Pendekar Latah Bagian 60

 
Bagian 60

Untung Lok-eng-ciang-hoat mengutamakan kelunakan yang lembut enteng, kekuatan pukulannya tidak keras dan ganas, Huhansia memiliki ilmu pelindung badan, maka tidak sampai teriuka dalam. Namun demikian, dia toh terhuyung sempoyongan beberapa langkah.

"Berhenti" Wanyan Tiang-ci segera bersuara melihat pertempuran hendak dilanjutkan.

Bu-lim-thian-kiau gelak2, serunya: "Betul, cukup saling tutul dan jamah saja, beruntung aku menang sejurus dari tamu agung kita, bolehlah dihentikan sampai disini saja."

Sebetulnya kalau dia tutup mulut urusan akan selesai begitu saja, namun karena dia bicara, Huhansia merasa mukanya disapu bersih, sudah tentu dia tidak kuat menahan penasaran dan malu? Sambil menggerung, waktu lawan menarik tangan hendak mengundurkan diri, tiba2 dia memukul dengan gerakan membelah.

Diluar tahunya Bu-lim-thian-kiau memang sengaja mengatur tipu daya hendak menjebaknya, siang2 dia sudah menduga orang akan bertindak demikian, maka semenjak tadi sudah dia persiapkan cara untuk memg alahkan dan membekuk lawan.

Pada detik2 secepat letikan api itu, Bu-lim-thian-kiau gunakan Hian-coan-kian-kun (memutar mayapada) tiba2 badannya putar baliki maka terdengariah suara" "krak", tulang diujung lengan kanan Huhansia dipuntirnya keseleo.

kejadian selanjutnya terlalu cepat, begitu kembangkan, Kim-na-jiu-hoat Bu-lim-thian-kiau terus pegang kedua lengan Huhansia serta diangkatnya keatas diputar2 seperti atlit lempar peluru seraya berseru lantang:

" Hadirin menyaksikan sendiri, dia sendiri yang tidak mau mengakhiri pertempuran, bukan aku yang sengaja hendak membuat keonaran."

Kaget Wanyan Tiang- ci bukan kepalang, "Tam lh-tiong." bentaknya,

"gila kau." dua jari terangkap menutuk Toa-cui-hiat dipunggung Bulim-thian-kiau seraya menubruk maju. Bu-lim- thian-kiau sedang bicara kebawah panggung, se-akan2 dia tidak perhatikan serangan Wanyan Tiang- ci.

Toa-cui-hiat adalah sentral dari urat nadi dan jalan darah, kalau kena tutuk pasti jiwa orang akan celaka dua belas.

Bu su-tun menggeram gusar sembari lompat naik ke atas panggung, kedatangannya tepat menangkis tusukan Wanyen Tiang- ci. sudah tentu Wanyan Tiang- ci amat kaget melihat pukulan orang yang dahsyat mengandung suara gemuruh laksana guntur, kuatir tenaga tutukan jarinya tidak kuat melawan pukulan orang, dari tutukan lekas dia rubah menjadi pukulan telapak tangan, dilancarkan pukulan Bian-ciang yang lunak untuk mengatasi kekerasan, menyambut dengan telak,

Diluar tahunya Kim-kong-ciang-lat Bu su-tun teramat hebat, betapapun lihay Bian-ciang Wanyan Tiang- ci, paling hanya kuat menahan lima bagian kekuatan lawan., "Blaang" begitu telapak tangan keduanya beradu Wanyan Tiang-ci tergertak mundur tiga langkah.

" Bu su-tun," hardik Wanyan Tiang-ci dengan suara keren, "besar nyalimu berani membuat huru-hara dikota raja."

Bu su-tun mengenakan topeng tipis, namun begitu Wanyan Tiang-ci menyambut pukulannya, segera dia tahu siapa yang sedang dia hadapi. Bu su-tun gelak2, sekalian dia renggut topengnya, katanya:

"Wanyan-ciangkun, sebagai komandan Gi-lim-kun, tidak tahu malu kau gunakan cara yang keji dan kotor menyerang orang yang pernah menyelamatkan jiwamu."

Merah muka Wanyan Tiang- ci, bentaknya:

" Busu-tun, kau buronan pemberontak ini memang pemerintah hendak membekukmu, berani kau mencampuri utusan membuat onar disini? Hm, h m. memangnya kau tidak takut mati?"

" Kalian menindas murid2 Kaypang kita yang ada di Taytoh, memang aku hendak membuat perhitungan dengan kau. Aku tahu diatas gunung ada harimau, justru kesanalah aku pergi. Kau mau apa, hayolah hadapi aku."

setelah gagal membokong, Wanyan Tiang-ci sudah patah semangat sudah tentu dia tidak berani bentrok secara langsung dengan Bu su-tun.

Disaat Bu su-un mencegat Wanyan Tiang-ci, U-mong dan Uji kedua sute Huhansia sudah menerjang naik ke atas panggung, Tam Se-ingpun siapkan anak buahnya mengepung panggung, Busur panah sudah terpentang siap membidik kerah Bu-lirn-thian-klau, Bu-lim-thian-klau angkat Huhansia diatas kepalanya terus disatukan kedepan, bentaknya

"siapa berani hayo maju. Kalau orang she Tam gugur, biar Tatcu Mongol ini mengiringi aku keliang kubur."

Tulang lengan Huhansia keseleo diplintir dengan Jong-jim- hoat, betapapun tinggi Iwekangnya tak urung dia berkaok kesakitan. Melihat suhengnya terjatuh ketangan musuh, Umong kuatir bila lawan terdesak bakal mencabut jiwanya, karena kekuatiran ini dia merandek tak berani maju.

sebaliknya Busu negeri Kim dan para penonton lain sama senang, kaget dan terpesona setelah tahu yang membekuk Huhansia adakah Bu-lim-thian-klau pujaan hati mereka, hati mereka ikut teria mpias juga dongkolnya selama ini, ada diantaranya malah mendesak serdadu yang pentang panah dan bersorak memberi semangat kepadanya.

Dalam keadaan kepepet ini, Wanyan Tiang-ci mati kutu dibuatnya, terpaksa dia menelan rasa gusar dan malu, katanya:

"Tam lh-tiong, jangan kau main serampangan, ada omongan apa marilah dibicarakan."

"Betul, kita perlu berunding baik2. Apa yang kau inginkan, coba kudengar dulu usulmu. Turunkan Huhansia, aku bebaskan kalian keluar, seujung rambutpun tidak ku usik kalian"

"Masakah urusan demikian begitu gampang."

"Kau harus tahu, kalian buronan pemerintah, kalau kau ingin membuat onar, kau kira kau bisa lolos lari Taytoh."

"Memangnya kita sudah pertaruhkan jiwa, masa takut menghadapi ancamanmu? Barisan panahmu memang bisa membidik aku mampus, namun tamu agung- mu orang Mongol ini akan mati bersamaku. Berani kau menanggung akibat ini, nah suruhlah mereka bidikkan panahnya."

sudah tentu ciut nyali Wanyan Tiang-ci, lekas dia berkata: "Baiklah, lalu apa keinginanmu?"

"soal ini aku sendiri tidak memberi keputusan seluruhnya, Bu-pangcu kemari hendak membuat perhitungan dengan kau, coba kau tanya Bu-pangcu, setelah persoalan kalian selesai, aku akan lepaskan tawanan- ku."

Apa boleh buat terpaksa Wanyan Tiang-ci bicara kepada Bu su-tun: "Kuharap Bu-pangcu suka bermurah hati."

Bu su-tun mendengus, "Bermurahi hati? Hm, tapi kau berlaku amat kejam terhadap murid Kaypang kita."

"sebelum ini aku memang bertindak keterlaluan terhadap Pang kalian, soalnya aku men jalankan perintah raja, Bu- pangcu, persoalan lama tak usah diperdebatkan, harap Bu- pangcu memberi saran bagaimana kita harus menyelesaikan urusan didepan mata?"

"Baik, asal kau terima dua usulku, Tatcu Mongol ini akan kami lepaskan, persoalan kitapun boleh anggap selesai."

Wanyan Tiang-ci melengak, tanyanya: "Dua usul apa?" "Pertama, seluruh murid2 Kaypang yang kalian tawan harus

segera dibebaskan Kau mau terima?"

Ada ribuan orang2 Kayp-ang yang dijebloskan dalam penjara, namun demi keselamatan Duta Mongol terpaksa Wanyan Tiang-ci menerima syarat pertama ini.

"Baik, kubatasi dalam satu jam, seluruh murid2 Kaypang diantar ke pintu timur." kata Bu su-tun lebih lanjut.

"Lalu apa usul kedua?" tanya Wanyan Tiang-ci.

"Kau harus antar kami keluar kota, 5 li di luar kota baru kita tukar menukar tawanan,"

Wanyan Tiang-ci kertak gigi, sahutnya:

"Baiklah kuterima usulmu." segera dia keluarkan perintah supaya melepas murid2 Kaypang yang tertawan dan dikumpulkan kepintu timur.

Dengan mengempit Huhansia, Bu-lim-thian-kiau lompat kebawah panggang terus keluar dari gelanggang diiringi Wanyan Tiang-ci. Atas perintah Wanyan Tiang-ci terpaksa Tam se-ing menarik mundur barisan panahnya. Banyak murid2 Kaypang yang menyamar dan mencampurkan diri diantara penonton segera tunjukkan muka aslinya ikut bergabung dengan rombongan Bu su-tun berdua Wanyan Tiang-ci bersama Umong dan-lain2 mengikuti dibelakang.

Disepanjang jalan raya yang mereka lalui tidak sedikit murid2 Kaypang yang menyamar bermunculan pula, mereka dipersiapkan untuk membuat onar besar, namun setelah urusan bisa dibereskan tanpa pertumpahan darah, maka mereka siap mengundurkan diri bersama pangcu mereka.

Agaknya Bu su-tun memang sudah mempersiapkan rencananya dengan matang, maka rombongan mereka semakin besar. Baru sekarang Wanyan Tiang-ci sadar bawah Bu su-tun memang sengaja hendak membuat onar, namun Huhansia ditangan mereka, walau hati dongkol dan marah, dia tidak bisa berbuat apa2.

Tiong siau-hu disangka berada dalam rombongan orang banyak, mundur bersama murid2 Kaypang, maka Bu su-tun tidak perhatikan dirinya lebih lanjut. Apalagi rombongan mereka diikuti Wanyan Tiang-ci dan lain2, asal usul Tiong siau-hu belum diketahui sudah tentu dia tidak ingin orang ber jalan bersama dirinya.

setiba dipintu timur, ternyata murid2 Kaypang sudah diantara naik kereta dan dilepaskan malah menunggu kedatangan mereka. Banyak murid2 Kaypang itu yang terluka dan tersiksa dipenjara, maka teman2-nya yang sehat dan kuat bantu memapah dan menggotongnya.

seperti yang dijanjikan kedua pihak tukar tawanan 5 li diluar kota, Bu-lim-hian-kiau hanya memperbolehkan Wanyan Tiang-ci bawa puluhan pengiring dan beberapa Busu Mongol.

setiba ditempat tujuan Bu-lim-thian-kiau gelak2, katanya:

" Kalian sudah antar sedemikian jauhi selamat bertemu lain kesempatan Kalian Busu Mongol kalau ingin bertanding lagi, setiap saat kami bersiap melayani."

lalu dia turunkan Huhansia dan melepaskannya . sudah tentu Umong tidak bisa membebaskan tutukan Keng- sin-ci-hoat, lekas dia berteriak:

"Nanti dulu, suheng kami belum pulih seperti sedia kala?" "Tulang keseleo dapat disambung, tutukanku kau tak bisa

membebaskan, Wanyan-ciangkun" Bu su-tun segera menimbrung:

"Murid2 Kaypang kitapun banyak yang belum pulih kesehatannya, hayolah kalian obati dulu murid2 kita."

"sudahlah sudah, aku bisa membebaskan tutukan Hiat- tonya." timbrung Wanyan Tiang-ci tidak sabar, Kuatir terjadi perubahan, Umang tidak berani bicara lagi.

setelah menyerahkan tawanannya, diiringi gelak tawa ramai Bu-lim-thian-kiau dan Bu su-tun berlalu dengan iringan murid2 Kaypang, sementara Wanyan Tiang-ci sibuk berusaha membebaskan tutukan Hiat-to Huhansia.

Tak nyana begitu Hiat-to yang tertutuk terlepas, tahu-tahu Huhansia melakukan perbuatan nekad yang amat diluar dugaan orang banyak, BerJingkrak berdiri Huhansia terus gelak tawa tiga kali, tiba2 dia cabut golok melengkung terus berhara kiri menusukan golok keperut sendiri Mimpipun Wanyan Tiang-ci tidak menduga orang bakal secupat itu nekad bunuh diri, mau tolong sudah kasep.

sudah tentu Umong, Ujidan Busu2 Mongol lainnya amat kaget, beramai mereka merubung maju, "suko, kau, kenapa kau?" .

sambil menahan derita mendelik mata Huhansia, katanya menyeringai seram:

"se-kali2 aku tidak sudi dihina oleh bangsa Nuchen yang rendah, aku bersumpah pasti menghancurkan negara dan mengobrak-abrik rakyat mereka." Dengan cucuran air mata Umong dan Uji bertanya: "suheng ada pesan apa?"

"Aku malu karena gagal menjalankan tugas, tiada muka aku kembali ke negeri, Laporkan kepada Khan agung, mintalah kepada beliau untuk segera mencaplok negeri Kim," habis berkata dia kerahkan tenaga mencabut golok terus diberikan kepada Umong, Tusukan golok ini amat dalam, setelah golok dicabut, darah mancur bagai air leding, dalam sekejap jiwanyapun mangkat.

Wanyan Tiang-ci berdiri menjubleki katanya kemudian sambil banting kaki:

" Celaka, celaka. Habis se-gala2nya." "Habis apa?" damprat Umong,

"tidak lekas kau kejar mereka dan tangkap kembali Bu su- tun dan Tam Ih-tiong? ingin aku membelek perut dan mengorek jantung mereka untuk sembahyang kepada arwah su-heng."

Jumlah murid Kaypang jauh lebih banyak dari pasukan Gi- lim-kun yang ada, dan lagi anggota Gi-iim-kun takkan mau mengejar dan menangkap Bu-lim-thian-kiau yang menjadi pujaan hati mereka. Apalagi kepandaian Bulim-thian-kiau dan Bu su-tun begitu tinggi, memangnya gampang mereka mampu menangkap kedua orang ini?

Dari kejauhan Bu-lim-thian-kiau berseru lantang: "suheng mu sendiri yang cari kematian, apa sangkut

pautnya dengan aku? Hehe, kalau kau ingin menuntut balas,

nah kemarilah kulayani keinginanmu."

Tahu dengan bekal kepandaian mereka takkan unggul melawan Bu-lim-thian-kiau terpaksa Umong telan penasaran dan putar balik membawa pulang jenazah Huhansia. setelah bebas dan puluhan li tiba diluar kota baru Bu-lim thian-kiau merasa lega, Baru sekarang pula Bu su-tun sempat periksa jumlah orang2nya, tiba2 dia berkata heran:

"Lho, kemana siau-hu?"

"Tiong siau-hu masih muda, namun otaknya cerdik, ilmu silatnya juga tidak rendahi kukira tidak akan terjadi apa2 atas dirinya, mungkin terpisah ditengah jalan sehingga dia tidak sempat nyusul rombongan besar kita tadi."

"Tapi kita tiada tempo buat mencarinya lagi." ujar Busu- tun, Maklumlah janjinya dengan Hong- lay- mo-li tinggal puluhan hari lagi, mereka harus cepat keThian long-nia bertemu dengan Hong-lay-mo-li maka tak bisa tinggal lebih lama lagi di Taytoh.

Terpaksa Bu su-tun berpesan kepada Ki san, kepala pimpinan cabang Taytoh untuk menyampaikan kabar hilangnya Tiong siau-hu kepada su-khong siangjin dan berusaha menemukannya pula, Disamping itu dia tugaskan ciu Kan pimpin murid2 Kaypang yang ada di Taytoh berangkat ke Ki-lian-san, sedang dia bersama Bu-lim-thian-kiau langsung menuju ke thian- Iong- nia .

Untuk sementara biarlah kita kesampingkan dulu perjalanan Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau ke Thian-long-nia, Marilah kita ikuti pengalaman yang menimpa Tiong siau-hu.

seperti diketahui Tiong siau-hu ditutuk Hiat-tonya dan dipapah keluar gelanggang oleh dua orang, setiba digang sempit dan sepi, laki2 pendek kekar disebelah kanan berkata dengan tertawa:

" Untuk menggotongnya keluar kota terlalu banyak buang tenaga, Adik Cu lekaslah kau gunakan keahlianmu saja,"

Pemuda cakap seperti pelajar disebelah kiri tertawa, sahutnya: "Baik, coba saksikan." entah dengan cara apa, telapak tangannya digosokkan didepan hidung Tiong siau-hu seketika Tiong siau-hu dirangsang bau harum, lekas sekali dia terus jatuh pingsan, sebelum dia pulas terasa dirinya dimasukan kedalam karung, selanjutnya dia tidak ingat apa2 lagi.

Entah berapa lama kemudian, waktu Tiong siau-hu sayup2 siuman, terasakan dirinya berada ditempat gelap. sesaat kemudian baru dia sadar dirinya masih berada didalam karung, pikiran sudah sadar namun tenaga masih amat lemah, tak bisa meronta tak mampu bicara.

Disaat Tiong siau-hu mengingat kejadian apa yang dialaminya, tiba2 didengarnya suara seorang gadis berkata:

"Entah siapakah pemuda ini, tentu dia amat penasaran kita ringkus tanpa juntrungan, "

"Peduli siapa dia," didengarnya laki2 pendek kekar itu menyahut,

"asal dia teman Bu su-tun, setelah kita ringkus terhitung kita sudah menunaikan tugas."

"Aku jadi bingung," terdengar gadis yang menyaru jadi pelajar berkata,

" kenapa tidak kita serahkan pemuda ini kepada Gi-lim-kun saja?"

"Kalau aku bertindak atas kehendakku sendiri sudah tentu kuserahkan kepada Wanyan Tiang-ci, sayang suhuku sudah pesan, peduli siapapun yang kubekuk harus diserahkan kepadanya dan lagi dipesan supaya tidak diketahui orang lain."

" Kenapa begitu? Bukankah gurumu siap menjadi Koksu negeri Kim? Kenapa gurumu ingin kau serahkan pemuda ini kepada dia secara diam2?" "Kau tidak tahu, Guruku sudah berubah haluan. Kini dia tidak mau jadi Koksu negeri Kim, namun siap bekerja demi kepentingan Khan agung dari Mongol."

"Apakah Timujin berjanji mengangkatnya menjadi Koksu dari Mongol?"

" Koksu negeri Mongol sudah diduduk, orang, yaitu cun- seng Hoatong yang kenamaan itu. Kalau guruku mau bekerja bagi mereka paling hanya diangkat sebagai tangan kanan cun- seng Hoat-ong,"

"Aku semakin bingung, jadi Koksu negeri Kim tidak mau, kenapa malah jadi pembantu orang lain"

"Kau tidak tahu, Mongol sekarang kuat danjaya, sebaliknya negeri Kim semakin mendekati runtuh, Kan jamak manusia manjat keatas, air mengalir kebawah, demikian pula guruku."

Gadis itu tertawa, katanya: "Tak heran ibuku sering bilang gurumu adalah manusia rendah yang tidak punya pendirian tetap. kelihatannya dia berperawakan kekar garang, tak kira berhati kecil, pulas dan banyak muslihatnya."

"ssst, jangan keras2." desis laki2 pendek,

"Takut apa, disini tiada orang lain." sahut di gadis, dia lupa akan Tiong siau-hu yang berada didalam karung.

" Kenapa kau bilang demikian dihadapanku? Kalau suhengku dengar, tentu kau dilabraknya."

"Memangnya kenapa kalau dia dengar, gurumu-pun tahu bila ibuku sering memaki dia."

"Kau memang senang merengek dan mau menang-sendiri, Biar kuberitahu kabar baik, guruku sekarang sudah berobah pikiran."

"Berubah pikiran soal hubungan kita maksudmu ? Cis, aku tidak mau dengar. Ma-toako, kau tahu watakku, ada pertanyaan yang masih ingin kutanya," "Baiklah, tapi jangan kau mencela keburukan guruku lagi." "Tak bisa, aku tetap tanya soal gurumu, Kalau gurumu

hendak setia kepada Mongol, kenapa pemuda yang kita

ringkus ini tidak diserahkan kepada orang2 Mongol itu?"

" Kenapa susah2, guruku hendak membawa tawanan orang Kaypang ini sebagai hadiah pertemuan sekaligus unjuk jasa baiknya."

"Banyak benar muslihat gurumu. He, jangan kau salah paham, bukan maksudku hendak memburukkan nama gurumu."

"Memang untung tidak kita serahkan kepada orang2 Mongol itu, Kini Huhansia sudah ditawan Bu-lim-thian-kiau, kalau jejak kita diketahui mereka, orang2 Kaypang tentu tidak lepaskan kita."

"Kau ingin melawan Bu su-tun namun takut pula menghadapinya, sungguh tidak berguna." demikian cemooh si gadis dengan cekikikan.

"soal kepandaian aku memang bukan tandingannya, terpaksa harus kugunakan akal liciki dengan mendapat dukungan suhu, cepat atau lambat pasti aku bisa menuntut balas kepadanya."

Kedua laki perempuan ini bukan lain adalah Ma Toa-ha dan siangkoan Pocu, Baru sekarang Tiong siau-hu yang berada didalam karung mengetahui bahwa dirinyalah yang ketimpa pulung.

Dalam pada itu didengarnya siangkoan Pocu tengah bicara: "Sebetulnya pemuda ini harus dikasihani, tapi untung kau

menangkapnya, bukan membekuk Bu su-tun." Ma Toa-ha melengak, katanya mendelik,

" Kenapa? Bu su-tun adalah musuhku, kau tidak ingin aku menuntut balas?" "Tapi Bu su-tun pernah menolong jiwa mu, jangan kau lupa akan sumpahmu waktu kau dia lepas, setelah membunuh dia kau sendiri akan bunuh diri juga, aku tidak ingin kau mati, maka aku lebih rela kau tak berhasil menuntut balas kepadanya."

Ma Toa-ha gelak2, ujarnya:

"Pocu pikiranmu terlalu Jenaka, kau kira apa yang ku ucapkan itu betul2 harus kupatuhi?"

"Apa?Jadi kau hanya menggertak dan menipu Bu su-tun?" "Tentu, kalau aku tidak pura2 bersikap gagah, memangnya

aku masih ada muka? Dalam keadaan seperti itu, kalau aku tidak berkata demikian, apakah aku tidak malu?"

sekian lama siangkoan Poru terlongong katanya kemudian: "Ma Toa-ha, aku sungguh aku tak kira kau adalah orang

demikian."

"Apa, jadi kau menyesal berhubungan baik dengan aku? Hm, kalau aku tidak pandang kau sebagai orang sendiri. aku tidak akan kemukakan isi hatiku."

"Ma-toako," ujar siangkoan Pocu sesaat kemudian, "masih ada sebuah hal ingin kutanya."

"Hari ini kenapa kau begini cerewet Baiklah, asal kau tidak marah saja, soal apa yang ingin kau tanyakan?"

"Kau ini orang Nuchen, pernah menjadi perwira Gi-lim-kun, setelah gurumu membantu orang Mongol, setelah perang terjadi kepihak mana kau harus membela?"

Ma Toa-ha melongo cukup lama, agaknya tak pernah dia pikirkan hal ini, sahutnya kemudian: "Perang belum tentu terjadi."

"Kalau terjadi bagaimana? Kemana kau berpihak?" "Biar kutentukan sesuai situasi saat itu, negeri Kim adalah tanah airku, Tapi perintah guru tak boleh dilawan, maka aku terpaksa terpaksa..."

"Terpaksa bagaimana?"

"Aku akan bertindak menurut situasi dan memilih arah angin..."

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud menurut situasi dan memilih arah angin ?"

"Maksudku pihak mana lebih menguntungkan kepihak itulah aku berpihak."

"oh, kiranya kaupun sama seperti gurumu, adalah..." "Adalah apa?"

"Ah, tak perlu kukatakan, kau marah nanti." sebetulnya dia hendak bilang:

"Kiranya kau seperti gurumu adalah manusia rendah yang tidak punya pendirian tetap."

Agaknya Ma Toa-ha tahu apa yang dimaksud, katanya tertawa: "Memang akupun tak ingin dengar, sudahlah, sekarang aku hendak me-lihat2 keadaan di-luar, jagalah bocah itu jangan pergi ke-mana2 nanti kubawakan makanan untuk kau."

Dalam pada itu, sembari mendengarkan percakapan mereka, diam2 Tiong siau-hu kerahkan hawa murni dihimpun dipusar, lambat2 namun pasti dengan pelan dia berhasil mengumpulkan tenaga.

setelah Ma Toa-ha pergi, pikiran siangkoan Pocu menjadi kalut. Baru sekarang dia mulai sadar bahwa Ma Toa-ha yang dia cinta ternyata berjiwa kerdil dan rendah, mau tidak mau rasa cintanya mulai goyah, diam2 dia membatin. "jiwanya begitu kotor dan rendah, apakah setimpal aku pasrahkan nasib masa depanku, kepadanya?" mengingat kehidupan masa depan mau tidak mau terketuk sanubarinya, rasa sedih dan duka merangsang hati, lama kelamaan karena bingung dia malah menangis sesenggukan.

Tiong siau-hu yang ada didalam karung mendengar isak tangisnya, tanpa merasa timbul rasa simpatiknya, tak tahan dia bersuara:

"Nona, sudahlah, jangan kau menangis."

sayang tenaganya masih lemah, suaranya amat lirih seperti suara nyamuk siangkoan Pocu tidak jelas apa yang dia katakan.

Namun siangkoan Pocu lantas ingat dan melihat gerakan dari dalam karung, bercekat hatinya, batinnya

"Apakah d:a sudah siuman?" lekas dia memburu kesana membuka karung itu.

setelah karung terbuka Tiong siau-hu masih pura2 semaput, maklumlah dia belum tahu maksud siangkoan Pocu maka dia tetap pura2 tak mampu bergerak. setelah meraba pernapasannya siangkoan Pocu kaget dan menggumam sendiri:

" Celaka, karung ini begini rapat, terlalu lama disekap disini, mungkin dia bisa mati tak bisa bernapas."

Tiba2 terasa oleh Tiong siau-hu serangkum bau harum yang pedas merangsang hidungnya agaknya siangkoan Pocu keluarkan obat pemunah. Tanpa kuasa Tiong siau-hu berbangkis beberapa kali serta membuka kedua matanya.

Lega hati siangkoan Pocu, katanya tertawa: "syukurlah, Kukira kau sudah putus napas."

Tiong siau-hu melengak, tanyanya: "Kau yang memberi obat pemunah?" siangkoan Pocu manggut2, katanya:

"Wah, suaramu lemah tak bertenaga, tentunya kau amat kelaparan sampai badanmu lemas?"

"Kenapa kau menyadarkan aku dan melepas aku?" tanya Tiong siau-hu.

Tidak menjawab siangkoan Pocu mengamat2i sekian lama kepadanya, tiba2 dia tertawa cekikikan dan berkjata:

"Ternyata sejak tadi kau sudah siuman, benar tidak?"

Melihat orang tidak bermaksud jahat Tiong Siau-hu mengaku terus terang:

" Kudengar kau sedang menangis. Begitu kau menangis aku lantas ciuman, Nona, kenapa kau menangis?"

Merah muka siangkoan Pocu, katanya: "Aku tak peduli sejak kapan kau siuman, Yang terang perutmu tentu amat lapar, nah makanlah dulu."

lalu dia keluarkan rangsum dan air minum.

setelah sedikit makan, semangat Tiong siau-hu bertambah baik katanya:

"Terima kasih nona, kau, kenapa kau begini baik?" Tidak menjawab siangkoan Pocu malah bertanya: "siapa namamu? Apa kau teman Bu su-tun?"

"Aku she Tiong bernama siau-hu. Belum setimpal aku jadi teman Bu-pangcu, Bu-pangcu adalah kenalan preman guruku."

"ohi jadi gurumu seorang Hwesio?"

"Betul, guruku adailah su-khong siangjin, ketua Hu-hud-si di saysan." siangkoan Pocu melenggong, katanya:

"Ahi kiranya sukhong siangjin," "Nona kenal guruku?"

"Aku belum pernah ke Hu-hud-si namun pernah kudengar nama gurumu dari orang lain."

sementara dalam hati dia membatin: "ibu sering bilang Beng-beng Taysu dansu-khong siangjin adalah dua padri agung pada jaman ini, kalau dia murid su-khong siangjin, tentunya orang baik2."

seperti memikirkan sesuatu, kemudian siangkoan Pocu bertanya pula.

"Tenagamu belum pulih bukan, nah, makanlah dua roti kering ini."

Memang Tiong siau-hu sudah kelaparan tanpa sungkan sambil ucapkan terima kasih segera dia gares roti kering itu dengan lahapnya. Waktu dia angkat kepala, dilihatnya hari sudah siang mendekati lohor, keruan hatinya heran dan bingung, siangkoan pocu seperti membaca isi hatinya dari mimik mukanya, katanya tertawa:

"Tempat ini 300 li berada diluar Taytoh, sudah sehari semalam kau berada didalam karung."

setelah makan habis roti, Tiong siau-hu bertanya: "Kau hendak masukan aku kedalam karung lagi?"

Tiba2 Siangkoan Pocu tertawa cekikikan, katanya:

" Kalau kau sudah bisa jalan, lekaslah kau pergi saja." "Kau melepas aku?" tanya Tiong siau-hu melengak,

"Aku tak bermusuhan dengan kau, tidak lega aku mencelakai kau,"

" Kalau aku pergi, bagaimana kalau temanmu kembali." "Aku bisa menghadapinya, mumpung dia belum balik, lekas

kau pergi." Tiong siau-hu menjura hormat, katanya:

"Terima kasih akan budi kebaikan nona, mohon tanya siapakah nama nona yang harum."

"Ai. kenapa kau begini serewet, kalau terlambat bisa kapiran, Baiklah kuberitahu, aku bernama siang-koan Pocu, Lekaslah pergi."

Tiong siau-hu mengiakan sambil beranjak keluar namun baru dua langkah dia berhenti lagi, berpaling kepada siangkoan Pocu dengan pandangan kuatir dan prihatin, siangkoan Pocu terharu melihat sikap simpatik orang, pada saat itulah sayup2 terdengar langkah orang mendatangi, siangkoan Pocu kaget, katanya membanting kaki:

" Celaka, terlambat sudah, Lekas kau masuk kembali kedalam karung, kalau ada kesempatan nanti malam kulepas, kau lagi."

Tiong siau-hu sudah bisa jalan, namun tenaganya masih lemah, kalau berkelahi terang takkan kuat melawan orang. Dia kira siangkoan Pocu diancam Ma Toa-ha dan terpaksa menjadi pembantunya melakukan kejahatan diluar tahunya bahwa muda mudi ini adalah sepasang kekasih.

Begitu Tiong siau-hu masuk karung lekas siangkoan Pocu mengikatnya dari luar, Terdengar langkah orang sudah tiba diluar pintu.

siangkoan Pocu tenangkan diri, serunya: "Ma-toa-ko, begini cepat kau kembali?"

"ohi jadi kau masih menunggu Ma Toa-ha?" terdengar seseorang berkata dengan ge1ak2,

"sayang Ma Toa-ha hanya urus jiwa sendiri tanpa perdulikan keselamatanmu, dia sudah melarikan diri" ditengah gelak tawanya pendatang ini dorong pintu kuil terus melangkah masuki dengan sepasang matanya yang liar seperti brandal menatap siangkoan Pocu.

Waktu siangkoan Pocu menegas yang datang adalah laki2 kasar yang bermata tinggi, bermuka jelek dan buas, siangkoan Pocu kenal laki2 ini yang kemaren mengalahkan Uji itu Busu Mongol diatas Lui-tai, yaitu soa Yan-liu.

"siapa kau, untuk apa kemari?" bentak siangkoan Pocu. soa Yan-liu menyeringai lebar, katanya:

"Aku ini se kolega dengan Ma-toakomu, kini menunaikan tugas untuk menangkapnya, Dia sudah lari, kebetulan kuminta kau saja yang ikut aku."

"Dia melanggar hukum apa, kenapa kau hendak menangkapnya?"

"Banyak sekali dosa Ma Toa-ha, pertama, dia tidak becus melindungi pimpinan, setelah kalah perang minggat menyelamatkan jiwa sendiri Kedua, kini dia menyerah kepada musuh, dengan tujuan jahat kepada negeri sendiri Ketiga, setelah meringkus orang Kay-pang secara diam2 dibawanya pergi, tidak mau serahkan kepada pihak pemerintah dan masih banyak lagi kesalahan2 lain. oleh karena itu wakil Komandan Tam-ciangkun memerintahkan supaya membekuk dan menghajar dia."

sudah tentu siangkoan Pocu naik pitam, jengeknya dengan alis tegak: " Kalau Ma Toa-ha yang melanggar hukum, apa sangkut pautnya dengan aku?"

sepasang mata soa Yan-liu liar danjelilatan mengawasi siangkoan Pocu dengan bernafsu, tiba2 dia ter-loroh2:

"sejak lama kudengar katanya Ma Toa-ha punya seorang sumoay yang ayu rupawan. Hehe, kini setelah kusaksikan sendiri memang betul adanya, Berani kau bilang tiada sangkut paut dengan kau? He, h e, mungkin lantaran dirimu sehingga dia rela minggat meninggalkan kedudukan dan pangkatnya."

Malu dan gusar siangkoan Pocu, damratnya: " Kentutmu Busuk. apa maumu?"

"Kuharap kau tak usah pikirkan Ma-toakomu lagi, Menghadapi bahaya dia tinggal lari menyelamatkan diri tanpa pedulikan kau, memangnya dia laki2 bejat. Kau ikut aku saja, aku tidak akan bikin kau susah, kelak kau malah bisa hidup senang."

" Hidup senang segala, memangnya kau kira aku pingin?" seru siangkoan Pocu gusar, mendadak cahaya kuning berkelebatan segenggamBwe-hoa-ciam tahu2 ditimpukan kearah soa Yan-liu.

Memang tidak malu soa Yan-liu sebagai jago kosen dari siau-lim-si, jarak begitu, dekat jumlah taburan Bwe-hoa-ciam itupun begitu banyak, namun sekali lompat setinggi setombak lebih dengan selamat dia hindarkan diri Bwe-hoa-ciam menyamber dari bawah kakinya, Dengan gerakan burung dara jumpalitan soa Yan-liu menukik turun menubruk seraya membentak: "Budak keji, terpaksa kuringkus kau dengan kekerasan."

siangkoan Pocu sendiri tidak lemah, sinar hijau berkelebat tahu2 golok sudah dia keluarkan dengan jurus Ki-hwe-liau- thian dia babat sepasang pergelangan tangan soa Yan-liu.

Bersalto ditengah udara pula ujung kaki soa Yan-liu menendang, hampir saja Liu-yap-to siangkoan Pocu tertendang lepas, belum lagi kakinya hinggap ditanah dia sudah merangkak pula .

Terasa pegal lengan siangkoan Pocu, hatinyapun kaget, namun sebagai murid Ling-san-pay dia memiliki ginkang tinggi dan senjata rahasia yang beracun kedua ilmu ini siangkoan Pocu mendapat warisan langsung dari ibunya, didalam rumah senjata rahasia tidak leluasa ditimpukkan, namun untuk meloloskan diri dia masih cukup berkelebihan. Tapi dia ingat akan keselamatan Tiong siau-hu yang begitu simpatik kepadanya tadi, maka tak tega dia tinggal pergi begitu saja.

se-akan2soa Yan-liu meraba jalan pikirannya beruntun dia lontarkan empat kali pukulan kencang, kekuatan pukulan menggencet dari empat penjuru, sehingga siangkoan Pocu pentang pantang berputar menyurut mundur.

Disaat orang keripuhan tak mampu balas menyerang cepat2 soa Yan-liu menutup pintu kuil serunya tertawa lebar:

"Jangan kau mau lari, serahkan bocah itu kepadaku." sekilas matanya melirik, dilihatnya Buntalan karung diujung

tembok sana, maka dia menambahkan:

"Didalam karung itu bukan? Hayo buka biar kuperiksa." "setelah kalahkan aku, belum terlambat kau main perintah

disini." jengek siangkoan Pocu.

"Memang apa sulitnya?" ejek soa Yan-liu tertawa, dengan Bik-khong-ciang dia bikin Liu-yap-to siangkoan Pocu terpental pergi, sigap sekali dia lompat kesana hendak merebut karung.

sekali ungkit dan tendang siangkoan Pocu bikin karung itu terlempar pergi sembari melolos ikat sutra yang melilit pinggangnya, sekali gentak dia gunakan sebadai ruyung lemas menyapu kearah soa Yan-liu.

"E, eh, main buka kolor copot pakaian segala? jangan kau kira aku ini laki2 mata kranjang." sekali ulur dia pegang ujung selendang sutra orang. Tak nyana permainan siangkoan Pocu amat aneh dan lihay, selendang sutranya hidup laksana naga soa Yan-liu mengendus bau harum, seketika kepalanya enteng dada terasa mual.

Lekas dia mundur beberapa langkah mengerahkan hawa murni, sehingga rasa pening segera lenyap. Kiranya diujung selendang sutra siangkoan Pocu ada dibubuhi bubuk racun, namun Iwekang soa Yan-liu tinggi, kadar obat bius belum sampai membuatnya semaput.

Dengan menyeringai dingin kembali soa Yan-liu menubruk maju kini dia lancarkan 72 jurus Toa kim na-jiu ajaran siau- lim-si, cepat sekali siangkoan Pocu sudah didesaknya keripuhan, tak sempat lagi dia menaburkan senjata rahasianya, semakin lama soa Yan-liu sudah menyelami tingkat kepandaian siangkoan Pocu, maka dia kencangkan tenaga pukulannya, sehingga selendang siangkoan Pocu tidak terkendali lagi, walau belum bisa dia tangkap namun permainan cambuk selendangnya sudah tak mampu dikembangkan lagi.

siangkoan Pocu cerdik dan banyak akalnya setelah terdesak keripuhan, mendadak dia putar ujung golok sendiri mengarah dada, soa Yan-liu kira orang hendak hara kiri membunuh diri, sudah tentu dia tidak rela saksikan gadis secantik bidadari ajal didepan matanya.

Dengan kaget dia berteriak: "Jangan begitu." dengan gugup. dia merebut golok orang, Tak kira belum lenyap suaranya, baru tangan terulur, tiba2 telapak tangan terasa sakit sekali, kiranya gagang golok siangkoan Pocu yang berada disebelah luar ada dipasang alat rahasia didalam ada tersimpan jarum2 beracun.

siangkoan Pocu tertawa riang, katanya:

"Kau kena jarumku, dalam 12 jam jiwamu takkan selamat, tahu2 goloknya berputar balik terus membacok..

"Lepaskan." hardik soa Yan-liu tangan kanannya menggantol dan menarik terus menyanggah siku siangkoan Pocu, sementara kepalan kiri terbalik menggenjot ke muka orang dengan jurus Ling-yang-koa-kak (kambing gembol menanduk).

Agaknya siangkoan Pocu tidak kira setelah orang terkena jarum bisanya masih begini kuat dan mampu melancarkan jurus yang ganas, ter-sipu2 dia berkelit. Tapi cepat sekali soa Yan-liu sudah merubah permainannya, kini dia ganti pakai tipu Jiu-hwi-bi-ba (tangan memetik harpa), kelima jarinya terangkap menyampuk pergelangan tangan siang koan Pocu. "klontang" Liu-yap-to siangkoan Pocu terlepas terbang dan jatuh ditempat jauh.

"Jarum bisa sekecil itu memangnya bisa mengapakan aku?" desis sao Yan-liu menyeringai sadis

"Kau kira jarummu bisa mencabut jiwaku, Budak Busuk kau berlaku begini keji biar kuberi sedikit siksa supaya tahu kelihayanku."

Belum lagi siangkoan Pocu berdiri tegaki tahu2 tangannya terayun pula menaburkan segenggam jarum beracun. Kali ini dia menyerang setelah siap. taburan jarumnya laksana jala, kemanapun soa Yan-liu menyingkir takkan bisa lolos dari timpukan jarumnya.

siangkoan Pocu menduga setelah terkena jarum berbisa, gerak-geriknya pasti terganggu dan takkan gesit dan selincah semula.

Diluar tahunya soa Yan-liu meyakinkan Iwekang aliran murni dari siau-lim-pay, setelah kena jarum segera dia kerahkan tenaga menutup Hiat-to, Ginkang memang terpengaruh namun tenaga dalamnya untuk sementara masih kuat bertahan.

Disaat siangkoan pocu taburkan segenggam jarumnya pula, soa Yan-liu segera barengi dengan bentakan keras seraya dorong kedua telapak tangannya.

sudah tentu Tay-lik-kim-kong-ciang siau-lim-pay bukan olah2 dahsyatnya, semula soa Yan-liu hendak menawan siangkoan Pocu hidup2, maka dia tidak turun tangan secara keji. Kini setelah kena jarum orang, dia insaf harus selekasnya mengakhiri pertempuran ini, sudah tentu dia tidak hiraukan lagi mati hidup jiwa orang, Ditengah damparan angin pukulan, tampak bintik sinar kuning berkilauan, jarum sebanyak itu semua disapunya runtuh berjatuhan tiada satupun yang mengenai dirinya.

siangkoan Pocu sempoyongan, namun tidak sampai roboh, "Bagus, kulukai kau baru kuobati lagi." Demikian damrat

soa Yan-liu sengit, Tangan membundar terus didorong pula,

kali ini kekuatan pukulannya di-tambah.

sudah tentu siangkoan Pocu semakin payah, langkahnya menyurut lagi dan muntahkan darah segar dari mulutnya.

Didalam karung sudah tentu Tion-g siau-hu tak bisa melihat keadaan diluar, namun dia mendengar jeritan siangkoan Pocu, Keruan gugup dan gelisah hatinya laksana dibakar segera dia kerahkan tenaga me-ronta2 hendak menjebol karung, namun karena ruangnya terlalu sempit sukar dia keluarkan kekuatannya dalam waktu dekat terang tak mampu keluar.

Karena Tiong Siau-hu meronta2, karung itu bergelundungan, keruan Soa Yan-liu girang, serunya tertawa riang:

" Kiranya betul bocah itu didalam karung," dengan langkah lebar segera dia memburu. Dengan kertak gigi lekas siangkoan Pocu sendai selendang su-tra ditangannya menjilat kaki soa Yan-liu.

sudah tentu orang naik pitam makinya: "Gadis yang tidak tahu diuntung," sekali tendang selendang sutra itu sampai putus berkeping2 namun demikian kakinya yang terangkat hendak menginjak karung menjadi luput. Karena bergelundungan kian kemari, kebetulan karung itu menyentuh golok siangkoan Pocu yang terpental jatuh tadi, tajam goloknya mengiris karung sehingga berlobang, segera jari Tiong siau-hu terjulur keluar dari lobang terus menarik sekuatnya, begitu karung robeki segera ia melompat keluar, sigap sekali dia raih golok terus membacok soa Yan-liu.

" Lekas kau lari, kau bukan tandingannya." teriak siangkoan Pocu.

"Bukan tandingannya juga harus kulabrak dia." sahut Tiong siau-hu, sembari menjawab beruntun dia merangsak tiga kali bacokan.

Dengan langkah naga melingkar soa Yan-liu melupakan diri dari bacokan pertama terus membalik seraya, menjentik dan membentak: "Lepas golok,"

"creng" bacokan kedua Tiong Siau-hu kena dia jentik pergi namun Tiong siau-hu masih tetap kuat pedang goloknya dengan kencang,

"Belum tentu." sambut Tiong siau-hu, bacokan ketigapun dia lancarkan

Jentikan jari soa Yan-liu menggunakan ilmu sakti dari aliran Hud yang dinamakan Itci-tam-kang, kekuatannya dihimpun jadi sejalur dapat menyerang musuh melalui golok yang disentuhnya, getaran jentikan dapat melukai urat nadi, banyak jago2 persilatan yang tak kuat menahan jentikan jari ini.

Karena usia Tiong siau-hu masih muda dia kira orang tidak kuat menahan tenaga selentikannya, tak kira bukan saja senjata orang tidak terlepas malah dirinya dihujani bacokan lagi. Keruan soa Yan-liu kaget dan merasa diluar dugaan, namun dengan muka merah dia tertawa dingin:

" Golok tidak kau lempar, biar kubikin kau roboh." tiba2 dia menghardik, kedua tangan bergerak bersama melancarkan serangan keji, ternyata dia kerahkan Tay-Iik-kim-kong-ciang ajaran pusaka pelindung siau-lim-si yang hebat perbawanya.

siangkoan Pocu terluka oleh Kim-kong-ciang ini kini melihat orang mengancam jiwa Tiong siau-hu keruan dia berteriak kaget dan kuatir, Ditengah damparan angin dan berkelebatannya senjata tampak Tiong siau-hu terhuyung tiga langkahi mulutnya gelak2 malah, ejeknya:

"Jangan kau takabur, maaf ya, aku kan tidak kau robohkan." sudah tentu kejut dan girang hati siangRoan Pocu, dengan bersenderkan dinding dia mengatur napas.

Bukan lantaran kekang Tiong siau-hu lebih tinggi dari siangkoan Pocu, adalah karena tenaga soa Yan-liu yang mulai susut setelah terkena jarum beracun maka kekuatan Kim- kong-ciang jauh berkurang.

Malah bukan hanya berkurang saja, karena dia harus kerahkan hawa murni menutup Hiat-to, supaya hawa racun tidak menyerang jantung, maka dia harus segera mengakhiri pertempuran, makin lama dia berhantam semakin besar bahaya keracunan.

Diluar tahunya pula bahwa Tiong Siau-hu sudah digembleng Su-khong Siangjin, maka bukan soal gampang untuknya merobohkan lawan yang masih muda ini apalagi dia sudah keracunan. Tapi karena rangsakan gencar lawan, Tiong siau-hu hanya mampu bertahan dengan tabah.

Maklum biasanya tidak mencocoki seleranya, yang dicekalnya sekarang tidak mencocoki seleranya, sudah tentu dia tidak leluasa menyerang.

setelah napas dan pikiran tenang, siangkoan pocu dapat melihat kelemahan Tiong siau-hu, kebetulan dilihatnya pedang Tiong siau-hu yang dirampas Ma Toa-ha berada tak jauh disebelah sana.

Dengan menahan sakit segera dia menggelinding kesana meraih gedang cusaka Tiong siau-hu terus berteriak:

"sambutlah pedangmu." dengan kertak gigi dia kerahkan tenaga melempar pedang.

Dengan jurus Hing-kang-kiap-pi (sungai melintang membelah dinding) kedua tangannya mengacip soa Yan-liu desak Tiong siau-hu ke samping terus merebut pedang yang dilempar datang, " Lepaskan." bentak Tiong siau-hu seraya menyerobot maju, laksana kilat golok ditangannya memapas pergelangan tangan soa Yan-liu. Terpaksa soa Yan-liu menarik tangannya yang sudah menyentuh gagang gedang.

Maka cepat sekali pedang terjatuh ketangan Tiong siau-hu.

Dengan pedang dan golok ditangan, Tiong siau-hu laksana harimau tumbuh sayap. dari bertahan kini dia balas menggasak musuh habis2an.

Dalam gebrakan sengit ini tiba2 soa Yan-liu rasakan dadanya mual, seketika dia mengeluh rasa mual merupakan gejala yang menandakan bahwa hawa racun sudah mulai meresap ke dadanya, Keadaannya mirip pelita yang hampir kehabisan minyak, namun dalam puluhan jurus serangannya masih cukup ganas, dia sudah perhitungkan kalau dalam 10 jurus dia tak kuasa merobohkan lawan haruis segera melarikan diri.

Kini terbalik pula Tiong siau-hu yang dicecar mundur teratur, malah langkahnya tiba2 sempoyongan beruntun dia mundur 6 langkah, siangkoan Pocu kaget disana soa Yan-liu sudah menubruk maju, se-konyong2 sinar golok berkelebat terdengar soa Yan-liu menjerit keras, tampak pundaknya terluka keluar darah.

Agaknya Tiong siau-hu sudah tahu bahwa lawan sengaja menyerang hendak melarikan diri, maka dia bertahan sambil mundur teratur memancing lawan sekali timpuk golok Tiong siau-hu susuli pula dengan tusukan pedang terbalik karena sibuk memukul jatuh timpukan golok, maka soa Yan-liu tidak sempat menghindari tusukan pedang yang lihay.

sudah tentu soa Yan-liu tidak berani bertempur lagi, sambil menggerung, dia kerahkan sisa tenaganya melontarkan pukulan Kim-kong-ciang pula menyampuk pergi tusukan kedua pedang Tiong siau-hu, sekali melompat dan bersaito kebelakang, "Blang." dia terjang pintu kuil terus lari keluar laksana terbang.

Dalampada itu siangkoan Pocu sudah merangkak bangun sambil menahan kesakilan, segera dia ayun tangan menimpukkan sebutir granat berasap melalui daon jendela, Granat meledak dibela kang soa Yan-liu menimbulkan asap tebal dan menyamber pula puluhan batang jarum2 lembut dari dalamnya.

Lari soa Yan-liu cukup cepat, namun dia terkejar oleh gumpalan asap dan terkena pula beberapa batang jarum, Tampak langkahnya sempoyongan menerjang keluar dari gumpalan asap tebal, namun langkahnya masih secepat terbang, sekejap saja bayangannya sudah menghilang.

Tiong siau-hu menghela napas lega, katanya tertawa: "Biarkan dia pergi, Nona siaukoan, bagaimana

keadaanmu?"

"Aku tak apa2, lekas kau kejar dan bunuh dia, jangan tinggalkan bibit bencana." teriak siangkoan Pocu menahan isak tangis, tapi belum habis dia bicara, tiba2 dia tersungkur jatuh dan semaput.

Waktu dia siuman dirasakan dirinya rebah dalam pelukan Tiong siau-hu, sudah tentu malunya bukan main ingin meronta bangun namun tak punya tenaga

"syukur kau siuman, Barusan kuurut dan kupijat, kau muntahkan darah kental membuatku kaget dan kuatir saja, Aku... karena tanah lembab tak berani aku baringkan kau."

setelah membuka lebar matanya siangkoan Pocu dapatkan hari sudah mulai remang2, agaknya sudah mendekati magrib. Merasa terima kasih dan malu pula hati siangkoan Pocu, katanya lirih:

"Kau, kenapa kau masih disini?" " Lukamu berat, mana boleh aku pergi? jangan banyak bicara kuberikan sebutir obat." lalu dia copot pakaian luar digelar dilantai merebahkan siangkoan Pocu, lalu diambilnya kantong air siangkoan Pocu, katanya:

" Inilah siau-hoan-tang buahan guruku, paling manjur untuk obati luka dalam."

Cepat sekali semangat Siangkoan Pocu mulai pulih setelah minum siau-hoan-tan, katanya:

"Ada orang lain kemari tidak?" dia yakin soa Yan-liu mampus ditengah jalan, jelas takkan kembali dengan bala bantuan.

"orang lain?" tanya Tiong Siau-hu, "maksudmu teman lakimu itu? Diapun tidak kemari lagi."

Hati siangkoan Pocu menjadi sedih dan pilu, Ma Toa-ha adalah teman sejak kecil yang tumbuh dewasa bersama, hanya Ma Toa-ha satu2nya pria yang bergaul rapat selama ini dengan dia, kini orang yang dibekuknya malah yang melindungi dan menyelamatkan jiwanya mati2an.

Tiba2 Tiong siau-hu berkala: "Nona siangkoan, maaf kalau aku kurang ajar, aku..."

Memukul jantung siangkoan Pocu, katanya: "Kau, kau hendak apa?"

"Luka2 luarmu memang tidak parah, namun harus lekas diobati."

Ternyata punggung siangkoan Pocu tercakar luka oleh soa Yan-liu, untuk membubuhi obat harus membuka atau menyingkap bajunya, siangkoan Pocu tahu maksud orang, segera dia membalik badan, katanya.

"Kau ini memang terlalu, dalam keadaan seperti ini kenapa malu2 segala? sobeklah pakaianku dan bubuhkan obat luarmu, Usiamu lebih muda, tanpa sungkan biar aku menjadi tacimu saja."

"Baik," sahut Tiong siau-hu,

"kau begini baik kepadaku, memang besar hasratku mempunyai taci seperti kau."

Terharu siangkoan Pocu, katan,ya:

"Adik Tiong, kau begini baik selama hidup takkan ku lupakan, Luka2 ku entah kapan baru sembuh. tempat ini harus segera ditinggalkan aku tak ingin bikin susah kau."

"Memang kau tak bisa merawat luka dikuil bobrok ini. biar aku membawamu pergi."

"Kemana?"

"Bagaimana kalau kau rawat luka2mu dirumahku?" "Kau tinggal dimana?"

"Di say-san."

"say-san diluar kota Taytoh itu?"

"Betul, Guruku adalah ketua dari Hu-hud-si di say-san itu Disana beliau bisa ikut merawat engkau." Tiong siau-hu menerangkan, lalu menambahkan

"Tunggulah disini, aku pergi cari kereta." "Baiklah, lekas pergi cepat kembali."

"seorang diri kutinggal kau disini mungkin masih ada bahaya." ujar Tiong siau-hu,

"siangkoan cici, kau sembunyi saja dibelakang patung pemujaan, kalau ada orang datang, kau jangan bersuara, mereka pasti tidak menemukan kau, Tapi kali ini aku mohon maaf akan kelancanganku,"

tanpa menunggu reaksi siangkoan Pocu dia bopong orang terus diangkat kebelakang patung. sudah tentu merah malu muka siangkoan Pocu karena persentuhan badan ini, namun dalam hati dia merasa haru, terima kasih dan manis mesra.

setelah Tiong siau-hu pergi, otak siangkoan Pocu bekerja keras, perasaannya timbul tenggelam. Duka karena Ma Toa-ha yang semula dicintainya berjiwa kerdil dan jahat, maka air matanya bercucuran.

Namun hatinya haru dan pilu juga karena kesediaan dan kebaikan Tiong siau-hu yang membela dan menyelamatkan jiwanya mati2an, dalam dukanya terasa hangat dan syuurpula hatinya akan manisnya cinta asmara yang timbul terhadap Tiong siau-hu.

Entah berapa lama dia melamun, akhirnya dia tersentak sadar waktu mendengar kerotekan suara roda kereta dan tapak kuda berhenti didepan kuil. Dengan berseri riang Tiong siau-hu lompat turun terus berlari masuk seraya berkata:

"siangkoan cici, kubelikan seperang kap pakaian untukmu, boleh kau coba didalam kereta, Maaf, kampung2 sekitar gunung ini serba miskin, dengan susah payah baru berhasil kubeli kereta ini, pulang terlambat bikin kau tunggu terlalu lama."

"Adik Tiong, kau masih begini sungkan, kebaikanmu takkan kulupakan." dengan lunglai dia rebah dalam pelukan Tiong siau-hu yang membopongnya naik keatas kereta. Kejap lain mereka sudah menempuh per jalanan.. Tiong siau- hu pegang kendali menjadi kusir duduk didepan, seorang diri rebah didalam kereta pikiran siangkoan Pocu tak bisa tentram memikirkan nasib dirinya. Namun karena terlalu lelah terombang ambing oleh jalan kereta di jalan gunung yang tidak rata, akhirnya dia tertidur dengan pulas.

Waktu dia siumam bangun dan menyingkap kerai, dilihatnya matahari bertengger dipucuk cakrawala, kiranya sudah mendekati lohor hari kedua, Kereta berhenti dipinggir hutan, Tiong siau-hu sedang panggang ayam alas, melihat orang menongol keluar, segera dia tertawa, katanya.

"Barusan kutangkap seekor ayam, dirumah petani dalam kampung sana aku beli sekaleng susu sapi, susu sapi sudah kubikin panas, lekaslah kau minum."

"Tempat apakah ini?" tanya siangkoan Pocu, "Perbatasan ceng-ciu, 500 li dari Taytoh."

"jadi semalam suntuk kau tidak tidur menempuh per jalanan?"

"Sebelum fajar aku sudah tidur sebentar. Kupi-kir semakin jauh dari Taytoh lebih baik,"

Dengan ber-kaca2 siangkoan pocu habiskan sekaleng susu kambing serta makan dua paha ayam, Dalam hati dia membatin: " Kalau Ma Toa-ha tidak mau memaafkan aku, biarlah aku putus hubungan dengan dia."

Bagaimana nasib siangkoan Pocu? Kuatkah Tiong siau-hu melindunginya?

Berhasilkah misi Hong lay-moli di Thian-long-nia? Musuh tangguh siapa pula yang kesampIok dengan Bu-lim-thian-kiau dan Bu su-tun?

(Bersambung ke Bagian 61)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar