- go-kian-kun sudah terkurung dalam gerakan tangannya untuk berkelit menjadi sulit.

siau-go-kian-kun bersikap pura2 kaget dan segera ulur tangan menjabat tangan orang, namun belum lagi Cun-seng Hoat-ong sempat menggenggam tangannya begitu kedua telapak tangan mereka bersentuhan terus ditariknya dan tersurut mundur tiga langkahi katanya:

"Terima-kasih Hoat-ong sudi memandang diriku, rakyat jelata memberi hormat."

dengan Iwekang tingkat tinggi siau-go kian- kun punahkan tenaga telapak tangan cun-seng Hoat-ong, namun dia tetap terg entak mundur tiga langkahi darah bergolak dirongga dadanya, keruan kejutnya bukan main.

Cun-seng Hoat-ong ngakaki katanya.

"Ternyata sahabat ini adalah jago silat maaf Iolap kurang hormat."

tujuannya menuntut balas, cuma tidak enak bicara secara blak2an, maka diapun pura2 baru mengetahui bahwa siau- go- kian kun adalah orang jago silat, baru dia ada alasan untuk mengajaknya bertanding. Petugas pajak itu orang sipil, namun dia cukup lama berkecimpung dalam bidang kemiliteran dengan berbagai tugas2 berat, maka tidak heran akan persoalan ini, katanya:

"orang2 ini berani berdagang dalam suasana peperangan yang kacau ini, sudah tentu harus memiliki kepandaian berarti. Hoat-ong adalah jago nomor satu di seluruh dunia, kebetulan hari ini sampai berhadapan, kaupun boleh mohon pengajaran kepada beliau. Hasilnya akan bermanfaat selama hidupmu."

kata2nya yang terakhir ditujukan kepada siau-go kian-kun. Hoat-ong tertawa, ujarnya:

"Penilaianmu kurang betul, saudara ini bukan hanya memiliki kepandaian saja. Malah jago2 barisan mas kita tiada yang kuat menandingi dia. Memberi pengajaran aku tidak berani, marilah, mari Kita bertanding beberapa jurus."

sudah tentu siau- go-kian-kun maklum apa yang dimaksud dengan "Bertanding" oleh Cun-seng Hoat-ong. Tapi urusan sudah selarut ini mau menyingkir tak mungkin lagi, terpaksa dia menjawab:

"Aku hanya bisa main silat cakar ayam saja mana berani bertanding dengan jago nomor satu diseluruh dunia?"

"Tak usah sungkan," ujar cun-seng Hoat-ong,

"Kau tak usah kuatir, aku tidak akan merenggut jiwamu." Tiba2 Hong-lay-mo-li menimbrung:

"Hoat-ong kau adalah jago nomor satu, bagaimana kalau kami suami istri maju bersama mohon pengajaran kepadamu? Dua lawan satu supaya tidak menurunkan derajatmu."

Mendengar Koksu mereka hendak bertanding dengan seorang saudagar, banyak serdadu dan Busu Mongol sama merubung maju, Melihat Hong-lay-mo-li juga mau turun gelanggang seketika meceka bersorak dan tepuk tangan, disana sini menyambut baik dan memberi aplus. sudah tentu Busu2 Mongol itu tidak tahu sampai dimana kepandaian silat Hong-lay-mo-li, mereka ada yang mohon keringanan kepada Hoat-ong supaya tidak melukai nyonya yang cantik molek ini. Hanya Cun seng Hoat-ong sendiri yang diam2 mengeluh dalam hati.

Pulang pergi Cun-seng Hoat-ong disanjung sebagai jago nomor satu, memangnya dia mau merendahkan diri dihadapan orang banyak? Terpaksa dia bilang:

"Baiklah, kan hanya bertanding saja, silakan kalian suami istri maju bersama."

sudah tentu arti bertanding yang dia katakan sekarang jauh pula bedanya, malah dia kuatir kalau Liu dan Hoa menjatuhkan pamornya dihadapan umum.

"Maaf, aku akan gunakan senjata" kata Hong-lay-mo-li. "BoIeh gunakan senjata apa saja," sambut Cun-eng Hoat-

ong,

"aku hanya layani dengan sepasang telapak tangan saja, silakan."

untuk menjaga nama dan kedudukan, walau hatinya gentar, namun lahirnya Cun-seng Hoat-ong tetap bersikap angkuh.

"sret" Hong-lay-mo-Ii melolos pedangnya terus menusuk lebih dulu, Cun-seng Hoat-ong keraskan lengan baju menangkis, badan bergerak langkah berpindah, tahu2 dia mendesak kedepan siau-go-kian-kun seraya menampar kemuka orang, inilah cara pukul ketimur menggempur dibarat, kedua pihak sama2 gunakan serangan keras.

siau-go-kian-kun gunakan Hud-hun-jiu untuk memunahkan pukulan lawan, tak kira pukulan telapak tangan cun-seng Hoat-ong ini adalah Liong-bun-sam-koh long, sekali pukul mengandung tiga gelombang tenaga gempuran, gempuran pertama tidak terasakan apa2, namun gempuran kedua tambah keras, untung siau- go-kian-kun berhasil memunahkannya, baru saja hendak balas menyerang, tahu2 gempuran ketiga menerjang sedahsyat gugur gunung,

betapapun ampuh dan tangguh Iwekang siau- go-kian-kun, tak urung dia terdorong mundur sempoyongan.

Mencelos hati siau- go-kian-kun, baru sekarang dia sadari benar2 bahwa Iwekang Cun-seng Hiiat-ong memang bukan olah2 lihaynya. syukur dia dibantu Hong-lay-mo-li, kalau tidak terang dirinya bukan tandingan.

Kalau siau- go-kian-kun terkejut, cun-seng Hoat-ong sendiri juga tersirap darahnya. Kekalahannya di Ki- lian-san tempo hari lantaran setelah beruntun melawan Bu su-tun dan lain2 tiga babak, maka dia tidak terima dan merasa penasaran akan kekalahannya dulu, dia kira kalau dirinya dalam keadaan segar bugar, cukup sekali pukul pasti dapat merobohkan dan mengalahkan siau- go-kian-kun.

Kini kenyataan membuktikan, kekuatan pukulan yang dilandasi setaker tenaganya, walau sedikit unggul namun hanya membuat lawan sempoyongan, tak mampu merobohkannya. itu berarti bahwa kekuatan siau- go-kian-kun yang sebenarnya masih berada diatas penilaiannya.

Baru saja ujung pedang Hong-lay-mo-li disampuk miring, kebut ditangan kiri sudah terayun pula, kebutannya ini lunak namun mengandung kekerasan, ujung benang2 kebutnya laksana tajam ujung jarum menusuk ke berbagai Hiat-to ditubuh Cun-seng Hoat-ong, Cun-seng Hoat-ong cukup luas pengalaman dan pengetahuan namun belum pernah dia melihat dan menghadapi serangan Thian-lo-hud-tim-sek yang lihay ini.

Baru saja cun-seng Hoat-ong menggempur siau- go-kian- kun, sehingga tenaga gempuran ketiga sudah hampir lenyap. maka sekadarnya saja dia hanya mampu menyampuk pergi kebut Hong-lay-mo-li, namun tak kuasa balas menyerang. Cepat sekali siau go-kian-kun sudah menarik kipasnya, begitu mundur terus mendesak maju pula dengan jurus Tiang- lio- lohijit, kipasnya tiba2 terpentang tahu2 mencakup Iagi, beruntun dia kembangkan kepandaian Ngo-hing kiam dan jurus2 permainan Boan-koan-pit kipas terlempit laksana golok, menabas tulang pergelangan lawan, ujung kipas terus menuding menutuk Ih-khi-hiat Cun-seng Hoat-ong.

kekang siau- go-kian-kun memang bukan tandingan lawan, namun jurus tipu permainannya terang lebih bagus dari Cun- seng Hoat-ong. Terutama kepandaian menutuk dengan kipas terang jauh lebih lihay dari ilmu kebut Hong-Lay-mo-li yang peranti menutuk Hiat-to juga.

Cun-seng Hoat-ong putar dan kebas kedua lengan bajunya, kebut Hong-lay-mo-li terpental baliki kipas siau-go-kian-kun juga ditolak kesamping, namun Iengan bajunya tergores sobek oleh kipas siau go-kian-kun.

Kejut dan gusar cun-seng Hoat-ong, dia kembangkan seluruh perbendaharaan kepandaiannya untuk menghadapi keroyokan Liu dan Hoa. Gun goan-it-sat-kang sudah diyakinkan sampai puncak tertinggi tidak mudah senjata Liu dan Hoa untuk melukai badannya.

Suatu ketika sepasang senjata Liu dan Hoa merangsak bersama dari kiri kanan, kelihatannya Cun-seng Hoat-ong sudah tidak akan mampu bertahan dan harus mengaku kalah

Mendadak Cun-seng Hoat-ong lancarkan serangan balasan untuk mempertahankan diri dengan suatu gerakan aneh dia cukul Hong-lay-mo-li mundur sekaligus mematahkan serangan lihay siau- go-kian-kun.

Gebrakan ini berlangsung amat sengit dan menegangkan, setelah berhasil patahkan serangan musuh, tiba2 Cun-seng Hoat-ong rasakan pergelangan tangan lemas kesemutan. ternyata Hiat-tonya kena tertusuk oleh seutas benang kebut Hong-lay-mo-li. semula para Busu Mongol sama bersorak, namun pertempuran semakin sengit sehingga mereka menonton dengan kesima dan melongo, belakangan lupa memberi pujian dan tepukan pula.

sudah tentu mereka tidak tahu betapa hebat dan menakjubkan gebrakan terakhir yang seru ini. Dalam suasana hening itulah tiba2 terdengar sebuah suara serak tua memuji. "Bagus"

orang ini adalah seorang laki2 tua berjubah hijau, entah kapan tahu2 dia berada dalam gerombolan para Busu itu.

Karena asyik menonton para Busu itu tidak menyadari akan kehadiran orang tua itu, setelah orang bersuara baru mengejutkan mereka, dua Busu terdekat sekilas melenggong, namun tanpa berjanji mereka lantas mencengkram sambil membentak:

"siapa kau? siapa idzinkan kau kemari?"

seorang lagi memaki: "Tua bangka kau ini tahu apa? Berani gembar gembor disini?"

belum lenyap suara mereka, tahu2 badan mereka sudah gedebukanjatuh terguling saling tindih, Laki2 tua ini tidak bergeraki kedua tangan tetap tersembunyi didalam lengan bajunya, jelas bukan dia yang memukul roboh kedua Busu itu.

Busu lain yang tidak tahu duduk persoalannya menjadi geli, dikira mereka saling tubrukan sendiri, keruan semua orang bertepuk tertawa geli, ada yang menarik temannya bangun ada pula yang merubung kearah silaki2 tua.

Kejut dan girang hati Hong-lay-mo-li, kiranya laki2tua ini bukan lain adalah ayahnya, yaitu Liu Goan- cong adanya.

Mimpipun tak pernah diduganya bahwa ditempat ini dia bisa bertemu dengan ayahnya hampir saja dia memanggil "Ayah" untung siau- go-kian-kun segera memberi isyarat kedipan mata. Cun-seng Hoat-ong sendiri juga tidak kepalang kejut dan merasa aneh, maklumlah sebagai ahli silat dia tahu jatuhnya kedua Busu itu lantaran laki2 tua ini menggunakan ilmu Can- ih-capwe-thiat Iwekang tingkat tinggi yang bisa bikin orang yang menyentuh bajunya jatuh terguling, untung dia tidak kerahkan tenaganya, kalau tidak kedua Busu itu pasti terluka dan konyol.

Hong-lay-mo-li berdua sudah mundur, sehingga gebrakan tidak dilanjutkan, 2 Busu maju hendak mengusir orang tua jubah hijau. Mumpung ada kesempatan cun-seng Hoat-ong segera mundur teratur teriaknya:

"Jangan kurang ajar, silakan siansing ini kemuka."

segera dia maju menghampiri Liu Goan- cong, sudah tentu Liu dan Hoa juga merasa lega bahwa pertempuran ini berhenti.

Karena tertusuk benang kebut pada Hiat-tonya, rasanya sudah tentu tidak enak namun kepandaian cun-seng Hoat-ong amat tinggi maka gerak geriknya tetap wajar, orang lain tiada yang tahu, Memang ada maksud menjajal kepandaian laki2 tua ini, maka Cun-se-ng Hoat-ong segera membeli salam hormat, katanya:

" orang kosen berkunjung, maaf tidak menyambut selayaknya."

Dengan membungkuk hormat ini. cun-seng Hoat-ong kerahkan Gun-goan-it sat-kang, kekuatannya masih cukup mampu membelah piliar. Tak nyana, dilihatnya jubah Liu Goan-cing hanya sedikit melambai, orangnya seperti tidak merasakan apa2.

Kata Liu Goan- cong: " orang awam dari gunung, mana berani diapulkan sebagai orang kosen?"

diapun balas memberi hormat, Cun-seng Hoat-ong diam2 sudah siaga dan berjaga2 namun tak terasa perlawanan orang, baru saja dia geli akan prasangkanya yang keliru, tahu2 segulung hembusan angin sepoi2 menimbulkan reaksi pada pusarnya, semula terasa sedikit hangat dan semakin panas, dalam sekejap hawa panas ini mengalir keseluruh badan.

Cun-seng Hoat-ong terperanjat girang, kiranya karena tertutuk Hiat-tonya, darah dalam badannya kurang lancar dan semangat menjadi sedikit lumpuh, dada terasa muaki namun aliran hawa hangat yang timbul dari pusar ini laksana hembusan angin musim semi yang menyegarkan, seketika bangkit kembali semangatnya.

Baru sekarang cun-seng Hoat-ong menyadari bahwa orang pakai Iwekang tingkat tinggi bantu dirinya melancarkan darah yang terganggu. Umumnya cara urut dan pijat melancarkan jalan darah bagi setiap tokoh silat kosen harus tangan menyentuh badan orang.

Cara seperti yang diperlihatkan Liu Goan- cong sungguh belum pernah terjadi, jarak mereka ada setombak, namun orang mampu kerahkan tenaga untuk membuka Hiat-to dan melancarkan jalan darahnya, keruan cun-seng Hoat-ong kagum bukan kepalang.

sedikitpun Liu Goan- cong tidak memajukan tanda2 gerakan apa2 dan secara diam2 menyembuhkan luka2 Cun- seng Hoat-ong, sehingga gengsi dan pamornya tidak jatuh, sudah tentu hatinya amat haru dan berterima kasih, tapi juga kejut dan curiga lekas dia berkata:

"Lo-siansing harap tunggu sebentar, kau, siapa kau?" sembari bicara dia maju menghampiri, ulur tangan menarik Liu Goan- cong.

Tarikannya ini disamping ingin menjajal Iwekang Liu Goan- cong, juga ingin menahannya untuk bersahabat.

" Hoat-ong jangan terlalu banyak adat" ujar Liu Goan-cong, badannya tidak bergeming, tangan diulur lantas berjabatan dengan cu-seng Hoat-ong, mendadak tiga jarinya sudah menekan dan mengincar keurat nadi orang.

Tadi karena orang menyembuhkan luka2nya Cun-seng Hoat-ong tidak menaruh prasangka jelek lagi terhadap Liu Goan-cong, maka dengan lega hati dia uIur tangan ajak berjabatan.

Tak nyana mendadak Liu Goan-cong mencengkram urat nadinya, sudah tentu kejutnya bukan main. Maklumlah kalau urat nadi kena dipencet, betapapun tinggi ilmu silatnya tak berguna lagi, terpaksa pasrah nasib dan biarkan orang berbuat sesuka hatinya.

semula Cun-seng Hoat-ong kira Liu Goan-cong hendak menjatuhkan dan membuat dirinya konyol dihadapan orang banyaki tak kira perbuatan dan sikap Liu Goan-cong selanjutnya sekali lagi berada diluar dugaannya.

Disaat sanubarinya bergetar itu, Liu Goan-cong sudah lepaskan jari2nya pula tampak seutas benang kebut terbang mengikuti gerakkan jari2 tangannya, urat nadi dan Hiat-to Cun-seng Hoat-ong yang merasa pegal tadi segera lenyap. badan merasa segar dan nyaman. 

Baru sekarang dia insaf bahwa kembali Liu Goan-cong kembangkan Iwekang tingkat tinggi dikombinasikan dengan ilmu kedokterannya yang lihay, benang kebut yang menusuk Hiat-tonya telah dia cabut keluar.

Benang kebut sekecil itu, orang lain tidak perhatikan, sudah tentu tiada yang tahu akan kejadian ini.

Tiba2 diantara gerombolan para Busu sana menerobos keluar seorang sambil tertawa, katanya:

" Hoat-ong, apakah kau belum kenal Lo-siansing ini? Lo- sian-sing ini adalah Liu Goan- cong Liu-locianpwe yang dicari oleh Khan agung" Hong-lay mo-li kenal orang yang bicara ini adalah siangkoan Hok ayah siangkoan Pocu, Waktu mudanya dulu Liu Goan cong bersahabat dengan siangkoan- Hok, cuma dia tidak tahu peristiwa yang menyangkut siangkoan Hok belakangan ini, kini bertemu ditengah padang rumput, sudah tentu dia merasa diluar dugaan.

Cun-seng Hoat-ong kegirangan, katanya:

"Kiranya Liu- lo-siansing, memang tidak bernama kosong Tabib nomor satu diseluruh dunia. Khan agung ingin kau memeriksa penyakitnya kini kebetulan kau sudah berada disini, bagaimana juga sukalah kau mampir sebentar."

karena tak bisa menolaki Liu Goan- cong terpaksa terima undangan orang dan memeriksa penyakit Jengis Khan.

Petugas pajak meminta putusan Hoat-ong atas beberapa pedagang ini, siangkoan Hok segera tampil dan beikata:

"Koksu harus menemani Liu-siansing memeriksa penyakit Khan agung, soal sepele ini masakah harus diurusnya lagi? Biarlah mereka pergi saja"

siangkoan Hok adalah tamu agung didalam pasukan Mongol ini, cun-seng Hoat-ong mengangkatnya sebagai tangan kanan cun-seng Hoat-ong, tidak enak menentang perkataannya, terpaksa dia mengiakan.

siangkoan Hok berkata kepada Hong-lay-mo-li: "Apakah kalian bisa mencarikan serenteng mutiara mestika (Pocu) yang terbaik? Berapa harganya terserah. Boleh kalian bawa kemari"

siangkoan Hok sudah mengenali Hong-lay-mo-li berdua, dia tahu Hong-lay-mo-li kenal baik putrinya, sengaja dia bantu kesulitannya supaya leluasa tinggal pergi. Namun kata2nya mengandung dua arti, secara tidak langsung mengisiki Hong- lay mo supaya ikut bantu mencarikan putrinya.

Hong lay mo-li menjawab: "Baik, akan kubantu mencarinya, namun mutiara sulit didapat, belum tentu kita bisa menemukannya."

"Aku tahu. Cukup asal kau ikut bantu mencarikan, aku berterima kasih. Kapan saja kau temukan, aku bisa menunggu. Baiklah sekarang kalian berangkat."

Hudapi sendiri yang antar Liu dan Hoa berempat. Liu Goan- cong, merasa lega, diiringi Cun-seng Hoat-ong dan siangkoan Hok mereka memasuki kemah tempat tinggal Jenghis Khan.

Begitu memaski sebuah kemah besar bersusun warna mas, suasana disini amat hikmat dan lengang, para Wisu yang berjaga sama menggoyang tangan supaya mereka tidak bersuara.

Cun-seng Hoatong segera menghentikan langkah, katanya: "Khan besar sedang berdoa, tunggu sebentar lagi." Mendengar suara doa2 dan mantra dalam bahasa Mongol,

ilmu kedokteran Liu Goan-cong amat tinggi, hanya mendengar

suara Jenghis Khan dari balik kemah, dia lantas tahu, bahwa orang sudah menjelang ajal.

Tiba2 terdengar suara  Jengis Khan ber-teriak2:  "Aku hendak bikin dunia ini menjadi padang gembala

bangsa Mongol, siapa berani melawan perintahku? Aku harus

tetap hidup"

siangkoan Hok menyingkap kerai melangkah masuki katanya:

" Lapor Khan besar, Liu-losiansing tabib nomor satu dikolong langit kini sudah tiba, dia pasti bisa menyembuhkan penyakitmu."

Dalam perjalanan menyerbu kesehe, kuda merah tunjangan Jengis Khan, karena terkejut terperosok dan melemparkan Jengis Khan yang sudah berusia 70-an, sejak itu dia jatuh sakit, dan karena sakitnya ini, maka rencana mencaplok Tionggoan sementara ditangguhkan, dia pulang untuk merawat penyakitnya. Anak buahnya disebar ke-mana2 untuk mengundang tabib sakti, namun tiada seorangpun yang bisa menyembuhkan-nya. siangkoan Kok tahu betapa tinggi dan lihay ilmu pengobatan Liu Goan- cong, maka dia perkenalkan tabib sakti ini kepada Jengis Khan, maka secara rahasia Jengis Khan keluarkan perintah untuk mencari dan mengundang Liu Goan- cong.

setelah memeriksa denyut nadi Jengis Khan, Liu Goan- cong berkata:

" Nafsu Khan besar terlalu besar dan tidak terlampias ambisinya, pikiran sesat memucak keotak, sehingga pikiran pepat dan semangat lumpuh maka badanpun terasa penat dansakit2an. urat mengkeret darah berdenyut lebih cepat lidah mengeras, perut membuncit dan banyak lagi sumber penyakit yang sukar disebutkan satu persatu. semalam Khan besar bermimpi buruk lagi, sehingga perasaan lahir batin bergoncang dan kontras satu sama lain, amarah memuncak dan banyak kekuatiran didepan mata terbayang2 berbagai khayalan kosong. Entah apa benar yang kukatakan?"

Terbeliak kaget Jengis Khan, hatinya girang, katanya: "siansing memang tabib sakti, sedikitpun tidak salah apa

yang kau katakan. Harap siansing, menolongku."

"Mati hidup umat manusia sudah menjadi suratan takdir.

Losiu hanya bisa mengobati penyakit tak bisa mengobati jiwa, hanya bisa kunasehati Khan besar untuk mengurangi nafsu membunuh, laksanakan kebijaksanaan dan kebajikan, tentramkan hati dan pikiran, membina diri kembali menjadi manusia yang ber-Tuhan, dengan sendirinya ketentraman hati akan menunjang hidup beberapa lama lagi."

Jengis Khan naik pitam, serunya:

"Kau... kau tak mampu mengobati penyakit? Hm, bijaksana dan bajik segala, hanya pandangan kaum cendekia kutu buku saja yang punya pikiran lapuk ini jikalau tidak kubunuh musuh sampai mereka ketakutan, mana bisa aku berlanglang buana berkuasa diseluruh jagat? Hm, aku mendapat firman Thian untuk menyatukan seluruh jagat, umpama aku ingin mampus ragaku tidak akan lapuk untuk selamanya."

"Khan tidak mau mendengar nasehatku, terpaksa biarlah mengundang tabib sakti lainnya saja"

"Baik," seru  Jenghis Khan mengulap tangan,

"tidak sudi aku kau obati, pergilah, enyah dari hadapanku memangnya tanpa pungobatanmu aku bisa mati" belum habis dia bicara tiba2 matanya mendelik badan mengejang dan berkelejotan, mulut berbusa dan jatuh semaput.

Para selir Jenghis Khan dan ke empat putranya Yuji Calagai, ogotai dan Tuli dan 2 orang putrinya yang belum menikah ikut merubung maju sambil ter-isak2 dan pecahlah jerit tangis orang banyak.

Cun-seng Hoat-ong berkata:

"Liu-losiansing, mohon suka bantu, sadarkanlah Khan kita, meski hanya sekejap lagi dia bisa bertahan hidup,"

Dengan jarum perak Liu Goan- cong tusuk beberapa Hiat-to Jengis Khan, tak lama kemudian pernapasan Jengis Khan mulai teratur, matapun terpentang lalu mendelik, kelihatannya ingin memaki entah kepada siapa, namun suaranya tidak keluar dari mulutnya yang megap2.

suasana dalam kemah mas menjadi ribut dan tiada orang yang perhatikan Liu Goan-cong lagi. Cun-seng Hoat-ong mohon maaf lalu berkata sambil antar Liu Goan-cong keluar kemah:

" Harap Liu-losiansing tidak membocorkan keadaan Khan yang menguatirkan ini." setelah menyampaikan pesannya, bergegas dia kembali kedalam kemah untuk pimpin upacara berdoa untuk keselamatan dan kesehatan Jengis Khan, cun-seng Hoat ong tahu kemungkinan inilah doa terakhir yang harus dia panjatkan atas junjungannya ini.

secara diam2 siangkoan Hok ikut keluar dan mengantar Liu Goan-cong. Kata Liu Goan-cong:

"siangkoan-heng, biasanya kau hidup kelana dan bebas, kenapa sekarang terima menjadi antek bangsa lain dan kemaruk harta dan pangkat orang Mongol? Jengis Khan sudah mendekati keruntuhan, peribahasa ada bilang pohon tumbang kerapun tercerai berai dan saling rebutan kekuasaan dan kedudukan takkan bisa dihindari diantara mereka, kau adalah orang Han buat apa harus terlibat didalam petaka ini?"

siangkoan Hok tertawa getir, katanya:

"Aku punya kesulitanku sendiri, Loheng tidak akan bisa memahami kegetiranku."

Liu Goan-cong tahu orang punya ganjelan hati, katanya: "siang-koan heng, masih ada omongan apa yang ingin kau

utarakan? Terus terang kedua orang tadi adalah putri dan

mantuku, tak bisa aku lama2 disini, segera hendak kususul mereka."

"Aku sudah tahu. Aku ingin mohon bantuan kepada putrimu, namun dihadapan cun-seng Hoat-ong tidak enak kuucapkan, biarlah aku titip kepada Loheng saja."

lalu dia keluarkan sebuah kotak cendana dikerahkan Liu Goan- cong, katanya:

"serahkan kotak- ini kepada putrimu, supaya disampaikan kepada Pocu, putriku"

"Baiklah. silakan kau kembali" setelah keluar dari markas Liu Goan- cong lantas kembangkan Ginkang tingkat tinggi, sekaligus dia lari puluhan li jauhnya, dari jauh didengarnya tiupan tanduk saling bersahutan, suaranya panjang mendelu dan memilukan.

Agaknya Jengis Khan sudah mangkat, laksaan orang Mongol sekaligus berdoa dan membacakan mantram untuk mengantar abahnya kealam baka.

Lekas sekali Liu Goan-cong menyusul Liu dan Hoa, sudah tentu bukan kepalang senang mereka, kata Hong-lay-mo-li:

"Ayah bagaimana kau bisa berada disini? Mana guruku?

Apa beliau baik?"

"Gurumu sudah sembuh, sengaja kami menyusul kalian ke Ki-lian-san dan dari sana kutahu akan perjalanan kalian ini, maka kususul kalian ke Mongol."

"Jadi ayah sudah ke Kilian-san, bagaimana keadaan mereka? Aku kenal seorang sahabat baru, apa ayah ketemu dia?"

"Mereka baik semua. Apakah temanmu bernama siangkoan Pocu?"

"Ayah sudah ketemu dia?"

"Tidaki Barusan ayahnya titip sebuah kotak supaya diserahkan kepadamu untuk di sampaikan kepada putrinya."

Hong-lay-mo-li menghela napas sambil terima kotak itu, lalu dia ceritakan hubungan siangkoan Hok dengan ceng-ling suthay dan Ceng-ling-cu.

"Bagaimana dengan tugasmu kau temukan suhengmu?" . " Kongsun Ki sudah meninggal."

" Kongsun Ki memang setimpal menerima ganjarannya, Gurumu hanya punya seorang putra, sekembali- mu harus menghiburnya." "sudah tentu. Apakah beliau ada di ki-lian-san?"

"Dia ingin menginap beberapa hari disana lalu kembali ke pangkalanmu. Katanya setelah kalian pulang akan segera menjadi wali melangsungkan pernikahan kalian, maka kalian tidak usah pergi ke Ki-lian-san."

Merah muka Hong-lay-mo-li, katanya:

"Agaknya beliau lebih ter-gesa2 dari aku." Liu Goan-cong gelak2.

Tanpa menemui rintangan mereka akhirnya tiba di pangkalan. sudah tentu Kongsun In amat berduka mendengar kabar kematian anaknya, namun dia memang sudah menduga akibat yang bakal dialami putranya, walau sedih, namun dia masih kuat menerima pukulan batin ini.

siau-go-kan-kun dan Hong-lay-mo-li laksana putra putrinya sendiri karena sibuk menyiapkan pernikahan mereka, maka kematian putra nyapun lekas sekali dilupakan.

sehari menjelang pernikahan Liu dan Hoa, Bu-lim-thian- kiau suami istri datang, siang-nya Thi-pit-su-seng Bun Yat- hong juga tiba, perjamuan segera dilangsungkan. Dalam suasana riang gembira itulah seorang pelayan masuk melapor

"Bu-pangcu suami istri telah tiba"

dengan kegirangan Hong-lay-mo-li berlari keluar menyambut kedatangan mereka, teriaknya:

"Hun- cici, kenapa selambat ini kalian datang?" "Kau tanya su-tun saja" jawab Hun Ji-yan .

Setelah habiskan tiga cawan arak Busu-tun baru buka suara katanya

"Apa kalian ingin mendengar kabar dari Mongol? setelah Jengis Khan mati, Tanah kekuasaannya dibagi empat masing2 dikepalai oleh ke-empat putranya. Para saudara itu menerima warisan sesuai pesan ayahnya dan mengangkat ogotai sebagai Khan agung. kekuatan MongoI sekarang jadi bertambah besar, Berita yang kuterima tadi siang mengatakan, ogotai perintahkan keponakannya Bartu putra subotai pimpin tentara menuju ke barat menyerbu Eropa, menurut rencana setelah Eropa dicaplok mereka akan putar balik menelan Tiong Goan"

"Untuk sementara kita boleh lega hati, namun harus lebih waspada dan himpun segala kekuatan untuk membendung musuh kuat ini. Maaf ya menjelang hari baik pernikahan kalian, aku membawa kabar yang kurang menyenangkan ini."

"Menentramkan hati untuk memikirkan bahaya, ini adalah jamak- Hayolah minum, minum sepuasnya" seru siau-go kian kun.

Malam itu juga pernikahan berlangsung dengan meriah setelah perjamuan bubar, dengan diiringi banyak orang siau go-kian kun dan Hong-lay-mo-li sepasang mempelai di gusur masuk kamar. Dibawah cahaya sinar lilin merah mereka duduk bersanding ditepi ranjang tangan saling genggam dan sama tatap dengan kasih mesra.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar