Pendekar Latah Bagian 61

 
Bagian 61

Heran Hong-lay-mo-li, tanyanya: "Lalu bagaimana kau bilsa kenal Beng-beng Taysu?" "Siapa bilang aku kenal dia? selamanya aku belum pernah melihatnya" sahut pengemis cilik, jawaban ini membuat semua orang melengak saling pandang. Pengemis cilik balas bertanya:

"Kalian kenal Beng-beng Taysu?" Hong lay-mo-li berkata: "Beng-beng Taysu adalah sahabat ayahku.^

"Hampir satu tahun aku tinggal di Kong-bing-si," ujar Bu- lim-thian-kiau, "baru2 ini aku meninggalkan Kong-bing-si."

Girang pengemis cilik, katanya "Kalau kalian adalah kenalan baik Beng-beng Taysu, biarlah aku bicara terus terang kepada kalian. Aku antar surat mereka ibu beranak adalah untuk membalas budi kebalkan Beng Beng Taysu,"

"Kau tidak kenal Beng-beng Taysu, darimana pula kau pernah hutang budi terhadap beliau?" tanya Siangkoan pocu heran

"Aku mewakili ayah membalas budi" sahut pengemis cilik, "Siapakah ayahmu?" sela Bu-lim-thian-kiau.

"Ayahku adalah Hudabu dari pesisir sungai. Kalau aku bernama Hudapi."

Hong- lay-mo-li dan Siangkoan pocu tidak tahu siapa itu Hudabu tapi Bu su-tun dan Tam lh-tiong seketika terbelalak mendengar nama ayah pemgemis cilik, Ternyata Hudabu diwilayah Mongol amat kenamaan, dia salah seorang tokoh Bulim di Mongol yang ketenaran dan kebesaran namanya hanya dibawah Cun-seng Hoat-ong Koksu negeri Mongol.

Bulim-thian-kiau tahu kira2 10 tahun yang lalu Hudabu pernah sekali mengembara ke Tiong-goan, namun hanya sebentar saja lantas tidak mendengar kabar beritanya.

Berkata Hudapi lebih lanjut: "10 tahun yang lalu untuk menghindari grebekan para musuhnya, pernah ayah mengembara ke Tionggoan dan berkenalan dengan seorang cianpwe kosen yang bergelar Ceng-Iing-cu."

"Haya," seru siangkoan Pocu. "Cianpwe kosen yang kau sebut namanya adalah ayahku almarhum."

"jadi Ceng-ling-cu Lo- cianpwe sudah meninggal? sayang, sayang, sebetulnya aku berharap dapat menemui beliau." lalu dia melanjutkan:

"Ayah dengan Ceng-ling-cu Cian-pwe bicara soal tokoh2 silat kenamaan di-seluruh jagat ini, Ceng-ling-cu amat kagum dan mengagulkan dua tokoh besar, yaitu Beng-beng Taysu dan ayah Liu lihiap yaitu Liu Tay-hiap Liu Goan- cong."

Waktu itu Liu Tayhiap belum turun guung pula, tiada orang tahu dimana jejaknya. Beng-beng Taysu tetirah di Kong-bing- si, juga jarang orang tahu, tapi ceng-ling-cu tahu betul.

"Dari penuturan Ceng-ling-cu ayah tahu tempat tinggal Beng-beng Taysu, beliau lantas ke Kong-bing-si menyambanginya Tak kira belum lagi naik gunung, setiba dilamping gunung, ayah kepergok para musuhnya, lawannya tiga orang semuanya memiliki kepandaian khusus perguruan masing2 yang amat lihay, suatu pertempuran sengit berhasil menamatkan riwayat ketiga rnusuhi namun ayah sendiri juga luka parah.

Kebetulan hari itu Beng-beng Taysu keluar memetik daon obat, ditemukan empat mayat orang terkapar, beruntung dibawah pengamatanku yang teliti didapatinya salah satu mayat masih hangat dan belum putus napas.

Sebagai tokoh silat yang berwelas asih sesuai ajaran agamanya, Beng-beng Taysu lantas menolong jiwa orang yang sudah sekarat itu didalam kuilnya. orang yang luka parah ini adalah ayahku.

"Setelah puluhan hari dinilai dan diobati, baru ayah terhindar dari mara bahaya, lolos dari renggulan elmaut, namun dia belum bisa turun ranjang, bicarapun belum punya tenaga, pikirnya setelah semangatnya rada pulih baru akan bicara bahwa hubungannya amat baik dengan Ceng-ling-cu tak nyana ternyata Ceng-ling-cu juga sudah datang.

"Hari itu rebah di atas ranjang ayah dengan Ceng ling-cu bicara diluar dengan Beng-beng Taysu, sudah tentu hatinya senang bukan main, hati amat gegetun tak bisa keluar menemui dan bicara bertiga, terpaksa dia mendengarkan pembicaraan Ceng- ling-cu. Ternyata Ceng- ling-cu membicarakan soal urusan pribadi."

"Tanpa sengaja ayah mencuri dengar pembicaraan itu, baru dia tahu bahwa Beng-beng Taysu mempunyai seorang kekasih belia yang direbut oleh Sute Ceng-ling-cu yang bernama Thay Bi, sepasang kekasih itu sudah beberapa tahun berpisah, baru belakangan itu Ceng-Ling-cu berhasil mendapat tahu bahwa mereka ibu beranak sekarang menetap di Ciok-keh-ceng. Dia bukan lain adalah Ni Kim-ling dan putrinya. Kedatangan Ceng- ling-cu waktu itu adalah memberitahu kepada Beng-beng Taysu tentang berita mereka, dia tanya apakah Beng beng Taysu tidak ingin menengok mereka berdua.

"Sudah tentu Beng-beng Taysu tidak mau pergi, tapi setelah beliau mendapati berita ini, beberapa hari dia murung dan selalu masgul." demikian tutur Hutapi lebih lanjut, "walau ayahku ditolong oleh Beng-beng Taysu, namun hawa murninya sudah ludes, terluka dalam yang cukup parah setelah pluang dirumah penyakitnya kambuh dan meninggal dunia tidak lama kemudian.

sebelum ajal beliau berpesan: "Musuhku sudah kubunuh semua, matipun aku bisa meram. Hanya ada sebuh hal yang membuatku menyerah. Aku mendapat budi pertolongan Beng- beng Taysu, selama hidup terang tak mampu membalasnya, kali ini aku bisa pulang dan mati ditanah air sendiri berkumpul dengan keluarga pula, semua adalah berkat kebaikan Beng- beng Taysu. Kau harus selalu ingat akan budi kebaikan Beng-beng Taysu terhadap keluarga kita. Kelak kalau berjodoh dan ada kesempatan, kau harus membalas kebaikan Beng-beng Taysu ini."

"Cun-seng Hoatong dialah adalah teman ayah, setelah beliau menjabat Koksu sebetulnya tidak mau terima murid lagi, setelah ayah meninggal, ia melanggar aturan menerimaku sebagai murid penutup.

Kali ini aku diutus ke Thian-long-nia memanggil pulang suheng. Tak kira disini aku mendapat kesempatan bertemu dengan Ni-lopopoh dan putrinya."

"Ayah pemuh ceritakan hubungan Ni-popoh dengan Beng- beng Taysu kepadaku, kupikir Beng-beng Taysu adalah padri agung yang mengasingkan diri dari urusan duniawi, jelas tiada peluang bagiku untuk membalas apa2 kepada beliau, kebetulan aku memperoleh kesempatan baik ini, Kalau aku menolong Ni-popoh dan putrinya, secara tidak langsung sudah sedikit membalas budinya. oleh karena itu aku menyerempet bahaya diluar tahu suh engku membawakan suratnya untuk kalian."

"Adik cilik," ujar Bu-lim-thian-kiau,

" usia mu masih muda, namun kau tahu membalas budi.

Bagus, aku senang berkenalan dengan kau."

Hudapi tertawa, ujarnya: "Kau adalah angkatan muda yang disayang dan mendapat berkah dari Beng-beng Taysu, tentunya orang baik sudah tentu akupun senang berkenalan dengan kau. Tapi pejabat kerajaan dan serdadu negeri Kim kalian terlalu jahat dan rusak. supaya leluasa menempuh perjalanan, sengaja aku menyamar jadi pengemis, kukira pengemis tidak akan mendapat kesulitan di jalanan, tak kira serdadu kalian tidak pandang bulu pengemis rudin seperti aku juga dianiaya. Tak heran Khan agung kita mengerahkan tentara untuk menggempur kalian" Bertaut alis Bu-lim-thian-kiau, katanya: "Tentara kami menyakiti kau, akupun amat menyesal, biarlah aku minta maaf kepadamu Tapi rakyat jelata kita adalah orang baik mereka tidak bersalah tidak berdosa terhadap Khan agung kalian.

Khan kalian kerahkan tentara menggempur negeri ku, rakyat jelata yang tak berdosa akan menjadi korban pertama, dalam hal ini terang Khan kalian yang tidak benar "

Hudapi meIenggong katanya kemudian: "Hal ini tidak pernah kupikirkan, Tapi perintah Khan tidak boleh dibangkang, akupun harus patuh dan tunduk kepada perintah guruku. Tapi sekarang kalian sudah jadi sahabatku, kelak kalau aku berhadapan dengan kau dimedan laga, aku tidak akan memusuhimu."

Usia Hudapi masih muda, sulit dia memikirkan kebenaran dan keadilan yang serba rumit dan ber-liku2 ini. Bahwa dia sudah bisa membedakan perbedaan rakyat dan serdadu, Bu- lim-thian-kiau sudah cukup senang, katanya:

"Terima kasih akan kebaikanmu, aku-pun tidak akan memusuh,mu."

Berkata Hudapi serius: "Kalian adalah orang2 baik. sekembaliku menemui suhu, aku akan mohonkan ampun bagi kalian "

Bu-lim-thian-kiau melengaki katanya tertawa geli: "saudara cilik, menyenangkan sekali kau ini, mau mintakan ampun apa bagi kami?"

Dengan nada kanak2 Hudapi berkata menarik muka: "Apa yang kau tertawakan? Kepandaian kalian lebih tinggi dari aku ini aku tahu- Tapi jika kalian kebentur guruku kalian pasti bukan tandingannya. suhuku mempunyai satu kebiasaan, lawan yang bukan tandingannya hanya bisa memilih dua jalan. menjadi budaknya seumur hidup, atau dibunuh olehnya.

Terang kalian tidak mau menjadi budaknya, oleh karena itu jika kalian bertemu guruku, jiwa kalian pasti terancam bahaya. Tapi guruku amat sayang kepadaku kalau aku minta ampun, kemungkinan dia sudi melanggar kebiasaannya."

Bu-lim-thian-kiau tertawa, katanya: "O, kiranya begitu, terima kasih akan kebaikanmu, Tapi selama hidupku paling tidak suka mohon ampun kepada orang lain, kalau ilmu silat gurumu benar setinggi apa yang kau katakan, aku malah ingin cari kesempatan untuk minta pengajaran kepadanya"

Hudapi kurang senang katanya: "Kau tidak percaya terserahlah, Guruku akan datang ke Tionggoan, suatu ketika kau pasti punya kesempatan bertemu dengan dia." habis bicara dia putar badan terus pergi,

Bu-lim-thian-kiau membunnya, katanya "Adik cilik, jangan kau marah. Walau aku tidak terima bantuanmu, aku tetap berterima kasih kepadamu. Kemana kau mau pergi, apakah mau pulang ke Mongol?" kiranya tujuan Hudapi kebetulan searah dengan mereka.

"Aku mau ke Ki-lian-san, kita berpisah saja disini." sahut Hudapi,

" Kebetulan kami juga mau ke Ki-lian-san," ujar Bu-lim- thian-kiau tertawa,

"tapi untuk apa kau pergi ke Ki-lian-san malah?"

"Ji-suhengku menyuruh aku menunggu dia dikaki Ki-lian- san, karena menerima undangannya ini, maka aku menyerempet bahaya sampai hampir ditangkap oleh para serdadu itu."

"Bagus, kalau begitu kita masih bisa kumpul beberapa hari lagi marilah kita jalan bersama " ujar Bu-lim-thian-kiau.

Bu su-tun, Tam Ih-tiong dan Hong- lay-mo-li sama suka kepada Hudapi, orang dipandangnya sebagai sahabat kecil yang karib, sepanjang jalan mereka ngobrol tentang dunia persilatan dengan berbagai macam tokohnya yang aneka ragam, tak lupa ditanyakan pula keadaan dan pemandangan digurun pasir tidak sedikit pengetahuan yang menambah perbendaharaan kedua pihak.

Ditengah jalan tiba2 Hudapi menyinggung peristiwa kematian Huhansit Toa-suhengnya dikota raja Kim. katanya: " Guruku amat murka, dia bilang hendak menuntut balas bagi kematian TOa-suheng. Tapi aku tak berani tanya dia, entah siapakah yang membunuh Toa-suhengku?"

"Apa kau amat baik dengan Toa-suhengmu?" tanya Bu su- tun.

" Hanya pernah melihatnya beberapa kali. Bicara terus terang, aku tidak menyukainya, dia terlalu gila pangkat dan gila hormat, tapi dia terbunuh oleh musuh, sudah tentu aku ikut berduka."

"Toa-suhengmu bunuh diri bukan dibunuh orang" ujar Bulim-thian-kiau,

"aku tidak akan kelabui kau, kematian suhengmu sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan aku" lalu dia ceritakan pukul Lui-tai di kota raja Kim secara jelas dan terus terang kepada Hudapi.

Akhirnya Hudapi menghela napas, katanya: " Kiranya begitu Toa-suhengku memang mendapat ganjaran dari perbuatannya sendiri tidak bisa menyalahkan kau. Tapi, kau harus hati2. lebih baik kalau tidak kesamplok dengan guru ku."

Bu-lim-thian-kiau hanya tertawa saja, namun dalam hati dia ingin mendapat kesempatan untuk menempur cun-seng Hoat- ong. Mereka terus menempuh perjalanan bersenda gurau.

Hari itu mereka tiba di kaki Ki-lian-san, Hudapi tetap tinggal dibawah gunung menunggu suhengnya, maka merekapun berpisah.

Ki-lian-san merupakan gunung yang terkenal didaerah barat laut. puncaknya bersusun berlapis2 mencuat tinggi menembus langit, Baru saja rombongan Hong lay-mo-li beramai tiba ditengah gunung, tiba2 didengarnya suara gelak tawa keras bergetar membikin daon2 badan berguguran, hanya kedengaran gema gelak tawanya tak kelihatan orangnya. Hong- lay-mo-li terkejut katanya:

" Iwekang orang ini amat tangguh, jarang ada tandingan dalamjagat ini."

"Betul," ujar Bu-lim-thian-kiau

"sayang kekuatannya terlalu ganas, kelihatannya masih belum matang dan semurni Iwekang Beng-beng Taysu."

"Mari kita lekas tengok keatas." ajak Bu su-tun. "ingin aku tahu tokoh kosen siapa dia."

setelah gema gelak tawa tadi sirap maka terdengar seorang berkata: "Bagaimana, apa kalian hendak menahanku secara kekerasan? He, h e, kalau aku tidak punya keberanian memangnya aku bisa kemari" logat-nya orang utara, kata2nya kaku seperti orang baru belajar bicara, kedengarannya amat menusuk pendengaran Bertaut alis Hong lay-mo-li, katanya:

"Yang ini bukan bangsa Han." Disusul kumandang sebuah suara serak berkata:

"Kau congkak dan tidak kenal sopan santun, mengingat kau tamu darijauhi sebagai tuan rumah Ya lu Hoan-ih tidak membuat perhitungan dengan kau. Aku ini Tang wan liong biar minta belajar kenal dengan kepandaian saktimu."

"Ehi kiranya Tang-hay-liong sedang bertanding dengan orang disini." ujar Busu-tun.

Tang- hay- liong memiliki latihan Gun-goan-it-sat-kang selama 30 tahun, kekuatan luar dalamnya sudah mencapai puncak tinggi, maka suaranya kedengaran seperti gesekan logam keras, berdering dan memekak telinga. Tapi kalau dibanding gema gelak tawa yang merontokan daun pohon2 tadi jelas masih ketinggalan setingkat dari lawannya.

"Mungkin Tang-hay-liong bukan tandingan lawannya itu." kata Bu-lim-thian-kiau berkuatir,

Langkah mereka dipercepat maka terdengar pula orang itu gelak2pula, katanya. "sudah lama kudengar ketenaran nama su-pak-thian, sayang empat raja langit kini tinggal dua saja? kalian Tang-hay-long dan say-ci-hong boleh maju bersama saja." gelagatnya say-ci-hong juga berada disini.

"Tatcu dari Mongol ini kiranya jelas juga mengenal seluk beluk dunia persilatan di Tionggoan." kata Bu-lim-thian-kiau. Dia sudah bisa membedakan logat bicara orang ini membawa aksen Mongol.

Tang-hay-liong menggerung sekali, orang banyak tidak mendengar jawabannya jelas dia sudah mulai melabrak musuh, Mereka berlari semakin kencang setelah membelok ketikungan gunung dan menuruni sebuah lekukan lembah, tampak dari kejauhan Tang-hay-liong sedang bergebrak dengan seorang padri Mongol yang berpakaian kasa merah.

Tatkala itu Tang-hay-liong sudah adu hantaman tiga kali dengan padri itu, gempuran angin pukulan bergolak ke sekeliling gelanggang membuat debu pasir beterbangan, namun bagi pandangan Bu su-tun beramai yang cukup ahli cukup diketahui, bahwa Tang-hay-liong sudah terkekang dibawah lingkungan tekanan pukulan lawan.

"Bagus, padri besar ingin menjajal kepandaian kami bersaudara, biar aku ikut mengiringi permainan ini." terdengar Say-ci-hong segera dia melolos pedang terjun kedalam gelanggang. Permainan pedangnya dikombinasikan dengan pukulan telapak tangan, hanya sejurus dia menyerang, padri Mongol itu bersuara heran, katanya:

" Thay- Jing-khi-kang memang tidak bernama kosong" latihan say-ci-hong memang Thay- Jing-khi-kang dari aliran murni yang mempunyai kemujijatan dan serasi dengan Gun- goan-it-sat-kang Tang hay- liong.

Kalau Gun-goan-it-sat-kang mengutamakan pukulan kencang dan deras, sebaliknya Thay- Jing-khi-kang halus lunak dan silir, jauh lebih mudah untuk menyerang dan melukai lawan. Begitu dia lancarkan ilmu kebanggaannya, padri asing segera merasakan dirinya di-hembus angin sepoi2 yang silir dan nyaman, terasa hangat dan menyegarkan namun semangatnya menjadi lumpuh dan kantuk malah, se- akan2 tenaga sukar dikerahkan.

Bercekat hati padri asing, baru sekarang dia insaf, secara kenyataan ternyata kepandaian say-ci-hong masih lebih unggul dari saudara tuanya. Betapapun tinggi Iwekang dan kepandaian silatnya, tak urung dia tak berani lagi memandang ringan lawannya yang satu ini.

segera dia rangkap kedua telapak tangan seperti memeluk sementara badannya berputar dengan lincah, dia gunakan jurus Ping-pik-pau-gwat (menjinjing batu pualam menolak rembulan), tiba2 dia pentang kedua tangan, kekiri menyerang Tang-hay-liong, kekanan menggempur say-ci-hong.

jurus serangan ini dilandasi kekuatan Iwekang latihannya yang dahsyat kiri keras kanan lunak, aneh dan lihay serba hebat, Tang-hay-liong rasakan diterjang kekuatan dahsyat laksana gugur gunung terasa gempuran lawan sealiran dan sejalan dengan pukulan Gun-goan-it-sat kang yang dia mainkan, begitu saling bentrok terjadilah bentrokan keras laksana guntur menggelegar, jenggot Tang-hay-liong bergetar tersiaki badannya tertolak mundur tiga langkah.

Hati-nya keheranan dan terkesiap: "Diapun bisa menggunakan Gun-goan-it-sat-kang."

Dalam waktu yang sama say-ci-hong juga menyambut sebuah pukulan lawan, diapun dibuat keheranan, Terasakan olehnya pukulan lunak lawan se-akan2 bisa ter-baur menjadi satu dengan kekuatan Thay-Jing-khi-kang yang dia lancarkan, laksana air sungai mengalir kelautan teduh, sehingga perbawa Thay- Jing-khi-kang sukar ia kembangkan, malah dirinya terkekang terbendung dan terbaur sirna.

Dengan seluruh kekuatannya say-ci-hong menyambut pukulan orang, tak tertahan diapun tersurut dua langkah.

Padri Mongol sekaligus lancarkan pukulan keras dan lunak dalam sekali permainan dengan satu lawan dua pula, namun dia tetap lebih banyak menyerang dan bertahan dengan rapat dan mantap.

Dalam sekejap. Tang-hay-liong sudah mandi keringat, keadaan say ci-hong rada mending, namun deru napasnya mulai berat dan memburu. Ternyata Gun-goan-it-sat-kang yang dimainkan padri- Mongol ini mendapat ajaran padri kosen dari India, tingkat dan terbawanya memang lebih tinggi dari kelandaian un-goan-it-sat-kang Tang-hay-liong.

Kedua pihak berhantam dengan sama2 menggunakan kekerasan, sudah tentu yang bertenaga kuat dan besar lebih unggul dan menang.

Cepat sekali Hong- lay-mo-li beramai sudah tiba di- sekeliling gelanggang, setelah dekat dan menyaksikan lebih jelas, mereka keheranan dibuatnya.

Dibela kang Tang-hay-liong berdua, berjajar di pinggir gelanggang orang yang menonton dengan terkesima mereka adalah Khing ciau, cin Long-gioki Li Keh-cun, Tai Mo dan Tiong siau-hu. Mereka menemani Tang hay- liong mengantar tamu.

Begitu tumplek perhatian mereka menonton pertempuran ini sehingga tidak menyadari bahwa Hong-lay-mo-li sudah datang, setelah orang berada disampingnya baru tahu.

Dengan suara lirih Hong- lay-mo-li bertanya: "Siapakah piadri ini?" Khing ciau menjawab lirih: "Dialah Cun-seng Hoat-ong Koksu dari Mongol, dia kemari membawa surat Timujin menganjurkan kita menyerah kepihaknya, sikapnya angkuh dan tidak sopan. Yalu-toako dengan tegas menolak maka dia uring2an. Tang wan- cianpwe penasaran melihat keangkuhannya, diluar tahu Yalu-toako dia ajak orang kemari dan menjajal kepandaiannya ."

Ha ng- lay-mo-li terperanjat baru sekarang dia mau percaya akan omongan Hudapi yang mengagulkan kepandaian gurunya, diam2 dia menerawang, bahwa dirinya mungkin juga bukan tandingan orang.

Mendengar padri asing ini adalah cun-seng Hoat-ong, Bu- lim-thian-kiau menjadi gatal tangan-nya, segera dia bergerak maju, Tapi Busu-tun bertindak lebih dulu, Katanya: "Cianpwe berdua boleh siakan istirahat biar aku belajar kenal kepandaian Hwesio gede ini."

Memangnya Tang-hay-liong dan say-ci-hong merasa kewalahan menghadapi lawan, dengan senang hati segera mereka mundur.

Cun-seng Hoatong gelak2. katanya: "Kedatanganku memang ingin menjajal jago2 kosen dari Tionggoan, aku tidak sudi memukul lawan kurcaci, jangan kau tidak tahu diri, nanti kubikin kau menjadi bergedel."

"Aku memang bukan jago kosen, namun apakah aku tidak tahu diri nah coba dulu kau lawan pukulanku. "

"Baik, hayo maju " sambut Cun-seng Hoat-ong, pukulan Bu su-tun menderu kencang bersuara menggelora.

Cun-seng Hoat-ang segera angkat tangan menyambut pukulan, "BIang" laksana halilintar menggelegar di siang hari bolong seluruh hadirin merasa pekak kupingnya.

Cin Long-gioki Li Keh-cun dan Tai Mo yang Iwekangnya lebih rendah lekas menutup kuping dengan jari tangan. selama kelana di Kangouw, Kim-kong-ciang Bu su-tun belum pernah menemui tandingan setimpal, tak nyana sekarang dia sendiri terg entak limbung oleh kekuatan perlawanan musuh, Cun-seng Hoat-ong juga dipaksa menyurut selangkah oleh gempuran Kim-kong-ciangnya yang dahsyat.

Kalau Bu su-tun kaget, diapun mencelos hatinya bentaknya: "Siapa kau?"

"Laki2 sejati duduk tidak merobah nama ber jalan tidak ganti she, aku inilah pangcu dari Kaypang Bu su-tun"

Gusar Cun-seng Hoat-ong, serunya: "O, kiranya kau inilah pengemis Busuk yang membunuh muridku itu."

Bu su-tun tidak tanggapi makian orang, katanya tawar "Kau menuduh aku boleh anggap memang akulah yang membunuhnya, memangnya kau mau apa?"

Cun-seng Hoatong menggoreng serunya: "Tidak apa2, cuma jiwamu harus diserahkan untuk tumbal arwah muridku," geraman suaranya menggunakan say- cu-ho- kang yang hebat.

say- cu-ho- kang adalah Iwekang terlihay dari aliran Hud, dari seorang pemeluk agama yang mengutamakan welas asih pantang membunuh, maka geraman say- cu-hong laksana singa ini amat besar faedahnya, kehebatan geraman seorang padri yang tinggi ilmunya cukup 

mampu mengusir binatang buas dalam hutan sehingga lari terbirit2, yang dekat malah bisa pecah jantungnya dan binasa.

Demikian, pula bagi manusia biasa takkan kuat menahannya, Li Keh-cun dan lain2 yang sudah menyumbat kuping toh masih merasakan getarannya yang hebat, tak tertahan mereka terhuyung dengan menahan kesakitan, kering atpun gemorobyos. Lekas Bu-lim-thian-kiau tiup serulingnya dengan irama lagu yang ulem dan ringan dia tenangkan pikiran semua orang.

Diiringi dengan geramannya Cun-seng Hoat-ong lontarkan sepasang telapak tangan dengan sengit dia merabu dengan tiga gelombang pukulan keras.

Bu su-tun tidak perlu gentar menghadapi say-cu-ho orang, namun lama kelamaan pikirannya terganggu dan semangat goyah. Cepat diapun gerakan kedua tangan melancarkan Tay- lik kim kong-ciang ajaran tunggal Kaypang.

Empat telapak tangan beradu dengan variasi perubahan yang ber-beda2. Telapak tangan kiri Bu su-tun laksana membentur dinding baja yang tidak kelihatan mengeluarkan suara gemuruh sebaliknya pukulan telapak tangan kanan seperti membentur tumpukan kapas sedikitpun tidak menimbulkan reaksi.

Dengan mengembangkan pukulan lunak dikiri dan keras dikanan, diselingi pula suara geraman say-cu-ho yang hebat Cun-seng Hoatong layani Kim- kong-ciang Bu su-tun, sebetulnya kekuatan pukulan Bu su-tun tidak lebih asor dari lawannya, namun lawan sekaligus gunakan say- cu-ho, Iwekang dari aliran Hud untuk memunahkan separo dari perbawa pukulannya, sudah tentu lama kelamaan dia menjadi kewalahan dan asor.

Namun demikian cun-seng Hoatong tercekat hatinya, pikirnya: " orang sheBu ini paling berusia 30, namun kuat melawan sekaligus tiga ilmu mujijat yang puluhan tahun kuyakinkan, agaknya jago2 Kosen dari Tionggoan memang tidak boleh dipandang ringan."

Cun-seng Hoatong cukup mengerti, untuk dapat mengalahkan Bu su-tun sedikitnya dia memerlukan ratusan jurus.

seruling Bu-lim-thian-kiau kebetulan meniup ritme irama terakhir. segera dia angkat serulingnya dan berkata dengan tertawa: "Bu-toako, berilah kesempatan padaku untuk belajar kenal sampai dimana tingkat kepandaian Hwesio gede ini."

Bu su-tun- segera mundur keluar gelanggang serta menarik napas panjang tiga kali, barulah rasa sesak didadanya hilang, hatipun tersirap kagum.

Memangnya Cun-seng Hoatong merasa diganggu oleh irama seruling Bu-lim thian-kiau yang menekan suara geraman singanya, melihat orang maju, segera dia menyambutnya: "Anak muda memang aku ingin kau merasa akan kelihayanku."

se-konyong2 dia menghardik sekali. Agaknya Cun-seng Hoatong teramat takabur dan tinggi hati, melihat usia Bu-lim- thian-kiau malah lebih muda dari Busu-tun, dia tidak percaya Iwekang orang dapat sejajar dengannya, maka begitu mulai dia pikir hendak menumpukan atau merobohkan lawan dengan say- cu-ho.

Tatkala itu mereka sudah berhadapan jarak hanya tiga kaki semakin dekat jaraknya, perbawa say- cu-ho semakin hebat, Cun-seng Hoatong amat pongah dan yakin sekali menghardik umpama Bu-lim-thian-kiau tidak tergentak jatuh semaput, sedikitnya darah akan bercucuran dari kuping dan hidungnya.

Tak nyana, baru saja dia pentang mulut menghardiki seketika dirasakannya segulung hawa hangat menyampuk muka. seperti diketahui seruling Bu-lim thinn-kiau ini terbuat dari batu jade yang hangat merupakan pusaka yang tiada tara nilainya, dari seruling hangatnya ini Bu-lim-thian-kiau dapat meniup keluar segulung hawa hangat dari kekuatan hawa murninya yang tulen, sekaligus dapat menambah pembawa kekuatan Iwekangnya.

Cun-seng Hoatong baru saja sudah menghadapi dua kali gebrakan sengit. Betapapun kekuatan say- cu-hong sudah dikorting beberapa persen, kini say- cu-hong kena dipunahkan pula oleh hawa murni tulen dari tiupan seruling hangat Bu-lim- thian-kiau.

Akan tetapi Bu-lim-thian-kiau sendiri toh tersurut selangkah juga, beruntun dia tiup dua kali suara nyaring melengking dingin dari serulingnya, barulah gejolak hatinya tenang dan terkontrol kembali dengan lekas dan wajar dia masih kuat menghadapi lawannya.

Mau tidak mau Bu-lim-thian-kiau berpikir: "setclah menghadapi Bu toako, lwe-kangnya masih lebih unggul dari aku, orang ini memang tidak boleh dipandang rendah."

Karena ditiup hawa hangat dari seruling Bu lim-thian-kiau, hati Cun-seng Hoat-eng menjadi risau dan gundahi hatinya kaget lekas dia kerahkan hawa murni berputar tiga kali segera diapun menenangkan hati dan pikiran, bentaknya: "siapa kau?"

"Aku yang rendah Tam Ih-tiong, akulah yang memukul roboh murid besarmu dari atas panggung serta membuatnya mampus saking mangkel. Kalau kau ingin menuntut balas bagi kematian muridmu, boleh kau membuat perhitungan dengan aku, jangan salah menuduh orang lain."

Cun-seng Hoatong gusar, telapak tangan kiri melontarkan Gun-goan-it-sat-kang yang cukup membelah remuk batu besar sedang telapak tangan kanan menggunakan Hud-hun-jiu lunak peranti menundukkan kekerasan, keras dan lunak dilontarkan bersama. dua tipu silat dari ajaran aliran manapun yang dimainkan Bu- lim-thian-kiau, jelas takkan lolos dari telapak tangannya.

Bu lim-thian-kiau cukup tahu betapa lihay lawan, maka dia tidak mau adu kekerasan Iwekang, seruling terayun maka berkelebar sinar hijau pupus yang menyilahkan mata, laksana bintang kelap kelip dimalam buta rata sekaligus berjatuhan dan menungkup kesatu arah. Dalam sejurus dia incar 36 Hiat- to besar disekitar badan Cun-seng Hoat-ong. Yang dilancarkan ini adalah ilmu tutuk yang berhasil dia selami dari gambar lukisan Hiat-to-tong-jin.

Pengetahuan dan tingkat kepandaian cun-seng Hoat-ong sudah cukup luas dan tinggi, namun dia toh bingung dan tidak mengerti ilmu mukjijat dari aliran mana dan cara bagaimana harus memunahkan, terpaksa dia batalkan serangan dan tarik tangan untuk melindungi badan.

seruling Bu- lim-thian-kiau hanya terpaut satu kaki didepan badan lawan, namun terasa seperti kebentur dinding baja yang tidak kelihatan, serulingnya tak mampu bergerak maju lagi, keruan hatinya mencelos.

Kini cun-seng Hoatong dari menyerang berubah bertahan, dia layani Bu- lim-thian-kiau sampai sepuluh jurus, namun kekuatan pukulannya malah bertambah besar.

Diam2 Bu- lim-thian-kiau mengeluh dalam hati, dia tahu kalau lama2 pasti dirinya kecundang akhirnya, segera dia mencebir bibir dan bersiul panjang. teriaknya: "Hwesio gede diberi tidak membalas karang hormat, nah akupun meniru seranganmu, seruling melintang didepan dada, tiba2 sebelah tangannya menepuk enteng inilah Lokieng-ciang-hoat ciptaannya, kelihatannya dia menepuk seenaknya tidak menggunakan tenaga, namun damparan kekuatan pukulannya ternyata dahsyat luar biasa.

Mirip benar dengan arus deras yang ber-gulung2 mendadak melandai datang, sudah tentu Cun-seng Hoat-ong tidak kenal permainan Liok-eng-ciang-hoat, maka gerakannya belum tepat dan serasi untuk menghadapinya Iwekangnya tinggi, namun dia tergeliat sekali.

Pakai seruling sebagai ganti potlot, Bu-lim-thian-kiau kembangkan Keng-sin-pit-hoat yang tiada bandingannya diseluruh jagat, ditambah permainan Lokieng-ciang-hoat ciptaannya sendiri, barulah dia cukup setanding melawan cun- seng Hoat-ong. Tengah bertempur seru, tiba2 terlihat seorang pengemis cilik ber-lari2 dari bawah gunung dari kejauhan berteriak:

"Suhu, lekas kemari Ji-suheng sedang menunggumu dibawah gunung"

cun-seng Hoat-ong menyahut: "Biar dia menunggu sebentar lagi"

Pengemis cilik itu berteriak pula:

"Tidak, dia tak bisa menunggu lagi Kalau kau tidak segera kebawah, kemungkinan jiwanya terenggut mara bahaya," lalu dia ganti bicara Mongol memberi penjelasan dua patah kata, seketika berubah air muka cun-seng Hoat-ong, segera dia kerahkan setaker tenaganya beruntun menghantam tiga kali. Bu-lim-thian-kiau didesaknya mundur, dia lantas melompat keluar arena.

Pengemis cilik itu adalah Hudapi yang baru dikenal Bu-lim- thian-kiau. Dalam hati Bu-lim-thian-kiau membatin:

"Pengemis cilik ini kuatir gurunya melukai aku, maka dia gunakan tipu ngapusi gurunya turun gunung"

Maklumlah Ji-suheng Hudapi adalah Umong yang menjadi duta Mongol bersama Huhansia tempo hari, Bu- lim-thian-kiau pernah menjajal tingkat kepandaian Umong, walau belum setimpal menghadapi jago2 kosen kelas wahid dari Tionggoan, namun kalau bukan jago yang betul2 kosen terang takkan mampu melukai dia.

Bu-lum-thian kiau berpikir lebih jauhi didalam pangkalan Yalu Hoan-ih kecuali Tang- hay- liong dan say- ci-hong, yang lain takkan mampu setanding melawan Umong, apalagi hendak melukai dia, jelas tidak mungkin lalu kenapa Umong yang berada dibawah gunung mengalami bahaya.

oleh karena itulah Bu-lim-thian kiau menduga, mengingat persahabatan mereka sengaja Hudapi mengatur tipu daya berbohong kepada gurunya, Bu-lim-thian-kiau menjadi kuatir, bila kebohongan Hudapi kenangan gurunya, pasti bakal dihukum berat oleh gurunya maka besar niatnya melihat orang untuk melanjutkan pertempuran sengit ini. Tapi lekas dia berpikir pula: "Cun-seng Hoatong sudah beruntun bergebrak tiga kali, menangpun aku tidak bangga, kalau tidak bisa menang malah ditertawakan orang. Hudapi adalah muridnya tersayang, otaknya cerdik pandai bicara lagi dia berani berbuat nakal, tentunya tidak akan terhukum berat oleh gurunya.

Biarlah, sekali ini akan aku terima kebaikan Hudapi, oleh karena itu segera diapun tarik tangan membiarkan cun-seng Hoatong turun gunung.

Begitu keluar arena Cun-seng Hoatong sedikit takut dirinya dikerubut maka dia membentak: " Kalau kalian ingin mengeroyok dengan jumlah banyak, hayolah maju bersama, Kalau tidak aku tidak sudi melayani bertempur cara bergilir begini."

Hong- lay-mo-li naik pitam menghadapi kecongkakan orang, sekali bergerak dia berkelebat menghadang didepan cun-seng Hoatong, katanya: "Dua negara berperang tidak membunuh duta suruhannya, kita hanya ingin menghajar adat kepadamu, supaya kau tahu bahwa dari Tionggoan tidak sedikit orang2 pandai, memangnya siapa sudi membunuhmu? silakan." Kata2nya terakhir disertai gerakan kebut yang terayun dengan gaya membungkuk menjilakan orang, se- olah2 hendak melepas orang pergi begitu saja.

Mendengar ucapan Hong- lay-mo-li yang menyindir dan menusuk hati, cun-seng Hoat-ong gusar, katanya:

"Ku pandang kau kaum hawa, aku tidak akan melayanimu^ minggirlah" lengan bajunya mengebas pikirnya hendak menyengkelit Hong- lay-mo-li pergi supaya orang mendapat malu. Lalu menggoda dan menghinanya beberapa patah terus tinggal pergi Diluar tahunya Hong-lay-mo-ii memang sudah getol dan gatal untuk melawannya, sikapnya itu memang memancing lawan turun tangan kepadanya. Begitu lengan baju Cun-seng Hoat-ong mengeb as, berbareng kebut Hong-laymo-li menyapu, jengeknya dingin, "Kau kira aku tidak setimpal menghajar adat kepadamu?"

Cun-seng Hoat-ong rugi karena beruntun sudah bertempur tiga babak, memandang rendah lawan lagi, Hong- lay-mo-li tidak dipandang sebelah mata, kebasan lengan bajunya hanya menggunakan lima enam bagian tenanganya, dia kita cukup setengah tenaganya saja sudah berkelebihan untuk membanting jatuh Hong- lay-mo-li.

Maka terdengarlah suara petasan renteng berbunyi nyaring, lengan baju Cun-seng Hoat-ong walau berhasil menyampukpergi kebut Hong- lay-mo-li, namun lengan bajunya itu ber-lubang2 kecil tak terhitung banyaknya seperti sarung tawon, ternyata lobang2 kecil robek itu tertusuk oleh benang2 kebut Hong-lay-mo-li.

Kejut dan gusar pula cun-seng Hoat-ong, baru saja dia hendak keluarkan serangan telak mematikan, Hong lay-mo-li tahu2 sudah berkelebat pergi sejauh tiga tombak, katanya dingin,

"Masih berani kaupandang rendah orang lain? Kau dulu yang turun tangan, jangan salahkan aku. Baik, kau boleh pergi, silakan lekas enyah apa mau masih bertanding denganku?"

Ginkang Hong-lay-mo-li mungkin sudah tiada bandingan diseluruh jagat ini, Cun-seng Hoatong tahu dirinya takkan bisa mengejar orang Dan lagi walau kibasannya tadi hanya menggunakan setengah tenaganya, namun benang kebut Hong-lay-mo-li bisa bikin lengan bajunya ber-lobang2, mau tidak mau Cun-seng Hoatong tercekat juga akan Iwekangnya, pikirnya "Tak kira beberapa muda mudi ini semuanya lihay dan berkepandaian tinggi. Tenagaku sudah terkuras, kalau kulanjutkan mungkin seorang cewek inipun aku tidak akan dapat mengalahkannya."

Disamping menguatirkan keselamatan muridnya yang kedua dibawah gunung, diapun kuatir Bu dan Tam berubah hati, celaka kalau dirinya tidak dibiarkan pergi dengan selamat.

oleh karena itu dia terima dan telan cemooh dan hinaan Hong-lay-mo-li, ter-sipu2 dia berlari turun gunung. Hudapi mengintil dibelakangnya.

siang koan pocu tepuk tangan, katanya tertawa: "Liu-cici, kepala gundul itu sudah kau hajar adat"

sedikitpun Hong-lay-mo-li tidak menunjukkan rasa puas atau senang katanya: "Koksu Mongol ini memang seorang genius yang hebat dalam bidang ilmu silat, mungkin harus mengundang ayah baru bisa menandingi dia"

Bing-beng Taysu sudah bersumpah tidak turun gunung, penyakit lumpuh Kongsun In juga belum sembuh, maka Hong- lay-mo-li berpikiran hanya ayahnya saja jago kosen masa kini yang kuat mengalahkan cun-seng Hoat-ong.

setelah Cun-seng Hoat-ong pergi, barulah orang banyak sempat berbincang dengan gembira, teman lama berkumpul sudah tentu tidak sedikit persoalan yang mereka bicarakan, terutama Tiong siau-hu berkumpul kembali dengan siangkoan Pocu sudah tentu hatinya senang. siangkoan Pocu tuturkan pertemuannya dengan ibunya di Thian-longnia kepada kekasihnya.

Baru saja semua orang hendak balik kepangkalan, dikejauhan tiba2 terdengar suara gemuruh seperti bunyi guntur, begitu keras suara itu sampai menggetarkan bumi dan bergema diatas pegunungan, burung dalam hutan beterbangan kaget dan ketakutan. siangkoan Pocu tertawa katanya: "Kepala gundul itu mungkin terlalu jengkel, saking tidak terlampias, tanpa sebab kembali dia mengembangkan ilmu geraman singa."

Belum habis dia bicara, tiba2 terdengarpula suara gelak tawa panjang sayup2 sampai, makin lama makin keras kumandang menembus langit, lembut dan nyaring bergelombang.

Geraman cun-seng Hoatong yang keras dan kuat itu ternyata tidak mampu menekan suara gelak tawa ini. Gelak tawa orang ini laksana tajam panah menebus berbagai lapisan tabir seperti ular sakti pula yang menerjang kian kemari menyusupi lobang dan akhirnya menerobos lewat dinding baja tembok besi.

Bagi pendengar seorang ahli silat suara gerengan dan gelak tawa itu jelas sedang saling hantam dan bentrok dengan hebat.

se-konyong2 gelak tawa itu berubah pula mirip pekik bangau sakti diangkasa tiba2 jatuh menukik dari lapisan udara, gerungan keras itu ternyata tambah tak kuat membendungnya, malah seperti tertekan susut kebawah, Mendadak gelak tawa itu berhenti, namun gema suaranya masih kumandang ditengah alam pegunungan sampai lana baru menghilang.

Dengan seksama Hong-lay-mo-li pasang kuping mendengarkan, tiba2 dia unjuk muka berseri girang, Bu-lim- thian-kiaupun bersorak gembira, serunya:

" Itulah saudara Kok-ham sudah datang"

Ternyata Cun-seng Hoat-ong memang kesamplok musuh tangguh, yang dia hadapi dibawah gunung adalah siau- go- kian- kun pendekar Latah Hoa Kok-ham.

Hudapi tidak berbohong dan ngapusi gurunya turun gunung, Umong dibawah gunung sedang dicegat dan dipermainkan seperti kucing mempermainkan tikus saja, walau jiwanya belum terancam namun keadaannya sudah amat runyam.

Waktu Cun-seng Hoat-ong memburu tiba, dia masih sempat melihat keadaan muridnya yang runyam dan memalukan.

Dilihatnya seperti banteng ketaton Umong sedang menubruk menerjang dan menyerang serabutan membabi buta sebaya berkaok2, besar hasratnya merobohkan atau menghancurkan lawan, namun siau- go-kian- kun bergerak lebih lincah, tangkas dan lebih tangguh orang selalu dapat dibikin mati kutu tak mampu lari keluar dari kurungan permainan lengan bajunya.

Belakangan Umong seperti berubah kalap. lenyap pikiran hendak merobohkan lawan, pikirannya dia tumplek untuk berdaya melarikan diri dari libatan dan permainan lawan, namun dia tetap tak mampu lolos.

Setiap langkahnya peduli ke-arah mana saja, bayangan Siau-go-kian-kun selalu sudah muncul dihadapannya.

Siau-go-kian-kun tertawa katanya: "Bukankah kau bilang hendak bunuh aku sekali pukul? Hayo hantam, gaploki genjot Tadi sudah kukatakan hendak membantu keinginanmu, boleh kau pukul dan hantam sesukamu, aku tidak membalas aku sendiri tidak takut terpukul mati, kenapa kau takut malah?"

Ternyata Umong menunggu sang guru dibawah gunung kebetulan kesamplok dengan Siau-go-kian-kun, melihat sang adalah Busu Mongol. didalam situasi peperangan seperti ini, Busu Mongol berani datang ke Tionggoan, Siau go-kian-kun menduga orang pasti tidak bermaksud Baik, maka Siau-go- kian-kun maju hendak mengorek keterangan dan mencoba kepandaiannya, maka dia permainkan orang.

Memang siau-go-kian-kun tidak pernah menghadapi Cun- seng Hoat-ong dan murid2nya, namun jejak pengembaraannya sudah menjelajah seluruh jagat, pengetahuannya luas dan mendalam, bukan saja dia sendiri pernah ke Mongol, kedua pembantunya Hek-Pek-siu-lo juga tinggal disana beberapa tahun, pernah melihat aliran silat cun- seng Hoatong.

Maka sedikit banyak Siau-go-kian-kun sudah mendapat gambarannya. Kini setelah dicoba dia lantas dapat mengetahui asal usul Umong, maka dia lebih yakni bahwa Busu Mongol ini adalah muridnya Cun-seng Hoat-ong.

Siau- goan kian-kun memiliki kepandaian khusus yang mengutamakan lunak menundukan keras, senjata yang dia pakai adalah sebatang kipas, dengan bekal kepandaian yang dia miliki ini, dia malang melintang di Kang-ouw dan berhasil mengalahkan tidak sedikit lawan tangguh.

Kepandaian Umong memang bagus, namun menghadapi dia belum termasuk lawan tangguh, maka siau- go-kian- kun mampu mempermainkan orang yang menggunakan gaman.

semula Umong kira pelajar lemah ini cukup sekali jotos pasti mampus, tak kira setelah kaki melayang dan tangan menggenjot, siau go-kian- kun dapat bergerak lincah setangkas kera berjoget, pakaiannya melambai, ujung nyapun tak mampu dia jamah.

Permulaan siau-gokian-kun gunakan kelincahan gerak tubuhnya untuk meluputkan diri dari rangsakan lawan, namun belakangan dia biarkan saja kepelan Umong menghujam badannya.

Umong pernah meyakinkan Gun-goan-it-sat-kang, latihannya memang belum matang namun kekuatannya sudah cukup berkelebihan untuk membelah pilar. Tapi pukulannya yang dahsyat kiranya sedikitpun tidak membawa reaksi pada tubuh siau go-kian-kun, seperti batu gede kecemplung laut, hanya sedikit riak gelombang yang kentara terus lenyap, paling pakaian siau- go-kian- kun saja yang melambai dan melembung sedikit.

Kedua tangan siau- go-kian- kun disembunyikan disebelah lengan baju, dia biarkan orang memukul dirinya, namun secara diam2 dia kerahkan Iwekang tingkat tinggi untuk punahkan daya pukulan orang.

setengah jam lebih orang dipermainkan tak mampu merobohkan orang, kini mau lolos dan tinggal pergipun tidak mampu lagi. siau- go-kian- kun tidak terluka, tidak kunang suatu apa, wajahnya tetap berseri wajar, sebaliknya napas sendiri malah ngos2an seperti kerbau keletihan.

Melihat muridnya dipermainkan begitu runyam, sudah tentu cun-seng Hoat-ong ikut malu dan gusar, bentaknya:

" Umong, kau minggir siapa kau, berani mempermainkan muridku?" langsung dia terjang siau-go-kian-kun sembari menggerung se-keras2nya, gerungannya sedahsyat guntur berguna d Segunungan.

Umong yang pernah meyakinkan say-cu-hopun tidak kuat menahan gerungan gurunya, langkahnya terhuyung sambil mendekap kuping.

siau-go-kian-kun tertawa, ujarnya:

"Ternyata say cu-ho dari aliran Hud juga demikian saja" gelak tawa nyapun berkumandang memanjang tak putus2.

jadi gerungan dan gelak tawa saling hantam bergelut saling tindih dan mengatasi belum lagi mereka bertempur pakai kaki tangan, terlebih dulu sudah adu kekuatan Iwekang.

Akhirnya gelak tawa berhasil menindih gerungan, itulah gema gelak tawa dan gerungan yang didengar oleh Hong-lay- mo-li dan lain2 dan berakhir dengan kemenangan siau- go- kian- kun. Tapi meski demikian setelah lebih unggul toh siau-gokian- kun merasakan darah mendidih dan napas sesak, jantungnya be-debar2. " Umpama ilmu silat Cun-seng Hoatong belum dapat diakui nomor satu diseluruh jagat, namun ketenaran nama dan kepandaian sejatinya cukup setimpal, demikian pikir siau- go- kian- kun. Tapi dia belum tahu bahwa sebelum ini cun-seng Hoatong sudah bertempur tiga babak.

Diluar tahunya kalau siau- go- kian- kun terkejut dan mengagumi lawan, Cun-seng Hoatong ternyata jauh lebih kejut. Darahpun mendidih dirongga dadanya, setelah dia kerahkan hawa murni dan tenaga terpusat kembali di Tan- thian baru gejolak hatinya dapat di-tentamkan pula. Batinnya: "Darimana Tionggoan bermunculan jago2 kosen sebanyak ini, lawan2 yang ku-hadapi hari ini semuanya masih muda belia, ternyata aku tak mampu mengalahkan dan menundukkan mereka" mau tidak mau dia menjadi patah semangat dan lesu.

Betapapun cun-seng Hoat-ong seorang yang berpandangan tinggi dan angkuhi selamanya dia tidak mau tunduk kepada orang lain, pikirnya: " Lawan hanya seorang, usia orang ini malah lebih muda dariBu-pangcu dan Bu-lim-thian-kiau kalau satu lawan satu aku tidak bisa kalahkan dia, bagaimana aku bisa terus bercokol di Kangouw ? Hari ini kalau tidak kutumpas dan kubunuh dia, beberapa tahun lagi,tentu aku bukan tandingannya lagi,"

Dalam hatinya Cun-seng Hoat-ong tahu diri dan sudah bisa melihat jauh kedepan akan masa depannya kelaki dia tahu setelah beruntun bertempur tiga babak, Iwekangnya sudah dikorting, namun mengingat kepandaian silat khusus yang lihay dan mematikan miliknya belum lagi dia kembangkan, jikalau bisa melenyapkan siau go kian- kun, terhitung meringankan tugas dan tanggung- Jawa b dirinya, seorang lawan tangguh berhasil disingkirkan lebih dulu.

Maka dengan pengharapan mendesak untuk menang, dikala gelak tawa siau- go-kian- kun belum berhenti dan tengah mengatur napas, dia kerahkan hawa murni, segera dia membentak:

"Bagus,sambutlah sejurus seranganku lagi" segera dia lontarkan sejurus tepukan tangan dengan gerakan mengecap.

Itulah kepandaian Toa-jiu-in ajaran Mi-cong dari Tibet, pukulannya ini khusus untuk melukai Ki-keng-pat-mehi kira2 selihay dan sama hebat dengan Toa-pan yok-ciang dari aliran Hud yang murni.

siau-go-kian-kun tahu akan kelihayan serangan ini, pikirnya: "Kalau aku adu kekuatan pukulan mungkin aku bukan tandingannya." segera dia pentang kipas dan berkata tertawa. "Murid Budha harus melenyapkan diri dari nafsu duniawi. Hatimu risau dan gugup, biarlah aku bantu kau menghilangkan rasa gerah."

sudah tentu cun-seng Hoat-ong gusar, bentaknya. "Berani kau menggoda aku" dengan kencang segera dia tepukan telapak tangannya lebih cepat, jari2nya menyentuh kipas, terasa segulung tenaga lunak yang kuat menerjang keluar lapisan kipas itu se-olah2 dilumuri minyak licin dan tak mampu dipegangnya.

sekali kebas dan diayun, kipas siau- go- kian kun telah patahkan serangan Toa-jiu-in cun-seng Hoat-ong. Katanya tertawa: "Masih untung Kipasku tidak kau koyak"

Kelihatannya gerakan kipas siau go- kian- kun sepele dan enteng seperti acuh tak acuh mematahkan serangan lawan, yang betul dia sudah tumplek seluruh kepandaian yang dimiliki.

Dikala kipas lempitnya dia tarik mundur, tanpa kuasa dia tersurut mundur dan berkisar satu lingkaran.

cun-seng Hoat-ong menubruk dengan sengit, beruntun dia lontarkan tiga kali pukulan, pukulan yang satu lebih dahsyat dari pukulan yang lain, pukulan depan belum lenyap tahu2 gelombang kedua dan ketiga lepas mendampar datang.

Agaknya serangan ini dihantakan Liong-bun-sam-koh-long (tiga gelombang ombak di-pintu naga). kalaupukulan dilontarkan dengan setaker tenaga sungguh dahsyatnya laksana gugur gunung dan ombak mengamuk disamudra raya.

Apalagi yang digunakan kali ini dilandasi kekuatan pukulan Toa-jiu-in, sudah tentu bukan olah2 hebatnya

siau- go-kian- kun menekuk pinggang terbungkuki pujinya: "Pukulan hebat" sengaja dia bergerak pura2 seperti tidak kuat menahan dampatan pukulan lawan, cun-seng Hoat-ong mendengus, jengeknya: "Kau sudah tahu kelihayanku?" belum habis dia bicara, tahu2 kipas lempit siau- go-kian- kun menuding, berbareng langkahnya menerobos maju menyelinap ke depan dengan langkah sempoyongan mirip laki2 mabuki tahu2 sudah berada didepan cun-seng Hoatong itulah langkah Cui-pat-sian (delapan dewa mabuk) yang hebat tiada taranya.

Cun-seng Hoatong kira lawan terkena pukulannya, sehingga kewaspadaannya sedikit kendor, sudah tentu dia tidak duga bahwa orang berani mati menyelinap maju dan menyerang, karena tak terduga2 "plok" lik-khi-hiat, dibawah ketiaknya tahu2 sudah tertusuk oleh kipas lawan.

sigap sekali siau go-kian- kun sudah melompat mundur sambil gelak tawa, serunya: "Hwesio gede, nyatanya kau sudah kalah, aku tak punya tempo main2 lagi dengan kau"" dia tahu dengan kepandaian cun-seng Hoat-ong, walau dia berhasil menutuk Hiat-to orang belum tentu mampu membuatnya tak mampu bergerak, namun sedikitnya orang harus kerahkan hawa murni untuk menjebol tutukan Hiat-to ini, sedikitnya akan makan satu jam baru Hiat-to yang tertutuk terbuka lancar kembali. setelah menggoda dan mencemooh beberapa patah baru saja siau- go-kian- kun mau tinggal pergi. Tak tahunya belum tertawanya lenyap, tahu2 Cun-seng Hoat-ong lancarkan pukulannya seraya menghardik:

"siapa bilang aku kalah? Kalah menang belum menentu, kau mau pergi?"

Mimpipun siau- go- kian kun tidak kira dalam waktu sesingkat itu lawan bisa membuka Hiat-to sendiri yang tertutuk, kali ini gilirannya yang kena dirugikan karena memandang rendah lawan.. Untung Ginkangnya hebat, begitu merasakan firasat jelek, ujung kaki segera menutul bumi, badannya seketika melambung tinggi ke- atas, meminjam tenaga pukulan orang yang dahsyat lagi, ditengah udara dia bersalto dan meluncur tiga tombak jauhnya, air muka tidak kelihatan berubah dan napaspun tidak memburu, cuma pakaiannya tetap melambai tertiup angin, sikap dan gayanya amat mempesona.

Baru saja cun-seng Hoatong hendak mengejar ke-sana, tiba2 terdengar seorang bertepuk tangan seraya berseru: "Bagus sekali Hwesio gede, kau tak mampu pukul orang, malah Hiat-tomu sudah tertutuk, kau masih tidak ngaku kalah?"

Ternyata Hong- lay-mo-li, Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau serta yang lain sudah menyusul tiba, yang tepuk tangan dan mengolok Cun-seng Hoat-ong adalah Bu-lim-thian-kiau

" Hwesio gede," ujar siau-go-kian-kun tertawa. "Kita masing2 kalah sejurus anggaplah seri, alias setanding. Kalau kau masih ingin berhantam, aku tetap melayani." dasar latah dia tidak mau memungut keuntungan dari Cun-seng Hoat-ong.

setelah menghela napas panjang, cun-seng Hoatong berkata beringas: "Hari ini anggap aku terjungkal ditangan beberapa Wanpwe, tapi bagaimana kepandaian silatku, tentunya kalian cukup jelas. Hanya kekuatan kalian beberapa orang, jangan harap kuat membendung serbuan pasukan kavaelri negeri Mongol, Pepatah ada bilang yang tahu melihat gelagat dan memilih arah angin adalah pahlawan, Kuharap kalian suka berpikir lebih seksama"

Habis berkata dengan menggandeng tangan Umong dan Hudapi terus tinggal pergi dengan langkah seperti terbang. Karena tidak ingin mengeroyoknya, Bu su-tun dan lain2 biarkan saja orang berlalu

"jadi kalian sebelumnya sudah berhantam sama dia lebih dulu?" - ujar siau- go-kian kun, lalu dia tanya kerja dia dan pertempuran orang banyak melawan cun-seng Hoat-ong tadi diatas gunung, baru sekarang dia tahu orang sebelumnya sudah gebrak dua babak baru berhadapan dengan dirinya.

Biasanya siau- go-kian- kun amat angkuh dan bangga akan kepandaian sendiri, namun sekarang hatinya kaget dan kagum pula

"Ucapan Hwesio tadi memang bukan gertakan belaka." demikian ujar Bu su-tun -

"setelah Timujin berkuasa dan menyatukan Mongol, tidak sedikit negeri yang ditaklukan dan dijajahnya, terutama pasukan kavaleri Mongol memang tiada lawan dijagat. Kini dibawah komandonya sendiri hendak menginjak2 Tionggoan. Maka kita harus menghadapinya dengan serius. Marilah kita kemarkas diatas untuk merundingkan hal ini dengan Yalu Hoan-ihi"

Peristiwa apa yang terjadi di negeri sehe? Bagaimana nasib Hek-Pek-siu-lo pembantu siau- go-kian- kun disana?

Lantaran apa serbuan kavaleri Mongol yang kuat itu ditarik mundur?
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar