Pendekar Latah Bagian 63

 
Bagian 63

Siau-go kian-kun tidak hiraukan mereka, seorang diri langsung dia berlenggang di jalan raya- Tapi dia tidak akan pergi disiang hari bolong menyatroni keluarga siau, pikirnya:

"Li Tiang-thay berpesan supaya aku menyampaikan peringatannya kepada rajanya, Ba-ginda raja ini mau tidak mendengar nasehatnya adalah urusannya namun pesan kawan tak boleh kuabaikan." Setiba diluar istana dilihatnya pintu gerbang tertutup rapat, tiada kelihatan ada serdadu yang berjaga. Namun, diatas tembok yang berlobang2 itu, nampak ujung panah sama menonjol keluar.Jelas mereka selalu bersiaga dengan tegang seraya menyembunyikan diri dibela kang tembok,

Siau-go-kian-kun jadi geli sendiri, pikirnya: "Li An-can (raja Sehe) hanya pikirkan keselamatan sendiri, takut musuh seperti melihat harimau, nyali kecil seperti tikus, pintu gerbang istanapun tak berani dia buka, jelas tak berani sembarangan terima tamu. Biar aku pulang berunding dulu dengan Jing-yau baru mengambil langkah2 selanjutnya."

Ber jalan menuju ke penginapannya, diam2 Siau- g o- kian- kun merasakan ada orang menguntit dibeakang-nya, namun sikapnya tenang2 -aja, setiba digang sempit yang sepi mendadak dia membalik menangkap dua orang, jengeknya dingin:

"Kenapa kalian kuntit aku?" dua orang yang ditangkapnya adalah bajingan yang bermuka tepos kurus dan licik, Kedua orang mengeluh dan sesambatan penasaran, semula mereka mungkir, namun setelah dicengkram dan kesakitan, terpaksa mengaku hendak merampas barang2 siau- go- kian-kun.

Peristiwa seperti ini setiap saat sedang terjadi dimana2 kedua orang ini mengaku hendak merampok, mereka duga siau- go- kian-kun takkan mampu berbuat apa2

Namun siau- go- kian kun punya perhitungan sendiri dia tetap jinjing kuduk mereka, katanya:

"Aku punya barang apa yang pantas kalian rampok? Lekas bicara terus terang, kalau tidak kusiksa kalian."

seorang menjawab: "Pakaianmu ini bolehkah berikan kepadaku?" -

Yang lain berkata: "Tiga hari aku sudah tak makan, sudikah kau membeli sedekah kepadaku?" siau-go-klan-kun menyeringai, ejeknya: "Ah kasihan benar kalian." segera dia renggut dan tarik jubah bajingan yang minta pakaiannya, dilihatnya jubah orang bagian dalam- nya berlapis kulit.

siau- go- kian- kun tertawa dingin, "jubah yang kau pakai ini kan jubah kulit, kenapa minta jubah kasar milikku ini?"

"Plok" kontan dia persen tamparan dipipi orang katanya lagi:

"Mukamu merah bersemangat, berani kau bilang tiga hati tidak makan" "plak" diapun gampar muka orang yang lain.

Kedua orang sama menjerit kesakitan dan minta ampun: "Kami memang terlalu tamak, tapi kan kami tidak

mendapatkan apa2 dari kau, semoga kau suka bermurah

hati."

"Terus terang saja, nanti kulepas kau. Kalian orang2 dari keluarga siau bukan Yang kalian incar tentunya golok pusaka ini?"

Berubah hebat air muka ke dua orang, seorang berkata:

" Keluarga Siau apa, diantara kawan2 kami tiada yang she siau. "

temannya menambahkan "Kami hanya maling2 kecil, tak pernah berani pakai senjata tajam. Golokmu ini berikan kepadaku juga tak berani terima."

Karena kedua orang mungkir dan pintar bersandiwara siau- go- kian- kun kewalahan juga pikirnya Jelas mereka adalah orang2 keluarga siau namun tiada bukti, kalau kesalahan kugunakan kompak mengorek keterangan, bukankah mereka bakal penasaran.

Tengah dia ragu mengambil keputusan, tiba2 di dengarnya derap langkah sepatu yang ramai berdentam di jalan, tampak sebarisan serdadu tengah lewat di jalan besar sana. Kedua pencoleng itu segera ber-kaok2: "Rampok, Tolong, aku dirampok," sungguh menggelikan mereka sendiri maling namun malah berteriak maling.

sudah tentu siau- go- kian- kun tidak takut menghadapi sebarisan serdadu, tapi kalau sampai dirinya digusur kembali kepengadilan dituduh rampok, tentu menimbulkan banyak kesiilitan apalagi tanpa sebab dan alasan yang tepat tak mungkin dia hajar dan bikin kocar kacir barisan serdadu ini, apa boleh buat terpaksa dia menyelamatkan diri.

sungguh marahnya serasa beruap tujuh indranya, seperti menjinjing anak ayam dia ayun, kedua pencoleng itu terus di lempar dengan bantingan keras, baru dia lompat naik ke atas genteng dan melarikan diri serdadu2 itu memburu datang seraya berteriak:

"Tangkap maling terbang Tangkap maling terbang" sudah tentu mereka hanya berkaok2 belaka.

siau-go kian-kun ingin lekas kembali berunding dengan Hong-lay-mo-li, sebagai kawakan Kangomw dia berpikir: " Kedua pencoleng tadi terlalu kroco, mungkin hanya kaki tangan rendah dari keluarga siau. Kalau betul2 hendak merebut golok ini, pantasnya jago2 silat tinggi yang diutus,jelas mereka hanya menguntit dirinya saja, maka dia menjadi waspada supaya tempat tinggalnya tidak diketahui musuh. sengaja dia berputar kayun dua kali lingkaran baru membelok ke hotelnya. Waktu itu sudah mendekati kentongan kedua,

pemilik hotel yang membuka pintu menyambut ke- datangannya, dengan menggerutu:

" Kenapa semalam ini baru pulang? Tadi opas datang menggeledah kau tiada lagi, terpaksa aku harus putar lidah dan menghabiskkan uang 10 tail menyogok mereka baru tak terjadi apa2"

siau-go kian-kun rogoh kantong keluarkan dua gelondong uang perak diberikan kepadanya, katanya: "Jangan kau keluar ongkos karena urusanku, dua puluh tail ini kau terima saja. Apakah setiap malam disini selalu ada razia?"

Menerima uang seketika pemilik hotel berseri lebar, segera dia menutur sejelasnya:

"Iya, aku memang sedang heran, setelah kabar semakin genting, perkara perampokan, penjambretan di jalanan merajalela pemerintah sudah tidak kuasa lagi kendalikan- keamanan. Maling dan rampok saja tidak dihiraukan lagi, sudah tentu soal raziapun jarang terjadi, apalagi hotelku ini terletak digang sempit yang sepi, tiada hasil yang bisa mereka harapkan, biasanya para opas itu jarang kemari. Razia malam ini baru terjadi selama beberapa bulan terakhir ini."

"Apakah mereka mengangga istriku?" tanya siau- go-kian- kun

pemilik hotel menutur dengan suara lirih: "Razia kali ini mengutamakan perhatian terhadap kaum laki2, perempuan rada dikesampingkan Kepala opas itu sengaja mencari tahu seseorahg kepadaku..." sampai disiali matanya melirik ke arah siau- go-kian-kun, se-olah2 dia sengaja jual mahal untuk memancing pertanyaan siau- go-kian-kun.

"o, orang macam apa yang mereka tanyakan kepadamu?" tanya siau- go-kian-kun.

"Mereka tanya adakah laki2 muda berusia 20-an dengan logat selatan menginap dihotelku "

Tergerak hati siau-go-kian--kun, dengan tenang dan wajar dia tertawa:

"o, orang yang mereka cari kok hampir mirip aku"

Tawa siau- go-kian-kun wajar pemilik hotel tidak curiga, katanya, tertawa: "Memangnya, kuatir terikat kesulitan, maka sengaja kuterangkan bahwa kau adalah laki2 pertengahan umur berbadan buntak setelah kusogok, dia tidak banyak bicara lagi. Aku tahu, orang yang mereka incar tentunya bukan kaum berduit seperti kalian Tapi kan lebih baik kalau terhindar dari kesulitan betul tidak?"

siau- ga- kian- kun tertawa, ujarnya:

" Cara mu memang bagus, terus terang, aku memang takut menghadapi kesulitan." segera dia persen lagi sepuluh tali baru kembali ke kamarnya.

Pelan2 siau- go-kian-kun mengetuk pintu seraya memanggil perlahan: "Jing-yau. aku sudah pulang," tak terdengar penyahutan dari dalam siau- go-kian-kun merasa heran, pintu didorongnya terbuka, pelita dalam kamar masih menyala, namun bayangan Hong-lay-mo-li tidak kelihatan.

siau- go-kian-kun menduga kalau bukan kebentur kejadian, tentu Hong-lay-mo-li tidak sabar menunggu, menyusul dirinya. Dia tahu Ginkang orang lebih tinggi, tentunya takkan terjadi apa2 atas dirinya, lebih baik ditunggu saja sini, supaya tidak cari mencari. 

"Jing-yau lebih cerdik dan teliti dari aku, pasti takkan terjadi apa2" demikian batinnya

Kira2 menunggu sesulutan dupa, tiba2 terdengar "siut." angin, sesosok bayangan menerobos masuk ke dalam Hong- lay-mo-li kembali.

"Kau sudah pulang, bertemu dengan keluarga Li Tjiang- thay tidak? Kennpa golok itu masih ditanganmu?"

" Cerita ku panjang, katakan dulu pengalamanmu Kenapa kau ngeloyor keluar?"

"Razia malam ini kau sudah tahu?" "Pemilik hotel sudah ceritakan kepadaku, kabar-nya mereka tidak cari gara2 kepadamu?"

"Mereka cari keterangan kepadaku, namun kugunakan akal menggebahnya pergi"

"o akal apa?"

"Tak sabar aku menghadapi mereka, maka kuselipkan benang kebut diantara kuku jariku, dengan terlindung lengan baja, sedikit jentik, benang kebut menutuk ke Hiat-to pelemasnya, Ha, kali ini dia betul2 tersiksa." terbayang kelakuan kepala opas yang tahu2 menungging sambil memeluk perut dengan menahan kesakitan sekujur badan gemetar, polanya amat lesu, tak tertahan Hong-lay-mo-li tertawa geli.

"Tak tahan sakit dan gatal, namun dia tidak tahu kalau aku yang berbuat, dikiranya mendadak diserang penyakit aneh. bergegas dia mengundurkan diri"

siau- go-kian-kun ter-pingkel2 geli, katanya:

" untung kau permainkan dia, kalau tidak pemilik hotel pasti keluarkan lebih banyak uang dan dia tetap cari gara2."

"setelah komplotan opas itu berlalu lama sekali aku menunggu dengan hati gelisah, tiha2 terendus olehku bau wangi."

"Ada orang gunakan obat wangi untuk membius kau?" "Hm- Malah obat bius terlihay didunia ini, itulah bau wangi

Mo-kui-hoa"

"Apakah Thay Bi dan lain2 bangkotan tua itu juga lari kemari?"

"Semula kuduga demikian, maka aku pura2 semaput rebah diranjang, pikirku hendak pancing dia masuk lalu melukainya secara mendadak. Tak kira orang itu cukup cerdik, sebelum masuki senjata gelapnya sudah ditimpukan, lebh dulu aku dipaksa turun tangan dan mengejarnya keluar. orang itu bukan Thay Bi ."

"Sudah kuduga bukan Thay Bi , Thay Bi tahu kau memiliki Thian-san-soat-lian yang pemunah obat bius- itu, sudah tentu dia tidak sebodoh itu menggunakan obatnya kepadamu. Dan lagi mengandal ilmu silatnya, dalam kamar hanya ada kau seorang, sebagai orang yang tinggi hati, tentunya dia segan menggunakan Mo-kui-hoa Tapi kalau dia bukan Thay Bi lalu siapa?"

"Seorang laki2 bertubuh pendek kekar begitu melihat aku pergoki dia, segera dia lari. Aku belum dapat melabraknya, tahu2 dia sudah menghilang." "Memangnya dengan Ginkangmu yang tinggi tak mampu mengejar dia?"

"Aku terobos jendela mengejarnya, dia memasuki sebuah gang sempit yang simpang siur menembus kemana2, aku tidak kenal tempat itu, setelah belak belok beberapa kali, tahu2 aku kehilangan jejaknya." demikian Hong-lay-mo-li mengakhiri ceritanya lalu bertanya:

"Bagaimana pula pengalamanmu malam ini?"

siau- go-kian-kun lantas tuturkan kejadian dirumah Li, Hong-lay-mo-li mendengarkan dengan seksama, sekian lama, dia menepekur seperti memikirkan apa2. "Kau temukan sesuatu yang mencurigakan?"

"Ktenapa keluarga siau begitu besar perhatiannya terhadap golok pusaka LiTiang-thay, didalam persoalan ini pasti ada rahasia yang tersembunyi?"

Dengan jarinya siau go-kian-kun jentik dua kali golok pusaka itu, pujinya:

"Memang betul2 golok bagus."

"Memangnya golok bagus namun, rasa curigaku belum terjawab karenanya." Tiba2 siau- go-kian-kun berkata: "Coba kau dengarkan suaranya rada ganjil?" "Apanya yang ganjil?"

Kembali siau- go-kian-kun menjentik dua kali, katanya: "Gagang golok ini bulat penuh besi, suaranya harus berat dan rendahi tidak nyaring dan bening. segera kita akan bisa memecahkan rasa curigamu, coba pinjam pedang mu."

"pelan2 dia menggaris sekejap diujung gagang pedang, dibelahnya segaris sela2 lalu didekatkan sinar pelita, betul memang gagang golok itu dalamnya kosong, ditengah2nya ada selongsong panjang yang kecil lembut.

"Seperti ada sesuatu yang tersimpan didalamnya." kata Hong-lay-mo-li, lalu dia turunkan tusuk kondai serta mengoreknya keluar, kiranya itulah segalung kertas yang tipis, waktu dibeber diatasnya penuh bertuliskan huruf2 Mongol. siau- go-kian-kun bisa bicara bahasa Mongol, namun tidak bisa membaca tulisan.

"Biar kita simpan dulu kertas ini, setelah Hek-Pek-siu-lo tertolong, baru kita buat perhitungan dengan siau Hok "

Waktu putar kayun, siang tadi siau- go-kian-kun sudah cari tahu dimana letak penjara bawah tanah. Maka mereka berkeputusan malam kedua akan segera bergerak kesana.

Penjara dinegeri sehe dikelilingi pagar tembok setinggi tiga tembok, namun tidak menjadi soal bagi Liu dan Hoa. Diatas tembok tiada penjaga, setiba di atas tembok, dilihatnya dipekarangan sana ada beberapa sipir bui tengah mondar mandir meronda dengan langkah lesu dan ogah2an.

Kebetulan bagi Liu dan Hoa berdua untuk bergerak lebih leluasa dengan ayunan benang kebutnya Hong-lay-mo-li tutuk Hiat-to beberapa ronda itu, seketika semua berdiri kaku mematung, dengan mata mendelong mengawasi mereka dua orang lompat turun. Langsung Liu dan Hoa beranjak kesebelah dalam, dibilangan dalam terdapat beberapa tempat masih ada sinar pelita, didalamnya terdengar suara ramai2.

"Pasukan besar Mongol kabarnya sudah menyebrang Ling- cui-tam, Kwa-ciu juga sudah diduduk, Pasukan berkuda Mongol secepat angin lesus bukan mustahil besok pagi kita bangun tidur, kota rajapun sudah direbut, dimana2 Tatcu Mongol melulu."

"Besok? Kukira tidak secepat itu? Tapi soal waktu saja, dalam beberapa hari ini, kota raja pasti juga terjatuh ketangan musuh."

"Hayo lekas kita bebenah dan cari jalan selamat memangnya kita harus mampus bersama para pesakitan itu?"

"Memangnya kau mau lari kemana?"

"Tak bisa lari harus berusaha sembunyi hmm aku punya akal, marilah kita keduk keuntungan dahulu. Kalau kantong penuh tidak sulit melarikan diri"

"Betul Memangnya pesakitan disini terhukum mati, dalam jaman kalut seperti ini, apa pula yang harus kita jaga disini? Lbih baik kita bunuh semuanya? Ransum kita bagi dan rampas harta milik mereka terus bubar."

"Betul, aku setuju Tapi kita harus persiapkan dengan Baik, jangan sampai karya kita meninggalkan buntut dan jangan sampai rencana kita bocor."

"Aku juga setuju bunuh para terhukum itu. Tapi beberapa kambing gemuk diantaranya harus tetap kita pertahankan."

"Maksudmu manusia jaliteng itu?jangan, kukira tidak mungkin kita bisa garuk kambing gemuk ini, lebih baik gorok lehernya saja."

Hampir meledak dada Hong-lay-mo-li mendengar perdebatan sengit didalam.Jelas orang2 ini adalah penjaga bui, agaknya mereka berunding hendak bunuh para hukuman dan mengeduk untung.

"Mereka begitu keji, marilah kita gasak mereka lebih dulu" "Sipir bui dimana yang tidak kejam? Baru kau bilang supaya

mengurangi membunuh, kenapa naik pitam malah?" demikian ujar siau- go-kian-kun,

"yang penting kita tolong orang lebih dulu, kalau main bunuh urusan bisa celaka jadinya."

"Baiklah kita gunakan saja obat bius itu." kata Hong-lay- mo-li, lalu diam2 mereka dekati kamar serta menyulut api dan menyemburkan asap dupa wangi ke-dalam. Cepat sekali orang2 yang ada dalam kamar sudah meloso, jatuh satu persatu.

Tapi satu diantaranya ternyata masih kuat bertahan dan lari keluar dengan langkah sempoyongan. orang ini adalah anggota bayangkari yang ditugaskan dipenjara, Iwekangnya cukup tinggi, namun begitu dia keluar siau go-kian-kun lantas menjinjingnya, bentaknya:

"Kau mau hidup atau ingin mati?" lalu kelopak kembang salju dia enduskan didepan hidung orang, sekilas pikiran orang itu mulai jernih, melihat ujung pedang Hong-lay-mo-li mengancam tenggorokannya hampir dia kelenger sesaat baru kuat bicara:

"Baiklah, apa keinginan kalian?"

"Dikamar mana Hek-Pek-siu-lo disekap? Bawa aku kesana" desis siau- go-kian-kun, orang ini tertegun katanya tergagap:

" Hek-Pek-siu-lo, ini, ini..."

"lni itu apa? Memangnya kau tidak tahu dimana mereka dikurung? Lekas tunjukan jalan"

Demi jiwa orang itu munduk2 dan berkata: "Tahu, tahu...

Mari silakan turut aku." setiba disebuah kamar nomor satu, penjaga lihat Wisu- membawa dua laki perempuan yang tidak dikenal merasa keheranan, baru maju hendak tanya tahu2 sudah ditutuk Hiat- tonya oleh siau- go-kian-kun.

"Jing-yau, kau tunggu diluar " golok Li Tiang thay dikeluarkan sekali tabas, tajam golok memang luar biasa, membacok besi seperti mengiris sayur, gembok besar diatas pintu dengan mudah dia bacok jatuh,

Begitu pintu terbuka, dia sulut obor terus melangkah masuki tampak belasan pesakitan dengan terbelenggu kaki tangan tersekap didalam kamar ini, begitu melihat sinar obor dan pintu terpentang, para pesakitan itu segera bersorak2 dan menerjang keluar lekas siau- go-kian-kun berseru:

"Jangan gugup, aku toiong kalian, sebentar kulepas kalian. jangan kalian ribut Hek-Pek-siu-Io dikurung disini tidak?"

setelah suara ribut2 sirap baru siau-go-kian-kuw mendengar sebuah suara lemah berkata:

"Cukong, kau, kau sudah datang, aku ada disini" dari pojokan sana tampak sesosok bayangan orang

bergerak sempoyongan mendatangi orang ini memang Hek-siu

lo adanya, Anehnya, kaki tangannya tidak terbelenggu. Kejut dan girang siau- go-kian-kun, lekas dia memburu maju katanya "Kau terluka?"

"Tidak, aku tidak terluka Entah racun apa yang mereka gunakan, tenagaku tak mampu dikerahkan."

Melihat gejalanya siau- go-kian-kun lantas tahu orang dibius Mo-kui-hoa, legalah hatinya, katanya:

"Tak usah kuatir, racun ini dapat kutawarkan Jing-yau, berikan thian-san-soat-lian- "

Masih sekuntum bunga salju milik Hong-lay-mo-li, segera dia melemparkan kedalam, siau- go-kian-kun pelik dua kelopak terus diberikan kepada Hek-siu- lo, katanya: "Kunyah dulu terus ditelan. Racun lihay apa saja dapat ditawarkan-"

Begitu thian-san-soat- lian masuk perut terus bekerja, badan segera tambah semangat dan nyaman, katanya girang:

"obat ini amat besar kasiatnya, Cukong, tak nyana aku mas bisa, bertemu dengan kau."

"istirahatlah sebentar kita pasti bisa keluar Mana Pek-siu- lo?"

"Dia dibawa orang"

"Lho, kalian disekap disini bersama, kenapa dia dibawa orang?"

"Tiga hari yang lalu kita berusaha lari, sayang sekeluar dari pintu penjara, sudah tertawan pula. Aku dikembalikan kesini, Pek siu-lo dibawa oleh seorang Busu Mongol."

"o Busu Mongol, tentu Ibun Hoa-kip adanya." sementara itu pesakitan yang terborgol tidak sabar lagi,

Hong-lay-mo-li tak kuasa menahan mereka, terpaksa biarkan mereka menerjang keluar. Tapi kejap lain terdengar jeritan mengerikan dari berbagai tempat, agaknya pesakitan yang lari itu terbunuh oleh penjaga2 bui yang lain. Hong-lay-mo-li kaget, teriaknya:

" Kok- ham, lekas kau bacok putus borgol mereka" tahu2 segalung angin menerjang dirinya, sesosok bayangan orang menubruk tiba seraya berteriak:

" Lekas datang, ada orang menjebol penjara"

sembari memanggil teman orang ini menyerang kepada Hong-lay-mo-li. Belum sempat cabut pedang Hong-lay-mo-li sendai kebut menyapu kemuka orang. Ternyata orang tidak menyingkir tidak berkelit sekali pukul dia sampuk kebut terus menerobos maju, lengan kiri memelintir terus menekuki dia gunakan jurus Po-poh-jiu untuk mencengkram pergelangan tangan Hong lay-mo-li.

Begitu orang bergerak, Hong-lay-mo-li lantas tahu lawan adalah jago kosen yang pandai main Tay-kim-na, asal usul orangpun seketika diketahui.

Kin-na-jiu yang dimainkan orang ini amat keji, namun Hong-Iay-mo-li bukan lawan sembarangan, mana mungkin kecundang, disaat lawan menyerang gencar dan pertahanan sendiri kurang kokoh, kelima jarinya dia rangkap. telapak tangan tegak membelah seperti golok dengan jurus cut-

pohiceng-thian (menusuk sobek langit hijau), tahu2 tangannya balik menerobos masuk dari lingkaran lengan orang yang dipelintir tadi, menepuk ke Thay-yang-hiat dipelipisnya.

Laki2 ini memang tangguh jelas dia sudah dalam kedudukan kepepet, namun pada detik2 yang gawat itu, dia tekan pundak sambil meleng kepala meluputkan diri dari tepukan Hong-lay-mo-li Thay-yang-hiat memang tidak tertepuki namun pundaknya tergaruk oleh jari2 Hong-lay-moli, rasanya sakit pedas, untung tulang pundaknya tidak cidra.

Laki2 ini ada meyakinkan Thi-poh-san yang kebal, namun kena tercakar jari perempuan ternyata pundaknya sakit bukan buatan. setelah gebrakan ini, segera dia tahu siapa lawan yang dia hadapi.

Hong-lay-mo-li merangsak sambil membentak: "Kau inilah yang bergelar Gi-pak-sin-toh Sin Bong-gwan itu?"

Sin Bong-gwan cabut golok menangkis dan balas membacoki bentaknya:

" Hong-lay-mo-li, Kedudukan Bu-lim-beng-cu sudah kuserahkan kepadamu, kau masih meluruk kemari cari perkara, kau kira aku takut terhadapmu?"

Hong- lay- mo li sudah keluarkan pedang-nya, jengekny a dingin: "Disehe ini kaupun mengganas dan se-wenang2. Peduli kau takut atau tidak terhadapku. Hari ini aku harus menumpasmu untuk menyelamatkan jiwa orang2 baik diBulim"

kebut dan pedang dikembangkan, keruan sieBong-gwan terdesak dibawah angin, disamping kaget, nyalinyapun semakin ciut.

Baru saja Hong-lay-mo-li hendak lancarkan serangan mematikan, tiba2 dilihatnya seorang memburu datang bersenjatakan sepasang gelang matahari dan rembulan membantu sin Bong-gwan mengeroyok dirinya orang mi adalah Busu Mongol, dia bukan lain, adalah Ibun Hoa-kip yang pernah dilabraknya di Thian-long-nia tempo hari.

sebagai murid kesayangan Cun-seng Hoat-ong, kepandaian ibun Hoa-kip terpaut tidak jauh dibanding Hong-lay-mo-li, malah tenaga dalamnya masih lebih kuat dari Hong-lay-mo-li. Begitu dia menceburkan diri dalam gelanggang keadaan segera berubah.

semula sin Bong-gwan sudah dicecarnya tak mampu balas menyerang, kini dikerubut dua jago2 kosen ini, berbalik Honglay-mo-li sendiri yang terdesak dibawah angin.

Dengan sepasang gelangnya Ibun Hoa-kip menekan dan mendorong, "Tang" kembang api berpijar, pedang Hong-lay- mo-li gumpil sebagian, untung dia menarik mundur dengan tepat, sehingga pedangnya tidak putus. Ibun Hoa-kip gelak2 bangga serunya:

"Di-atas Thian-long-nia kau mentang2, hari ini kau takkan terhindar dari keadilan"

Didalam kamar penjara siau- go-kian-kun sementara kerjakan golok pusakanya secepat angin lesus, golok ini tajam luar biasa, dalam sekejap mata puluhan borgol dapat dikutungi. sementara itu tenaga Hek- siu-Io juga sudah pulih enam bagian, segera siau- go-kian-kun serahkan golok pusaka kepada Hek-siu- lo, katanya: "ToIong kau bantu bebaskan belenggu mereka." segera dia memburu keluar dan datang tepat pada

waktunya.

Berhasil mendesak lawan Ibun Hoa-kip kira serangan sepasang gelangnya akan dapat merebut pedang Hong-lay- mo-li. Tak nyana tahu2 segalung angin tajam menerjang kuduknya, kiranya siau- go-kian-kun memburu tiba.

Kipas lempit siau- go-kian-kun terangkat dan menindih gelang matahari Ibun Hoa-kip. kipas kecil namun Ibun Hoa-kip seperti ditindih oleh benda besar ribuan kati beratnya, sesentipun gelang Ibun Hoa-kip tak kuasa didorong maju pula.

"Betul, hari ini memang kau takkan terhindar dari keadilan." jengek Hong-lay-mo-li, "sret" pedangnya menusuk lewat dari lobang gelang rembulan karena kedua gelangnya tak kuasa bekerja sama, terpaksa Ibun Hoa-kip melompat mundur, maka terdengarlah suara gemerantang, gigi2 gelangnya terkupas putus oleh pedang Hong-lay-mo-li, untung dia cepat menarik tangan, kalau tidak jari2nyapun pasti terpapas kutung.

Keringat dingin gemerobyos, belum lagi rasa kejutnya hilang Siau-go-kian-kun sudah menubruk kearahnya - Terpaksa Ibun Hoa-kip timpukan gelang rembulan ditambah sekali pukulan dengan serangan telak. Lantaran giginya sudah terkupas, gelang rembulannya tidak sehebat semula perbawanya, maka dia timpukan gelang dan menghadapi lawan dengan permainan pukulan telapak tangan, sekaligus mengembangkan Gun-goan-it-sat-kang kebanggaan perguruannya.

Tampang siau-go-kian-kun cakap bagus mirip pelajar lemah lembut, Ibun Hoa-kip kira kembangan ilmu silat lawan bagus, walau meyakinkan Iwekang, kepandaiannya juga tentu terbatas pukulannya itu sayup2 bergemuruh seperti guntur menggelegar dikejauhan tak nyana begitu kedua telapak tangan beradu, pukulannya dengan mudah dipatahkan oleh siau-go-kian-kun dengan gerakan ringan, malah diri sendiri tergertak sempoyongan tiga langkah.

Keruan kejutnya bukan kepalang, "siapa kau." bentaknya siau go kian-kun gelak2, ujarnya:

" GurumU pernah kukalahkan, masak kau belum tahu siapa aku?"

Gelak tawa siau- go- kian-kun kuat menindih gerungan say

-cu-hong Cun-seng Hoat-ong, betapa lihay ilmunya ini dapatkah dibayangkan Kuping Ibun Hoa-kip mendengung pekak, jantungpun tergetar teriaknya tertahan:

"Kau jadi kau inikah siaw-go- kian-kun Pendekar Latah Hoa Kok-ham?"

"Betul, memang aku." sahut siau- go- kian kun tertawa.

Ibun Hoa-kip hanya tahu gurunya pernah bentrok dengan siau go-kian-kun di Ki-lian-san dan dikalahkan. Diluar tahunya bahwa gurunya dikalahkan setelah di- keroyok secara bergiliran.

Kini menghadapi tokoh tangguh yang pernah mengalahkan gurunya, betapapun hatinya menjadi jeri dan patah semangat sebaliknya siau- go-kian-kun tak mampu merobohkan lawan dengan sekali pukul, maka diapun tak berani pandang rendah lawannya

sementara itu Hek-siu- lo sudah bebaskan semua tawanan, dia pimpin para pesakitan menerjang keluar. Dengan rantai dan borgol sebagai senjata, dipekarangan, diserambi dan dilorong2 terjadilah baku hantam yang sengit.

Yang memiliki Ginkang tinggi lompat naik kegenteng menggasak para sipir bui yang terjaga dari mimpinya

Melihat Ibun Hoa-kip, membara biji mata Hek-siu- lo, makinya sambil menubruk datang. "Kau-tatcu Mongol ini, kemana kau bawa adikku? Tidak kau lepas dia, jangan harap kau bisa lolos dari sini."

Ibun Hoa-kip mengejek dingin: "Mau pergi boleh sesukaku, memangnya kau mampu menahanku "

kepandaian Hek-siu- lo sebetulnya tidak rendah, namun tenaganya baru pulih separuh, gerakkannya belum lancar dan wajar sekali pukul Ibun Hoa-kip mendorongnya pergi terus lari.

siau- go-kian-kun rangkap kipasnya dan "plak" dia ketuk dipunggang orang dengan telak seraya membentak:

"Lari kemana?" berbareng tangan kiri terulur mencengkram Latihan Gun-goan-it-sat-kang Ibun Hoa-kip amat sungguh

namun dia toh kesakitan oleh ketukan kipas siau- go-kian-kun,

namun dia kuat bertahan. cepat sekali, dikala jari2 siau-go- kian-kun hampir mencengkram pundaknya, diapun menarik seorang tawanan terus ditarik umtuk menangkis cengkraman siau- go- kian-kun

Tak kira orang menggunakan manusia untuk tameng kalau Ibun Hoa-kip tega main bunuh sesuka hatinya, namun siau- go- kian-kun tak mungkin berbuat sejahat itu, maka cepat2 dia tarik tangan. Begitu lemparkan tawanan itu, ibun Hoa-kip segera menerjang keluar dari gerombolan orang banyak yang lagi ber-hantam.

Baku hantam tengah berlangsung dengan sengit, ibun Hoa- kip tidak hiraukan orang dari pihak mana, ditengah gelanggang pertempuran yang acakan2 itu, ibun Hoa-kip main terjang dan hantam dalam sekejap dia sudah lari keluar dari lingkungan penjara Waktu Hek-siulo kejar keluar, dari kejauhan didengarnya gelak tawa Ibun Hoa-kip:

"Kalau ingin minta adikmu, tebuslah dengan hartamu Aku tunggu kabar baikmu di Holin, hehe, hari ini aku tidak melayanimu lagi." Gin-kang ibun Hoa-kip jelas masih unggul dari Heik,siu-lo, cepat sekali dia sudah membelok di jalan raya sana dan masuk kelorong sempit.

Holin adalah ibu kota Mongol, baru sekarang Hek-siu-lo tahu jejak adiknya. Tahu bukan tandingan ibun Hoa-kip, mengingat jiwa adiknya juga takkan terancam sebelum lawan mendapatkan harta simpanannya maka dia tidak mengejar lebih lanjut, kembali dia masuk kepenjara2 bantu keluarkan tawanan2 yang lain.

sementara itu sin Bong-gwan sudah terluka oleh tusukan pedang Hong-lay-mo-li, dengan terluka diapun sudah melarikan diri sedang siau-go-kian-kun masih terlibat dalam baku hantam dengan orang banyak, belum mampu menerjang keluar penjara.

Karena tak ingin banyak membunuh, terpaksa siau- go- kian-kun membentak: " Kalian lihat ini"

diam2 dia kerahkan tenaga, sekali telapak tangannya membacok. Dinding tebal disampingnya dia pukul berlobang, bentaknya pula:

"Kepala siapa yang lebih keras dari dinding ini? siapa berani turun tangan pula, biar rasakan pukulanku."

Hong-lay-mo-li ikut membentak "orang Mongol sebentar akan menyerbu tiba, buat apa kalian saling bunuh sendiri, tidakkah kalian menyesal?"

Memangnya sipir bui itu sudah patah semangat, disamping jeri melihat kehebatan pukulan sakti siau go-kian-kun, merekapun terketuk oleh nasehat Hong-lay-mo-li, maka cepat sekali pertempuran berhenti dan semua buang senjata, malah mereka ikut lari bersama para tawanan.

setelah keluar siau-go-kian-kun berkata: "Kita tak bisa kembali kehotel kecil itu, terpaksa harus cari tempat berteduhi" Hek-siu- lo berkata: "Aku punya teman orang sini, namanya Beng Hay-kong, dulu dia pernah berdagang perhiasan dengan aku, orangnya cukup setia ka-wan, tentunya dia sudi menerima kita."

Fajar kebetulan menyingsing sipir bui dan tawanan sudah bubar entah lari kemana, hotel2 dan toko tiada yang buka, rumah pendudukpun tertutup rapat, jalanan sepi lengang, hanya mereka bertiga yang putar kayun di jalan raya.

semula siau- go- kian kun. kira di jalan bakal kesamplok bajingan2 tengiki anehnya setelah dua kali mereka belak belok menyusuri jalan raya, bayangan seorangpun tak kelihatan.

Katanya tertawa: "Keadaan ini rada ganjil, se-olah2 membawa firasat jelek "

Belum habis dia bicara, dikesunyian pagi yang lengang itu, mendadak terdengar derap kaki kuda yang berdentum riuh rendah dan berirama mendatangi siau- go- kian-kun terperanjat katanya: "Mungkinkah pasukan Mongol sudah masuk kota"

Betul juga, dari ujung jalan raya sana tiba2 muncul sebarisan serdadu berkuda, bendera ber-kibar2 tertiup angin, kudanya gagah penunggangnya garang berwibawa barisannya teratur rapi, memangnya itulah pasukan kavaleri Mongol.

Melihat tiga orang jalan di jalan raya, satu diantaranya malah gadis cantik belia, pasukan berkuda Mongol itu segera berhenti, beberapa serdadu keprak kudanya memburu keluar seraya membentak: "siapa kalian, berhenti"

siau-go-kian-kun mengeluh dalam hati untung sebelum dia bertindak, dari tengah barisan tiba2 keluar seorang perwira muda membentak:

"jangan ganggu rakyat jelata, kembali kebarisanmu"." tak berani beberapa serdadu itu membangkang, namun mereka kembali dengan menggerutu. perwira muda itu ayun cemeti seraya menuding, bentaknya:

" Kalian jangan menghadang jalan, lekas pergi"

Baru sekarang Liu dan Hoa melihat jelas perwira muda ini ternyata bukan lain adalah Hudapi murid penutup Cun-seng Hoat-ong- Disamping gentar menghadapi kepandaian siau-go- kian-kun, Rudapi ingin menanam budi terhadap Hong-lay-mo- li, maka dia gunakan kedisiplinan barisan mencegah anak buahnya berbuat se-wenang2.

Bergegas siau-go-kian kun bertiga lari ke gang kecil disebelah sama Hong-lay-mo-li berkata dengan tertawa.

"Tak nyana pengemis cilik ini sudah jadi perwira tinggi Mongol, untung kesamplok dia, entah gurunya dan Thay Bi serta Liu Goan-ka apakah ikut datang?"

"Kita menyingkir dulu." ujar siau go- kian- kun.

Hek-siu-lo apal jalanan, setelah putar kayun kian ke-mari, untung tidak kepergok serdadu Mongol lagi setiba dirumah keluarga Beng, pintunya tertutup rapat, Hek-siu-lo berkata:

" Kalau sekarang menggedor pintu malah mengejutkan si empunya rumah, marilah kita terjang masuk saja." maka mereka kembangkan Ginkang lompat naik kegenteng lalu turun kesebelah dalam, langkah Hek-siu-lo yang belum pulih tenaganya rada berat dua genteng diinjaknya pecah mengeluarkan suara.

Beng Hay-kong pemilik rumah segera keluar terus ayun tangan menimpukan eanm batang bor terbang. Gerakannya ternyata cukup mahir, namun belum mampu melukai Liu dan Hoa berdua, dengan kebutnya Hong-lay-mo-li pukul jatuh tiga bor, sisanya yang tiga kena digulung oleh lengan baju siau- go-kian-kun.

"Beng-heng," teriak Hek-siu-lo, "jangan serang, inilah aku" Baru sekarang Beng Hay-kong melihat bayangan Hek-siu- lo, keruan kaget dan girang,lekas dia memburu keluar menyambut, katanya:

"Pasukan besar Mongol memasuki kota aku sedang menguatirkan keselamatanmu, kiranya kau sudah meloloskan diri- Mana adikmu ? siapa pula kedua orang ini?"

"Adikku ditawan orang Mongol, sengaja aku kemari minta perlindunganmu, Liu li-hiap ini adalah Bulim Beng-cu lima propinsi utara, Hoa Tay-hiap ini adalah majikanku."

Beng Hay-kong kegirangan, sapanya: "o, kiranya siau- go- kian-kun pendekar latah Hoa Tayhiap, beruntung hari ini bertemu"

" Kau tidak takut tersangkut perkara karena kedatangan kami?" ujar Hek-siu-lo tertawa.

" omong kosong, dua pendekar besar sudi berkunjung ke gubukku, kumohonpun belum tentu bisa. Mari silakan duduk didalam"

Setelah duduk Hek-siu-lo buka suara:

"Cara bagaimana pasukan Mongol mendadak sudah masuk kota ? Bagaimana keadaan diluar?"

Beng Hay-kong adalah saudagar barang antik dan perhiasan gelap, hubungannya dengan berbagai kalangan dan lapisan orang, maka beritanya paling tajam. Maka Hek-siu-lo lantas tanya berita kepadanya.

"Sudah kusuruh orang mencari tahu diluar, sebentar pasti kembali. Peduli bagaimana keadaannya, kalian tidak usah kuatir tinggal ditempatku Umpama orang2 Mongol kemari menggeledah juga pasti ditunjukin orang bangsaku, dengan mudah aku akan layani mereka."

Menjelang magrib anak buah Beng Hay-kong kembali melaporkan, bahwa li An-coan raja sehe secara resmi sudah takluk dan menyerah kepada Mongol, yang menjadi perantara sesuai dugaan semula adalah Siau Hok pembesar asing yang berteduh dari negeri.

Pintu kota dijaga ketat oleh serdadu Mongol, terpaksa Liu dan IHoa bertiga tinggal dirumahBeng Hay-kong, Anehnya tiada seorang Mongolpun yang datang mengganggu. Malah tidak pernah serdadu Mongol yang terlihat lewat dari muka rumahnya.

Diam2 Beng Hay-kong bersyukur. Tapi hari keempat datanglah seorang tamu yang tak diundang.

Hari itu didengar oleh Beng Hay-kong seorang pengemis sedang bertembang minta sedekah didepan pintunya, logatnya orang utara, suaranya aneh. Karena merasa kasihan segera dia ambil semangkok nasi, Tak kira begitu pintu terbuka pengemis cilik ini tidak mau terima sedekah Beng Hay-kong, malah beranjak masuk kedalam rumah

Beng Hay-kong menggerutu

" Kau pengemis ini sudah gila karena kelaparan? Nasi kuberi tidak diterima, kau main terjang kedalam rumah mau apa?"

"Memang aku sudah kelaparan, kuendus bau arak dan makanan sedap, liurku sampai bertetesan, kenapa aku harus terima nasimu yang dingin ini?"

"Kurang ajar kau pengemis ini tak tahu dikasihan" maki Beng Hay-kong seraya menjambret, pikirnya hendak menyeretnya keluar, Tak kira badan pengemis cilik sekokoh dinding baja, dengan kuat Beng Hay-kong menarik, namun badan orang seberat gunung, bergemingpun tidak.

"Siapa kau?" bentak Beng Hay-kong kaget.

"Ai, kau kurang adil terhadap sesama manusia, memangnya arak dan hidanganpun kau monopoli sendiri undanglah aku makan minum, baru nanti kau boleh berkenalan." Tahu ilmu silat pengemis cilik ini lebih unggul, muka Beng Hay-kong sampai merah padam menariknya, untunglah disaat dia kebingungan, siau- go-kian-kun sudah keluar sambil gelak2, katanya:

"Kukira siapa, kiranya kau pengemis cilik ini." Hong-lay-mo-li menambahkan dengan tertawa:

"Bukan pengemis cilik lagi dia sudah jadi jendral sekarang. Beruntung tamu agung sudi berkunjung Beng-toako, kuwakili kau menerima tamu ini."

"Nah, kawan yang setia sudah muncul, perutku agaknya bakal kenyang nanti," ujar pengemis cilik

Terpaksa Beng Hay-kon-g lepas tangan, katanya: "Kiranya kalian bersahabat maaf akan kelengahanku."

Siau-go-kian-kun gelak2, segera dia perkenalkan mereka serta undang Hudapi masuk. setelah duduk Hong lay-mo-Ii bertanya:

"Darimana kau tahu kami berada disini?" "Perwira yang berkuasa didaerah ini ada dibawah

pimpinanku dia memberi lapor kepadaku, katanya ada orang2 yang patut dicurigai didalam rumah ini. Asal usul Beng- siansing sebagai saudagar perhiasan juga sudah diselidiki dengan jelas. Dia tanya bagaimana untuk membereskannya, kuberitahu supaya tidak sembarang bergerak. Dia tidak kemari memeras kau bukan?"

Baru sekarang Beng Hay-kong memgerti, lekas dia ucapkan terima kasih kepada Hudapi, katanya:

"Tak heran beberapa hari ini kita tentram dan selamat, kiranya Ciangkun telah memberi perlindungan secara diam2."

"Kaki tanganmu ternyata amat cekatan dan tajam, kukira jejak kita cukup rahasia tak nyana kalianpun sudah tahu. Tapi kau ini berpangkat tinggi kenapa luarus menyamar segala?" "Pangkatku sih sedang saja, diatasku masih ada jendral dan marsekal. Akupun kuatir ada orang memberitahu kepada guruku." demikian sahut Hudapi.

"Apakah gurumu sudah datang?" tanya Hong-lay-mo-li. "Belum. Mungkin dalam beberapa hari ini." ujar Hudapi lalu

dia berkata kepada siau-go-kian-kun:

"Kekalahan guruku dipandangnya sebagai penghinaan besar, dia bersumpah hendak menuntut balas, kuharap kalian lekas menyingkir -saja, supaya tidak bentrok lagi disini."

siau-go-kian-kun tertawa ujarnya:

" Gurumu terlalu ingin menang- Walaupun akupun suka menang, namun aku masih bisa mawas diri, beruntung gurumu sudah gebrak beberapa kali, kalau tidak aku tidak akan mendapat keuntungan. Tapi setiap insan persilatan lawan tangguh yang pernah dihadapinya selama hidup, kalau gurumu ingin menjajalku sekali lagi, aku tidak akan menolak. Tapi demi memberi muka kepadamu kalau bisa dihindari, itulah lebih Baik," kata2 siau- go-kian-kun, melingkar namun mengenai sasaran dengan telak, secara tidak langsung dia menyatakan mau menyingkir, namun bukan lantaran takut menghadapi guru Hudapi.

Hudapi geleng2, katanya tertawa: "Hoa Tayhiap, sebetulnya kau lebih getol menang dari guruku."

"sembilan pintu kota sudah tertutup dan terjaga ketat oleh serdadumu, bagaimana kami bisa keluar?"

Hudapi menepekur tak bersuara, agaknya tengah mencari akal, sementara itu Beng Hay-kong sudah siapakah perjamuan baru katanya: "Marilah sambil makan kita mengobrol."

Hudapi tertawa, katanya: "Aku hanya berkelakar saja, kenapa kau betul2 siapkan perjamuan. Baiklah, biar aku mengganggu disini." Hek-siu-lo juga keluar, sekedar basa basi dengan Hudapi, lalu mencari tahu jejak adiknya kepada Hudapi.

Kata Hudapi: "Adikmu digusur kembali ke Holin Ji-sukoku yang mengawasinya. sungguh harus disesal-kan si sUkokulah yang merancang akal ini, memangnya si-suko tamak harta, dia ingin memeras kalian dengan barter harta benda yang kalian simpan, Mereka berdua sekongkol. Kini Ji-suko berada di Holin, tugasnya mengawasi adikmu serta mengompesnya"

Ji-suko yag dimaksud Hudapi adalah Umong, Busu Mo-ngol yang, mengiringi Huhansia menjadi duta kenegeri Kim. sedang si-suko adalah Ibun Hoa-kip.

" ingin aku mencaritahu seorang terhadapmu Apakah Kongsun Ki juga dikurung dinegerimu, bagaimana keadaannya sekarang?"

"Memang aku ingin beritahu hal ini kepadamu. Terus terang kedatanganku hari ini disamping hendak menyambangi kawan lama, juga akan membicarakan suhengmu itu."

"sukalah kaujelaskan." pinta Hong-lay-mo-li. walau dia membenci dan dendam terhadap Kongsun Ki, namun sanubarinya tetap memperhatikannya pula.

"Thay Bi dan Liu Goan-ka gusur Kongsun Ki ke Kolin, diserahkan kepada guruku. Guruku mengurungnya dikuil Lama, didalam kuil banyak kitab2 ajaran Budha, setiap hari Kongsun Ki harus menderita siksa oleh Jau-hwe-jip-mo, ingin mati tidak mampus, suka hidup tidak bisa senang, saking iseng, akhirnya dia membaca matram, mohon Thian suka mengampuni dosa2nya."

"omituhud," sabda sau-go-kian-kun,

"Kongsun Ki keparat itu ternyata sudi membaca mantram segala, semoga membawa manfaat bagi dirinya"

"Memangnya," ujar Hudapi, "belakangan dia tertarik dan asik sekali membaca mantram dan membaca banyak buku2 agama, lambat laun timbul penyesalan dalam sanubarinya."

"Dari mana kau tabu akan hal ini?" tanya Hong-lay-mo-li. "Pernah beberapa kali aku menengoknya, suatu ketika

hanya kami berdua saja yang berhadapan dalam ruang baca

itu, maka dia limpahkan isi hatinya terhadapku."

"Apa saja yang dia katakan kepadamu?" tanya Hong-lay- mo-li.

"Ayahku pernah mendapat pertolongan Beng- beng Taysu, hal ini kau sudah tahu, Hal inipun kuceritakan kepada Kongsun Ki kukatakan setelah berhasil menaklukkan Sehe, aku akan ambil kesempatan berkunjung ke Kong-beng-si menghadap Beng-beng Taysu, untuk menebus keinginan ayah yang belum tercapai"

"Kongsun Ki amat prihatin mendengar ceritaku, ternyata air mata tak tertahan bertetesan, dia minta suatu pertolongan kepadaku."

"Pertolongan apa yang dia minta?" sela Hong-lay-mo-li. "Minta supaya aku menyampaikan sepatah kata." setelah

menenggak secangkir arak Hudapi melanjutkan:

"Entah darimana dia tahu bahwa ayahnya sekarang juga da di Kong-beng-si, dia minta aku menyampaikan pengampunannya terhadap sang ayah katanya, asal Kongsun Ciangpwe sudi mengampuni dirinya serta mengakuinya kembali sebagai putra, meski mati diapun akan mangkat dengan tentram."

"Akhirnya dia menyesal dan bertobat." ujar Hong-lay-mo-li pilu.

"Dia tidak mengatakan "menyesal", namun sikap dan mimiknya terang manandakan penyesalan hatinya. penyakit Jau-hwe-jip-mo yang menyerang dia lebih lihay, naga2nya jiwanya takkan bertahan tiga bulan lagi Katanya dia baru akan mati meram setelah mendapat kabar balasan dari ayahnya, Ai, kukira tak mungkin dia kuat menunggunya lagi."

"Apakah dalam tiga bulan ini kau tak bisa kembali ke Holin?"

"Setelah mencaplok Sehe, Khan agung tetap akan menelan Kim pula tak mungkin lagi aku mencari kesempatan untuk berkunjung ke Kong-beng-si, apa lagi kembali kenegeri"

Sekilas Hudapi melirik Hong-lay-mo-li lalu melanjutkan: "Ayah Kongsun Ki adalah gurumu, sudikah kau sampaikan

permintaannya itu? Dengan demikian, walau Kongsun Ki

sampai ajal tetap tak memperoleh kabaran jawaban ayahnya, namun biarlah ayahnya tahu kalau dia sudah bertobat, supaya dia tentram dan meram dialam baka."

Hong-lay-mo-li menghela napas, ujarnya:

" Yakin ucapannya cukup bijaksana sebelum ajal.

Kebajikan-nya itu akan kusampaikan dan kulaksanakan."

Habis makan haripun sudah petang, Hudapi berkata: "Aku harus berlalu. Kalianpun harus cepat pergi."

"Bagaimana kita bisa keluar?"

"sudah, kupikirkan akal. Kalian boleh bawa medali emas ini." Hudapi keluarkan sebentuk medali yang terbuat dari mas murni, ditengah medali diukir seekor rajawali yang pentang sayap dengan gagah dan garang, Hudapi berkata:

"lnilah medali kepercayaan tertinggi didaliam kalangan Militer kami untuk menyalurkan berita, dengan membawa medali mas ini, waktu keluar kota, jangan kalian keluarkan sepatah katapun. Mereka takkan berani tanya kepada kalian?"

"Lalu bagaimana aku harus serahkan kembali medali mas ini kepadamu?" tanya siau- go- kian- kun. "Boleh kalian ambil saja, jangan kuatir akan diriku aku akan cari upaya untuk memperolehnya yang lain."

setelah Hudapi pamitan pergi, semua orang sama senang dan lega, Heksiu-lo berkata:

"Aku ingin pergi ke Mongol saja.."

Beng Hay-kong menimbrung: "Adikmu dikurung di Holin, adalah pantas kalau kau kesana menolongnya keluar. Tapi bukankah baru saja keluar dari mulut harimau masuk kemoncong buaya?"

" Walau berbahaya, aku tetap kesana." ujar Hek-siu-lo tegas- setelah menghela napas, dia menambahkan:

"setelah peristiwa ini, aku sudah kapok juga, pribahasa ada bilang: Manusia mati lantaran harta, burung mati karena makanan, Bukankah lantaran harta kita hampir saja direnggut elmaut? Yang bener harta itu takkan terbawa keliang kubur, hidup manusia paling seabad buat apa pula mengoleksi dan menumpuk harta sebanyak itu?"

siau- go-kian-kun tertawa, ujarnya: "Kau bisa menginsafi hal ini, sulit juga."

" Cukong, bicara terus terang, sebagian terbesar harta kami memang dipendam di suatu tempat di Mongol, walau tak berani kubilang nilainya seharga sebuah kota, kukira cukup ada ribuan juta tail perak. Kali ini aku, ke Mongol disamping untuk menolong adik, akupun ingin bawa pulang harta benda itu."

"Begitu banyak hartamu, separo untuk menyogok ibun Hoa-kip sudah lebih dari cukup."

"Tidak, aku tidak akan berbuat demikian. itukan aku kikir, namun aku berpendapat harta benda harus dimanfaatkan dan disalurkan sesuai gunanya, diberikan Tatcu Mongol berarti aku bantu kejahatan mana boleh aku berbuat demikian,? Kupikir hendak serahkan harta benda itu kepadamu malah..." "Mana aku berani menerima hadiahmu sebesar itu?" ujar Hong-lay-mo-li.

" Gerakan laskar rakyat kurang ransum dan persenjataan tidak lengkap. Harta itu boleh kalian jual untuk mempersiapkan diri melawan Mongol. Menurut pendapatku, setelah Mongol mencaplok sehe, selanjutnya pasti menelan Kim dan menggasak song, soal waktu saja, laskar kalian pasti bentrok dengan Mongol."

"Bagus, ucapanmu memang betul, Kalau demikian biar aku wakilkan seluruh laskar kita ucapkan terima kasih kepadamu."

"Manusia punya cita2 luhur atas karunia Thian," demikian ujar siau- go- kian- kun,

"semoga per jalananmu ke Holin berhasil dengan baik."

Pagi2 sekali hari kedua, siau- go- kian- kun keluar kan dua kulit kedok sebuah diberikan kepada Hek-siu-lo, katanya:

"Pakai ini, orang lain tidak akan mengenalmu lagi."

Wajah Hek-siu-lo hitam keling tampangnya aneh dan luar biasa, walau ada medali pemberian Hudapi, namun tetap menarik perhatian orang, kedok muka ini tepat untuk mengelabui orang.

Dengan membawa medali mas itu, betul juga dengan leluasa mereka keluar kota. setiba dipersimpangan jalan keutatra menuju ke Mongol, ketimur menuju ke Tionggoan, Hek-siu-lo berkata:

" Cukong, banyak terma kasih dari jauh kau kemari menolong jiwaku, tak berani aku bikin susah kau ke Mongol lagi"

"Tidak, kami memang hendak ke Mongol juga. jadi bukan lantaran urusanmu." lalu dia menambahkan dengan tertawa:

"Jing-yau, tanpa kau katakan, namun aku tahu isi hatimu bukankah kau ingin ke Mongol untuk melihat Kongsun Ki?" " Guruku hanya punya seorang anak, kalau betul Kongsun Ki bertobat dan insaf diri, guruku pasti amat senang. Namun jiwanya tinggal tiga bulan saja, terang tak sempat kukirim kabar ke Kong-bengsi. Kupikir..."

"Kau ingin menolongnya bukan?" "Bagaimana menurut pendapatmu? "

" Kematiannya sebetulnya tidak perlu dibuat sayang karena perbuatannya dulu."

"Tapi setelah menderita siksa, terhitung cukup setimpal hukuman yang dia rasakan, maka aku tidak menentang kau menolongnya, cuma..."

"Kau kuatir tiada guna menolongnya?"

siau- go-kian-kun. manggut2. Hong-lay-mo-li berkata: "Beng-beng Taysu berhasil meyakinkan Iwekang simhoat yang tiada taranya, digabung, dengan ilmu kedokteran dari ayahku, masih ada ilmu menyungsang urat nadi ciptaan Ceng-ling-cu pula, jelas dapat menolong jiwa seorang yang terkena racun kedua ilmu keluarga siang. Kalau dalam jangka tiga bulan ini dapat bawa Kongsun Ki kembali ke Kong-beng-si, kemungkinan masih sempat menolong jiwanya "

"llmu ciptaan Ceng-ling-cu hanya siang-Ceng-hong dan Khing ciau yang mendalami, siang Ceng-hong memang ada di Kong-beng si namun hidupnya banyak menderita karena perbuatan Kongsun Ki apakah dia sudi menolongnya malah?"

"Tiada perjamuan yang tak bubar dalam dunia ini, tiada dendam dan dosa yang tidak impas pula. Kalau Kongsun Ki betul2 menyesal dan bertobat, aku bisa mintakan ampun kepada siang Ceng-hong." berhenti sebentar lalu menambahkan:

"Harapan untuk menolong Kongsun Ki keluar Mongol memang amat sulit, namun Walau gagal, kita bisa bertemu sama dia, supaya dia tahu bahwa ayahnya sudah mau memaafkan dirinya supaya dia bisa mangkat dengan tentram."

"Jing-yau, orang lain pandang kau sebagai Mo-li (perempuan iblis), siapa tahu ada kalanya kau menjadi dewi penolong manusia yang ketimpa derita juga."

"Kau menyanjung segala. Yang patut dibunuh harus dibunuh, yang harus ditolong harus ditolong. Kau kira aku hanya bisa bunuh orang saja?"

siau-go-kian-kun gelak2, bertiga mereka terus berangkat menempuh per jalanan, Di jalan mereka menyingkir dari pasukan besar Mongol terus menyusup baris belakang dan berputar kearah tujuan namun beberapa kali mereka kesamplok juga dengan kelompok kecil dari pasukan berkuda Mongol, untung mereka membawa medali pemberian Hudapi, sehingga tidak mengalami kesulitan.

siapakah pemuda yang menaruh perhatian akan golok pusaka Li Tiang-thay ini?

Berhasilkah Hong-lay-mo-li menolong Kongsun Ki? Cara bagaimana Hek-siu-lo menolong adiknya dari tangan Umong?.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar