Pendekar Latah Bagian 38

 
Bagian 38

"Tentunya tidak akan begitu kebetulan," ujar Hui siok Sinni, "Sudah puluhan hari kita berjaga disini, selama ini aman tentram. Masakah hari terakhir ini bakal terjadi apa2?"

"Betapapun kita harus waspada dan siaga menghadapi situasi yang terburuk, Bukan mustahil kebetulan itu terjadi?" debat Jilian Ceng-hun sambil menoleh kepada Hong-lay-mo-li. Hong-lay-mo-li segera berkeputusan: "Malam ini aku tinggal disini, besok baru berangkat. Apa kalian sudi menerima aku disini?"

"Bagus sekali." Jilian Ceng-hun kegirangan" bicara terus terang, memang itulah yang kuharapkan, kuatirku Liu-cici ter- buru2 hendak pergi ke Siu-yang-san, maka tidak berani aku menahanmu disini."

"Bing-bing Taysu adalah sahabat karib ayahku, urusan ini sudah kebentur ditanganku, sebagai angkatan muda, adalah wajib aku membantu melindungi keselamatannya."

"Syukurlah Liu Lihiap sudi tinggal sementara, legalah hatiku, Sehari ini kau sudah letih menempuh perjalanan, silakan istirahat bukan mustahil nanti malam kita perlu menghadapi kejadian diluar dugaan." demikian kata Hui-siok Sinni.

Setelah Hong-lay-mo-li istirahat ala kadarnya, haripun sudah petang, setelah makan malam, bersama Hui-siok Sinni, Jilian Ceng-hun jaga malam bersama, setelah kentongan kedua keadaan masih tetap aman tentram tidak terjadi apa2.

Hui-siok Sinni menghela napas lega, katanya: "Satu jam lagi, segalanya akan berlalu dengan aman?"

Tak nyana belum habis dia bicara, tiba2 kumandang sebuah suitan melengking tinggi dari kejauhan, sebagai seorang ahli silat, jelas terdengar oleh Hong-lay-mo-li permulaan suitan ini berbunyi kira2 masih tujuh li jauhnya, namun dalam sekejap mata saja, suara langkah kaki orang sudah terdengar oleh Hong-lay-moli.

Bahwa yang mengeluarkan suara suitan hanya seorang namun langkah kakinya adalah dua orang, lekas Hong-Iiy-mo- li berbisik: "Musuh mertuamu membawa bantuan tokoh lihay, lekas sembunyi bekerja mengikuti gelagat." Baru saja mereka pernahkan diri ditempat persembunyiannya masing2, kedua orang pendatang itu sudah mendorong pintu melangkah masuk. Orang memberi isyarat dulu dengan suitan baru masuk dari pintu depan, itu berarti bahwa dia tidak sudi bertindak secara menggelap.

Malam itu bulan purnama, ditengah pelataran biara ini salju bertumpuk memutih memancarkan sinar reflek yang terang, dari tempat persembunyiannya yang gelap dengan jelas Hong- lay-mo-li dapat mengikuti gerak gerik kedua pendatang ini.

Serta melihat jelas salah seorang pendatang, seketika berdegup jantung Hong-lay-mo-li, kiranya kedua orang ini terdiri tua dan muda, yang muda bukan lain adalah suhengnya Kongsun Ki adanya. seorang yang lain adalah laki2 tinggi besar yang bungkuk punggungnya dengan melangkah melewati tumpukan salju dia langsung menuju ke undakan batu, tak terlihat bekas telapak kakinya dipermukaan salju.

Melihat Ginkang orang bungkuk yang begini tinggi, diam2 Hong-lay-mo-li menerawang pihak sendiri terang bukan tandingan kedua penyatron ini. Namun akhirnya dia berkeputusan untuk bertindak menyerempet bahaya.

Dalam pada itu kedua penyatron ini sudah tiba di Toa-tian.

Si Bungkuk gelak2 serunya: "Bing-bing Tay-su, teman lama datang menyambangimu. Kenapa tidak keluar menyambutku?"

Latihan Lwekang Bing-bing Taysu sekarang sedang mencapai taraf terakhir yang hampir sempurna, saat2 krisisnya belum berlalu, segala semangat dan konsentrasinya dia pusatkan pada latihannya, sudah tentu dia tidak mendengar dan tidak menjawab.

Kongsun Ki berkata: "Mungkin Hwesio tua itu sudah memperoleh kabar, lalu meninggalkan biara ini entah sembunyi dimana?" Si Bungkuk tua geleng2, ujarnya: "Tidak mungkin, Bing- bing Taysu bukan laki2 pengecut tak percaya setelah jadi Hwesio watak gagahnya sudah luntur."

"Hidup manusia sukar diramalkan, bukan mustahil Hwesio tua itu sudah meninggal."

"Meninggal memang mungkin, Tapi dari jauh dengan susah payah aku meluruk kemari, betapapun aku harus menjenguk jenazahnya juga." baru saja dia melangkah lebih lanjut dan hendak membobol pintu. tiba2 dia merendek seperti menyadari sesuatu kejanggalan. Pada saat itu pula Kongsun Ki tiba2 membentak: "Siapa sembunyi disini? Hayo keluar!"

Tiba2 terdengar suara gaduh dari atas, genta raksasa yang tergantung diatas belandar tiba2 melorot jatuh. Kongsun Ki kebetulan berada dibawahnya, namun dia cukup cerdik, sebelumnya sudah mendapat firasat jelek dan berjaga2, begitu genta besar itu menungkrup kepalanya, serta merta dia layangkan telapak tangannya, ""Tang" suara keras memekakkan telinga, karena didorong oleh pukulan tangannya, genta besar itu seperti dipukul godam, mencelat terbang dari atas kepalanya.

Bertepatan dengan itu, Jilian Ceng-hun yang sembunyi diatas belandar melompat turun seraya menyambitkan tiga batang pisau terbang.

"Tak usah sembunyi, keluar semua." bentak si tua Bungkuk.

Terpaksa Hong-iay-mo-li dan Hui-siok melompat keluar bersama seraya menimpukkan senjata rahasia masing2. Hong- lay-mo-li gunakan benang kebutnya sebagai Bwe-hoa-ciam, sementara Hui-siok Sinni timpukkan serenteng biji tasbihnya, dengan gerakan bidadari menyebar kembang, biji2 tasbihnya itu terpencar di tengah udara mengincar keseluruh Hiat-to dibadan Iawan. Tapi benang kebut Hong-lay-mo-li ditujukan kepada Kongsun Ki, sedang biji tasbih Hui-siok ditimpukkan kearah si tua Bungkuk.

Ternyata sebelumnya mereka sudah mengatur rencana, setelah musuh tiba di bawah genta Jilian Ceng-hun ditugaskan memutus tali serempak tiga orang menyerang bersama dengan senjata rahasia.

Sayang sekali rencana mereka sedikit meleset. Karena terlalu tegang napas Jilian Ceng-hun terlalu keras sehingga didengar Kongsun Ki, terpaksa dia harus bertindak sebelum waktunya, sehingga tindakan pertama gagal.

Apalagi yang datang bukan satu seperti yang diduga, namun dua orang, maka timpukan senjata rahasia mereka terpencar mengarah sasaran yang diincarnya sendiri, sehingga kekuatan serangan ini menjadi lemah.

Kalau senjata rahasia mereka bertiga serempak ditujukan kepada Kongsun Ki, umpama tidak terluka parah, pasti dua Hiat-tonya kena timpuk, dalam satu jam takkan bisa bergerak. Kini mereka pencar perhatian sehingga kekuatan terbagi dua, maka musuh lebih gampang utuk mematahkan serangan ini.

Situa Bungkuk tertawa dingin, jengeknya: "Hm, berani main2 dihadapan seorang ahli." hanya melambaikan tangan saja, sungguh aneh bin ajaib, biji2 tasbih yang terpencar dan mengarah Hiat-tonya dari berbagai arah itu tahu2 seperti tersedot tenaga gaib semuanya meluncur jatuh ketelapak tangannya.

Di sebelah sana Kongsun Kipun kebutkan lengan bajunya menggulung seluruh benang2 kebut Hong-lay-mo-li serempak diapun pukul jatuh tiga batang pisau terbang Jilian Ceng-hun.

Sementara itu genta besar itu masih belum jatuh ketanah, lekas si tua Bungkuk tambahi sekali hantam lagi ,"Tang" sekali ini gema suaranya lebih keras, biara kecil ini serasa bergetar dan kupingpun hampir pecah. Daya luncuran genta besar ini menjadi bertambah kencang, terbang kearah Hong-lay-mo-li yang sedang menubruk maju.

Hong-lay-mo-li kerahkan Lwekang tingkat tinggi khusus untuk meminjam tenaga, berbareng berkelebat sembari ulur telapak tangan mengusap ke depan, dia gunakan tenaga lunak yang kuat menyisir dan mendorong dipinggir genta besar itu, genta segede itu seketika terbang kearah lain, sedikitpun tidak mengeluarkan suara terus terbang kesamping dan jatuh diatas lantai dengan enteng dan tak menimbulkan suara gaduh.

Akan tetapi meski Hong-lay-mo-li berhasil mendorong genta besar itu kesamping seperti tidak mengeluarkan banyak tenaga, hakikatnya dadanya bergetar keras dan napas sesak oleh getaran tenaga dalam si tua Si tua bungkuk, tanpa kuasa badannya berputar dua kali.

Si Bungkuk tergelak, ujarnya: "Kalian ini siapa ?"

Belum Hong-lay-mo-li bersuara, Kongsun Ki sudah tertawa dingin, jengeknya: "Sumoay, agaknya sekarang kau pandai main bokong dari tempat sembunyi segala, He, he, kau belajar kepandaian keluargaku buat membokong diriku, apakah kau tidak merasa keterlaluan ? Dan kau Ceng-hun, kaupun hendak membunuhku dengan pisau terbang, apa kau tega membiarkan kakakmu menjadi janda?"

"O, kiranya genduk ini adalah Sumoaymu yang diangkat jadi Bulim Bengcu, dijuluki Hong-lay-mo-li itu? Kalau begitu kita kan termasuk sekeluarga." ujar si Bungkuk.

"Benar," sahut Kongsun Ki, "mereka adalah Su-muay dan adik iparku, sayang kupandang mereka sebagai orang sendiri, sebaliknya mereka pandang aku sebagai musuh."

Tegak alis Hong-lay-mo-li, makinya: "Kongsun Ki, kau pengkhianat bangsa yang patut mampus ini, tidak malu kau berhadapan dengan aku? Memang aku mempelajari kepandaian keluargamu sampaipun cara bokong dan lain2 adalah meniru perbuatanmu. Bedanya bahwa aku membokong Pengkhianat bangsa yang durhaka, sebaliknya kau khusus mengerjai orang2 baik, sampaipun famili, istri dan penolongmu."

"Tutup mulutmu." hardik Kongsun Ki.

"Apa salah yang kukatakan?" ejek Hong-Iay-mo-li. "Bukankah kau membunuh istri sendiri? Kau mencuri belajar kepandaian keluarga Siang yang beracun itu, hal ini sudah membuktikan kau sudah tidak berperi kemanusiaan lagi, Kau putar balik kenyataan menuduhku malah."

Berubah air muka Kongsun Ki, cepat dia mendebat "Lo- cianpwe jangan kau percaya obrolannya, Dia tidak mau mengakui aku Suheng, aku memang memusuhinya, dia memfitnah."

Si Bungkuk menanggapi secara tawar, katanya: "Persetan dengan pertikaian kalian, Bahwa kau mau membantu aku, perbuatanmu yang dulu aku tidak perlu ambil peduli. Sudah cukup kalian mengobrol sekarang giliranku bicara, Dimana Bing-bing Taysu? Apakah dia yang suruh kau membokong kami disini? Hehe, dia tidak akan begini pengecut tidak berani tampil, suruh anak2 kecil mengantar kematian,"

Hui-siok Sinni segera tampil bicara: "Bing-bing Taysu adalah pendeta sakti yang luhur budi, sudah lama beliau membuang sifat ketamakan manusia, memperebutkan nama dan kedudukan segala, tiada rasa permusuhan dan dendam pula. Kami sendiri yang tidak suka orang luar mengganggu ketentramannya, maka sengaja kami tolak kunjungan orang2 luar pendek kata, Bing-bing Taysu tidak mau menemui kalian, si-lakan Sicu kembali saja."

Si Bungkuk berkakakan, katanya: "Omong kosong, Bing- bing Taysu boleh tidak usah menemui orang lain, mana bisa dia tidak keluar menemui aku? Kau pernah apa dengan dia, berani kau tampil bicara?" Kongsun Ki menyela: "Dia ini adalah kakak Bu-lim-thian- kiau. Entah punya hubungan apa pula dengan Bing-bing Tausu?"

Kongsun Ki tidak tahu, si Bungkuk justru sudah tahu, Dengan seksama dia perhatikan Hui-siok Sinni sebentar, tiba2 dia menyengir tawa, katanya: "O, kiranya adalah Bok-hujin. setelah kau bunuh suamimu, ternyata kau menyerah kepada bapak mertuamu"

Dingin suara Hui-siok Sinni: "Bok-hujin yang kan kenal itu sudah mati. Gelaranku adalah Hui-siok."

"Bagus, setelah kau jadi orang suci, tidak pantas kau terlibat dalam pertikaian ini. Biji tasbih kukem-balikan, pergilah baca mantramu." sekali tangan si Bungkuk terayun, rentengan tasbihnya melesat terbang menderu keras kearah Hui-siok Sinni.

Semula biji2 tasbih itu ditimpukan secara terpencar dan serempak jatuh kedalam telapak tangannya semua, kini setelah bicara beberapa patah kata, dia sudah merentengnya kembali, serta menimpukan balik sebagai senjata rahasia pula. Betapa cepat gerak tangannya, sungguh sukar dilukiskan.

Biji2 Tasbih ini meluncur bukan dengan timpukan mengarah Hiat-to, maka Hui-siok Sinni tahu si Bungkuk sengaja hendak mengukur tenaga dalamnya, sudah tentu dia tidak berani melawan dengan keras, segera kebutnya dia kebas mengurangi daya terjang tenaga lawan, baru kebutnya dia gulungkan kearah rentengan tasbih itu.

Namun demikian biji2 tasbih sekecil itu rasanya seberat ribuan kati menindih tangannya. Tak terasa darah bergolak dalam rongga dada Hui-siok, hampir saja dia terjungkal roboh. Untung Hong-Iay-mo-li berada disampingnya, telapak tangannya menempel di punggungnya, menyalurkan tenaga hangat, baru badannya tertahan dan berdiri tegak lalu memungut balik tasbihnya. Kata Hui-siok Sinni menghela napas: "Orang seperti aku memang tidak patut terlibat urusan, Tapi kalau ada penjahat masuk kemari, terpaksa aku harus mengusirnya keluar."

Si Bungkuk ge-1ak2- kaianya: "Biar Bing-bing Taysu sendiri yang menghadapi aku, Memangnya kau berani merintangi jalanku?"

"Bing-bing tidak suka diganggu orang luar, jikalau kau berkukuh membuat onar disini, meski kepandaianku tidak becus, tidak akan kubiarkan kau peting-kah disini,"

"Dan kau?" tuding si Bungkuk kepada Hong-lay-mo-li, "Kau ini Loklim Bengcu, apa kaupun menjadi pelindung pintu biara ini?"

"Bing-bing Taysu adalah sahabat karib ayahku, kau kemari mengganggu ketentraman beliau, adalah pantas kalau aku mengusirmu pergi, Baiklah, hayo kau coba bobolkan dulu pertahananku."

Si Bungkuk kembali bersuara heran, biji matanya terbalik, katanya: "Ayahmu, em, jadi Liu Goa-n-cong yang dulu membuat onar di istana negeri Kim dulu?"

"Tidak salah, ternyata kaupun kenal baik nama ayahku," Si Bungkuk manggut2, katanya: "Pernah kudengar bahwa

Liu Goan-cong kembali terjun di Kangouw, kembali jadi preman, Memangnya, kalau dia hendak membantu kawan tuanya ini, kenapa tidak keluar sendiri?"

"Kau tidak usah kuatir, Ayahku tidak sudi bergebrak dengan manusia rendah macammu ini. Hayolah kau kalahkan aku dulu,"

Si Bungkuk gelak2 ujarnya: "Loklim Bengcu segala aku tidak takut, ayahmupun tidak gentar kuhadap. Walau kau ini Loklim Bengcu, tetap adalah angkatan lebih muda, menangpun tak perlu dibuat bangga. Kalau kau tahu diri lekaslah menyingkir jangan kau paksa aku melukaimu nanti orang mentertawakan aku menindas anak kecil."

"Thay-locianpwe," sela Kongsun Ki, "kebetulan dia adalah Sumoayku, biar aku yang menangkapnya, serahkan dia kepadaku."

Tahu bahwa Liu Goan-cong pernah mendapatkan ajaran mujijat ingin si Bungkuk melihat sampai dimana tingkat kepandaian Hong-lay-mo-Ii yang bukan mustahil pernah mendapat didikan ayahnya, maka segera dia menjawab: "Baik, silakan Kongsun-siheng turun tangan." 

"Tugas berat ini kuserahkan kepada cici berdua" kata Hong- Lay-mo-li kepada Hui-siok dan Ceng-hun, lalu dia memapak kedatangan Kongsun Ki, jengeknya dingin: "Kongsun Ki, bagaimana kalau kau dibanding Wanyan Liang? Wanyan Liang memiliki laksaan tentara, karena perbuatan jahatnya, akhirnya mampus tanpa ada tempat untuk mengubusrnya. setelah mengalami hajaran di Jay-ciok-ki tempo hari, sampai sekarang kau belum bertobat dan insaf diri? Hanya tiga hari perjalanan kau bisa sampai di Jay-hwi-ceng, kunasehati kau pulang saja minta ampun kepada ayahmu, hanya satu inilah jalan hidupmu."

Beringas muka Kongsun Ki malah, katanya sambil melolos pedang lemasnya: "Liu Jing-yau, Apa kau hendak ke Jay-hwi- ceng?"

"Kalau benar kenapa? Kalau kau mau bertobat dihadapan guru aku boleh bantu minta ampun bagi jiwamu."

"Kau ingin pergi ke Jay-hwi-ceng?" jengek Kongsun Ki menyurigai, "Hm, tidak akan kubiarkan kau mengoceh sembarangan mengadu domba dihadapan ayahku, Terpaksa aku harus bertindak terhadapmu." Agaknya sudah berkobar nafsu jahat Kongsun Ki, permainan pedangnya diselingi pukulan telapak tangan yang lihay, begitu turun tangan dia lantas lancarkan kedua ilmu pukulan beracun yang lihay.

Tamparan telapak tangannya membawa deru bau amis yang memualkan, untung Hong-lay-mo-li sudah mengulum Pi- sia-tan, namun demikian, dadanya toh terasa sesak juga, Lekas kebutnya dia mainkan menyampuk bubar bau busuk ini, dalam waktu bersamaan pedang kedua pihak sudah beradu "Tring" Hong-lay-mo-li tersurut berputar, tangkas sekali pedangnya tersoreng miring terus mengiris dari depan.

Kongsun Ki didesak mundur setapak, pedang melintang melindungi badan mengunci serangan Hong lay-mo-li. "Wut, wut, wut" beruntun dia balas memukul dengan telapak tangan

Kongsun Ki mengutamakan pukulan tangan beracun, permainan pedang hanya sebagai imbangan belaka, namun dia bisa mendesak dengan gencar, Hong-lay-mo-li bergebrak tak kalah cepatnya, dia menyerang untuk bertahan, dia kembangkan kelincahan gerak badannya, supaya pukulan lawan tidak mengenai badannya.

Namun sampukan angin busuk dari pukulan telapak tangan lawan dirasakan terlalu hebat tekanannya, jelas rasa mualnya semakin bertambah, Terasa oleh Hong-lay-mo-li setelah tiga kali bergebrak dengan Kongsun Ki setelah suhengnya ini berhasil menyakinkan kedua ilmu berbisa itu, tekanan pukulan beracunnya yang memualkan ini bertambah semakin hebat, Keruan kagetnya bukan main.

Kiranya dengan memperalat Beng Cau yang sudah menjadi suami Siang Ceng-hong, akhirnya Kongsun Ki berhasil menipu belajar ilmu Lwekang ajaran keluarga Siang sampai lengkap, Lwekang dari aliran sesat memang gampang mencapai puncak dan kemajuannya pun teramat pesat, apa lagi Kongsun Ki sudah punya landasan Lwekang murni dari keluarganya, dengan gabungan ilmu sesat dan lurus ini, dia berhasil meyakinkan kedua ilmu berbisa itu. Taraf kepandaiannya sekarang, malah lebih unggul dari tingkat kepandaian yang pernah diyakinkan oleh Siang Kian-tian dulu.

Se-konyong2 Hong-lay-mo li merubah permainan pedangnya, kaki bergerak mengikuti perubahan delapan langkah kedudukan, sekaligus dia menusuk sembilan serangan kepada Kongsun Ki, yang diincar adalah Hiat-to mematikan, Kongsun Ki belum pernah menyasikan ilmu pedang serumit dan seaneh ini, keruan kaget sekali, dia terdesak mundur delapan langkah.

Dengan susah payah dia gunakan Bik-khong-ciang-lat yang dikombinasikan permainan Yo-hun-kiam-hoat ajaran ayahnya baru berhasil mematahkan serangan lawan.

Ternyata kali ini Hong-lay-mo-li lancarkan ilmu pedang ajaran ayahnya, Dari istana negeri Kim ayahnya Liu Goan-cong berhasil mencuri tiga belas gambar rahasia Hiat-to-tong-jin, maka dia berhasil meyakinkan ilmu Tiam-hiat yang tiada keduanya dalam dunia ini.

Dasar cerdik pandai dan teliti lagi, Liu Goan-cong berhasil menyerap inti sarinya pula, kini dia merubah Keng-sin-ci-hoat yang lihay itu melebur kedalam tiru2 permainan pedang, maka terciptalah Keng-sin-kiam-hoat, pedang sebagai jari, didalam satu jurus, sekaligus dia mampu mengincar Ki-keng.pat-meh musuh. Sejak mempelajari ilmu ini dari ayahnya, baru pertama kali ini Hong-lay-mo-li menggunakannya.

Yo-hun-kiam-hoat ajaran keluarga Kongsun Ki sebesarnya merupakan ilmu pedang tingkat tinggi yang ampuh juga, tapi karena Hong-lay-mo-li sendiri amat apal akan permainan Yo- hun-kiam-hoat, maka Kongsun Ki jadi keriputan menghadapi Keng-sin-kiam-hoat yang lihay dan belum pernah dilihatnya ini.

Dari bertahan kini Hong-lay-mo-li pergencar serangannya.

Kalau dengan ilmu pedang tak kuat bertahan Kongsun Ki kerahkan pukulan beracunnya, hawa beracun berkembang semakin tebal, pedang Hong-lay-mo-li selalu berhasil disampuk pergi, setelah beberapa gebrakan berkutet dengan sengit dan gigih, baru terhitung dia mampu mempertahankan diri.

Namun disamping dia harus kerahkan Lwekang murninya untuk mempergencer pukulan Bik-khong-ciang, maka perbawa dari kedua ilmu berbisanya jadi tak bisa dilancarkan keseluruhannya.

Berhasil mendapat kesempatan ganti napas, menurut ajaran Lwekang yang dia pelajari dari ayahnya, cepat sekali rasa mual didada Hong-lay-mo-li sudah dapat dia usir keluar.

Melihat permainan pedang Hong-lay-mo-li, si Bungkukpun tengah ber-pikir2: "Tidak sulit aku mengalahkan perempuan iblis ini, tapi kalau Liu Goan-cong sendiri yang melawanku aku pasti celaka Em. cara bagaimana aku harus mematahkan serangan pedang aneh yang mengincar Hiat-to ini?"

Sudah tentu dia tahu bahwa ilmu pedang ini hasil ciptaan Liu Goan-cong sendiri, dia insaf cepat atau lambat dirinya pasti akan bentrok langsung dengan orang, kini melihat perbawa ilmu pedang ciptaannya yang dimainkan putrinya, tahu dirinya takkan mampu memecahkannya, betapa hatinya takkan gelisah?

Dengan seluruh perhatian si Bungkuk menonton pertempuran ini, diam2 dia pikirkan pula cara untuk memecahkannya, tak terasa dia sampai melamun, setelah Hong-lay-mo-li pulang pergi mainkan tiga kali ilmu pedangnya, setengah jam sudah berlalu, waktu hampir mendekati tengah malam.

Diatas pojokan atap biara disebelah kiri sana terdapat dua lobang cukup besar yang belum sempat di tambal, sehingga kelihatannya seperti jendela angin, sekilas kebetulan si tua Bungkuk menengadah, dilihatnya bulan sudah naik tinggi hampir mencapai pucuk langit sinarnya yang jernih amat bening dan cemerlang, seketika tersirap darah si tua Bungkuk, batin-nya: "Kenapa aku melupakan tujuan semula?"

Tapi Hui-siok Sinni dan Jilian Ceng-hun bertahan mati2an didepan kamar samadi Bing-bing Taysu, Si Bungkuk tiba2 tertawa, katanya: "Apakah Bing-bing Taysu sembunyi dalam kamar ini meyakinkan ilmu-nya?" sebagai seorang kawakan dari gelagat yang di hadapi, lapat2 dia sudah menduga dengan tepat. Sudah tentu bukan kepalang kejut Hui-siok Sinni mendengar ucapannya.

Sambil melintangkan kebutnya Hui-siok berdiri tegak, katanya kereng: "Dilarang masuk."

Si Bungkuk gelak2, serunya: "Bing-bing Taysu terlalu pandang diriku, masakah harus meyakinkan ilmu segala untuk menghadapi aku? He, he, agaknya kalian jadi tukang jaga melindunginya, Memangnya kalian anak2 perempuan ini mampu merintangi aku?"

Belum habis orang bicara, Jilian Ceng-hun menjengek dingin penuh hina, mendelik mata si bungkuk. tanyanya: "Kau budak cilik ini tertawa apa?"

"Aku tertawakan kau, sebagai seorang Bulim Cian-pwe, ternyata nyalimu sekecil tikus."

"Siapa bilang aku penakut?" damrat si Bungkuk murka. "Memang Bing-bing Taysu sedang tutup pintu meyakinkan

ilmu, malah latihannya segera bakal berakhir dengan baik.

Kalau kau berani silakan tunggu setelah dia keluar, tantanglah bertanding secara terus terang, berlaku jantan sebagai seorang ksatria, sekarang kau main kekerasan hendak terjang masuk, memangnya apa maksudmu?

Kami kaum hawa memang tak terpandang dalam matamu. tapi aku justru tidak gentar menghadapi musuh tangguh, sampai matipun kami akan tetap merintangimu. Meski jiwa kita ajal, jangan harap kau bisa bertindak dengan cara hina dan-rendah untuk mencelakai jiwa Bing-bing Taysu."

Biasaya si Bungkuk amat membanggakan diri dan mengagulkan gengsi, keruan merah padam selebar mukanya dicercah begitu rupa, namun dia tahu bila Bing-bing Taysu sampai berhasil meyakinkan ilmunya, mungkin dirinya takkan kuat melawannya, kesempatan sesulit ini, kenapa harus disia2kan?

Setelah dipertimbangkan bolak balik, pikiran jahatnya tetap unggul, katanya menyeringai dingin: "Darimana kau tahu aku hendak mencelakai Bing-bing Tajsu? Aku datang hendak menjenguk teman tuaku, dia sedang tutup pintu meyakinkan ilmu, kebetulan aku bisa menjaganya."

"Ucapanmu hanya bisa mengapusi anak2 kecil." Olok Hui- siok Sinni.

Dari malu si Bungkuk jadi gusar, katanya, "Kalian tak mau percayo, apa boleh buat? Aku tiada tempo ngobrol dengan kalian, lekas minggir, cukup asal melihat muka teman lamaku, segera aku berlalu. Kalau tidak jangan kalian menyesal kalau ku bertindak kasar terhadap kalian." sembari bicara kakinya segera melangkah maju hendak menerjang secara kekerasan.

"Lo-cianpwe, apa tidak tahu malu." maki Hui-siok Sinni, Kebut dia obat abitkan, dia bertekad akan melawan sampai titik darah terakhir.

"Kau cari mampus." bentak si Bungkuk, sekali dia layangkan telapak tangannya, deru angin menerjang kedepan, tahu2 jari2nya mencakar maju.

Terasa oleh Hui-siok Sinni angin kencang menerpa mukanya, belum lagi serangan tangan orang mengenai badannya, dada seperti ditindih benda ribuan kati. Sebat sekali dari samping Jilian Ceng-hun gerakan serulingnya menutuk Jh- khi-hiat dibawah ketika si bung-kuk. Lawan dipaksa membalikan tangan menjentik dengan jari, serulingnya kena diselentik pergi, namun cengkraman jari tangannya menjadi menceng, sebat sekali Hui-siok Sinni berkelit, berbareng menggeser ke-samping sambil ayun kebutnya yang terkembang, kembali kebutnya menyampuk kemuka orang. Serempak Jilian Ceng-hun menerjang maju pula dari arah lain dengan serangan serulingnya.

Kepandaian Hui-siok memang kalah tinggi dari adiknya Bu- lim-thian-kiau, namun kepandaiannya sudah termasuk kelas satu dalam Bulim, Terutama kepandaian kebutnya ini lain dari yang lain, merupakan kepandaian tunggal dalam Bulim.

Tak nyana menghadapi serangan gencatan dari dua arah ini si Bungkuk ternyata tidak berkelit, dia tetap merangsak kepada Jilian Ceng-hun membelakangi Hui-siok-sinni. Tapi jubah yang dipakainya itu tiba2 melembung seperti layar terkembang ditiup angin laju, "BIang" kebut Hui-siok Sinni hanya mengenai punggungnya seperti memukul tambur.

Toa-cui-hiat dipunggung merupakan Hiat-to yang mematikan, Bagi tokoh silat yang memiliki Lwekang tinggi, bila terkena pukulan pada Hiat-tonya ini, jiwanyapun bisa melayang seketika, Tak nyana si Bungkuk kerahkan hawa murninya sehingga jubahnya melembung, maka kebut Hui- siok Sinni membalik tanpa menimbulkan reaksi yang berarti, pakaian orang sedikitpun tidak rusak.

Bahwa si bungkuk tidak hiraukan serangan kebut Hui-siok dari belakang, namun dalam sekejap itu dia sudah lancarkan tiga jurus serangan kepada Jilian Ceng-hun, untung ilmu permainan seruling Jilian Ceng-hun cukup hebat, gerak geriknya aneh dan banyak variasinya, tiga kali jarinya mencengkram, ketiga-nya tak berhasil menangkap seruling orang. "Bagus." tiba2 sibungkuk berseru memuji, "kira-nya kau salah satu keturunan dari Sam-ho lhsu dari aliran Liau yang mendapat ajaran murninya. Sayang latihanmu belum matang, paling hanya kuat melawan sepuluh jurus." - Sam-ho lhsu adalah kakek guru Bu-lim-thian-kiau, guru ayah Jilian Ceng- hun dan guru Siang Kian-tian, ayah Siang Ceng-hong atau mertua Kongsun Ki.

Karena serangan kebut tak berhasil lekas Hui-siok rubah permainannya, Lwekang dia kerahkan, benang kebutnya dia himpun menjadi satu, kini dia mainkan sebagai Poan-koan-pit, peranti menutuk tiga puluh enam Hiat-to dibadan lawan.

Karena itu meski sasaran serangannya tidak seluas kebutannya tadi, namun tenaga serangannya ini lebih dipusatkan dan kuat. Mau tidak mau si Bungkuk harus sedikit pecah perhatian untuk menghadapinya.

Tekad si bungkuk sudah tak tergoyahkan, ingin selekasnya menerjang masuk kekamar samadi, lama kelamaan dia tak sabar lagi, timbul nafsu membunuh, bentaknya: "Kalian mau mundur tidak? jangan salahkan aku tak kenal kasihan lagi," tiba2 dia bahkan telapak tangannya, tenaga pukulannya bagai gugur gunung, Hui-siok tergertak sempoyongan, hampir tak kuat berdiri.

"Lepaskan." hardik si Bungkuk, lengan bajunya mengebut, kebut Hui-siok Sinni kena digulungnya.

Dalam pada itu Hong-lay-mo-li sedang berhantam sengit dengan Kongsun Ki, namun dia selalu pasang kuping dan pertang mata kesekitarnya, melihat situasi pihak Hui-siok tidak menguntungkan tiba2 dia jejak kaki mencelat maju seraya membentak:

"Lepaskan." badan masih terapung, belum lagi kaki menyentuh tanah, pedangnya beruntun menusuk delapan kali kepada si Bungkuk, dalam sekejap mata Ki-king-pat-meh disekujur badannya dibawah incaran ujung pedangnya. Memangnya yang paling ditakuti si tua Bungkuk adalah Keng-sin-kiam-hoat yang khusus menusuk Hiat-to ini, terpaksa dia harus luangkan sebelah tangannya, menyampuk pergi dengan pukulan Bik-khong-ciang, ditengah udara Hong-Iay- mo-li mencelat jumpalitan ter-balik, kebetulan dia berhadapan pula dengan rangsakan pedang Kongsun Ki.

Hui-siok Sinni berkeringat dingin, diam2 dia ber-doa dalam hati supaya Thian melindungi dan sang waktu lekas berlalu, supaya sang mertua bisa lekas berhasil dan sempurna dalam latihan Lwekangnya. sementara Jilian Ceng-hun juga bersyukur bahwa dirinya telah dibantu Liu-cici, kalau tidak jangan kata sepuluh jurus. mungkin lima juruspun dia sudah keok.

Walau berhasil memukul mundur Hong-lay-mo-li, tak urung si tua Bungkuk merasa kagum akan Gin-kang dan keganasan ilmu pedang Hong-lay-mo-li. Untuk menjaga jangan sampai dirinya disergap dan kena di-selomoti lagi, mau tidak mau perhatiannya sedikit terpecah dan seranganpun tidak sepenuh tenaga.

Sebaliknya Hui-siok dan Ceng-hun berdiri berdampingan melawan dengan gigih, setapakpun tak mau mundur, maju mundur bergantian menghadapi serangan lawan, bila perlu balas menggempur bersama, Tapi lantaran menyergap dari belakang dan tertolak balik oleh pukulan Bik-khong-ciang musuh, tak urung Hong-Iay-mo-li rasakan dadanya bergetar sesak, darah bergolak, untung tidak terluka, namun hawa murninya sedikit susut.

Memangnya Lwekang Kongsun Ki sekarang sudah lebih unggul dibanding dirinya, karena kesusutan ini, sudah tentu keadaan standing tadi kini berbalik, lawan mendapat kesempatan balas merangsak dengan gencar. Dengan kerahkan seluruh kekuatannya Kongsun Ki kembangkan Yo-hun-kiam-noat ajaran keluarganya, ujung pedangnya serasa diganduli benda ribuan kati, tunjuk ke timur mengiris kebarat, gerak jurus permainannya semakin lambat. Tapi setiap gerakan pedangnya mengandung kekuatan lunak yang tersembunyi.

Keng-sin-kiam-hoat Hong-Iay-mo li yang cepat laksana kilat itu ternyata berhasil di kunci dan tak berdaya sama sekali.

Kiranya kedua macam ilmu pedang ini satu sama lain timbul perlawanan yang mematikan jikalau Lwe-kang kedua pihak kira2 setanding dan terpaut tidak jauh, jurus permainan King- sin-ciam-hoat amat aneh dan menakjupkan, dengan kecepatan menggempur lambat, lama kelamaan akan bisa mengambil keuntungan namun kini keadaan terbalik.

Lwekang Kongsun Ki saat ini setingkat lebih unggul dari Hong-lay-mo-li, Yo-hun-kiam-hoat yang dia kembangkan justru khusus untuk mengunci setiap jurus ilmu pedangnya, maka Hong-lay-mo-li terdesak dibawah angin.

Terpaksa Hong-lay-mo-li menyusutkan diri dalam ruang geraknya dalam arena yang lebih kecil, sekuat tenaga dia tesus bertahan, gerak langkah dan permainan pedangnya tetap belum kacau.

Tapi begitu diatas angin, pukulan beracun Kongsun Ki bertambah kuat ganas, Hong-lay-mo-li dipaksa untuk mengerahkan hawa murni melawan hawa beracun, sudah tentu keadaannya lebih runyam, Dalam waktu singkat dia hanya mampu bertahan dan terkurung oleh sinar pedang Kongsun Ki, tak mampu balas menyerang lagi.

Panca indra si tua Bungkuk amat tajam, diam2 dia pun pasang kuping dan pentang mata, melihat situasi mulai menguntungkan Hong-lay-mo-li takkan mampu main sergap pula terhadap dirinya, maka penjagaan-nya sudah mulai berkurang, karena kekuatiranya hilang, sekarang dia bisa kerahkan seluruh kekuatan dan pusatkan perhatiannya untuk melancarkan serangan mematikan kepada Hui-siok dan Jilian Ceng-hun.

"Bok-hujin," kata si Bungkuk setelah beberapa jurus berselang pula. "kalau tidak mau minggir, terpaksa biar kupertemukan kau dengan suamimu dialam baka." mendadak dia dorong kedua telapak tangannya, angin pukulannya bagai gugur gunung, Kebut Hui-siok Sinni sampai tergetar mencelat pergi, kakipun tersurut tujuh delapan langkah, "Huuuaah." sekumur darah menyembur dari mulutnya.

Untunglah tepat pada saat itu dari dalam kamar samadi terdengar suatu suara aneh, semula mendesis seperti sesuatu yang melayang dan bergerak ditengah udara, suaranya jernih dan lembut, tiba2 melompat tinggi, laksana pekik naga ditengah rawa, seperti harimau mengaung dilembah sunyi.

Keruan si tua Bungkuk kaget sekali, Ternyata itulah pertanda dari tahap terakhir dan latihan samadi memupuk kekuatan Lwekang tertinggi yang sudah berhasil diyakinkan secara sempurna.

Untuk melatih Lwe-kang samadi tingkat tinggi terdiri empat tahap, Tahap pertama adalah "Hong" atau angin, didalam samadi duduk tenang itu tiba2 terasa dalam keheningan yang membeku ini timbul angin menghembus silir, itu berarti hawa murni mulai mengalir lancar memenuhi seluruh badan.

Tahap kedua adalah "Joan" atau sengal, bagi orang yang meyakinkan latihan ilmu Lwekang jn setelah hawa murni memenuhi sekujur badan, dimana2 terasa ada hawa sehingga badan seolah2 akan melembung, secara wajar dan pasti maka terdengarlah deru napas yang memburu dan panjang, tapi dengan sengal2 napas orang biasanya berbeda. sedikitpun tak terasa sesak atau sakit, namun semakin cepat malah semakin segar dan nyaman.

Tahap ke-tiga adalah "Khi" atau hawa, karena samadi dan napas sengal2 sehingga mengeluarkan suara aneh, itu menandakan bahwa hawa murni semakin terpusat dan menghimpun dalam satu wadah mencapai titik puncaknya jadi seluruh latihan Lwe-kangnya sudah bakal berakhir pada tahap tertinggi.

Saking kagetnya si tua Bungkuk, tak sempat menambahi hajaran kepada Hui-siok Sinni lagi, secara kekerasan dia hendak terjang masuk kedalam kamar, Ss-konyong2 terdengar "Siiiuut" suitan mendadak putus ditengah jalan. Ternyata Bing- bhig Taysu yang samadi sudah mencapai tahap keempat yaitu tembus pada Tan-thian (pusar) yang dinamakan tentram istirahat, artinya bahwa Lwekang yang diyakinkan sudah berhasil baik dan keadaan berubah menjadi damai tentram, napas kembali lancar seperti sedia kala.

Lekas si tua Bungkuk hentikan langkahnya tak berani menerjang lebih lanjut. Tak lama kemudian, di-lihatnya pintu kamar samadi pelan2 sudah tarbuka, dengan bersabda Budha Bing-bing Taysu melangkah keluar, katanya:

"Siancay. siancay. Ditempat suci ini darimana datangnya hawa membunuh? sukalah kalian pandang muka Loceng berhenti sebentar?-" pelan2 Bing-bing Taysu beranjak keluar.

Bahwa si tua Bungkuk sudah menghentikan pertempuran namun disebelah sana Kongsun Ki yang sedang unggul tengah mengembangkan pukulan Hoa-hiat to, dalam detik2 yang gawat itu jelas pukulannya bakal membunuh Hong-lay-mo-li, sudah tentu dia tidak mau menghentikan pertempuran begitu saja.

Mengendus bau busuk yang amis dari angin pukulan Kongsun Ki, berkerut alis Bing-bing Taysu, "0mi-tohud." setelah bersabda kembali dia berkata: "Biara merupakan tempat suci ber.sih, mana boleh terkandung bau busuk., Harap Sicu suka memberi muka kepada Lolap, hentikanlah pertempuran." Dari kejauhan Bing-bing Taysu merangkap kedua telapak tangan seraya sedikit membungkuk, namun Kongsun Ki disana seketika merasakan hawa busuk yang ditimbulkan dari pukulannya tiba2 menerpa balik, sehingga dia sendiri menyedot hawa beracunnya sendiri, keruan kagetnya bukan main, lekas ia hentikan serangannya seraya lompat mundur, ter-sipu2 dia kerahkan hawa murninya, untung latihan Lwekang yang dia curi dari keluarga Siang sudah mencapai tingkat ke delapan, setelah menarik napas panjang beberapa kali, hawa beracun yang disedotnya lekas sekali sudah dia hembus keluar, namun demikian, kepalanya sendiri toh masih merasa pusing, keruan kagetnya bukan-main.

Adalah wajar bila Kongsun Ki amat kaget, karena hampir saja senjata merenggut jiwa tuannya sendiri, tak urung Bing- bing Taysu sendiripun merasa kaget pula. Ternyata untuk sedikit menghukum dan memberi peringatan kepada Kongsun Ki yang mentang2, dia gunakan Bu-siang-sia-kang yang baru saja berhasil dilatihnya.

Walau yang dia gunakan hanya tiga bagian tenaganya saja, namun bahwa Kongsun Ki mampu bertahan, tidak sampai celaka oleh racun sendiri yang ditolak oleh angin pukulannya tadi, terhitung juga sukar dicari orang berbakat sedemikian lihay.

Si Bungkukpun tahu dengan bakal kepandaian Kongsun Ki cukup berkelebatan untuk menjadi pemban-tunya, maka dia undang dan mengajaknya kemari. Kini melihat Bing-bing Taysu hanya sedikit mengangkat telapak tangan sewajarnya, Kongsun Ki sudah kena di-kebahnya mundur dengan dirugikan, maka bertambah rasa jeri dalam hatiinya.

Namun dasar tua2 keladi, meski hati jeri namun mimik mukanya sedikitpun tidak kentara, katanya tawar: "selamat kepadamu Taysu kembali kau berhasil meyakinkan ilmu tunggal yang sakti." Bing-bing Taysu berkata: "Kiranya Thay Bi-heng, sehat2 saja selama berpisah. Entah ada urusan apa kau berkunjung kemari?"

Terbalik mendelik kedua biji mata si tua Bung-kuk, sorot matanya menyala gusar, katanya: "Dua puluhan tahun lamanya untung hidup tentram damai, tidak sakit tidak sekarat. Umpama orang memakiku si Bungkuk cacat juga sudah kebal telingaku mendengar-nya."

Bing-bing Taysu berkata dengan penuh sesal: "Lo-lappun amat sesalkan kejadian dulu itu. Thay Bi-heng kemari, apakah kau hendak menuntut balas kesalahan-ku dulu?"

"Peristiwa tempo dulu kau tidak mau mengungkat-nya, akupun tak sudi menyinggungnya pula. Tapi mau tidak mau harus dipersoalkan pula, Apakah pertikaian ini bisa diselesaikan tergantung kepadamu sendiri."

Bing-bing Taysu menghela napas, ujarnya. "Urusan dunia melihat manusia, belenggu selalu takkan bisa copot sendiri. Baiklah. memang sudah lama Lolap menunggu kedatanganmu cara bagaimana kau ingin menyelesaikan persoalan ini, silakan katakan.

"Kedatanganku membawa dua tugas, disamping demi kepentingan umum juga demi kepentingan ku sendiri, jikalau kedua hal ini bisa diselesaikan serentak dengan baik, kita tetap menjadi sahabat lama."

Bing-bing Taysu rada heran. katanya: "Lho, kau masih punya kepentingan umum apa pula? Lolap sudah berada didunia kosong, sudah lama tidak mencampuri urusan duniawi, Thay Bi-heng memikul tugas dinas masuk kepintu biaraku, kukira kau salah jalan."

"Walau kau cukur gundul menjadi Hwesio, tetap kau adalah bangsa Kim. baginda ada perintah, tentunya kau sudi menerimanya bukan?" Dingin sikap Bing-bing Taysu, katanya tawar: "Setelah berada diluar dunia, aku sudah menjadi manusia luar. Perintah raja segala, belum tentu bisa membelengu diriku, Mau tidak mau menerima tergantung kepadaku sendiri."

Si Bungkuk ter-Ioroh2, katanya: "Bing-bing Taysu, terlalu cepat kau menolaknya, Kan kau belum tahu apa bunyi perintah raja ini?"

"Baiklah, coba kau sebutkan, sebagai seorang luar dunia, maaf aku tidak bisa berlutut segala untuk menerima perintah raja."

"Baginda raja yang baru sudah menduduki jabatannya, namun kedudukan Koksu masih kosong, Maksud Baginda ingin mengundangmu turun gunung menjadi Koksu bangsa negeri sendiri. Aku tahu kau tidak kemaruk kedudukan dan kemswahan, namun undangan ini merupakan panggilan besar yang sekaligus mengangkat nama baikmu, Kau mau terima tidak?"

"Bukankah sudah ada Kim Cau-gak yang menjadi Koksu?" "Raja dari suatu dynasti berganti maka para menterinyapun

pasti berubah, Kim Cau-gak adalah Koksu-nya Wanyan Liang,

sekarang tidak menjadi gilirannya pula menduduki jabatan ini. Baginda tahu kau berilmu silat tinggi dan seorang pendeta sakti yang luhur budi lagi. selama ini kau dikagumi dan diindahkan oleh rakyat negeri, maka beliau mengundangmu untuk mengisi kekosongan ini, Derajat setinggi ini, orang lain meminta dan mengejarnyapun belum tentu memperoleh-nya, sebetulnya kau mau terima tidak?"

"Terima kasih akan maksud baik ini, aku tidak mau terima." sahut Bing-bing Taysu tawar.

"Lho. kenapa begitu?" si Bungkuk keheranan. "Manusia mempunyai cita2nya sendiri, nama dan kedudukan bagiku bagai mega mengembang, Koksu kupandang sebagai tanah kotoran. Aku sudah bebas du'i empat pantangan, kenapa pula harus menjadi Koksu segala, mencari kesulitan sendiri belaka? Dan lagi aku bukan pilihan tepat untuk jadi Koksu, manusia sebangsa Kim Cau-gak memangnya setimpal, kalau tidak kau saudara Thay Bi sendiri juga cocok."

Sindiran tajam seketika membuat merah padam muka si Bungkuk, namun repat sekali dia menyeringai tawa, katanya: "Sayang Baginda tidak mencalonkan aku, Jadi jelasnya, kau tidak mau terima dan membantu Baginda?"

"Bilang satu tak pernah menjadi dua. Memangnya perlu kutegaskan sekali lagi."

"Bing-bing Taysu, maaf kalau aku bicara blak2an, kau tidak mau membantu Baginda, apa kau mau bersekongkol dengan Liu Goan-cong dan lain2 melawan Kim membantu Song?"

"Aku tidak senang disudutkan dengan pertanyaanmu ini." "Aku hanya minta kau suka memandang muka sahabat

lama, jawablah sepatah kata, Bukankah kau pun ada maksud

untuk membuat penyelesaian dengan aku?"

"Baik, karena kau sudah menyinggungnya, biarlah kujawab Lolap hanya tekun mempelajari ajaran agama, tiga puluh tahun sudah lalu tak pernah aku turun gunung, selanjutnya seumur hidupku ini akupun takkan turun gunung, Kau cukup puas bukan."

Memang jawaban inilah yang ditunggu si Bungkuk, keruan senangnya bukan main, namun dia masih menegas: "Apa benar ucapanmu?"

"Orang beribadat tidak akan bohong," sahut Bing-bing Taysu. "Baik, persoalan ini kuhitung beres setengah persoalan umum sudah kubicarakan kini giliranku membicarakan persoalan pribadi." kata si Bungkuk.

"Persoalan pribadi apa? Ah, tak usah diperbincangkan." "Terus terang, untuk kedatanganku ini, persoalan umum

kuangap kurang penting malah, persoalan pribadi aku justru

ingin menanyakan kepadamu supaya jekas."

Apa boleh buat Bing-bing Taysu bertanya: "Baik. silakan kau ajukan persoalanmu."

Dengan melirik si Bungkuk mengawasi Bing-bing Taysu, katanya tandas: "Siau-Iing-cu pernah datang kemari tidak?"

Seketika Bing-bing Taysu menarik muka, katanya. "Apa maksud pertanyaanmu ini?"

Berkata si Bungkuk pelan2: "Sepuluh tahun yang lalu dia minggat meninggalkan aku, sampai sekarang aku belum menemukan jejaknya, Kukira dia akan kemari mencari perlindunganmu, paling tidak pernah kemari menemui kau?"

Dingin sikap Bing-bing Taysu menanggapi pertanyaan ini, tanyanya malah: "Apakah kalian belum tahu bahwa aku sudah jadi Hwesio?"

"Aku tahu, diapun tahu, jelasnya kau jadi Hwesio lantaran dia."

"Saudara Thay Bi, agaknya tidak pantas kau mengucapkan hal ini." sebagai orang beribadah yang sudah sepuluhan tahun hidup dalam ketenangan namun dikala Bing-bing Taysu mengucapkan perkataannya ini, suaranya tinggi lantang, malah kedengaran gemetar, jelas bahwa hatinya terharu dan emosi.

Si Bungkuk tetap menatapnya dingin dan sinis, katanya: "Orang beribadah tidak bohong, beranikah kau bilang bahwa hal ini bukan kenyataan?" "Baiklah, agaknya terlalu besar prasangkamu, terpaksa biar kujelaskan. Tiga puluh tahun yang lalu, waktu pertama aku cukur gundul menjadi Hwesio, memang benar ingin menyingkir dari hadapan kalian, tapi bukan seluruhnya ingin menjauhi kalian. Setelah lama aku tekun mempelajari agama, aku sudah tawar akan kehidupan duniawi, pribadiku yang lalu sudah lama jadi tanah, masakah aku harus mencari kerisauan hati lagi?"

Agaknya si Bungkuk sedikitpun tidak terketuk sanubarinya oleh uraian Bing-bing Taysu, seperti percaya tidak percaya, Terpaksa Bing-bing menambahkan dengan menghela napas: "Saudara Thay Bi, hari ini kau datang dari jauh, biarlah sekedar kuberi wejangan sebagai bekal dijalan..."

"Aku tidak ingin jadi pendeta, buat apa belajar wejangan segala, Hanya sepatah kata pertanyaanku sa-ja: "Apa benar kau tidak tahu dimana Siau-ling-cu berada ?"

Sedih hati Bing-bing Taysu bahwa orang tak bisa diinsafkan katanya: "Bukan saja tak pernah aku melihatnya akupun tak tahu dimana dia berada: Kalau kau selalu berperasangka, yah. apa boleh buat."

"Baiklah, kalau begitu maaf aku telah mengganggu ketenanganmu Terima kasih akan petunjukmu. aku mohon diri." tiba2 dia merangkap kedua tangan seraya membungkuk badan, Lahirnya dia berlaku hormat, namun kenyataan sembari membungkuk dan merangkap tangan ini dia melancarkan serangan bokongan yang amat keji sekali.

Begitu badannya terbungkuk se-konyong2 hawa dingin timbul dan menerpa kedepan, Hong-lay-mo-li dan Hui-siok Sinni berdiri disamping, seketika dirangsang hawa dingin yang membekukan tulang, untung mereka mempunyai dasar latihan Lwekang yang tinggi, kalau tidak pasti tidak tahan. Mendadak diserang sudah tentu Hong-lay-mo-ii kaget, lekas dia menggeser mundur tiga tindak, Tapi Bing-bing Taysu tetap berdiri tegak tidak bergeming ditempatnya laksana sebuah patung kaku, bukan saja tidak menghindar juga tidak menangkis, Hong-lay-mo-li tahu Bing-bing Taysu sengaja tidak mau balas menyerang, keruan hatinya gusar, teriaknya:

"Taysu, apakah tidak tahu dia main bokong? Terpaksa aku tidak bisa tinggal diam." Sret segera dia lolos pedangnya,

Tiba2 dilihatnya Bing-bing Taysu mengulapkan tangan kepadanya, kebetulan Hong-lay-mo-li sedang mengawasi mukanya, Semula dia kira Bing-bing Taysu takkan terkena dan terluka, tak nyana dilihatnya biji mata sebelah kiri Bing-bing Taysu mencucurkan darah, keruan kagetnya bukan main, namun Bing-bing Taysu sendiri hanya tersenyum ewa saja, agaknya matanya yang terpejam ini sudah buta.

Si Bungkuk tertawa dingin, katanya: "Banyak adat tidak akan disalahkan orang. biarlah aku menyampaikan terima kasih Siau-ling-cu sekalian." belum sempat Hong-lay-mo-li bertindak, si Bungkuk kembali membungkukkan badan.

Bing-bing Taysu tiba2 menghardik: "Sekali pukulan ditebus sebuah mata. kau boleh cukup puas, apa-pula yang kau inginkan? Hutang Lolap sudah lunas, takkan kubiarkan kau yang berjiwa kotor ini berdiri ditempat suci ini."

Dari samping Kongsun Ki membarengi melancarkan serangan gelap, Tiba2 terasa sejalur angin kencang laksana anak panah yang dingin sekali melesat ke arahnya, Kiranya Bing-bing Taysu gunakan Lwekang tingkat tinggi, tenaga gempuran si Bungkuk yang dingin dahsyat itu dia putar dan tuntun kearah dirinya.

Tahu jiwanya terancam, lekas Kongsun Ki gunakan gerak burung dara jumpalitan, badannya mencelat jumpalitan kebelakang, beberapa tombak meluncur keluar pintu. Bersama dengan itu "Sret" Hong-lay-mo-li tusukan pedangnya, sedang Hui-siok Sinni memburu maju memayang Bing-bing Taysu, Jelas tusukan pedang Hong-lay-mo-ii hampir mengenai si Bungkuk, tiba2 ujung pedangnya kena tertolak miring oleh sejalur tenaga lunak dari samping.

Tampak Bing-bing Taysu merangkap kedua tangan, katanya: "Jangan terlalu banyak menyambung permusuhan Biarkan dia pergi Enyah."

Bagi pendengaran Hong-lay-mo-li, Hui-siok Sinni dan Jilian Ceng-hun, hardikan "ENYAH" kedengarannya biasa saja, tapi bagi pendengaran si tua Bungkuk justru laksana halilintar.

Kiranya Bing-bing Taysu menggunakan Say-cu-hong-kang dari aliran Budha, hardikan-nya laksana kemplangan pentung besar yang keras di atas kepalanya, suaranya dia himpun menjadi segaris, hanya disalurkan masuk ke telinga si Bungkuk, maka orang lain tidak terpengaruh apa2.

Bergetar jantung si Bungkuk, baru sekarang dia insaf bahwa Bing-bing Taysu sudih berhasil meyakinkan Bu-siang- sin-kang, kepandaiannya ternyata jauh lebih tinggi dari kemampuannya, Bahwa Bing-bing terima dibutakan sebelah matanya tanpa balas menyerang, setelah rasa penasarannya lenyap, rasa takutnyapun hilang. Betul juga seperti mendapat pengampunan tepat Si Bungkuk lari sipat kuping.

Bahwa Bing-bing Taysu masih mampu menggunakan Say- cu-ho-kang, maka legalah hati Hui-siok, ia tahu bahwa luka2 mertuanya tidak berarti, namun tak tertahan dia bertanya: "Kong-kong, kau tidak apa2 bukan?"

"Untunglah baru saja aku berhasil meyakinkan Kim-kong- put-hoay-sim-hoat (ilmu weduk), kalau tidak takkan kuat menahan kekuatan Hian-im-ci yang ganas itu, Kini aku sudah kehilangan sebuah mata, namun pertikaian masa lalu terhitung himpas, legalah sanubariku yang tertekan selama ini." Haru Hong-lay-mo-li akan kebajikan dan ketulusan Bing- bing Taysu. cuma dia mempunyai pendapat lain mengenai persoalan ini, Bing-bing Taysu adalah pendeta sakti dari angkatan tua tak enak dirinya mengembong iblis yang sesat, masalah Bing-bing Taysu segera dia bertanya:

"Taysu sebenarnya punya permusuhan apa dengan laki2 Bungkuk itu?" sementara dalam hati dia membatin: "Situa Bungkuk jelas adalah gembong iblis yang sesat, masakah Biing-bing Taysu pernah melakukan perbuatan tercela kepadanya?"

Bing-bing Taysu tertawa, katanya: "Dalam persoalan ini aku sendiri masih bingung, apakah aku yang salah atau dia yang salah? sebetulnya tak ingin aku mengungkat persoalan ini, namun kau menanyakan, biarlah kujelaskan ala kadarnya."

"Waktu muda akupun pernah mencintai seorang gadis, hal ini terjadi pada masa lalu yang sudah lama sekali, gadis itu adalah Siau-ling-cu yang disebut Thay Bi tadi, Sayang sekali akhirnya terjadi suatu tragedi yang tragis, didalam tragedi ini Thay Bi akhirnya menjadi Bungkuk dan aku meniadi Hwesio, sementara pengalaman hidup Siau-ling-cu jauh lebih mengenaskan lagi, setelah menjadi istri Thay Bi, suami istri tidak akur, akhirnya dia minggat meninggalkan suami, sampai sekarang tidak diketahui jejaknya.

Ai, akupun baru saja tahu bahwa dia sudah menghilang, Tragedi ini, ai, tragedi ini..."

Dengan akal apa Thay Bi menghadapi tuntutan Kuang Hut dan berhasil mempersunting Siau-Iing-cu?

Apakah Hong-Iay-mo-Ii dan Siau-go-kan-kun bisa membongkar intrik2 didalam Kaypang? Apakah Kongsun Ki berhasil merebut kedudukan Kaypang Pangcu? Apa pula yang ditemukan dan dihadapi Hong-Iay-mo-Ii dirumah gurunya?

(Bersambung ke bagian 39)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar