Pendekar Latah Bagian 33

 
Bagian 33

Bu-lim-thian kiau coba menghimpun hawa murni, terasa didalam perut seperti ada sebutir mutiara yang menggelinding kian kemari, kekuatan dalamnya sedang terhimpun sedikit semi sedikit tapi untuk memulihkan tiga bagian tenaganya saja kira2 harus makan waktu satu jam.

"Bagaimana, ada kemajuan?" tanya Hong-lay-mo-li.

Bu-lim-thian-kiau tertawa getir, katanya: "Jing-yau, waktu amat mendesak, aku ingin tanya kabar seseorang. sudikah kau memberitahu kepadaku?"

"Maksudmu Hoa... Hoa Kok-ham?"

"Benar, bagaimana keadaan Hoa Tayhiap?" "Kabarnya berada di Soatang bersama dengan pasukan Ong Ih-ting. Kemaren siang memperoleh kemenangan gilang gemilang dilautan timur, Wanyan Teka-lu (The-cinong) terbunuh."

"Jin-g-yau sukalah kau mendengar nasehatku, kau sudah menengokku, kau harus pergi ketempat Hoa Kok-ham membantunya."

Dalam waktu dekat Hong-lay-mo-li tidak bisa menjawab Bu- lim-thian-kiau berkata pula: "Sukalah kau percaya kepadaku, aku bicara setulusnya! Aku bukan jelus dan iri hati kepada Hoa Kok-ham, tiada maksudku menyindir segala,"

"Aku harap kau hidup untuk menemui Hoa Kok-ham, kalian berdua adalah teman karibku yang paling baik, kuharap kaupun percaya kepadaku, akupun bicara setulusnya!"

"Mungkin aku sulit keluar, Tapi asal kalian bisa hidup bahagia, hidupku ini tidak akan sia2."

"Yalu Hoan-ih tengah menunggu kau. Memangnya kau sudah lupa akan pambekmu? Bukankah sekarang tiba saatnya melaksanakan cita2mu? Asal ada secercah harapan melarikan diri, tidak seharusnya kau mandah duduk disini menunggu ajal."

Hati Bu-lim-thian-kiau seperti dipukul godam, seketika dia tersentak sadar, katanya: "Terima kasih kau memperingatkan kepadaku, baik, kita bergerak menurut keadaan."

Baru saja Hong-lay-mo-li mau memanggil kepala Busu itu masuk, tiba2 didengarnya ada suara percakapan orang diluar, jelas ada dua orang tengah melangkah masuk. Kedua orang ini bukan lain adalah Jilian Ceng-sia dan Cutilo.

Sudah tentu kepala Busu itu heran melihat kedatangan Cuncu, tanyanya: "Cuncu, kaupun kemari juga?"

"Kenapa? Aku tidak boleh kemari? Baginda yang suruh aku kemari, memangnya kau mau bukti?" Ter-sipu2 kepala Busu menjura, katanya: "Hamba tidak berani, Tapi dayangmu berada didalam. Katanya kau suruh dia kemari, kukira kau tidak akan kemari."

Cutilo kaget, teriaknya: "Cuncu, ini, ini... aduh!"

Jilian Ceng-sia turun tangan secepat kilat, kedua jarinya menutuk ke Hun-bun-hiat. Hun-bun-hiat adalah salah satu jalan darah pelemas diantara dua belas Hiat-to yang lain, kalau sampai tertutuk dengan Jiong-jiu-hoat, kepandaian silat setinggi langitpun takkan berkutik lagi.

Begitu berhasil bukan kepalang senang hati Jilian Ceng-sia, sebat sekali dia menubruk maju dengan sejurus Liong-sing- joan-cing, jarinya mencengkram ketulang pundak Cutilo.

Tak nyana Cutilo ini cukup cerdik, waktu mendengar perkataan kepala Busu tadi dia sudah tahu telah terjadi sesuatu, cuma dia belum curiga akan permainan Cuncu ini. Begitu tahu gelagat tidak baik, segera dia gunakan cara menutup Hiat-tu, maka badannya hanya sedikit kesemutan, tidak sampai roboh, cuma dia pura2 sempoyongan, untuk memancing lawan.

Jurus Liong-sing-joan-cumg yang dilancarkan Jilian Ceng- sia baru saja menyentuh pundak Cuti!o, sc-konyong2 Cutilo menghardik keras, cepat tangannya terangkat dan membalik, berbareng jarinya menggantol dan mcnowel, berbalik dia mencengkram pergelangan tangan Jilian Ceng-sia.

Lwekang Cutilo lebih tinggi dari Jilian Ceng-sia, namun dia tidak berani turun tangan secara keji, ma-ka tujuannya hanya hendak menangkap Cuncu dan diserahkan kepada Wanyan Liang saja.

Sudah tentu peristiwa yang terjadi diluar dugaan ini menimbulkan kegemparan para Busu yang bertugas di penjara, cepat kepala Busu maju merintangi ditengah mereka seraya berteriak: "Cuncu, Hoat-tong, apakah yang terjadi, bicara saja jangan berkelahi." Kedatangan kepala Busu ini kebetulan bagi Jilian Jilian Ceng-sia yang merasa berat menahan tekanan lawan. "BIang" begitu Jilian Ceng-sia menyelinap minggir, kontan badan kepala Busu terjungkal balik terkena pukulan Cutilo, sebat sekali Jilian Ceng-sia sudah mencabut golok sabitnya.

Golok ini peranti menutuk Hiat-to juga, jurus permainannya aneh dan banyak ragamnya, begitu turun tangan dua Busu disebelahnya dia bikin terjungkal roboh, srei, sret, sret, beruntun tiga kali Cutilo dicecar.

Terpaksa Cutilo tanggalkan jubahnya, sekali sendal kasa merahnya segera berkembang seperti layar perahu yang terhembus angin kencang, sekaligus dia punahkan tiga kali bacokan golok Jilian Ceng-sia.

Teriaknya: "Cuncu ini pasti palsu, kalian tak usah takut, hayo ringkus dia."

Kepandaian kepala Busu ternyata tidak lemah, meski badannya jungkir balik, ternyata tidak lerluka, begitu kaki menginjak bumi segera dia melenting bangun terus memburu maju pula, teriaknya: "Peduli jdia tulen atau palsu, tugas kita adalah jaga penjara, siapapun yang berani meluruk kemari harus ditangkap."

"Cici keluarlah!" teriak Jilian Ceng-sia! Teriakan ini menyadarkan kepala Busu, teriaknya "Lekas ringkus dayang itu, lindungi tawanan!"

Sekali kaki mendepak "Blang" Cutilo tendang pintu penjara menjeplak terbuka.

Sejak tadi Honglay-mo-li sudah berjaga dibalik pintu, baru kaki Cutilo melangkah masuk. "Sret" pedangnya lantas menusuk kelutut orang.

Hong-Iay-mo-li cukup cerdik, tipu dayanya yang pertama gagal, lekas sekali dia sudah gunakan tipu yang lain, maksudnya hendak membekuk Cutilo dan memaksanya menyerahkan obat pemunahnya.

Sudah tentu mimpipun Cutilo tidak menduga bahwa dayang yang satu ini adalah samaran Hong lay-mo-li, meski dia berkelit dengan tangkas, tak urung dia tetap keselomot juga. Terdengar cret dengan jurus Cap-ji-pai-lian kakinya melayang menendang, namun ujung pedang Hong-lay-mo-li sudah melukai pahanya.

Sayang sekali terpaut sedikit saja tidak mengenai Hiat-to dilututnya, maka luka ini hanya luka luar dikulit dagingnya saja, untung tujuan Hong-lay-mo-li menawannya hidup2, kalau tidak kakinya itu tentu sudah buntung.

Beberapa gebrak kemudian lekas sekali Cutilo sudah tahu bahwa lawan yang dihadapi adalah Hong-lay-mo-li, keruan bukan kepalang kaget dan gusarnya, dengan menggerung kembali dia sendal kasanya menyapu kearah Hong-lay-mo-li Bentaknya: "Perempuan iblis yang bernyali besar. Hayo bantu kemari"

Lwekang mereka sebenarnya setanding, karena terluka Cutilo setingkat lebih rendah, tapi dalam waktu dekat sulit juga Hong-lay-mo-li membekuk lawan-nya, Kasa Cutilo menderu2, kebut Hong-lay-mo-li selalu kena disampuk balik, beberapa jurus serangan pedang Hong-lay-mo-li yang lihay dan ganaspun kena dia patahkan, tahu2 dia menyelinap dari samping orang terus menerjang maju.

"Lari kemana!" bentak Hong-lay-mo-li kerahkan tenaga dalamnya, sekali gentak dia timpukan beberapa utas benang kebutnya. Kamar penjara gelap, samberan benang kebut tak bersuara lagi, betapapun tinggi kepandaian Cutilo, kali ini tak mampu menyingkir lag.

Kasanya hanya berhasil menangkis tusukan pedang Hong- lay-mo-li, tahu2 dua utas benang kebut sudah menusuk kepundaknya seperti tertusuk dua batang jarum keruan sendi tulangnya linu dan sakit luar biasa.

Permainan pedang Hong lay-mo-li sekencang kitiran, baru saja dia hendak tambahi tusukan ke Hiat-to lawan-, se- konyong2 terasa ingin kencang membelah udara dibelakangnya, ternyata Kepala Busu itu menerjang masuk.

Kepandaian kepala Busu ini bukan tandingan Hong-lay-mo- Ii, tapi kepandaiannya tidak lemah, beberapa jurus dia masih mampu melawan, Badan Hong-lay-mo-li setengah miring, kebutnya terayun hendak merebut senjata orang, begitu kekuatan Lwekangnya sedikit terpencar, Cutilo berhasil menerjang keluar dari Iingkupan gaya pedangnya. sehat sekali dia menubruk kearah bayangan hitam yang berada dikaki tembok sana.

Cutilo insaf setelah dirinya terluka lebih bukan tandingan Hong-lay-mo-li lagi, maka dia bertujuan licik, pikirnya hendak membekuk Bu-lim-thian-kiau sebagai sandera. Diluar tahunya setelah menelan Pik-sia-tan, kekuatan Bu-lim-thian-kiau sedikit demi sedikit sudah terhimpun, kini sudah dua bagian tenaganya terkumpul, tapi untuk menghadapi Cutilo sudah tentu masih jauh dari pada kuat.

Untung tujuan Cutilo hanya ingin menawannya, tidak berani mencelakai jiwanya, Dikiranya setelah makan Hap-kut-san Bu- hm-thiau-kiau tidak mampu berkutik lagi Maka sedikitpun dia tidak ragu2 menubruk maju terus mencengkram.

Bu-lim-thian-kiau meraih rantai dengan Pa-ong-pian-sek (Pa-ong mencambuk batu) rantainya menyapu pergelangan tangan orang, meski tenaganya belum pulih, tapi kepandaian silat Bu-lim thian-kiau jauh lebih unggul dari Cutilo, maka cengkraman jari Cutilo tepat mengenai rantai besi, berbareng dituntun kesamping, tanpa kuasa tubrukan badan Cuiilo kena terseret ke samping, bukan saja menubruk tempat kosong, hampir saja dia terjerembab jatuh. Keruan kejut Cutilo bukan main, Bu-lim-thian-kiau ternyata masih bisa bergerak. Tapi Cutilo han-ya sedikit putar setengah lingkar, lekas sekali dia sudah kendalikan badan, setelah menerima jurus ini, dia tahu tenaga Bu-Iim-than-kiau paling baru dua bagian saja, Segera dia cengkram rantai itu lebih kencang terus memukul dengan telapak tangan Bu-lim-thian- kiau tergetar pecah.

"Toa-hwesio," jengek Bulim-thian-kiau, "kepandaian Kek- but-goan kangmu belum sempurna," duduk di-tanah langsung dia semendeh ke belakang dinding, "Trang" rantai besi itu menerjang dinding, gempuran tenaga dalam Cutilo teralihkan menggempur dinding karena permainan Kek-but-joan-kang yang dilontarkan Bu-lim-thian-kiau.

Betapapun kuat tenaga dalam Cutilo masakah kuat menggempur dinding, sedikitpun Bu-lim-thian kiau tidak kurang suatu apa, malah telapak tangan Cutilo sendiri yang lecet berdarah.

"Trak" rantai itu putus ditengah, langkah Cutilo sempoyongan, baru saja dia hendak menubruk maju lagi, didengarnya senjata menyamber dibelakangnya. Ternyata Hong-lay-mo-li sudah berhasil merobohkan kepala Busu itu, sebat sekali dia memburu datang menolong Bu-lim-thian-kiau.

Setelah terluka, Lwekangnya terkuras oleh tipu daya Bu- lim-thian-kiau lagi, mana Cutilo kuat melawan Hong-lay-mo-li, "sret" pedang Hong-lau-mo-li, tepat mengenai Jian-kin-hiat.

Tenaga yang dikerahkan kebetulan pas2an, sedikit lebih berat dari Jiong-jiu-hoat, kontan Cutilo roboh tak berkutik lagi.

Sementara itu Jilian Ceng-sia masih berkutet melabrak lima Busu yang mergeroyoknya, dia baru berhasil merobohkan dua diantaranya, Lekas Hong-lay-mo-li memburu keluar membanlunya, kejap lain tiga lawannya berhasil dirobohkan pula. "Bagaimana keadaan Tam-suheng?" tanya Jilian Ceng-sia. "Tidak apa2, lekas kau masuk!"

Waktu itu sebarisan Wisu sudah mendengar ribut2 disini, cepat memburu datang mengepung kamar penjara ini dengan rapat.

Setelah Jilian Ceng-sia masuk kedalam penjara Hong-lay- mo-li lantas tutup pintu. Daon pintu terbuat dari papan besi yang tebal beberapa senti, Hong-lay-mo-Ii berkata: "Untuk menjebol pintu masuk kemari, sedikitnya mereka harus makan waktu setengah jam, Kita cari dulu obat penawarnya"

Dari dalam baju Cu-tiIo Hong-lay-mo-li banyak mengeluarkan banyak macam obat2 puyer dan pil, entah macam yang mana obat penawarnya.

"Jiwamu berada ditanganku, katakan yang mana obat penawarnya, jiwamu boleh kuampuni," Cutilo bungkam.

"Jangan kau mimpi hendak jadi Koksu negeri Kim, kehancuran Wanyan Liang akan terjadi hari ini. coba kau dengar, pasukan besar kita sudah menyerbu datang."

Cutilo cukup ampuh dalam kepandaiannya dia pintar mendekam mendengar suara dari dalam bumi, kini kebetulan rebah ditanah, meski Hiat-to tertutuk, kepandaian kilatnya ini masih mampu bekerja Dengan seksama dia pasang kuping, memang 1apat2 dia dengar suara gaduh dari pertempuran besar dibawah gunung, kira2 lima enam li dari sini. Tapi Cutilo tetap bungkam.

Keruan Jilian Ceng-sia gusar, serunya: "Kepala, gundul takkan menyesal mesti jiwa melayang, kau rela menjual jiwa bagi Wanyan Liang."

"Wanyun Liang melayaniku sebagai Koksu, meski matipun aku tidak menyesal, memangnya sudi aku di-paksa?" "Kau kira Wanyan Liang benar2 menghormatimu sebagai Koksu? Baik, coba kau dengar apa yang dipercakapkan diluar itu, aku sih tidak ingin bunuh kau, tapi Wanyan Liang mungkin menginginkan jiwamu juga."

Sementara itu suara gempuran dari luar dengan caci maki tak henti2nya, pintu besi seberat dan setebal itu hampir bobol digempur beramai2. Terdengar kuasa penjara sedang berkaok2: "Tak usah kuatir, gunakan api!"

Kepala Busu berkata: "Membakar penjara? Tapi Sia-Jit Hoatong juga didalam! Kabarnya dia hendak diangkat jadi Koksu negeri Kim kita."

Kuasa penjaga berkata: "Baginda pernah bilang bekerja memungut yang untung, jikalau perempuan iblis berhasil menolong Bu-lim-thian-kiau, bencana lebih besar bagi kita. Kini kita sedang berhadapan dengan pasukan Song, jangan dibiarkan orang2 mereka membuat onar dalam pasukan kita, menambah sayap belaka, jangan kata Cutilo belum diangkat secara resmi, umpama benar-2 sudah jadi Koksu, terpaksa harus membakarnya sekalian."

"O, kalau begitu memang kehendak Bugmda sendiri?" "Selamanya aku bekerja dengan hati2. sudah tentu aku

sudah mohon petunjuk Baginda, kalau tidak masakah berani turun tangan, Waktu amat mendesak, tangan cerewet lagi, hayo lepas api bakar sampai habis."

"Baiklah. kalau memang kehendak Baginda, hayo lekas bakar, bakar!"

Penjara ini dikelilingi tembok batu hijau yang setombak lebih tingginya, bagian atas ada dibuat jendela berterali besi, dalam sekejap asap tebal sudah bergulung masuk dari lobang jendela, Cutilo batuk2 dan merasa sesak lebih dulu. Bukan Cutilo takut mati, tapi demi gengsi, sebelum tiba saat genting dia tidak akan mau menyerah. Kini mendengar Wanyan Liang suruh membakar dirinya, keruan gusar dan kaget, katanya: "Baik, Wan-yan Liang sekejam itu kepadaku, apa pula yang kuharapkan dari padanya? Nah inilah obat penawarnya, kalian ambil!"

Sudah tentu girang bukan main Hong lay-mo-li, lekas dia jejalkan kemulut Bu-lim-thian-kiau. Tak lama kemudian uap putih mengepul dari kepaIa Bu-lim-thian-kiau.

"Bagaimana manjur tidak?" tanya Hong-lay-moli sesaat kemudian.

Bu-lim-thian-kiau menjawab dengan manggut2 kepala. Setelah tahu akan kemanjuran obat itu, segera Hong-lay-

mo-Ii membuka Hiat-to Cutilo. Cutilo mengunjuk rasa kuatir, katanya: "Mungkin..." kata2nya dia telan kembali.

"Mungkin kenapa?" tanya Hong-lay-mo-li.

Api berkobar semakin besar, seluruh bangunan penjara sudah menjadi lautan api, terdengar suara blandar terbakar dan sembarang waktu penjara ini bisa runtuh. Asap semakin tebal sehingga pernapasan mereka semakin sesak.

Meski sudah menelan obat penawarnya, untuk memulihkan tenaga Bu-lim-thian-kiau harus makan waktu setengah jam.

Yang dikuatirkan Cutilo adalah waktunya tidak keburu lagi, mungkin sebelum obat penawar bekerja dalam badan Bu lim- thian-kiau, mereka sudah sama terkubur dilautan api.

Tapi kalau tiada bantuan Hong-lay-mo-li dan Bu-lim-thian- kiau, seorang diri Cutilo takkan bisa meloloskan diri.

Cutilo tidak menjawab, Hong-lay-mo-li sudah tahu apa yang dikuatirkan. Guguppun tiada gunanya, terpaksa Hong-Iay-mo- li berdiri disamping Bu-lim-thian-kiau bantu menyampuk asap supaya pernapasannya tidak terganggu. "Bluk!" blandar besar tepat diatas kepala mereka patah dan jatuh, lekas Cutilo angkat kedua tangan mendorongnya kesamping menumbuk tembok. Tembok menjadi panas serasa hampir lumer oleh kobaran api, ditumbuk kayu sebesar itu sekelika gugur dan terbukalah sebuah lobang, cukup tiba untuk dua orang menerjang keluar bersama, asap api segera terhembus keluar lewat lobang besar itu.

Tiba2 Bu-lim-thian-kiau mencelat berdiri, serunya-"Liu Lihiap, mari kita bertanding pukulan!" kiranya setelah minum Pik-sia-tan lebih dulu, tenaga Bu-lim-thian-kiau tiga bagian sudah pulih, setelah minum obat penawarnya lagi, maka kasiatnya lebih manjur. Maka Lwekangnya lebih cepat pulihnya.

Sekilas Hong-lay-mo-li melengak, katanya: "Bagus. Adik Sia, kau ikuti aku!" bersama Bu-lim-thian-kiau angkat kedua tangan masing2, terdengar deru angin keras seketika menghembus bara api yang berkobar di-sebelah luar.

Berbareng Cutilo kembangkan kasanya. dimana kasanya mengebut api yang berkobar dide-pan seketika dibikin tersiak- kesamping.

Mereka sama memiliki kepandaian yang tinggi, cukup menutul kaki badan lantas melenting secepat anak panah, bagai kecapung menutul air, lekas sekali mereka sudah keluar dari kurungan api.

Paling sepatu mereka yang terbakar dan telapak kaki seperti di selomot api.

Tapi begitu menerjang keluar dari dinding api, mereka dihadang oleh tembok manusia, perwira2 Gi-lim-kun dan para Busu yang biasa berada disekeliling Wan-yan Liang, kebanyakan sudah dikerahkan datang, ratusan orang menjadi barisan tembok yang tak mungkin dijebol, Bu-lim-thian-kiau dan lain2 terkepung dite-ngah. Pada saat itulah kumandeng gelak tawa yang menusuk pendengaran tampak Wanyan Liang diiringi para anak buahnya muncul dari belakang orang banyak.

Wanyan Liang tertawa dmgin, jengeknya: "Tam Ih-tiong, sungguh besar rejekimu, sicantik semanis ini rela menolongmu. Sayang kau tetap takkan lolos dari telapak tanganku."

"Mulut anjing tidak tumbuh gading-" damrat Hong-lay-mo-li gusar, sekali kebutnya menyabet dia gulung dan rampas sebatang golok seorang Busu didepan-nya. sekali ayun dan timpuk, golok panjang ini berubah selarik sinar meteor jatuh, melampaui tembok manusia langsung terbang kearah Wanyan Liang.

Sayang jaraknya terlalu jauh, daya luncuran golok terbang ini sudah lemah, maka dengan mudah Kiu-lo Siangjin yang selalu berjaga disamping Wanyan Liang memukulnya jatuh dengan kecer terbangnya

Wanyan Liang gelak2. serunya: "Sungguh tak nyana gadis secantik dan semungil ini, ternyata adalah kepala perampok dari lima propinsi utara. Kau kira dengan kekuatan kura2 dan bulus2mu ini mampu berhadapan dengan aku? Ketahuilah, tujuh delapan rombongan rampok yang kau utus kemari seluruhnya sudah kujaring, kini seluruhnya terkepung tak dapat lolos lagi! jangan kau mimpi hendak bertentangan dengan aku.

Lebih baik kau menyerah saja dan menjadi selirku, kau bisa hidup mewah berkecukupan, kan lebih enak dari pada kau mejadi kepala rampok, Kalian dengar, tangkap dia hidup2, pahala besar menanti di-hadapan kalian!"

Hong-lay-mo-li kembangkan ilmu pedangnya, Busu yang menerjang maju tertusuk Hiat-tonya. Sayang musuh terlalu banyak, roboh satu maju dua, untuk menjebol kepungan terang usaha Hong-lay-mo-li sesulit manjat langit. Jilian Ceng-sia berdampingan dengan Hong-lay-mo-li, para Busu masih kira dia sebagai Cuncu, maka mereka tidak berani mendesak terlalu dekat kepada orang yang disayang Baginda.

HuIukay segera mendekati Wanyan Liang, katanya: "Cuncu memberontak, Baginda ingin menangkapnya atau mati?"

"Jilian Ceng-poh," seru Wanyan Liang, "aku baik hati mengasuhmu dan kuangkat menjadi cuncu, kau tidak membalas budi malah memberontak! Hm, memangnya kaupun kepincut kepada Tam Ih-tiong? Dosamu pantas di injak2 kuda, mengingat jasa2mu, lekas kau menyerah, jiwamu masih boleh diampuni."

Terang Wanyan Liang masih belum tahu akan penyamaran Jilian Ceng-sia. sebetulnya Jilian Ceng-sia amat gusar, namun dia lantas berpikir: "Biar dia salah paham, kelak jalan belakang cici biar buntu."

Setelah merobohkan Busu2 yang menyerang, Jilian Ceng- sia menjadi gusar, damratnya menuding dengan golok sabitnya: "Budi apa kau berikan kepadaku? Kau membunuh ayahku. membuat sandiwara menipuku, merusak nama baik ayah, kau kira aku tidak tahu?"

Seketika berubah air muka Wanyan Liang, katanya tertawa dingin: "Baik, kau sudah tahu. jangan harap kau bisa hidup."

Jilian Ceng-sia adu pungung dengan Hong-lay-mo-li, kebut beterbangan, hawa pedang berkembang, sinar golok laksana salju beterbangan, semua musuh yang melabrak dari segala jurusan dipukul mundur, seruling Bu-lim-thian-kiau terampas waktu dirinya tertawan kini dia gunakan sepasang kepelannya, namun tiada orang yang mampu mendekati, cuma dia tidak mau banyak melukai Busu bangsa dewek, maka dia kembangkan Kim-na-jiu-hoat, satu persatu dia lempar Bu-su2 yang mendekatinya, atau merebut senjatanya, supaya orang tahu diri dan mundur teratur. Memangnya para Busu ini amat mengaguminya, maka mereka hanya mengepung dan bertariak2 garang, tiada yang berani menyerang sungguhan, namun mereka megepung sesungguhnya

Cutilo terpisah disebelah sana, Para Busu tahu orang sudah menjadi kawan Bu-lim-thian-kiau, karena tahu orang sebagai tamu agung, mereka sungkan juga turun tangan. Tapi melihat orang menerjang keluar bersama Bu-lim-lhian-kiau maka merekapun mengepung dengan ketat, tidak berani membiarkan orang pergi.

"Sia-jit Hoatong adalah orang sendiri," demikian teriak Wanyan Liang, "dia kena dihasut oleh perempuan siluman ini, kalian tidak usah menyerangnya." anak buahnya segera berhenti dan mundur.

"Hoatong bantulah aku menangkap Hong-lay-mo-li, "seru Wanyan Liang lebih lanjut, "Tim kelak angkat kau sebagai Koksu."

Sebetulnya Wanyan Liang mulai curiga kepada Cutilo, namun dia lebih mementingkan menangkap Hong-lay-mo-li, maka dia hendak memancing Cutilo untuk setia kepadanya.

Cutilo ter-loroh2 panjang, katanya: "Terima kasih akan penghargaan Baginda. Beruntung pinceng tidak mati terbakar kedudukan Koksu segala sudah tidak berani kuinginkan lagi. Harap Baginda idzinkan pinceng pulang kenegeri saja."

Wanyan Liang melengak sebentar, lekas sekali dia gelak2, serunya: "Hoatong agaknya salah paham, sebetulnya tiada maksudku membakar kau. Beruntung kaupun dapat lolos, harap Hoatong tak usah curiga, malam ini Tim masih memerlukan bantuanmu!"

Cutilo sudah tahu keculasan dan kekejaman Wanyan Liang, masakah bisa ditipu lagi, katanya dingin: "Jago2 kosen Baginda tak terhitung banyaknya, pinceng orang liar dari bangsa lain! masakah bisa bantu apa? Biarlah aku pulang saja."

Berubah muka Wanyan liang, katanya: "Baik, kau tidak mau tinggal, aku tidak memaksa. Diharap dihadapan raja negerimu kau suka limpahkan maksud baikku untuk berdampingan secara damai, Hai anak2 hayo beri jalan, biar Hoatong turun gurung!"

Cutilo keluar dari kepungan, lalu merangkap tangan, katanya: "Pinceng mohon diri!"

Baru beberapa langkah dan suaranya belum lenyap, tiba2 Wanyan Liang membentak: "Lepas panah!" Lima ratus anak buahnya yang sudah siap pasang busur dan panah beracun serempak membidik panahnya bagai hujan lebat.

Cutilo menyangka orang masih segan membunuhnya mengingat persahabatan kedua negeri, maka orang tidak berani turun tangan, siapa tahu Wanyan Liang berani turun tangan sekejam ini sungguh kasihan, meski ilmu silat Cutilo amat tinggi, masakah dia mampu melawan bidikan ratusan anak panah?

Dengan mengayun kasanya, Cutilo berusaha kebut rontok panah2 yang memberondong selebat hujan deras, tapi betapapun cepat dan perkasa perlawanannya tak urung pundak, pinggang, paha dan perutnya masing terkena beberapa batang, ujung panah2 ini sudah dilumuri racun paling jahat dari jambol merak, hanya terkena sebatang saja jiwa sukar dipertahankan apalagi sekaligus dia terkena beberapa batang?

"Wanyan Liang!" suara Cutilo bagai singa menggerung gusar, "Kau, kau sungguh kejam!" semula suaranya bagai guntur menggelegar, tapi sampai kata terakhir suaranya berubah serak dan kering, akhirnya berubah seperti ratapan. Wanyan Liang gelak2, serunya: "Kau pandai menggunakan racun, Tim hanya menggunakan keahlian orang untuk membunuh orang itu pula!"

Menghitam biji mata Cutilo, katanya menghela napas: "Karma, karma! Tapi iidak seharusnya aku mati ditanganmu!" disaat dia bicara ulu hatinya kembali tersambit sebatang panah lagi, Hou-deh-sin-kang pelindung badan Cutilo sudah pecah, sekonyong2 badannya mencelat seperti ayam sekarat setinggi setombak lebih, dengan sisa tenaga dalam suaranya dia berteriak: "Wanyan Lnng, kau kejam! Menjadi setan gentayangan aku pasti akan membuat perhitungan kepadamu."

"Blang" badannya terbanting keras diatas tanah dan putus napasnya.

Wanyan Liang tertawa dingin, katanya: "Bukan Tim kejam bertangan gapah, kalau kau curiga kepada Tim, memangnya Tim harus membiarkan kau pulang ke negerimu lalu mengadu biru dihadapan raja Turfan?"

Cutilo pernah bersekongkol dengan Wanyan Tiang-ci membunuh Ko-gwat Siansu.

Bu-lim-thian-kiau dan lain2 sebetulnya menaruh rasa dendam kepadanya, tapi melihat cara kematiannya yang begitu mengenaskan hati, ikut simpatik dan bela-sungkawa, kini lebih besar kebencian dan dendamnya akan kelaliman Wanyan Liang.

Kembali Wanyan Liang geIak2, serunya: "Kalian sudah melihat akhir jiwa Cutilo bukan? jikalau siapa saja berani membangkang dan melawan kehendakku, Cutilo menjadi contoh bagi kalian."

Bu-lim-thian-kiau gusar, damratnya: "Seorang laki2 sejati masakah takut mati, mesti aku mati juga takkan sudi menyerah kepadamu." Dengan tertawa dingin Hong-lay-mo-li menambahkan: "Wanyan Liang. Kematianmu juga sudah didepan mata, Kehidupan manusia harus mati juga akhirnya, tapi mungkin setelah kematianmu, bau busukmu akan abadi sepenjang masa, kau selalu akan dimaki dan di-ludahi orang."

"Bagus!" Wanyan Liang mencak2 gusar, "Kau tidak tahu diuntung, Tim tidak akan sayang lagi kepa-damu, Hayo lepas panah bunuh mereka semua, hidup tak bisa ditangkap, bunuh saja habis perkara!"

Pertempuran sengit dan acak2kan, anak panah tak bisa dipergunakan lagi, maka Bu-lim-thian-kiau bertiga kini tak usah kuatir dan ber-jaga2 dari bokongan panah gelap, Tapi dengan kehadiran Wanyan Liang sendiri yang mengawasi pertempuran ini, para Busu terpaksa harus menjual jiwa menyerang dengan berani mati, sudah tentu lama kelamaan Bu-lim-thian-kiau kehabisan tenaga.

Tatkala itu kentongan ketiga tepat Hong-lay-mo-li amat kuatir dan gelisah sanubarinya. sekonyong2 terdengar suara gemuruh seperti bunyi ledakan bom yang bergulung2 dari kejauhan.

Se-konyong2 dari ufuk timur sana seperti berlomba menjulang tinggi ratusan ular emas, cahaya api yang benderang menerangi langit.

Berkerut alis Wanyan Liang, hatinya kebat kebit. Tiba2 dilihatnya Panglima garis belakang Uji lari mendatangi dengan langkah ter-gopoh2, dengan suara sengak dia berteriak2 dari kejauhan: "Baginda, Baginda, urusan amat celaka!"

Wanyan Liang amat kaget, sengaja dia pura2 te-nang: "Kenapa ter-gopoh2? Laporkan dengan baik."

Setelah napasnya rada teratur Uji baru melanjutkan laporan: "Armada pelopor kita yang mendahului kesebrang ternyata masuk perangkap musuh, mungkin... mungkin musnah seluruhnya!" Wanyan Liang setengah percaya, katanya: "Mana mungkin?

Kekuatan armada kita sepuluh lipat lebih besar dari tentara Song, kapal yang digunakan ada tiga ratus lebih, meski Loh Bun-ing kerahkan seluruh kekuatan armadanya juga tak kuat menandingi jumlah ini. Hanya kita yang mengepung mereka, masakah sebaliknya malah?"

"Ada yang belum Baginda ketahui." tutur Uji lebih lanjut, "armada kita dibawah petunjuk Han-sam-niocu, perairan yang dituju amat berbahaya, arus air amat deras, lebar sungaipun amat sempit, armada Song sebelumnya sudah terpendam disana, ditengah jalan menyergap, dengan timpukan bom batu menenggelamkan banyak kapal kita, lebih celaka lagi mereka menyerang dengan api, malam ini angin kebetulan menghembus kencang, begitu kapal didepan terbakar, api berkobar lebih cepat dan menjalar kebelakang terhembus angin barat laut sehingga jalanan buntu, untuk putar balik terang tidak mungkin.

Baginda coba lihat cahaya api, langit setengah terbakar merah dibagian tiangkang sebela barat, Malam ini, mungkin seluruh armada kita bisa hancur lebur!"

Baru sekarang Wanyan Liang tahu, ratusan ular mas yang berlomba saling terjang diangkasa itu ternyata adalah serangan panah api dari pihak tentara Song.

Seketika berjingkrak gusar Wanyan Liang, dampratnya: "Bangsat perempuan yang pantas mampus, berani dia menjadi mata2! Keparat Wanyan Tiang-ci mau percaya begitu saja!

Lekas tangkap dia dan bunuh!" dia terlalu repot dengan amarahnya, sehingga tidak terpikir bahwa Han-sam-niocu berada digaris depan memimpin armadanya.

Sebetulnya caci maki Wanyan Liang bisa membuat Han- sam-niocu penasaran, Arah perairan yang dia tempuh sebetulnya memang tidak salah, disini pihak Song tidak pernah perhatikan, pertahananpun amat lemah, hal ini sudah diketahui baik oleh Han-samniocu, tak nyana rahasia ini sudah dibocorkan lebih dulu oleh Yalu Hoan-ih kepada Loh Bun-ing sehingga orang bisa mempersiapkan diri lebih dulu, sudah tentu armada besar ini masuk perangkap dan mati kutu ditempat dan tak bisa berkutik menunggu ajal belaka.

Uji gemetar, katanya tergagap: "Perempuan keparat itu berada dikapal, entah kapalnya tenggelam tidak. Dalam waktu dekat tentu sukar untuk menangkapnya ."

"Baik, tak bisa tangkap perempuan keparat itu, suruh Wanyan Tiang-ci kembali, dia yang berani menanggung orang ini, Tim akan menuntut dosa kepadanya."

Belum habis dia bicara, tiba2 terdengar tambur di-tabuh, serombongan pasukan berkuda berderap sehingga bukit ini se-akan2 bergoncang.

Uji berteriak ketakutan: "Celaka, Baginda lekas lari.

Pasukan Song menyerbu datang."

Wanyan Liang diam saja, tiba2 dia lolos pedang pusaka sekali tabas, dia potong badan Uji menjadi dua, bentaknya beringas: "Kurangajar, kau berani pengaruhi tekad juang tentaraku, Meski armadaku di Tiangkang menemui kehancuran, pasukan Song takkan mungkin menyerbu begini cepat, siapapun dilarang gugup, bunuh dulu orang2 itu!"

Setelah membunuh Uji dengan angkat pedang Wanyan Liang memberikan perintahnya. maka para busu lebih ketakutan, tiada yang berani lari. Tapi kenyataan derap langkah kuda yang begitu besar jumlahnya benar2 membawa wibawa yang luar biasa, sehingga semua orang yang berada diatas bukitpun merasakan, bagaimanapun terpengaruh juga hati mereka sebaliknya Hong-lay-mo-li bertiga terungkit semangat tempurnya, mereka kerja sama dengan ketat saling tolong, meski tenaga semakin lemah. para Busu yang sudah dibayangi rasa gelisah tak mungkin bisa menangkap atau membunuh mereka lagi.

Tiba2 tampak debu mengepul tinggi, pasukan Gi-lim-kun tersiak minggir. dibawah sinar rembulan tampak seorang naik kuda putih dibedal kencang mendatangi.

Baru saja Wanyan Liang kaget Kiu-lo Siangjin di sebelahnya sudah melihat jelas siapa yang mendatangi katanya keras: "Baginda harap tenang, Hongsiok telah datang."

Benar juga kuda putih itu cepat sekali sudah berhenti didepan Wanyan Liang, waktu orangnya melompat turun memang benar Wanyan Tiang-ci adanya, Amarah Wanyan Liang memuncak lagi, dampratnya: "Tiang-ci, kau bikin Tim serba celaka, kau tahu dosamu?"

"Hamba datang terlambat melindungi Baginda, sehingga Baginda kaget." sahut Wanyan Tiang-ci, tiba2 dia ayun perutnya menuding kearah Jilian Ceng-sia. katanya: "Siluman perempuan ini memalsu Cuncu, hamba tidak kurang periksa, memang dosaku pantas mati."

Wanyan Tiang-ci tidak tahu bahwa yang dimaksud Wanyan Liang bukan soal ini, keruan semakin kejut Wanyan Liang, tahu situasi berubah tiada tempo membuat penyelesaian soal Han-san niocu lagi, lekas dia bertanya: "Darimana kau tahu?"

"Bukan saja Cuncu ini palsu, Yalu Hoan-ih juga belum mati, kini sedang pimpin pasukan pemberontaknya menyerbu kemari, Harap Baginda lekas memberi putusan, bertahan atau mundur."

Kembali Wanyan Liang berjingkrak kaget, seru-nya: "Ada kejadian ini? Kau bertemu dengan Yalu Hoan-ih?"

"Waktu hamba tiba diperkemahan Yalu Hoah-ih, semua pasukannya sudah mundur dalam keadaan kosong, Tahu situasi berubah hamba lekas bedal kuda kembali, dibawah gunung berpas2an dengan pasukan pemberontak yang dipimpin Yalu Hoan-ih Hamba menerjang keluar kepungan secepatnya lari kemari melindungi Baginda."

Tahu yang menyerbu datang bukan pasukan Song rada lega hati Wanyan Liang, namun disaat2 dia menghadapi musuh luar, dari dalam ada pemberontakan betapapun hal ini amat genting. Dengan gusar segera Wanyan Liang memberikan perintahnya: "Bertahan dulu, kumpulkan bala bantuan. Kalau tidak kuat baru mundur. sekarang tugasmu meringkus atau bunuh saja Cuncu palsu dan Tam ih tiong untuk melampiaskan penasaran hatiku."

Wanyan TJang-ci angkat kedua tangannya serunya: "Berbakti demi negara, kapan lagi saatnyai Hayo saudara2 kini tibalah waktunya, maju bersamaku!"

Bu-lim-thian-kiau tertawa dingin, jengeknya. "Bakti demi negara macam apa perbuatanmu ini". Kau justru setia bagi Bagindamu yang lalim dan kejam. Wanyan Liang culas dan tak berbudi, sampaipun ibu kandungnyapun dibunuh, Baginda yang dogol dan kejam seperti ini, Coba kalian pikir, patutkah kalian setia kepadanya?"

"Mulutmu kotor menghina Baginda, dosamu patut dicacah hancur badanmu!" damprat Wanyan Tiang-ci.

"Kau menjilat dan bantu kejahatan dosamu lebih patut disamber geledek!"

"Bacok hancur badannya!" teriak Wanyan Tiang-ci terus mendahului maju, "sret" pecutnya menyambar kearah Bu-lim- thian-kiau.

Bu-lim-thian-kiau tidak membekal senjata, tidak berani melayani pecut Wanyan Tiang-ci, dalam kesibukannya lekas dia berkelit badannya berputar mengikuti arah ujung pecut, ujung pedang terpaut beberapa dim dari badannya, Waktu berkelit itulah Bu-lim thian-kiau sekalian merebut golok besar dan sebatang tombak dari Busu yang dekat dibelakangnya, keruan para Busu sama mundur ketakutan.

Serangan pertama gagal, pecut Wanyan Tiang-ci laksana ular sakti membayangi badannya, ditengah jalan tahu2 sudah putar balik, beruntung menggunakan Lian-hoan-sam-pian, Wi- hong-sau-liu yang diserang adalah Jilian Ceng-sia.

Jilian Ceng-sia tidak mampu melawan, dia terdesak mundur- lekas Hong laymo-ii ayun kebutnya menangkis pergi ujung pecut Wanyan Tiang-ci. Baru sekarang Wanyan Tiang-ci kenali dayang yang tadi itu, segera dia mendengus hidung:

"Perempuan iblis yang bernyali besar!" tiba2 dia gunakan Koay-bong-hoan-sin (ular sanca membalik badan), mengikuti putaran cambuknya badannya ikut membalik, pecutnya menggem-pur kearah Hong-lay-mo-li.

Kepandaian silat Hong-Iay-mo-li memangnya lebih rendah dari Wanyan Tiangci, setelah mengalami pertempuran sengit, tenaganya sudah terkuras lagi, maka begitu kebutan-nya membelit ujung pecut orang, tenaganya kalah kuat, tidak berhasil menarik malah kelarik kedepan hampir jatuh terjerembab.

Bu-lim-thian-kiaU membentak: "Lepas pecut!" sigap sekali dia menerjang maju seraya menabaskan telapak tangannya, Wanyan Tiang-ci tahu kelihayan serangan ini, gesit sekali badannya berputar seraya mendakkan badan, pecutnya ikut tertarik memutar menggeIincir lewat punggung Hong-lay-mo- Ii, cepat sekali kini pecutnya menyapu balik memapak telapak tangan Bu-lim-thian-kiau.

Demi menolong kesulitan Hong-lay-mo-li, Bu-lim-thian-kiau lancarkan serangan maju ini dengan menyerempet bahaya.

Maklumlah pecut panjang tangannya pendek, seketika bayangannya terkurung oleh libatan pecut panjang lawan, untuk berkelit terang tidak mungkin lagi, terpaksa dia harus melawan secara kekerasan dengan sepasang telapak tangannya.

Kepandaian mereka memangnya setanding, tapi Bu-lim- thian-kiau sudah bertempur lama, tenaganya lemah, kini harus melawan pecut orang dengan bertangan kosong. sudah tentu lebih rugi "Sret" dimana pecut itu menyapu miring, punggung tangan Bu-lim-thian-kiau seketika dihiasi jalur warna merah berdarah.

Wanyan Liang kegirangan serunya: "Hong-siok pergencar seranganmu, kalau kau bunuh Tam Ih-tiong, pusaka ini Tim hadiahkan kepadamu." pusaka yang dimaksud Wanyan Liang adalah seruling Bu-lim-thian-kiau.

Seperti diketahui waktu Bu-lim-thian-kiau tertawan, maka serulingnya ini dirampas oleh Wanyan Liang. Wanyan Tiang-ci sejak mula memang menunjukkan keinginannya hendak memiliki seruling ini, maka sebagai perangsang kini Wanyan Liang sengaja katakan hendak menghadiahkan kepadanya supaya orang bekerja lebih giat

Pedang Hong-lay-mo-li dilarikan bagai kitiran, badan membalik tahu2 pedangnya menusuk, bergabung sama Bu- lim-thian-kiau sekuat tenaga mereka menempur Wanyan Tiang-ci.

Tapi dibawah pimpinan Wanyan Tiang-ci Busu2 itu menyerbu dengan gagah berani, kepungan semakin ketat dan mengecil, pedang tombak golok dan berbagai senjata lainnya selalu menyerang dari berbagai arah, sedikit lena darah pasti berceceran

Suara tambur dan gembreng riuh rendah dibawab gunung, itulah dua pasukan besar sedang gempur2an, pertempuran dibawah terang lebih sengit dan dahsyat.

Mengandal bantuan anak buahnya Wanyan Tiang-ci bertempur semakin garang, Bu-lim-thian-kiau sudah terluka tangannya, maka Kim-na-jiu tidak selincah semula, se- konyong2 sebatang tombak menusuk tiba dan menjungkil perutnya, untung dia masih sempat berkelit, hanya kulitnya saja yang keserempet luka2.

Demikian pula dalam perempuran sengit itu, Hong-lay-mo- Ii kena dilecut sekali oleh pecut Wanyan Tiang-ci.

Berkata Bu-lim-thian-kiau dalam seribu kerepotannya: "Liu Lihiap, aku amat menyesal, kau sampai ikut ketimpa malang, aku jadi lebih berdosa terhadap Siau-go-kan-kun, seharusnya kalian berada bersama."

"Belum lagi mampus, jangan putus semangat Tam Ih-tiong, kau memang sahabat baik, aku amat terima kasih kepadamu, jangan katakan siapa bikin susah yang Iain, marilah kita rada mendekat untuk melawan musuh."

Mendengar dorongan semangat Hong-Iay-mo-Ii, bangkit lagi gairah tempur Bu-lim-thian-kiau, kini bersama Jilian Ceng- sia mereka mendekat dan beradu punggung pula menjadi segitiga, musuh tidak diberi kesempatan untuk menerjang maju, mereka melawan terang tak kalah sengitnya.

Wanyan Liang angkat seruling itu lalu ditiupnya. "Trilili..." suaranya nyaring tinggi, suara gaduh dari

pertempuran dan bentrokan senjatapun tidak bisa menelannya Wanyan Liang gelak2: "Dua musuh berhadapan mengadu jiwa, siapa mati susah diramalkan Loh Bun-ing, hayolah kau kemari!"

Tiba2 terdengar sesorang berseru heran, tergetar hati Bu- lim-lhian-kiau, dalam repotnya dia sempat berpaling kesana, tampak dua perwira sedang berlari2 menuju arah Wanyan Liang, Bayangan perwira disebelah depan, naga2nya seperti seorang yang sudah amat dikenalnya. Kepala barisan Bayangkari yang selalu berada disamping Wanyan Liang yaitu Tam To-hiong segera membentak: "Siapa? Berhenti!"

Perwira yang didepan segera berseru: "Ada berita penting perlu dilaporkan kepada Baginda"

suaranya merdu nyaring seperti suara perempuan, Tam To- hiong curiga, bentaknya: "Laporkan dengan berlutut!"

Perwira itu mengiakan, badannya setengah membungkuk tiba2 kakinya mendepak, seorang Wisu yang bertombak didepannya dibikin terguling2. begitu melompat sekaligus dia lolos pedang, bagai anak panah "sret" pedangnya menusuk kedada Wanyan Liang.

Wanyan Liang memiliki tenaga pembawaan yang besar, terancam bahaya serta merta dia angkat seruling ditangannya, seruling ini benda pusaka, "tang" kembang api berpijar, Ceng kong-kiam yang digunakan perwira itu gumpil sedikit sebaliknya seruling itu tidak kurang suatu apa, betapapun tenaga pembawaan Wanyan Liang bukan tandingan tenaga dalam si perwira, kontan seruling ditahannya tergetar lepas mencelat ketengah udara.

Sekali lompat dan raih perwira muda itu berhasil menangkapnya, dengan jurus Ya-can-pal-hong (bertempur delapan penjuru dimalam hari) pedangnya diobat-abitkan menyapu seluruh tombak, golok yang merabu kearah badannya, berbareng seruling ditangan kirinya gunakan ilmu tutuk, dia incar Han-ki-hiat didada Wanyan Liang.

Sayang sekali serangan pertama gagal, siperwira sudah kalah cepat, Wanyan Liang sempat menyelinap kebelakang, Tam To-hiong lekas lolos golok merebut maju kedepan junjungannya, sebagai paman dekat Bu-lim-thian-kiau sudah tentu ilmu silat Tam To-hiong tidak lemah, dimana goloknya membacok, meski tidak berhasil bikin seruling ditanam perwira itu jatuh, namun telapak tangannya tergetar linu kemeng. Cepat sekali Kiu-lo Siangjin juga memburu datang terus menggempur dengan sepasang kecernya, ilmu silat Kiu-lo lebih tinggi, seorang diri tak mungkin perwira ini melawan keroyokan musuh, terang begitu sepasang kecer lawan terangkap, kalau tidak mampus tentu terluka berat.

Se-konyong2 sesosok bayangan menerjang tiba, secepat ingin lesus, dia dorong perwira muda itu. sebuah benda hitam tahu2 menerjang kearah Kiu-lo Siangjin. Orang ini adalah teman perwira muda itu, dia mengenakan mantel lebar dari kepala membalut mukanya.

Mantel selebar itu sebetulnya kurang leluasa dipakai dalam pertempuran, tapi orang ini justru teramat lincah.

Begitu mengenai tempat kosong, kedua kecer Kiu-lo Siang- jin beradu dengan keras, semua orang merasa pekak kupingnya Dalam seribu kesibukannya dia berusaha berkelit dari serangan benda hitam itu, namun tahu2 pundaknya sudah kena, meski Lwekangnya tinggi, sakitnya toh bukan kepalang, pakaian pundaknya malah hancur beterbangan seperti bekas tersapu oleh ruyung.

Kiranya perwira muda yang satu ini bersenjata kebut, dibawah tekanan tenaga dalamnya, benang2 kebut itu perbawanya lebih hebat dari ruyung lemas.

Dengan ayun goloknya Tam Tio-hiong merangsak maju, Kiu-lo Siangjin lekas tancap kaki dan menempati posisi bergabung melawan musuh, kedua perwira muda itupun tertahan tak mampu maju lagi, Para Bu-su yang lain segera memburu maju ikut menyerang dan mengepung.

Setelah rada tenang hatinya Wanyan Liang mengumput caci: "Pengkhianat bernyali besar, aduh, kau, siapa kau?" kiranya meski kelihatan perwira itu berdandan sebagai laki, tapi raut mukanya amat mirip dengan Jilian Ceng-poh.

"Raja lalim," damrat perwira muda itu, "kau tidak kenal aku? aku kenal kau. Kau bunuh ayahku dan menipu ciciku, hari ini aku hendak menuntut balas bagi ayahku" kiranya perwira ini samaran Jilian Ceng-hun, sementara perwira yang satu lagi adalah samaran cici Bu-lim-thian-kiau, Hui-siok Sinni.

Setelah selamat Wanyan Liang merasa syukur, katanya tertawa: "Kiranya adik Cuncu yang satu lagi, tiga bersaudara begini mirip- Kau begini cantik kalau mau dengar nasehatku kau kuangkat jadi Cuncu pula, Kau sudah bertemu dengan Toacimu? cicimu amat bakti kepadaku, memangnya kau tidak tahu? Mengapa kau katakan aku menipunya?"

"Wanyan Liang, peduli kau main ancam. main muslihat, segala, hari ini jiwamu takkan selamat! Umpama aku tak mampu membunuhmu, akan datang orang lain yang memenggal kepalamu."

Seketika Wanyan Liang menarik muka, bentak nya: "Tidak tahu diuntung, ringkus dia sekalian biar Tim nanti yang menghukumnya!"

Seorang Opsir disamping Wanyan Liang maju berkata: "Hongsiang, bukankah yang satu ini juga mirip perempuan ?"

"Benar, aneh kenapa dia gunakan mantei menutupi muka, Bok-ciangkun, kau tanggalkan mantelnya itu, biar Tim melihatnya!" opsir ini adalah wakil komandan Bayangkari Bokorin, ilmu tombak warisan leIuhur-nya amat lihay, Wanyan Liang suruh dia maju bantu Tam To-hiong.

Bokorin sengaja hendak pamer kepandaian, sambil menenteng tombak segera dia maju membentak: "Perempuan sundel, kenapa main tutup kepala, tidak berani dilihat orang?"

Hui-siok Sinni diam saja, begitu tombak Bokorin tiba didepan mukanya, tiba2 dia kebut dan gubat ujung tombak orang, jengeknya dingin "Coba kau lihat siapa aku? Mungkin kau sendiri yang tidak berani melihatku." sembari bicara dia tanggalkan mantelnya, sebagai senjata dia ayun mantelnya untuk menyapu pergi bacokan golok Tam To-hiong.

Bahwasanya Hui-siok Sinni tidak perlu menyamar dan merias muka, cuma dia pakai seragam perwira dan menutup kepala dan muka dengan mantel, bagian dalam tetap mengenakan pakaian Nikoh. Begitu melihat muka asli orang keruan bukan kepalang kaget Bokorin, serunya gemetar: "lh- ing, kiranya kau!"

"Benar," jengek Hui-siok Sinni, "lnilah aku! Beruntung aku tidak kau celakai, hari ini bukankah kau hendak bunuh aku untuk merebut pahala?"

Kiranya Bokorin sebenarnya adalah suami Hui-siok Sinni, pernah dia memperalat istrinya hendak menjebak Bu-lim- thian-kiau, setelah kejadian itu gagal dia hendak bunuh istrinya untuk membuktikan kesetiaannya kepada Wanyan Iiang.

Akhirnya Hui-siok Sinni berhasil ditolong adiknya, dan sejak itu Bokorin menjulang tinggi pangkatnya, akhirnya diangkat sebagai wakil komandan Bayangkari.

Hui-siok Sinni putus asa, dia lari jauh ke Kanglam dan cukur rambut terima menjadi Nikoh, semula tidak ingin menuntut balas kepada suami, Hari ini bertemu diluar dugaan, timbulah dendamnya yang lama, tak tahan lagi dia mengekang emosinya.

Kepandaian Hui-siok Sinni memang kalah tinggi dari Bu- Iim-thian-kiau Tam lh-tiong, tapi jauh lebih unggul dari suaminya, dulu dia sembunyikan kepandaian aslinya supaya tidak diketahui sang suami, kini setelah Bokorin maju menyerang dengan tombaknya baru dia keluarkan kepandaian sejati.

Kebut Hui-siok Sinni menggunakan kepandaian pinjam tenaga menggempur tenaga dari Lwekang tingkat tinggi, sudah tentu Bokorin tidak mampu melawannya, tombak panjangnya seketika tergetar terbang ketengah udara, keruan kejut dan ketakutan Bokorin serasa arwahnya copot dari badan kasarnya, teriaknya "Ampun istriku!"

"Bangsat durhaka, aku punya hubungan apa lagi dengan kau?" dimana kebutnya menyapu, muka Bokorin seketika pecah, darah bercucuran menghiasi kulit mukanya yang hancur. Sambil menjerit ngeri menutup muka dengan kedua tangannya Bokorin melarikan diri tak menentu arah.

Wanyan Liang berjingkrak gusar, makinya: "Keparat dogol!" tapi tak sempat di urus Bokorin, karena kepungan Hui-siok Sinni sudah bobol, situasi mulai berubah.

Hui-siok Sinni boyong seluruh bekal kepandaiannya, Tam To-hiong dicecarnya sampai terdesak mundur ber-ulang2.

Keadaan Kiu-lo Siangjin rada mending, namun dia toh hanya mampu bertahan saja, setelah satu lawan satu semangat Jilian Ceng-hun semakin berkobar pedangnya dimainkan bagai lesus mengincar Hiat-to mematikan, dalam sekejap dia sudah robohkan beberapa Busu, yang lain2 tidak berani maju lagi.

Tapi Jilian Ceng-hun merangsak maju terus hendak membobol jalan berdarah menubruk kearah Wanyan Liang,

Kini Wanyan Liang tidak dilindungi oleh orang yang cukup kuat, keruan ketakutan dan gugup setengah mati, teriaknya: "Hongsiok, kemarilah!"

Disebelah sini Wanyan Tiang-ci sudah unggul, sebagian besar jago-2 kuat dari Gi-lim-kun berada dise-belah sini, Bu- lim-thian-kiau sudah hampir kehabisan tenaga, dalam sekejap lagi, dengan mudah pasti bisa membekuk mereka. Tapi disana Wanyan Liang minta tolong perlindungan terpaksa dia harus menurut perintah dengan rasa dongkol.

Sekilas dia sempat memandang kearah sana, meski situasi disana tidak menguntungkan, Jilian Ceng-sia masih perlu memakan waktu untuk menjebol kepungan Busu, Terpaksa Wanyan Tiang-ci kertak gigi, dengan seluruh kekuatan segera dia menyerang lebih gencar, serangannya lebih ganas dan keji kepada Bu-lim-thian-kiau, pikirnya dalam sekali gebrakan yang terakhir ini membunuh Bu-lim-thian-kiau lalu lari kesana melindungi Baginda.

Dengan sejurus Giok-li-tohso Pedang Hong-lay-mo-li menusuk ke Ih-khi-hiat dibawah ketiak Wanyan Tiang-ci seraya mendesak maju, jurus ini memaksa lawan untuk menyelamatkan diri lebih dulu, Lihay dan hebat sekali, namun usahanyapun menyerempet bahaya. Maklumlah tenaga Hong- lay-mo-li sudah terpaut jauh dari lawan, cara tempur mendesak dekat seperti ini bila serangan gagal, mungkin dia bisa terluka oleh gempuran tenaga dalam Wanyan Tiang-ci, tapi demi menyelamatkan jiwa Bu-lim-thian-kiau, Hong-lay- mo-li sudah tidak hiraukan keselamatan jiwa sendiri.

Kedua pihak sama2 ingin berhasil dalam gebrakan terakhir kalau Wanyan Tiang-ci laksanakan bacokannya, tusukan pedang Hong-lay-mo-lipun sudak mengincar badannya.

Wanyan Tiang-ci menggerung keras, golok panjangnya mengiris miring, sebelah telapak tangannya terayun balik, dengan golok dan telapak tangan, sekaligus dia hadapi Bu-lim- thian-kiau dan Hong-lay-mo-li.

Meski Bu-lim-thian-kiau sudah hampir kehabisan tenaga, tapi Lwekangnya masih kuat, Wanyan Tiang-ci lebih penting menyelamatkan jiwa, maka pukulannya menggunakan tujuh bagian tenaganya kearah Hong-lay-mo-li, untunglah bagi Bu- lim-thian-kiau sempat menghirup napas "Yang", dengan Tam- ci-sin-thong dia selentik punggung golok Wanyan Tiang-ci.

Disebelah sana Hong-lay-mo-li terdorong sempoyongan oleh damparan tenaga dalam Wanyan Tiang-ci, beruntun dia mundur tujuh langkah baru tenaga gempuran Wanyan Tiang- ci berhasil dipunahkan untung tidak sampai terluka, sebaliknya pinggang Wanyan Tiang-ci sudah tergores luka ringan oleh ujung pedang lawan, betapapun pihaknya yang tetap dirugikan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar