Pendekar Latah Bagian 30

 
Bagian 30

Hong-lay-mo-li menelan air matanya, sahutnya-"Anak mengerti." Saat mana mereka sudah pargi jauh, ucapan Wanyen Liang yang terakhir tidak mereka dengar, dikiranya setelah terjatuh ketangan Wanyen Liang, Bu-lim-thian-kiau pasti menemui ajalnya.

Cepat sekali mereka sudah berada dibalik bukit didepan sana, sepanjang jalan mereka sudah melewati puluhan pos2 penjagaan, namun dengan mudah Liu Goan-cong satu persatu tutuk Hiat-to mereka, jalan gunung semakin belukar dan susah dilalui, setelah memasuki sebuah selat gunung, disebelah depan sudah tiada pos penjagaan lagi.

Tampak lereng gunung disini merupakan tanah tandus, batu2 gunung yang runcing dan berbentuk aneh2 bertaburan di-mana2 Liu Goan cong melangkah lebar melalui semak2 berduri, Hong-lay-mo-li tetap mengikuti jejak ayahnya dengan menggandeng lengan Bing-cu.. Sekejap saja mereka sudah melewati semak2 berduri ini dan tiba dibawah gunung.

Liu Goan-cong menghela napas lega, waktu dia angkat kepala memandang sekelilingnya, baru mereka sadar kenapa Bu-lim-thian-kiau suruh mereka lari kea-rah sini. Kiranya memang daerah pegunungan disebelah sini amat belukar dengan semak2 berduri, keadaannya amat berbahaya, bukan saja disebelah sini pos penjagaan jauh berkurang, dibawah gunung pun tidak ada pangkalan pasukan tentara musuh.

Liu Goan-cong tetap memimpin jalan, ber-lari2 kencang menuju ke arah sawah ladang, Tapi sedemikian jauh mereka belum keluar dari daerah terlarang dari kedudukan pasukan besar negeri Kim disebelah utara sungai Tiangkang.

Tampak dari arah tenggara sana terdengar suara ringkik kuda yang ramai, sebarisan pasukan berkuda negeri Kim sedang mengejar dua ekor kuda yang berlari tak jauh didepan.

"Eh, dua orang didepan itu kelihatannya seperti perempuan." ujar Hong-lay-mo-li keheranan, setelah dia mengamati dengan seksama akhirnya dia melihat jelas, kiranya kedua perempuan itu adalah Jilian Ceng hun dan adiknya Jilian Ceng-sia.

Cepat sekali kuda tunggangan mereka sudah dibedal lebih kencang meninggalkan para pengejarnya, namun pasukan berkuda itu tetap mengejar dengan kencang.

Baru sekarang Hong-lay-mo-li sadar, kiranya dua perempuan lain yang dimaksud oleh musuh adalah Jilian bersaudara, merekalah yang wakilkan diri memancing pengejaran pasukan berkuda musuh, Tipu muslihat ini terang adalah berkat akal yang diatur oleh Bu-lim-thian-kiau.

Sungguh haru senang dan kuatir pula hati Hong-lay-mo-li.

Tiba2 didengarnya terompet ditiup saling bersahutan disebelah timur, disusul ramainya suara bentrokan senjata tajam dari pertempuran acak2an, Liu Goan-cong mendengarkan dengan seksama, katanya: "Pasukan Kim ditimur melaporkan adanya musuh yang menggempur." tak lama kemudian dari selatan barat juga terdengar suara terompet laporan yang sama, mendengar aba2 terompet ini, pasukan berkuda yang mengejar Jilian bersaudara akhirnya menghentikan pengejaran, disamping tidak tahu berapa banyak musuh menyerbu datang, merekapun tidak berani terlalu jauh meninggalkan pangkalan, cepat mereka putar balik.

"Syukurlah," ujar Hong-lay-mo-li, "Jilian bersaudara pasti lolos dari mara bahaya."

Liu Goan-congpun menghela napas lega, kini Bing-cu yang menunjuk jalan, sekaligus mereka ber-lari2 puluhan li, kini mereka benar2 sudah jauh meninggalkan pangkalan pasukan Kim, terhitung lolos dari daerah terlarang.

Hong-lay-mo-li kendorkan larinya, supaya Bing-cu bisa ganti napas, setelah berjalan lagi beberapa jauh, Hong-lay- mo-li celingukan, tiba2 dia bersuara heran, katanya: "Aneh!"

"Apanya yang aneh?"

"Pasukan yang menyergap musuh itu kemana? Kenapa pergi datang tanpa jejak? Bukankah kejadian ini amat aneh?"

Setelah dipikir2 Goan-cong juga merasa heran, katanya: "Biarlah setelah kita tiba dipangkalan pasukan gerilya boleh tanya mereka." Beberapa kejap kemudian baru mereka benar2 mendengar suara kelinting kuda, dari depan mendadak muncul sebarisan tentara berkuda negeri Kim, Melihat yang datang hanya sepuluhan orang, Liu Goan-cong segera meraih sebutir batu terus diremasnya menjadi krikil, baru saja dia hendak taburkan batu2 kerikil itu untuk merobohkan mereka, keburu Hong-lay mo-li berseru mencegah:

"Tahan ayah, yang datang adalah kawan sendiri!"

Liu Goan-cong melongo dan menghentikan tangannya yang sudah terangkat. Capat sekali barisan berkuda itu sudah tiba didepan mereka, perwira yang memimpin barisan berkuda ini bukan lain dalah Yalu Hoan-ih.

Yalu Hoan ih lekas melompat turun, serunya: "Selamat, selamat Liu Lihiap. kau berhasil lolos dari ba-haya:" agaknya dia sudah tahu akan kejadian ini. Dengan tertawa dia lantas menjelaskan lebih lanjut: "Mereka adalah orang2 kepercayaanku, bukan orang Kim, ada omongan apa silakan katakan saja."

"Darimana kau bisa tahu kejadian yang kami alami? Kenapa kau menuju kemari?"

"Semalam Bu-lim-thian-kiau menginap dalam kemahku." tutur Yalu Hoan-ih, "Waktu jejak kalian konangan, akupun pura2 bantu Halukay mengadakan pemeriksaan, Bu-lim-thian- kiau lantas mengatur tipu daya, Ceng-hun dan Ceng-sia disuruh menyaru jadi kalian berdua, memancing pengejaran musuh, aku kuatir mereka mengalami bahaya, pura2 ikut mengejar, secara tidak langsung melindungi mereka lolos, baru sekarang aku putar balik."

Hong-lay-mo-li baru paham, katanya: "Tadi pasukan Kim menemukan jejak musuh dari berbagai penjuru, kiranya juga karena permainan muslihatmu?" "Benar, Kusuruh anak buahku menyulut api dibeberapa perkemahan, lalu kusuruh mereka ber-lari2 kian kemari seperti kedatangan musuh serta memberi laporan palsu, menimbulkan keributan, kalau tidak Jilian bersaudara mana bisa lolos!"

"Untung kau membantu secara diam2, kalau tidak kamipun sukar lolos, cuma, kaupun terlalu besar nyalimu."

"Orang banyak suasana gaduh, siapa bisa mencari tahu siapa yang menjadi biang keladi keributan ini? Dan lagi aku memang sudah siap, aku meninggalkan pangkalan ikut Halukay mengejar bangsat perempuan tujuanku untuk menghilangkan kecurigaan."

Hong-lay-mo-li menghela napas, ujarnya: "Kalian menempuh bahaya berusaha menolong kami ayah beranak, sungguh kami amat berterima kasih, Ai, sayang sekali..."

Agaknya Yalu Hoan-ih dapat meraba juntrungan kata2nya terakhir katanya dengan terkejut "Benar, aku memang hendak tanya, bagaimana keadaan Bu-lim-thian-kiau?"

"Dia sudah tertawan ooleh Wanyen Liang, mati hidupnya belum diketahui."

Yalu Hoanih berpikir sebentar, katanya: "Asal tidak segera dijatuhi hukuman, dia masih ada setitik harapan,"

"Darimana kau tahu?" tanya Hong-lay-mo-li.

Yalu Hoan-ih menjawab: "Wanyen Liang sudah keblinger dan menjadi gila, rasa siriknya terlalu besar. Bu-lim-thian-kiau cukup terkenal dan menjadi tokoh yang paling dikagumi oleh para Busu, Wanyen Liang tidak akan terima kalau ada seorang lain mengungguli dirinya dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, umpama Bu-lim-thian-kiau tidak menentang sepak terjangnya, diapun pandang Bu-lim-thian-kiau sebagai duri di- depan matanya." "Kalau demikian masakah Bu-lim-thian-kiau punya harapan hidup?"

"Justru karena rasa sirik Wanyen Liang terlalu besar, maka dia harus menahan Bu-lim-thian-kiau, dia kira gerakannya kali ini pasti dapat mencaplok negeri Song, maka sementara jiwa Bu lim-lhian-kiau takkan terancam, setelah usahanya berhasil, baru dihadapan umum dia hendak menyiksa dan menghina Bu-lim-thian-kiau, sekaligus untuk mengagulkan kepintaran sendiri yang tiada bandingannya. Hehe, asal Bu-lim-thian-kiau belum ajal, aku pasti punya harapan untuk menolong-nya." sebagai pengikut Wanyen Liang, sedikit banyak Yalu Hoan-ih sudah menyelami watak Wanyen Liang.

Timbul juga setitik harapan dalam benak Hong-lay-mo-li meski hatinya masih ragu-ragu, katanya: "Kalau begitu terpaksa tergantung usaha berat Ciangkun yang kami harapkan."

Yalu Hoan-ih gelak2, katanya: "Demgan aku dia terhitung saudara sendiri, Lihiap tidak usah kuatir."

Keruan marah jengah selebar muka Hong-lay-mo-li. Tiba2 Yalu Hoan-ih seperti teringat soal penting apa,

tanyanya serius: "Liu lihiap datang dari Kanglam, tentunya

sudah bertemu dengan Loh-ciangkun?"

"Memang aku datang dari tempat Loh-ciangkun. adik Bing- cu adalah utusan dari pasukan gerilya yang menyebrang dua hari yang lalu, kini dia ikut aku pulang, Yalu-ciangkun dari mana kau tahu akan hal ini?"

"Syukurlah kalau begitu, Kemaren aku bertemu dengan, nona Tay Mo. kita kebentur oleh sebuah persoalan yang menyulitkan."

Kiranya Yalu Hoan-ih memang sudah ber-cita2 hendak kerja sama dengan pasukan gerilya untuk bergerak dari luar dan dalam, disamping kerja sama dengan Loh Bun-ing, sekaligus menggempur pasukan besar Kim. Jilian Ceng-hun sedikit banyak sudah kenal dengan Tay Mo. maka dia menjadi perantara mempertemukan mereka secara rahasia.

Sebagai opsir tinggi dari pasukan besar musuh, sudah tentu Yalu Hoan-ih lebih bebas bergerak, dengan alasan meronda kebagian luar, dibawah petunjuk Jilian Ceng-hun, secara rahasia dia mengadakan pertemuan dengan Tay Mo, namun karena Bing-cu belum kembali, cara bagaimana kedua pihak harus bekerja, Tay Mo belum berani memberi jawaban yang menentukan.

Setelah menuturkan pertemuannya dengan Tay Mo. Yalu Hoan-ih berkata lebih lanjut: "Gerakan Wan-yen Liang menyerbu keselatan sudah diambang mata, tugas yang terpenting bagi kita sekarang adalah menjanjikan suatu waktu yang tepat untuk bergerak serempak dari tiga jurusan, sepihak adalah pasukan air negeri Song dibawah pimpinan Loh Bun- ing menyerang lebih dulu, sepihak lagi adalah pasukan gerilya menggempur dari belakang, baru aku ikut bergerak pula dari dalam, Wanyen Liang pasti dapat kita hancur leburkan. Tapi waktunya harus diatur sedemikian rupa, kalau tidak usaha ini bakal gagal total, Bagaimana dengan perjanjianmu dengan Loh-ciangkun?"

"Waktunya sudah dijanjikan tapi situasi berubah, aku sendiri kebentur persoalan yang menyulitkan, perlu kurundingkan dengan Yalu-ciangkun."

"Betapapun sulitnya persoalan ini, aku pasti akan memikulnya tanpa pamrih."

"Wanyen Liang sudah menentukan tanggal tiga belas malam sebelum kentongan ketiga mulai bergerak sebaliknya waktu yang ditentukan Loh-ciangkun adalah tanggal empat belas siang, Maka secepatnya hal ini harus segera diberitahukan kepada Loh-ciang-kun. kitapun harus mempercepat waktu untuk bergerak lebih dulu."

"Baik. soal ini serahkan kepadaku." kata Yalu Hoan-ih. "Malam ini akan kukirim utusan untuk memberi kabar kepada Loh Ciang-kun."

Sudah tentu Hong-lay-mo-li amat girang, katanya: "Bagus sekali, baiklah kita janjikan untuk mulai bergerak pada kentongan kedua besok malam."

"Baik, besok lusa kita gunakan tiga panah berapi sebagai tanda, kalian boleh menggempur datang, biar aku menyambut dari dalam, Menangkap rampok harus meringkus pentolannya, secara serempak kita gempur dulu perkemahan Wanyen Liang. Disamping itu aku juga akan berusaha menolong Bu-lim thian-kiau."

Setelah persoalan dirundingkan dengan baik, baru saja Hong-lay-mo-li hendak pamitan, tiba2 Yalu Hoan-ih teringkat akan sesuatu hal, katanya: "Kalian ingin segera kembali kepangkalan !askar rakyat bukan? Alamat nona Tay Mo sekarang sudah pindah."

"Pindah," Bing-cu berseru heran, pindah kemana?" "Pindah kesebuah desa diatas Thian-cu-san." lalu Yalu

Hoan-ih menggambarkan letak dan menyebutkan seluk beluk tempat pegunungan disana.

Berkata Hong-lay-mo-li: "Yalu Ciangkun, kau memikul tugas berat keadaanmu cukup berbahaya pula, maka kau harus lebih hati2." saat itu juga mereka bertiga berpisah dengan rombongan Yalu Hoan-ih.

Dengan mengembangkan Pat-pau-kan-sian Liu Goan-cong bertiga menempuh perjananan, kecepatan lari mereka tidak kalah dengan lari kuda, kira2 dua jam kemudian mereka sudah menempuh seratus li, kira2 pertengahan hari mereka sudah tiba didesa itu. Diluar desa ada orang berjaga, dia kenal baik dengan

Hong-lay-mo-li, keruan bukan buatan senangnya, ter-sipu2 dia maju menyambut, serunya: "Cecu, kau sudah kembali, bagus sekali!"

"Apakah ada terjadi sesuatu?" tanya Hong-lay-mo-Ii. "Tidak Tapi para Cecu dan semua Thauling sedang

berkumpul disini, Cecu, kedatanganmu sungguh amat

kebetulan! Biar segera kusediakan kuda!"

"Tidak usah, Kaupun tidak usah bikin ribut mengejutkan orang banyak." demikian cegah Hong-lay-mo-li melihat orang hendak melepaskan panah bersuara, Lalu dia memberi petunjuk kearah mana Hong-lay-mo-li harus menempuh jalan.

Gugup hati Hong-lay-mo-li seperti dibakar, ingin rasanya sekali langkah dia sudah tiba ditempat tujuan. Baru saja membelok ketikungan gunung disebelah sana, tiba2 dilihatnya dari depan menyongsong datang dua orang, Raut muka kedua orang ini amat luar biasa, seorang adalah laki2 kekar besar laksana menara besi berkulit hitam, hanya mempunyai sebelah lengan, seorang yang lain berbadan tegap berpinggang lebar, bermuka merah, tangannya menjinjing dua buah roda besi.

Kedua orang ini sedang berlari dengan ngos2an. Meski perlu segera tiba ditempat tujuan, serta melihat kedua orang ini Hong-lay-mo-li segera menghentikan langkah.

Ternyata kedua orang laki2 ini adalah pimpinan pasukan rakyat dari berbagai tempat, mereka sudah lama kenal baik dengan Hong-lay-moli. Laki2 berlengan natu itu adalah Koan- tang-thi-han Thi Toa-king, laki2 bermuka merah adalah Hong- hwe-lun Song Kim-kong. Kedua orang ini adalah musuh kebuyutan Kongsun Ki. Lekas Hong-lay-mo-li memapak maju dan bertanya:

"Lho, bukankah kalian kemari hendak berkumpul Apakah pertemuan sudah bubar? Kenapa hanya kalian berdua yang keluar?" "Bengcu," kata Song Kim-kong dengan marah dan napas memburu, "kalau kau memegang teguh peraturan Loklim, berilah jalan supaya kami pergi! jikalau kau hanya ingin melindungi Suhengmu, boleh kau ringkus kami saja!"

Kedudukan Song Kim-kong dikalangan Loklim di-daerah utara ini cukup tinggi, hanya dibawah Hong-lay-mo-li, namun dia masih termasuk bawahannya, seharusnya dia menyapa dan memberi hormat kepada Bengcu, sekarang bukan saja tidak menyapa juga tidak memberi hormat, terang dia sedang tergesa2 untuk menyelamatkan diri.

Hong-lay-mo-li amat kaget katanya: "Apa, Kongsun Ki si keparat itu berada disini? Kalian tidak usah kuatir, ada aku disini, dia pasti tidak akan berani mencabut seujung rambut kalian."

Mendengar Hong-lay-mo-li memaki suhengnya keparat, Song dan Thi melengak, tapi lekas sekali mereka menjadi lega, Kata Song Kim-kong: "Pagi2 sekali Kongsun Ki sudah datang."

"Untuk apa dia kemari?" tanya Hong-lay-mo-li.

"Untuk apa dia datang, memangnya Bengcu tidak tahu?" jawaban Song Kim-kong sinis.

Bertaut alis Hong-lay-mo-li, katanya: "Darimana aku bisa tahu?"

Song Kim-kong ter-heran2, katanya: "Bukankah kau yang mengundang Kongsun Ki kemari? Dia membawa seluruh anak buah Siang-keh-po, menamakan diri sebagai laskar rakyat juga, katanya hendak bergabung dengan kita untuk melawan Kim."

"Bohong belaka!" seru Iiong-lay-mo-li membanting kaki.

Melihat Hong-lay-mo-li memperlihatkan sikapnya, baru lega hati Song Kim-kong, katanya: "Terus terang, kamipun tidak percaya kepadanya, tapi laskar rakyat menentang penjajah Kim, siapapun yang datang tidak bisa kita tolak, kitapun tidak punya bukti2 untuk menuduh mereka ada sokongkol dengan musuh, apalagi dia adalah suheng dari Liu-bengcu, siapa yang berani menentang dia ikut bergabung?"

Hong-lay-mo-li tidak membuang waktu. tanyanya. "Dimana dia sekarang?"

"Sekarang berada di Ki-gi-thing berkumpul dengan orang banyak, Karena kita bermusuhan sama dia, maka kami mengundurkan diri, memangnya siapa yang sudi berkumpul sama tampangnya itu."

"Baik, kebetulan kedatangannya, biar kuringkus dia! Kalian tidak usah pergi, tunggulah kabar baik di-sini," dengan ter- sipu2 Hong-lay-mo-li melanjutkan perjalanan Liu Goan-cong mengikuti dibelakangnya, Bing-cu malah ketinggalan rada jauh.

Markas sementara yang digunakan Tay Mo adalah rumah besar seorang tuan tanah setempat, penghuninya sudah mengungsi ketempat lain, Cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah menemukan gedung besar yang paling mewah dan mentereng dipedusunan ini.

Kebetulan yang jaga pintu adalah seorang anak buah Hong-lay-mo-li, keruan bukan main senangnya melihat kedatangan Hong-lay-mo-li, tersipu2 dia maju menyambut sapanya: "Siocia, sungguh kebetulan kedatanganmu."

Berkata Hong-lay-mo-li dengan suara lirih: "Bagaimana keadaan didalam?"

"Barusan ada seorang cici memberitahu, katanya didalam sedang ribut mulut Tapi belum terjadi bentrokan."

"Baik, kau tidak usah bikin ribut, biar kutengok kedalam, Dimana Ki-gi-thing?" setelah tahu jelas letaknya bersama sang ayah Hong-lay-mo-li berdua kem-bangkan Ginkang melambung keatas rumah, Maksudnya supaya tidak mengejutkan orang banyak, sehingga Kong sun Ki keburu melarikan diri.

Ki-gi-thing yang digunakan ini ternyata adalah ruang tamu besar dari gedung tuan tanah ini, disebelah luar adalah pekarangan yang dikelilingi tembok pendek, berdiri diatas, tembok, lapat2 kelihatan kepala orang banyak berkumpul didalam ruangan.

Kongsun Ki memang terlihat diantara sekian banyak hadirin, Tay Mo yang menjabat wakil Beng-cu malah tersing- kir duduk dipinggir.

Dalam pekarangan kebetulan ada sepucuk pohon jati yang tumbuh tinggi dan tidak jauh dari tembok, Hong lay-mo-li lantas sembunyi dibelakang pohon, dari sini dia memperhatikan keadaan didalam, Kebetulan didengarnya Kongsun Ki sedang berpidato dengan suara lantang sehingga suara gaduh orang banyak se-akan2 kelelap oleh suaranya, katanya sambil menuding Tay Mo:

"Memangnya kau tidak tahu bahwa aku ini adalah Suheng dari Siociamu?"

"Kalau benar mau apa?" bantah Tay Mo.

Kongsun Ki tertawa dingin, katanya: "Memangnya kau masih berani mewakili Siociamu memegang tampuk pimpinan sebagai Bengcu? Lekas serahkan panah perintah kepadaku!"

Tay Mo menarik muka, katanya tegas: "Aku hanya menurut perintah Siocia, siocia yang suruh aku sementara menjabat kedudukannya, aku akan bekerja sekuat tenagaku! Kau mau minta panah perintah, apa kau sudah punya idzin Siocia?"

"Omong kosong, aku ini adalah Suheng Siocia-mu, memangnya perlu idzin apa segala? Siociamu tidak sempat pulang, di Kanglam aku sudah bertemu sama dia. dialah yang suruh aku secepatnya kemari mewakili jabatannya!" "Ngobrol saja tanpa bukti tak berguna, kalau kau bisa mengeluarkan surat kuasa dari siocia baru bisa kuserahkan kepadamu!" debat Tay Mo.

Tegak alis Kongsun Ki, damratnya: "Tay Mo, kau ini barang apa? Tidak kau bercermin diri, kau ini hanya seorang budak, kau mampu jadi Bengcu?" karena tidak terlaksana keinginannya, terpaksa dia main kasar dan unjuk watak dan jiwa rendahnya, sengaja dia bongkar asal usul orang serta menghinanya didepan umum.

Ber-kaca2 air mata dikelopak mata Tay Mo, sedapat mungkin dia menahan diri, katanya sambil berdiri: "Benar, aku hanya seorang budak, tapi siocia percaya kepadaku, maka beban berat ini dia berikan kepadaku, terpaksa aku harus bekerja menurut kemampuan dan kehendaknya, meski matipun takkan menyesali. Apalagi gugur demi nusa dan bangsa cukup membanggakan Memangnya kau ingin bicara soal kedudukan segala?"

Diam2 Hong-lay-mo-li kagum dan memuji dalam hati akan sikap keras Tay Mo.

Toh Eng-Iiang murid Tang-hay-liong yang terbesar adalah Thauling dari salah satu kelompok laskar rakyat pula, segera dia berdiri dan angkat bicara: "Menurut apa yang kutahu, nona Tay Mo dan Liu Lihiap biasanya saling membahasakan kakak beradik, Tapi hal ini tidak perlu diperdebatkan, yang terang penjajah Kim sudah kerahkan pasukan besarnya hendak menyerbu ke Song selatan, tugas penting yang harus kita pikul adalah bergabung memusatkan kekuatan menggempur mereka dari garis belakang. Kukira bukan saatnya se karang saling cakar hanya untuk memperebutkan kedudukan dan kekuasaan, bukan saja tidak menguntungkan bukankah bakal menjadi buah tertawa orang2 gagah diseluruh dunia? Aku menjunjung nona Tay Mo? Tempo dulu aku ada sedikit perselisihan dengan Kongsun-pocu, tapi sekarang kita sedang menghadapi musuh bersama, aku suka menyingkirkan dulu pertikaian lama, bergandeng tangan melawan Kim!"

Ceng hay-sam-ma Ma Gu, Ma Ju dan Ma Hing se-rempak berdiri, katanya: "Ucapan Toh-toako memang benar kami Ceng-hay-sam-ma sepandangan dengan Toh toako, kami rela mendengar petunjuk dan perintah langsung dari nona Tay Mo,"

Bukan kepalang gusar hati Kongsun Ki, dengan kepandaiannya segampang membalikan tangan untuk membunuh Toh Eng-Hang dan Cang-hay-sam ma, dasar seorang yang cerdik dan licik dan banyak akalnya lagi, tujuannya adalah menduduki jabatan Bengcu, bukan membunuh untuk melampiaskan amarah, katanya gelak tertawa malah:

"Toh-thocu, kalian terlalu pandang enteng kepada Kongsun Ki! Memangnya kau kira aku kemari hanya untuk merebut kedudukan dan kekuasaan?"

Ma-lotoa dari Ceng-hay-sam-ma adalah laki2 yang tidak tahu apa artinya takut mati, belum hilang gelak tawa Kongsun Ki, dia lantas berdiri berbicara: "Kong-sun-pocu, jikalau kedatanganmu bukan hendak merebut kedudukan dan kekuasaan disini, kenapa kau ingin menyingkirkan jabatan Beng-cu dari tangan nona Tay-Mo?"

"Justru aku ingin mendarma baktikan tenagaku untuk menggempur pasukan Kim, maka aku tidak hiraukan cemooh, penghinaan dan curiga kalian untuk memikul beban berat ini, kuminta secara hormat Tay Mo menyerahkan jabatan ini kepadaku, Coba pikir betapa genting situasi sekarang, betapa besar dan berat tugas seorang Bengcu untuk memimpin sekian banyak laskar rakyat? Bukankah pantas kalau kita memilih seorang pimpinan yang benar2 boleh diandalkan?

Bukan aku hendak mengangkangi kedudukan Bengcu ini, yang terang didalam menghadapi situasi seperti sekarang ini tenaga Tay Mo takkan banyak pengaruh-nya, sdr2 yang hadir semua adalah pimpinan tertinggi dari berbagai kelompok barisannya sendiri2, memangnya kalian rela dipimpin dan diperintah oleh seorang budak?"

Pimpinan laskar rakyat yang hadir semuanya bertujuan menentang pasukan Kim, tapi tidak sedikit diantara mereka adalah manusia2 kasar yang tidak tahu tata tertib, tenaga besar otak tumpul, dihadapan Hong-lay-mo-li mereka tunduk dan takut, tiada yang berani punya pikiran nyeleweng, tanpa hadirnya Hong-lay-mo-li sekarang, mereka merasa masing2 pihak duduk sama rendah berdiri sama tinggi, siapapun tidak mau tunduk kepada siapa, keadaan menjadi rombongan naga tanpa pimpinan.

Hasutan Kongsun Ki justru mengenai hati mereka, maka keadaan menjadi semakin ribut dan ramai, Ada yang menyerukan untuk memilih Bengcu baru, ada pula yang menentang, tapi tidak sedikit anak buah Kongsun Ki yang mencalonkan dirinya sebagai pejabat Bengcu.

Bahwa Kongsun Ki ada intrik dengan musuh dan menjadi pengkhianat bangsa, belum diketahui oleh para hadirin, Karena Hong-Iay-mo-li masih ingat akan hubungan saudara seperguruan maka dia ingin mencegah secara diam2, maka belum pernah dia beber dihadapan umum, demikian pula Tay Mo sendiripun belum tahu,

Melihat situasi semakin meruncing, Toh Eng Hang menjadi gusar. teriaknya berdiri: "Saat apa sekarang mi? Musuh sedang dihadapan kita! Masakan kita harus ribut mulut melemahkan posisi sendiri? Belum lagi kita selesai debat disini, musuh sudah menyebrang sungai! Menurut pendapatku, umpama benar harus pilih Bengcu baru, biar ditunda dulu setelah peperangan ini berakhir."

Komplotan Kongsun Ki segera balas menyemprot: "Omong kosong! justru kita harus memilih Bengcu baru untuk memimpin kita berperang!" Ceng-hay-sam-ma berteriak: "Pilih Bengcu baru juga jangan pilih Kongsun Ki."

"Memangnya kau hendak pilih siapa? Kecuali Hong-lay-mo- li berada disini, kalau tidak siapa lagi yang tepat kita calonkan selain Kongsun-pocu."

Kongsun Ki tahu Toh Eng-liang adalah orang penting didalam kelompok orang2 yang menentang dirinya, tiba2 timbul nafsu jahatnya, didalam keributan ini secara diam2 dia hendak melancarkan serangan keji secara menggelap kepada Toh Eng-liang.

Pada saat itulah Hong-lay-mo-li tiba2 tertawa panjang, melejit tinggi meluncur kedalam ruang besar, Ditengah udara kebutnya dia sendal, beberapa utas benang kebutnya segera melesat mengincar pergelangan tangan Kongsun Ki.

Baru saja Kongsun Ki hendak lancarkan ilmu tutuk jarak jauh melukai Toh Eng-liang, tiba2 mendengar tawa panjang disusul angin tajam menerjang tiba, Karena terkejut lekas Roggsun Ki tarik tangannya.

Tay Mo girang bukan main teriaknya berdiri: "siocia kau sudah kembali!"

Kongsun Ki pura2 unjuk tawa, sapanya: "Sumoay, kau sudah pulang? Ada omongan baiklah dibicarakan baik2, kenapa harus main kasar?"

Belum habis dia bicara, Hong-lay-mo-li sudah menudingnya serta memaki dengan beringas: "Pengkhianat berani kau meminjam namaku main tipu disini, ber-buat se-wenang2 lagi! Aku kenal kau, pedangku tidak kenal siapa kau."

Semua hadirin menjadi gempar mendengar caci maki Hong- lay-mo-li, Toh Eng-liang segera berdiri "Ha, jadi dia hanya pura2 mengatakan kau yang suruh dia kembali menjabat Bengcu?" "Siocia, dia memaksa aku supaya menyerahkan panah perintah!"

Ma Gu ikut bicara: "Bengcu memakinya pengkhianat! Hm, Kongsun Ki, apakah kau sudah menjadi budak dan antek penjajah Kim?"

Merah padam lalu berganti hijau pula roman muka Kongsun Ki, semula dia masih punya setitik harapan, bahwa Hong-lay- mo-li tidak akan tega membongkar kedok pasunya. Dari malu Kongsun Ki menjadi gusar, katanya dingin: "Liu Jing-yau, tidak ingat kau dibesarkan dirumahku, ayahku..."

"Tutup mulutmu! Ayahmu hampir mati karena kebejatanmu, berani kau menyinggung beliau! Baiklah, kupandang muka beliau, punahkan sendiri ilmu silatmu, supaya aku tidak usah turun tangan!"

Kongsun Ki ter-loroh2, katanya: "Liu Jing-yau, kau hendak punahkan ilmu silatku? Baik, biarlah aku bicara sepatah dua patah!"

"Apa pula yang ingin kau katakan?"

Kongsun Ki maju dua langkah, katanya: "Dulu ayah ada maksud menjodohkan kau dengan aku, Kini aku sudah tidak punya bini, kau boleh menjadi gundikku."

Bukan kepalang gusar Hong-lay-mo-li, bentaknya: "Pengkhianat tidak tahu malu!" kebut dia mainkan megembangkan Thian-lo-hud-tim, dengan jurus Liat-ciok- benghun (batu retak menggugurkan mega), serangannya miring menyapu kearah Kongsun Ki.

Kalau sampai kena tersapu kebut Hong-lay-mo-li, paling tidak tulang pundak Kong-sun Ki pati remuk redam, tapi serangan ini adalah ajaran warisan keluarga Kongsun Ki sendiri, masakah dia tidak tahu cara bagaimana untuk melayani serangan ini ? Kiranya dia memang sengaja hendak memancing kemarahan Sumoaynya, supaya memperoleh kesempatan untuk bertindak mencapai kemenangan dalam waktu singkat.

Kemarahan merupakan pantangan bagi seorang tokoh yang sedang bertempur. Betapa lincah gerak gerik Kongsun Ki. melihat Sumoaynya terpancing, begitu orang menyerang gencar, sikut sebelah kirinya seketika menunjukkan lobang kosong, sebat sekali dia gunakan langkah Naga melingkar menggeser kaki, kedua jarinya terangkap menutuk Ih-gi-hiat dibawah ketiaknya, jengeknya dingin:

"Kau hendak punahkan ilmu silatku? Haha, biar aku saja yang punahkan ilmu silatmu lebih dulu!"

Diluar tahunya Hong-lay-mo-li sendiri memang menghendaki hal ini terjadi, dia cukup tahu akan kelihayan kedua ilmu beracun yang dilatih Kongsun Ki, jikalau sekali gebrak tidak berhasil membekuknya, mungkin dia akan melukai banyak orang, maka sengaja dia pura2 marah dan menunjukan lobang, sebelumnya dia sudah perhitungkan cara bagaimana Kongsun Ki akan menyerang dirinya.

Kejadian berlangsung teramat cepat, tampak sinar pedang berkelebat, disaat kedua jari Kongsun Ki hampir mengenai sasarannya, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah membalik tangan menebas lalu diteruskan dengan tusukan pedang.

"Creng" terdengar Kongsun Ki gelak2, serunya: "Kau cerdik akupun tidak bodoh, kau kira aku adalah sipikun yang dahulu itu?" dari tutukan tiba2 jarinya dia robah menjentik, suara tadi adalah selentikan jarinya yang mengenai punggung pedang Hong-lay-mo-li.

Tergetar tangan Hong-lay-mo-li, meski pedang tidak sampai terlepas, namun telapak tangannya sudah kesemutan dan kemang, terasa panas.

Walau membekal kepandaian tinggi dan bernyali besar, tak urung Hong-lay-mo-li amat kaget dan mencelos hatinya! Dulu Lwekang Kongsun Ki masih belum tandingannya, kini sebaliknya sudah lebih unggul.

Ternyata dengan memperalat Beng Cau, Kongsun Ki sudah berhasil mempelajari ajaran Lwekang dari keluarga Siang yang menjadi poros landasan untuk melatih kedua ilmu beracun itu, kini latihannya sudah mencapai tingkat delapan, dengan sendirinya kepandaian silatnya melompat jauh kedepan, bukan lagi Kongsun Ki yang dulu.

Kepandaian yang dilontarkan adalah ilmu menyalurkan kekuatan melalui benda, jarinya menyelentik pedang Hong- lay-mo-li, kekuatan yang dia gunakan adalah Hoa-hiat-kang, Untung pedangnya yang kena dijentiknya, maka Hong-lay-mo- li tidak sampai terluka.

Hanya segebrak saja Kongsun Ki lantas bisa mengukur taraf kepandaian Sumoaynya, keruan hatinya girang karena dia yakin dirinya sudah bukan tandingan Sumoaynya.

Mendapat angin dia tidak memberi kesempatan kepada Hong- lay moli untuk bernapas.

"Wut, wut" beruntun dia lontarkan beberapa kali pukulan terus mendesak maju, pikirnya dengan sekali cecar, dia hendak tawan Sumoaynya hidup2 sekaligus untuk mengancam semua hadirin supaya tunduk dan angkat dirinya menduduki jabatan Bengcu.

Tapi walau kepandaian Hong-lay-mo-li setingkat lebih rendah, jaraknyapun tidak jauh, Mengandal kesebatan gerak geriknya. didalam waktu singkat, meski Kongsun Ki menyerang tujuh kali pukulan, Hong-lay-mo-li menyurut mundur tujuh langkah, sejauh itu telapak tangan Kongsun Ki tidak berhasil menyentuh badannya, tapi diapun hanya mampu membela diri belaka.

Begitu mundur tujuh langkah, Kongsun Ki sudah merebut posisi berada disamping pintu. Melihat Hong-Iay-mo-li terdesak seketika mendidih darah Ceng-hay-sam-ma," tak tahan lagi serempak mereka melompat bangun, tiga bersaudara tanpa berjanji sudah memburu maju pikirnya hendak menggencet Kongsun Ki ditengah mereka.

Agaknya meski tahu kepandaian sendiri bukan tandingan Kongsun Ki, mereka sudah tidak hiraukan keselamatan jiwa sendiri,

Kongsun Ki gelak2, serunya: "Yang tidak takut silakan maju!"

Cenghay-sam-ma sedang menerjang maju, tiada satupun yang merandek karena gertakan Kongsun Ki. Tapi se- konyong2 ketiganya merasakan adanya segulung tenaga lunak mendorong mereka bertiga kearah samping sehingga berputar tiga kali mundur lima enam langkah.

Ketiganya sama tersirap dan heran sedikitpun mereka tidak merasa sakit, terang tidak terluka sedikitpun Kalau Kongsun Ki yang melontarkan Bik-khong-ciang memukul mereka mundur? Kenapa Kongsun Ki mau menaruh belas kasihan?

Belum lagi Ceng-hay-sam-ma berdiri tegak, mereka sudah berpaling, tampak diantara mereka dengan Kongsun Ki tahu2 sudah bediri seorang laki2 tua berambut pendek dengan kaki timpang, ketiaknya mengempit tongkat besi Ternyata memang bukan Kongsun Ki yang mendorong mereka kesamping.

Kiranya Liu Goan-cong tidak segera turun tangan, karena dia hendak melindungi orang banyak, dia ber-jaga2 bila sifat liar dan buas Kongsun Ki angot, tanpa membedakan orang lantas turun tangan keji melukai hadirin sementara Kongsun Ki tidak tahu akan kehadiran Liu Goan-cong pula, maka diayakin dengan mudah dapat membekuk Sumoaynya, maka tidak pernah terpikir olehnya hendak melukai orang atau melarikan diri. Kini Kongsun Ki mendesak Sumoaynya sampai mundur tujuh langkah dan tiba diambang pintu, jadi jaraknya cukup jauh dengan orang banyak yang kumpul didalam ruang besar ini. Melihat ada peluang dan kesempatan, baru Liu Goan-cong mendadak muncul, disamping memutus pukulan Bong-khong- ciang Kong--sun Ki, sekaligus dia singkirkan Ceng-hay sam- ma.

Begitu melihat Liu Goan-cong, bukan kepalang kejut Kongsun Ki maklumlah tempo hari dia pernah kecundang ditangan orang.

Berkata Liu Goan-cong dengan kereng: "Kembali adalah tepian Kongsun Ki, kau masih tidak berpaling?" yang digunakan adalah Say-cu-hiong dari ajaran Lwe-kang aliran Hud, orang lain tidak merasakan apa-apa, tapi bagi pendengaran Kongsun Ki seperti bunyi beledek mengguntur dipinggir telinganya. hatinya bergetar keras.

Tapi Kongsun Ki biasanya membanggakan kepintaran sendiri, sudah terlalu dalam dia kejeblos kedalam lumpur sesat tak mungkin mentas diri lagi, Meski bentakan beledek Liu Goan-cong masih belum bisa menyadarkan pikirannya yang sudah keblinger.

Setelah hilang rasa getaran hatinya Kongsun Ki lantas berpikir: "Kedua ilmu beracun itu sudah sempurna kuyakinkan, belum tentu tua bangka ini bisa mengalahkan aku? Hm hm, dari pada aku teringkus lebih baik aku hancur lebur."

Dimana lengan baju Liu Goan-cong mengebut, dia pisahkan Kongsun Ki dengan putrinya, Se-konyong2 Kongsun Ki berpaling, katanya menyeringai dingin: "Memangnya kenapa kalau aku berpaling ?"

"Omitohud," sabda Liu Goan-cong. "Baik sekali kalau kau suka berpaling." tiba2 Kongsun Ki lontarkan pukulan telapak tangannya. Lekas Liu Goan-cong kebaskan pula lengan bajunya, maka terdengarlah suara keras seperti gembreng pecah, Lengan baju Liu Goan-cong tergetar pecah berhamburan seperti kupu2 terbang kena damparan tenaga pukulan Kongsun Ki.

Kiranya kebasan lengan baju Liu Goan-cong kebetulan saling beradu dan sirna tanpa bekas menahan pukulan Kongsun Ki.

Kongsun Ki membentak lagi: "Sambut pukulan lagi!" melihat pukulan Hoa-hiat-tonya tidak berhasil melukai Liu Goan-cong, kini dia tumplek seluruh kemampuannya, dengan kedua telapak tangannya, telapak kiri Hoa-hiat-to telapak tangan Hu-kut-ciang, kedua ilmu beracun serempak dia lontarkan bersama.

Tongkat besi Liu Goan-cong menyanggah bumi, dengan sebelah lengannya dia gunakan jurus Lmg-kang-cek-pi (membendung tembok diambang sungai), dengan melintang dia tangkis kedua pukulan telapak tangan Kongsunt Ki. "Blum" bentrokan kekuatan dua pihak memekak telinga bagai bumi gugur!

Kongsun Ki tergentak mundur sempoyongan terlempar keluar pintu, untung masih bisa mengendalikan badan tidak sampai terjungkal roboh.

Liu Goan-cong rasakan seluruh lengannya kesemutan kemeng, rasanya tidak enak, Mau tidak mau bercekat hatinya Karena mengingat hubungan lama dengan Kongsun In, dia masih belum tega menurunkan tangan jahat kepada putranya, tapi tangkisannya tadi sudah mengerahkan delapan bagian tenaganya.

Dia kira dengan kekuatan ini sudah cukup untuk memusnahkan ilmu silat Kongsun Ki yang jahat itu, diluar perhitungannya kepandaian Kongsun Ki sekarang sudah melampaui dugaannya. Cepat sekali bagai bayangan menghikuti bentuknya Liu Goan-cong sudah melesat keluar pintu, tongkat besinya terangkat, menutuk ke Hong-hu-hiat dipung-gung orang, kali ini Liu Goan-cong kerahkan sembilan tenaganya, sedikitpun dia tidak berani gegabah.

Mendengar samberan angin tajam dari belakang, Kongsun Ki lekas melolos pedang lemas dari pinggang-nya, secara reflek pedangnya terayun kebelakang "Tang" pedang membentur tongkat memijarkan kembang api.

Kongsun Ki berteriak keras, "Huuuaaah" sekumur darah menyembur dari mulutnya, pedang lemas-nyapun tergetar lepas terbang ketengah udara.

Namun demikian, dengan meminjam badannya masih meluncur kedepan, kakinya tidak berhenti, dengan gerakan Ui- ko-jiong-siau (burung eamar menjulang kelangit), badannya melejit tinggi melompat lewat keluar tembok!

Kiranya dengan kekuatan Lwekangnya sekarang memang belum kuasa menanding kekuatan Liu Goan-cong, tapi sedapat mungkin dia masih bisa bertahan dari gempuran hebat ini!

Meski muntah darah dan terluka ringan, namun masih kuasa mengembangkan Gin-kang untuk melarikan diri.

Bagi Liu Goan-cong yang sebelah kakinya timpang, dia harus menutulkan tongkatnya diatas tanah baru bisa mengembangkan Ginkang, pada hal tongkatnya dia buat mengepruk pedang lemas Kongsun Ki, sementara orang sudah ngacir sebelum dirinya sembat pinjam tenaga tutulan tongkatnya. Karena terlambat setindak, mau mengejarpun sudah terlambat.

Begitu berpaling Liu Goan-cong segera tanya putrinya: "Bagaimana keadaanmu?"

"Tidak apa2, dada terasa sesak," sahut Liu Jing-yau. Lekas Liu Goan-cong tempelkan telapak tangan dipunggung putrinya, dengan kekuatan hawa murninya dia salurkan kebadan putrinya bantu melancarkan darah dan memulihkan pernapasan, cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah merasakan pernapasannya normal.

"Ilmu berbisa yagg lihay sekali!" ujar Hong-lay-mo-li, "Ayah, kau tidak terluka?"

"Tidak menjadi soal," sahut Liu Goan-cong, lalu dia kerahkan hawa murni, darah segera menyemprot dari ujung jarinya, warna darah kental hitam, bau amis merangsang hidung kira2 secawan darah hitam itu mengalir keluar, baru warna darah bennbah merah, lekas Liu Goan-cong bubuhi obat, Semua hadirin meleletkan lidah.

Lain kejap semua orang sudah kembali kedalam Ki-gi-thing. begitu masuk kedalam rumah, Liu Goan-cong dan putrinya segera disongsong oleh empat orang kakek, sapanya bersama: "Terima kasih cujin sekali lagi menolong jiwa kami." ternyata keempat orang tua ini adalah pembantu lama dari keluarga Siang, Sejak Siang Ceng-hong meninggal Hong-lay- mo-li ada suruh mereka bekerja dipangkalannya membantu Tay Mo.

Sudah tentu karena kedatangan Kongsun Ki terpaksa mereka menyingkir. Kini setelah Kongsun Ki digebah lari, mereka baru berani unjuk diri pula. Karena mendapat pesan dari majikan lama maka mereka membahasakan Cujin atau majikan pula kepada Hong-lay-mo-1i.

Ter-sipu2 Hong-lay-mo-li cegah mereka memberi hormat, katanya: "Kalian tidak usah terlalu banyak adat, kalian disini semua, bagus sekali, Ada sebuah tugas memang aku perlu bantuan kalian."

"Majikan ada pesan apa, silakan katakan saja."

"Tay Mo, coba kau ceritakan dulu, bagaimana Kongsun Ki bisa datang kemari? Dimana anak buah yang dibawanya?" "Anak buah yang dilawan Kongsun Ki kira2 ada seribuan orang, diantaranya kebanyakan penghuni Siang-keh-po dulu, Kemaren dulu mereka tiba2 datang. entah bagaimana, alamat kita disini diketahui, maka Kongsun Ki lantas kemari, katanya hendak bergabung melawan penjajah Kim. Aku tidak berani percaya akan obrolannya, terpaksa main ulur waktu dan mencari akal, setelah dia pergi, segera aku pindah dari tempat semula kemari."

"Bagus, kau bekerja dengan akal dan bertindak dengan cerdik. betul sekali tindakan ini." puji Hong-lay-mo-li.

Tatkala itu, Bing-cu, Song Kim-kong dan Thi Toa-khing bertiga baru tiba, Begitu tiba segera Song Kimkong bertanya: "Bengcu, kau memaki Kongsun Ki sebagai pengkhianat apa benar keparat itu ada sekongkol dengan musuh?"

"Benar, Kongsun Ki sudah terima menjadi antek negeri Kim, tujuannya hendak angkat diri menjadi raja di Soatang, Yang menjadi perantara adalah Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh, selanjutnya kalian harus hati2 terhadap kedua orang ini, jangan sampai tertipu."

Beberapa anak buah komplotan Kongsun Ki seketika pucat pias, ter-sipu2 mereka berlutut, katanya, "Kita tidak tahu apa2, kita diapusi oleh mulutnya yang manis."

Sudah tentu Hong-lay-mo-li tidak mau percaya begitu saja, katanya: "Asal selanjutnya kalian kerja sama dengan sepenuh hati dan tenaga untuk melawan penjajah, aku tidak akan curiga kepada kalian. Tapi sekarang kalian harus mendengar petunjukku."

"Perintah Bengcu memangnya kami berani membangkang Kami mohon keringanan demi mencuci bersih nama dan itikad kami, banyak terima kasih kepada Bengcu." "Petunjukku ini hanya untuk memperlancar gerakan pasukan kita. tiada maksud lain, Kelompok kalian jumlahnya tidak banyak, maka semuanya harus dikumpulkan selanjutnya kalian harus bergabung dibawah pimpinan Thi Toa-king. Thi Toa king, sekarang juga kau ikut mereka mengumpulkan anak buahnya, sebelum hari lohor besok sudah harus selesai dan memberi laporan menunggu perintah selanjutnya."

Thi Toa-kong tahu maksud Bengcu, dengan lapang dada dia terima perintah ini, lekas sekali mereka sudah mengundurkan diri.

"Dimana barisan yang dibawa oleh Kongsun Ki?" tanya Hong-laymo-li lebih lanjut

"Mereka berada didesa dimana markas pusat kita semula berada." sahut Tay Mo, Hong-lay-mo-li berkata kepada keempat kakek pembantu: "Baik, sekarang aku perlu tenaga kalian." lalu dikeluarkan sebuah sempritan panjang warna hitam legam, Katanya: "Nah kau ambilah, Kalian adalah orang2 tertua dari Siang-keh-po, dengan membawa sempritan ini, tanpa banyak susah pasti bisa menyelesaikan tugas ini."

Melihat sempritan ini tersiput keempat kakek itu berlutut dan menyembah, Dengan laku yang amat hormat yang tertua menerima sempritan itu, Mereka cukup tahu asal usul dan manfaat sempritan ini, melihat Hong-lay-mo-li keluarkan sempritan ini segera merekapun sudah maklum maksud tujuannya, Yaitu supaya orang2 lama dari Siang-keh-po menyerah dan terima dipimpin mereka.

Berkata Hong-lay-mo-li lebih lanjut: "Kongsun Ki sudah terluka, kemungkinan tidak berani pulang ke-tempat semula. Tapi harus menjaga segala kemungkinan." lalu dia berpaling kepada ayahnya. katanya lebih lanjut: "Ayah, tolong kau temani para paman ini."

Liu Goan-cong tertawa, katanya: "Memang tanganku sedang gatal untuk melabrak Kongsun Ki lagi, paling tidak aku bisa wakili sahabat lamaku menghajar putranya yang durhaka itu."

Mendapat teman Liu Goan-cong, sudah tentu ke-empat kakek pembantu itu amat senang dan lega, mereka tidak perlu takut berhadapan dengan Kongsun Ki, setelah terima perintah segera berangkat.

"Baiklah," kata Hong-lay-mo-li lebih lanjut, "sekarang kita teruskan rapat ini."

Serempak para Cecu dan para pimpinan tertinggi dari barisan laskar rakyat yang berkumpul bersorak dan tepuk tangan, secara aklamasi mereka menjunjung dan memilih Hong-lay-mo-li untuk menduduki pula jabatan Bengcu yang lama.

Bertanya Hong-lay-mo-li: "Apakah kalian sudah membicarakan strategis kemiliteran?"

"Begitu rapat ini dimulai, Kongsun Ki keburu datang lalu membuat onar, maka persoalan lain belum sempat dirundingkan." sahut Tay Mo.

"Bagus, kalau begitu rahasia ini tidak perlu kuatir bocor, Baiklah sekarang kita mengatur barisan untuk menyerang."

"Menyerang?" serempak hadirin menegas, "Pasukan negeri Kim puluhan lipat besarnya dari barisan kita Tapi memangnya kita sudah mempertaruhkan jiwa raga, kalau Bengcu mengaturnya demikian, meski badan hancur lebur, kita tidak akan mundur setapak-pun."

Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Kita hanya berperang kalau punya keyakinan, jadi jangan menyerempet bahaya dan berkorban secara sia2." lalu secara panjang lebar dia jelaskan kerja sama dengan pasukan dynasti Song diselatan sungai dan sambutan dari dalam pasukan besar musuh yang dipimpin Yalu Hoan-ih. Baru sekarang hadirin tahu dan punya keyakinan teguh untuk menang, berkobar semangat tempur mereka.

Hong-lay-mo-li minta Toh Eng-liang dan Song Kim-kong menjadi pimpinan dua sayap kanan kiri, lalu dijanjikan waktunya yang tepat untuk bergerak bersama menggempur musuh.

Cukup banyak persoalan yang harus dirundingkan dan diatur, waktu rapat ini usai, waktu itu haripun sudah menjelang magrib. segera semua cecu dan Thau-ling kembali kedalam barisan masing2 menjalankan perintah dan tugas.

Hong-lay-mo-li sendiripun kembali kedalam kamar yang sudah disediakan untuk dirinya, tengah dia bicara dengan Tay Mo dan menceritakan pengalaman kerjanya di Kanglam, tiba- tiba terdengar langkah kaki mendatangi, Liu Goan-cong berkata dengan berseri tawa: "Yau-ji, nih kubawa pulang seorang tamu, coba lihat siapa dia?"

Waktu Hong-lay moli berdua keluar, tampak Liu Goan-cong membawa seorang pembantu tua, ditengah mereka ikut seorang gadis yang berpakaian menurut adat bangsanya, dia bukan lain adalah Jilian Ceng sia.

Hong-lay-mo-li amat girang, sapanya: "Nona Jilian, angin apa yang membawamu kemari? Mana Ji-cimu?"

"Ji-ci tidak ikut kemari. em, bicarakan dulu urusan kalian."

Kakek tua itu segera maju memberi laporan: "Lapor majikan, urusan berjalan lancar, seperti dugaan Kongsun Ki memang tidak berani kembali kesana, Begitu aku meniup sempritan ini, mereka lantas berkumpul dan tunduk perintah, kubeber kebejatan dan kejahatan Kongsun Ki, sekarang mereka rela mendengar perintahmu, tidak mau ikut Kongsun Ki lagi (silakan majikan simpan kembali sempritan in" "Sempritan ini warisan majikanmu yang lama, berada ditanganku tak berguna, biar kuberikan kepadamu untuk mengendalikan anak buahmu."

Seketika pembantu tua ini ter-sipu2, sahutnya: "Mana boleh? Umpama siaujin punya nyali setinggi langit juga tidak berani menerima sempritan ini."

"Kenapa?"

"Sempritan ini didalam Siang-keh-lo laksana cap kebesaran negara yang biasa berada ditangan raja, siapa pegang sempritan ini, dialah majikan dari Siang-keh-po."

"O, begitu," Hong-lay-mo-li. "baiklah sementara biar kusimpan, kelak akan kembalikan kepada Ji-siocia kalian."

"Barisan orang2 dari Siang-keh-po ini bagaimana untuk mengaturnya?" kakek tua ini minta petunjuk.

"Tetap berada ditempat semula, Besok malam setelah lewat kentongan pertama, siap menunggu perintah Kalian akan dipimpin oleh Song Kim-kong yang memimpin sayap kiri.

Setelah menerima perintah, pembantu tua ini segera mengundurkan diri.

Baru sekaran Hong-lay-mo-li sempat bicara dengan Jilian Ceng-sia. "Berkat bantuan kalian bersaudara yang memancing pasukan musuh, kalau tidak mungkin kami tidak bisa lolos."

"O, jadi kau sudah tahu duduknya persoalan?" tanya Jilian Ceng-hun.

Secara ringkas Hong-lay-mo-li tuturkan pengalamannya, lalu tanyanya: "Kau sudah makan malam belum?"

"Di Kui-siok-cheng aku sudah makan, sebetulnya aku hendak cari Tay Mo tak duga malah ketemu dengan ayahmu." lalu ia menyambung dengan tertawa, "Tak nyana ayahmu adalah tetangga lamaku, dulu aku sering menyebutnya Hwesio tua. Kini dia kembali preman, aku jadi rikuh untuk memanggilnya."

Hong-lay-mo-li tertawa, ujarnya: "Terima kasih kau memberitahu kabar ayahku, Waktu itu aku belum tahu bahwa Hwesio tua adalah ayahku."

Bing-cu masuk memberi laporan: "Siocia, kamar mu sudah siap, Sedang kamar nona Jilian..."

"Adik Sia, kalau kau tidak menolak, biar kau sekamar denganku saja, Hayolah, malam sudah larut, kaupun perlu istirahat."

Setelah masuk kamar ganti pakaian Hong-lay-mo-li mendahului naik ranjang, Jilian Ceng-sia malah masih longak longok keluar jendela seperti ada sesuatu yang dirisaukan.

"Eh, adik Sia, kau ada ganjelan hati apa, sedang terkenang kepada Ih-komu?"

Watak Jilian Ceng-sia memang polos terbuka, katanya: "Memang aku sedang terkenang kepada Ih-ko. Liu-cici, adakah dalam hatimu terkenang kepada seseorang?"

Hong-lay-mo-li tertegun, sesaat dia kememek tak tahu bagaimana harus menjawab,

"Cici," kata Jilian Ceng-sia lebih lanjut, "lngin aku tanya sebuah hal kepadamu," tentunya kau tidak anggap aku terlalu kurangajar."

"Kau ingin tanya apa, silakan berkata?"

"Apakah kau benar2 menyukai Bu-lim-thian-kiau?" Merah muka Hong-lay-mo-li, katanya: "Entah apa yang kau maksud dengan "menyukai" Tam-kong-cu pernah menolong aku dari mara bahaya, aku amat berterima kasih kepadanya."

"Jadi kau tidak ingin menikah dengan dia?" "Belum pernah terpikir olehku." sahut Hong-lay-mo-li secara gamblang, "Sudah biasa aku hidup main senjata, menurut hematku, bukan semua perempuan harus kawin."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar