Pendekar Latah Bagian 29

 
Bagian 29

"Hoa-heng, kau salah! Bahwasanya aku tidak ingin bersaing dengan kau, Liu Lihiap dia... dia dengan kau adalah "pasangan setimpal" belum sempat di ucapkan, kata-katanya sudah terputus oleh gelak tawa Siau-go-kan-kun. Katanya: "Buat apa kau masih pura2? Kau suruh orang bicara dengan aku, bagaimana perjanjian kalian dan bagaimana isi hatimu, aku sudah jelas. Kau tak usah kuatir, selanjutnya aku akan kelana di Kang-ouw. se-kali2 tidak akan mengganggu kalian, supaya kau tidak membenciku."

"lni, apa2an ucapanmu ini?" Bu-lim-thian-kiau keheranan dan tidak mengerti.

"Tunggulah pujaan hatimu, boleh kau bicara kepadanya!" tukas Siau-go-kan-kun. diiringi gelak tawa-nya melejit turun kebawah gunung.

"Hoa-heng, Hoa-heng! Soal apa yang bikin kalian bertengkar?" dengan kencang Bun-Yat-hoan mengejar kebawah gunung, Tapi sedikit banyak dia sudah tahu persoalan berkisar pada diri Hong-lay-mo-li.

Setelah sakit dan habis bertempur tak mungkin Bu-lim- thian-kiau mengejar dan menyandaknya. Lama dia menjublek memikirkan kata2 Siau-go-kan-kun tentang utusan dirinya untuk bicara dengan Siau-go-kan-kun, mimpipun tidak pernah terpikir olehnya akan kakaknya sendiri. Setelah berkeluh kesah seorang diri saking sedih dia keluarkan pula serulingnya lalu meniupkan lagu2 yang melawan hati. seluruh kepedihan dan penasaran hatinya dia limpahkan melalui lagu2 serulingnya.

Demi menjaga gengsi sebagai gadis perawan yang mempunyai perasaan halus, sudah tentu Hong lay-mo-li tidak mau mengejar Siau-go-kan-kun, akhirnya bersama sang ayah mereka memperlambat langkah, waktu mereka lewat dibawah gunung, kebetulan masih sempat mendengar irama seruling Bu-lim-thian-kiau

Bergetar hati Hong-Lay-mo-li, dia dapat merasakan dari irama seruling Bu-lim-thian-kiau yang sedih dan pilu, seketika hatinyapun menjadi kalut dan hambar, apakah dirinya harus menemui Bu-lim-thian-kiau atau tidak?

Agaknya Liu Goan-cong dapat meraba perasaan hati anaknya, katanya: "itulah irama seruling Bu-lim-thian-kiau, Dia menanam budi terhadapmu, sudah menjadi kawan karib lagi, asal hati lurus dan berpikiran jernih, kenapa kau takut menemuinya?"

"Kalau ayah hendak menemui dia, biarlah anak menemani." sahutnya kemudian,

Liu Goan-cong segera bersuit panjang, dengan lwekang mengirim suara gelombang panjang segera dia berteriak: "Apakah Tam-kongcu disana?" dengan putrinya mereka kembangkan Ginkang berlari naik keatas gunung.

Irama seruling masih bergema dialam pegunungan, tapi waktu mereka ayah beranak tiba diatas, ternyata keadaan sunyi senyap, Bayangan Bu-lim-thian-kiau sudah tidak terlihat lagi.

Ternyata, berdiri dari tempat ketinggian, dengan j jelas Bu- lim-thian-kiau melihat keadaan dibawah, dia sudah melihat Hong-Iay-moli, namun Hong-lay-moli tidak melihat dirinya, setelah tahu Hong-lay-mo-li tidak kurang suatu apa, lega pula hatinya. Kini maksud kedatangannya sudah terlaksana, maka secara diam2 dia berlaru dari arah lain.

Dengan pilu Hong-lay-mo-li menghela napas, Liu Goan- Congpun ikut prihatin, katanya membujuk: "Setelah peperangan ini berakhir, kelak, pasti masih ada kesempatan bertemu dengan mereka. Marilah sekarang kita menyusul ke Jay-ciok-ki saja."

Mereka ayah beranak mengembangkan Ginkang tingkat tinggi, tak usah takut menghadapi jalan gunung yang sukar, menempuh jalan yang dekat lekas sekali mereka menuju ke Jay-ciok-ki.

Kalau dari jalan tanah datar mereka harus menempuh delapan ratus li, tapi lewat jalan pegunungan, jarak diperpendek menjadi lima ratus li saja. Hari ketiga tepat tengah hari, mereka sudah tiba di Jay-ciok-ki dan langsung menuju keperkemahan pasukan Loh Bun-ing.

Hong-lay-mo-ll sudah cukup dikenal oleh anak buah Loh Bun-ing, maka kedatangan mereka disambut dengan meriah, tanpa memberi laporan lebih dulu, tak usah ditanyai lagi, langsung mereka dibawa masuk.

Tapi ada juga tentara yang berlari mendahului memberi laporan, Mendengar kedatangan mereka ayah beranak. sudah tentu bukan kepalang senang hati Loh Bun-ing, segera dia menyambut keluar dan membawa-masuk keperkemahannya.

Liu Goan-cong memberi hormat kepada Loh Bun-ing, baru saja dia perkenalkan diri, Loh Bun-ing sudah tertawa, katanya: "Bakti Liu-locianpwe bagi negara serta peristiwa besar yang terjadi dulu, sudah lama aku mendengar cerita Hoa Tayhiap.

Hari ini Lo-ciangpwe sudi datang membantu, sungguh diharapkanpun sukar diperoleh!"

Ternyata sebelum pergi ke Hwi-Hong-to Hoa Kok-ham sudah diperkenalkan oleh Sin Gi-cik dan menemui Loh Bun-ing lebih dulu Begitu duduk Hong-lay-mo-li lantas menanyakan situasi terakhir

Loh Bun-ing tertawa, katanya: "Ada sebuah hal memang hendak kurundingkan dengan Liu Lihiap."

"Ah, aku tahu apa, masakah Loh-ciangkun malah bertanya kepadaku?"

"Liu Lihiap tak usah sungkan, kau adalah Bulim Bengcu dari lima propinsi diutara, aku memang ingin minta pendapatmu."

"Pasti Hoa Kok-ham yang cerewet, menceritakan asal usulku kepadanya." demikian batin Hong-lay-mo-li.

Berkata Loh Bun-ing lebih lanjut: "Sekarang pasukan besar musuh sudah dipusatkan disebrang sungai, kabarnya malah Wanyen Liang sendiri yang memimpinnya. Mungkin didalam waktu dekat ini serbuan mereka akan segera dimulai."

"Kalau begitu kebetulan kedatanganku, Loh-ciang-kun ada tugas apa, menempuh lautan api atau gunung golok pasti kulaksanakan!"

"Aku mendapat perintah untuk berjaga dan mempertahankan diri di sepanjang sungai, untuk membendung serbuan musuh menyebrang, untuk ini aku sudah lama mempersiapkan diri. Tapi jumlah musuh teramat besar dan kuat untuk bisa mengalahkan mereka, aku masih memerlukan kerja sama dan bantuan pasukan gerilyawan dari utara."

"Semua kelompok gerilyawan diutarapun sudah mempersiapkan diri, cuma belum tahu bagaimana keadaan mereka sekarang." sejak meninggalkan pangkalan Hong-lay- mo-li sudah putus hubungan dengan anak buahnya.

"Kebetulan kemaren ada orang pihak kalian yang datang, malah orang ini adalah teman baikmu! Dari persoalan yang hendak kurundingkan adalah cara bagaimana kita mengadakan kontak dan kerja sama dengan para saudara disebelah utara, Baiklah undang dulu temanmu itu kemari." segera dia memberi pesan kepada seorang anak buahnya.

Tengah Hong-lay-mo-li bertanya2 dalam hati, lekas sekali pesuruh itu sudah kembali, dimana tenda tersingkap dan masuklah seorang gadis, begitu kedua orang beradu pandang seketika mereka bersorak girang. "Siocia, bagus sekali, aku bertemu dengan kau:"

"Bing-cu, kiranya kau: Apakah Tay Mo suruh kau kemari?"

Seperti diketahui gadis yang bernama Bing-cu ini adalah salah seorang dayang kepercayaan Hong-lay-mo-li Waktu hendak keselatan Hong-lay-mo-li serahkan jabatan pimpinan tertinggi kepada Tay Mo, Bing-cu sebagai pembantunya.

"Benar," sahut Bing-cu. "Kawan2 gerilya sudah berkumpul semua dari berbagai tempat kini sudah berada disebelah utara sungai Tapi ada sedikit kesulitan terpaksa Tay Mo cici suruh aku kemari minta bantuan."

"Kesulitan apa?" tanya Hong-lay-mo-li.

"Semua pimpinan pasukan gerilya itu sama bertekad bertempur sampai titik darah penghabisan Tapi mereka tahu diri bukan tandingan pasukan negeri yang berdisplin tinggi, Tay Mo cici terpaksa mewakili jabatanmu, tapi, tapi..."

"O, aku mengerti, mereka tidak suka dipimpin dan diperintah oleh Tay Mo bukan? Ya, terpaksa aku harus kembali secepatnya."

Setelah dirundingkan dengan sempurna, diputuskan Hong- lay-mo-li kembali diiringi Bing-cu dan ayahnya, tak lupa Loh Bun-ing mengundang pula dua anak buahnya yang pandai berenang untuk mengawal mereka dalam perjalanan ditengah sungai. Seorang berperawakkan tinggi kekar, bernama Li Kiat, seorang lagi bertubuh sedang gesit dan cekatan bernama Ong Siang, Semula kedua orang ini adalah anak buah Li Po, malah Li Kiat adalah keponakan Li Po, bukan saja mereka sudah hidup puluhan tahun diperairan Tiangkang, mengenai seluk beluk disinipun jelas sekali.

Setelah segala sesuatunya dibicarakan lagi lebih matang, segera Hong-lay-mo-li mohon diri, katanya pula: "Ciangkun tidak usah kuatir, selama hayat masih dikandung badan, pesanmu pasti akan kulaksanakan dengan baik."

"Baik," ujar Loh Bun iog, semoga kalian selamat dalam- perjalanan, Ong Siang dan Li Kiat sudah mengatur segala keperluan dengan baik."

Setelah berpisah dengan Loh Bun-ing, mengikuti Li Kiat dan Ong Siang, Hong-lay-moli bertiga berangkat.

Malam itu cuaca baik sekali, tiada bulan, tiada bintang, jagat gelap gulita, Bagi tukang perahu biasa cuaca seperti ini merupakan keadaan yang paling jelek, maka mereka takkan berani sembarangan berlayar. Tapi bagi gerak tujuan mereka justru merupakan saat2 yang menguntungkan.

Berkat kepandaian dan pengalaman Li Kiat ber-dua, meski berulang kali mereka kesamplok dengan kapal2 musuh, berkat cuaca yang gelap pula mereka berhasil lolos dan maju terus.

Akhirnya kapal kecil mereka memasuki perairan yang penuh ditaburi daon2 welingi, laju kapal meski lambat tapi jauh lebih tenang.

Se-konyong2 dari semak2 tumbuhan welingi di-tengah2 sana menerjang keluar sebuah sampan, tidak bersuara sedikitpun, terang orang yang pegang kemudi sudah amat berpengalaman. Lskas Li Kiat putar haluan, baru saja hendak sembunyi, "Seerr!" selarik sinar biru menyala melesar keluar dari sampan kecil itu, disusul suara seorang perempuan membantak: "Siapa yang datang?"

Liu Goan-cong bertindak dengan cepat, lekas dia lontarkan Bik-khong-ciang, sehingga panah ular berasap itu kena dipukulnya jatuh, Tapi perempuan diatas sampan itu sudah sempat melihat Li Kiat dan Ong Siang, sementara Hong-lay- mo-lipun sudah melihat perempuan yang berdiri di sampan kecil itu adalah nenek keparat yang dulu hendak mencelakai dirinya itu.

Nenek kurus itu tertawa dingin sapanya: "Kiranya kalian berdua, untuk apa datang kemari?"

"Han-sam-niocu," kata Li Kiat, "harap suka mengingat hubungan masa lalu, biarlah kami lewat kesana." sembari bicara mereka tidak berhenti bekerja. lekas sekali kapal kecil mereka sudah putar haluan terus menerjang lari kearah sana.

Agaknya kepandaian pegang kemudi Han-sam-niocu juga tidak kalah oleh mereka, cepat sekali diapun sudah mengejar datang, terompet tanduknya terus ditiupnya. Suara terompet tanduk hanya berbunyi dua kaii, tiba2 "Blum!" air sungai tiba2 bergolak bagai tonggak besar, seperti batu ribuan kati dijeburkan kedalam air oleh pukulan Bik-khong-ciang Liu

Goan-cong, karena tidak siaga Han Sam-niocu sampai tergetar jatuh terguling, demikianpula perahunya sampai terjungkir balik dan karam.

Baru saja Hong-lay-mo-li merasa lega, Li Kiat malah mengeluh: "Celaka!" tahu2 terdengar suara dingin Han-sam- nocu, suaranya kedengarannya sudah dekat dipinggir kapal mereka. Baru sekarang Hong-lay-mo-li sadar dan ingat akan kepandaian berenang Han-sam-niocu yang lihay itu. Agaknya orang kali ini akan bekerja pula dari bawah air hendak menenggelamkan kapal mereka.

"Biar aku turun menghadapi perempuan keparat itu." Li Kiat segera terjun keair, tak lama kemudian air dipinggir perahu bergolak, tidak terdengar suara benturan senjata tapi air terus beriak dan ber-gulung2, malam pekat sehingga tidak kelihatan bayangan mereka, Dari riak gelombang yang besar itu, terang pertempuran mereka dibawah air pasti cukup seru.

"Liu Lihiap," kata Ong Siang setelah menunggu beberapa saat "gunakan tenaga berat untuk kendalikan kapal ini," habis berkata "Byuur!" diapun terjun keair, dengan kekuatan mereka berdua, Han-sam-niocu digasaknya habis2an.

Riak gelombang semakin besar, Liu Goan-cong berdua masing2 berdiri dihaluan dan diburitan, kapal hanya bergeming mengikuti turun naiknya gelombang. Diam2 Hong- iay-mo-Ii berdoa dalam hati semoga Ong siang dan Li Kiat berhasil mengalahkan musuh.

Tiba2 tampak Li Kiat dan Ong Kiat menyiak gelombang menongolkan kepalanya, Hong-lay-mo-li kegirangan serunya: "Kalian yang menang?"

"Keparat itu sudah kita gebah pergi!" ujar Li Kiat, suaranya gemetar, pelan2 berenang mendekati kapal.

Liu Goan-cong pandai ilmu pengobatan, mendengar suaranya, mencelos hatinya, lekas dia tarik galah terus diangsurkan kearah mereka, satu persatu dia tarik mereka naik keatas perahu.

Tampak darah berlepotan dibadan Li Kiat dan Ong Siang, mereka memang terluka, luka2 Li Kiat lebih berat dadanya terluka tiga lobang oleh tusukan tombak trisula Han-sam- niocu.

"Kalian rebah, biar kububuhi obat," kata Liu Goan cong.

"Waktu amat mendesak situasi sudah genting, tak usah hiraukan dulu luka2 ini." kata Li Kiat, begitu naik kertas kapal segera dia raih galah terus bekerja dengan mengertak gigi menahan sakit. Dengan gerakan yang lincah Liu Goan-cong sobek pakaian basah mereka terus dibersihkan dengan kain kering, Hong-lay- mo-li dan Bing-cu membantu, lekas sekali mereka sudah membubuhkan Kim-jong-yok pada luka2 mereka

Terdengar suara trompet ditiup bersahutan, ternyata pasukan air negeri Kim mendengar peringatan tiupan trompet Han-sam-niocu segera menyusul datang kearah melesatnya panah berapi tadi, puluhan kapal2 itu semuanya menggunakan lampu sorot besar, semuanya merubung maju dari berbagai arah, kapal kecil mereka sudah konangan jejaknya.

Kebetulan Li Kiat berdua membawa kapal mereka memasuki sebuah teluk kecil yang dangkal, kapal besar tidak mungkin masuk kemari, terpaksa mereka turunkan sampan memburu datang, Ong Siang dan Li Kiat terus memasuki semak2 welingi, dengan mengerahkan segala kemampuan dan tenaga mereka, sayang setelah terluka parah, tenaga mereka jauh berkurang, lama kelamaan sampan2 yang mengejar semakin dekat.

Liu Goan-cong segera keluarkan segenggam mata uang tembaga, dengan cara timpukan Kim-chi-piau dia timpukan kesana, Betapa hebat kekuatan timpukan ta-ngannya, tepat pula sasarannya. sampan2 kecil itu sedikitnya berjarak sepuluhan tombak, sementara kapal2 besar itu tiga puluhan tombak, tapi lampu2 besar di-atas kapal itu serempak padam dan pecah tertimpuk oleh mata uangnya, Kembali alam menjadi gelap gulita Ong Kiat berdua membelokan kapal kearah kiri lalu ke kanan dan lurus kedepan pula, sehingga musuh kehilangan arah, dengan susah payah akhirnya Ong Kiat berdua berhasil juga mendekati daratan.

Tapi diatas daratan juga terdengar suara berisik, terang mendengar isyarat dari atas kapal mereka segera siaga, Baru saja Liu Goan-cong hendak membopong Li dan 0ng. tahu2 mereka sudah terjun kedalam air, Li Kiat menongolkan kepalanya, teriaknya: "Lekas kalian naik kedarat, aku tidak bisa membebani kalian." sementara sampan2 musuh sudah mengejar pula kearah sini.

Bercucuran air mata Hong-lay-mo-li saking haru akan pengorbanan mereka, tapi segera dia berkeputusan kapal masih beberapa tombak dari daratan, bersama sang Ayah segera mereka lompat keatas.

Dengan suara serak Li Kiat berseru pula: "Liu Li-hiap, sukalah kau melaporkan kepada Thocu kami, betapapun Han- sam-niocu harus dibunuh."

Waktu Hong-lay-mo-li berpaling, tampak air ber-pusar dan ber-gulung2 dengan warna merah, Kiranya Ong Dan Li tidak mau tertawan musuh. dari pada di-siksa dan terhina, mereka lebih senang bunuh diri didalam air.

Betapa sedih dan pilu hati Hong-lay-mo-li, diam2 dia bersumpah dalam hati: "Li Po takkan berhasil membunuh perempuan keparat itu, biar kelak aku yang menuntut balas bagi kematian mereka!" tanpa ayal dengan mengembangkan Ginkang mereka menyingkir dari serombongan pasukan berkuda musuh.

Situasi masih genting, tapi setelah berada didaratan, semangat mereka bertiga terbangkit dan jauh lebih tenang, Ginkang Bing-cu rada lemah, terpaksa Hong lay-mo-li menggandengnya berlari.

Dengan main sembunyi dan menyelundup, mereka terus maju menyelinap dari satu keperkemahan yang lain, baru saja mereka berhasil keluar dari perkemahan musuh, cuaca sudah mulai terang, dari depan mendatangi sebarisan tentara yang meronda.

"Siapa itu? Berhenti!" Sekali lompat Liu Goan-cong meluncur beberapa tombak, dalam sekejap mata dengan mudah tanpa mengeluarkan banyak suara dia tutuk Hiat-to semua peronda itu.

Barisan berkuda didepan sana mendengar teriakan disini segera putar balik, melihat kawan2 mereka yang menggeletak tak bergerak, disamping kaget merekapun ter-heran2. Disaat mereka ribut2 Lekas sekali Liu Goan-cong bertiga sudah membelok kesana dan keluar pula dari bilangan perkemahan yang lain.

Melihat cuaca sebentar lagi bakal terang tanah. apa lagi pasukan ronda musuh sudah bergerak, setelah terang tanah semakin sukar mereka menyembunyikan diri. Waktu dia angkat kepala dikejauhan sana terdapat sebuah bukit yang mirip dengan sebuah gugusan, walau tidak tinggi namun pohonnya lebat dan rindang.

Liu Goan-cong segera berkeputusan "Naik keatas bukit itu, musuh sedikit kita gasak habis, kalau banyak menyembunyikan diri, Diatas gunung lebih gampang menyembunyikan diri,"

Hong-lay-mo-li mengiakan, dengan menarik Bing-cu mereka kembangkan Ginkang, cepat sekali mereka sudah tiba diatas bukit untung hari belum terang benderang dengan lebatnya pepohonan mereka bisa menyelinap kedalam semak2 dedaonan, untung jejak mereka tidak sampai konangan oleh pasukan ronda.

Diatas bukit bayangan hitam bergerak jumlahnya tak terhitung banyaknya, dengan Lwekang Liu Goan-cong yang tinggi pandangan matanya tajam melebihi orang Iain, waktu dia tegasi, tampak pada setiap jarak puluhan langkah, dijaga ketat oleh dua serdadu yang berpakaian lengkap.

Mau tidak mau Liu Goan-cong merasa kaget, pikirnya: "Apakah disini panglima besar mereka berkemah?" tapi sudah datang sudah tentu tidak mungkin mundur. Dengan berbisik Liu Goan-cong memberi tahu kepada putrinya: "Naiklah dari pucuk pohon." pepohonan disini memang tidak terlalu rapat dan lebat tapi jarak antara pohon ke pohon kira2 ada empat lima tombak, dengan bekal Ginkang mereka bukan soal sukar untuk berlompatan dari pucuk kepucuk pohon yang lain, terpaksa Hong-lay-mo-li tetap bantu Bing-cu berlompatan.

Selincah kera seenteng burung terbang, tanpa mengeluarkan suara, mereka maju terus keatas gunung, mimpipun serdadu yang berjaga dibawah tidak akan menduga, mereka melesat terbang dari atas kepala.

Lekas sekali mereka sudah tiba diatas bukit, sekarang hari sudah terang benderang, sang surya sudah keluar dari peraduannya, Menyambut keluarnya matahari dengan cahayanya yang cemerlang, pandangan mata menjadi terbuka dan terang, seluas mata memandang, seketika Liu Goan-cong tersirap darahnya, Diam2 hatinya mengeluh.

Tampak ujung tombak berkilauan laksana hutan, barisan serdadu yang berseragam lengkap ber-lapis2, agaknya mereka membentuk sebuah barisan tertentu diatas gunung. Diantara barisan2 itu menjulang tinggi sebatang tiang bendera dengan bendera kuning berkibar agaknya bendera besar inilah yang menjadi poros dari pembentukan barisan besar itu.

Setelah terkejut Liu Goan-cong membatin: "Inilah barisan Thian-cu, apakah..."

Terdengar serdadu dibawah sana serempak berseru: "Ban- swe!" lekas sekali sebuah kemah besar disamping sana tersingkap, seorang laki2 pertengahan umur dengan kebesaran seragam militernya berjalan keluar diiringi pengawal2nya. Memang orang ini adalah raja negeri Kim Wanyen Liang adanya. Bergolak darah Hong-lay-mo-li, jari2nga sudah menggenggam gagang pedang tangannya gemetar saking menahan emosi.

"Yau-ji," Liu Goan-cong berbisik, "Jangan gegabah, jangan menggagalkan urusan besar."

Hong-lay-mo-li tersentak sadar akan pentingnya tugasnya kali ini, segera dia tekan perasaan hatinya.

Untung pohon besar dimana mereka bersembunyi daonnya subur dan rindang, jaraknya masih ada puluhan tombak dengan barisan serdadu musuh dibawah, perhatian serdadu2 itu tertuju untuk melindungi raja-nya, mana mereka menduga seluruh bukit yang sudah terjaga sedemikian kuatnya, ada orang bisa menyelundup naik sembunyi diatas pohon?

Dari celah dedaonan Hong-lay-mo-li mengintip keluar, tampak Wanyen Liang naik keatas sebuah panggung batu, matanya memandang ke tempat jauh, sesaat kemudian baru Wanyen Liang buka suara: "Bagaimana situasi semalam?

Kenapa tidak kelihatan kapal perang musuh diperairan?"

Seorang panglima segera tampil kedepan, serunya: "Lapor baginda, semalam musuh sengaja keluar membuat keributan saja, setelah menimpukkan batu2 dan ber-teriak2, lekas sekali mereka sudah mengundurkan diri pula, Kerusakan pihak kita cukup ringan, beberapa kapal perlu diperbaiki."

Wanyen liang gelak2, katanya: "Orang bilang Loh Bun-ing adalah jenderal perang yang berbakat, dalam pandangan Tim diapun takkan bisa berbuat apa2! Bukti-nya hanya main gertak dan gembar-gembor saja, sekali gempur tanggung hancur lebur, masakah dia berani berhadapan langsung dengan Tim?"

Panglima itu segera menjilat: "Baginda raja dilahirkan sebagai panglima perang yang genius, cerdik pandai tiada bandingannya, jangan kata seorang Loh Bun-ing, umpama Gak Hui hidup kembali, diapun bukan tandingan Baginda!" anak buahnya serempak ikut2an ber-teriak2 mengeluarkan pujian2 muluk.

Wanyen Liang tepukan tangan menghentikan keributan tanyanya: "Kabarnya semalam ada musuh yang menyelundup kemari, siapa dia, berapa jumlahnya, sudah tertangkap belum?"

"Belum." sahut panglima itu dengan takut2, "Tapi baginda tidak usah kuatir, hanya beberapa orang saja masakah bisa lolos?"

Wanyen Liang mendengus hidung, katanya: "Beberapa orang, berapa banyak jumlahnya? Dua orang, tiga orang? Ataukah lima orang? Laksaan serdadu kita bercokol disini, hanya beberapa orang saja tidak mampu menangkapnya. Sampaipun jumlah yang benarpun tidak diketahui! Bagaimana pula tampang orang2 itu kalian juga tidak tahu! Buat apa aku menggunakan tenaga kalian?"

Panglima itu tersipu2 jatuhkan diri berlutut tak berani bersuara lagi, Dari samping lekas tampil pula seorang panglima lain, katanya: "Baginda tidak usah marah, aku sih sudah mencari tahu dengan jelas, Kapal kecil yang menyelundup kemari, dua orang kelasinya sudah mati. Tiga orang yang lain sudah naik ke daratan."

"Tiga orang macam apa?" tanya Wanyen Liang. "Dua orang perempuan dan seorang kakek."

Liu Goan-cong seperti kenal suara orang ini, waktu dia mengintip kesana, kiranya pembicara ini adalah Wanyen Tiang-ci, setelah kembali dari perjalanan ke Kanglam, Wanyen Tiang-ci kini diangkat menjadi Komandan Gi-lim-kun.

Tergerak hati Wanyen Liang, dari marah menjadi senang, katanya: "Betapapun paman lebih bisa bekerja Bukankah semalam kau tetap berada disini, kapan kau turun kebawah mencari tahu hal ini?" "Memang perlu kulaporkan kepada Baginda, aku berhasil menggaruk seorang perompak perempuan, namanya Hansan- niocu. semalam Han-san-niocu kesamplok dengan kapal musuh itu, kedua kelasinya berhasil dia bunuh, sayang sekali dia sendiripun terluka parah, tidak bisa kemari menghadap baginda."

"O, kalau begitu apakah Han-san-niocu kenal tiga orang yang lain? Dua perempuan itu masih muda atau sudah tua?"

"Malam amat gelap sehingga pandangan kurang terang, Tapi menurut laporan Han-san-niocu, dari perawakan dan potongannya, dia curiga satu diantaranya adalah Hong-lay- mo-li. Hong-lay-mo-li adalah Loklim Bengcu lima propinsi daerah utara, ilmu silatnya amat tinggi"

Wanyen Liang tersenyum, katanya: "Tim pernah bertemu sama Moli itu. Waktu itu Tim berada dipuncak Thaysan, Mo-li itu datang mengganggu keiseng-anku, sayang tidak berhasil menangkapnya, kali ini jangan kalian membiarkan dia lolos." habis berkata tiba2 dia berpaling kepada panglima yang berlutut itu:

"Bangun! Perintahkan, perempuan itu harus ditangkap, Hanya boleh ditawan hidup2 dilarang melukai! Boleh kau pilih seratus orang Busu, kalau tidak berhasil jangan kau kembali menemui aku."

Panglima itu bangun dengan membungkuk badan, suaranya gemetar: "Baginda, ini..."

"Sudah dengar perintahku belum? Lekas pergi!"

Panglima itu ingin mengutarakan apa2, tapi tidak berani banyak mulut lagi, terpaksa dia melontarkan pandangannya kepada Wanyen Tiang-ci mohon bantuan.

Wanyen Tiangci segera berkata: "Lapor baginda, kepandaian Mo-li itu terlalu lihay, Baginda hanya menyuruh tawan hidup2 tidak boleh melukai, mungkin, mungkin sulit sekali."

"Aku tahu dia berkepandaian tinggi, betapa lihaynya masakah dia kuat melawan pasukan besarku?"

"Kalau dilawan dengan serdadu selaksa, bukan mustahil dia bisa diinjak2 jadi bergedel, sulitnya tidak boleh melukai dia.

Maka celakalah orang2 kita."

Wanyen liang gusar, damratnya: "Ma-ciangkun, kau sudah sumpah setia kepadaku, kini kuperintahkan kau pilih seratus serdadu, berarti sudah mempertaruhkan jiwa mereka sampai titik darah penghabisan maka kau harus ringkus iblis perempuan itu kemari!"

Wanyen Tiang-ci tahu maksud junjungannya, selanya: "Baginda, biarlah aku saja yang pergi!" meski luka2nya belum sembuh dia yakin masih mampu menawan Hong-Iay-mo-Ii.

Terbalik biji mata Wanyen Llang, katanya: "Hong-siok (paman baginda), jangan kau lupa akan jabatanmu sebagai Komandan Gi-lim-kun, tugasmu melindungi aku. kau tidak boleh meninggalkan aku. Sudah tak usah banyak bacot, Ma- ciangkun, Tim beri batas sebelum lohor kau harus bawa iblis perempuan itu kemari, kalau tidak jinjing kepalamu sendiri kehadapanku."

Melihat junjungannya marah. Ma-ciangkun amat ketakutan, dengan muka pucat segera dia mengundurkan diri, setelah memilih seratus Busu, segera mereka turun gunung. Barisan ini lewat dibawah pohon dimana Hong-Jay-mo-li bertiga menyembunyikan diri.

"Hongsiok," kata Wanyen Tiang-ci lebih lanjut "tadi kau bilang Han-sam-niocu, berilah hadiah besar kepadanya."

"Ya, Baginda Han-san-niocu memang mau bekerja bagi kepentingan negara kita, Malah dia masih ada sebuah rencana bagus untuk bantu kita menyebrangi Tiangkang, sekaligus membrantas pasukan Loh Bun-ing dengan mudah."

"Dia seorang perempuan, punya kekuatan apa, memangnya mampu bantu kita menyebrangi sungai?"

"Dia apal segala seluk beluk diperairan di Tiang-kang ini, menurut katanya, setiap tahun pada tanggal lima belas bulan delapan, air sungai pasti pasang, dia bisa pimpin pelayaran kapal2 kita menuju suatu tempat yang paling baik dimalam hari, musuh bisa kita gasak sebelum mereka menyadari kematiannya! sayang sekarang dia sedang luka parah, terpaksa harus panggil tabib untuk merawatnya secepatnya."

"Baik! perintahkan tabib negara untuk mengobatinya." "Dia, dia masih ada sebuah permintaan!"

"Permintaan apa?"

"Dia tidak mau terima pahala sebelum berhasil. Tapi Baginda harus menepati janji, setelah melenyapkan negeri Song memenuhi permintaannya."

"Perempuan brengsek ini aneh juga, tapi cukup adil, Baik, anggap saja kita meneken kontrak dagang, Katakan kepadanya, Tim akan melulusi permintaannya."

Wanyen Tiang-ci melengak, katanya: "Kalau permintaannya sulit dapat kita laksanakan bukankah... bukankah..."

"Kalau dynasti Song sudah kita caplok, Dunia ini menjadi milik Tim, memangnya Tim tidak bisa menyelesaikan urusan dunia ini. Kecuali dia minta rembulan diatas langit. Yang terang hal kekuasaan berada ditangan kita, bila dia mengajukan permintaan keterlaluan yang sukar dilaksanakan, hehe, potong saja kepalanya!"

"Pandangan Baginda memang tepat. Cara bagaimana untuk menyebrangi sungai adalah tugas terpenting yang harus segera kita pecahkan, Han-sam-niocu bisa menunjukan jalan bagi kita, Baginda boleh keluarkan perintah menerima permintaannya, supaya hatinya tenang dan mantap, mau bekerja sepenuh hati bagi kita, itulah akal yang paling baik."

"Tugasmu yang terpenting sekarang lekas sembuhkan dia." segera dia panggil tabib negara suruh seorang anak buah Wanyen Tiang-ci membawa ketempat Han-sam-niocu.

Berkata Wanyen Liang lebih lanjut: "Perempuan brengsek itu bilang sekitar tanggal lima belas bulan delapan, air sungai pasang besar, aku ingin tahu laporan yang lebih tepat, kapan sebetulnya air pasang itu?"

"Aku sudah tanya dia. Katanya pada tanggal tiga belas bulan delapan diwaktu bulan terbit. Cuma dimana paling sesuai untuk berlayar, masih perlu dia sendiri yang memimpin menunjukan jalan,"

"Baik, Kalau begitu kita putuskan pada tiga belas malam untuk menyebrang secara diam2. Segera kau perintahkan secara rahasia, suruh semua armada di persiapkan."

Sungguh mimpipun Wanyen liang tidak pernah menduga, bahwa perintah yang dikeluarkan secara rahasia ini tercuri dengar juga oleh Hong-lay-mo-li bertiga yang sembunyi diatas pohon, sungguh kejut2 girang hati Hong-lay-mo-li.

Maklumlah hari itu adalah pagi tanggal sebelas bulan delapan, jadi masih ada tiga hari dua setengah malam jarak waktu yang ditentukan Wanyen Liang unuk menyebrangi sungai sebaliknya Loh Bun-ing menjanjikan dirinya, untuk serempak menggiempur musuh dari selatan dan utara dengan laskar rakyat pada siang hari tanggal empat belas.

Keruan hatinya gugup seperti dibakar, pikirnya: "Waktu amat mendesak, aku harus berusaha menyampaikan kabar ini kesana, kalau tidak terpaut setengah malaman, mungkin urusan bisa gagal total!" Maka didalam waktu tiga hari ini, paling sedikit Hong-lay- mo-li harus bisa menyelesaikan tiga urusan penting: Pertama, menemukan Tay Mo. Kedua, menggabungkan diri dengan semua pimpinan laskar rakyat dari berbagai tempat. Ketiga mengutus orang memberi kabar kepada Loh Bun-ing, supaya rencana semula diajukan setengah hari untuk bergerak menggempur musuh lebih dulu.

Celakanya tugas ketiga baru bisa dilaksanakan setelah dia berhasil menemukan Tay Mo, lalu mencari seorang utusan yang cocok untuk memikul tugas berat ini. Didalam jangka waktu sesingkat ini untuk menyelesaikan ketiga persoalan ini, dia harus dibantu oleh nasib baik, beruntung dan lancar, kalau tidak segala daya upaya dan usahanya akan gagal total.

Waktu sudah amat mendesak, tapi kini mereka terkepung diatas gunung, tidak mungkin meloloskan diri Disaat Hong-lay- mo-li amat bingung dan selisah, terdengar Wanyen Tiang-ci sedang berkata: "Masih ada sebuah kabar gembira, perlu dilaporkan kepada Baginda."

"Kabar gembira apa, laporkan secara terperinci." "Liu Goan-ka adalah buaya darat yang berkuasa di

Kanglam, golongan hitam dari darat dan perairan sama tunduk dibawah pimpinannya. Kini kita sudah ada kontak dengannya, tinggal Baginda memutuskan saja."

"Syarat apa yang dia ajukan?"

"Begitu kita bergerak menyerbu keselatan, dia akan menyambut dengan gerakan dari dalam, dia hendak mengerek bendera dengan semboyan melindungi daerah menentramkan penduduk didalam lingkungan kekuasaannya, dia akan melarang pasukan pemerintah melewati daerahnya."

"Bagus, kita punya puluhan laksa pasukan besar, tak usah dia kerahkan tenteranya membantu, dengan apa yang dia lakukan itu sudah berarti membantu kita mencaplok negeri Song."

"Masih ada lagi, sekarang dia sudah diangkat sebagai BuIim Bengcu di Kanglam, wakilnya adalah kepala rampok dari Hwi- liong-to, kekuatannya lebih besar dari Hoan Thong yang pernah menyerah kepada kita dulu, diapun sudah berjanji dengan kita, kapan kita menyerbu ke selatan, dia akan bergabung dan menyambut di perairan."

"ltu lebih baik, segera suruh orang kirim kabar kepadanya, suruh dia menggempur armada laut negeri Song yang berpangkalan di Soatang, Kita sendiri cukup berkelebihan untuk melayani Loh Bun-ing di Jay-ciok-ki."

"Strategi perang Baginda memang tiada bandingannya, bantuan musuh dari laut timur paling tidak bakal terlambat karena hambatan Hwi-liong-tocu, tatkala itu kitapun sudah berhasil membobol pertahanan musuh di Jay-ciok-ki dan menang gemilang."

"Mereka ada mengajukan syarat apa, kau belum lagi jelaskan."

"Liu Goan-ka minta supaya daerah selatan dan utara Hoaylam diserahkan kepadanya, Dia mau setiap tahun mengirim upeti kepada negeri Kim tanpa menghadap, dia mau bekerja demi kepentingan kita tanpa diperintah."

"O, kalau begitu dia mau mendirikan sebuah negara tersendiri dan angkat diri menjadi raja, hanya menjadi negeri otonom?"

"Ya, begitulah maksudnya, Daerah yang dikehendaki merupakan tanah tersubur di Kang-lam, entah bagaimana dengan keputusan Baginda?"

"Sudah tentu lulusi permintaannya." "Ya, Aku paham maksud Baginda, Kekuasaan berada ditangan kita, setelah kita berada diselatan. hukum akan segera berlaku."

"Tidak, kali ini kita harus benar2 memberi hadiah kepadanya, setelah negeri Song kita caplok, boleh angkat dia menjadi raja kecil!"

Semula Wanyen Tiang-ci kira sudah tahu akan maksud tujuan Wanyen Liang. mendengar ucapannya ini dia melengak ter-heran.

Wanyen Liang gelak2, ujarnya: "Letak dari kemukjijatan akal hanya tergantung dalam hati saja. Liu Goan-ka jangan kau sama ratakan dengan Han-sam-niocu, terhadap mereka kita harus bekerja menurut bakat, jasa dan sifat serta keinginannya, sebelum Kanglam penuh berada didalam kekuasaan kita, kita perlu merangkul orang2 sebangsa Liu Goan-ka ini, setelah seluruh jagat berada ditangan negeri Kim kita, belum terlambat kita cari akal untuk membrantasnya."

Bergidik dan merinding Hong-lay-mo-li mendengar komentar Wanyen Liang, Pikirnya: "Kekejaman dan keculasan hati Wanyen Liang memang tiada bandingannya dalam dunia ini, Sayang sekali pamanku yang.buta akan perikemanusiaan terima diperalat, membantu kejahatan menyerahkan nusa dan bangsa sendiri kepada musuh."

Wanyen Tiang-ci amat kagum, katanya: "Baginda memang seorang genius, serba pintar pantas menjadi tokoh didalam catatan sejarah, gerakan kita kali ini pasti akan berhasil dengan gemilang,"

Karena diagulkan dan disanjung puci Wanyen Liang menjadi kesenangan dan terbahak2 dengan lupa diri. Pada saat itulah tiba2 seekor kuda dilarikan kencang mendatangi penunggangnya adalah seorang opsir tinggi, Wanyen Tiang-ci segera membentak: "Baginda berada disini, siapa itu yang berani naik kuda disini?"

Opsir itu melompat turun dan berlutut, serunya: "Komandan pasukan pelopor Halukay ada laporan penting, harap Baginda memberi ampun,"

"Ada urusan apa membuat gaduh! Memangnya manusia liar dari selatan itu menyerbu datang?" semprot Wanyen Liang.

"Situasi militer sih tiada perubahan apa2, cuma..."

"Cuma apa?" damrat-Wanyen Liang bengis. "Semalam ada orang melihat musuh yang semalam

menyelundup dari selatan melarikan diri kearah sini, mungkin... mungkin sudah berada diatas bukit ini. Hamba kuatir bila musuh membuat Baginda kaget."

Wanyen Liang sendiri tahu akan kelihayan Hong-lay-mo-li, marahnya menjadi reda, katanya: "Kalau demikian memang perlu hati2. Lekaslah diadakan pemeriksaan!"

Halukay berkata: "Tiga ribu pasukan berkuda pimpinan hamba sudah mengepung rapat bukit ini."

Wanyen Liang gelak2, serunya: "Bagus, kali ini tumbuh sayappun dia pasti takkan lolos! Hayo segera digeledah!"

Hong-lay-mo-li mengeluh dalam hati, jago2 Wanyen Liang yang berkepandaian tinggi tidak sedikit jumlahnya, jejak mereka pasti akan konangan juga. Tapi waktu dia berpaling, dilihatnya sang ayah geleng2, supaya dirinya tidak bertindak menurut keinginan hati, sementara itu Wanyen Tiang-ci dan Halukay sudah pimpin dua barisan Busu mulai bergerak kearah dua jurusan.

Pada saat itulah tiba2 Hong-lay-mo-li mendengar orang berbisik dipinggir telingannya: "Carilah kesempatan lari menuju kearah barat laut." itulah suara Bu-lim-thian-kiau. Dia bicara menggunakan gelombang panjang, maka bayangannya tidak kelihatan.

Kejut dan girang Hong-lay-mo-li bukan main, namun dia masih bingung apa yang dimaksud lari melihat kesempatan, dari mana kesempatan itu?

Pada saat itulah didengarnya Wanyen Tiang-ci membentak disebelah sana: "Siapa yang berada didalam hutan?" kiranya Lwekang Wanyen Tiang-ci kira2 sebanding dengan Bu-lim- thian-kiau. maka lapat2 diapun mendengar seperti ada orang ber-bisik2 didalam hutan cuma apa yang dipercakapkan tidak sejelas yang didengar Hong-lay mo-li karena jaraknya memang lebih jauh.

Dengan bersuit panjang Bu-lim-thian-kiau segera melompat turun, serunya lantang: "Memangnya kalian tidak punya mata? Aku berada disini, kemana kalian hendak mencari aku?"

Seluruh hadirin termasuk Wanyen Liang sama terkejut melihat yang muncul adalah Bu-lim-thian-kiau. Wanyen liang segera membentak: "Hayo tangkap dia!"

Dengan hati kebat kebit para busu serempak ber-teriak- teriak menyerbu maju. Bu-lim-thian-kiau terkepung rapat di- tengah2. Wanyen Tiang-ci tidak berani meninggalkan raja junjungannya, sembari mengeluarkan sepasang potlot dia berjaga disamping Wanyen Liang.

Dengan tenang Bu-lim-thian-kiau angkat serulingnya terus ditiup, cukup dua kali saja dia meniup menggunakan hawa murni yang disalurkan ke Loan-giok-siau, perbawanya sungguh amat mengejutkan, tampak sepucuk pohon didepannya seketika rontok daon2nya, dalam sekejap pohon itu menjadi gundul ketinggalan ranting2nya saja. Busu yang berkepandaian rendah tidak tahan menutup kuping menjengking roboh. "Hong-siang." seru Bu-lim-thian-kiau menurunkan serulingnya, "Beberapa tahun belakangan ini kau utus orang mencariku ke-mana2, hari ini aku kembali sendiri tidak bisa tidak kau harus beri kesempatan kepadaku untuk bicara beberapa patah kata?" lalu seruling dia ayun satu lingkaran, para busu yang mengelilinginya seketika terdesak mundur, katanya pula: "Aku tidak ingin melukai saudara sebangsaku sendiri, tapi kalau kalian main kekerasan, terpaksa aku harus membela diri! Harap tunggu sebentar biarlah aku bicara lebih dulu, aku nanti terima diringkus."

Bu-lim-thian-kiau seorang tokoh besar, didalam negeri Kim dia dipandang sebagai tokoh didalam dongeng, banyak orang malah mendengar dongeng akan kepandaian ilmu silatnya yang mujijat, Meski dia bermusuhan dengan Wanyen Liang junjungan mereka, tapi para Busu negeri Kim ada delapan orang diantara sepuluh orang yang diam2 mengaguminya.

Kini melihat orang mempamerkan kepandaian sehebat ini, disamping kagum dan takut merekapun amat ngeri, tiada satupun yang berani maju,

Mendengar orang membahasakan "Hong-siang" kepada dirinya, rada tertekan amarah Wanyen Liang, se-runya: "Tam Hi-tiong, apa masih ada junjungan didalam pandanganmu?

Kukira kau sudah gila dan lupa akan pribadimu sendiri? Baik, karena kau masih punya setitik kesadaran, biar hari ini kuberi kesempatan bicara."

Bertaut alis Bu-lim-thiankiau, katanya lantang: "Kedatanganku hanya memberi sepatah kata nasehat saja. Orang kuno bilang menghentikan kuda diambang jurang, maka aku nasehatmu supaya menghentikan kuda diambang sungai, lekaslah berpaling kembali."

Wanyen Liang tertawa besar, serunya: "Mencaplok negeri Song tinggal menunggu waktu saja, kau justru membujukku untuk menghentikan kuda diambang sungai! Kalau kutolak nasehatmu memangnya kau bisa apa?"

Dingin suara Bu-lim-thian-kiau: "Kau tidak mau mendengar nasehatku, itulah pertanda gila hatimu karena ambisius, lupa akan pribadi bangsa! Aku kuatir sebelum berhasil kau menginjak kaki disebrang, dirimu sendiri sudah hancur lebur."

Wanyen Liang amat gusar, namun malah gelak2, serunya: "Jangan kau kira langit tidak bisa disebrangi, sekali melecut cemeti cukup memutuskan aliran sungai! Demi kebesaran negeri Kim nan jaya berkuasa diseluruh dunia, usaha besar ini akan menjadi bandingan didalam sejarah, Rakyat kita bukan saja bakal melagukan kebesaran bangsa dan negara, kau malah menista dan merendahkan arti gerakanku."

Dengan suara yang lebih lantang Bu-lim-thian-kiau berkata: "Kau mengeduk harta rakyat mengerahkan kekuatan dengan mimpi hendak mencaplok dynasti Song. belum lagi kelihatan untungnya, sudah jelas memperlihatkan kebejatan dan kemelaratan. Umpama kau berhasil mencaplok negeri orang, apa pula manfaatnya bagi rakyat jelata? Rakyat sudah miskin dan rudin! Apalagi dihadapanmu Loh Bun-ing mempertahankan pintu negerinya, dibelakangnya rakyatnya mendukung dan mengerek panji2 perlawanan, nasib negara kau pertaruhkan begini saja. maka kau pasti akan kalah!

Ambisimu hanya akan merupakan impian kosong belaka!" "Tutup mulutmu!" hardik Wanyen Liang.

Bulim-thian-kiau tidak hiraukan, katanya lebih lanjut dengan pidatonya yang berapi2: "Dan lagi, kau kira kau punya laksaan pasukan besar, sudah cukup untuk melecut putus aliran? Tentara kita tiada permusuhan dengan bangsa Song mereka, harus berpisah anak istri meninggalkan kampung halaman, mempertaruhkan jiwa untuk menjadi umpan ikan ditengah sungai atau harus ajal dinegeri orang menjadi korban ambisimu, apa pula keuntungan bagi mereka? Hakikatnya mereka tidak sadar untuk apa mereka harus berperang, masakah mereka mau berjuang sekuat tenaga?"

"Bedebah! Kau merendahkan disiplin dan menghasut hati tentara, mengkhianati Tim lagi? Kau sebagai bangsa Kim, kau mengutuk gerakan bangsa dewek, kau mengharapkan pasukan kita dilalap musuh?"

"Aku justru merasa kasihan dan demi melindungi keselamatan mereka, maka kuajukan nasehatku ini kepadamu, Harap Hong-siang lekas membagikan kuda diambang sungai, robahlah bencana ini menjadi rejeki. Tatkala itu rakyat negeri Kim kita, baru betul2 akan melagukan nyanyian2 gembira untuk menjunjung kebijaksanaanmu! Harap baginda berpikir dua belas kali!"

"Tam Ih-tiong!" jengek Wanyen Liang, "Sebelum kau banyak orang membujuk aku supaya membatalkan niat mencaplok negeri Song, tahukah kau bagaimana mereka sekarang?"

"Aku tahu kau bunuh mereka semua, Sampaipun ibu kandungmu sendiri, karena mengatai sepatah dua patah kepadamu, kau lantas meracunnya sampai mati: Hari ini aku berani datang memberi nasehat, memangnya aku sudah pasrah jiwa dan nasibku."

Wanyen Liang membunuh para pembesar yang menentang kehendaknya sudah merupakan rahasia umum, tapi dia meracun mati ibu kandungnya sendiri, sejauh mana belum ada orang yang tahu, Kini Bu-lim-thian-kiau membongkar rahasia keburukannya dihadapan orang banyak keruan gusarnya bukan kepalang sampai badannya gemetar. Sudah tentu semua hadirin mengkirik dan berdiri bulu kuduknya.

Setelah gusarnya rada mereda dan sempat bernapas dengan teratur Wanyen Liang hendak perintahkan untuk menawannya hidup2, tiba2 dibawah bukit terdengar suara ribut2, waktu Wanyen liang berpaling ke-sana, tampak seorang opsir membedal kudanya naik keatas. dari kejauhan sudah berteriak melapor: "Kedua perempuan keparat itu sudah ditemukan jejaknya."

Opsir ini adalah wakil Halukay yang memimpin tiga ribu pasukan berkuda mengepung bukit ini, begitu menemukan jejak dua orang perempuan yang diperintahkan untuk ditangkap, segera dia berlari naik untuk minta petunjuk lebih jauh.

Dari tempat sembunyinya Hong-lay-mo-Ii amat heran. pikirnya: "Darimana pula datangnya dua perempuan lain?"

Tiba2 terdengar Bu-lim-thian-kiau gelak2, senr nya: "Wanyen Liang, kau kira kau pintar sekali? Hehe, he. betapapun pandaimu, toh kau sudah tertipu oleh akal memancing harimau mengepung gunung yang kuatur." sengaja dia merubah satu kata, biasanya salah satu akal dari tiga puluh enam tipu daya yang dikatakan adalah memancing harimau meninggalkan gunung kini dia rubah menjadi memancing harimau mengepung gunung.

Besar hasrat Wanyen Liang menangkap Hong-lay-mo-li karena kedatangan Bu-lim-thian-kiau yang mendadak ini, baru perhatiannya sementara dia alihkan. Kini mendengar laporan anak buahnya, serta mendengar olok2 Bu-lim-thian-kiau lagi, baru dia sadar, keruan berubah air mukanya, bentaknya: "Tam Ih-tiong, jadi kau memang sekongkol dengan bangsat perempuan itu?"

"Benar! Baru sekarang sadar telah tertipu? He, he, kalau Hulukay sengaja tidak kutipu dengan melihat sebuah bayangan, mana bisa aku memancing tiga ribu tentaranya kemari."

Keruan Halukay terkesiap pucat, demikian juga Wanyen Liang dan semua hadirin baru benar2 sadar akan tipu muslihat ini. Tapi diluar kesadaran mereka justru mereka betul2 kena ditipu oleh permainan Bu-lim-thian-kiau yang cerdik, kesadaran mereka justru sudah tersesat oleh akal liciknya.

Wanyen Liang gusar, makinya menuding Halukay: "Goblok!

Tidak lekas kau turun gunung kejar dan tangkap kembali, Kenapa masih melongo disini?"

Ter-sipu2 Halukay mengiakan sambil memberi hormat, terus berlari mencemplak keatas kuda turun gunung, tiga ribu pasukan berkuda yang dipimpinannya dikerahkan untuk mengejar bangsat perempuan yang melarikan diri itu.

Setelah mengeluarkan printahnya Wanyen Liang gerak2 pula, katanya: "Tam Ih-hong, Tim tetap mentertawai kau yang bodoh ini, kau pura2 menggunakan akal menyesatkan pandangan, paling hanya menipu Halukay sementara saja.

Dibawah pengejaran pasukan berkuda, pujaan hatimu akhiirnya pasti teringkus juga, Hayo ringkus dia, setelah Hong- lay-mo-li tertawan, biar dia tahu kelihayan Tim!"

Para Busu itu meski mengagumi Bu-lim-thian-kiau tapi diperintah oleh junjungannya, terpaksa mereka harus bekerja untuk menawan Bu-lim thian-kiau hidup2, serempak mereka merubung maju dengan nekad.

Tiba2 Bu-lim-thian-kiau melejit tinggi terbang ke-depan sana melewati kepala para Busu langsung menubruk kearah Wanyen liang.

Wanyen Tiang-ci pentang kedua potlotnya membentak: "Besar nyalimu, berani melawan Baginda!" Bu-lim-thian-kiau sapukan serulingnya menyampuk minggir kedua potlot Wanyen Tiang-ci. Lwekang mereka sebanding, Bu-lim-thian- kiau terang tidak kuasa merangsak maju, Wanyen Tiang-cipun tidak kuasa memukulnya mundur, sementara busu2 itu kuatir Bu-Um-thian-kiau melukai junjungannya, beramai2 mereka memburu maju pula, suasana menjadi gaduh dan ribut.

Liu Goan-cong yang sembunyi dipucuk pohon segera berbisik: "Tibalah kesempatannya, Iari!" mengembangkan Ginkang, seenteng asap secepat kilat terus melejit dari pucuk pohon ke pucuk yang lain menuju kearah barat laut, Hong-lay- mo-li menggandeng Bing-cu mengikuti dibelakangnya, sungguh tidak keruan perasaan hati Hong-lay-moli, hatinya amat haru, sedih dan berterima kasih akan pengorbanan Bu- lim-thian-kiau demi keselamatan mereka bertiga.

Tapi urusan besar sedang dipikulnya, sudah tentu dia tidak bisa me-nyia2kan pengorbanan Bu-lim-thian-kiau ini.

Dengan menggandeng Bing-cu, Hong-lay-mo-li kembangkan Pat-pou-kan-sian (delapan langkah mengejar tonggeret), tapi larinya cepat luar biasa, orang2 yang berada dibawah tiada satupun yang mengetahui karena seluruh perhatian mereka tertuju kepada Bu-lim-thian-kiau.

Memang ada beberapa orang yang jauh dari gelanggang pertempuran melihat ada bayangan putih berkelebat tapi Hong-lay-mo-li bertiga tahu2 sudah tiba dibalik bukit sebelah sana, berkelebat hilang didepan mata.

Wanyen Liang berdiri ditempat tinggi, lapat2 diapun melihat bayangan putih yang berkelebat Walau tidak melihat jelas perawakan Hong-lay-mo-li, tapi dia melihat pakaian yang melambai tertiup angin, jelas itulah pakaian kaum perempuan, Baru sekarang Wanyen Liang sadar kembali dia ditipu mentah2 oleh Bu-lim-thian-kiau.

Keruan gusarnya seperti kebakaran jenggot, bentaknya dengan gusar: "Hayo ringkus, mati atau hidup tidak menjadi soal! Tertawan hidup diberi hadiah jadi lurah selaksa keluarga, bunuh mati diberi hadiah seribu tail uang mas."

Bu-lim-thian-kiau tahu Hong-lay-mo-li bertiga sudah berhasil lolos, legalah hatinya, segera dia gelak2: "Wanyen Liang, hanya seorang perempuan kau tidak mampu membekuknya, masih kau mimpi hendak mencaplok Kanglam dan menjajah dunia segala? Kau hendak bunuh aku boleh terserahkan kau turun tangan, Aku adalah pahlawan patriot dari bangsa Kim, yang kubenci adalah kelaliman dari seorang raja brutal, se-kali2 aku tidak akan adu jiwa dengan saudara2 bangsaku. He, he, kau membunuhku paling aku hanya berangkat lebih dulu menuju ke neraka, aku kuatir nasibmu sendiri kelak lebih celaka dari aku," habis berkata kembali dia ter-bahak2, dia berhenti melawan, terima ditawan hidup.

Bukan kepala gusar Wanyen Liang, katanya. "Kau ingin lekas mati, Tim justru tidak akan bertindak menurut keinginanmu! Berani kau memandang rendah aku, baik, biar kau sementara hidup menanggung siksaanku. biar kau melihat dulu dengan matamu setelah Tim menduduki seluruh jagat baru akan kukorek biji matamu, supaya kau ingin mati tidak suka hiduppun sukar, selamanya kau menjadi budak sekarat."

Dalam pada itu Hong-lay-mo-li bertiga sudah tiba dibalik gunung sana, tapi Lapat2 kupingnya masih mendengar kata2 Bu-lim-thian-kiau, sungguh serasa diiris2 hatinya, Liu Goan- cong cukup tahu derita batin putrinya segera dia membujuk dengan lirih: "Yau-ji, kau harus ingat akan tugas berat yang kau pikul, asal menang dalam peperangan ini, setelah membunuh Wan-yen Liang, baru terhitung kau menolong rakyat negeri Song, sekaligus kaupun menolong rakyat negeri Kim, Hanya bekerja dengan penuh tanggung jawab baru kau betul2 sudah membayar budi pertolongan Tam Ih-tiong ini."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar