Pendekar Latah Bagian 58

 
Bagian 58

Walau sudah mencabut ceng-kong-kiam namun Song Kiau- ji tahu dirinya bukan tandingan kedua Busu Mongol, melihat suaminya lompat turun ke jalan raya, segera diapun ikut melompat keluar bergabung dengan suaminya.

Sementara sebatang sumpit sambitan Bu-lim-thian-kiau yang lain menyamber kearah Busu brewok, Busu ini keraskan lengan baju, "Cret" lengan bajunya berlobang, sumpit terus melesat menyerempetjidatnya menancap diatas dinding.

Karena hampir terluka Busu brewok menjadi gusar, makinya: "Melukai orang dengan senjata rahasia, terhitung orang gagah macam apa?"

Bu su-tun mendengus, jengeknya berdiri:

"Kalian menghina perempuan, terhitung laki2 macam apa pula? Bagus, tadi kau menyuguh arak kepada orang, sekarang terimalah arak suguhanku."

dimana dia buku mulut seg ulung arak segera menyembur dari mulutnya. Setengah guci arak yang tertelan kedalam perut Bu su-tun kira2 20 kati beratnya, jauh lebih banyak dari sepoci arak yang disedut oleh Busu brewok itu, sudah tentu kekuatan semburan arak Bu su-tunpun bukan buatan besarnya.

Tersipu2 Busu brewok kerjakan kedua telapak tangannya menepuk kedepan, angin menderu arak seketika berhamburan keempat penjuru. Walau pukulan Busu brewok amat dahsyat, paling dia hanya mampu bikin semburan arak itu berhamburan seperti air hujan, tak urung badannya kecipratan juga beberapa tetes, untung dia mengenakan mantel kulit berbulu tebal, namun demikian dia rasakan badannya sakit pedas seperti kena pelor, pakaiannya ber-lobang2 seperti sarang tawon.

Karena begitu lebat hamburan arak semburan Bu su-tun sampai pandangan Busu Brewok menjadi kabur dan mata menjadi sakit pedas, untuk menyelamatkan diri, terpaksa dia tiru cara Toh Eng- liang melompat keluar dari jendela.

Toh Eng- liang suami istri masih berada di jalan raya, melihat Busu Brewok melompat turun, kontan dia papaki dengan tusukan pedang, Busu brewok masih belum bisa membuka matanya yang pedas namun mendengar senjata menyamber.

segera dia ayun telapak tangannya menyampuk pergi pedang Toh Eng-liang, namun gesit sekali Toh Eng-liang melangkah melingkar seraya membalik badan, tahu2 dia merangsak pula dari arah samping, sementara song Kiau-ji keluarkan sepasang Liu-yap-to, bersama suaminya mengeroyok Busu brewok.

Melihat temannya dipaksa lompat turun oleh semburan arak, Busu muka halus menjadi kaget, segera dia maju mencegat Busu-tun bentaknya:

"jangan takabur, rasakan pukulanku." telapak tangan kiri sedikit tertekuk. tangan kanan menggaris bundar terus di surung ke depan. Bu su-tun menghembuskan napas seraya membentak, telapak tangannya membelah keluar, maka terdengarlah suara gemuruh dari bentrokan adu tenaga dahsyat. Bu su-tun menggunakan Kim-kong-ciang. kekuatannya dahsyat namun dengan merangkap kedua tangannya, Busu Mongol ini mampu memunahkan damparan kekuatan dahsyat pukulan Bu su-tun.

Walau Iwekangnya setingkat lebih asor, namun Busu muka putih menggunakan ajaran perguruan, gerakan kedua tangannya mengandung tenaga lemah dan kuat yang berlawanan, satu sama lain saling mengikat, maka secara baik dia berhasil patahkan pukulan dahsyat Bu su-tun.

Belum lagi tangan kanan ditarik mundur, Bu su-tun susuli lagi dengan serangan tangan kiri, gelombang pukulan yang dahulu dilandasi pukulan susulan, maka kekuatannya laksana damparan gelombang pasang, gelombang yang satu lebih dahsyat dari gelombang yang lain.

Busu muka halus menggerakkan tangannya membundar seperti gelang, setelah mematahkan beberapa jurus namun tanpa kuasa diapun terdesak mundur mepet dinding oleh pukulan Bu su-tun.

setelah adu pukulan beberapa gebrak tiba2 Bu su-tun, membentak:

"Pernah apa kau dengan Ibuin Hoa-kip?"

Melihat orang sudah tahu asal usul dirinya, maka Busu muka halus tertawa dingin,

"Di Thian-long-nia kau melukai suteku, kini tiba kesempatan aku menuntutkan balas sakit hatinya."

Kiianya Busu muka halus ini adalah Ji-suko Ibun Hoa-kip yang bernama Umong, Yang brewok bernama Uji, sam-suko ibun Hoakip. Waktu Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau memasuki warung arak ini, kebetulan mereka lewat di jalan seberang, Mereka menerima tugas dari Timujin sebagai duta dari Mongol menuju ke Taytoh untuk menyerahkan surat kepercayaan.

setelah terluka ibun Hoa-kip merawat luka2nya di Thian- long-nia, Thay Bi dan Liu Goan-ka merawat dan menjaganya, sementara Bing-ciu siangjin menuju ke Mongol untuk memberi kabar kepada Cun-seng Hoat-ong, kebetulan ditengah jalan Bing-ciu siangjin bersua Umong dan Uji, maka mereka tahu akan kejadian yang menimpa sute mereka di Thian-long-nia. sudah tentu bagaimana bentuk muka dan perawakan Bu su- tun dan Bu-lim-thian-klau ada digambarkan oleh Bing-ciu siangjin.

Waktu jalan di jalan raya disebiang sana mereka melihat Bu su-tun dan Bu-lim-thian-klau mirip dengan orang yang digambarkan oleh Bing-ciu sianjin, maka sengaja mereka meluruk keatas warung arak, Apalagi melihat cara minum Busu-tun yang luar biasa, kalau tidak punya Iwekang tinggi takkan mungkin bisa melakukan maka mereka lebih yakin bahwa kedua orang ini adalah orang2 yang pernah melukai Sutenya.

sengaja mereka cari gara2 lebih dulu untuk memancing Bu su-tun dan Bu-lim-thian-klau turun tangan, sekali turun tangan Bu su-tun bikin Uji terdesak keluar jendela, terpaksa Umong turun tangan melawan-nya.

Diantara lima murid2 Cun-seng Hoat-ong, kepandaian murid tertua paling tinggi, ibun Hoa-kip sebagai murid penutup nomor dua, Umong sebagai Ji-suko, namun kepandaiannya nomor 3 Tapi karena latihannya lebih matang, maka tidak gampang Bu su-tun hendak mengalahkan dia, sepuluh jurus permulaan Bu su-tun menggempur dengan Tay- lik,kim-kong-ciang, namun U-mong dapat mematahkan dengan b entak, maka mereka setanding.

Dengan seru mereka berhantam diruang yang pernah sesak meja kursi maka keadaan warung arak ini menjadi porak poranda, meja kursi dan piring mangkok hancur lebur. Tamu2 yang makan minum sudah sifat kuping, tiada satupun yang membayar.

Pemilik warung sembunyi dipojokan dengan gemetar, demi mempertahankan nafkahnya, dengan takut2 dia menjura dan minta2 dengan suara gemetar: "Tuan2 kalau berkelahi silakan diluar saja, kalau dilanjutkan warungku ini bakal ambruk."

Bu-lim-thian-kiau tersenyum dia keluarkan sekeping uang mas ditaruh dimeja kasir, katanya tertawa:

" Uang ku ini tentunya cukup buat ganti segala kerusakan," lalu dia berpaling dan berseru dengan berseloroh:

"Bu-heng, berhantamlah dibawah saja, kalau warung ini ambruk, uangku tidak cukup buat ganti kerugiannya."

Dalam pada itu Toh Eng-liang suami istri tengah berhantam sengit dengan Busu brewok, gerakan telapak tangan Busu brewok laksana tabasan golok entah membelah, menakan, menepuk. mencengkram atau pegang, gerakannya lincah mengikuti serangannya, setiap gerakan kaki tangannya selalu membawa deru angin kencang.

Walau ada meyakinkan Gun-goan-it-sat-kang namun Iwekangnya jelas bukan tandingan Bu su-tun namunjauh lebih unggul dari Toh Eng-liang suami istri. Akan tetapi sebagai murid tertua Tang- hay- liong, walau kepandaiannya belum setingkat kelas satu, ilmu silatnya juga tidak rendah, permainan pedangnya dahsyat dan keras.

sebaliknya sepasang Liu-yap-to song Kiau-ji panjang pendek. gerak geriknya lincah cekatan, serangannya aneh dan banyak perubahannya, Kerja sama suami istri ini rapat dan serasi, walau lebih unggul namun dalam waktu debat tidak gampang Busu brewok ini mengalahkan kedua lawan-nya.

Melihat Toh Eng-liang suami istri terdesak, Bu-lim-thian- kiau segera tampil kedepan, katanya "Bedebah ini ada sedikit perselisihan dengan aku, silakan kalian mundur.. biar aku yang melabraknya."

Diatas loteng tadi Busu brewok ini kecundang oleh Bu-lim- thian-kiau, kini melihat orang turut campur, bangkit amarahnya, bentaknya: "Memangnya aku ingin membuat perhitungan dengan kau."

Bu-lim-thian-kiau tertawa, "Apa ya? Hehe, memang aku hendak melabrakmu bukankah tadi kau katakan aku hanya membokong dengan senjata rahasia, nah kini biar aku belajar dengan kepandaianmu, berapa sih kemampuanmu?"

seperti pembidik menarik Busur di- atas kuda, Busu brewok menggenjot dengan tangan kiri, sementara telapak tangan menampar dengan dahsyat. sedikit berkelebat Bu-lim-thian- kiau menyusup lewat dari samping orang, dengan enteng seperti tak acuh dia balas menyerang dua kali.

Busu Brewok menggerung keras tenaga pukulannya ternyata kena dibendung oleh Bu-lim-thian-kiau, seperti damparan gelombang pasang yang dibendung oleh tanggul sehingga terdorong balik.

Gerakan Bu-lim-thian-kiau tadi kelihatannya enteng tidak acuh, namun merupa kaan permainan Lokieng-ciang-hoat ciptaannya yang paling lihay, Lokiong ciang-hoat mampu digunakan mengatasi kekerasan, tenaganya lembut laksana sutra, namun kekuatan yang terkandung did alamnya laksana panah yang bisa menembus jantung orang.

Untung Busu brewok ini sudah punya dasar latihan Gun- goan-it sat-kang maka dia tidak terluka.

se-konyong2 Bu-lim-thian-siau menyelinap maju, dengan jurus Wan-kiong-sia-tiau (menarik Busur membidik rajawali), dia menutuk kedada Busu brewok jurus ini sekaligus dia gunakan kekuatan lunak dan keras, ada isi dan gertakan pula, seperti menjodoh mirip menekan kedatangannya secepat kilat. Jelas Busu brewok takkan sempat berkelit, mainan juga tak mampu meraba cara tutukan ini, terpaksa harus adu kekuatan, sigap ia miringkan badan, tenaga dikerahkan terus menabas dengan kekuatan besar, sebetulnya Busu brewok sudah perhitungkan dengan matang. 

Dia mampu menutup Hiat-tonya, paling dia hanya sedikit terluka, jiwanya tidak sampai melayang Tapi pukulan besar lawan dihimpun mengecil menjadi sebesar ibu jari. jikalau Bu- lim-thian-kiau kena tabasan dengan telak, tulang lengannya juga pasti patah.

Diluar tahunya bahwa permainan Lokieng-ciang-hoat punya perubahan sukar dijajagi, begitu dia menabas, tahu2 telapak tangan kiri Bu-lim-thian-kiau sudah menerobos masuk lewat bawah sikutnya, menggempur ke- lambung kanannya.

Karena Busu brewok menabas dengan miringkan badan, maka lambung sebelah kanan menjadi kosong tidak terjaga, untuk meluputkan diri lekas Busu brewok gunakan gerakan membungkuk menandur dahan pohon, sekaligus tebasan tangannya beralih untuk mengisi kekosongan lambungnya yang tidak terjaga.

Begitu tutukan Bu-lim-thian-kiau tiba, Busu Brewok pinjam tenaganya terus bersalto tiga tombak jauhnya, "BIum" jatuh berdentam ditengah jalan raya. Walau terjungkal roboh, namun dia berhasil menghindarkan tutukan Bu-lim-thian-kiau.

Memang hanya dengan cara berkelit yang dia lakukan ini baru dia bisa menghindarkan serangan pukulan dan tutukan jari Bu-lim-thian-kiau. Memang tidak sampai terluka, namun di kalahkan dengan mengenaskan.

Segesit ikan lele meletik Busu brewok melompat bangun, serunya gusar:

"Hari ini kalau bukan kau yang mampus, biar aku yang gugur." sembari mencabut golok laksana binatang buas yang terluka, dia menubruk maju lagi dengan kalap. Bu-lim-thian-kiau tertawa katanya:

"Eh, belum kapok, baiklah kuhadapi permainan senjatamu." segera dia keluarkan seruling yang tergantung dipinggang untuk menyampuk bacokan golok lawan.

ilmu tutuk dengan seruling Bu-lim-thian-kiau merupakan ajaran tunggal Bulim yang tiada duanya, disamping bisa juga digunakan sebagai pedang, malah dari dalam seruling jade ini bisa disebuI keluar sejalur hawa hangat yang bisa melukai orang pula, Begitu ditangkis "Tang" seruling Bu-lim-thian-kiau tidak kurang suatu apa, sebaliknya golok melengkung Busu brewok tertolak pergi, tajam goloknya malah gumpil.

"Nah tahu kelihayanku?" goda Bu-lim-thian-kiau.

sembari gerakan seruling dia mendesak maju, langkahnya seperti ceng coreng menutul air, gerakan-nya seperti air mengalir awan mengembang, bajunya me-lambai2, gerakannya lembut dan wajar tapi kelihatan gagah, Dimana serulingnya bergerak selalu mengincar Hiat-to penting.

semula Busu brewok menyangka sekali bacok dia bisa kutungi seruling orang, baru sekarang dia maaf bahwa senjata lawan adalah barang mestika. Gaman sendiri jelas bukan tandingan ilmu tutuk lawanpun aneh dan menakjubkan, lebih sulit dilawan lagi.

Busu Brewok sudah kerahkan seluruh tenaga dan tumplek segala kemahirannya, namun dia hanya kuat bertahan 30-an jurus, keadaan terdesak semakin keripuhan, dalam waktu dekat terang terkalahkan juga.

Digelanggang sana Bu su-tun adu pukulan dengan Umong, lambat laun diapun unggul diatas angin. Kepandaian Umong jauh lebih tinggi dari sutenya Bu-su brewok, kekuatan sepasang pukulannya juga satu lunak yang lain keras, keduanya bisa saling mengisi dan bertautau, dalam permainan menggunakan tenaga memunahkan tenaga dia cukup ahli. Pukulan gencar Bu su-tun yang hebat memang bikin dia keriputan mempertahankan diri, namun dalam waktu singkat sulit juga mengalahkannya.

Pada detik2 kedua Busu Mongol ini bakal terjungkal kalah, tiba2 terdengar suara gemuruh dari derap kuda yang membedal datang seribut hujan badai.

Waktu Bu su-tun angkat kepala, dilihatnya serombongan pasukan Kim tengah membedal datang, seorang perwira yang pimpin barisan ini membentak:

"Perampok yang bernyali besar berani menghina dan kelahi sama duta Mongol yang bersahabat. Hayolah tangkap empat perampok yang kurang ajar."

Waktu pertempuran terjadi orang2 yang lalu lalang sudah menyingkir, toko2 sepanjang jalan inipun be-ramai2 tutup pintu, namun Bu-lim-thian kiau labrak Busu brewok ini dipojokan jalan raya yang menembus ke sebuah gang kecil, maka perwira barisan Kim ini hanya melihat punggungnya.

Celaka adalah Toh Eng-liang berdua yang berdiri diujung jalan, mereka ke-terjang dulu oleh barisan berkuda ini.

Bu-lim-thian-kiau cecar lawan tiga jurus mendesaknya mundur tiga tindaki se-konyong2 dia tiup keluar sejalur hawa hangat, hawa panas meluncur bagai panah Busu brewok itu sedang gentayangan mundur, maka dengan telak dia tertiup hawa hangat ini, kontan mukanya panas membara seperti dibakar, betapa tangkas gerakan Bu-lim-thian-kiau "kena" serulingnya dengan telak menutuk Hoan-tiau-hiat.

Busu Brewok ini menjerit keras terlempar tiga empat tombak, kali ini dia roboh setelah tertutuk Hiat-tonya, maka jatuhnya jauh lebih keras, saking kesakitan dia meringis dan tak mampu bangun lagi.

setelah merobohkan lawannya pelan2 Bu- lim-thian kiau membalik badan, katanya tertawa dingin: "saudara ku yang Baik, untuk apa kau kemari? Hm, Hm, tak nyana kesamplok dengan aku disini bukan? Kedudukan Pengeranku sudah kuberikan kepadamu? Memangnya apa pula yang kau inginkan atas diriku."

Kiranya perwira yang pimpin barisan berkuda ini bukan lain adakah Tam se-ing. Atas perintah raja dia ditugaskan menyambut duta Mongol 300 li diluar kota raja dengan segala kebesaran.

Mendadak berhadapan dengan saudara tua yang paling ditakuti ini, keruan Tam se-ing kaget setengah mati, Tanpa berani bercuit. lekas dia tarik kendali membedal kudanya memasuki sebuah gang, anak buahnya semua kenal baik Bu- lim-thian- kau, kalau sang pimpinan menyingkir sudah tentu merekapun beramai2 mengundurkan diri, sedikit kekacauan ini digunakan baik2 oleh Bu-lim-thian-kiau, sekali lompat dia merebut seekor kuda, demikian pula Toh Eng-liang suami istri sudah merebut kuda terus menerjang kesana meng ikuti Bu- lim-thian- kiau.

"Bu-pangcu, tak perlu kelahi lagi marilah pergi." seru Bu- lim-thian-kiau tertawa, Dia kira Bu-su-tun, sudah unggul diatas angin, tentu dengan gampang meninggalkan musuhnya,  Diluar tahunya kenyataan justru tak sesuai dugaannya.

Iwekang Umong memang tidak seunggul Bu su-tun, namun kepandaian cara dia menggunakan tenaga dalam terlalu aneh, kedua gerakan tangannya mengandung kekuatan yang berlawanan saling mengisi dan bertautan sehingga pukulan Bu su-tun yang kuat se-olah2 lengket, walau dia lebih unggul, namun untuk mengundurkan diri begitu saja menjadi sulit bagi dia.

Cepat sekali Bu-iim-thian-kiau bertiga sudah menerjang ke ujung jalan, Baru sekarang Tam se-ing berani menongol keluar pula dari gang sempit itu. Busu brewok yang tertutuk roboh itu masih belum mampu merangkak bangun, lekas Tamse-ing memberi perintah kepada anak buahnya untuk menggotonginya bangun serta minta maaf kepadanya sementara Tam se-ing bawa sepuluhan wisu merubung maju hendak mengerubut dan menangkap Bu su-tun, tapi tiga tombak disekitar gelanggang se-akan2 dilicuti gelombang angin lesus yang ditimbulkan dari pukulan Bu su-tun dan U- mong.

Maka para Wisu anak buah Tam sen-ing terjungkal sungsang sumbel tak mampu mendekat.

Pada waktu yang sama, tampak pula sepuluhan Busu Mongol berada di jalan raya, satu diantara yang terdepan berpangkat lebih tinggi membentak:

" Kurang- ajar, kalian bangsa Nuehen berani mengeroyok duta2 kita, Kalau tidak dibunuh, memangnya kalian tidak tahu kelihayan kita."

ternyata dilihatnya Busu brewok sedang ditarik2 dari atas tanah. dilihatnya pula serdadu Kim bersenjata lengkap main terjang kian kemari, maka dia kira pasukan Kim mengeroyok duta mereka.

Perawakan Busu brewok ini besar dan tinggi beratnya laksana seekor lembu maka dua orang serdadu Kim dengan susah payah baru mampu memapahnya berduduk tulang rusuk Busu Brewok patah dua, darah bertetesan mengotori badannya tak heran perwira Mongol itu salah paham.

Dua Busu Mongol memburu datang, tanpa bicara mereka geraki golok melengkung, dua serdadu Kim yang sedang papah Busu brewok seketika ditusuknya mampus, karena tertutuk Hiat-tonya, Busu brewok hanya mengeluarkan suara aneh dari mulut.

Melihat Busu Mongol main bunuh, serdadu Kim segera lari menyingkir menyelamatkan diri.

seorang Busu Mongol lagi barlari kearah Umong yang sedang berhantam dengan Bu su-tun, namun dia pun terpental jungkir balik oleh damparan angin pukulan sampai muka lecet kepala bocor.

Keruan bertambah murka perwira Mongol itu, kebetulan seekor kuda serdadu Kim yang terluka oleh tusukan pedang Toh Ong-liang menjadi binal dan mencak2 menerjang kearah perwira Mongol ini, sekali raih dan pegang perwira ini angkat penunggangnya terus diayun melingkar serta dilempar kearah Bu su-tun

Mendengar deru angin kencang, tanpa menoleh Bu- su-tun sudah tahu adanya sebuah benda berat yang menindih kearahnya dengan daya terjang yang besar sekali.

Tapi Busu-tun tidak berkelit dalam hati dia malah bersorak girang. berbareng kekuatan Kim-kong-ciang dia tambah menggembur Umong.

"Biang" lemparan bola manusia dengan telak menumbuk punggung Bu su-tun, Busu-tun menggerung ketas, meminjam daya terjangan bola manusia ini, ditambah kekuatan pukulannya sendiri keruan Umong dipukul jungkir balik dan terbanting tiga tombak jauhnya.

Begitu Umong dipukul roboh, lekas sekali Busu-tun sudah menerjang kedepan. serdadu Kim, yang dibuat bola lempar menggeletak hancur di jalan raya, Melihat Busu-tun terkena lemparannya malah bisa merobohkan Umong, kini masih berlari secepat angin lagi, tak terasa perwira Mongol itu menjerit kaget dengan melongo.

Kiranya perwira Mongol ini adalah murid terbesar cun-seng Hoat-ong bernama Huhansia, ilmu silatnya paling tinggi diantara 5 murid Cun-seng Hoat-ong, Kali ini dialah yang diutus menjadi Duta oleh Timujin untuk mengadakan perundingan perdamaian dengan negeri Kim, sekaligus hendak pamer kepandaian dan menunjukkan orang2 gagah dinegeri musuh dengan kepandaian silat mereka yang hebat "Mundur." bentak Huhansia, dari tangan dua Busu Mongol yang memapah sutenya Uji baru dia tahu kalau sutenya ini tertutuk Hiat-tonya. Tutukan Bu-lim-thian-kiau yang tunggal cukup berat. Huhansia tidak tahu cara bagaimana membebaskan tutukan sutenya, terpaksa dia gunakan tenaga dalam mengusap dan memijat Uji setelah kerja keras baru dia berhasil menolongnya. sudah tentu Uji tersiksa setengah mati, Huhansia sendiripun gemerobyos keringatnya.

Pucat pias muka Tam se-ing, ter-sipu2 dia melompat turun serta maju menghampiri dengan kebat-kebit, katanya

"Siankoan Tam se-ing, atas perintah raja menyambut dengan hormat kedatangan para Duta dari Mongol."

"o jadi kalian menyambut kedatanganku?" ujar Huhansia.

Waktu itu Umong sudah merangkak bangun dan menghampiri dengan ter-tatih2, segera dia memberi penjelasan Huhansia gelak2 segera dia minta maaf. setelah mengadakan basa basi ala kadarnya, merekapun berangkat menuju kekota raja.

Kini marilah kita ikuti Busu-tun, sekaligus dia berlari keluar kota dilihatnya Bu-lim-thian-kiau dan Toh Eng- liang suami istri menunggunya dipinggir jalan tengah mengobrol Melihat kedatangannya Toh Eng- liang memapak serta memberi hormat, sapanya.

"Tentunya Bu-pangcu sudah tidak mengenalku, Dalam pertempuran Jay-ciok-ki dua tahun yana lalu, dari kejauhan aku saksikan Bu-pangcu membunuh Wanyan Liang, Tak nyana hari ini bisa bertemu disini, siaute Toh Eng-liang, guruku adalah..."

"Dari ilmu silat yang dimainkan Toh-heng tadi, gurumu tentu Tang wan Cianpwe, Nama besar Toh-heng sudah lama kudengar nona ini adalah..." " Inilah istriku, song Kiau-ji, putrinya song Kim-kong." Toh Eng-liang menjelaskan.

" Kalau begitu kita kan bukan orang luar, Kemana tujuan kalian?" tanya Bu su-tun.

"Kami baru saja kembali dari Taytoh hendak pulang ke Ki- lian-san." sahut Toh Eng-liang.

"Kalian baru pulang dari Taytoh, ada berita baru apa yang kalian dapatkan disana?" tanya Bu su-tun.

"Karena Wanyan Tiang- ci dan Tam To-hiong harus menyambut kedatangan para Duta dari Mongol, maka gerakan militer terhadap laskar rakyat di Ki-lian-san terpaksa ditunda sepuluh hari atau setengah bulan lagi."

"situasi ini lebih menguntungkan kita," ujar Busu-tun, "kita bisa bersiap lebih matang, orang2 Mongol yang kita

temui barusan, kemungkinan datang bersama Duta Mongol

itu. setiba di Taytoh kebetulan kita bisa melihat keramaian."

"Ada sebuah berita lain, kemungkinan ada sangkut pautnya dengan Kaypang kalian." demikian kata Toh Eng-liang lebih lanjut

"Mengenai soal apa?" tanya Bu su-tun.

"Dengan alasaan perlu dipajang dan dibersihkan maka selama beberapa hari ini di Taytoh di adakan ras ia menangkapi orang2 jembel secara besar2an."

"oh, sampaipun pengemis minta sedekah juga dilarang dan dikurung? Agaknya sengaja mau menghadapi pihak Kaypang kita maka tanpa alasan yang kuat tak pandang bulu mereka main tangkap. Bagus, setiba aku di Taytoh, aku harus menghadapinya secara terbuka."

Toh Eng-liang tertawa, ujarnya: " Kalian berkepandaian tinggi, bernyali besar, namun bahaya selalu mengintip. demi keselamatan dan supaya hati2, aku ingin memberikan sekedar mainan yang mungkin berguna untuk per jalanan kalian kali ini." lalu dia keluarkan dua lembar kedok muka tipis yang warnanya mirip kulit manusia.

"Lucu dan menyenangkan juga mainanmu ini." ujar Bu-lim- thian-kiau tertawa, Bersama Bu su-tun mereka lantas memakainya lalu berhadapan saling pandang, melihat muka orang sama2 berubah, keduanya bergelak tawa, setelah mengucapkan terima kasih, dengan tetap mengenakan kedok muka ini mereka berpamitan dan berpisah, langsung menuju ke Taytoh.

Langkah mereka teramat cepat, sebelum berjasa Tam se- ing yang menyambut Duta2 Mongol tiba di kota raja mereka sudah mendahului masuk ibu kota. penjaga kota memang tidak kenal lagi kepada Bu-lim-thian-kiau. Mereka mencampurkan diri didalam rombongan kaum pedagang tanpa mendapat halangan atau pemeriksaan.

Sepuluh tahun Bu su-tun pernah tinggal di Taytoh, maka seluk beluk kota ini sudah dikenalnya baik sekali. setelah makan disebuah restoran, mereka melancong pula dipasar malam, kira2 kentongan ketiga, orang2 yang lalu lalang di jalananpun semakin sedikit barulah Bu su-tun ajak Bu-lim- thian-kiau menuju ke-cabang Kaypang yang ada di Taytoh.

Markas cabang Kaypang di Taytoh berada disebelah utara Thian-tam, jauh berada diluar kota, Thian-tam adalah tempat dimana raja mengadakan sembahyangan kepada Thian yang berkuasa sekelilingnya dipagari hutan2 lebat, jarang penduduk yang tinggal disekitar sini.

Kaypang membeli sebuah gedung bobrok yang sudah tidak dihuni orang sebagai alamat markas cabang, Tiga Hiangcu yang berkuasa muncul dengan menyamar sebagai hartawan basar, maka sepuluhan tahun lamanya, masyarakat Taytoh tiada yang tahu bila gedung yang semula bobrok dan kini dihuni tiga hartawan besar ini adalah markas cabang Kaypang di Taytoh. Tengah mereka mengayun langkahi tiba2 didengarnya digerombolan pohon sana ada tiga kali tepukan tangan disusul dua bayangan orang muncul, orang yang jalan2 didepan juga bertepuk ringan tiga kali.

Dari dalam hutan segera terdengar orang berkata: " orang sendiri" maka kedua orang ini lantas menuju kesana.

Bu su-tun berbisik, "Gelegatnya kurang beres, biar aku mencobanya." maka diapun bertepuk tiga kali, Bayangan orang dalam hutan segera muncul seraya membaik tiga kali tepukan, katanya: "Silakan masuk."

Tapi Bu su-tun tidak langsung pergi malah menghampiri orang itu, tanyanya:

"Bagaimana tugas yang harus diselesaikan ?"

orang itu menjawab: "Hanya dua pengemis yang lolos. Ko- siansing dan orang2 kita sudah ada didalam."

"Baik, biar akupun masuki kau tunggu disini sebentar." secara tak terduga mendadak Bu su-tun menutuknya roboh.

"Siapakah dia?" tanya Bu-lim-thian-kiau. "Belum diketahui" sahut Busu-tun

"agaknya cabang kita disini disergap oleh cakar garuda."

Mereka kembangkan Ginkang, tanpa bersuara masuk ke pekarangan, tampak dalam taman dan diatas genteng ada bayangan puluhan orang, Bu su-tun berdua menyergap datang, dengan serangan kilat satu persatu mereka ditutuk Hiat-tonya hingga tak berkutik lagi.

"Tam-heng, tolong kau periksa bagian luar, adakah yang lolos, Aku akan tengok keadaan dalam." ujar Bu su-tun. secara diam2 Busu-tun masuk keruang pendopo, terasa bau wangi merangsang hidung, badan lemas semangat lumpuh rasanya, Bu su-tun yang berpengalaman tahu itulah bau wangi obat bius yang menidurkan setiap orang yang mengendusnya . Iwekang Bu su-tun tinggi, sekali dia empos napas dan salurkan hawa murni, rasa mual dan kantuk seketika lenyap. Lalu dengan kedua kaki bergelantung dipayon dia mengintip kedalam pendopo lewat lobang jendela.

sinar lilin terang benderang laksana siang hari, diruang pendopo ada puluhan murid Kaypang yang tangannya tertelikung diikat kencang, semuanya mengunjuk muka gusar dan melotot. satu diantaranya berjubah sutera setengah umur, Bu su-tun kenal baik orang ini, adalah ketua cabang Kaypang di Taytoh ini, yaitu Ki san.

Dua perwira Kim berjaga diambang pintu, seorang laki2 tinggi kurus tampak sedang mengompes keterangan Ki san.

" omong kosong," terdengar Ki san mendamrat, "siapa percaya obrolan setanmu?"

Laki2 tinggi kumis gelak2, katanya: "Kau kira aku menipu kau? Coba pikir, kalau bukan orangmu yang memberi laporan kepadaku, dari mana aku bisa tahu alamat kalian disini? Kau ingin tahu siapa musuh dalam selimut ini?"

"Siapa?" bentak Ki san.

"siapa lagi kalau bukan Bu su-tun, Pang cu kalian."

Terkejut Bu su-tun, batinnya: "Ma Toa-ha tidak kubunuh kiranya mendatangkan bencana bagi Kaypang kita, Baik, coba kudengar dulu bagaimana kunyuk ini memfitnah aku."

kiranya laki2 tinggi kurus ini bukan lain adalah Toa-suheng Ma Toa-ha, yaitu Ko in-hwi. Tentu Ma Toa-ha yang membocorkan alamat cabang Kaypang di Taytoh ini kepada Ko In-hwi yang sudah jadi antek kerajaan Kim.

"omong kosong, Walau Bu su-tun tidak becus, tanggung dia takkan sudi menyerah kepada penjajah Kim."

Ko In-hwi tertawa lebar, katanya: "Jangan dikatakan menyerah, tujuannya adalah membunuh pinjam golok orang lain."

" Bu su-tun menjabat Pangcu, kenapa dia harus pinjam golok membunuh orang? omongan setanmu ini, memangnya mau menipu aku?"

"Kiau-lauthau, kau ini pura2 pikun atau memang sudah linglung? Kalau Bu su-tun tidak melenyapkan jiwamu, memangnya dia bisa tenang menduduk, jabatan Pangcu?"

"Persetan umpama Bu su-tun mengandung maksud jahat hendak membunuhku pinjam tanganmu, tapi kenapa kau memberitahu kepadaku?"

"Terus terang aku tidak senang melihat sepak terjang Bu su-tun, maka kuberi kelonggaran kepadamu, asal kau suka tunduk kepadaku."

"Apa yang kau inginkan dari aku?"

"Tulislah sepucuk surat, serahkan pula medali kebesaranmu kepadaku,"

"Apa yang harus kutulis?"

"Seluruh cabang Kaypang didaerah utara hanya tunduk kepadamu, tulislah sebuah perintah kepada mereka, suruh semua murid kantong 5 keatas mengundurkan diri keselatan sungai Huangho."

Diam2 Bu su-tun mengumpat dalam hati, pikir nya: "Tipu daya yang keji." maklumlah bila murid2 Kaypang kantong 5 keatas mengundurkan diri keselatan Huangho, semua cabang Kaypang didaerah utara menjadi kosong tanpa pimpinan yang dapat diandalkan itu berarti suatu kehancuran sebelum mereka sempat menentang penjajahan kerajaan Kim.

Kisan tertawa dingin,jengeknya: "Kalau kau punya hubungan kental dengan Bu su-tun, kenapa tidak kau minta dia saja yang mengeluarkan perintahnya itu." "Terus terang, apa yang kulakukan hari ini adalah kehendaknya juga, soalnya dia kuatir seluruh cabang Kaypang daerah utara tidak mau tunduk akan perintahnya, disamping dia tidak mau sembarangan memberi perintah atas jabatan pangcunya yang baru."

"Apa benar semua ini keinginan Bu su-tun?"

"Supaya murid2 Kaypang daerah utara tunduk kepadanya, Bu su-tun harus kumpulkan murid2 kantong 5 keatas, sekaligus membatasi gerak gerik mereka, demikian pula pimpinan cabang berbagai tempat diapun bisa menggantikan dengan yang baru menurut pilihan-nya. Kau sudah mengerti sekarang? Inillah cara dia membersihkan Kaypang dari anasir2 yang menentang kebijaksanaannya."

"Membersihkan Kaypang apa, inijelas menyerah kepada penjajah kerajaan Kim, Apapun obrolanmu, aku tidak percaya Bu su-tun sampai berbuat sejauh itu."

"Terserah kau mau percaya begitulah kenyataannya, jangan lupa bahwa Bu su-tun pernah menjadi Gi-lim-kun selama sepuluhan tahun, sedikit banyak dia ada kenalan dengan pejabat tinggi dari kerajaan Kim yang berintrik dengan dia, sekaligus untuk memperkokoh kedudukan pangCunya sekarang. Kau tunduk tidak akan perintahnya, tulislah surat itu."

"Seorang laki2 lebih baik mati daripada dihina, Peduli maksud Bu su-tun atau keinginanmu sendiri, aku tidak mau tulis."

"Kau salah, jangan kau anggap kau sudah menyerah dan menjual jiwa bagi seluruh murid2 Kay-pang, yang benar kau boleh membonceng akan muslihat ini untuk mendapat kebebasan, pimpinlah seluruh murid2 Kaypang daerah utara membuat perhitungan dengan Bu su-tun, gugurkan kedudukan Pangcu, bukankah melampiaskan penasaran hatimu selama ini? Kalau kau tidak mau melaksanakan Bu su- tun sendiri kan bisa membocorkan rahasia cabang2 Kaypang daerah utara kepada kerajaam sehingga satu persatu mereka gampang ditumpas."

"Aku tidak percaya, Kecuali Busu-tun sendiri kemari dan bicara langsung kepadaku."

" Bu su-tun tidak berada di Taytoh, umpama ada disini masakah dia sudi bicara langsing dengan kau?" demikian kata Ko In-hwi dengan gelak2.

Belum lenyap kumandang tawanya, se-konyong2 sebuah hardikan keras laksana guntur menggelegar memutus gelak tawanya:

"orang she Bu ada disini." sekali hantam dia hancurkan daun jendela terus menerjang masuk.

Belum orangnya tiba pukulannya sudah dilontarkan begitu hebat Bik-khong-ciang pukulan-nya, sampai Ko-hwi terdampar sempoyongan ke belakang.

Belum lagi kaki Busu-tun menyentuh lantai, dua jago kosen Gi-lim-kun yang berjaga dipintu menubruk tiba, dua batang golok besar serempak membabat kakinya.

Kedua kaki Bu su-tun menendang "Tang" golok besar salah seorang Busu terpental terbang, Tapi alas sepatu Bu su-tun terpapas sobek oleh tabasan golok yang lain, untung tidak terluka apa2.

Keruan keduanya sama2 kaget dan gerakan mereka menjadi kalang kabut, sehingga golok kedua ini ikut mencelat lepas dari tangan kebentur golok pertama yang hampir mengetuk kepalanya.

Tapi Busu yang didapati sudah terlanjur maju, sekalian dia ayun kaki menendang selangkang Bu su-tun, ternyata jurus Lian-hoan-tui Busu ini cukup lumayan, baru saja kaki kiri ditarik, kaki kawan sudah menendang pula. Tangan kiri Busu-tun menabas, berbareng kepelan tangan kanan menghantam, Alas sepatu yang dilembari lapisan besi dari Busu ini telak kena hantam.

Walau dia terhitung jagoan kosen dalam Gi-lim-kun, namun mana dia kuat melawan pukulan dahsyat Bu su-tun, kalau kepalan Bu su-tun hanya merasa perih pedas, sebaliknya kaki Busu itu tergenjot patah, dengan menjerit2 kesakitan seperti babi disembelih, dia berguling2 dilantai.

Lekas Busu kedua menubruk maju, sigap sekali Bu su-tun tiba2 memutar badan seraya geraki kedua tangan, nyata gerakan Busu ini juga cekatan, bagian atas badan tidak bergerak, namun langkah kakinya sudah ganti posisi secara tak terduga serangan Bu su-tun berhasil dia luputkan.

Bu su-tun merangsak kembali dengan jotosan, kekuatannya laksana kapak raksasa membelah gunung. Busu itu dipaksa melintangkan tangan menangkis, sampai telapak tangannya hancur, nyata kekuatan jotosan Bu su-tun yang tertangkis teramat besar, jari2-nya masih tempat menyerempet dagu orang sampai tulangnya copot dan kulitnya lecet Busu inipun roboh terjungkal dengan luka2 yang lebih parah dari kawan-nya.

Disaat Bu su-tun merobohkan kedua Busu ini, di-sana Ko In-hwi baru berhasil kendalikan badan. Dari kejauhan kembali Bu su-tun memukul, sudah tentu Ko Inhwi tidak berani melawannya tersipu2 dia berkelit terus melompat keluar dari jendela.

Bu su-tun rangkap dua jari terus menggaris, betapa besar tenaga jarinya setajam pisau tali urat sapi yang mengikat Ki san dengan mudah dia putuskan.

"Bu-pangcu, lekas kejar musuh." seru Ki san,

"biar aku lepas belenggu teman2." menghadapi kenyataan ini, Ki san tahu bahwa Bu su-tun difitnah oleh musuh, Ginkang Ko in-hwi teramat bagus, Bu-lim-thian-kiau yang berjaga diluarpun tak sempat mencegatnya.

"Lari kemana," teriaknya gusar, sekenanya dia meraih batu lalu dijentik dengan kelandaian Tam- ci-sin-thong mengincar punggung orang.

Mendengar samberan angin tajam dan kuat, lekas Ko In hwi keluarkan potlotnya menangkis ke belakang. "Trang" batu itu pecah berhamburan namun kekuatannya belum lenyap, remukan batu tetap mengenai Ko In-hwi, cuma tidak mengenai Hiat-tonya, langkahnya saja yang sempoyongan hampir terperosok jatuh.

Cepat sekali Bu-lim-thian-kiau sudah menyusul tiba bagai terbang, Bu su-tunpun kebetulan memburu keluar, mereka mencegat Ko In-hwi dari dua jurusan.

Keruan Ko in-hwi mengeluh dalam hati, jelas dia tidak akan bisa lolos, untung detik2 yang gawat itu didengarnya gerakan orang banyak berlompatan, tampak serombongan orang melompat naik keatas pagar-tembok terus masuk kedalam taman, Malam itu gelap gulita, sehingga klihatan bayangan tidak jelas siapa saja rombongan orang banyak ini.

Begitu melompat masuk orang itu lantas menghamburkan, senjata rahasia. Karena diadang oleh serangan senjata rahasia ini, langkah Bu-lim-thian-kiau rada terlambat Ko In-hwi keburu tiba dibawah tembok, walau terkena sambitan sebutir Thi-lian- cu, namun luka2nya tidak berat. sesosok bayangan segera menubruk kearahnya seraya membentak:

"Siapa kau?" namun gerakan Ko in-hwi secepat angin, sigap sekali dia tutuk dulu Hiat-to orang, sekali tekan dipundak orang, pinjam telaga menggunakan tenaga. disamping dorong badan orang, sekaligus dia melompat terbang melewati tembok.

Rombongan penyatron ini ada puluhan orang, dua orang segera memburu datang menolong teman, sementara yang lain segera berpencar membundar, tahu2 Busu-tun dan Bu- lim-thian-kiau sudah terkepung oleh mereka.

Sudah tentu hamburan senjata rahasia itu tiada yang melukai Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau, waktu dia melihat jelas, kiranya mereka adalah orang yang memakai baju kotor dan banyak tambalan tak ubahnya kaum pengemis.

satu dia ntara pengemis yang tertua membentak "Yang lari biarkan pergi, cakar alap2 yang ada didalam

taman ini, semua ringkus."

" Kalian salah," seru Bu-lim-thian-kiau, "kami bukan cakar alap2."

"siapa kau?" bentak pengemis tua.

"Aku Tam Ih-tiong. aku datang bersama Pangcu kalian." "Tam Ih-tiong, bukankah kau pangeran kerajaan Kim?

Untuk apa kau kemari?" sela seseorang, seorang lain

menambahkan

"Pangcu apa? Bu su-tun keparat itu masih ada muka berani kemari menemui kami."

Bu su-tun tampil kedepan, serunya lantang:

"ciu dan Pang-suheng, inilah aku kalian jangan salah paham."

Kiranya rombongan pengemis ini dipimpin oleh wakil kedua cabang Taytoh, yaitu Ciu Kan dan Pang swi, Beruntung mereka berhasil lolos sebelum terbius oleh obat wangi Ko In- hwi. Dalam waktu singkat mereka berhasil mengumpulkan puluhan jago2 kosen Kaypang terus meluruk balik hendak memberi pertolongan kepada kawan2.

Belum sempat Bu su-tun memberi penjelasan, ciu Kan sudah membentak pula: " Bu su-tun, kau berintrik dengan penjajah, masih setimpal kau menjadi Pangcu? Hayo bekuk dia." Puluhan jago Kaypang serempak menubruk maju.

Bu su-tun keluarkan Pak-kau-pang He-tianglo diputar satu lingkaran memukul mundur murid2 Kaypang yang menyerbu seraya berteriak:

" Kalian tak pandang aku, memangnya tidak mengenal pentung ini?"

Ciu dan Pang adalah murid2 He-tianglo demikian pula Ki san yang tertawan, sudah tentu mereka kenal pentung gurunya, Lekas Ciu Kan memberi aba2:

"Tahan sebentar coba dengar apa yang hendak dia ka- takan?"

"ciu suheng dan Pang-suheng tidak usah kuatir, kecuali orang she Ko yang barusan lari itu, semua cakar alap2 yang meluruk kemari sudah kita bekuk seluruhnya," beberapa murid Kaypang memang sudah menggeledah taman itu, mereka temukan Busu2 negeri Kim yang roboh tak berkutik itu

sudah tentu Ciu dan Pang bisa membedakan gaya tutukan ajaran silat perguruan sendiri, tanpa Bu su-tun membeli penjelasan lebih lanjut, mereka tidak banyak bicara lagi.

"Maaf Pangcu, memang kita yang keliru menyalahkan Pangcu. "

"Tipu yang digunakan musuh amat keji, Untung aku kebetulan kemari dan membongkar muslihatnya. Kalian tidak akan disalahkan. syukurlah sekarang sudah aman, mari kita tengok keadaan Ki-thocu."

Ki san sudah membuka belenggu murid2 Kaypang yang tertawan diruang pendopo, tingkat kepandaian murid2 Kaypang ini rada rendah, setelah menyedot obat bius walau belenggu sudah dibuka mereka masih terkulai lemas tak mampu bergerak Maka Bu-lim-thian-kiau keluarkan pi-isia-tan pemberian Liu Goan- cong untuk menolong mereka.

Bu su-tun berkata: "Tempat ini sudah diketahui musuh, malam ini juga kita harus hijrah, kelain tempat. Adakah tempat lain yang cocok untuk menggantikan kedudukan cabang sementara?"

"Pemimpin Hu-hud-si di saysan adalah teman baikku, boleh sembunyi sementara waktu disana, langkah2 selanjutnya bisa kita rundingkan di sana pula."

Maka Bu su-tun lantas menjelaskan maksud kedatangannya, tak lupa dia beritahu juga akan berita kematian He-tianglo kepada murid2nya. Ki san beramai berduka dan menangis, ter-sipu2 mereka terima tongkat gurunya terus menyembah tiga kali katanya:

"Tanpa pesan guru, kitapun akan patuh dan tunduk akan perintah Pangcu."

"Memangnya aku kemari ingin berunding dengan suheng bertiga." ujar Busu-tun.

"Pangcu tak usah sungkan, ada pesan apa silakan katakan saja." kata Ki san.

"Dulu Pang kita ada tiga peraturan larangan, pertama tidak boleh jadi tentara, kedua tidak boleh jadi berandal atau perampok, ketiga melarang murid2 Kaypang secara pribadi mengikat hubungan dengan kaum Lok-lim."

"Tiga larangan ini adalah atas usul CuTan-ho bangsat tua itu, Kini pejabat Pangcu sudah ganti, kau punya hak untuk mengubah atau menghapus larangan ini." demikian ujar Ki san.

"Hal ini sudah gamblang ketiga larangan itu hanyalah muslihat Cu Tan-ho yang hendak memencilkan Kaypang, supaya murid2 Kaypang tidak terjun kebarisan laskar rakyat melawan kerajaan Kim, Kini larangan ini sudah kuhapus, harap Ki-suheng bantu memberi penjelasan kepada seluruh cabang di lima propensi utara."

"Murid2 Kaypang sedang ditangkapi pemerintah, maka kita harus bergabung dengan kaum kesatria di-seluruh jagat untuk menentangnya, kebetulan pangcu menghapus larangan yang mencocoki cita2ku. Besok juga akan kuutus orang menyampaikan perintah Pang- cu. Kabarnya kerajaan Kim hendak kerahkan pasukan besar menggempur Ki-lian-san, apa maksud pangcu hendak kerahkan kekuatan kita untuk bantu Ya lu Hoan-ih melawan negeri Kim?"

"Betul." ujar Busu-tun, lalu dia jelaskan langkah2 yang sudah dia tetapkan, sambungnya:

"Kalau Ki-suheng bisa pergi bersamaku..."

"Memangnya aku tak bisa tinggal di Taytoh lagi, kebetulan bisa keluar me-lihat2 dunia luar, cuma tugas2 penting disini harus diatur dan diseleaaikan, mungkin dua tiga hari la gibaru bisa berangkat. Kapan pangcu bisa kemari, mumpung kumpul, berilah kesempatan murid2 kita berhadapan dengan kau,"

Bu su-tun memperhitungkan waktunya, tinggal dua tiga hari lagi tidak akan mengganggu rencana menepati janji dengan Hong-lay-mo-li di Thian-long-nia maka dia terima baik permintaan Ki san.

Malam itu juga mereka mengundurkan diri dengan mengosongkan gedung besar ini, pindah ke Hu-hud-si. Hu- hud-si terletak dibawah kaki saysan, 40 li diluar kota. Kuil kuno ini dibangun pada dynasti Tong, didalam kuil terdapat patung Budha yang bergaya rebah terbuat dari kayu cendana, maka kuil ini dinamakan Hu-hud-si (kuil Budha tidur).

Ketua Hu-hud-si adalah Su-khong siangjin sahabat tua dari siang Gun-yang, ex Pangcu terdahulu atau guru Bu su-tun, keruan su-khong siangjin kegirangan menerima kedatangan Bu su-tun, dia berjanji akan membantu sekuat tenaga. Beruntun dua hari Busu-tun sibuk memberi komando dan petunjuk2 penting untuk menyelesaikan tugas2 dalam Kaypang, Bu-lim-thian-kiau orang luar, maka dia menjadi tak punya kerja, malam itu saking iseng, bulan purnama lagi maka seorang diri dia keluar dari kuil menikmati pemandangan gunung dimalam hari.

Dibelakang Hu-hud-si terdapat sebuah tempat sepi yang tersembunyi dinamakan selokan kenari, karena letaknya terhimpit diantara dua puncak gunung yang sempit, did alamnya tumbuh subur pohon2 kenari.

sebuah sungai kecil ber-liku2 melintasi selokan gunung ini. sepanjang jalan entah betapa banyak macam jenis kembang2 liar dialam pegunungan yang mekar semerbaki batu2 gunung disinipun bentuknya aneh-aneh, ada yang mirip harimau, singa, biruang atau mahluk2 aneh lainnya, ada pula yang berbentuk seperti alat senjata, pedang, golok, tombak dan lain2.

Dibawah pancaran sinar rembulan yang memerak maka pemandangan malam diselokan kenari ini luar biasa indah, elok dan seram.

seorang diri Bulim-thian-kiau terus manjat ke-puncak gunung, selepas mata memandang, alam semesta dapat dijelajahinya dengan jelas, se-olah2 dirinya terbang diantara gunung gemunung. Jauh disebelah timur sana kebesaran kota Taytoh ibu kota kerajaan Kim bertengger, maka timbulah berbagai perasaan yang tak terlukiskan oleh kata2 dalam benaknya.

Disaat pikiran Bu-lim-thian-kiau timbul tenggelam memikirkan nasib rakyatjelata yang selalu ketimpa malang peperangan, tiba2 didengarnya seseorang senandung dengan suara lantang bersemangat.

Yang dibawakan adalah syair ciptaan, pujangga Li Pek dijaman Tong-tiau, makna syair yang dibawakan dalam senandung ini kebetulan cocok dengan apa yang menjadikan kepekatan pikiran Bu- lim-thian- kiau sekarang .

sekilas dia melongo, waktu dia berpaling, dilihatnya seorang pemuda berusia 17-an tengah turun dari lereng gunung disebrang, Bu-lim-thian-kiau melenggong diluar dugaan.

Didalam prasangkanya, orang yang membawakan senandung gagah semangat ini sedikit nya sudah berusia 30- an lebih.

Terdengar pemuda itu tengah menggumam seorang diri: "Beberapa hari ini dikurung ayah untuk membaca buku

melulu, entah pelajaran guru menjadi terbengkalai Tidak,

biarlah kucoba kekuatan pergelangan tanganku." sekenanya dia jemput dua butir batu, dengan gaya timpukan Liu-sing- kangwat (meteor mengejar rembulan) dia lontar kedua batu itu.

Ditengah angkasa kedua batu timpukannya beradu dan "pyar" keduanya hancur lebur menjadi debu beterbangan dihembus angin.

Kembali Bu-lim-thian-kiau kaget, namun kagum juga akan kekuatan si pemuda yang bisa pukul batu menjadi bubuk ditengah angkasa, kalau Iwekang yang dimilikinya belum mencapai taraf tertentu jelas tidak mungkin dilakukan apa lagi main timpuk dimalam hari, namun dua batu bisa saling kejar dan bertumbukan dengan tepat, betapa tinggi kepandaian si pemuda ini, terutama kepandaian menimpuk senjata rahasia sudah mencapai tingkat kelas satu.

Dari semak2 sana menerobos keluar seekor menjangan kecil, agaknya binatang cilik ini terkejut karena suara benturan batu yang hancur tadi. pemuda itu tertawa: "Sebetulnya aku tidak ingin berburu namun kau kebentur ditanganku, nan jangan salahkan aku." kembali dia jemput dua butir batu.

Gaya timpukannya kali ini lebih menakjupkan lagi, jauh berbeda dengan cana timpukan pertama tadi, kedua batu kini dia timpukan bersama, namun kecepatan luncuran kedua batu ini berlainan batu pertama melesat mendahului kedepon menjangan, tapi tiba2 putar membUndar terus membalik, batu keduapun menyusul tiba, jadi dari depan dan belakang kedua batu ini menggencet menjangan cilik sehingga dia takkan mamcu menyingkir.

Bu-lim-thian-kiau tersenyum, katanya:

"Kenapa harus melukai menjangan cilik yang tidak berdosa?" sembari bicara dengan Tam- ci-sin-thong jarinya menjentik, dia timpukan sebutir batu.

Bu-Lim-thian-kiau berdiri disebrang, maka kebetulanjentikan batunya mengenai batu pertama si pemuda sudah tentu batu yang terbentur ini kehilangan sasaran, diudara membelok dengan lingkaran membundar keatas, dan telak sekali menyongsong batu kedua timpukan si pemuda.

Kedua batu hancur lebur, namun batu timpukan Bu-lim- thian-kiautidak kurang suatu apa, setelah melesat beberapa jauh lagi baru melayang jatuh.

Bu-lim-thian-kiau unjukan diri terus menyongsong kedepan, Keruan pemuda itu kaget, tanyanya:

"Siapa kau?" hampir berbareng Bu-lim-thian-kiau juga bertanya: "Siapa kau?"

sorot mata si pemuda penuh tanda tanya dan curiga, katanya:

"Apakah Tatcu bangsa Nuchen?" Bu-lim-thian-kiau mengenakan pakaian lama yang dulu sering dipakai waktu masih berada diistana, jarang orang asing berada digunung ini, maka si pemuda mengajukan pertanyaannya, soalnya dia curiga bahwa Bulim-thian-kiau adalah cakar alap2 yang ditugaskan menyelidiki Hu-hud-si.

Bu-lim-thian-kiau tertawa tawa, katanya mengerut kening: "Benar, aku orang Nuchen, Tapi tidak semua orang

Nuchen musuh bangsa Han kalian, Em, siapa-kah yang mengajarkan kepandaianmu tadi?"

si pemuda mengejek sekali, katanya:

" Kalau benar orang Nuchen, tengah malam buta rata kau berada disini, tentu tidak bermaksud baik? Hm, soal siapa yang mengajar kepandaianku peduli amat dengan kau."

Melihat si pemuda bersikap bermusuhan terhadap dirinya Bu-lim-thian-kiau hanya tersenyum katanya:

"Tak mau jelaskan ya sudah, Aku mau pulang saja." "Berhenti." tiba2 sipemuda membentak.

"Lho, kenapa?" "Mau kemana kau?"

"Kau tidak mau kuurus, sebaliknya kau mengurus aku? Tapi biarlah kuterangkan, aku pergi ke Hu-hud-si."

sipemuda cabut pedang, bentaknya:

" Hu-hud-si mana boleh sembarang kau injak2? Walau kepandaianku bukan tandinganmu, tetap akan kutempur kau sampai titik darah penghabisan." habis bicara dia bersuit panjang, "sret" pedangnya terus menusuk Bu-lim-thian-kiau.

sengaja Bu-lim-thian-kiau ingin melihat kepandaian ilmu pedang pemuda ini, maka dia juga tidak memberi penjelasan, kedua tangan dia sembunyikan didalam lengan baju, sekali kebas dan menggulung, dia punahkan sejurus serangan si pemuda.

Iwekang Bu-lim-thian-kiau sudah mencapai taraf tertinggi, benda apapun yang berada ditangannya besar manfaatnya untuk gaman dan perbawanyapun hebat sekali. Dengan kebasan lengan bajunya ini dia pikir hendak mengguling lepas pedang pemuda namun kuatir melukainya dia hanya kerahkan 6 bagian tenaganya.

siapa kah pemuda berilmu pedang lihay ini?

Dapatkah Bu su-tun menolong murid2 Kay-pang yang ditawan kerajaan Kim?

Cara bagaimana Bu-lim-thian-kiau pukul Lui-tai mengalahkan jago Mongol? Apakah Wanyan Tiang- ci kuat menghadapi murid2 Cun-seng Hoat-ong?

Kalau sudah jodoh mau kemana? ikutilah liku2 perkenalan Tiong siau-hu dan siangkoan Pocu, Aneh, lucu dan menyenangkan.

(Bersambung keBagian 59)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar