Pendekar Latah Bagian 35

 
Bagian 35

MENCELOS hati Liu Goan-ka, pikirnya: Kepandaian budak ini sudah berlipat ganda sejak berpisah dari Jian-liu-ceng!

Agaknya terpaksa aku harus turun tangan sendiri."

Kiranya sejak berkumpul dengan ayahnya, Hong-lay-mo-li mendapat tambahan ajaran ayahnya dari ilmu Lwekang dan silat tingkat tinggi dari Ci-goan-bian, memang tingkat kepandaiannya sudah tinggi, maka taraf kepandaiannya bertambah kuat, sudah tentu jauh lebih unggul, namun Hwi- liong-tocu toh masih kuat melawan tiga puluhan jurus, pikirnya ada tulang punggung disamping, diluar tahunya bahwa kepandaian lawan sudah maju pesat, maka dalam segebrak saja ujung potlotnya kena dipapas putus.

Meski patah semangat, namun mendapat bantuan Liu Goan-ka dari samping, lambat laun bangkit kembali nyalinya, dia maju menyerang, Sudah tentu kali ini dia jauh ber-hati2, tidak seberani dan gegabah seperti tadi. Dengan seksama Liu Goan-ka saksikan pertempuran ini dari samping, disaat2 genting selalu dia turun tangan menimpuk cenceng dengan Kim-ci-piau, ini berarti Hong-lay-moli harus menghadapi dua orang, sudah tentu jauh lebih rugi, Hwi- liong-tocu bisa menggempurnya dengan sengit, sebaliknya serangan Hong-lay-mo-li selalu kandas ditengah jalan.

Berada diatas angin, kembali pulih sifat pongah Hwi-Jiong- tocu, kembali dia keluarkan kata-2 kotor menggoda: "Nona Liu, akhirnya toh kau bakal jadi biniku, kalau mau hajar suami boleh kau laksanakan setelah kawin. Hari masih panjang, kenapa marah2, jangan kau sia2kan hari bahagia lho."

Dari samping Liu Goan-ka ikut menimbung. "Betul, Jing- yau," kunasehati dengarlah petunjukku. kalau tidak kau akan merasakan akibatnya, Hm kalau nasi sudah menjadi bubur, kemana kau bisa terbang?"

Betapa keji dan jahat jalan pikiran Liu Goan-ka, maklumlah kesucian gadis pada jaman dulu paling dinamakan bagi setiap kaum hawa, jikalau Hong-lay-mo-li sampai tertawan, kehilangan kegadisannya, menurut perhitungan Liu Goan-ka, orang akan patuh dan tunduk setelah segalanya kasep, terpaksa dia mau juga kawin dengan Hwi-liong-tocu.

Dalam keadaan demikian Liu Goan-cong mau tidak mau harus menerima akibatnya juga, tidak lagi akan bertentangan dengan mereka berdua. Bukankah cara ini jauh lebih baik daripada membunuh Hong-Iay-mo-li?

Sudah tentu gusar dan benci setengah mati Hong-lay-mo-li, semprotnya: "Kalian memang binatang berpakaian manusia."

"Keponakan baik," Liu Goan-ka malah gelak2, "kupilihkan seorang calon suami segagah dan sepintar ini, kau harus berterima kasih kepada paman, kenapa malah memakiku? Terserah kepadamu, apapun yang sudah kukatakan, kau harus tunduk akan keinginanku." kembali jari2nya menjentik, beberapa keping Kim-ci-piau kembali dia timpukan. Saking gugup tiba2 timbul akal Hong-Iay-mo-Ii, semula dia gunakan pedang menyerang melawan musuh, kebut melindungi badan, meski kepandaian Liu Goan-ka lebih tinggi, tapi kekuatan timpukan Kim-ci-piau paling hanya menggetar menceng ujung pedangnya, takkan mampu mengenai dirinya.

Kini Liu Goan-ka beruntun menjentik tiga buah Kim-ci-piu, pikirnya hendak membentur jatuh Ceng-kong-kiamnya, sengaja Hong-lay-mo-li bergerak lena membiarkan sebuah Kim-ci-piau mengenai dirinya, sambil menjerit pedang dia buang, badanpun roboh terjengkang kebelakang.

Dalam waktu sesingkat itu Hwi-liong-tocu tidak menyadari akan muslihat orang, saking kegirangan, segera dia menubruk maju seraya ulur tangan, kuatir Hong-lay-mo-li terserang Hiat- tonya yang mematikan maka ingin dia memberi pertolongan supaya calon istri yang cantik rupawan ini tidak mati sia2.

Sebaliknya Liu Goan-ka melengak, pikirnya: "Kepandaian budak ini tidak lemah, masakah segampang itu terserang Kim- ci-piau? Bukan mustahil muslihat belaka?" hati berpikir kontan mulutnya berseru: "Awas!"

Walau otaknya cerdik dan bekerja secara kilat, tak urung suara peringatannya sudah terlambat "Terdengar "krak" tahu2 lengan Hwi-liong-tocu sudah dipelintirnya sampai keseleo dan patah oleh Hong-Iay-mo-li.

Keduanya bergebrak secara dekat seperti orang bergumuI, betapapun tinggi kepandaian timpukan Kim-ci-piau Liu Goan- ka, tak mungkin bisa menolongnya lagi.

Kontan Hwi-liong-tocu menggerung gusar: "Perempuan siluman yang keji." badannya mencelat balik tiga tombak jauhnya, tak kuasa kendalikan tubuhnya terbanting keras, tulang copot darah bercucuran.

Kaget dan gusar Liu Goan-ka dibuatnya, serunya: "Cong-tocu, tak usah gugup, biar tanganku sendiri yang membekuk budak ini, betapapun dia harus jadi istrimu." habis kata-katanya orangnyapun menubruk tiba, dimana kelima jarinya menggaris, dig lancarkan ilmu tutuk tingkat tinggi, dalam sejurus, tujuh Hiat-to besar badan Hong-lay-mo-li diserangnya sekaligus.

Hong-lay-mo-li membentak: "Diberi tidak membalas kurang hormat," bentak Hong-lay-mo-li, "Liu Goan-ka, Keng-sin-ci- hoatmu belum kau pelajari sampai matang." kelima jarinya tergenggam, gerak dan caranya mirip benar dengan yang dilakukan Liu Goan-ka, lalu dihentikan bersama.

Keruan Liu Goan-ka kaget bukan main, lekas dia berkelit, sebat sekali Hong-lay-mo-li melompat maju, secepat kilat meraih pedangnya yang jatuh dilantai.

Setelah kejut baru Liu Goan-ka sadar dan mengerti bahwa Homg-lay-mo-li hanya menggertak belaka, Maklumlah Keng- sin-ci-hoat merupakan ilmu tutuk tingkat tinggi yang paling top, perubahan dan variasi-nyapun tak terhitung banyaknya, bahwasanya Hong lay-mo-li hanya tahu gayanya belaka, jadi belum mempelajarinya secara mendalam.

Tapi dia tahu Liu Goan-ka berhasil mempelajari ilmu tutuk ini dari ajaran gambar Hiat-to-tong-jin, belum lengkap dan matang pula latihannya, dalam saat2 gawat, dia nekad main gertak dan ternyata hasilnya diluar dugaan.

Tapi Liu Goan-ka bukan kaum keroco, gertakan Hong-lay- mo-li hanya sebentar saja membuatnya kaget, bermanfaat sekali dan tak mungkin terulang lagi. segera Liu Goan-ka merangsak maju pula seraya tertawa dingin:

"Memang Keng-ci-hoat-ku belum sempurna, kembali lima jarinya menjentik bersama, seketika hawa udara seperti bergolak, suara mendesis memenuhi ruang pendopo, Hiat-to Hong-iay-mo-li kembali diincar-nya dengan ketat. Untung Hong-lay-mo-li sudah jemput pedangnya, dengan pedang dan kebut dia bisa melindungi badan di-samping pedangnya kadang kala balas menyerang, dengan sejurus Hiao-niau-hoat-sa, sinar pedangnya bergerak seperti lembayung, mengikis miring, jengeknya dingin:

"Kau punya caramu, akupun punya caraku sendiri, coba saja jari2mu yang keras dapatkah melawan pedangku yang tajam ini?"

Liu Goan-ka mahir menggunakan tangan kosong-merampas senjata lawan, tapi ilmu pedang Hong-lay-mo-li bertaraf tinggi lihay lagi, sudah tentu dia tidak berani coba2 mengadu kekerasan tangannya, dari menutuk berubah menjentik, "Creng" batang pedang kena di selentik berbunyi nyaring.

Lwekangnya lebih tinggi dari Hong-lay-mo-li, tapi terbatas, dengan kekuatan sebuah jentikan jarinya, tak mungkin dia memukul jatuh pedang orang.

Meminjam selentikan tenaga jari orang, sekalian Hong-lay- mo-li ayun pedangnya miring menukik terus menusuk ke Ih- khi-hiat dibawah ketiak orang, tusukan pedang ini perubahan dari jurus tutuk yang diajurkan dalam Keng-sin-ci-hoat, dengan pedang mengganti jari, sudah tentu jauh lebih hebat dan perbawanya lebih besar, lebih lihay.

Liu Goan-ka cukup tahu diri, tak berani dia gunakan jarinya menjentik pedang, kini dia gunakan Bik-khong-ciang, "Wut, wut dua kali dia pukul pergi tajam pedang Hong-lay-mo-li seraya mundur beberapa langkah.

Hong-lay-mo-li merangsak lebih gencar, beruntun dia gunakan tujuh serangan rangkaian pedang, setiap serangannya mengincar tempat2 mematikan dibadan orang, Dia tahu Lwe-kang sendiri bukan tandingan pamannya, kalau lama2 bertempur terang bukan tandingannya, maka dia berharap bisa menyudahi pertempuran ini secara kilat begitu dirinya sedikit unggul di-atas angin, secepat kilat pedangnya merangsak untuk melukai musuh, bukan mustahil dia punya setitik harapan untuk lolos.

"Budak kejam," ejek Liu Goan-ka, "berani kau adu jiwa dengan pamanmu sendiri?"

"Aku tidak punya paman rendah dan hina seperti tampangmu yang mendurhakai leluhur." jurus pedangnya semakin gencar dan ganas.

Keruan Liu Goan-ka naik pitam, damratnya: "Baiklah, bahwa kau tidak pandang diriku lagi, jangan salahkan bila aku tidak kenal kasihan juga." tiba2 dia lontarkan kekuatan pukulannya, perbawanya laksana gugur gunung.

Kiranya sejak tadi dia masih menguatirkan pembalasan Engkohnya, atau ayah Hong-lay-mo-li yaitu Liu Goan-cong, malah ingin paksa Hong-lay-moli jadi istri Hwi-long-tocu, maka dia tidak berani memukulnya sampai terluka, pikirnya hanya ingin membekuknya hidup2.

Kini urusan sudah selarut ini, dilihatnya Hong-lay-mo-li menyerang dengan kalap seperti hendak pertaruhkan jiwanya, kalau dia tidak kerahkan seluruh kemampuannya, bukan mustahil dia sendiri yang bakal terluka oleh pedang Hong-lay- mo-li.

Bahwa kepandaian Hong-lay-mo-li memang maju berlipat ganda, namun bicara soal Lwe-kang, betapapun dia masih kalah kuat dibanding pamannya, apalagi barusan dia sudah menghadapi Hwi-liong-tocu, tenaganya sudah terkuras sebagian, maka kedua pihak terpaut jauh sekali.

Setelah Liu Goan-ka kerahkan seluruh kemampuannya, sudah tentu perbawanya bukan olah2 lihaynya, setiap kaki tangannya bergerak membawa deru angin keras seperti guntur menggelegar Hong-lay-mo-li laksana sebuah perahu yang terombang ambing ditengah lautan, sekuat tenaga berjuang dan meronta demi mempertahankan jiwa raganya, puluhan jurus kemudian, napasnya sudah memburu, keringat gemrobyos, gerakan pedangnya sudah tidak sesuai dengan keinginan hatinya.

Sementara itu, Hwi-liong-tocu sedang sibuk mengobati luka2 dan membetulkan tulangnya yang keseleo, lalu disobeknya bajunya untuk membalut lengan. Saat itu dia sedang duduk samadi memulihkan tenaga dan hawa murninya semangatnya lambat laun pulih kembali.

Tak tahan dia pentang mulut lantas mencaci maki: "Perempuan siluman yang keji, bikin aku mampus saking marah! Hari ini kalau tidak kubuat kau merasakan hajaranku, sukar terlampias kedongkolan dan penasaranku, Biarlah aku sendiri yang bereskan dia!" melihat tenaga Hong-lay-mo-li sudah lemah, dia yakin cukup kuat menghadapinya, maka dia ingin meringkusnya untuk membalas sakit hati.

"Baik," ujar Liu Goan-ka tertawa, "Boleh kau menghajarnya supaya kelak tahu diri dan tidak berani terhadap suami." sembari bicara telapak tangan dengan jari2 tangan kanan berbareng menyerang secara bergantian.

Tenaga Hong-lay-mo-li sudah lemah, terasa amat payah menyambut serangan ini, disaat2 Hiat-tonya hampir tertutuk itulah, Liu Goan-ka memang ingin sekaligus menutuk beberapa Hiat-to pelemasnya, baru berani menyerahkan kepada Hwi-liong-tocu.

Hong-lay-mo-li sendiri gusar dan malu serta benci, "Dari pada tertawan dan menjadi korban kecabulan musuh lebih baik aku mati saja." situasi jelas amat kritis, tahu dirinya takkan lolos dari ancaman elmaut, akhirnya timbul pikiran nekad hendak ambil jalan pendek.

Disaat Hong-lay-mo-U membalikan pedang hendak menggorok leher sendiri Itulah, se-konyong2 terdengar suara "Brak - blum!" amat keras, atap rumah tiba2 pecah dan berlobang besar, sebuah batu besar selebar tampah tahu2 melayang jatuh dari lobang diatas atap itu, genteng, kayu sama pecah dan hancur berhamburan.

Batu sebesar tampah itu tepat sekali menindih ke-batok kepala Hwi-Iiong-tocu, meski Lwekangnya tidak lemah, tapi hanya sebelah lengannya saja yang bisa bergerak tak mungkin dia dorong batu besar yang menindih kepalanya ke samping.

"Bluk" telak sekali batu besar itu menindih diatas badannya, untung dia segera merebahkan diri, lengannya yang satu bertahan mati2-an, untuk menghilangkan tenaga tindihan, meski terluka parah, walau akhirnya toh tertindih batu besar itu, untung badan tidak tertindih gepeng dan hancur ber- keping2.

Perubahan mendadak ini sungguh membuat Liu Goan-ka kaget bukan main, dalam waktu dekat tak sempat dia putar otak, terpaksa dia berusaha tolong Hwi-liong-tocu lebih dulu tanpa sempat hiraukan Hong-lay-mo-li lagi.

Tak kira baru saja selangkah dia berbalik, terdengar sebuah suara lagi yang lebih keras, tahu2 sebuah batu menerobos atap menindih jatuh langsung mengincar kearah Liu Goan-ka sendiri, Agaknya orang diatap genting sudah melihat jelas keadaan di-bawah, maka dia sudah perhitungkan waktu dan incar-sasarannya.

Liu Goan-ka menggerung keras, kedua lengannya berbareng terangkat dengan Kim-kong-ciang-lat, batu sebesar meja itu kena ditepuk kedua telapak tangan-nya, seketika pecah menjadi tujuh delapan potong, suara pecahan batu ini lebih dahsyat lagi, keruan debu dan pecahan batu berhamburan memenuhi udara.

Tapi ditengah2 suara gaduh ini, Hong-lay-mo-li masih jelas mendengar suara orang itu yang menggunakan mengirim gelombang panjang, menganjurkan dirinya lekas melarikan diri, suaranya sudah amat dikenal, hanya dua patah kata terdahulu Hong-lay-mo-li sudah tahu sipembicara diatas adalah Tang-hay-liong, keruan girangnya bukan main, lekas dia menghirup napas, dengan gaya It-ho-cong-thian Ginkang puncak tinggi, sekali enjot badannya melambung beberapa tombak, langsung menerobos lewat dari atap rumah yang ber- lobang itu.

Liu Goan-ka mencak2, damratnya murka: "Tang-hay-liong, berani kau membuat keributan disini!"

"Bangsat tua, kalau tidak terima, hayolah keluar. ukur kepandaian!" tantang Tang-hay-liong dengan lantang.

Sebagai tertua dari Su-pak-thian, ilmu silat Tang-hay-liong amat tinggi. Dengan kekuatan Kim-kong-cian-g tadi Liu Goan- ka pukul remuk batu besar timpukan-nya, toh terasa telapak tangannya kesemutan, Liu Goan-ka yakin dia masih kuat mengalahkan Tang-hay-liong, namun bila dikeroyok dua dengan Hong-lay-mo-li, belum tentu dirinya tak kuat melawan. Apalagi bila Say-ci hong juga ikut datang, urusan bisa runyam.

Tatkala itu, Hwi-liong-tocu sedang merintih2 karena tertindih batu, sebagai sesama komplotan yang satu sama lain saling memperalat sudah tentu Liu Goan-ka tidak bisa diamkan batu yang menindih dada orang, maka segera dia berusaha menolong teman sendiri, apalagi keadaan musuh belum diketahui maka Hong-lay-mo-li dengan mudah pergi bersama Tang-hay-liong.

Tang-hay-liong gelak2, ujarnya: "Kau tidak berani keluar. aku tidak akan menunggumu lagi. Haha, sungguh menyenangkan, hari ini aku bisa menelanjangi kedokmu yang palsu," ditengah gelak tawanya, cepat sekali mereka sudah tinggal pergi.

Tang-hay-liong membawa Hong-lay-mo-li kabur ke-arah bukit, tanpa kepergok oleh seorang pun jua, setelah tiba dibalik gunung, mereka tiba dipinggir danau, disini Hong-lay- mo-li menyatakan kekuatirannya.

Namun dengan tertawa Tang hay-liong menjawab: "Tak usah kuatir, didalam semak daon welingi sana aku menyembunyikan sebuah perahu."

Tang-hay-liong sudah biasa hidup dalam gelombang pasang air laut, kepandaian renangnya amat lihay, perahu biasa dibawah tangannya, cepat sekali meluncur dipermukaan air seperti melaju diatas saIju.

Baru sekarang mereka sempat bicara, setelah mengucapkan terima kasih akan bantuan Tang-hay-liong, Hong-lay-mo-li bertanya dengan tertawa: "Tang-wan- ciangpwe, bagaimana bisa begini kebetulan, kaupun datang kemari?"

"Aku bantu Ong Ih-ting kemari menyelidiki keadaan saja." sahut Tang-hay-liong.

Kiranya Ong Ih-ting juga sudah dengar bahwa pangkalannya di Thay-ouw sudah diduduki pasukan pemerintah, namun dia belum tahu bahwa Liu Goan-ka dan Hwi-liong-Iocu punya gara2 yang bersekongkol dengan buaya darat Siang-ciu Ong Toa-sin.

Sudah tentu laskar rakyat Ong Ih-ting amat penasaran bahwa mereka bantu pemerintah membendung dan menumpas penyerbuan bangsa lain, tak nyana pangkalan nvereka malah diduduki.

Keruan bukan kepalang gusar mereka, ingin rasanya segera kembali ke Thaypuw dan labrak pasukan pemerintah habis2an.

Akhirnya setelah dirundingkan Ong Ih-ting berkeputusan untuk mengutus orang menyelidiki keadaan disana, tahu keadaan musuh lebih gampang untuk mengukur kekuatan kedua pihak. Dan utusan ini harus berilmu silat tinggi dan pandai berenang, sudah tentu Ong Ih-ting sendiri tidak mungkin berangkat sendiri, kebetulan Tang-hay-liong masih bersama mereka, maka dia lantas ajukan diri, untuk bantu kesulitan Ong Ih-ting ini.

Tugas Tang-hay-long ada tiga: Pertama, bagaimana keadaan para saudara yang jaga ditiga belas pangkalan? Semua gugur, tertawan atau melarikan diri? Atau menyembunyikan diri diatas gunung? Kedua, para Thaubak dan Cecu2 kecil dari beberapa pangkalan itu sudah menyerah kepada pasukan pemerintah atau melawan? Harapan Ong Ih- ting, Tang-hay-liong bisa kontak dengan mereka, lebih baik kalau bergerak dari luar dan dalam sekaligus mengusir pasukan pemerintah. Ketiga, harus cari tahu pasukan pemerintah yang menduduki pangkalan mereka itu dari divisi mana dan dibawah pimpinan siapa?

Sebagai orang yang hidup di lautan timur kepandaian renang Tang-hay-liong memang lain dari yang lain, dengan membawa sebuah perahu kecil, dimalam gelap tanpa diketahui orang diam2 dia menyelundup ke Thay-ouw.

Waktu Hong-ley-mo-li datang, dia sudah tujuh hari bertahan di Thay-ouw, Tujuh puluh dua puncak di Thayv ouw sudah dijelajahinya semua, para cecu yang melarikan diri ke gunung, sudah kontak sama dia, mereka masih memiliki ratusan buah perahu, secara bergerilya, mereka sering mempermainkan anak buah Hwi-liong-tocu di Thay-ouw.

Thay-ouw seluas itu sudah tentu kekuatan Hwi-liong-tocu tidak akan mudah menyapu bersih mereka seluruhnya.

Setelah menutur pengalam sendiri, Tang-hay-liong menambahkan: "Untung kau sudah gebrak dulu dengan bangsat tua itu, kalau tidak masa gampang aku berhasil."

"Bagaimana dengan pasukan rakyat yang dipimpin Li Po?" tanyanya. "Menurut perintah mereka diharuskan membubarkan diri, namun dia menolak perintah terus bawa seluruh kekuatannya keluar lautan, disana menduduki pulau menjadi raja."

"Bagaimana pula dengan orang2 gagah yang datang membantu?"

"Menurut perintah mereka diharuskan membubarkan diri, Thi-pit-su-seng dan beberapa orang lagi masih berada ditempat Ong Ih-ting."

"Kemenangan mereka dilautan yang berhasil membunuh The-cin-ong musuh sungguh amat menggembirakan."

"Oh, ya, bicara soal ini aku ada kabar gembira untukmu.

Siau-go-kan-kun Hoa Kok-ham Hoa Tayhiap-lah yang membunuh The-cin-ong."

Dengan akalnya akhirnya Hong-lay-mo-li berhasil mencari tahu kabar Hoa Kok-ham, kini dia langsung bertanya: "Apa Hoa Kok-ham sudah pergi?"

"Semula Hoa Kok-ham pulang bersama Ong Ih-ting, namun ditengah jalan dia bertemu dengan seorang To-koh, menariknya kesamping ajak bicara beberapa patah kata lalu dia merubah haluan, seorang diri berangkat ke utara menyebrang sungai."

"Apakah Tokoh itu bergelar Hu-siok?" "Benar, apakah Liu lihiap kenal sama dia?"

"Dia kakak dari seorang temanku. Dan untuk apa Hoa Tayhiap pergi ke Kangpak? Apa Tang-wan-cianpwe tahu?"

"Kabarnya hendak menyambangi seorang Bulim Cianpwe Kongsun In yang sudah lama mengasingkan diri." Tang hay- liong belum tahu bahwa Kongsun in adalah guru Hong-lay-mo- li. Hong-lay-mo-li jadi kepingan lekas pulang, tapi urusan di Thayouw cukup penting, maka dia bertanya: "Sekarang Ong Ih-ting tinggal dimana?"

"Sementara bercokol di Bok-yang, anak buahnya sementara disebar menyembunyikan diri, menunggu kabar yang kubawa pulang, tapi aku pikir hendak pergi ke Kiangim dulu baru kembal ke Bok-yang."

"Maksudmu hendak menemui Sin Gi-cik?" tanya Hong-lay- mo-li.

"Ya, Sin Gi-cik menduduki posnya di Kiangim, Beritanya paling cepat mengenai seluk beluk kalangan pemerintahan, dia amat simpatik membantu gerakan rakyat, Ong Ih-ting suruh aku sekaligus mampir kesana untuk berunding, inipun usul Hoa Tayhiap, malah Hoa Tay-hiap ada sepucuk surat pribadi untuk disampaikan Sin Gi-cik-"

"Sin Gi-cik akupun kenal baik, biar kutemani Tang-wan- cianpwe pergi ke Kiangim."

Jarak Kiangim dari Siangciu cuma ratusan li, setelah mendarat mereka melanjutkan jalan lewat daratan, tengah hari kedua mereka tiba ditujuan.

Setiba di Kiangim, baru saja mereka masuk kota, kebetulan dari depan mencongklang dua ekor kuda yang ditunggangi sepasang muda mudi, setelah dekat tiga pihak sama menjerit kegirangan pemudanya berseragam militer lekas lompat turun dan menyapa: "Liu Lihiap, kita sedang mengharap kedatanganmu."

Yang perempuan lebih mesra suaranya: "Liu Iihiap, angin apa yang membawamu kemari?" kiranya kedua muda mudi ini adalah Khing Ciau dan calon istrinya Cin Long-giok.

Hong-lay-mo-li juga diluar dugaan bisa bertemu dengan mereka disini, setelah saling cerita pengalaman sejak berpisah Hong-lay-mo-li lantas jelaskan maksud kedatangannya. Kata Khing Ciau: "Baru saja kami keluar dari tempat tinggal Sin-toako, letaknya diseberang jalan yang satu sana, Marilah kutujukan tempatnya"

"Apa kau tidak punya urusan?"

"Kecuali melatih pasukan, setiap hari aku makan tidur,"

Bicara sambil jalan, cepat sekali mereka sudah tiba ditempat tujuan. Khing Ciau adalah orang dalam maka mereka langsung masuk kegedung tanpa memberi laporan lebih dulu, dari luar mereka sudah mendengar suara lantang Sin Gi-cik yang sedang berdeklamasi membawakan syair ciptaannya yang baru.

Setiba diluar kamar pintu, kebetulan deklamasi Sin Gi-cik berakhir, tak bertahan Hong lay-mo-li menghela napas panjang, Lekas Sin Gi-cik buka pintu, seketika dia menjerit kaget dan girang, serunya: "Liu Lihiap, kaukah yang datang! Kenapa berdiri diluar, lekas silakan duduk didalam!"

Hong-lay-mo-li tertawa, ujarnya: "Ah, mengganggu keasyikan deklamasi Ciangkun."

"Liu lihiap barusan kau menghela napas setelah mendengar syairku, apa sebabnya? Memangnya syairku ini kurang sempurna?"

"Syairmu memang baik, sayang situasi sekarang tidak sesuai dengan apa yang kau khayalkan dalam syairmu."

"Loh-ciangkun ditarik mundur, dan banyak persoalan yang sudah kuketahui Tapi Wanyang liang terbunuh, negeri Kim sedang sibuk menyusun kekuatannya kembali, yang terang setahun ini mereka takkan bakal menyerbu kembali?"

"Gangguan luar sementara tertunda, tapi kerusukan dari dalam tetap berlangsung. Kerajaan takut melawan musuh, sebaliknya menindas pasukan rakyat. Apakah rakyat jelata bisa hidup makmur dan tentram?" "Wah, banyak kejadian diluar yang tidak kuketahui kalau begitu, apa saja yang telah terjadi?"

"Bukan saja aku mendengar, dengan mataku sendiri aku saksikan, Umpamanya di Thay-ouw saja yang sudah diduduki pasukan pemerintah, nelayan dan petani dibebani pajak yang berat sekali. Tentunya Ciang-kun belum tahu?"

"Peristiwa yang baru saja terjadi bukan? Aku belum jelas mengenai hal ini."

"Tang-wan cianpwe ini tahu paling jelas, Dia diutus oleh Ong Hi-ting untuk menemui Ciangkun dan minta petunjuk, Hoa Tayhiap juga titip sepucuk surat untuk kau."

Sin Gi-cik gelak2, serunya: "Liu Lihiap, Ong cecu adalah pahlawan gagah yang kukagumi, meski kerajaan menuduhku sekongkol dengan kaum brandal juga tidak kupedulkan lagi. Apalagi Hoa Tayhiap adalah teman kentalku, teman menghadapi kesulitan adalah pantas kalau aku membantu.

Tang-wan cianpwe soal urusan apa silakan jelaskan saja."

Tang-hay-liong serahkan dulu surat Kok-ham, setelah Sin Gi-cik membacanya baru dia bicara: "Persoalan sudah kuselidiki Liu Goan-ka dan Cong Cau-tay dua gembong sampah persilatan ini sekongkol dengan gerombolan Ong Toa- sin yang berkuasa di Siangciu, maka melakukan perbuatan terkutuk ini, mereka memalsu jadi pasukan pemerintah."

"Liu Goan-ka? Agaknya kukenal nama ini!" ujar Sin Gi-cik sambi termenung, "O, ya bukankah dia menjadi Cengcu di Jian-liu-ceng yang kaya raya dan terkenal itu?"

"Benar," sahut Tang-hayliong, "lahirnya dia seorang tuan tanah yang kaya raya, yang benar dia adalah pengkhianat bangsa yang bersekongkol dengan musuh, atau perampok besar yang berkedok pendekar. Kini kebejatan dan kejahatannya sudah dibongkar kaum persilatan, terpaksa dia berintrik dengan Cong Cau-tay itu Tocu dari Hwi-liong-to, keduanya sama2 sampah persilatan yang terima diperbudak dan diperalat oleh musuh."

Khing Ciau menggebrak meja dengan gusar, katanya: "Kurangajar! Hwi-liong-tocu, Liu Goan-ka dan Ong Toasin patut mampus! Sin-toako, menghadapi per-soaolan ini, kita tidak bisa berpeluh tangan saja."

Sebagai pejabat pemerintah, banyak kekuatiran Sin Gi-cik, maka hal ini harus dipikirkan secara tenang dan berkepala dingin.

"Begini saja," ujar Khing Ciau, "Aku tidak ingin berpangkat lagi, kedudukanku sekarang cepat atau lambat bakal mencelakai jiwaku sendiri. Tapi sebelum aku meninggalkan kedudukanku, paling tidak aku harus memberantas para pembesar yang korup dan se-wenang2. Dengan mengibarkan panji pemerintah, biar aku menuju ke Siangciu, membekuk Ong Toa-sin dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan dosa2nya. Baru kubantu usaha Ong Ih ting merebut Thayouw kembali. setelah perjuangan ini tereapai, aku bisa lari meninggalkan kedudukan, menjadi kelana Kangouw saja, ini sesuai dengan cita2ku."

"Kukira caramu ini rada meguatirkan juga," sela Sin Gi-cik, "pihak kerajaan pasti akan menuduhmu sewenang main bunuh terhadap alat negara, meski lari akhirnya kau akan jadi buronan pemerintah juga,"

"Peduli amat dengan semua hal itu yang terang jadiburonan aku sudah biasa, dulu aku jadi buronan kerajaan Kim. kalau sekarang harus jadi buronan pemerintahnya sendiri, meski serba pahit getir, tapi tidak menjadi soal lagi, Yang kukuatirkan justru bisa merembet dirimu."

"Baiklah, caramu ini tegas dan menyenangkan kalau kau sudah teguh akan tekadmu, akupun takkan menghalangi. Kalau kau berani buang pangkat, akupun bisa buang pangkat."

"Kukira jangan, Kecuali terpaksa, aku tidak setuju kau membuang pangkatmu."

Setelah urusan dirundingkan dengan sempurna, sebagai kawakan Kangouw Tang-hay-liong tidak perlu basa basi lagi, langsung dia, bicara: Terima kasih akan bantuan Khing- siauhiap, serta bantuan sepenuhnya dari Sin-ciangkun. Sudah lama aku menjalankan tugasku - diluar, sekarang juga aku mohon diri untuk pulang memberi kabar baik kepada Ong- cecu."

Mereka berjanji, Ong Ih-ting harus berkumpul di Kiangim, lalu serempak bergerak menyerbu ke Siangciu, Setiba ditujuan kedua pihak melaksanakan rencana masing2.

Ong Ih-ting langsung menggempur Thayouw, sedang tugas Khing Ciau meringkus Ong Toa-sin dan menjaring kawanan penjahat serta orang2 Hwi-liong-to yang menyembunyikan diri disana.

Karena ditahan Cin Long-giok, terpaksa Hong-lay-mo-li minta Tang-hay-liong mengirim salam kepada Ong Ih-ting. setelah mengobrol ala kadarnya pula, Hong-lay-mo-li ikut Khing Ciau kembali ketempat tinggalnya sendiri.

Setiba dikediaman Khing Ciau kembali mereka ngobrol pengalaman selama berpisah, tak lupa Hong-lay-mo-li memberi kabar akan diri San San yang sudah muncul di Jay- ciok-ki lalu kembali ikut Hui-slok Sinni.

"Liu-cici, bagaimana kabar musuh kita Giok-bin-yau-hou itu?" tanya Cin Long-gok.

"Sungguh memalukan sekarang dia sudah jadi istri suhengku yang murtad itu, sebelum pertempuran di Jay-ciok- ki berlangsung dia pernah kutawan, sayang waktu itu tidak segera kubunuh, akhirnya mereka berhasil meloloskan diri pula."

"Wah, tugas kita jadi lebih berat kalau dia sekarang sudah jadi istri Kongsun Ki." demikian keluh Khing Ciau.

Segera Hong-lay-mo-li menghibur: "Ayahku sudah menyambangi guruku - ayah Kongsun Ki yaitu Kongsun In, Dengan kedua orang tua ini yang menyelesaikan pasti anak durhaka itu dapat dihajar sampai kapok, Tinggal siluman rase saja gampang untuk membalasnya."

Ber-turut2 dua hari Hong-lay-mo-li menetap dikediaman Khing Ciau, tujuannya hendak menunggu kedatangan Ong Ih- ting serta ingin selekasnya menyusul kembali ketempat tetirah gurunya untuk menemui Hoa Kok-ham yang dkabarkan menyusul kesana, namun persoalan disini cukup genting, terpaksa dia utamakan kepentingan umum.

Untung hari ketiga waktu dia memberi petunjuk latihan silat kepada Khing Ciau dan Cin Long-giok ditaman kembang, penjaga pintu masuk memberi laporan: "Sat-toaya dan Jiya, membawa seorang tamu she Bun ingin bertemu dengan

Khing-siangkong."

Khing Ciau girang, katanya: "Mereka bersaudara sudah kembali, lalu siapakah orang she Bun itu?"

Tergerak hati Hong-lay-mo-li, katanya: "Marilah akupun ikut keluar melihatnya."

Setiba diluar benar juga kiranya Thi-pit-su-seng Bun Yat- hoan, Sudah tentu kedua pihak sama girang dapat kumpuI kembali KataBun Yat-hoan: "Liu Lihiap, sudah kuduga kau pasti berada disini, ternyata tepat dugaanku."

"Cara bagaimana kalian bisa jalan bersama?" tanya Hong- lay-mo-li dengan Khing Ciau berbareng. "Aku ketemu mereka di Thay-ouw, Karena Tang-wan- cianpwe sekian lama belum kembali Ong-cecu minta aku menyusul kesana mencari berita."

Hong-lay-mo-li lantas menjelaskan: "Tang-wan-cian-pwe sembunyi tujuh hari di Thayouw, setelah menjelajahi tujuh puluh dua puncak baru dia tinggal pergi, Sayang kau terlambat dua hari, kalau tidak bisa bertemu disini."

"Segalanya sudah kuketahui Dua hari setelah kalian membuat onar disana baru aku menyelundup ke Thayouw,"

"Apa tidak menghadapi bahaya?" tanya Khing Ciau. "Tidak," sahut Bun Yat-hoan. "Untung akhirnya bertemu

dengan dua saudara Sat, merekalah yang mengantarku keluar

naik perahu." demikian Bun Yat-hoan menjelaskan

Sat-lotoa menimbrung bicara: "Setelah kami masuk ke Thayouw, beruntung bertemu dengan beberapa orang Thocu, Bun Tayhiap lebih berani, seorang diri dia pergi ke Tong-thing- san barat, berhasil menyelundup kesarang musuh !"

Cepat Hong-lay-mo-li bertinya: "Ada mendapat kabar apa?" "Liu Lihiap," ujar Bun Yat-hoan menggoyang2 kipas, "Onar

yang kau timbulkan sungguh menggembirakan! Mereka

ketakutan sendiri sampaipun Liu Goan-ka sibangsat tua itu, maaf, terpaksa aku maki pamanmu."

"Aku sudah tidak anggap dia sebagai paman, silakan kau maki sepuasmu. Banggat tua ini bagaimana?"

"Bangsat tua ini sudah melarikan diri."

"Kenapa lari?" Hong-lay-mo-li melengak heran, "kukira aku harus melabraknya lagi, Apa yang dia takutkan?"

"Dia takut ayahmu mencari perhitungan kepada-nya. malam itu juga dia melarikan diri, Sudah tentu dia tidak terus terang kepada Hwi-liong-tocu, namun menipunya, katanya pergi mengundang tokoh lihay untuk membantu. Kabar ini kudengar dari percakapan murid-muridnya, Orang2 Jian-liu- ceng yang ada disana dibawah pimpinan Kiong Ciau-bun  murid besarnya, tapi Kiong Ciau-bun sendiri sudah kebat kebit, didalam percakapan dengan para Sutenya, agaknya mereka sudah siap melarikan diri."

"Lalu bagaimana dengan Hwi-liong-tocu?" tanya Hong-lay- mo-li.

"Luka2 bangsat ini tidak ringan, sekarang sedang merawat luka, sebetulnya malam itu aku ingin membunuh dia, namun dirinya sudah bukan penghalang lagi bagi usaha kita, maka aku tidak memotong rumput mengejutkan ular,"

Sat-lotoa menimbrung pula: "Para Thocu yang ketinggalan di Thaouw sudah kontak semuanya dengan aku, kelak bila Ong-cecu kembali, mereka akan bantu berjuang dari dalam"

"Persoalan di Thay-ouw, kukira Liu Lihiap tidak usah ikut prihatin, Dengan gurumu Kongsun-cianpwe kau sudah berpisah beberapa tahun bukan?"

Berdegup jantung Hong-lay-mo-li, dia tahu Bun Yat-hoan menyinggung ini hanya sebagai benang penuntun saja, orang sengaja hendak mengalihkan pokok pembicaraan dari gurunya berkisar kepada Hoa Kok-ham,

"Sejak aku kelana memang tidak berjumpa lagi dengan beliau. hitung2 sudah ada enam tahun."

"Kalau begitu, kinilah saatnya kau pulang meniliknya.

Persoalan Thay-ouw bisa kita selesaikan bersama. bukan soal sulit untuk membereskan Hwi-liong-tocu."

"Kita ingin menahan Liu Lihiap tinggal beberapa hari lagi, Bun-siansing, kenapa kau malah membujuknya pergi?" Khing Ciau yang tidak tahu seluk beluknya angkat bicara.

Bun Yat-hoan tertawa, ujarnya: "Khing-siauhiap, ada persoalan yang tidak kau ketahui, mungkin Kongsun-cianpwe sekarang sedang menghadapi persoalan genting dan menunggu dia pulang!"

Hong-lay-mo-li terkejut, tanyanya: "Ada urusan apa?"

"Aku sendiri kurang jelas, Aku hanya tahu Pek-siu-lo pernah datang menemui Ong Ih-ting, mencari tahu jejakmu, katanya gurumu ada urusan, hendak mencarimu pulang, Hari itu kebetulan aku sedang keluar, besok paginya baru aku tahu akan hal ini."

Pek-su-lo adalah pembantu Hoa Kok-ham, dua saudara putih hitam ini merupakan tokoh silat yang kenamaan juga di Bulim, Dikala Hoa Kok-ham berada di Kang-lam, mereka tetap berada di Kangpak membantu gerakan laskar rakyat.

Kangen dan menguatirkan keadaan gurunya, secara langsung Hong-lay-mo-li lantas bertanya: "Kabarnya Hoa Kok- ham sudah pergi menemui guruku, apakah Pek-siu-lo sudah bertemu dengan majikannya?"

"Lima hari setelah Hoa Tayhiap menyebrang baru dia datang, Menurut kata Ong Ih-ting dia belum bersua dengan majikannya. sebetulnya gurumu minta dia memberi kabar supaya Hoa Tayhiap pergi membantunya, Tapi Hoa Tayhiap memang sudah berangkat, maka tugasnya melulu mencari jejakmu"

Mendengar Hong-lay-mo-li menyebut nama Hoa Kok-ham, Khing Ciau dan Cin Long-giok saling pandang dengan tertawa penuh arti, katanya: "Kalau demikian, kita tidak enak menahan Liu-cici lama2 disini. Semoga kelak berjumpa lagi, lebih cepat kami mendapat kabar gembira dari Liu-cici."

Hong-lay-mo-li tahu kemana juntrungan kata2 ini, tak sempat malu2 segera dia berkata: "Urusan di Thay-ouw, adik Ciau bisa membantu, ada pula Bun Tayhiap dan para pendekar lainnya, apa pula yang tidak melegakan hatiku? Tolong adik Ciau sampaikan salam dan pamitku kepada Sin- ciangkun, sekarang juga aku berangkat." hari itu juga Hong- lay-mo-li meninggalkan Kiangim.

Dengan menempuh jalan siang malam, beberapa hari kemudian dia sudah kembali ke Jay-ciok-ki pula, sengaja dia memang memilih tempat ini untuk menyebrang, setelah mengalami peperangan dahsyat, perkampungan di Jay-ciok-ki sudah kosong melompong, kampung nelayan sudah porak peronda tidak berbekas lagi.

Namun setelah berselang puluhan hari, penduduk yang mengungsi mulai berdatangan pula, Maka dengan mudah Hong-lay-mo-li mendapatkan perahu kecil yang mengantarkan menyebrang.

Serasa iseng Hong-lay-mo-li ajak tukang perahu yang sudah tua mengobrol panjang lebar, dari sejak belum perang sampai perang berakhir. Tukang perahu yang tua ini kiranya juga pernah sekolah pandai membaca, ceritanya di iringi senandung yang parau membawakan mo-li ikut prihatin setelah mendengar senandungnya yang melimpahkan kegetiran hatinya setelah mengalami peperangan ini.

Tengah mereka asyik bicara, tiba2 terlihat sebuah perahu lain lewat disebelah sana tidak jauh, yang pegang kemudi ternyata seorang perempuan. Melihat perempuan ini seketika Hong-lay-mo-li naik pitam.

Kiranya perempuan yang pegang kemudi ini bukan lain adalah Han-sam-niocu. Lekas sekali jarak kedua perahu sudah semakin dekat, sekilas tampak oleh Hong-lay-mo-li diatas perahu Han-sam-niocu ada seorang gadis pula, kini jarak kedua pihak tinggal tujuh tombak.

Han-sam-niocu ter-loroh2, serunya: "Wah, manusia hidup dimanapun bisa bertemu, Liu-toa-bengcu, hari ini kita kesamplok pula disini!" Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam mendengar orang menyinggung persoalan lama, tempo hari jiwanya hampir saja melayang dua kali karena permainan licik Han-sam-niocu, tanpa banyak bicara kebutnya terayun, beberapa utas benang kebutnya seketika melesat bagai anak panah. sayang tatkala itu ombak besar, angin kencang.

Benang kebut itu terlalu ringan, setiba pada tujuannya arahnya sudah jauh menceng, Namun beberapa utas benang itu mengeluarkan desisan suara, atap perahu tertusuk bolong, Melihat benang kebut Hong-lay-mo-li begini lihay, bukan kepalang kaget Han-sam-niocu.

Gadis didalam perahu Han-sam-niocu tiba2 berpaling dengan cekikikan, katanya: "Liu Jing-yau, nah inilah ensomu disini, jelek2 aku ini Susomu, kenapa kau bersikap kurangajar terhadap temanku?" kiranya gadis ini adalah Giok-bin-yau-hou Jilian Ceng-poh adanya.

"Kau siluman rase ini, biar kuhancur leburkan badanmu-" dararat Hong-lay-mo-li.

"Bagus sekali, silakan kemari! Hehe. aku kuatir kau tidak akan mampu!" ejek Jilian Ceng-poh.

Han-sam-niocu membentak: "Diberi tidak membalas kurang hormat, Liu Jing-yau, kau pun rasakan senjata rahasiaku." sekali ayun berbareng dia timpukan tiga batang pisau terbang, pisau terbang adalah Am-gi yang bobotnya berat jauh lebih berat dari benang kebut Hong-lay-mo-li.

Satu diantara ketiga batang pisau terbang ini ternyata melesat kearah tukang perahu tua. Baru saja tukang perahu ini berteriak kaget: "Aduh, celaka, kalian adalah perompak perempuan!" Hong-lay-mo-li berhasil raih dan pegang dua batang, sekali lompat kembali dia pukul jatuh yang ketiga.

"Kepandaian bagus! Nih terima lagi yang ini." seru Jilian Ceng-poh, dua tangannya terayun bersama, dua belas Toh- kut-ting bagai hujan panah memberondong datang, Kepandaian menggunakan senjata rahasia Jilian Ceng-poh jauh lebih lihay dari Han-sam-niocu, Toh-kut-ting merupakan senjata rahasia yang jahat lagi, khusus mengincar Hiat-to lawan.

Dulu ayah Cin Long-giok yaitu Cin Tiongpun terbokong dan mati penasaran oleh Toh-kut-ting ini, maka jiwanya akhirnya melayang tertusuk pedang Khing Ciau.

Hong-lay-jmo-li tidak berani pandang ringan, dua batang pisau terbang yang ditangkapnya dia gunakan untuk meruntuhkan serbuan Toh-kut-ting musuh, maka terdengarlah suara dering ramai, dua belas Toh-kut-ting kena dia pukul runtuh semuanya.

Tapi disaat dia sibuk meruntuhkan Toh-kut-ting ini, disana Han-sam-niocu memutar haluan kapalnya, sehingga perahunya itu berlaju ke belakang perahu Hong-lay-mo-li setelah mengincar tepat, sekali ayun dia timpukan sebatang pisau terbang mengarah punggung tukang perahu.

Hong-lay-mo-li tidak sempat lagi menolongnya, maka terdengar jeritan yang mengerikan, tukang perahu roboh dengan mandi darah.

Keruan bukan kepalang amarah Hong-lay-mo-li, dampratnya: "Perempuan sundel yang kejam, kalau tidak nrembunuhmu, aku sumpah bukan manusia!"

Han-sam-niocu ter-loroh2, serunya: "Liu Jing-yau, diatas darat kau boleh jadi raja, diatas air, jangan kau takabur dihadapanku." sekali geraki tangan, kembali dia sambit sebatang pisau terbang, bukan mengarah Hong-lay-mo-li tapi terdengar "krak" tiang, layar perahu Hong-lay-mo-li patah jadi dua, layar seketika kuncup, keruan perahunya oleng dan ber- putar2 terem-bus angin terhan-yut pusaran air. Lekas Hong-lay-mo-li gunakan Jian-kin-tui untuk mengendalikan keseimbangan perahu, dua pisau yang berada ditangannya segera dia timpukan, Tenaganya besar, baru saja Han-sam-niocu mendengar samberan angin, tahu2 pisau terbangnya sendiri sudah melesat kemukanya tahu dirinya tak kuat melawan, "Byuur!" dalam kesibukannya dia terjunkan diri kedalam sungai, namun demikian, tak urung rambut kepalanya terpapas rontok terhanyut oleh air sungai.

Sebatang lagi meluncur kearah dalam perahu, keruan Jilian Ceng-pok gugup ketakutan, dia tidak bisa berenang, terpaksa dia cabut pedang menangkis. "Tang" ujung pedangnya terpapas kutung, kekuatan pisau terbang masih berkelebihan, menusuk amblas kedalam badan Jilian Ceng-poh, beberapa dim hampir mengenai jantungnya, Untung dia menangkis dengan pedang, kalau tidak jiwanya tentu sudah melayang.

Walau jiwa tidak melayang, namun luka2nya cukup berat Dari bawah air Han-sam-niocu dorong perahunya puluhan tombak kemudian baru dia lompat naik, Dilihatnya Jilian Ceng- poh rebah didalam genangan darah, suara rintihannya ler- putus2.

Lekas Han-sam-niocu berusaha menolong dan membubuhkan obat pada luka2 Jilian Ceng-poh, pikirnya tukang perahu Hong-lay-moH sudah mampus, orang takkan selamat juga sampai disebrang, setelah selesai mengobati dia bertolak pinggang berdri df ujung perahu, makinya kearah Hong-lay-mo-li: "Nona besarmu tidak sempat temani kau, Liu Jing-yau, jangan kau takabur, cepat atau lambat kau akan jadi santapan ikan dalam sungai." lalu dia kayuh perahunya berlalu dengan cepat.

Baru sekarang Hong-lay-mo-li sempat periksa keadaan tukang perahu, sayang sudah terlambat napasnya sudah melayang, Hatinya seperti segumpal bara yang hampir meledak, namun apapun tak kuasa dia lakukan, akhirnya dia gunakan kain layar menutupi jenazah tukang perahu. Kepada sungai dia bersabda dengan sumpahnya: "Paman tukang perahu, aku tahu matipun kau tidak meram, tapi kematianmu tidak akan sia2, akan datang suatu ketika, aku akan tumpas kedua perempuan bangsat itu untuk menuntut balas kematianmu"

Perahu Han-sam-niocu sudah jauh, tinggal setitik hitam dipermukaan sungai yang tebar, Kinl Hong-lay-mo-li harus pikirkan cara untuk menolong diri sendiri, dia harus sampai disebrang dengan selamat.

Sejak perang berakhir, walau hubungan lalulintas sungai utara dan selatan sudah pulih, tapi kaum pedagang masih tidak selancar semula, kadang kala dua tiga hari baru ada perahu kecil yang menyebrang.

Hari ini keadaan agaknya sepi, selayang pandang air melulu, hanya perahu Hong-lay-mo-li saja yang masih me- ronta2 ditengah sungai terbawa hanyut dipermainkan gelombang ombak.

Dalam keadaan serba kritis, Hong-lay-mo-li terpaksa harus mengandal kekuatan sendiri untuk kendalikan perahunya sampai kesebrang, Sejak mengalami peristiwa yang merugikan tempo hari, Hong-lay-mo-li sudah mempelajari sedikit kepandaian untuk memegang perahu dan sedikit berenang.

Dengan penggayuh yang berlepotan darah, dia praktekkan kepandaian yang pernah dia pelajari.

Mengandal kekuatan dan ketabahannya, sabar dan penuh tekad berjuang melawan gelombang sungai, walau dia harus habiskan tiga kali lipat tenaganya dari tukang perahu umumnya, akhirnya perahunya mendarat juga. sayang perahunya terhanyut jauh sampai mendarat ditempat belukar dan jauh dari keramaian kota.

Tatkala itu hari sudah petang, rembulan sudah bercokol dicakrawala, setelah kehabisan tenaga dia harus menahan lapar lagi, keruan hembusan angin di-permulaan musim dingin ini terasa dingin. Maka dia pikir hendak mencari pondok dulu untuk istirahat.

Sayang sekali tempat itu jauh dari keramaian, jauh desa, terpaksa dia harus melangkahkan kakinya berjalan tanpa tujuan.

Disaat Hong-lay-mo-li gelisah, tiba2 dilihatnya dari arah depan mendatangi seseorang yang merendahkan topi rumputnya yang besar, sinar bulan remang2, jarak masih jauh lagi, dalam waktu dekat sukar mengenali raut muka orang.

Keruan girang hati Hong-lay-mo-li, segera dia memapak maju dengan langkah lebar, namun setelah dekat, lapat2 seperti amat dikenalnya perawakan orang ini.

Bercekat hati Hong-lay-mo-li, lekas dia hentikan langkah. Namun orang itu sudah angkat topinya menunjukan muka aslinya, katanya dengan gelak terta-wa: "Sumoay, kau baik2 saja! Dua bulan berpisah, setiap waktu aku merindukan dikau!" sungguh celaka, orang didepannya ini ternyata adalah Kongsun Ki, suhengnya yang murtad.

Kalau bertemu dalam keadaan normal tidak jadi soal, kini Hong-lay-mo-li sudah kehabisan tenaga, perut kelaparan lagi, betapapun besar nyali dan ketabahan Hong-lay-mo-li tak urung dia menjerit kaget.

Kongsun Ki juga bersuara kaget, katanya: "Sumoay, rupamu kurus dan pucat, apa kau sakit kena air sungai ?"

Hong lay-mo-li tenangkan pikiran, "Sret" dia cabut pedangnya bentaknya: "Kongsun Ki, kau menghalangi jalanku, apa maksudmu?"

Kongsun Ki malah melangkah setindak, katanya tertawa: "O, ya. Hari ini kau terlalu letih berjuang ditengah sungai, Sumoay, kau hendak cari pondok bukan? Kebetulan aku punya pondok tak jauh dari sini, tak usah sungkan, marilah ikut aku istirahat disana "

"Jangan pura2 lagi, minggir!" sentak Hong-lay-mo-li. "Minggir?" Kongsun Ki gelak2, "Begitu gampang kau

mengoceh?"

"Baiklah," Hong-lay-mo-li nekad. "maritah kita adu jiwa!," "Kenapa harus adu jiwa? Cuma kuharap kau berterus

terang saja, Meski banyak pertikaian diantara kita, betapapun sebagai saudara seperguruan, masakah aku harus adu jiwa dengan saudara seperguruan sendiri? Aku kuatir kau menghadapi bahaya, maka dengan maksud baik aku mencarima, kini beruntung dapat kutemukan mana bisa kubiarkan kau pergi? Aku tidak ingin jiwamu, aku hanya ingin dikau."

"Mata anjingmu sudah picak. lihat pedang!" damprat Hong- Iay-mo-li.

Kongsun Ki berkelip katanya dengan tertawa lantang: "Sumoay, sia2 kau sebagai Bu-lim-bengcu. memangnya kau tidak tahu aturan kalangan hitam?"

"Apa, terhadap mu perlu apa aku bicara soal peraturan segala?"

"Bunuh orang hutang jiwa, hutang uang harus membayar, Aku tidak menagih jiwa, aku hanya ingin kau menggantikan dia."

"Apa2an maksudmu ini?"

"AIah, masih pura2 tidak tahu? Apa yang kau lakukan tadi, kau membunuh Suso, aku kehilangan istri, apa tidak pantas kau menggantikan dia?"

Hampir meledak dada Hong-lay-mo-li, makioya: "Mulut anjing tidak tumbuh gading, Bukan kau biar aku yang mampus hari ini." segera dia merangsak dengan tusukan pedang. Kongsun Ki kebaskan lengan bajunya, pedang Hong-lay- mo-li kena disampuk dan tertuntun kesamping, katanya dingin: "Kau tidak pandang aku sebagai Suheng, biar kau tahu kelihayanku. Hm, coba lihat kau mampu melarikan diri dari tanganku? Biar ku tawan dan kupermainkan kau dulu." tempo hari dia terjebak dan ditawan oleh Sumoaynya, kejadian itu dianggapnya noda yang memalukan, maka sekarang dia mencari kesempatan menuntut balas.

Hong-lay-mo-li memang sudah nekad dan pertaruhkan jiwa, maka permainannya menjadi tenang dan mantap, dengan sejurus Jun-Iiun-ka-can, dia bebaskan diri dari daya sedot tuntunan Kongsun Ki, sementara pedangnya bergerak membundar, berbareng kebutnya terayun pula. dalam sekejap mata, puluhan gebrak sudah terjadi.

Dengan sepasang tangan kosong Kong-sun Ki melawan dengan gigih, namun dalam waktu dekat dia tak kuasa mendekat Sumoaynya, jangan kata hendak menawann.ya.

Se-konyong2 Kongsun Ki tepukan telapak tangan-nya. angin pukulannya membawa samberan bau amis, katanya dingin: "Liu Jing-yau, jangan kau keras kepala, menyerah dan turuti kemauan Suhengmu. Dua ilmu berbisa dari keluarga Siang sudah kau ketahui kelihayannya, jangan kau nanti tersiksa oleh jahatnya pukulanku"

"Kongsun Ki, kau memangnya manusia binatang!" damrat Hong-lay-mo-li, dengan gaya dan gerakan menyedot dada jumpalitan ditengah mega Hong-lay-mo-li melompat mundur setombak lebin, beruntung dia hindarkan diri dari serangan pukulan beracun.. Namun langkahnya sempoyongan hampir saja jatuh terjerembab.

Kongsun Ki gelak2, sebat sekali dia menubruk maju hendak menutuk Hiat-tonya. Tiba2 Hong-lay-mo-li balikkan badan, bentaknya: "Majulah!" pedangnya memetakan tiga kuntum sinar pedang, sejurus mengincar tiga Hiat-to, Hian-ki, Giok- hing dan Thian-cu. Sebagai seorang ahli ilmu pedang, Kongsun Ki tahu akan kelihaiyan tusukan ilmu pedang peranti menusuk Hiat-to ini, apalagi jurus seperti ini sebelumnya belum pernah dilihat dan dipelajari dari ayah Kongsun Ki, tahu akan kelihayan tapi tidak tahu cara memunahkannya.

Kiranya jurus ini berkat ajaran ayah Hong-lay-mo-li sendiri, maka Kongsun Ki tidak paham. Kepandaian menusuk Hiat-to tingkat tinggi walau harus dilandasi Lwekang, namun tidak perlu sekuat tutukan jari untung permainan pukulan Kongsun Ki sudah mencapai taraf tertinggi begitu hati mencelos, serta merta dia kendalikan diri dan menyurut mundur, katanya gelak2:

"Kau umpama ikan dalam jarmg, biarlah kau meronta2 dulu biar sekajrat!"

Gebrak selanjutnya Kongsun Ki tidak berani terlalu mendesak pukulan berbisanyapun tidak kuasa mengenai badan Hong-lay-mo-li. Tapi dia ganti menggunakan Bik-khong- ciang, dalam jarak puluhan langkah dia pukulkan kepalannya, angin amis dan hawa beracun tetap merangsang hidung.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar