Bagian 31
Jilian Ceng-sia tertawa, ujarnya: "Cici, kau ngapusi aku Kau pasti pernah memikirkan soal ini. Cici, apakah didalam lubuk hati ada pujaan lain orang?"
Hong-lay-mo-li pura2 kurang senang, katanya: "Anak perempuan koh membicarakan soal kawin,
memangnya tidak malu? Bicarakan soal lain saja."
Jilian Ceng-sia cekikikan, katanya: "Wah cici pandai pura2! Kenapa harus malu bicara soal nikah? Baik-lah bicara soal lain, lalu soal apa?"
Kuatir orang bicara belit2, segera Hong-lay-mo-li mendahului: "Aku ingin tanya, kenapa Ji-cimu tidak kemari? sebagai tuan penolong pangkalanku, diapun sudah kenal baik dengan Tay Mo dan Iain2. Kemaren dulu diapun datang bersama Ih-komu, kenapa hari ini dia tidak bersama kau?"
Dengan sungguh2 Jilian Ceng-sia berkata: "Ciciku sedang marah kepadamu, dia tidak senang berhadapan dengan kau,"
Hong-lay-mo-li melengak, katanya tertawa: "Aku kan tidak bersalah kepada Ji-cimu, kenapa dia marah kepadaku?"
"Katanya kau tidak punya liangsim (tidak berbudi), Tam Ih- tiong begitu baik terhadapmu, kau malah mencintai orang lain, Kau tahu Tam Ih-tiong adalah suheng kami, sudah tentu kami membelanya."
"Entah bagaimana aku harus menjelaskan soal ini, Adik Sia, kau sendiri apakah marah juga kepadaku." "Ya, ada sedikit, tapi tidak segemes Ji-ci. Yau-ci, kau menyukai Hoa Kok-ham. Hoa Kok-hampun amat baik terhadap kita, maka umpama kau menikah dengan Hoa Ko-ham atau Tam Ih tiong, aku ikut senang juga Cuma kukira kau jangan mempermainkan Suhengku, Aku ini suka blak2an, kau jangan berkecil hati lho."
"Watakmu ini justru paling kusenangi. Tapi kau katakan aku mempermainkan Suhengmu, hal ini membuat aku penasaran,"
"Kalau kau tidak mencintai dia, kau harus lekas memberi ketegasan kepadanya sekarang urusan sudah berlarut, umpama kau tidak sengaja mempermainkan dia, kau sudah membuatnya sengsara juga."
"Ucapanmu memang benar, dalam hal ini aku memang keIiru. Tapi aku punya kesulitanku sendiri, sukar kujelaskan kepadamu, sekarang yang kuharapkan semoga dia selamat lolos dari mara bahaya, baru hatiku bisa tenang, baru aku bisa menyatakan isi hatiku Adik Sia, kau bisa memaafkan aku?"
"Aku bisa menyelami perasaanmu, kau pasti bukan sengaja mempermainkan suhengku. Tadi sudah kukatakan aku rada marah saja, kalau tidak masakah aku kemari menemui kau,"
Tiba2 tergerak hati Hong-lay-mo-Ii, pikirnya: "Kenapa Ji- cinya marah kepadaku? Apakah..." sebagai orang yang pernah berkecimpung dalam gelanggang asmara, lapat2 Hong-lay- mo-li dapat menyelami perasaan Jilian Ceng-hun, maka pikirnya: "Naga2nya Bu-lim-thian-kiau sendiripun belum tahu akan isi hati Jilian Ceng-hun? Sampaipun adiknyapun masih dia kelabui?" setelah menyadari rahasia di luar dugaan ini, sungguh kecut dan senang pula hati Hong-lay-mo-Ii, tanyanya: "Lalu, kemana Jicimu sekarang?"
"Ji-ci pergi mencari Hwi-siok Sini - cici Tam-suheng. Dia minta Hwi-siok Sini pergi menolong adiknya." "Bukankah Yalu Hoan-ih sedang berusaha menolongnya, betapa tinggi kepandaian Hwi siok Sini, masakah dapat menolong adiknya didalam kepungan pasukan besar musuh."
"Aku sudah bujuk Ji-ci, tapi dia tidak mau kesini minta bantuanmu, sedang Ih-ko juga belum tentu dapat berhasil dengan mudah."
Baru sekarang Hong-Iaymo-li paham seluruhnya, "Jadi kedatangan Jilian Ceng-sia kemari adalah hendak minta bantuanku untuk menolong Bu-lim-thian-kiau." segera ia berkata: "Ih-komu ada kesulitan apa?"
Sesaat Jilian Ceng-sia memandang keluar jendela, katanya kemudian sambil berpaling: "Cici, hadiah pertemuan apa yang hendak kau berikan kepadaku?"
Hong lay-mo-li melengak, katanya tertawa: "Lho. koh bicara soal hadiah segala? Ayahku bisa ajarkan ilmu kepadamu, aku sendiri tidak setimpal mengajar kepada kau." kebiasaan kaum Bu-lim kalau memberi hadiah pertemuan adalah memberi ajaran silat.
"Hadiah pertemuan bukan melulu harus mengajar silat?" "Kalau barang mungkin tidak terpandang bagi dirimu,
Baiklah, bukan ilmu silat lalu apa kehendakmu ?"
"Kabarnya dalam golongan kalian ada semacam obat2an peranti rias dan make-up untuk merubah bentuk muka orang, Apa benar?"
"Untuk apa kau minta obat rias?"
"Aku ingin menyaru dan berdandan jadi laki2. Kembaii keasrama pasukan besar Kim. Tapi aku kuatir ada orang kenal aku, terpaksa harus menyamar."
Hong-lay mo-li kaget, tanyanya: "Kau ingin kembali ketempat Ih-komu?" "Ya Aku tidak lega membiarkan dia seorang diri." "Setelah pertempuran ini berselang kalian akan lekas
bertemu, Hanya rindu beberapa hari belaka, masakah kau
tidak sabar lagi?"
"Aku bicara sesungguhnya, kau malah menggoda aku. Aku bekerja demi urusan besar, aku kuatir seorang diri Ih-ko bisa menggagalkan urusan."
"Urusan apa? Coba kau jelaskan?"
"Ih-ko ada sebuah rencana, begitu peperangan ke-dua belah pihak berlangsung dia hendak menawan Wanyen Liang! Rencana ini kecuali kami kakak beradik yang tahu, Tam- suheng juga ikut memberi saran2nya dalam perundingan tempo hari."
"Sebetulnya kami bertiga sembunyi didalam asramanya, bila waktunya sudah tiba akan segera turun tangan, Tak nyana kejadianmu merubah seluruh rencana semula. Bu-lim- thian-kiau terpaksa tampil kedepan menolong kau, kami berdua disuruh memancing barisan berkuda musuh Iagi."
"Kini Tam-suheng sudah tertawan, kami kakak beradik juga berpisah sama dia, Hanya Ih-ko seorang saja yang jejak rahasianya belum konangan, Ih-ko tahu Wan-yen Liang tidak akan membunuh Bu-lim-thian-kiau sebelum penyerangan ke selatan berhasil, maka dia berani tanggung untuk menolong Tam-suheng."
"Tapi betapa banyak jago2 berilmu silat tinggi yang melindungi Wanyen Liang, seorang diri keadaan Ih-ko amat menguatirkan. Tak mungkin dia melaksanakan rencana semula, Tam-suhengpun belum tentu bisa ditolongnya, Coba kau pikir, bagaimana baiknya?"
"Bagaimana baiknya?" pertanyaan terakhir ini laksana batu besar menindih kebenak Hong-lay-mo-li, seketika bergolak perasaannya, sebentar dia berpikir akhirnya berkata kalem: "Adik Sia, baiklah aku pergi bersamamu."
Jilian Ceng-sia berjingkrak girang, serunya: "Cici, kau mau pergi? Tapi, tapi..."
"Kenapa? Kau tidak senang aku menamanimu?"
"Tidak, tidak, Biarlah aku bicara blak2an. Kedatanganku memang ingin minta bantuanmu, Tapi setelah melihat keadaan disini, aku tidak berani buka mulut sebagai Bengcu junjungan mereka, mana boleh kau sembarangan meninggalkan tugas dan tanggung jawab?"
"Urusan disini aku bisa mengaturnya, kau tidak usah kuatir, Cuma kau yakin benar dapat menyelundup kemarkas besar pasukan musuh? Bagaimana kalau kebentur penjagaan dan kepergok ronda? Kalau sembarangan bertindak Yalu Hoan-ih akan celaka lebih dulu."
"Letak perkemahan Ih-ko aku sudah tahu, untuk menuju kesana kita bisa lewat sebuah jalanan gunung, jadi tidak perlu menerobos dari perkemahan tentara yang ber-lapis2 banyaknya itu. Dan lagi aku memiliki sebuah lencana dari komandan ronda, dengan gampang bisa melayani semua pertanyaan. Yang kukuatirkan cuma ada yang mengenali diriku, maka aku perlu menyamar."
"Baik, kalau kau sendiri sudah yakin, aku bisa rias dirimu menjadi orang lain, sekarang hayolah tidur, besok pagi belum tentu kau bisa mengenali dirimu sendiri."
Dengan hati lega dan tentram Jilian Ceng-sia lantas mapan tidur, Hari kedua waktu dia bangun tidur, Hong-lay-mo-li sudah mempersiapkan semua keperluan dan mulai merias dirinya, Jilian Ceng-sia disulap menjadi Iaki2 muda yang bermuka koreng, cuma perawakannya saja yang rada pendek, Lalu ganti Jilian Ceng-sia bantu dia merias pula menjadi laki2 lain, setelah selesai mereka belajar jalan meniru gerak gerik orang laki, setelah merasa semuanya sempurna dengan bergandeng tangan mereka lalu keluar kamar.
Mendadak melihat dua orang yang tidak dikenalnya masuk kedalam kamarnya, keruan Uiu Goan-cong tertegun heran, tanyanya: "Kalian cari siapa?"
Hong-lay-mo-li cekikikan, katanya: "Ayah, kau tidak mengenalku lagi?"
Baru sekarang Liu Goan-cong tahu adalah putrinya dan Jilian Ceng-sia, katanya gelak2: "Kenapa kalian begini nakal, menyaru segala mempermainkan aku?"
"Ayah jangan marah, anak ada urusan penting handak berunding dengan ayah."
Maka Hong-lay-mo-li menjelaskan rencana Yalu Hoan-ih serta posisi dirinya saat itu kepada sang ayah.
Liu Goan-cong berkata: "Jadi kau menyamar hendak menyelundup kedalam markas besar musuh membantu rencana Yalu Hoan-ih?"
"Benar, Bukan lantaran Bu-lim-thian-kiau saja, pergerakan kita sekarang adalah untuk mengalahkan musuh, jikalau kita berhasil membekuk Wanyen Liang, kemenangan lebih yakin dipihak kita tanpa banyak menimbulkan korban. Kini tibalah saat yang terbaik, anak berpendapat kesempatan ini jangan di sia2kan."
"Rencana ini memang baik demi situasi seluruhnya, kesempatan ini memang jangan diabaikan begini saja, Tapi kau adalah Bengcu dari laskar rakyat disini bila kau pergi, mereka jadi tiada yang mempimpin, lalu bagaimana baiknya?"
"Lantaran itulah anak sekarang berunding dengan ayah, Harap ayah suka sementara pegang jabatan Beng-cu ini." Liu Goan-cong tertawa, katanya: "Aku sudah menduga akan maksudmu ini. Tapi dua puluh tahun aku mengasingkan diri tak mencampuri urusan dunia, mungkin aku tak bisa memikul tugas dan tanggung jawab ini."
"Ayah, dulu kau menggetarkan jagat, dipandang sebagai maha guru silat seluruh Bulim sejajar dengan guruku, Kalau kau yang menjabat Beng-cu ini sudah tentu lebih serasi dan cocok, siapa yang tidak akan tunduk? Apalagi urusan hanya akan berlangsung beberapa hari saja?
Rencana kerja sudah dirundingkan dengan sempurna, Besok malam mereka sudah akan bekerja menurut rencana, Kukira tidak akan terjadi sesuatu di-luar dugaan, Ayah, selama duapuluh tahun kau tetirah, menyembunyikan diri dialas pegunungan, bukankah hari2 seperti ini yang kau nantikan, menuntut balas sakit hati keluarga dan negara? Kini tibalah saatnya, masakah kau malah kehilangan pambek dan keberanian dimasa mudamu dulu?"
Liu Goan-cong ter-loroh2, katanya: "Ya, ya. anggaplah aku sudah terbujuk olenmu. Dulu aku masuk istana mencuri pusaka, menerjang gua harimau rawa naga, kapan aku pernah mengeluh dan ingat akan kesukaran! Hanya jadi Beng-cu beberapa hari rasanya bukan beban apa2 ? Putriku, tadi ayah hanya kelakar saja, tanggung jawab ini boleh kau serahkan kepada ayah untuk memikulnya!"
"Ayah yang baik, aku tahu kau pasti menerima permintaanku maka semalam aku sudah melulusi permintaan adik Sia untuk menyertai perjalanannya,"
"Semoga dengan lancar kau berhasil menolong Tam Ih- tiong dan menunaikan tugas berat ini. Cuma, kau..."
Hong-lay-mo-li tahu kekuatiran ayahnya, katanya lirih dengan muka merah, "Urusan anak, anak sudah berketetapan, ayah tidak usah kuatir." "Baik, baik sekali kalau sudah ada ketetapan, Aku tahu kau lebih perkasa dari kaum laki2, aku boleh lega hati membiarkan kau pergi."
Lalu Hong-lay-mo-li suruh orang memanggil Tay Mo, sudah tentu Tay Mo ter-heran2 melihat dandanan Hong-lay-mo-li.
Tak lupa Hong-lay-mo-li pasrahkan beberapa persoalan penting kepada Tay Mo. disamping menyuruhnya bantu Liu Goan-cong, besok malam tetap bekerja menurut rencana setelah segalanya sempurna, bersama Jilian Ceng-sia mereka berangkat secara diam2.
Kira2 menjelang magrib mereka mulai memasuki daerah yang dikuasai oleh pasukan Kim, mereka sembunyi didalam hutan, menunggu hari menjadi gelap baru akan bergerak, Jilian Cengsia sebagai penunjuk jalan, pelan2 mereka menyusuri jalan2 belukar dipegunungan, terus menuju keperkemahan Yalu Hoan-ih.
Semakin maju jalan pegunungan semakin sukar dilalui, Jilian Ceng-sia berkata dengan berbisik: "Setelah tiba dibalik gunung didepan itu, sebelah bawah-adalah perkemahan Ih- ko."
Untung mereka bicara bisik2, se-konyong2 lapat2 terdengar langkah kaki orang yang sedang mendatangi mencelos hati Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Ginkang kedua orang ini tidak lemah, agaknya mereka bukan sengaja hendak mengembangkan Ginkang, tapi langkahnya cukup pesat, derap suara kakinyapun jauh lebih lirih dari orang biasa, agaknya kepandaian mereka tidak boleh dipandang ringan."
Jilian Ceng-sia sudah meraih senjata hendak melompat keluar. Lekas Hong-lay-mo-li menariknya, bisiknya: "Jangan bikin kaget orang, rebahkan dirimu."
Mereka mendekam dibalik semak2 rumput, tak lama kemudian, langkah kaki kedua orang semakin jelas mendekat, malah percakapan merekapun terdengar, terdengar seorang berkata dengan tertawa senang: "Sia-jit Hoatong, jadi kau pernah kecundang oleh Mo-li itu. Memang dia itu sekuntum kembang yang tumbuh duri, jangan kata kau, Hong-siang kamipun pernah tertusuk tangannya! Keonaran semalam tetap dia berhasil lolos," suaranya serak pecah seperti gembleng retak.
Diam2 Hong-lay-mo-li membatin: "Kiranya kedua kepala gundul ini."
Kiranya orang yang bersuara seperti gembreng pecah ini adalah Imam negara Wanyen Liang yang melindungi jiwanya dulu, yaitu Kiu-lo Hoatsu, Waktu pertama kali Hong-lay-mo-li bentrok dengan Wanyen Liang di Thaysan dulu, pernah melabraknya habis2an.
Semetara Sia-jit Hoat-ong adalah Koksu dari ngeri Turfan, yaitu padri asing yang pernah dihajar di Se-ouw oleh Hong- lay-mo-li tempo hari, yaitu Cutilo adanya.
Bahwa kepandaian Kiu-lo Hoatsu amat tinggi tidak perlu disangsikan lagi, Cutilo justru tokoh yang lihay pula, ilmu silatnya bersumber dari ajaran Thian-tiok (lndia) pandai menggunakan racun lagi.
Kematian Ko-gwat siansu di Ko-gwat-am tempo hari adalah berkat intriknya dengan Wanyen Tiang-ci yang menimpakan bencana bagi Bu-lim-thian-kiau.
Cepat sekali Cutilo dan Kiu-lo Hoat-su sudah semakin dekat, malah mereka sedang membicarakan diri Hong-lay-mo- li.
Terdengar Cutilo gelak2, ujarnya: "Hoatsu menggoda saja. sebagai orang beribadah, lepas dari kehidupan duniawi, masakah boleh kepincut paras cantik? Kedatanganku hanya bekerja demi negaramu, masakah aku punya tujuan lain apa lagi?" Kiu-lo Hoatsu tertawa. katanya: "Aku tidak akan menelanjangi isi hatimu, buat apa bicara soal ajaran suci segala. Dengan Hong-siok (paman raja) kau punya hubungan yang intim, kelak bila negeri Kim menguasai dunia, kau tidak perlu menjabat Koksu dari negeri kecil di daerah barat sana."
Cutilo tertawa, ujarnya: "Sebagai imam negara yang terpancang oleh raja, aku perlu banyak bantuanmu. Keparat Kira-lokoay itu aku merasa sebal melihat timpangnya, kita harus berusaha menyingkirkannya."
"Ber-ulang kali Kim-lokoay mengalami kekalahan, kali ini terluka pula di Hwi-liong-to, Hong-siang kurang senang kepadanya, Kedudukan Koksu yang dijabatnya kukira tidak akan lama lagi, Kau tak usah kuatir, jabatan itu cepat atau lambat bakal menjadi milik-mu. Cuma sekarang Hong-siok tengah kebentur satu persoalan, mohon bantuanmu."
Hong-siok yang dimaksud oleh Kiu-lo Hoatsu adalah Wanyen Tiang-ci, Hong-Iay-mo-li berpikir: "Wanyen Tiang-ci punya hubungan yang erat dengan Cutilo, ada urusan apa sampai dia perlu perantara Kiu-lo Hoat-su?"
Maka terdengar Cutilo berkata: "Ya, memang aku hendak tanya, kau ajak aku pergi ke perkemahan Ya-lu Hoan-ih, untuk apa? Apakah Hong-siok punya maksud?"
"Benar, Hong-siok adalah komandan Gi-lim-kun, setiap saat dia harus mendampingi Hong-siang, cukup panjang kalau kututurkan, dia sendiri belum ada kesempatan ajak kau berunding. sebaliknya waktu amat mendesak dan perlu segera turun tangan, maka dia suruh aku mengajak kau."
Hong-lay-mo-li amat kaget, terdengar Cutilo sudah membeber rasa curiganya: "Turun tangan apa?"
"Hong-siok minta kau bantu aku melenyapkan Ya-lu Hoan- ih, tapi harus membunuhnya tanpa meninggalkan bekas, supaya orang tidak tahu bahwa kematiannya adalah gara2 perbuatan kita." "ltu soal gampang, tapi kenapa harus begitu?"
"lni eh, apa ada pertimbangan?" suaranya tiba2 berhenti, Kiranya saat itu mereka sudah didepan sembunyi Hong-lay- mo-li berdua, kira2 setombak lebih tiba2 Cutilo menghentikan langkah.
Cutilo membentak: "Siapa sembunyi disemak2 rumput?
Keluar!"
Jilian Ceng-sia amat kaget tapi Hong-lay-mo-ii mencubit tangannya, supaya dia tidak sembarang ber-gerak.
"Suheng," ujar Kiu-lo Hoatsu, "darimana kau tahu ada orang didalam semak rumput ?"
"Aku ada mendengar suara yang mencurigakan"
Lwekang Cutilo memang tinggi, pendengarnyapun amat tajam, meski Hong-lay-mo-li berdua menahan napas, tapi masih terdengar juga olehnya.
Semak2 rumput disini setinggi badan manusia, terpaksa Hong-lay-mo-li dan Jilian Ceng-sia menahan napas, maka Kiu- lo Hoatsu tidak mendengarnya Ka-tanya tertawa: "Mungkin kau salah dengar, kenapa aku tidak mendengar apa2?"
Cutilo rada curiga, dia tidak berani memastikan ada orang disemak2 rumput, tapi dia merogoh keluar segenggam Bwe- hoaciam, katanya: "Biar manusia atau binatang biar kugebah keluar dulu."
"Wut" segenggam Bwe-hoa-ciam dia Taburkan ke-semak2 rumput.
Tapi timpukan Bwe-hoa-ciam ini tiada yang mengenai mereka, melesat jauh dibelakang, soalnya Cuti-lo salah perhitungan dari suara helaan napas yang lirih tadi dia perkirakan jaraknya cukup jauh, Maka ta-buran Bwe-hoa- ciamnya mengarah tiga tombak jauh-nya, diluar tahunya Hong-lay-mo-li berdua berada didepannya. Bwe-hoa-ciam tidak mengenai mereka, tapi melukai seekor ular hijau, karena kesakitan ular ini menerjang keluar kearah persembunyian Jilian Ceng-sia, Biasanya Jilian Ceng-sia paling takut melihat ular, untung Hong-lay-mo-li sudah siaga, disamping menekan pundaknya, sebelah tangan yang lain meraih ranting kering, sekali ungkit dan sendal, ular hijau ini mencelat kedepan dan berlari kearah Cutilo.
Agaknya ular hijau ini tahu Cutilo adalah musuh yang melukai, segera dia angkat kepala pentang mulut serta menyemburkan asap beracun kearah Cutilo.
Cutilo tertawa, katanya: "Kiranya ular hijau, bikin aku kaget saja." dicabutnya golok, sekali tabas dia bikin ular hijau mati kutung menjadi dua.
"Nah, bagaimana? Masakah ada orang sembunyi disemak2? Masakah ada musuh berani kemari? Kentongan ketiga sudah dekat, lekas melanjutkan perjalanan kalau terlambat mungkin Yalu Hoan-ih sudah tidur."
Cutilo jadi risi, katanya: "Memangnya ular ini mengganggu keasyikan kami bicara, Oh, ya, kenapa Yalu Hoan-ih harus dilenyapkan coba kau terangkan, Bukankah YaIu-ciang-kun ini biasanya dimanjakan oleh raja kalian?"
"Justru karena itulah, Biar kuperpendek saja ceritanya.
Hong-siok curiga dia menjadi mata2 namun kuatir Hong-siang memanjakan dan tidak mau melenyapkannya."
Kio-Io Hoatsu galak tertawa, ujarnya: "Paman raja ingin kau membantu, membunuh Yalu Hoan-ih dengan racun-" Keruan Hong lay-mo-Ii dan Jilian Ceng-sia yang mencuri dengar di belakang semak2 amat kaget.
Cutilo kaget, tanyanya: "Masa Yalu Hoan-ih berani berkhianat?" "Memang tiada bukti, tapi cukup mencurigakan semalam ada dua perempuan yang menyamar Hong-lay-mo-li dan banyak tersiar kabar yang simpang siur sehingga menimbulkan keributan Hong-siok curiga pasti ada orang yang menjadi biang keladi keributan ini dan Yalu Hoan-ih dicurigai sebagai orang dibelakang layar.
Karena dia asalnya bangsawan dari negeri Liau, anak buahnya semua orang2 Liau, maka etika dan kesetiaan mereka amat disangsikan, Tapi tiada bukti, tidak bisa meringkusnya tanpa alasan. Maka Hong-siok minta Hoatong suka membantu, melenyapkan dia tanpa meninggalkan bekas."
"O, jadi begitu persoalannya! Tapi sebelum mendapat idzin Hong-siang, kelak..."
"Legakan hatimu," tukas Kiu-lo Hoatsu, "umpama akhirnya diketahui Hong-siang, beliau tidak akan menyalahkan kau.
Tujuan Hong-siok adalah melicinkan jalan menyingkirkan bibit bencana dari dalam demi kejayaan negeri Kim kita. Hong- siang pasti tahu akan kesetiaannya jikalau Hong-siok tidak punya pegangan dan keyakinan, masakah berani turun tangan secara semberono?"
Sebetulnya masih ada sebuah rahasia lain, Kiu-lo Hoatsu tidak mau menerangkan kepada Cutilo, sebetulnya persoalan ini bukan sama sekali tidak diketahui Wanyen Liang sebetulnya Wanyen Liang sudah mulai curiga kepada Yalu Hoan-ih, cuma dalam saat2 segenting ini dia tidak berani membunuh Yalu Hoan-ih secara terang2an supaya tidak menggoyahkan tekat perjuangan tentaranya. Karena diantara sekian banyak pasukan besarnya, meski tentara bangsa Kim sendiri termasuk jumlah terbesar, tapi tidak sedikit pula jumlah kelompok dari suku2 bangsa lain yang terima dan ada pula yang dipaksa dengan bayaran rendah, Kalau Yalu Hoan-ih terbunuh bukan mustahil bisa menimbulkan pemberontakan dari dalam, untuk ini Wanyen Liang harus bertindak secara hati2, meski dia sepakat tindakan Wanyen Tiang-ci, tapi tidak bisa usaha ini atas inisiatif dan perintahnya.
Dasar Cutilo seorang yang licik dan banyak akal-nya, diam2 diapun sudah meraba beberapa bagian, katanya tertawa Iebar: "Membunuh tanpa meninggalkan bekas, amat mudah bagiku! Dengan sedikit permainan racunku, jiwa Yalu Hoan-ih pasti melayang tanpa diketahui sebab musabab kematiannya."
Ditengah gelak tawa mereka, terus melanjutkan perjalanan, jaraknya sudah puluhan tombak dari persembunyian Hong-lay- mo-li berdua, Hong-lay-mo-li cukup tahu betapa lihaynya racun Mo-kui-hoa milik Cutilo itu.
Jilian Ceng-sia menjadi kuatir dan gelisah, tanyanya berbisik: "Bagaimana? Mari bunuh saja kedua kepala gundul ini?"
Hong-lay-mo-li masih ragu2, tiba2 dari atas gunung terbit hembusan angin besar, berkerut alis Hong-lay-mo-li. tiba2 timbul akalnya, pikirnya: "Harus dirintangi lebih dulu." sekenanya dia raih sebutir batu, dengan kepandaian Tam-ci- sin-thong dia selentik batu kecil itu kedepan.
Saat itu hembusan angin amat besar, batu krikil beterbangan bercampur daon2 kering, maka luncuran selentikan batunya tidak bisa dibedakan, Tengah melangkah tiba2 Kiu-lo Hoatsu merasa telapak kakinya kesemutan, tanpa kuasa dia terjerumus terus menggelinding jatuh kebawah, agaknya timpukan batu Hong-lay-mo-li tepat mengenai Hiat-to pelemas ditelapak kakinya, tenaga yang digunakan sudah diperhitungkan lagi, maka sedikitpun Kiu-lo Hoatsu tidak curiga adanya orang yang membokong dirinya.
Cutilo amat kaget, ter-sipu2 dia memburu maju menariknya bangun, bagian bawah tanah miring itu adalah batu2 gunung yang tajam, untung Kiu-lo Hoatsu sempat ditolong, kalau tidak dapat dibayangkan akibatnya. Kiu-lo Hoatsu mengomel panjang pendek, terpaksa dia harus istirahat dulu untuk menghilangkan rasa kemeng dan linu pada telapak kakinya.
Cutilo sendiripun merasa amat diluar dugaan, tapi dia tidak merasa curiga, katanya: "Baiklah, mari biar kubantu menguruti."
Hong-lay-mo-li berbisik: "Hayo kita dahului tiba disana memberi kabar," dengan mengembangkan Gin-kang, tanpa mengeluarkan suara lekas sekali mereka sudah tiba dibalik gunung sebelah sana.
Kejap lain mereka sudah tiba dibawah gunung, tempat dimana pasukan Yalu Hoan-ih bercokol dan berkemah, pasukan ronda simpang siur, penjagaan amat ketat.
Tapi mereka mengenakan seragam mlliter dari pasukan ronda pula, punya lencana lagi, tanpa menemui rintangan mereka maju terus, Malah Jilian ceng-sia memberi tahu kepada peronda2, bahwa diatas gunung kelihatan bayangan dua orang, belum diketahui teman atau musuh, supaya mereka lebih berhati2, Cutilo orang baru, sementara Kiu-lo Hoatsu biasa disamping Wanyen Liang, belum tentu tentara sekian banyak itu kenal padanya, meski mereka bisa menunjukan bukti, betapapun mereka sudah terlambat datang.
Setiba diluar perkemahan Yalu Hoan-ih, mereka minta penjaga masuk lapor, Yalu Hoan-ih baru saja mau mapan tidur, mendengar Halukay mengutus orang menemuinya untuk laporan situasi militer, terpaksa Yalu Hoan-ih terima kedatangan mereka sementara dalam hati merasa curiga.
Waktu berhadapan muka Yalu Hoan-ih merasa kedua orang ini seperti sudah dikenalnya, tapi tak teringat dimana dia pernah melihat mereka, tengah hatinya ragu2, Jilian Ceng-sia sudah maju memberi hormat secara kemiliteran, katanya: "Ha-ciangkun ada menyampaikan situasi militer yang cukup genting, kami diutus untuk menyampaikan kemari." waktu memberi hormat, sengaja dia unjukan cincin dijari kelingking- nya kehadapan Yalu Hoan-ih.
Sungguh bukan kepalang senang hati Yalu Hoan-ih melihat cincin ini. Perlu diketahui bahwa cincin itu adalah tanda pertunangan Yalu Hoan-ih dengan Jilian Ceng-sia, begitu melihat cincin ini, sudah tentu dia lantas tahu siapa yang berada dihadapannya.
Dengan menekan perasaan Yalu-Hoan-ih segera berseru: "Semua keluar, jaga pintu dan seluruh pelosok pangkalan, siapapun dilarang masuk." dua orang pengawalnya segera mengiakan dan lekas mengundurkan diri.
Baru sekarang Yalu Hoan-ih menghela napas lega, katanya: "Adik Ceng-sia, besar benar nyalimu. saudara ini."
"Saudara ini adalah Liu Lihiap." tukas Jilian Ceng-sia tertawa, "Ha, ha, kau tidak kenal kami lagi" Kejut dan girang Yalu Hoan-ih: "Cara bagaimana kalian bisa datang kemari?
Mana Jicimu?"
"Semua itu kurang penting, kelak bicara lagi."
Melihat sikap tunangannya kurang tenang dan ter-gopoh2, katanya kalem dengan menepuk pundaknya:
"Ada urusan genting apa, setelah kalian berada disini, aku pasti akan bekerja sekuat tenaga, tidak usah kuatir."
"Bukan urusan kami, justru persoalanmu sendiri. Cutilo dan Kiu-lo Hoatsu hendak kemari merenggut jiwamu, Cutilo ahli racun, kau harus lekas cari akal untuk menghadapinya." segera Jilian Ceng-sia tuturkan apa yang didengarnya ditengah perjalanan tadi secara singkat jelas.
Yalu Hoan-ih mengurut kening, katanya: "Untuk membunuh kedua kepala gundul ini bukan soal sulit, cuma kita sekalian harus memberontak dan keluar dari kelompok besar, dan usaha untuk menolong Bu-lim-thian-kiau terpaksa batal, demikian pula rencana kita esok malam semuanya gagal total."
"Lalu bagaimana?" Jilian Ceng-sia gelisah, "sebentar kedua kepala gundul itu bakal datang."
Sebaliknya Hong-laymo-li tenang2, katanya tertawa: "Tidak perlu kuatir, kita boleh tipu menipunya,"
"Tipu menipu bagaimana?" tanya Yalu Hoan-ih. "Telanlah dulu obat ini, bila kedua kepala gundul itu
datang. kau pura2 tidak tahu menahu, sikapmu tetap hormat
menyambut kedatangan mereka. Kepala gundul itu pasti akan turun tangan secara diam2, umpama kau rasakan kaupun jangan buat ribut. Besar dan tabahkan hatimu, Umpama dia hendak menyuguh secangkir arak kepadamu, minum saja jangan kuatir. Soal tipu apa yang kumaksud, setelah mereka pergi, baru akan kujelaskan Kini tidak keburu lagi." lalu dia keluarkan sebutir pil warna hijau pupus.
Jilian Ceng-sia masih kurang mantap, tanyanya: "Obat apakah ini? Cutilo adalah tokoh kosen yang ahli menggunakan racun, racun yang dia gunakan pasti amat lihay, harus ada obat penawar bikinannya, Apakah obatmu ini bisa menawarkan ratusan racun?"
"Tak usah kuatir, aku bertanggung jawab, kedua kepala gundul itu pasti tak kubiarkan mengganggu seujung rambut Ih-komu."
"Demi suksesnya urusan besar, kenapa aku harus takut menampilkan diri untuk mencoba racun, Liu lihiap agaknya sudah mengatur tipu daya ini dengan baik, kitapun tidak perlu banyak ragu lagi."
Sampai disini pembicaraan mereka, maka terdengar seorang penjaga diluar kemah berseru lantang: "Kiu lo Hoatsu dengan seorang Hwesio gede lainnya mohon bertemu dengan Ciangkun, apakah mereka boleh masuk?"
Sesuai dugaan Jilian Ceng-sia, setelah mengalami pemeriksaan dan pertanyaan berbelit2 kedua orang ini baru sekarang tiba disini.
Yalu Hoan-ih segera menjawab: "Kiranya Hoatsu pelindung Baginda yang datang, sudah tentu diterima dengan segala kebesaran Buka pintu tengah, silakan mereka masuk."
Hong-lay-mo-li dan Jilian Ceng-sia sembunyi ke kemah belakang, Lekas Yalu Hoan-ih panggil orang kepercayaannya untuk melayani, baru saja dia telan pil obat itu, Kiu-lo Hoatsu dan Cutilo sudah beriring melangkah masuk dengan tertawa lebar.
Yalu Hoan-ih berdiri menyambutnya, sapanya: "Malam2 Hoatsu berkunjung, entah ada petunjuk apa?"
Maaf Siau-ciang tidak keluar menyambut Toa-hwesio ini adalah..." pura2 dia tidak tahu siapa sebenarnya Cutilo.
"Supaya Ciangkun tahu, Toa-hwesio ini adalah tamu agung negeri kita, Sia-jit Hoatang Koksu negeri Turfan."
Yalu Hoan-ih pura2 kaget, serunya: "Haya, sungguh suatu kehormatan besar bagi kedatangan Hoatong kekemahku ini."
"Ciangkun tidak perlu banyak adat." ujar Cutilo, "Siau-ceng kebetulan tiba disini, ingin berkenalan dengan orang2 gagah negeri besar ini. Sudah lama aku dengar kebesaran Ciangkun, sengaja aku bertandang kemari."
Kiu-lo Hoatsu berkata: "Sia-jit Hoatong diutus kemari untuk merundingkan perdamaian kedua negara-baginda minta dia sementara tinggal disini membantu gerakan kita," Pembantu kepercayaan Yalu Hoan-ih kebetulan menyuguhkan tiga cangkir teh yang masih panas, ka-tanya: "Silakan Siang-jin berdua minum teh."
Kiu-lo Hoatsu menambahkan: "Kali ini kami mendapat perintah Baginda untuk mengadakan inspeksi keberbagai pangkalan terpaksa malam2 mengganggu ketenangan Ciangkun."
"Harap Siang-jin berdua suka memberi sedikit muka, haturkan sembah sujutku kepada Baginda raja."
Kiu-lo Hoatsu tertawa, katanya: "Disiplin kemiliteran Ciangkun amat keras, hampir kita sukar masuk kemari, sungguh dibuat kagum!"
"Musuh sudah dihadapan kita, terpaksa penjagaan harus diperketat, mohon maaf bila membuat kesalahan kepada Siang-jin. Silakan minum."
Kiulo Hoatsu sengaja ajak bicara untuk memecah perhatian Yalu Hoan-ih, sementara Cutilo leluasa turun tangan.
Cutilo menyingkap lengan baju untuk mengambil cangkir, lengan jubah Hwesionya yang lebar itu menutupi pandangan Yalu Hoan-ih, katanya:
"Silakan" membarengi ucapannya ini, jari kelingkingnya menjentik, dari sela2 kukunya dia selentik bubuk racun kedalam cangkir teh Yalu Hoan-ih.
Gerak geriknya cekatan dan cepat tangkas, jangan kata pembantu yang melayani mereka tidak tahu, sampaipun Yalu Hoan-ih sendiri yang sudah waspadapun tidak merasakan sama sekali, cuma dia merasa cara orang mengambil cangkir sedikit ganjil, namun tidak melihat cara bagaimana orang memasukkan racun ke-dalam air tehnya. Tapi dia cukup membayangkan bahwa gerak gerik Cutilo barusan tentu sudah menaburkan racun kedalam air tehnya. Menurut pesan Hong-lay-mo-li, Yalu Hoan-ih pura2 tidak tahu, diangkatnya cangkir sekali tenggak dia habiskan seluruh isinya, Meski tahu yang diminum teh beracun, walau ingat akan pesan Hong-lay-mo-li, tak urung hatinya kebat kebit juga.
Kiu-lo Hoatsu dan Cutilo menghabiskan air teh nya, Kata Kiu-lo Hoat-su: "Terima kasih akan suguhan teh ini, Aduh, sudah kentongan ketiga, kita harus lekas pulang." memang ronda memukul kentongan pertanda kentongan ketiga.
"Kapan Siang-jin berdua sempat berkunjung kemari silakan duduk sebentar lagi."
"Kita harus menilik tempat2 lain, Ciangkun sendiri juga perlu istriahat."
"Baiklah, biar besok aku membalas kunjungan ini, harap Siang-jin suka memberi pujian dihadapan Baginda."
"Sudah tentu, sudah tentu, selanjutnya kita harus sama2 saling membantu." ujar Cutilo, sementara dalam hati dia membatin: "Besok kau hendak balas berkunjung? Hm, hm, silakan setelah kau menitis kembali ke dunia fana ini!"
Setelah mengantar tamunya keluar kemah, waktu jalan kembali kepalanya sudah terasa pusing, kakinyapun sempoyongan Lekas Jilian Ceng-sia memapak maju memayangnya kembali kedalam kamarnya. Hong-lay-mo-li mengambil sebatang tatakan lilin diletakan didepan meja Yalu Hoan-ih, dengan seksama dia memeriksa, katanya: "Memang sesuai dengan dugaan, dia terkena bubuk racun Mo-kui-hoa."
"Darimana kau tahu?" tanya Jilian Ceng-sia. "Lihatlah kedua alisnya,"
Dengan tajam Jilian Ceng-sia perhatikan dahi ditengah alis Yalu Hoan-ih, lapat2 seperti ada hawa warna hitam. "Kalau racun Mo-kuihoa tidak menjadi soal, aku punya obat pemunahnya," ujar Hong-lay-mo-li.
Begitu menelan pil obat pemberian Hong-Iay-mo-li, Yalu Hoan-ih lantas duduk sila dengan kekuatan hawa murninya sendiri dia salurkan kasiat obat keseluruh badan. Dengan hati tidak tentram Jilian Ceng-sia menunggu dan berjaga disampingnya, tampak hawa hitam didahinya itu semakin menipis, dalam semasakan air mendidih. hawa hitam itu sudah tidak kelihatan sama sekali.
"Liu-cici" ujar Jilian Ceng-sia lega hati, "kalau kepala gundul itu menggunakan racun jenis lain yang lebih keras, bukankah amat berbahaya?"
"Menurut perintah Wanyen Tiang-ci dia harus membunuh Yalu Hoan-ih tanpa meninggalkan bekas2 yang mencurigakan, masakah dia mau membiarkan orang lain tahu bahwa dialah pembunuhnya? Maka racun yang dia gunakan, harus bekerja setelah mereka pergi Dan racun Mo-kui-hoa paling cocok dengan cara yang dikehendaki, maka aku sendiri tidak perlu ragu2."
Jilian Ceng-sia amat haru dan terima kasih, katanya: "Liu- cici, kau begini teliti, urusan pasti tidak akan gagal, Jadi kekuatiranku tadi memang berkelebihan."
Tengah bicara Yalu Hoan-ih sudah selesai dengan samadinya, katanya gelak2 sambil berdiri: "Obat penawar ini kasiatnya memang luar biasa, kini semangatku malah gairah, rasa kantuk hilang sama sekali."
"Yalu-ciangkun," ujar Hong-lay-mo-li tertawa, "sejak kini kau harus sudah mati!"
Jilian Ceng-sia berjingkat, baru saja hendak ber-tanya, Yalu Hoan-ih lekas sekali sudah paham akan maksud Hong-lay-mo- li, katanya gelak2: "Kau suruh aku pura2 mati?" "Benar, Kau sudah diracun Cutilo, mana boleh tidak mati?
Inilah yang kumaksud tipu menipu tadi."
"Aku mengerti akan muslihat ini. tapi cara bagaimana kelanjutan dari kejadian ini harap Liu Lihiap suka menjelaskan?"
"Apakah diantara anak buahmu ada tukang kayu yang pandai?"
"Ya, memang ada seorang ahli pertukangan." "Bagus, suruhlah dia membuat sebuah patung yang
bentuknya mirip dengan kau. Suruh pula membuat sebuah
peti mati, patung kayu itu dimasukan kedalam peti mati dan perintahkan orang kepercayaanmu laporan kepada Wanyen Liang akan berita duka cita kematianmu, Sudah tentu semua perlengkapan harus lekas disiapkan juga. kecuali anak buah kepercayaanmu jangan sampai rahasia ini bocor."
"Seluruh pangkalan ini diduduki anak buah kepercayaanku semua, duka cita kali ini pasti dapat kita buat dengan baik dan ramai, tanggung takkan kelihatan belangnya."
Malam2 itu juga mereka sibuk bekerja, masing2 menjalankan tugasnya sendiri2. sebelum terang tanah patung sudah dibuat selesai, lalu didandani dan diberi rambut palsu, mukanya dilumuri minyak dan dimake up sedemikian rupa mirip benar dengan muka Yalu Hoan-ih.
Setelah hari terang tanah semua keperluan sudah selesai, ditengah2 perkemahan yang paling besar den luas, diadakan sekedar sembahyangan semua anak buah Yalu Hoan-ih mengenakan pakaian duka cita, suasana amat hidmat, maka disamping memberi laporan kepada Baginda Wanyen Liang, wakil Yalu Hoan-ih yang bernama Go Ko-ji tampil kedepan mengumumkan kematian mendadak komandan tinggi mereka kepada seluruh pasukan besar. Semua serdadu percaya. semua menyatakan duka cita. Beramai2 mereka berdatangan melayat. Tak lama kemudian utusan yang laporan kepada Baginda sudah pulang, Yalu Hoan-ih memanggilnya masuk kekamar rahasia, Hong-lay-mo-li berdua sembunyi dibalik kemah, sementara Go Ko-ji temani komandannya mengajukan pertanyaan yang terperinci kepada utusan itu.
Utusan itu tertawa, katanya: "Ternyata sedikitpun Wanyen Liang tidak curiga, katanya dia sendiri hendak kemari pimpin upacara!"
"Apa benar?" Yalu Hoan-ih kegirangan.
"Masakah aku main2? Haha, tapi Wanyen Liang memang pandai main sandiwara, setelah mendengar kematian Ciangkun, entah bagaimana dia memeras air mata, pura2 berduka. Dikatakan Ciangkun mendirikan pahala besar bagi negeri Kim, belum lagi gerakan besar kali ini berhasil, tahu2 sudah mangkat lebih dulu, dia menyatakan amat sedih dan merasa kehilangan seorang pembantu yang terpercaya. Dia berkeputusan hendak memimpin upacara besar untuk menyatakan ikut berduka cita."
"Yang terang sandiwaranya itu sengaja di pertunjukan buat kita semua, dia harus mengikat kepercayaan hati serdadu, Supaya serdadu dari bangsa Liau kita meneruskan jual jiwa bagi kepentingannya."
Utusan itu tertawa, katanya: "Anehnya, mendengar Ciangkun mati mendadak, dia hanya menghela napas tanpa menanyakan sebab musabab atau penyakitnya."
"Kalau begitu, bukan mustahil Cutilo memang dia yang suruh meracun aku, Hal itu tidak perlu dibuat heran, kita siap menunggu kedatangannya. Kapan dia datang?"
"Tengah hari nanti akan kemari." "Selain itu dia ada memberi pesan apa?" "Dia perihtahkan Go-ciangkun sementara pegang cap kebesaran komandan disini. Untuk mendengar perintah lebih lahjut."
Go Ko-ji berkata: "ltu pertanda bahwa dia hendak pilih lain orang untuk menjabat kekosongan jabatan komando tertinggi disini, Tapi hal ini merupakan langkah2 terakhir, tak perlu kita pedulikan, setelah menghadapi Wanyen Liang, kitapun sudah keluar dari lingkungan markas besar negeri Kim ini."
Setelah utusan itu mengundurkan diri, mereka terus merundingkan persiapan yang perlu segera dilaksanakan setelah semua diteliti dan terasa sempurna, masing2 pihak menempati posisinya sendiri2 sesuai rencana untuk bergerak.
Waktu berjalan cepat, hari udah menjelang lohor, Yalu Hoan-ih sudah selesai dengan segala persiapan, dibawah bantuan Hong-lay-mo-li dia menyaru jadi seorang bintara yang bertugas menerima tamu2 diruang duka, dengan bercampur baur dengan orang banyak, orang sukar mengenalinya lagi.
Tepat tengah hari, seorang petugas yang berjaga diluar berlari masuk memberi laporan: "Sudah datang, sudah datang!"
"Berapa banyak yang datang?" tanya Go Ko-ji senang. "Hanya kelihatan tiga orang menunggang kuda." "Siapa saja mereka?"
"Belum terlihat jelas."
"Dibelakang adalah rombongan yang mengikuti?"
"Tiada debu mengepul, Orang yang menunggang ditengah mengenakan topi kebesaran dan membawa tongkat kebesaran dari Baginda!"
"Lekas dilihat biar jelas dan segera laporkan lagi." Selagi didalam ribut2 dan kebingungan tiba2 terdengar irama musik penyambutan bagi pembesar tinggi bergema, Cepat sekali kedatangan ketiga penunggang kuda itu, Belum lagi petugas menunaikan perintah, mereka sudah tiba lebih dulu.
Keruan Yalu Hoan-ih amat kaget, Dilihatnya ketiga orang itu sudah disongsong oleh para panglima bawahannya masuk kedalam ruang duka, Diam2 mengeluh hati Yalu Hoan-ih setelah melihat ketiga orang yang datang, Kiranya mereka adalah Wanyen Tiangci, Sia-jit Hoat-ong dan Kiu-lo Siangjin.
Setiba diruang pemujaan Wanyen Tiang-ci membeber maklumat membacakan perintah raja, Diam2 semua orang sama berkeringat dingin, tapi lekas sekali merekapun lega hati. Wanyen Liang batal datang sendiri tapi dari pembacaan perintah dan sambutannya terang bahwa sang Raja tidak curiga sama sekali, cuma dia mengutus pamannya untuk mewakili dirinya, Betapapun rencana semula harus terus dilaksanakan meski sasaran utama ganti orang Iain.
Setelah Waiiyen Tiang-ci habis membacakan maklumat raja, Go Ko-ji pimpin para panglima bawahannya maju menyampaikan terima kasih kepadanya, tidak lepas sekadar basa besi saja.
Berkata Wanyen Tiang-ci: "Yalu-ciangkun berbakti dan pernah mendirikan pahala besar bagi negara, sayang disaat usia menanjak tutup usia terlalu pagi, Baginda amat kehilangan seorang pembantu yang amat diandalkan maka beliau suruh aku wakil untuk menyampaikan bela sungkawa, Diharap para saudara memaklumi maksud baik baginda, meneruskan tekad dan cita2 Yalu-ciangkun, bekerja dan bertugas lebih keras demi negara."
Go Ko-ji dan lain2 berbareng mengiakan, namun dalam hati mereka sama mengumpat: "Memangnya kita akan berjuang demi tegaknya negara, tapi bukan negara Kim, tapi negara Bangsa Liau kita sendiri." Berkata Wanyen Tiang-ci lebih lanjut: "Bagaimana hubungan pribadiku dengan Yalu-ciangkun para hadirin tahu semua, aku pribadipun akan memberi penghormatan terakhir bagi teman sejawat yang paling akrab, Rntah layon sudah terpaku belum, aku ingin melihat wajahnya akhir kali."
Hal ini sudah dalam dugaan orang banyak, Go Ko-ji segera menjawab: "Terima kasih akan perhatian dan keluhuran Baginda dan paman baginda, hawa panas kuatir berbau busuk, bukankah bikin pusing kepala Hong-siok saja."
"Hubunganku amat intim dengan Yalu-ciangkun, masakah aku hiraukan bau busuk segala."
"Banyak terima kasih akan kesudian Hong-siok. Baiklah, kami akan menurut permintaan Hong-siok sendiri." segera Go Ko-ji perintahkan orang untuk membuka peti mati.
Begitu tutup peti mati terbuka, serangkum bau busuk segera merangsang hidung, Kiranya semua ini memang sudah dipersiapkan lebih duluZ sebetulnya orang meninggal meski setengah hari belum berbau, tapi kalau kematiannya lantaran keracunan, maka kulit daging sikorban pasti akan lekas membusuk adalah jamak kalau sekarang mereka dirangsang bau busuk soalnya dalam peti mati sudah ditaburi bahan obat2an yang baunya menyerupai mayat, malah hidungnya juga dilumuri beberapa tetes darah anjing, kelihatannya panca indra mencucurkan darah.
Cutilo juga ikut melongok kedalam peti mati di-belakang Wanyen Tiang-ci. Keruan hatinya terkejut melihat keadaan ini, diam2 ia membatin: "Semoga tidak menimbulkan curiga para bawahannya." lekas dia sentuh lengan Wanyen Tiang-ci.
Sebetulnya bila Wanyen Tiang-ci mau meraba dengan tangannya, dia pasti tahu akan patung kayu yang rebah didalam peti mati, Tapi main raba dianggap kurang hormat, Melihat mayat didalam peti memang Yalu Hoan-ih adanya, baunya amat busuk lagi sedikitpun ia tidak curiga, cukup sekilas saja, lekas dia suruh orang menutup lagi.
Dengan unjuk muka sedih Wanyen Tiang-ci berkata lagi: "Yalu-ciangkun sebagai sokoguru negara, sayang wafat lebih dulu, jangan kata kalian bersedih, Bagindapun merasa amat kehilangan. Tapi orang mati tak bisa hidup kembali, tugas negara membebani kita, kuharap kematian Yalu-ciangkun menjadi cambuk semangat kita untuk menunaikan tugas negara, Terutama kau Go-ciangkun, sekarang kaulah yang harus memikul beban Yalu-ciangkun, maka perlu kau menjaga kesehatan badanmu sendiri, Go-ciangkun, silakan bangun, aku masih ada omongan hendak kusampaikan."
Dengan, sesenggukan Go Ko-ji berdiri katanya menyeka air mata: "Aku sendiri merasa kurang becus, kini ditinggal pergi Ciangkun, entah bagaimana aku harus bekerja, Harap Hong- siok suka memberi petunjuk."
Wanyen Tiang-ci berkata: "Go-ciangkun terlalu sungkan, Menurut maksud Baginda, supaya kau tetap pegang cap kebesaran, setelah peperangan ini berakhir baru diadakan pembetulan lagi, Sejak sekarang kau boleh langsung terima cap kebesaran itu. tidak usah menunggu surat kuasa dari Baginda."
"Mungkin aku tidat kuat memikul beban berat ini." sahut Go-ciangkun.
"Memang peperangan akan segera terjadi, maka Baginda ada maksud mengirim seorang penasehat militer kemari, sekaligus menjadi ajudanmu, Hal ini dilakukan demi selarasan tugas dinas saja, harap Ciang-kun tidak banyak curiga, Perlu juga kuberi tahu, setelah penasehat militer tiba, pasukan kalian akan dimutasikan kegaris depan. Maka menguburan jenazah Yalu-ciangkun perlu segera diselesaikan."
Se'elah memberikan pesan2 yang dianggap perlu, dengan mencucurkan air mata, Wanyen Tiang-ci pura2 bersedih, katanya sambil memegangi layon: "Yalu-ciangkun, maaf karena tugas lebih penting, aku tidak bisa mengantar keberangkatanmu." setelah pura2 menangis, ala kadarnya dia menyulut dupa berdoa dan ambil berpisah, Bergegas bersama Cutilo dan Kiu-lo Hoatsu minta diri.
Setelah ketiga orang ini pergi, baru semua orang merasa lega, Tak tertahan Jilian Ceng-sia tertawa cekikikan, katanya: "Di-ko memper benar kau berpura2. Hampir saja tak tertahan aku gelak2 tawa."
"Adik Sia, jangan kau kira dia tadi benar2 memberi hormat kepada Hi-komu? Agaknya kau tidak tahu betapa licik dan telengas hati Wanyen Tiang-ci! Coba kau buka peti mati dan periksa isinya."
"Lho ada keanehan apa lagi2 Ih-ko, baunya terlalu busuk, coba kau saja yang membukanya."
Yalu Hoan-ih ketarik juga, dengan kekuatan Kim-kong-ci-lat dia cabut paku dan membuka tutup peti mati, tampak patung kayu itu masih rebah utuh didalamnya.
Hong-lay-mo-li segera berkata: "Coba kau sentuh patung kayu itu."
Yalu Hoan-ih menurut, begitu jarinya menyentuh patung itu, laksana meraba kayu keropos dan lapuk, kayu sekeras itu ternyata sudah lebur.
Yalu Hoan-ih meleletkan lidah, katanya: "Kalau aku yang rebah disini, bukankah badanku sudah hancur lebur!"
Peti mati ini dibuat dari kayu jati yang paling baik kwalitetnya, diwaktu memberi hormat perpisahan tadi, tangannya pernah meraba peti, tak nyana gerak geriknya itu hanya menutupi perbuatan jahatnya, Tapi peti mati sedikitpun tidak kurang suatu apa, patung didalamnya justru sudah pecah, kepandaian Kek-san-bak-gu (memukul kerbau teraling gunung) sungguh amat mengejutkan. "Liu-cici dari mana kau tahu?"
"Dua kali aku pernah gebrak melawan dia, waktu kulihat dia meraba peti, lantas aku tahu akan maksud kejinya, Kukira dia kuatir kami sengaja mengatur tipu daya, maka secara diam2 dia hancurkan mayat didalam untuk menjaga segala kemungkinan."
"Kejadian ini sungguh celaka!"
"Tapi, ada manfaatnya dan ada ruginya."
"Apa manfaat dan rugi yang kau maksud Liu-cici? Aku tidak mengerti," tanya Jilian Ceng-sia.
"Sia2lah Ih-komu pura2 mati, tanpa berhasil memancing Wanyen liang datang, Kini badannya sudah lebur, selanjutnya tidak bisa muncul dimuka umum, cara bagaimana dia bisa menolong Bu-lim-thian-kiau? Bukanlah mau untung malah buntung?"
"Untungnya setelah kejadian ini, mereka lebih yakin bahwa aku sudah mati! Maka keselamatanku tidak perlu dikuatirkan lagi." demikian timbrung Yalu Hoan-ih.
"Meski tidak curiga, tapi mereka hendak utus penasehat segala kemari, yang terang hendak mengawasi gerak gerik kita."
Yalu Hoan-ih tertawa dingin: "Tujuan Wanyen Liang hanya merangkul kita untuk menjual jiwa bagi kepentingannya, kapan dia pernah percaya kepada bangsa Liau kita?"
"Begitu penasehat tiba, setiap gerak gerik kita menjadi kurang bebas, Yalu-ciangkun tidak boleh tampil kedepan umum lagi, lalu bagaimana baiknya?"
Para panglima dan perwira lain beramai2 saling melimpahkan isi hatinya, ada puia yang berseru: "Lebih baik berontak saja!" "Memang cepat atau lambat kita harus berontak, tapi sekarang belum tiba saatnya, Dengan kejadian hari ini, masakah Wanyen Liang tidak akan hati2 terhadap gerak gerik kita? Memangnya gampang tiga laksa pasukan kita hendak terjang keluar dari kelompok laksaan pasukan besarnya?"
"Kita boleh membarengi besok malam kentongan ketiga waktu penyerangan keselatan dimulai, angkat senjata berontak dari dalam."
"Tapi rencana kita hendak menawan Wanyen Liang hidup2, bergabung pasukan Song menggempurnya dari luar dan dalam. jadi rencana kita sendiri menjadi gagal. Apalagi masih ada Tam kongcu yang harus kita tolong?"