Pendekar Latah Bagian 27

 
Bagian 27

Tapi kedatangan Liu Goan-ka amat cepat! Tahu2 orang sudah berada ditengah2 mereka, betapa tajam pandangan matanya, setelah dekat dia lantas tahu bahwa Jliian Cenghun berdua pernah berkunjung ke Jian-liu-cheng, sapanya dengan tertawa besar: "Jadi kalian adalah adik Jilian Cuncu, dulu kalian berkunjung ke-kampungku, sungguh aku berlaku kurang hormat! sesama saudara lebih baik kalau hidup rukun dan kumpul bersama, kenapa kalian harus lari2?" tiba2 kedua lengannya terkembang, dengan jurus Cou-yu-kay-kiong (kanan kiri mementang busur) tangan kiri mencengkram Jilian Ceng-hun tangan kanan mencengkram Jilian Ceng-sia.

Kedua kakak beradik ini sudah waspada dan siaga, serempak mereka membentak: "Bangsat tua, biar kami adu jiwa dengan kau." Jilian Ceng-hun keluarkan serulingnya menutuk Jian-kin-hiat, sementara Jilian Ceng-sia keluarkan golok sabit menabas kedua kakinya, berbareng ujung goloknya menusuk ke Hoan-tiau-hiat dilututnya.

Batu sebesar ini tiba cukup untuk berdiri empat orang, apa lagi harus bertempur, sisa luangnya tidak banyak lagi. Liu Goan-ka menghardik sekali, tanpa hiraukan tutukan seruling Jilian Ceng-hun, jari2 tangannya tiba2 terulur mencengkram pi-pa-kut dipundaknya. Berbareng kakinya terangkat menendang pergelangan tangan Jilian Ceng-sia yang memegangi golok, Liu Goan-ka sudah kembangkan ilmu menutuk jalian darah dari tingkat tinggi, "plak" dengan telak seruling Jilian Ceng-sia mengena Jian-kin-hiat, seketika terasa serulingnya ditolak oleh segulung kekuatan tahu2 cengkraman Lu Goan-ka sudah berada didekat tubuhnya.

Karena tutukan serulingnya tidak berhasil sulit Jilian Ceng- hun tarik senjatanya untuk melindungi badan, terpaksa dia kerahkan kekuatan Lwekang-nya ditelapak tangannya melawan secara kekerasan, pergelangan tangan Jilian Ceng- sia tidak kena tendangan cuma goloknya saja yang terpental lepas, Liu Goan-ka segera menghardik

"Turun!" berbareng telapak kiri didorong, karena kehilangan senjata Jilian Ceng-sia di paksa gunakan pukulan telapak tangan melawan. Dengan kedua tangannya Liu Goan- ka harus melawan gempuran kedua kakak beradik, ketiganya lantas bertempur sengit diatas batu cadas yang tergantung diatas jurang, untung belum lama Liu Goan-ka baru saja adu pukulan dengan Liu Goan-cong, sedikit banyak tenaganya sudah terkuras, kini belum lagi sempat dipulihkan.

Dengan dua lawan satu Jilian kakak beradik menjadi setanding sama kuat pihak manapun tak mampu mendorong lawannya menerjang ke dalam jurang.

Betapa berbahaya dan amat menggiriskan keadaan mereka, tampak badan Liu Goan-ka sedikit terbungkuk tenaganya terus mendorong keluar, sementara kedua kaki seperti terpaku kencang diatas batu, tapi belakang punggungnya merupakan udara kosong yang tak bisa buat menahan dirinya lagi.

Jilian bersaudara masing2 berada dikanan kiri depannya, tungkak kaki Jilian Ceng-hun sudah menongol separo diluar batu cadas yang melintang itu, keadaan Ceng-sia lebih berbahaya lagi, kaki kirinya sudah tiada tempat berpijak lagi, dia hanya mengandalkan sebatang pilar babi yang kuat ! buat pegangani seluruh kekuatan mereka terpusatkan ditangan kanan melawan gempuran Liu Goan-ka, meski sebelah tangan yang lain bisa bergerak namun tidak leluasa untuk melukai orang.

Diatas batu cadas ini masih terdapat seorang, yaitu Jilian Ceng-poh, didalam keadaan sama bertahan bila dia mau dengan pukulan ringan saja menyerang Liu Goan-ka, dengan mudah orang akan terpukul jatuh kedalam jurang. Kebalikannya bila dia membantu Liu Goan-ka, dengan gampang pula dia dapat membunuh kedua adiknya, jiwa ketiga orang sama tergenggam ditangannya.

Apakah dia harus mengingat hubungan persaudaraan, Atau mempertahankan kedudukan diri sendiri yang hidup dalam kemewahan tapi membantu kelaliman?

Sulit Jilian ceng-poh berkeputusan, antara bijaksana dan jahat sedang berperang didalam batinnya, sehingga dia kebingungan dan tak bisa berkeputusan.

Sebaliknya Liu Goan-ka dan Jilian bersaudara masing2 sedang tumplek seluruh kekuatan dan perhatian untuk menghadapi lawan, didalam detik2 menentukan mati hidup jiwa sendiri, mereka tidak punya pikiran kalut malah, hati tentram dan mantap, sedikitpun tidak takut lagi.

Yang lebih gelisah dan kebingungan sudah tentu Khing Ciau dan Cin Long-giok, semula mereka hendak turun gunung, waktu berpaling melihat keadaan yang serba kritis ini, jantung mereka serasa hampir melompat keluar, setelah beradu pandang tanpa banyak bicara cepat mereka ayun langkah memburu kesana.

Dari tempat mereka ini menuju kebatu cadas itu harus melalui beberapa tempat yang cukup berbahaya dan harus membunuh dan menggempur mundur musuh yang tak terhitung banyaknya, mungkin sebelum mereka tiba ditempat tujuan, pertempuran disana sudah mencapai babak terakhir antara mati dan hidup, sedikitpun tidak terpikir oleh mereka bahwa usaha mereka hendak menolong orang disana hakekatnya tiada gunanya sama sekali. Tapi mereka tidak pikirkan hal ini.

Se-konyong2 tampak sebuah bayangan orang laksana burung terbang tengah meluncur kearah batu cadas yang terletak ditebing itu, terdengar suaranya membentak: "Bangsat tua, mampuslah kau!" belum sempat tiba keatas batu cadas, dari bawah tebing dia sudah ayun lengannya.

Bayangan ini bukan lain adalah Hong-lay-mo-Ii Liu Jing- yau, pamannya sendiri dia maki sebagai "Bangsat" menandakan bahwa dia sudah amat benci dan dendam, Begitu kebutnya terayun, puluhan batang benang kebutnya seketika meluncur seperti senjata rahasia melesat dengan cepat dan kuat.

Meski sedang melayani kedua musuhnya, tapi Liu Goan-ka tetap pasang mata dan kuping memperhatikan keadaan sekelilingnya. dalam keadaan biasa dia tidak perlu gentar menghadapi Hong-lay-mo-li, tapi dalam keadaan bertahan seperti ini, asal sebatang benang kebut orang mengenai dirinya, jiwanya bakal terancam.

Terutama benang2 kebut Hong-lay-mo-li mengincar muka, kalau matanya tertumpuk buta, tak berani dia membayangkan akibatnya.

Liu Goan-ka cukup tahu sampai dimana kelihayan Hong- lay-mo-li, cepat sekali dia sudah bertindak, tiba2 dia kendorkan kedua telapak tangannya, berbareng kakinya menjejak sehingga badannya mencelat mundur karena tenaga pukulan telapak tangan kakak beradik Jilian kehilangan penghalang, pukulan mereka jadi menerjang kearah badannya.

Hebat memang kepandaian Liu Goan-ka, tampak ditengah udara dia gunakan gaya burung dara jumpalitan, benang2 kebut timpukan Hong-laynmo-li mengenai tempat kosong semua.

Karena gempuran kedua kekuatan pukulan lawan, badan Liu Goan-ka tak terkendali membentur batu sehingga jidatnya bocor, darah bercucuran.

Sigap sekali tangannya menekan batu pilar, sekali lagi badannya jumpalitan melompat keatas tancap kaki dllereng gunung terus lari sipat kuping. Jilian Ceng-poh tertegun sebentar, mana dia berani bicara dengan kedua adiknya lagi, ter-sipu2 diapun mengikuti langkah Liu Goan-ka.

Cepat Jilian Ceng-sia jemput golok sabitnya terus melompat turun dari atas batu cadas, teriaknya girang: "Liu Lihiap, terima kasih akan bantuanmu! inilah Jiciku Ceng-hun!"

Jilian Ceng-hun ikut melompat turun, berhadapan dengan Hong-lay-mo-li, terasa seperti silau pandangannya oleh kecantikan orang, dlam2 dia membandingkan diri sendiri dengan orang, sekilas dia melengak, batin-nya: "Memang tidak bernama kosong nama Hong-lay-mo-li, bukan saja ilmu silatnya tinggi, kecantikannya melebihi bidadari. Tak heran Bulim-thian-kiau Tam Ih-tiong jatuh cinta ke-pati2 kepadanya." mengikuti adiknya segera iapun menyatakan terima kasih.

"Ceng-hun cici," ujar Hong-lay-mo-li, "kau menolong seluruh saudara2 dipangkalan, aku sendiri belum mengucapkan terima kasih kepadamu."

"Negeri Kim adalah musuh kedua bangsa kita. bantu membantu sesamanya adalah jamak. Hanya memberi kabar bukan suatu pekerjaan berat, tidak perlu cici menyinggungnya."

Hong-lay-mo-li tiada tempo berbasa basi lagi, memangnya keadaan masih tetap genting, para Cecu dan pengikut2nya tengah berbondong turun kebawah untuk kumpul untuk mengurangi jatuhnya korban, mereka tidak bisa membawa anak buah masing2 menerjang naik kebalik gunung untuk melarikan diri, sebagai Lok-lim Beng-cu daerah utara Hong- lay-mo-li tidak bisa berpeluk tangan mengawasi saudara2 sehaluan menjadi korban, maka dia ikut berjuang demi mati hidup mereka. Dengan menenteng kedua senjatanya Hong- lay-mo-li pimpin mereka menerjang dari atas gunung kebawah. Sementara itu, dari kejauhan Khing Ciau dan Cin Long-giok juga melihat perubahan disini, maka lega juga hati nrerekap jarak cukup jauh, perang tanding sedang berkobar dimana2, maka Hong-lay-mo-lipun tidak melihat kehadiran mereka disini. Baru saja Khing-Ciau tiba dibalik gunung sebelah sana, tahu2 mereka dhadang oleh tujuh orang musuh.

Keenam orang ini adalah Siau-thaubak Hwi-liong-to. ilmu silatnya biasa saja, tapi Khing Ciau tidak mau menurunkan tangan keji, dengan mengembangkan Sip-hun kiam-koat, dalam sekejap saja dia tusuk roboh empat orang diantaranya dengan Hiat-to tertutuk, sisa lainnya segera lari pontang panting.

Baru saja Khing Ciau melangkah kebawah tiba2 dilihatnya orang2 yang lari tadi putar balik, berbareng didengarnya sebuah suara kasar membentak: "Oh, kiranya kau bocah ini ternyata bernyali besar, di Tiang-kang kau tidak mampus, berani juga meluruk ke Hwi-liong-to! Haha. kali ini jiwamu takkan terampun lagi."

Kumandang suaranya orangnyapun telah tiba, ternyata dia bukan lain adalah kepala perompak yang malang melintang di Tiangkang - Jau-hay-kiau Hoan Thong, Mendengar teriakan anak buahnya yang lari ketakutan, segera dia memburu datang dan kesamplok dengan Khing Ciau.

Hoan Thong adalah saudara angkat Hwi-liong-to-cu dan Lam-san-hou, terhitung kepandaiannya yang terlemah, tapi dibanding kekuatan Khing Ciau dan Cin Long-giok, orang masih jauh lebih kuat.

Gaman Hoan Thong adalah sebatang dayung lebih pendek dari dayung perahu biasanya, tapi panjangnya ada tujuh kaki lebih, satu kail lipat lebih panjang dari pedang panjang yang digunakan Khing Ciau dan Cin Long-giok. Dengan deru angin yang kencang dayung ini mengemplang tiba dengan sejurus Hoan-kang-to-hay (membalik sungai menuang laut) mengarah batok kepala Khing Ciau.

Lekas Khing Ciau membalas dengan sejurus Hing-ka-kim- liang, "Tang" kembang api berpijar, pedang yang digunakan adalah gaman mestika, maka dayung Hoan Thong sampai gumpil sebagian tapi dayung itu cukup berat bobotnya, sehingga Khing Ciau sendiri rasakan telapak tangannya kesemutan.

Dari samping Cin Long-giok lancarkan jurus Tay-bok-hou- yan pedangnya menusuk lurus bagai melesatnya anak panah, mengincar lambung bawah Hoan Thong, jurus ini adalah tipu pedang ajaran keluarganya yang cukup keji.

Sayang gerakannya rada lambat, waktu ujung pedangnya hampir mengenal sasarannya. Hoan Thong sudah sempat menarik dayung menangkis pergi, kontan Cin Long-giok sendiri rasakan segulung tenaga besar menerjang dirinya sehingga dia berputar dua kali hampir saja tersungkur jatuh oleh tenaga tolakan lawan yang besar.

Hoan Thong menghardik sekali, dayung panjang disapukan melintang, pengait meluruskan pedang Khing Ciau menekan kebawah, tenaganya dilandasi oleh Tay yan-sin-kang, meski kalah kuat dibanding Hoan Thong, tapi kekuatan sapuan lawan berhasil dia sampuk menceng kesamping, sehingga Cin Long-giok tidak tersapu luka.

Tenaga Cin Long-giok memang lemah, tapi Gin-kangnya lebih tinggi, dengan tangkas cepat dia menyelinap sambil berputar dengan lincah, dimana pedangnya berkelebat tiba2 dia berada didepan Hoan Thong, lain saat sudah berada dikirinya cepat sekali sudah menggeser kesebelah kanan pula, sekaligus dia lancarkan tujuh delapan kali tusukan, setiap tusukan sudah ditarik balik sebelum mengenai sasaran, isi kosong sukar diraba, yang terang dia selalu menghindari bentrokan lagi dengan dayung orang, tapi sekali lawan lena tusukan gertakan akan segera melobangi badan orang.

Terpaksa Hoan Thong putar kencang dayungnya seperti kitiran sehingga hujan badaipun rasanya takkan tembus, Tapi karena harus menjaga diri disamping balas menyerang, maka tekanan rangsakannya kepada Khing Ciau jauh berkurang.

Tapi dayung lebih panjang dari pedang, Khing Ciau harus berhadapan secara langsung, harus melindungi Cin Long-giok yang main sergap lagi, maka tidaklah heran kalau senjata mereka sering beradu, Lwekang Khing Ciau terang bukan tandingan Hoan Thong, lama kelamaan, napasnya mulai sengal2, keringat gemerobyos.

Anak buah Hoan Thong mengundang sebarisan tukang gantol, dari beberapa tombak diluar kalangan mereka mengepung sehingga Khing Ciau berdua takkan mungkin lari. Memang mereka tidak berani ikut turun tangan, tapi bagi Hoan Thong sudah merupakan pembantu yang terpercaya.

Didalam keadaan kepepet dan tak mungkin lolos ini, Khing Ciau harus pertaruhkan jiwa raganya bertempur mati2an puluhan jurus kemudian, Khing Ciau sudah kehabisan tenaga. daya tahannyapun sudah mulai kendor.

Hoan Thong gelak2, serunya: "Bocah keparat, kalau ingin hidup. buang senjata dan berlutut minta ampun."

Khing Ciau gusar, tenaga dia kerahkan diujung pedang "sret" tiba2 dia menusuk, Bila tenaga yang dia kerahkan besar, tenaga tolakan lawanpun semakin besar, dengan memutar dayung untuk melindungi badan laksana tameng. sekali ketuk dan tekan, Khing Ciau tergetar mundur sempoyongan tiga langkah.

"Bagus, kau tidak mau menyerah, biar kuhabisi saja jiwamu." bentak Hoan Thong, dengan deru angin yang keras, lagi2 dayungnya mengemplang dengan jurus yang sama, batok kepala Khing Ciau kelihatannya bakal remuk redam. Disaat genting bagi keselamatan jiwa Khing Ciau yang sudah kehabisan tenaga, sekonyong2 tampak sinar emas berkelebat tiba laksana kilat menyamber, tapi entah dari mana, tahu2 membentur dayung Hoan Thong dengan kerasnya.

"Tang" kembali kembang api berpijar, begitu keras benturan ini serasa pekak telinga, sedang dayung Hoan Thong itupun tergetar terbang ketengah udara.

Hoan Thong menjerit keras, tanpa kuasa badannya katut terlempar, ditengah udara dia bersalto ke-belakang, kebetulan meluncur turun kearah rombongan anak buahnya yang bersenjata gantolan.

Kejadian berlangsung teramat cepat dan diluar dugaan, barisan gantol itu tiba2 menghadapi kejadian mendadak, begitu melihat ada orang menerjang tiba secara reflek sebelum melihat jelas siapa yang tiba, puluhan batang gantolan panjang serempak bekerja.

Hoan Thong membentak gusar: "Sudah buta mata kalian?" begitu kedua lengannya menggentak berbareng menarik kebelakang, tiga batang gantolan yang mengenai badannya seketika kesendal putus jadi enam potong, dua orang lain terjengkang roboh menghadap langit, sampai kepala terbentur batu dan bocor keluar kecap.

Tapi tangan dan kaki Hoan Thong keburu terluka oleh ujung gantolan tajam, meski tangkainya putus, tapi ujung gantolan itu masih menghunjam dalam dikulit dagingnya, darah bercucuran dengan deras.

Waktu sinar emas itu jatuh ditanah, ternyata adalah sebuah gelang baja, setelah membentur dayung dan jatuh ditanah masih berputar2 dan menggelinding ditanah, dimana gelang baja ini menggelinding pasir dan batu2 pecah berhamburan. serasa bumi bergetar. Sudah tentu kawanan brandal itu belum pernah melihat senjata seaneh ini, takut terlindas gelang bundar ini, serempak mereka lari pontang panting, keadaan Hoan Thong paling mengenaskan segera dia jatuhkan diri terus menggelundung kebawah lereng gunung, setelah membentur batu cadas besar baru gelang baja itu jatuh dan berhenti.

Kejut dan girang Khing Ciau bukan main, teriak-nya: "Sat- toasiok!" tahu2 orang sudah berada dibelakangnya tengah menepuk pundaknya, Waktu Khing Ciau berpaling memang benar Sat-lotoa adanya. Tampak sekujur badannya berlepotan darah, demikian juga kepala dan mukanya kotor dan kusut masai.

"Sat toasiok, kenapa kau?" tanya Khing Ciau kaget, "Kau terluka?"

Sat-lotoa lompat kesana menjemput gelangnya, sahutnya: "Ttdak apa2. lekas ikut aku."

Sebetulnya Khing Ciau diirundung berbagai pertanyaan sejak pagi2 orang menghilang, kini muncul tiba2 lalu hendak mengajak dirinya kemana? Terpaksa dia tekan perasaan hatinya, dengan menarik Cin Long-giok dia kuti langkah Sat- lotoa.

Sebagian besar anak buah Hwi-liong-to sudah mengundurkan diri keatas gunung, arah yang ditempuh Sat- lotoa adalah jalanan gunung yang belukar dan berbahaya, maka mereka bisa maju terus tanpa mendapat rintangan.

Padahal Hong-lay-mo-li dan Hoa Kok-ham sudah pimpin orang banyak turun kebawah kumpul dengan orang banyak. Tapi Sat-lotoa tidak bawa mereka menuju ketempat berkumpul.

"Sat-toasiok, Liu Lihiap kan berada disebelah sana!" teriak Khing Ciau. Tanpa menjawab Sat-lotoa ayun sebelah tangannya, "Serr" sebatang panah ular yang mengeluarkan sinar hijau menjulang keangkasa, "Mari kesini!" Sat-lotoa berseru sambil berlari

Waktu itu Hong-lay-mo-li dan lain2 sedang heran dengan cara bagaimana harus menerjang keluar dari kepungan ini, tiba2 dilihatnya panah ular berapi itu, lalu dilihatnya pula Khing Ciau bertiga sedang ber-lari2 kearah sana dengan ter- gesa2.

Maka tergerak hatinya, katanya: "Sat-lotoa adalah Lok-lim cianpwe, panah ularnya itu mengundang kita, pasti ada keperluan yang amat genting disana." maka dia bawa orang banyak mengejar kearah sana.

"Sat-toasiok." seru Khing Ciau, "mereka sudah menuju kemari, perlukah kita menunggu kedatangan mereka?"

"Tidak sempat lagi, cepatlah ikut aku menolong orang." seru Sat-Iotoa.

Khing Ciau kaget, tanyanya: "Menolong siapa?"

Sat-lotoa gugup dan tidak sabar: "Kau ikut saja, Orang yang tidak kau kenal, tidak sempat kuterangkan kepadamu." sambil ber-cakap2 mereka sudah berlari puluhan tombak jauhnya.

Cepat sekali mereka sudah memasuki sebuah lembah belukar yang penuh ditumbuhi semak2 ber-duri, untung Khing Ciau membawa pedang mestika sehingga mereka tidak kesulitan, puluhan langkah kemudian, lapat2 kupingnya mendengar suara benturan senjata keras, Khing Ciau celingukan, suara itu kedengaran kurang jelas, se-olah2 berada dalam tanah dibawah kaki mereka, baru saja Khing Ciau keheranan, tiba2 dilihatnya Sat-lotoa berhenti dan berkata: "Sudah sampai!" Khing Ciau memandang kearah tempat yang ditunjuk Sat- lotoa, dilihatnya sebuah mulut gua yang penuh ditaburi semak2 belukar, semak2 berduri itu banyak yang sama terpapas dan disingkirkan kesamping, tentulah perbuatan Sat- lotoa dan temannya.

Tanpa banyak pikir segera Khing Ciau putar pedangnya menerjang masuk mengikuti jejak Sat-lotoa, Cin Long-giok mengintil dibelakangnya.

Cahaya didalam gua samar2, tapi tampak bayangan orang ber-gerak2. Untung sejak kecil Khing Ciau sudah latihan senjata rahasia, pandangan matanya lebih tajam dari orang biasa, setelah dekat dan dia pasang mata lebih tajam, maka dilihatnya keadaan dua pihak musuh yang sedang berhadapan.

Dilihatnya dua orang perempuan yang gundul kepalanya dengan jubah Ni-koh tengah berhantam dengan serombongan perompak seorang Nikoh tengah melabrak seseorang dan bertempur dengan sengit, sementara Nikoh yang lain membendung kawanan perompak yang lain supaya mereka tidak mengganggu pertandingan satu lawan satu disebelah sini.

Pertama2 perhatian Khing Ciau tertuju kearah Nikoh yang bertarung satu lawan satu, sekilas pandang dia cukup kenal bayangan orang, keruan melonjak jantungnya, kejut dan girang bukan main, teriaknya: "San San."

Saat itu juga Sat-lota sudah berseru: "Hian-tit-li tak usah kuatir, orang2 kita segera datang!"

Nikoh yang muda belia dan cantik ini memang San San adanya, orang yang dilabraknya itu adalah Lam-san-hou. Tangan kiri memegang kebut, tangan kanan San San bersenjata pedang, Lam San-hou bertangan kosong, Tapi permainannya adalah Lo-han-kun setiap gerak kepalan tangannya mengeluarkan deru angin tajam. sehingga San San tak mampu mendekatinya.

Begitu tiba Khing Ciau sudah maju hendak membantunya Sat-lotoa segera berseru: "Khing-siang-kong, kau boleh berjaga diluar gelanggang, Keponakanku hendak menuntut kematian ayahnya!"

Khing Ciau sadar, segera dia mengiakan, lalu ber diri diluar gelanggang, Ujung pedangnya terangkat mengincar punggung Lam-san-hou, tapi dia tidak bergerak sementasa Sat-lotoa ajak Cin Long-giok menyerbu kedalam gerombolan kawanan perompak.

Meski Khing Ciau berdiri tegak tidak turun tangan, namun merupakan tekanan juga bagi Lam san-hou. San San mendapat ajaran murni dari Hong-lay-mo-li, Thian-lo-hud-tim dan Yo-hun-kiam-hoat sama dapat dimainkan dengan sempurna, sayang Lwekangnya saja yang belum memadai.

Begitu ketenangan Lam-san-hou terganggu, permainan menjadi kacau balau, dari diserang kini San San berbalik balas menyerang dan berada diatas angin.

Gerombolan perompak yang hendak menerjang kearah sini dipimpin oleh Liong-in Taysu yang berkepandaian paling tinggi, Sat-lotoa angkat gelang bajanya menghantam secara kekerasan melawan tongkat lawan, berat tongkat Liong-in Taysu ada lima enam puluh kati, sudah tentu tenaga pukulannya bukan olah2 hebatnya, tapi latihan tenaga luar Sat-lotoa juga sudah mencapai ketingkat yang sempurna, malah setingkat lebih tinggi dari lawannya.

Begitu kedua senjata saling bentrok, suaranya amat dahsyat seperti bom meledak memekak telinga, apa lagi didalam gua gema suaranya laksana air bah yang melanda tiba, beberapa orang serasa kepala hampir pecah dan berkaok2 kalap seperti gila dan lari pontang penting sambil membuang senjata. Kedua orang sama2 kerahkan tenaga berhantam secara keras, yang punya tenaga besar tentu akhirnya akan menang, Dalam sekejap saja, tongkat Hwesio Liong-in Taysu yang besar itu sudah melengkung mirip sebuah gelang yang terputus sebagian.

Sat-lotoa gelak2, gelang bajanya berputar dan mengepruk, kembali dia ketuk tongkat lawan terus ditariknya kesamping, Liong-in Taysu memang sudah kehabisan tenaga, sekuat tenaga dia masih berusaha mempertahankan diri, namun tiba2 mulutnya menguak keras seperti babi disembelih, tongkat yang melengkung seperti gelang itu terlepas terbang!

Badannya sempoyongan terus tersungkur ke depan. Kebetulan ujung pedang Cin Long-giok teracung dan telak masuk kedalam dadanya.

Nikoh yang satu lagi berusia pertengahan umur, dengan memutar kebutnya, terang Lwekangnya jauh lebih unggul dari Sat-lotoa, namun karena dia orang beragama, maka tidak menurunkan tangan keji, paling2 hanya mengetuk atau menyendal lepas gaman2 lawan, berbareng kebut menutuk Hiat-to mereka sehingga tidak berkutik menghadapi Nikoh yang satu ini, apalagi dillihatnya Liong-in Taysu andalan mereka sudah ajal, mereka yang tidak terluka atau tertutuk Hiat-tonya serempak angkat langkah seribu.

Sebagai gembong iblis yang kejam dan telengas, menghadapi situasi yang menyudutkan dirinya ini, mau tidak mau Lam-san-hou menjadi gelisah juga. Pada saat itulah didengarnya suara derap langkah orang banyak tengah mendatangi dibarengi suara berisik dari percakapan mereka.

Tahu bahwa pihak lawan kedatangan bala bantuan segera dia pergencar pukulannya dengan setaker sisa tenaganya, begitu San San terdesak beberapa langkah, dia segera putar badan lari sipat kuping.

Kebetulan Khing Ciau menghadang disebelah sini, sejak lama dia sudah pikirkan cara untuk menghadapi musuh, begitu bergerak dia lantas gunakan Hou-bwe-ga tipu harimau menendang dan menyabet dengan ekor, kedua kakinya menendang menyimpang satu sama lain, disusul dengan pukulannya, tendangan dan pukulan ini merupakan tipu kepandaian kebanggaannya tak kira ilmu silat Khing Ciau sudah begitu kuat, disangkanya dengan serangan hebat ini dia akan bikin lawannya mampus.

Diluar tahunya setelah Khing Ciau mendapat ajaran Lwekang Liu Goan-cong, dibaurkan dengan Tay-yan-sin-kang, kini kekuatannya selipat lebih besar dari dulu, Begitu tendangan Lam-san-hou menyerang tiba, lekas Khing Ciau gunakan langkah naga melingkar pindah kedudukan, berbareng pedangnya menusuk, kekuatan pukulan Pek-pau- sin-kun Lam-san-hou hanya membuatnya tergeliat saja tanpa tergentak mundur, maka tusukannya ini tetap keras dan tepat.

"Crat" pergelangan tangan orang tertusuk dengan telak, kontan Lam-san hou melolong kesakitan, kakinya melompat minggir tiga tindak, kebetulan San San sudah memburu tiba, disana dia ayun pedangnya dengan seluruh kekuatannya, belum lagi Lam-san-hou sempat berpaling, pedang San San sudah amblas masuk kedalam perutnya.

San San cabut pedangnya, serunya mendongak: "Ayah, putrimu hari ini membalaskan denganmu." baru saja dia hendak memenggal kepala Lam-san-hou, kebetulan Hong-lay- mo-li dan lain2 keburu tiba.

Tang-hay-liong jalan paling depan, Lam-san-hou masih bernapas senin kemis, segera dia menggelinding kekaki orang, Betapapun Tang-hay liong tidak tega melihat keadaannya, katanya: "Kau memang terlalu jahat dan mendapat ganjaran yang setimpal. Pada penitisan lagi baik2lah menjadi manusia, Nona Gok, harap sukalah pandang muka Lohu, berilah kematian dengan utuh." pelan2 dia tambahkan sekali pukulan kepada Lam-san-hou, supaya mengurangi derita adiknya, seketika Lam-san-hou putus nyawa.

San San beranjak maju, katanya sambil merangkap kedua tangan: "Pinni Biau-cit terima kasih akan bantuan Khing- kongcu." suaranya sember dan gemetar.

"San San-cici," teriak Cin Long-giok, "kau, kau kenapa kau cukur rambut jadi Nikoh?" dengan kencang dia pegang kedua tangan orang,

San San tertawa tawar, kembali merangkap tangan, ujarnya: "Datang dari asalnya, kembali ke asalnya pula, Masing2 mempunyai sebab dan akibat, biarlah jodoh menentukan, Takdir sudah menentukan, janganlah mencari kerisauan sendiri."

Sebagai orang yang cerdik Khing Ciau dan Cin Long-giok maklum akan apa yang dimaksud dengan kata2 seperti syair ini, tak terasa kecut dan mendelu hati mereka.

Hong-lay-mo-li juga pimpin Ong Ih-ting dan puluhan Cecu lainnya memburu datang. urusan besar lebih penting, tak sempat dia ajak orang bicara, katanya kepada Sat-Iotoaj "Sat- locin-pwe, apa yang terjadi disini?"

Tatkala itu dengan kerja sama orang2 gagah itu lembah semak2 itu kini sudah dibikin bersih sehingga dengan leluasa orang banyak bisa masuk kedalam gua, ada yang bikin obor dari ranting2 kering itu, sehingga keadaan dalam gua bisa terlihat rada jelas.

Tampak didalam gua ini terdapat banyak sekali pemandang aneh dan mempesonakan dari batu2 gunung dan batu laut, seperti ratna. batu2 akik, batu jade dan berbagai macam batu- batu hiasan yang dibuat oleh tangan seorang ahli, makluk  atau binatang2 lain, perempuan2 cantik, ada pula yang seperti kuntilanak dan makhluk2 aneh yang jarang terlihat, sungguh suatu pemandangan yang luar biasa dan menakjupkan. Sayang sekali mereka hanya bisa melihat pemandangan aneh2 ini selintas lalu saja, insaf akan kedudukan yang berbahaya, betapapun mereka lebih mementingkan keselamatan hidup lebih dulu, Apalagi gua ini panjang dan tak tahu sampai dimana ujungnya. Kini jumlah mereka masih tersisa enam tujuh ratusan orang, semuanya sudah masuk kedalam gua besar dan panjang ini, maka mereka berdiri saling berdesakan semua orang ber-tanya2 dalam hati:

"Sat-lotoa membawa kita kemari, enta apa maksudnya?"

Sat-lotoa segera menarik suara dan berseru lantang: "Gua ini bakal tembus kepesisir dilautan sana." seketika semua orang bersorak gembira, sementara itu San San dan Nikoh pertengahan umur itu sudah berada disamping Hong-lay-mo- li. Hong-lay-mo-li hanya sempat memberi hormat saja, tak sempat banyak bicara lagi.

Demikian pula cara bagaimana Sat-lotoa bisa menemukan gua ini juga tak sempat tanya lagi, segera dia tenteng pedang berjalan lebih dulu.

Sebagai Bu-lim Cianpwe, meski mengalami berbagai kesulitan Sat-lotoa masih tetap tabah dan bekerja dengan cermat, apa lagi berada disarang musuh sudah tentu hatinya tidak akan tentram, setelah samadi dua jam, tenaganya sudah pulih seluruhnya, belum lagi hari terang tanah, secara diam2 dia sudah mengeloyor keluar menyelidiki keadaan pulau ini.

Sebetulnya Liu Goan-ka dan Hwi-liong-to-cu sudah kerja sama dengan baik, semuanya berjalan sesuai dengan rencana mereka, sayang sekali betapapun sempurna rencana mereka, toh masih ada juga lobang kelemahannya, dan kelemahan itu terletak pada gua yang satu ini.

Gua ini memang terbentuk oleh alam, dulu penduduk setempat sering menggunakannya untuk berteduh dari segala bencana alam, didepan mulut gua sengaja ditanami tanaman berduri, setelah sekian tahun lamanya, tetumbuhan hidup subur, maka orang2 dari luar takkan tahu dan sukar ditemukan Hwi-liong-to-cu sendiri baru beberapa hari yang lalu, karena hendak mengurung orang2 gagah, sekali lagi dia mengadakan inspeksi akan situasi pulaunya ini dan secara tidak sengaja pula dia temukan gua ini.

Waktu amat mendesak, gua amat besar lagi, untuk menyumbat gua ini terang tidak keburu lagi, maka mereka mengadakan persiapan ala kadarnya, Lam san-hou dan Liong- in Taysu memimpin sekawanan anak buahnya menjaga disini. Pikirnya gua yang terahasia ini takkan mudah ditemukan, bahwa menugaskan orang berjaga hanya menjaga segala kemungkinan saja.

Sungguh amat kebetulan waktu masih subuh itulah Sat- lotoa diam2 sudah mulai menjelajahkan kakinya dari satu ke lain tempat menyelidiki keadaan pulau ini, ditengah jalan dia kesamplok dengan dua Thaubak Lam-san-hou. Kedua Thaubak ini sedang menuju ke gua itu untuk piket.

Karena tahu bakal terjadi pertempuran besar2an, mereka bersyukur bahwa dirinya ditugaskan menjaga gua saja yang jauh lebih aman, maka sepanjang jalan tanpa sadar mereka mengobrol panjangl lebar. Di-luar tahu mereka sejak tadi Sat lotoa sedang menguntit mereka, seluruh percakapan mereka didengarnya dengan jelas.

Sudah tentu kejut Sat-lotoa bukan main mendengar rencana mereka, maka dengan lebih hati2 dia kuntit terus kedua orang ini, pikirnya hendak mencari tahu dulu letak dari pada gua itu, karena dia berkesimpulan hanya gua inilah kemungkinan satu2nya jalan untuk menolong orang2 gagah itu meloloskan diri.

Dari kejauhan saja Sat-lotoa awasi kedua Thaubak itu masuk kedalam gua, baru saja dia mau balik tak nyana dia kesampok dengan San San dan Nikoh pertengahan umur itu. Ayah San San dulu adalah kenalan baik Sat-lotoa, segera dia perkenalkan Nikoh pertengahan umur ini adalah gurunya, meski heran dan tak mengerti Sat-lotoa tidak sempat ber- tanya panjang lebar.

Tahu bahwa Lam-san-hou musuh besarnya menjaga gua itu, San San bertekad hendak masuk kesana menuhtut balas, Sat-lotoa pikir, dengan adanya dua bantuan ini, bila Lam-san- hou dapat disingkirkan, sungguh merupakan suatu perubahan diluar dugaan bagi musuh.

Kalau sampai mereka bersiaga dan memasang perangkap dan sebagainya tentu banyak menimbulkan banyak rintangan yang berbahaya, Maka dia setuju akan saran San San.

Tak nyana kecuali Lam-san-hou, didalam gua ini ada pula Liong-in Taysu dan puluhan Thaubak yang berkepandaian lumayan, pertempuran seru segera terjadi Sat-lotoa terluka ringan, beberapa Thaubak berhasil dibunuhnya, tahu bahwa San San dan gurunya kuat bertahan, dan lagi didengarnya suara gemuruh seperti gugur gunung diluar sana, itulah waktu batu2 besar dan balok2 digelundungkan menyumbat mulut lembah, tahu bahwa Liu Goan-ka dan kamrat2nya sudah turun tangan, waktu cukup mendesak, terpaksa dia mengundurkan diri keluar untuk memberi kabar kepada orang banyak.

Gua ini panjang enam tujuh li, dengan langkah cepat mereka kira2 setengah jam sudah tiba diujung gua yang lain. Benar juga mereka tiba dipesisir laut. Tampak langit cerah, ombak bergulung2, setelah berada diluar gua, lautan teduh terbentang dihadapan mereka, meski disini tiada musuh, tapi hati semua orang mencelos pula, rasa senangnya tadi seketika sirna.

Ternyata perahu dan kapal2 yang berada di darmaga didalam teluk sana sudah hilang seluruhnya, Tanpa ada kapal tumbuh sayappun mereka takkan lolos dari pulau ini. Diisaat mereka kebingungan itulah, tiba2 terdengar orang gelak2, dari atas gunung muncul serombongan kawanan perampok, Hwi-liong-to-cu dan Hoan Thong berdiri paling depan, berdiri dipinggir jurang, mereka tertawa ter-kial2, kesenangan seperti orang gila.

"Mari kita adu jiwa sama mereka!" saking sengit Ong Ih- ting berseru.

Hwi-Iiong-to-cu gelak2 serunya: "Yang tidak takut mati hayolah naik kemari?" tangannya terayun, anak2 panah seketika dibidikan bagai hujan lebat.

Untung jarak mereka cukup jauh, bidikan panah2 mereka tiada satupun yang mengenai sasarannya. Tapi orang2 gagahpun tak bisa berbuat apa2, jangan kata hendak meloloskan diri. Mau tidak mau mereka mandah dihujani anak panah, dan memaki kalang kabut, maka terjadilah perang mulut dari atas dan bawah dengan ramainya.

Akhirnya Ong Ih-ting tidak sabar lagi, katahya: "Liu-Lihiap, dari pada kepepet dan mati kelaparan di-sini, marilah kita terjang keatas adu jiwa dengan mereka."

Belum lagi mereka selesai berunding, tiba2 Hoa Kok-ham berseru: "Coba kalian lihat, apakah itu?"

Waktu semua orang memandang kearah lautan, tampak titik2 layar kapal yang terkembang tengah berderet mendatangi dari lautan teduh sana, jelas itulah barisan dari kapal2 besar. Disaat orang banyak keheranan dan bertanya2, barisan kapal2 besar itu sudah masuk kedalam teluk, jumlahnya tidak kurang dari lima enam puluh buah, puluhan buah diantaranya adalah kapal2 para tecu diri Thayouw yang mereka pakai waktu berkunjung ke Hwi-liong-to ini. Ong Ih-ting gusar, katanya: "Pasti perbuatan kawanan perampok Hwi-liong-to, kapal kita sudah mereka rampas, kini putar balik hendak menggencet kita dari dua jurusan."

"Ong-cecu," kata Hong-lay-mo-li "lihatlah bendera itu."

Tampak pada sebuah kapal yang terbesar ditengah barisan kapal2 itu berkibar sebuah bendera besar yang disulam seekor harimau dengan benang emas, ber-kibar2 tertiup angin, dari jauh kelihatan sudah menyolok mata.

"ltulah bendera kebesaran Hoan-kang-hou Li Po. Li Po adalah gerombolan Hoan Thong dan selalu maIang melintang di Tiang-kang, Baik, merekapun meluruk kemari, mari kita siap menyerbu keatas dan rebut kapal mereka."

Tengah mereka berbincang itu, barisan kapal2 itu sudah berlabuh, tampak kapal terbesar ditengah itu, tiba2 mengerek sebuah bendera lain yang lebih besar, itulah bendera pasukan air yang berkuasa disepanjang sungai Tiangkang.

Diujung kapal berdiri seorang perwira dengan seragam militer dan menyoreng golok, laki2 ini bukan lain adalah Hoah- kang-hou Li Po.

Tengah semua orang ter-herah2 dan kebat kebit, Terdengar Li Po berseru dengan Iantang: "Harap para saudara2 tidak curiga dan kaget, aku Li Po mendapat perintah dari Loh ciangkun, untunglah Liu Lihiap ada disini, bagaimana isi hatiku Liu Lihiap tentu sudah tahu, Li Po sekarang adalah pembantu Loh-ciangkun! Loh-ciangkun sudah menduga akan kejadian hari ini, maka Li Po diutus kemari untuk menjemput para saudara pulang. Maaf kedatanganku terlambat."

Rencana Hwi-liong-to-cu amat muluk dan sempurna, dia kira dengan mudah akan dapat menjaring seluruh musuh, tak nyana tahu2 Li Po muncul menggagalkan rencananyai keruan gusarnya bukan kepalang. Hoan-Thong segera tampil kedepan, katanya: "Jite, sudah puluhan tahun kau bekerja sama dengan aku, orang hidup dikalangan Kangouw harus mengutamakan kesetiaan, kenapa kau sekarang malah ingkar janji membela musuh malah, ini bukankah..."

Tak sabar lagi Hwi-liong-to-cu menukas: "Bukankah ini yang dinamakan menjual teman untuk kesenangan sendiri?"

Li Po balas mendamprat dengan suara lantang: "Kau katakan aku menjual teman untuk kesenanganku sendiri, sebaliknya aku mau bilang kau menjual negara demi kepentinganmu sendiri! Toako, di Tiangkang kau pernah melawan pasukan Kim, bicara soal kesetiaan, kau harus pikirkan dulu nusa dan bangsamu! Semula kau laki2 gagah yang berjiwa luhur, kenapa sekarang terima diperbudak oleh kawanan durhaka itu, memangnya tidak malu kau ditertawai rakyat sejagat? Hoan-toako, sukalah kau bertobat dan berpikir dengan kepala dingin, lekas kembali kejalan benar sebelum terlambat !"

Sejak ditawan pasukan Kim di Tiangkang tempo hari, karena takut mati dan salah berpikir, akhirnya dia terima diperbudak oleh musuh bangsa, sebetulnya hati kecilnya sudah amat sesal. Kini mendengar nasehat Li Po, seketika rasa malu dan menyesal mengetuk sanubarinya. sikapnya jadi masgul dan mulut terkancing.

Tiba2 Hw-liong-to-cu tertawa dingin, tiba2 Hoan Thong berpaling dilihatnya muka Hwi-liong-to-cu kaku dingin, sorot matanya yang beringas liar tengah menatap dirinya.

Hoan Thong ter-sirap darahnya: "Cong-toako, aku... aku..." "Kau kenapa? Baik ya saudaramu itu! Hai, awas, berdirilah

tegak!" dengan membalikan telapak tangan, segulung angin

pukulan Bik-khong-ciang segera melandai, Hoan Thong mencelat keterjang jumpalitan dari atas batu, teriaknya dengan suara serak: "Kau sungguh kejam! Han-sam nio-cu!" belum habis kata2nya kepalanya sudah kebentur batu cadas yang runcing, seketika badannya hancur dan putus jiwanya.

Li Po menghela napas, ujarnya: "Hoan-toako, terlalu mengenaskan kematianmu! Berangkatlah dengan baik2, dua musuhmu akan kutuntut balas kepada mereka." dua orang yang dimaksud sudah tentu adalah Hwi-liong-to-co dan Ham- sam-niocu yang dulu mengatur tipu daya menjebak Hoan Thong sehingga dia terinia diperbudak oleh musuh, kini menemui ajalnya dengan mengenaskan secara tidak langsung kematiannya ini memang lantaran tipu daya Han-sam-nio-cu dulu.

Keselamatan orang banyak harus diutamakan, maka Li Po segera pimpin mereka naik keatas kapal. Hong-lay-mo-li dengan ayahnya, bersama Khing Ciau, Cin Long-giok San San dan Sat-lotoa dan lain2 naik kapal Li Po.

Sementara Pendekar latah Hoa Kok-ham ditarik Thi-pit-su seng naik kekapal Ong Ih-ting, setelah semua orang naik keatas kapal, barisan kapal ini segera berlaju pula ketengah lautan teduh.

Setelah mengalami pertempuran besar yang melelahkan semua orang sama istrahat kedalam kamar masing2. Khing Ciau dan Cin Long-glok masih sempat membicarakan San San. sementara Hong-lay-mo-li bersama ayahnya menutup diri dalam sebuah kamar, setelah mendengar cerita putrinya tentang pengalamannya di Jian-liu-cheng yang hampir saja ditipu Liu Goan-ka, akhirnya Liu Goan-cong berkata dengan tertawa getir:

"Pengalaman hidupku, tujuh delapan bagian sudah dituturkan Goan-ka kepadamu. Mencuri pusaka diistana raja Kim dan pelarian di kalangan kangouw yang ber-belit2 itu semua memang kenyataan Cuma semua itu adalah pengalamanku sendiri, dan dia mengaku akan diriku kepadamu. Tapi dia ada mengelabui kau sebuah peristiwa lain, biarlah sekarang kutambahkan."

Teringat akan peristiwa masa lalu yang menyedihkan itu, tak terasa ber-kaca2 mata Liu Goan-cong, katanya: "Sebetulnya aku enggan menyinggung kejadian lama ini, tapi kau adalah putri tunggalku, kau harus tahu akan dendam negara dan kebencian keluarga, biar kau tahu cara bagaimana kematian ibumu."

"Apa yang dituturkan Goan-ka memang tidak salah, aku membawa anak menyeret istri melarikan diri, sepanjang jalan ber-ulang2 kali mengalami sergapan para pengejar dari jago2 istana Kim. Tapi dalam cerita ini dk tidak menyebutkan seorang lagi yang ikut dalam pelarian itu, yaitu dia sendiri."

Liu Goan-cong lalu meneruskan: "Sejak kecil Goan-ka hidup bersamaku, otaknya cerdik dan pandai bekerja, aku sendiri yang mengajarkan ilmu silat kepadanya, setelah berhasil mencuri pusaka diistana raja Kim, membunuh delapan belas jago2 mereka, hukumannya adalah mati bagi seluruh keluarga, Maka waktu aku melarikan diri, Goan-ka kubawa juga, disamping untuk menyelamatkan diri, sekaligus untuk membantu aku.

Waktu itu cukup gagah dan berani sepak terjangnya, baktinya terhadap negara membakar hatinya untuk mati dan hidup seperjuangan dengan aku.

"Musuh yang mengejar serombongan demi serombongan, barisan terakhir yang meluruk tiba adalah empat orang opsir tinggi dari Gi-lim-kun negeri Kim, lihay sekali kepandaian mereka, dengan menggendong kau, terpaksa aku lawan mereka dengan sebelah tangan, keempat musuh itu akhirnya mati dua luka parah dua, mereka berhasil kita pukul mundur bersama ibumu.

Tapi aku sendiri terluka tujuh tempat seluruh badan berlepotan darah. Luka ibumu lebih parah lagi, aku masih bisa jalan, sebaliknya setelah luka2 dia terserang demam lagi. Untungnya kau dan Goan-ka tidak kurang suatu apa, karena setiap musuh datang kami selalu berusaha untuk melindungi dia dan kau.

"Setelah bertempuran terakhir ini, Goan-ka tiba2 bertanya: "Kak, kalian berdua sama terluka, kalau musuh mengejar datang pula, bagaimana menghadapinya?"

"Aku tidak tahu apa maksudnya, sahutku menghela napas: "Terpaksa pasrah nasib saja. Marilah cari tempat untuk istirahat beberapa hari, setelah luka2 sembuh baru berangkat lagi. Beberapa hari ini, kau perlu bekerja lebih berat untuk keselamatan kita.

"Goan-ka tahu biasanya watakku amat kukuh dam keras, setelah mendengar jawabanku dia lantas tahu bahwa luka2ku tentu amatberat. Tiba2 dia cengkram ibumu dan berkata dengan muka beringas: "Kak, bukan adikmu tidak sudi melindungimu, yang terang aku tidak sudi ajal bersama kalian! Harapan untuk lolos sudah terlalu kecil, daripada kita semua mampus, biarlah aku meloloskan diri, kelak bila ada kesempatan pasti kutuntut balas bagi kematian kalian. Kak, kau tetap ditempatmu, serahkan gambar lukisan Hiat-to-tong- jin dan Ji-goan-hian itu kepadaku."

"Semula aku pernah memikirkan akal ini, tapi sekarang dia menawan ibumu untuk mengancam dan menekian aku supaya menyerahkan kedua pusaka silat itu, benar2 tidak pernah terbayang dalam benakku. Baru sekarang aku sadar akan jiwa kebinatangannya. Disaat2 menghadapi keadaan kritis dan gawat itu, tersingkaplah kedok aslinya.

"Lama juga aku terlongong, terang jiwa kotornya itu takkan bisa diperbaiki lagi, dengan sedih aku berkata: "Baiklah, memang tidak salah ucapanmu, untuk menyelamatkan diri aku sudah tiada harapan lagi, dari pada kedua ilmu pelajaran silat ini terjatuh lagi ke tangan musuh, lebih baik kuserahkan kepadamu. Semoga setelah kau berhasil mempelajari ilmu, gunakanlah kepada musuh2"

"Setelah terlaksana keinginannya, Goan-ka segera berlalu.

Harus dikasihani ibumu yang terluka parah, harus menanggung malu lagi, karena sedih dan malu serta marah, sakitnya bertambah berat, hari itu juga dia meninggal dunia.

"Setelah Goan-ka pergi, ibumu meninggal pula, dengan keadaanku waktu itu terang takkan mampu melindungimu pula, terpaksa kucopot jubahku membuntalmu, lalu kutaruh kau dipinggir jalan, Kuharap ada orang yang berhati bacik kebetulan lewat sudi memungutmu sebagai anak, agaknya Thian Yang Maha Kuasa memang berwelas asih kepada umatnya, memang rejekimu sendiri juga besar, kebetulan kau dipungut oleh Kongsun Ih, maha guru silat yang termashur pada jaman ini."

Sampai disini, Hong-lay-mo-li rada heran, tanyanya: "Ayah, kaupun sudah tahu akan pengalaman hidupku?"

Liu Goan-cong manggut2, ujarnya: "Hoa Kok-ham sudah tuturkan kepadaku, pernah aku minta dia bantu mencari jejakmu, maka kuserahkan kedua benda tanda bukti itu, bukankah dia sudah berikan kepadamu?"

Merah muka Hong-lay-mo-li, katanya: "Yah, apakah jubah yang kau buat membungkus aku dan secarik kertas leherku itu?"

"Sedikitpun tidak salah. Apa kau tidak bertanya secara jelas kepadanya?"

"Dia suruh kacungnya Pek-siu-lo untuk mengantar kado kepadaku Belakangan memang pernah bertemu beberapa kali, tapi tiada kesempatan bicara. Yah, kenapa kau... kau berikan tanggal kelahiranku kepada orang luar?" Liu Goan-cong tertawa, ujarnya: "Kok-ham bukan orang luar. Ayahnya Hoa Ci-thong adalah sahabat kentalku, Kami mempunyai maksud dan tujuan yang sama, maka mau terima undangan raja Kim untuk ikut menyelami gambar lukisan Hiat- to-tong-jin dan Ci-goan-bian ciptaan Tan Pok itu.

Waktu mereka melarikan diri dari istana negeri Kim setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, mereka dikeroyok oleh jago2 istana, ai, akhirnya hanya ketinggalan aku saja yang berhasil lolos, Hoa Ci-thong bersama beberapa kawan yang lain terbunuh dan ada pula yang tertawan kembali.

Untuk melindungi akulah Hoa Ci-thong mengorbankan jiwa raganya, budi pertolongannya terang tak bisa kubalas langsung kepadanya, dia punya seorang putra yaitu Hoa Kok- ham, maka kuharap kelak hanya bisa membalas kebaikan ayahnya terhadap putranya yang satu ini.

"Tapi waktu itu aku terluka dalam yang amat berat, terpaksa melarikan diri ke atas gunung, mencukur rambut jadi Hwesio, disamping mengobati luka2 sekaligus menghilangkan jejak supaya tidak menjadi perhatian orang. Meski demikian, jiwamu memang selamat, tapi aku toh harus menderita karena badan menjadi cacat, Tidak mungkin aku bergerak untuk mencari putra tunggal temanku itu,

"Sepuluhan tahun kemudian, tak nyana datang suatu hari, Hoa Kok-ham malah yang berhasil menemukan diriku. Kiranya setelah tumbuh dewasa dia berhasil mempelajari ilmu silat warisan keluarganya untuk mencari tahu kabar ayahnya, maka selama ini diapun sedang mencariku. Sayang sekali aku hanya bisa memberitahu kabar kematian ayahnya kepadanya. Belum lagi aku sempat membalas kebaikannya, malah aku minta bantuannya lagi.

"Cacatku waktu itu belum sembuh seluruhnya, terpaksa kuminta bantuannya untuk mencari kau. Kuserahkan tanggal kelahiramnu sebagai tanda pengenal, sebetulnya akupun menaruh suatu harapan yang mendalam, memangnya kau belum memahami maksud2 ku?"

Merah seperti kepiting direbus selebar muka Hong-lay-mo- li, ternyata ayahnya memang bermaksud menjodohkan dirinya dgn Hoa Kok-ham sebetulnya diluar tahu sang ayah, Hoa Kok- ham diwaktu memberikan kado dulu ada menyelipkan pula kado pemberian pribadinya yaitu sepasang kacang merah, secara tidak langsung melalui sepasang kacang merah ini, dia sudah menyatakan isi hatinya.

Liu Goan cong bergelak tawa, serunya: "Laki2 dewasa harus berkeluarga, perempuan besar harus menikah, memangnya ada apanya pula yang harus dibuat malu?"

Hong-lay-moli berkata lirih sambil tunduk kepala: "Yah, sekarang negara kita sedang dalam keadaan gawat kita ayah beranak juga baru saja kumpul kembali soal ini biarlah ditunda dulu."

Liu Goan-cong melengak, cepat sekali dia sudah ter-loroh2. "Yah, apa yang kau tertawakan?"

"Kutertawakan kalian muda-mudi jaman sekarang pura2 malu2 kucing belaka, waktu kuserahkan tanggal lahirmu kepada Kok-ham, tentunya dia sudah tahu akan maksud tujuanku, sayang kalian belum pernah sempat bicara dari hati ke hati, entah kenapa pula dia pura2 bodoh? Tapi kau memang benar, sebelum musuh penjajah terusir dari tanah air kita, dengan bekal apa kita akan membangun keluarga? Baik soal ini ditunda saja, setelah peperangan berakhir, baru kita singgung soal perjodohan ini."

Lega juga hati Hong-lay-mo-li. Tiba2 ayahnya menghela napas, katanya lebih lanjut: "Kalau dibicarakan amat disesalkan, hidup setengah abad ini, beruntun aku harus menerima kebaikan dua anak muda dari angkatan baru, celaka lagi aku belum bisa membalas budi mereka, Seorang adalah Kok-ham seorang yang lain adalah pendekar muda dari negeri Kim itu."

Tak tertahan tercetus pertanyaan dari mulut Hong-lay-mo- li: "Yah, orang yang kau maksud, apakah... apakah Bu-lim- thian-kiau?"

"Benar, Yau-ji, aku tahu kau pernah bertemu dengan dia.

Benar tidak?"

"Yah, kau hutang budi apa kepada Bu-lim-thian-kiau?"

"Berkat bantuahnyalah sehingga badanku yang sudah cacad ini dapat disembuhkan lagi secepat ini, Kalau tidak mungkn harus menunggu sepuluh tahun lagi"

"Apa Bu-lim-thian-kiau juga mahir ilmu pengobatan?" "Bukan begitu halnya Dia punya seorang guru bangsa Kim.

sebagai pewaris gurunya yang bercita2 menentang peperangan dan cinta damai. Maka dia tidak sudi menerima undangan rajanya untuk masuk kedalam lembaga penyelidikan Hiat-to-tong-jin itu.

"Tiga belas gambar lukisan Hiat-to-tong-jin yang berjumlah dua puluh lembar dan bagian atas dari Ci-goan hoan ciptaan Tan Pok itu sudah berada denganku setelah aku melarikan diri Baru guru Bu-lim-thian-kiau datang, menyatakan suka membantu menyelidiki intisari dari gambar2 lukisan itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar