Pendekar Latah Bagian 24

 
Bagian 24

Belum lagi kakinya berdiri tegak Khing Ciau sudah melengak, tiba2 dia berteriak gusar: "Kau siluman rase ini!" suaranya mengandung kemarahan, kontan telapak tangannya melayang memukul kepada gadis yang baru tiba ini, Ternyata orang yang menolongnya ini bukan lain adalah Giok-bin-yau- hou Lian Ceng-poh.

Pada saat yang sama, Cin Long-giok dan Siang Ceng-hong serempak melolos pedang terus melabrak kepada gadis itu, Cin Long-giok demi menuntut balas kematian ayahnya, Siang Ceng-poh lantaran orang adalah gendak Kongsun Ki yang sekongkol membunuh cicinya. Maka tanpa berjanji mereka sama lolos pedang menyerang kepada Lian Ceng-poh.

Sekaligus dilabrak dari tiga jurusan, keruan gadis itu jadi kelabakan sendiri, teriaknya: "He, he, kalian salah mengenali orang!" namun serangan ketiga pihak sudah tak mungkin dibendung lagi, sudah tentu seruannya ini sia2 belaka.

Apa boleh buat terpaksa gadis itu membalas, gerak gerik badannya memang tangkas dan lincah, tampak orang melompat dan berkelebat tahu2 pukulan Khing Ciau mengenai tempat kosong, entah bagaimana orang tahu2 sudah mengeluarkan senjatanya, golok bulan sabit, "Trang" kebetulan dia sempat tangkis pedang Siang dan Cin berdua.

Baru sekarang Khing Ciau melihat jelas muka orang serta golok yang digunakan itu, seketika dia teringat akan cerita Hong-lay-mo-li mengenai kakak beradik tiga bersaudara dari keluarga Jilian itu, seketika dia menjerit kaget:

"Kau ini Jilian Ceng-sia?" Memangnya pukulan Beng Cau menambah berat luka2-nya, tenagapun sudah habis, setelah tahu bukan berhadapan dengan musuh, pertahanannya seketika luluh dan tenagapun lemas, berdiripun tak kuat lagi.

Pada saat mana tampak seorang laki2 beralis tebal ikut memburu masuk, teraknya: "Siapa saja mereka ini, kenapa kau bergebrak dengan mereka?" laki2 ini adalah kekasih Jilian Ceng-sia, yaitu Yalu Hoan-ih. Ternyata dalam perjalanan pulang keutara, sepasang kekasih ini lewat dikota kecil ini, kebetulan mendengar usara pertempuran didalam rumah, maka mereka melongok masuk mau lihat biar jelas, Waktu dimulut gunung Thian-bok-san tempo hari, mereka ada melihat Khing Ciau dikepung dan dikeroyok kawanan serdadu, maka mereka kenal Khing Ciau, sebaliknya Khing Ciau tidak kenal mereka

Beng-lothay gusar, serunya: "Kurangajar, rumahku ini bukan hotel, siapa saja berani main terobosan disini" tongkat diangkat terus memapak kedatangan Yalu Hoan-ih.

Jilian Ceng-sia lekas berteriak: "lh-ko, lekas tolong Khing- kongcu keluar!"

Yalu Hoan-ih sudah keluarkan golok tunggalnya, dengan miringkan golok dan menyisir tongkat Beng-lothay dia surung tongkat lawan kesamping, yang dia gunakan adalah Lwekang tingkat tinggi yang mengutamakan tenaga lengket yang iunak, namun tongkat Beng-lothay amat berat, meski delapan bagian tenaganya dia kerahkan untuk menyampuk miring tongkat lawan, tak urung dia sendiri tergetar mundur setapak.

Karena Tongkatnya terseret kesamping, Beng-lothay sampai kehilangan keseimbangan badan, hampir saja dia tersungkur jatuh, saking gusar dia kerahkan Jian-kin-tui sehingga kakinya berdiri sekokoh gunung, "Wut" kembail tongkatnya menyapu balik.

Tongkat Beng-lothay panjang delapan kaki, golok Yalu Hoan-ih cuma dua setengah kaki, pendek lawan panjang sudah tentu pihak Yalu Hoan-ih yang dirugikan.

Kebetulan Khing Ciau rebah ditengah antara kedua orang yang bergebrak ini, Yalu Hoan-ih terang tak mampu pukul mundur lawannya dan sempat menarik Khing Ciau. apalagi tongkat panjang lawan kemungkinan bisa kesalahan mengepruk Khing Ciau. "Kalian mau berhenti tidak!" bentak Jilian Ceng-cia. Kini Cin Long-giok sudah jelas bahwa lawannya bukan Lian Ceng-poh segera dia mengundurkan diri Siang Ceng-hong sebaliknya masih ngotot dan merangsak dengan sengit Agaknya rasa dongkol dan dendamnya selama ini seluruhnya dia tumplek kepada Jilian Ceng-sia.

Sudah tentu Jilian Ceng-sia menjadi naik pitam, golok sabitnya segera bergerak setengah membun-dar tahu2 membacok tiba kemuka Siang Ceng-hong, Melihat bacokan kuat yang mengincar pundak ini, lekas Siang Ceng-hong membalas dengan jurus Kim-tiau-can-ci (rajawali emas pentang sayap), Ceng-kong-kiam dia puntir ke samping kiri, menangkis sembari balas menyerang, sebenarnya jurus ini merupakan ilmu pedang tingkat tinggi, tak nyana permainan golok Jilian Ceng-sia justru jauh berlainan dengan ilmu golok umumnya, ditengah jalan ujung golok sabitnya itu tiba2 menusuk tiba dari arah yang tak pernah diduga oleh Siang Ceng-hong, ter-sipu2 Siang Ceng-hong menarik pedang untuk menangkis, tapi sudah terlambat setindak "Trang" tahu2 pedangnya sudah terpelintir dan ditarik, pedangnya sudah terampas oleh musuh.

Dengan Hong-biau-loh-hoa (Angin menghembus kembang berjatuhan) lekas Siang Ceng-hong lompat menyingkir tujuh kaki, untung Hiat-tonya tidak sampai tertutuk.

Jilian Ceng-sia tertawa cekikikan, serunya "Nenek galak, kaupun lepaskan senjatamu!" dengan langkah naga melingkar menggeser kedudukan, tahu2 dia berkelebat kesamping Beng- lothay, "Wut, wut, wut!" beruntun tiga kali tabasan dan bacokan laksana kilat menyamber.

Lwekang Beng-lothay lebih kuat, namun gerak geriknya tidak selincah orang, apa lagi dia harus pecah perhatian untuk menghadapi Yalu Hoan-ih, seketika dia terdesak mencak2 "Sret" lengan bajunya tahu2 terbabat secuil oleh golok Jilian Ceng-sia.Betapapun tongkatnya tidak sampai dilucuti, kekalahannya tidak serunyam Siang Ceng-hong.

Karena terdesak oleh rangsakan Jilian Ceng-sia, Beng- lothay harus mundur beberapa langkah, baru sekarang Yalu Hoan-ih punya kesempatan memanggul Khing Ciau terus lari keluar.

"Bangsat kecil, lari kemana kau!" damrat Beng-lothay gusar, Tongkat kepala naga segera menjojoh kepunggung Yalu Hoan-ih. Namun Jilian Ceng-sia putar goloknya dengan kencang menahan dirinya, tiga kali berturut2 Beng-lothay tidak berhasil menerjang kesana.

Karena pintu tidak terhalang dengan mudah Yalu Hoan-ih bawa Khing Ciau keluar terus lompat naik pagar tembok.

Cin Long-giok tidak tahu orang macam apa sebenarnya Yalu Hoan-ih, sudah tentu dia tidak rela Khing Ciau digondol pergi begitu saja, lekas dia mengejar keluar.

"Giok-moay," Beng Thing berteriak memanggil "Kesehatanmu sendiri lebih penting!" dia kuatir kesehatan Cin Long-giok yang belum sembuh, seorang diri mengejar musuh, bahayanya terlalu besar, lekas dia memburu maju hendak menariknya balik.

Kebetulan Beng Cau masih berlutut dilantai, karena terburu2 Beng Thing menendang Beng Cau, keruan Beng Cau menjerit2, Beng Thingpun sempoyongan hampir tersungkur, Tiba2 Jilian Ceng-sia berkelebat di-sampingnya, begitu dia lintangkan ujung kaki menggantol, mulut berbareng mengejek.

"Kaupun robohlah!" benar juga Beng Thing kontan terjungkal roboh dan bergumul saling tindih dengan Beng Cau. Mengira anaknya cidra keruan kaget Beng-lothay bukan main, lekas dia memburu maju menolong putranya sementara Jilian Ceng-sia dengan leluasa berlari keluar.

Begitu mengejar keluar Cin Long-giok lantas berteriak "Siapa kau, lekas turunkan Piaukoku."

Yalu Hoan-ih menghentikan langkah, sementara Jilian Ceng-sia sudah memburu datang, katanya tertawa: "Apa Khing-kongcu Plaukomu?"

Luka2 Khing Ciau tidak ringan, untung dia masih tetap sadar, segera dia bCrsuara: "Piaumoay tidak usah kuatir, mereka adalah teman Liu Lihiap."

Jilian Ceng-sia tertawa pula, ujarnya: "Biar dia bantu menggendong Piaukomu."

Lega hati Cin Long-giok, segera dia mengucap terima kasih kepada Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia.

"Khing-siangkong" kata Yalu Hoan-ih, "dimana kau tinggal, mari kuantar kau kembali."

"Aku tinggal dihotel didepan itu" sahut Khing Ciau sebelum mereka masuk kedalam, tiba2 kuman-dang suara benturan alat senjata keras dari dalam, Khing Ciau kaget, baru sekarang dia teringat akan sikap Sat lotoa yang kuatir dan buru2 tadi. ternyata mereka sekarang sedang bertempur dari pendengarannya dia tahu lawan hanya seorang, bergaman pedang atau golok. maka setiap kali benturan dengan gelang baja Sat-lotoa berdua mengeluarkan suara nyaring.

Yang dikuatirkan Khing Ciau adalah keselamatan Sin Gi-cik, segera dia minta supaya lekas masuk kedalam menengok keadaan, Yalu Hoan-ih sebaliknya mempunyai urusannya sendiri, dia segan terlibat kesukaran lain, katanya:

"Baik, kita lihat keadaan dulu, Khing-siangkong, kau terluka, tak usah ter-buru2." Maklumlah sebuah hotei kecil dikota kecil lagi maka pagar temboknya dibangun dari tanah liat, setelah sekian tahun lamanya tidak terpelihara dengan baik, tembok tanah ini sudah ber-lobang2 dimakan semut dan rayap, lewat lobang2 semut inilah dari luar pagar mereka bisa mengintip kedalam.

Yalu Hoan-ih menurunkan Khing Ciau, masing2 mencari lobang sendiri mengintip kedalam.

Semula Khing Ciau percaya akan perlawanan Sat-lotoa dan adiknya, begitu dia mengintip kedalam seketika dia menjublek kejut Ternyata yang sedang berhantam dengan Sat-si bersaudara bukan lain, adalah Suheng Hong-lay-mo-li yaitu Kongsun Ki adanya.

Sudah tentu kejut Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia lebih besar, maklumlah Yalu Hoan-ih pernah kecundang dan hampir saja jiwanya melayang oleh kekejian Hoa-hiat-to Kongsun Ki. Meski amat benci dan dendam terhadap Kongsun Ki, namun dia tahu gabungan kekuatan sendiri bersama Jilian Ceng-sia masih belum kuasa mengalahkan Kongsun Ki, apa lagi sekarang mereka harus melindungi Khing Ciau pula.

Sementara itu keadaan Sat-lotoa berdua sudah terdesak dibawah angin, Khing Ciau menginsafi keadaan sendiri diapun tidak enak minta bantuan Yalu Hoan-ih, Disaat2 dia kebingungan dan serba sulit ini, tiba2 didengarnya suara Sin Gi-cik berkata:

"Kenapa Khing Ciau belum kunjung pulang?" ternyata sejak tadi Sin Gi-cik sudah berada dipinggir gelanggang pertempuran cuma dia berdiri dipojokan disebelah dahan pohon, dari sudut lobang ditembok tanah sini tidak terlihat maka Khing Ciau beramai tidak melihat kehadirannya.

Pada saat itulah "Cret" tahu2 pundak Sat-lotoa tertusuk pedang, lekas dia berteriak: "Sin-tayjin, lekas kau lari saja, kau memikul tugas berat jangan kau hiraukan kami berdua" Kongsun Ki gelak tawa, serunya: "Kemana kau bisa melarikan diri? Kuda tunggangan kalian sudah kuracun setelah kubunuh kedua pengawalmu ini baru kukejar kau Sebagai seorang gagah lebih baik kau bereskan diri sendiri saja, boleh kuampuni Kedua pengawalmu ini."

Ternyata secara diam2 Kongsun Ki terus menguntit jejak Beng Cau suami istri, setelah Beng Cau berhasil menipu Siang Ceng-hong menikah dengan dirinya, sesuai dengan rencana Kongsun Ki pelan2 dia sudah berhasil mencuri belajar ajaran lwekang tingkat tinggi untuk melandasi latihan kedua ilmu beracun itu, dasar otak Beng Cau memang encer, apa yang diajarkan oleh Siang Ceng-hong bisa diingatnya dengan baik, setiap hari selalu dia mencari alasan untuk keluar sebentar diluar tahu Siang Ceng-hong dia menemui Kongsun Ki dan mengajarkan juga ajaran ilmu Lwe-kang itu kepada Kongsun Ki.

Kali ini tujuan Beng Cau hendak menetap dirumah pamannya, sudah tentu Kongsun Ki juga ikut datang kemari, malah dia datang lebih dulu dan menyelidiki keadaan rumah Beng-lothay, kebetulan dia mendengar pembicaraan Khing Ciau akan tujuannya ke Kiangim bersama Sin Gi-cik.

Maka timbul akal licik Kongsun Ki. pikirnya: "Bangsa Kim membenci Sin Gi-cik ketulang sungsumnya. Kalau aku bisa membekuknya hidup2, raja Kim Wanyen Liang pasti lebih menghargai jasa2 baikku, mungkin bukan hanya daerah Soa- tang melulu yang diserahkan dibawah kekuasaanku, mati hidup Sin Gi-cik bakal merupakan hadiah besar bagi mereka."

Bukan soal sulit bagi Kongsun Ki untuk menemukan tempat penginapan Sin Gi-cik, untung ada Sat-lotoa berdua yang berjuang dan melindunginya mati2-an, barulah Sin Gi-cik sementara terhindar dari kekejian Kongsun Ki.

Dengan bersenjata pedang pendek dan gelang baja, kedua saudara Sat dapat bekerja sama dengan baik sekali laksana dwi tunggal, maka pukulan berbisa Kongsun Ki sulit mengenai badan mereka, terpaksa diapun keluarkan pedang menggasak mereka habis2-an.

Memangnya kepandaian Kongsun Ki jauh lebih unggul dari mereka. Lima puluh jurus kemudian, betapapun baik kerja sama kedua saudara ini, akhirnya hanya mampu bertahan tanpa bisa balas menyerang.

Melihat Sat-lotoa terluka keruan bukan main kaget dan gugup Khing Ciau, tanpa banyak pikir karena amarah yang sudah memuncak kontan dia angkat tangan "Blang" dia genjot tembok tanah itu sampai ambrol.

Keruan Yalu Han-ih amat kaget, serunya: "Khing-kongcu, jangan gegabah." tangan orang dia tarik terus hendak diajak menyingkir

Khing Ciau meronta dengan ngotot, serunya: "Yalu-toako banyak terima kasih akan pertolonganmu selama hidupku ini mungkin tak bisa membalas kebaikanmu persoalan didepan mata tiada sangkut pautnya dengan kalian, boleh silakan kalian pergi, Tak usah hiraukan diriku."

"Apa sih kehendakmu?" tanya Yalu Hoan-ih tetap menariknya.

"Keparat itu se-wenang2. Demi negara dan bangsa aku orang she Khing rela berkorban, betapapun aku harus melindungi Sin-toako."

Yalu Hoan-ihpun seorang ksatria yang berjiwa besar dan luhur, mendengar ucapan Khing Ciau seketika mendidih darahnya. tanpa pedulikan untung rugi awak sendiri, tiba2 dia tutuk Hiat-to Khing Ciau, katanya: "Nona Cin, lekas kau bawa Piaukomu lari, biar aku bantu menghadapi bangsat penghianat itu. Sia-moay, hayolah bantu aku menuntut balas."

"Baik." sahut Jilian Cengsia, "Apapun kehendakmu Ih-ko, aku mengikuti langkahmu." Serempak keduanya bersiul panjang terus lompat masuk kedalam pagar tembok. Sejak tadi Kongsun Ki sudah tahu diluar tembok ada beberapa orang, katanya tertawa berseri: "Adik Ceng-sia, kenapa kau selalu bermusuhan terhadap Cihumu. memangnya kau tidak takut aku persen sekali pukulan lagi kepada tunanganmu? Mana pula bocah she Khing itu? Kenapa tidak berani masuk?"

Kongsun Ki cukup tahu taraf kepandaian Jilian Ceng-sia berdua, bila mereka sampai bergabung dengan Sat-lotoa berdua, berat juga untuk menghadapi mereka, maka dia harus bekerja secara kilat, "Sret" dimana sinar pedangnya berkelebat tahu2 ujung pedangnya sudah mengincar tenggorokan Sat- loji, dengan gelagapan Sat loji menyurut mundur, lekas gelang baja Sat-lotoa mengepruk datang hendak menolong, diluar tahunya permainan Kong-sun Ki hanya gertak sambel belaka, tujuannya memukul mundur sang adik untuk melawan sang toako seorang diri.

Belakang kepalanya se-olah2 tumbuh mata, tiba2 dia lancarkan sejurus Che-hing-to-coan, tanpa berpaling kebelakang, ujung pedangnya tiba2 menerjang ke belakang, karena terluka gerak gerik Sat-lotoa kurang gesit, dengan telak Ih-gi-hiat-nya kena tertusuk, dengan menggeram keras Sat-lotoa rooboh terkapar.

Melihat gelagat jelek Loji merangsak balik, namun ilmu pedang Kongsun Ki memang teramat lincah, cukup sekali serang, ujung pedangnya kembali menusuk Hiat-tonya.

Gebrakan ini berlangsung teramat cepat, belum lagi Yalu Hoan-ih melampaui tembok kedua saudara Sat sudah roboh sasaran Kongsun Ki adalah Sin Gi-cik, tanpa hiraukan kedua lawannya yang tidak berkutik lagi langsung dia menubruk kepada Sin Gi-cik. Kebetulan Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia sudah melompat turun, tanpa merandek langsung mereka memburu kesana dimana Kongsun Ki sudah hampir mencengkram Sin Gi-cik, untuk menolongnya terang sudah tidak sempat lagi.

Sin Gi-cik tenang sekokoh gunung dengan gagah dan berwibawa, kedua matanya memancarkan cahaya terang, sedikitpun tidak takut atau gentar. pedang melintang didepan dada, dia membentak: "Kau ini bangsa Kim atau bangsa Song?"

Dengan kepandaian Kongsun Ki hendak membunuh Sin Gi- cik sebetulnya segampang dia membalikkan tangan, namun menghadapi kewibawaan dan kegagahan orang, mau tidak mau mengkeret juga bulu kuduk Kongsun Ki, sekilas dia melengak dan tersirap darahnya, namun kejadian hanya sekejap saja, pertanyaan Sin Gi-cik laksana geledek tadi memang mengetuk sanubarinya, namun kilas lain otaknya yang kemaruk harta dan kemerahan lebih menghayati perbuatan jahatnya, tiba2 dia ulur tangan mencengkram, cuma kali ini dia menggeser kesamping, tidak berani beradu pandang lagi.

Pedang Sin Gi-cik terpukul jatuh oleh kepandaian Khong- jiu-jip-pek-to, jari-jarinya sudah hampir berhasil mencengkram Sin Gi-cik, disaat2 yang gawat itu-lah, tiba2 terdengar "Wut" se-konyong2 Kongsun Ki rasakan segulung angan tajam yang kuat luar biasa menerpa datang, sebetulnya mata kuping Kongsun Kl cukup jeli, namun dia toh tidak melihat jejak musuh yang membokong, terang kepandaian orang ini lebih unggul dari kepandaiannya sendiri.

Meski terkejut, kepandaian Kongsun Ki memang cukup lihay, dalam keadaan disergap secara mendadak sedikitpun dia tidak menjadi gugup, lekas dia gunakan ilmu mengerahkan tenaga pinjam tenaga, telapak tangannya terbalik keluar ditarik-miring, dia tuntun terjangan tenaga raksasa ini kesamping, namun demikian tak urung dia sendiri toh terseret gentayangan Yalu Hoan-ih ter-heran2, dia sangka Kongsun Ki main gila, baru saja dia hendak menubruk maju, tiba2 didengarnya "ting" sesosok bayangan bagai burung raksasa melejit dari luar pagar kebetulan meluncur didepan Sin Gi-clk mengadang Kongsun Ki, setelah melihat jelas baru Yalu Hoan-ih tahu kiranya seorang Hwesio yang timpang dengan mengempit sebuah tongkat, suara "ting" tadi adalah tongkatnya yang berbu-nji menyentuh tanah.

Melihat Hwesio tua ini seketika Jilian Ceng-sia kegirangan serunya: "lh-ko, hwesio ini adalah pendeta jang menetap diatas gunung yang kuceritakan kepada kau itu. Dia sudah datang kita tidak perlu kuatir lagi."

Disaat Jilian Ceng-sia bicara ini "Sret" Kongsun Ki sudah menusuk kepada Hwesio tua, sasarannya cukup keji dan tepat pula, karena tusukannya mengarah kaki timpang si Hwesio tua itu.

Hwesio tua mendengus geram. katanya: "Usia muda belia, berhati jahat!" dimana ujung tongkatnya menjungkit, "Trang" dengan telak dia bentur pedang Kongsun Ki, sampai lengannya terasa kemeng kesakitan, hampir saja pedangnya terlepas, kakipun tersurut mundur tiga langkah.

"Siapa kau?" teriak Kongsun Ki dengan kejut dan gusar.

Hwesio tua itu menghela napas ujarnya: "Kau tidak kenal aku, aku justru tahu kau, Melihat sejurus pukulan dan ilmu pedangmu tadi, itulah kepandaian khas dari seorang teman baikku, Aih. kulihat usiamu belum lewat tiga puluh, tentu kau ini putra Kongsun In? Sayang, sayang! Kongsun In ternyata beranak durhaka seperti tampangmu ini."

Dari dua jurus permainan silatnya Hwesio tua ini lantas mengenali asal usul dirinya, keruan bertambah kejut hati Kongsun Ki, bukan lantaran kepandaian Hwe-sio tua teramat tinggi, adalah karena orang kenal baik dan sahabat ayahnya. Seketika timbul pikiran jahat Kongsun Ki untuk menyumbat mulut si Hwesio tua. Di saat orang bicara, mendadak dia menubruk maju pula, secara kilat dia tepukan telapak tangannya! Dia tahu kepandaian Hwesio tua jauh lebih unggul dari kemampuannya, oleh karena itu, hanya menyerang secara mendadak dan di-luar dugaan dengan pukulan berbisanya, baru dia yakin dapat melumpuhkan orang.

Hwesio tua ini kurang leluasa bergerak, tongkat sebagai penopang badan, gerak geriknya terang tidak gesit pukulan Kongsun Ki memang secepat kilat, betul juga orang tidak sempat berkelit lagi, untuk menangkis dengan tongkat juga terlambat, terpaksa dia angkat tangannya balas menyerang sesuai dengan perhitungan Kongsun Ki.

Tapi yang diluar perhitungan Kongsun Ki bahwa Lwekang Hwesio tua ini ternyata sukar dibayangkan tingginya begitu kedua telapak tangan saling beradu, "Blang" badan Kongsun Ki seketika seperti bola mencelat keatas berputar ditengah udara terus menerjang dinding.

Memangnya tembok ini sudah keropos bagian dalamnya, karena tumbukan badan Kongsun Ki seketika gugur sebagaian besar, Untung Cin Long-giok dan Khing Ciau tidak berada disebelah sini.

Hwesio tua itu membentak: "Jangan kau kira setelah berhasil mempelajari Hoa-hiat-to keluarga Siang, boleh kau se-wenang2 melakukan kejahatan. Kupandang muka Kongsun tua hari ini kuampuni jiwamu, kalau masih berani mengganas lagi, awas, tunggulah ganjaran yang setimpal."

Tiba2 tembok ambruk, tahu2 Kongsun Ki mencelat keluar, keruan Cin dan Khing berdua amat kaget, lekas pedang mereka bekerja berbareng, Kongsun Ki mendehem sekali, ujung sepatunya menutul diujung pedang Cin Long-giok, kontan pedang itu terlepas jatuh, meminjam tenaga tutulan ini Kongsun Ki bersalto ditengah udara dengan kepala dibawah kaki diatas dia meluncur turun., tapi jaraknya sudah tiga tombak lebih, sekali lagi dia jumpalitan dan kendalikan badan, cepat sekali dia angkat langkah seribu.

Luka2 Kongsun Ki tidak ringan, menyelamatkan jiwa sendiri lebih penting, maka dia tidak sempat mencari perhitungan atau melukai Khing Ciau lagi.

Lekas Khing Ciau berusaha memburu masuk. Sin Gi-cik menyongsongnya dengan tertawa, sapanya: "Adik Ciau kau sudah pulang!"

"Ka-kan, kau tidak apa2?" tanya Khing Ciau. "Untung ditolong oloh Taysu ini."

Waktu dia hendak maju menyatakan terima kasih, dilihatnya Hwesio tua mengeluarkan sebatang jarum panjang, katanya geleng2 kepala: "Ternyata dia sudah berlatih Hoa- thiat-to keluarga Siang sampai ketingkat tujuh. Kalau tahu demikian, seharusnya tadi aku punahkan ilmu silatnya, supaya tidak mencelakai jiwa orang."

"Taysu kau terkena pukulan Hoa-hiat-to?" seru Khing Ciau kaget.

"Benar, namun Hoa-hiat-to latihannya belum mampu melukai aku." sahut Hwesio tua, Lalu dia tusukan jarum panjang itu pada jari tengahnya, darah amis be-warna hitam segera menetes keluar, darah hitam ini menetes pada rumput2 dibawah kakinya, rumput yang menghijau subur itu seketika berubah kuning 1ayu-Keruan mengkirik hati semua orang melihat betapa hebat kadar racun dari Hoa-hiat-to ini.

"Hwesio tua," bergegas Jilian Ceng-sia maju menyapa sambil menjura, "Hari itu kau menolong jiwaku, aku belum lagi berterima kasih kepadamu, Yalu toako ini, dia adalah..." "Aku sudah tahu siapa dia." ujar Hwesio tua tertawa, "Bu- lim-thian-kiau sedang menunggu kalian di-sebrang sungai, lekas kalian berangkat, jangan membuang waktu disini."

Lekas Khing Ciau menjelaskan "Kedua sahabat ini adalah teman Liu Lihiap, untung Siaute ditolong mereka, kalau tidak mungkin jiwaku sudah amblas."

SemuIa Sin Gi-cik rada curiga berhadapan dengan muda mudi bangsa asing ini, setelah mendengar penjelasan Khing Ciau baru lega hatinya, Segera dia menyapa lebih dulu.

Yalu Hoan-ih keluarkan sebuah panji kecil yang bersulam seekor burung rajawali, katanya: "lnilah panji pertanda Siaute, kelak bila kita bertemu dimedan laga, harap perhatikan panji2 ini, mungkin kita bisa saling membantu."

"Congsu ini, kau adalah..." Sin Gi-cek melengak keheranan. "Raja Kim Wanyen Liang mempunyai dendam negara

kepadaku Asal usulku boleh kau tanyakan kepada Liu Lihiap, sekarang aku tidak sempat menjelaskan kepadamu." setelah Sin Gr-cik terima panji kecil-nya, ter-sipu2 dia mohon diri terus berangkat bersama Jilian Ceng-sia.

Dengan tatapan tajam Hwesio tua pandang muka Khing Ciau, tanya: "Liu Lihiap yang kau katakan, siapa namanya?"

"Dia bukan lain adalah Hong-lay-mo-li Liu Jing-yau." sahut Khing Ciau.

Hwesio tua itu amat kaget, katanya: "Kapan kau bertemu sama dia, sekarang dimana dia berada?"

"Sepuluh hari yang lalu, bersama Liu Lihiap aku masih berada di Ling-an, Akhirnya kita berpisah ditengah jalan, dia berangkat ke Hwi-liong-to bersama seorang Ciangpwe "

"Kau bersama dia di Ling-an, apa pada waktu itu dia menyaru jadi laki2?" Tergerak hati Khing Ciau, tanyanya: "Taysu, apakah kau orang berkedok kedua yang ditemuinya di istana raja itu?"

"Benar, Ai, waktu itu akupun menyamar orang preman, dia sendiripun berpakaian laki2, masing2 jadi tidak kenal."

"Taysu apa sudah lama kau mencari Liu Lihiap, kau adalah..."

"Kejadian masa lalu sudah berselang, Loolap tidak suka menyinggungnya lagu Khing-kisu. hari ini kami berkumpul terhitung kita berjodoh, tahukah kau bahwa kau terluka cukup parah?"

"Pandangan Taysu memang tajam. Barusan Wan-pwe ada bergebrak dengan musuh, memang sedikit terluka Tapi sekarang cukup mending, silakan Taysu tolong kedua sahabat ini."

Cin Long-giok lebih teliti, mendengar ucapan Hwesio tua dia rada curiga, segera dia menimbrung tanya: "Lo-siansu, luka2 apakah yang dideritanya?"

Setelah membuka Hiat-to Sat-lotoa dan Sat-looji, Hwesio tua berkata: "Khihg-kongcu, Iuka2mu jauh lebih berat lagi, luka2mu adalah pukulan Hoa-hiat-to yang dilontarkan Kong- sun Ki."

Keruan tersirap darah Khing Ciau, serunya: "Barusan aku tidak bergebrak dengan Kong-sun Ki."

"Coba kuperiksa urat nadimu." setelah meraba urat nadinya seketika dia mengerut kening, katanya: "Luka2mu ini kau derita dua bulan yang lalu, siapakah yang mengobati kau?"

"Tangwan cianpwe yang mengobati aku." dia sungkan mengatakan sebab musabab luka2nya.

"Tan-gwan Cianpwe? Apakah Tang-hay-liong?-" "Benar, apa Taysu kenal sama dia?" "Tiga puluh tahun yang lalu pernah berjumpa sekali. Apa dia memberi kau Yang-ho-ko-pun-tan?"

"Tangwan cianpwe ada memberi sepuluh butir pil, katanya untuk melancarkan napas menggairahkan semangat, suruh aku setiap tiga hari menelan sebutir, sampai kini aku sudah makan tiga butir, Entah benar apakah Yang-ho-kopun-tan?"

"Salah, salah..." ujar Hwesio tua menghela napas. Khing Ciau tertegun katanya: "Apa keliru obat pemberian Tangwan Cianpwe?"

"Yang dia berikan memang adalah Yang-ho-ko-pun-tan, namun obat ini tidak sesuai dengan keadaan luka2mu."

Khing Ciau setengah percaya setengah tidak, batinnya: "Setiap aku habis menelan satu butir, semangatku jauh lebih segar, kenapa dia bilang obat ini keliru?"

Berkata Hwesio tua itu lebih lanjut: "llmu pengobatan Tang-hay-liong memang belum matang, agaknya dia tidak tahu bila kau terluka oleh pukulan Hoa-hiat-to, obat yang dia berikan memang khusus untuk mengobati luka2 dalam, kalau untuk mengobati keracunan kadar racun terkumpul di Tam- thian, dalam bulan ini kondisimu tidak akan memburuk, namun kalau kadar racun terlalu numpuk dipusar, meski jiwa tertolong, selanjutnya kau bakal cacat seumur hidup."

Sin Gi-cik dan Cin Long-giok amat terkejut tanyanya "Taysu tahu sumber penyakitnya, tentunya tahu cara bagaimana menyembuhkan harap Taysu suka bermurah hati untuk menolongnya."

Hwesio tua menepekur sebentar, katanya kemudian: "Luka2 Khing-kongcu Lolap akan berusaha sekuat tenaga, Menurut rabaan Lolap luka2 Khing-kongcu lantaran tutukan jari Kongsun Ki melalui Hiat-tomu. jadi dia orang memang tidak menyentuh badanmu, seharusnya kadar racun bakal kumat tiga bulan kemudian, jiwapun, tak tertolong lagi. Karena kesalahan minum obat kuat pemberian Tang-hay liong, racun berpusat dipusar, maka racun akan kumat lebih cepat satu bulan untung hari ini kau bertemu Lolap, kalau tidak jiwamu takkan tertolong lagi."

"Begitu lihay? Luka2ku ini..." melihat Hwesio tua menjelaskan dengan serius, serta sesuai dengan keadaan dirinya, seketika mengkirik bulu kuduknya, baru sekarang Khing Ciau benar2 tunduk lahir batin dan mohon pengobatan.

Kata Hwesio tua: "Biar kugunakan tusuk jarum untuk mengeluarkan racun, namun sebagian besar kadar racunnya sudah mengeram dipusar, terang tidak bisa dibersihkan.

Biarlah nanti Lolap ajarkan semacam Lwekang mengatur pernapasan supaya kelak tidak meninggalkan bencana."

Mimpipun Khing Ciau tidak pernah menduga lantaran bencana dia mendapat rejeki sebesar ini.

Segera Hwesio tua menambahkan pula: "Kuajar-kan Lwekang ini untuk menyembuhkan luka2mu. kau tetap bukan muridku, kelak bila kau menjadi tokoh kosen di Bulim, asal selalu ingat akan jiwa kependekaran, terhitung kau sudah membalas kebaikan Lolap."

Kiranya ajaran Lwekang yang hendak diturunkan kepada Khing Ciau merupakan Lwekang tingkat tinggi namun dia tidak ingin terima murid, maka tadi dia rada ragu2.

Hwesio tua segera papah Khing Ciau masuk kekamar Sin Gi-cik, dia suruh Khing Ciau rebah diatas pembaringan, dikeluarkan sebumbung jarum2 perak, saat itu juga dia turun tangan mengobati Khing Ciau dengan pengobatan tusuk jarum.

Seluruhnya Hwesio tua menusuk tiga belas Hiat-to ditubuh Khing Ciau, terakhir menusuk berlobang jari tengahnya, mendesak keluar beberapa tetes darah hitam yang kental, berbau amis dan merangsang hidung, selanjutnya Hwesio tua berkata:

"Kau pernah latihan Tay-yan-pat-sek dari keluarga Siang, Lwekangmu sudah punya dasar yang kokoh, tentunya sudah tahu cara bagaimana untuk mengerahkan hawa murni mengatur pernapasan, kini kuajarkan semacam Lwekang untuk menambah tenaga dan melancarkan pernapasan, setiap hari latihan tiga kali, harus secara kontinu, lama kelamaan kelak akan terbaur dengan Lwekangmu yang sekarang, bukan saja bisa menawarkan racun sehingga tidak meninggalkan bibit bencana, puluhan tahun kemudian kau akan bisa menciptakan suatu Lwekang gabungan dari aliran lurus dan sesat, bukan mustahil kau bisa jadi tokoh kosen yang disegani."

Lalu dia mulai ajarkan teorinya serta memberi penjelasan secara terperinci otak Khing Ciau encer, setelah mendapat dua kali petunjuk, cepat sekali dia sudah ingat dalam hati.

Hwesio tua sudah jemput tongkatnya hendak minta diri, tiba2 Khing Ciau ingat sesuatu, segera dia berkata: "Taysu, harap tunggu sebentar, Tecu masih mohon petunjuk."

"Masih ada yang belum terang?"

"Bukan, Tecu hanya ingin mencari tahu kabar seseorang." "O, hendak mencaritahu seseorang, Siapa?"

"Bu-lim-thian-kiau."

"Kau juga mengenal dia?" tanya Hwesio tua heran.

"Tidak Tecu wakilkan teman untuk mencaritahu." "Teman yang bagaimana? Kenapa hendak mencaritahu

keadaan Bu-lim-thian-kiau?"

"Temanku adalah Liu Jing-yau, Liu Lihiap." Hwesio itu melengak, katanya tertahan-, "Jing-yau, apa dia pernah bertemu dengan Bu-lim thian-kiau? Bagaimana hubungan mereka? Kenapa dia hendak mencari tahu jejak Bu- lim-thian-kiau?"

"Aku tidak tahu kapan mereka berkenalan, tidak tahu sampai dimana taraf pergaulan mereka, Tapi aku tahu jelas waktu di Ling-an dia kebentur sesuatu peristiwa yang luar biasa, Kedua temannya berkelahi dipuncak Hou-san, agaknya persoalannya ada sangkut pautnya sama dia, belakangan kedua temannya sama2 tinggal pergi tanpa pamit. Hati Liu Lihiap amat gundah."

"Satu diantaranya pasti Bu-limthian-kiau? siapa pula temannya yang lain itu?"

"Dialah Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham, Hoa Tayhiap, Apa Lo-siansu mengenalnya?"

Agaknya Hwesio tua amat kaget alisnya bertaut kencang, katanya: "Siau-go-kan-kun dan Bu-iim-thian-kiau berkelahi? Apakah yang telah terjadi?"

Dengan ringas jelas Khing Ciau segera tuturkan kejadian terbunuhnya Ko-gwat Sian-su serta perkelahian Hoa Kok-ham dengan Bu-lim-thian-kiau, serta seluk beluk dan liku2 persoalannya.

Setelah dengar keterangan Khing Ciau Hwesio tua geleng2 kepala seperti berkeluh kesah, mulutnya mengigau: "Sungguh kejadian yang tak pernah terduga, Lolap jadi serba susah kalau begini."

Sudah tentu Khing Ciau melengak heran, Siau-go-kan-kun berkelahi dengan Bu-lim thian-kiau, bagaimana Hwesio tua, ini menjadi serba susah?

Kata Hwesio tua pelan2 setelah berdiam sebentar-. "Tak heran tadi siang waktu bertemu dengan aku Siau-go-kan-kun tidak menyinggung tentang Jing-yau kepadaku. Baiklah soal kabar kedua temannya ini biar aku langsung sampaikan kepada Jing-yau, Khing-siangkong banyak terima kasih akan perhatianmu terhadap Jing-yau, Lolap minta diri."

Tongkatnya menutul bumi, badannya segera melesat keluar lewat jendela, sekali berkelebat bayangannya lantas menghilang.

Khing Ciau keheranan dan ber-tanya2 dalam hati, katanya: "Hwesio tua ini aneh benar, dari nada bicaranya se-olah2 dia itu adalah sanak Liu Lihiap."

"Malahan nada dari seorang ayah, Apa kau tahu riwayat hidup Liu Lihiap?" tanya Sin Gi-cik.

"Kalau Hweso tua ini adalah ayah Liu Lihiap, sungguh baik dan kebetulan sekali." ujar Cin Long-giok.

Tengah mereka bicara, terdengar diluar pintu suara kuda meringkik, ternyata Sat-lotoa dan adiknya kembali dari membeli kuda karena tunggangan mereka diracun Kongsun Ki.

"Adik Ciau," kata Sin Gi-cik, "hari ini kau kuat menempuh perjalanan tidak?"

Khing Cau menghirup napas panjang, menggerakan kaki tangan melemaskan otot, katanya: "Semangatku gairah, tenagakupun penuh, jauh lebih segar dari dulu, Hayolah sekarang juga berangkat."

Barang2 bawaan Sin Gi-cik cukup sederhana, tak banyak susah2 mereka lantas beranjak keluar, situasi cukup genting maka dia perlu selekasnya tiba ditempat tujuan untuk menjabat kedudukannya, setiba di-luar, tampak Sat-lotoa berdua tengah menuntun lima ekor kuda, meski tidak segagah dan sekekar kuda tunggangan mereka semula, namun cukup sehat juga, "Sat-lotoa," ujar Sin Gi-cik tertawa, "Berkat kerjamu yang cekatan, malam ini kita pasti sudah tiba di Kiang-im." diluar tahunya bahwa untuk membeli kelima ekor kuda ini Sat-lotoa harus merogoh lima puluh tail perak dengan harga lebih tinggi.

"Mana Hwesio tua itu?" tanya Sat-lotoa, "Sudah pergi," sahut Khing Ciau. "Sayang, sayang, Hwesio tua ini membekal kepandaian sakti, selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan tokoh selihay ini, belum lagi aku sempat berterima kasih kepadanya, minta petunjuk lagi, ternyata beliau sudah pergi."

"Hwesio tua itu mungkin akan pergi ke Hwi-liong-to, Tujuannya hendak mencari Liu Lihiap, Marilah berangkat nanti diperjalanan kuceritakan kepadamu."

"Sekarang juga berangkat! Wah, selamat kepadamu Khing- kongcu, kukira kau belum mampu menunggang kuda," ternyata jelek2 Sat lotoa seorang persilatan juga, dari sorot mata Khing Ciau dia tahu bukan saja penyakitnya sudah sembuh, malah Lwekangnya agaknya lebih tangguh dan setingkat lebih tinggi dari sebelum ini.

Setelah berada diluar kota, Sat-lotoa segera berkata: "Nah, sekarang ingin kudengar cerita aneh mengenai Hwesio tua itu."

Maka Khing Ciau lantas ceritakan kejadian tadi, Sat- lotoapun berpendapat Hwesio tua ini pasti mempunyai hubungan famili yang dekat dengan Hong-lay-mo-li. Katanya tertawa besar: "Liu Lihiap dan Hwesio tua itu hendak pergi ke Hwi-liong-to, tontonan ramai ini tentu enak dipandang mata, mengasyikan lagi, bukan mustahil disana bakal terjadi bentrokan be-sar2an, ditengah pertempuran gaduh itulah mereka ayah beranak akan bertemu dan gabung melawan musuh bersama." Sepanjang jalan mereka tidak menemui rintangan apa2, malam itu juga mereka tiba di Kiangim dengan selamat. Pihak penguasa Kiangim sudah mendapat laporan lebih dulu, tahu yang diutus datang adalah Sin Gi-Cik, keruan girangnya seperti kejatuhan rejeki nomplok.

Dinilai dan jabatan kedudukan Sin Gi-cik malah kalah tinggi dan termasuk membantu dari Bupati Kiangim, tapi ketenaran nama Sin Gi-cik sebagai pejuang dan sebagai pujangga lagi, Bupati Kiangim sendiri adalah pemujanya, maka ia tidak berani membedakan kedudukan jabatan, langsung dia pimpin seluruh staf-nya keluar menyambut untunglah segalanya memang sudah dipersiapkan maka merekapun tidak terlalu repot bekerja.

Kalau Sin Gi-cik amat sibuk dengan tugas2 kemiIiterannya. Khing Ciau dan Sat-lotoa yang tidak mengerti urusan militer, meski tinggi ilmu silat mereka, namun tak bisa membantu Sin Gi-cik, terpaksa setiap hari hanya berlatih silat saja bersama sang Piau-moay.

Begitulah beberapa hari telah berlalu, hari itu seperti biasa Khing Ciau sedang berlatih sama Cin Long-giok Tiba2 sang Piaumoay berkata: "Ciau-ko, ingin aku bicara mengenai satu hal dengan kau?"

"Ada urusan apa?"

"Sudah lama aku tak bertemu Liu-cici, kini kaupun sudah sehat, Sin-ciangkun sementara tidak memerlukan tenagamu, kupikir, hayolah kau bawa aku ke Hwi-liong-to."

Khing Ciau kaget, serunya: "Giok-moay, ini, ini... kukira harus dipikirkan dulu."

"Kau punya pertimbangan apa?"

"Dari pada susah2 lebih enak tinggal dirumah saja, dan lagi kau sendiri tidak akan tahan menghadapi gelombang samudra, dengan bekal silat kita, memangnya bisa bantu apa di Hwi- liongto, apalagi, Sin-ciangkun..."

Cin Long-giok cekikikan geli, tukasnya: "Ciau-ko, itu hanya alasanmu belaka. aku maklum isi hatimu, aku tahu apa yang kau kuatirkan."

"Apa yang kau ketahui?" tanya Khing Ciau kikuk, "Aku tahu San San cici pasti berada di Hwi-liong-to untuk menuntut balas kepada Lam-san-hou pembunuh ayahnya. Bukankah kau tidak ingin bersamaku bertemu dengan dia disana?"

Dikorek isi hatinya Khing Ciau tertunduk bungkam. Cin Long-giok berkata menghela napas: "Ciau-ko, salahlah sikapmu kalau demikian."

"Bagaimana aku bisa salah?" tanya Khing Ciau hambar.

"Seorang laki2 sejati harus berjiwa luhur lapang dada, bagaimana budi San-cici terhadapmu tidak perlu kubicarakan, kini dia pergi menuntut balas kepada musuh besarnya, memangnya kau boleh tidak membantunya? Soal hubungan kami bertiga, kelak masih bisa dibicarakan secara terbuka, jangan kau kira aku berhati jelus berpandangan sempit, maka kau kuatir dan tidak berani menemui San San cici bersamaku."

Merah jengah selebar muka Khing Ciau dikorek isi hatinya, sejenak dia ragu2, akhirnya berkata: "Ucapanmu memang tidak salah, di Hwi-liong-to, musuh lebih banyak dari pihak kita, Liu Lihiap dan Tangwan-cianpwe tentu kekurangan tenaga, meski tidak becus kedatangan kami akan menambah tenaga pihak kita juga. Cuma situasi disini juga harus kita pikirkan, Ren-cana kerja Sin-toako belum lagi kami ketahui, apa dia mau memberi idzin kami pergi? Kukira kami harus berunding dulu sama dia." Tengah bicara tampak Sat-lotoa mendatangi dengan langkah ter-gesa2, katanya: "Sin-ciangkun sedang cari kau, kiranya kalian disini."

"Ada apa Sin-ciangkun mencari aku?" tanya Khing Ciau. Mereka bertiga segera menemui Sin-ciangkun, kata Sin Gi-

cik: "Soal yang hendak ku bicarakan ada sangkut pautnya

dengan Khing Ciau, maka perlu aku bertanya bagaimana maksud nona Cin."

"Urusan apa yang ada sangkut dengan aku?" tanya Khing Ciau.

Cin Long-giok juga heran, ujarnya: "Aku tidak tahu menahu tentang strategi perang, akupun tidak punya usul apa2."

"Nona Cin, kesehatan Khing Ciau apakah seluruhnya sudah pulih? Coba kau terangkan sejujurnya kepadaku." tanya Sin Gi-cik dengan tersenyum.

"Keadaannya sekarang jauh lebih kuat dan sehat dari duIu. Ajaran Lwekang yang diajarkan Hwesso tua itu memang amat manjur dan luar biasa."

"Baik, aku percaya akan penjelasanmu. Ada satu tugas cukup berat aku ingin adik Ciau pergi mengurusnya, kalau badannya memang sudah sehat, legalah hatiku."

"Demi negara dan bangsa, meski terjun kelautan api, aku tetap menyediakan diri, silakan Toako memberi petunjuk."

"Utusan Loh-ciangkun ada membicarakan dua persoalan, pertama dia ingin supaya kau dimutasikan kesana membantu dia, langsung memimpin pasukan gerilya itu, kini setelah resmi ditarik jadi pasukan pemerintah dinamakan Hwi-hou-kun (pasukan harimau terbang), pasukan ini dulu adalah pamanmu yang membentuk dan memimpin, maka pilihan atas dirimu adalah yang paling tepat soal ilmu perang kau boleh pelan2 belajar kepada Loh-ciangkun. Cuma hal ini boleh ditunda sementara, untuk soal kedua kau harus segera berangkat."

"Apakah situasi berubah, pasukan musuh sudah mulai bergerak?" tanya Khing Ciau.

"Bukan. Menurut penyelidikan, pasukan Kim baru akan siap dan mulai bergerak dalam jangka sebulan lagi. Tapi tugas yang harus kau selesaikan jauh lebih penting dari pertahanan menghadapi serbuan pasukan musuh."

"Urusan apa?"

"Loh-ciangkun mendapat berita, Hoan Thong itu kepala perompak di sungai Tiangkang sedang mengumpulkan kawanan segerombolannya disebuah pulau di-muara, waktunya ditentukan tanggal lima nanti, hari ini tanggal satu, jadi masih empat hari lagi."

"Lho kok Hoan Thong? O, ya aku mengertilah." kata Khing Ciau tertawa. lalu dia menjelaskan lebih terperinci mengenai apa yang dia ketahui akan pertemuan besar di Hwi-liong-to itu.

"Nah soal kedua adalah Loh-ciangkun ingin supaya aku mengutus seorang yang pilihan yang cerdik dan cekatan untuk menyelundup kesana menyirapi berita. Tugas ini berarti harus masuk sarung naga gua harimau, bukan urusan sepele, adik Ciau..."

"Biar aku pergi!" Khing Ciau segera menyanggupi "Toako, bicara terus terang, barusan aku sedang memperbincangkan hal ini dengan Giok-moay, bila kau tidak mengutus aku, memangnya aku hendak kesana."

Setelah dirundingan secara seksama akhirnya diputuskan Khing Ciau berangkat bersama Cin Long-giok dan Sat-lotoa bertiga. Sin Gi-cik menyiapkan sebuah kapal kecil yang gesit dengan dek dan dasar kapal yang dilapisi besi, hari kedua pagi2 mereka berangkat Hari pertama cuaca cerah, laut tenang, kapal berlaku dengan cepat mendapat angin buritan. Sat-lotoa cukup mahir mengendalikan kemudi, maka kapal kecil itu meluncur secepat anak panah, jauh lebih pesat dari kuda lari.

Hari kedua hembusan angin rada keras, namun kebetulan malah angin buritan pula sehingga kapal kecil itu seperti didorong sehingga laju lebih pesat. Khing Ciau pernah belajar renang dan peperangan di-atas air maka dia sering bantu dan ganti Sat lotoa jadi juru mudi sementara Cin Long-giok tidak merasa pusing dan mabuk lagi setelah kejadian di-sungai tiangkang dimana akhirnya dia ditolong Beng-lothay itu.

Kira2 menjelang magrib, Sat lotoa keluarkan peta air, katanya: "Besok kalau angin tetap sekeras ini, kita bisa lebih cepat tiba di Hwi-liong-to.

Hari ketiga sampai tengah hari keadaan tidak be-rubah, tak nyana setelah lewat lohor tiba2 cuaca be-rubah, dalam sekejap saja alunan samudra yang bergelombang tenang itu tiba2 seperti mengamuk, sehingga kapal kecil mereka terombang ambing naik turun. Sat-lotoa kaget, teriaknya: "Celaka, kita kebentur angin topan ditengah samudra."

Cuaca menjadi gelap, gelombang air sebesar gunung menindih dan mendampar, Khing Ciau dan Sat-lotoa harus kerja sama memegangi kemudi, namun kapal kecil itu masih terombang ambing, miring ke-kanan doyong kekiri, naik turun seperti menari2 sementara Cin Long-giok sudah rebah didalam kamarnya, rasanya mual ingin muntah2, untung Sat-lotoa sudah membawa obat anti mabuk laut, akhirnya saking tak tahan dia jatuh semaput dan kebetulan malah mengurangi siksaan.

Khing Ciau berdua sebaliknya sedang berjuang mati2an kendalikan kemudi, ditengah alunan gelombang besar yang timbul tenggelam itu, tiba2 terlihat sebuah kapal besar didepan sana, sebuah bendera besar yang dilukisi tengkorak tengah ber-kibar diujung tiang kapal. Didalam suasana yang serba kritis ini, bendera itu kelihatan amat seram dan menakutkan.

Sat-lotoa kaget bukan kepalang, teriaknya: "Lekas putar haluan, menyingkir dari mereka.

"Kenapa?" teriak Khing Ciau kaget, "Bersua kapal perompak?"

"ltulah kapal pribadi Jau-hay-kiau Hoan Thong, meski kami terhitung tamu undangannya, namun bila kesamplok dengan mereka tentu kurang leluasa." seperti diketahui Sat-lo-toa mengambil panah undangan itu dari tangan Beng-lothay, maksud tujuannya memang hendak digunakan bila perlu, kalau pihak perompak mengenal jati diri mereka, mungkin bisa menghadapi kesulitan.

Maka mereka berusaha menyingkir saja. Tak nyana setelah mereka berlaju memutar haluan, sayang gelombang ombak terlalu besar, sehingga segala daya upaya mereka mengalami banyak kesulitan, ombak masih permainkan kapal kecil ini, jarak malah semakin jauh, mula2 kapal besar berbendera tengkorak itu sudah tak jauh disebelah depan. Khing Ciau sudah bertekad ingin melabrak musuh matikan Mendadak Sat- lotoa bersemi "Lho, kurang benar, Tahan dulu, tahan dulu!"

"Kenapa?" tanya Khing Ciau tidak mengerti.

"Hoan Thong adalah salah satu pimpinan yang akan memimpin pertemuan besar besok, masakah dia senggang berlayar keluar lautan? Yang terang kapal ini berlayar dari tempat jauh. Agaknya kapal ini digunakan anak buahnya untuk menyambut tamu agung."

Terbangkit semangat Khing Ciau, katanya: "Kalau bukan Hoan Thong sendiri yang berada diatas kapal, buat apa kita gelisah. Bukankah kau membawa panah undangan Hwi-liong- tocu?" "Tapi tamu agung siapa yang berada diatas kapal itu, kenapa Hoan Thong sampai menyambutnya dengan kapal besarnya ini."

Tengah bicara kapal tengkorak itu kira2 tinggal puluhan tombak lagi dari mereka, gelombang air menjadi semakin bergolak sehingga kapal kecil ini oleng dan hampir saja terjungkir.

Disaat2 genting itulah tiba2 terdengar seseorang berteriak: "Bukankah itu adik Ciau? Eh, adik Ciau, perahumu hampir tenggelam, lekas kau naik kekapal besar ini."

Suara nyaring dan menusuk pendengaran, Khing Ciau kaget karena dia kenal suara ini, waktu dia angkat kepala benar juga dilihatnya di haluan kapal besar itu berdiri seorang gadis,  siapa lagi kalau bukan Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh.

Lebih mengejutkan lagi karena dilihatnya seorang laki2 tua yang berdiri disamping Giok-bin-yau-hou itu bukan lain adalah Koksu negeri Kim, yaitu Ki-lian-lo-koay Kim Cau-gak adanya. Baru sekarang Khing Ciau mengerti, kenapa Hoan Thong sampai keluarkan kapal besarnya untuk menyambut mereka.

Kim Cau-gak gelak2, ujarnya: "Jilian-cun-cu, jadi bocah inikah Khing Ciau? Ayahnya dulu pernah mendapat anugrah dan kerajaan Kim kita, dia berani membunuh para opas di Siokciu dan hijrah ke Kanglam, bermusuhan dengan negeri kita, Hm. hm, besar benar nyalinya."

Lian Ceng-poh cekikikan, katanya: "Koksu, jangan kau menggertaknya, dia adalah teman baikku."

"Baik, kupandang muka Cun-cu, asal dia mau menyerah dan tunduk kepada kita, boleh aku mengampuni dia."

"Adik Ciau," Lian Ceng-poh berseru sambil melambaikan tangan, "Hayolah lekas naik kemari! Kau sudah tahu asal usulku. akupun tidak perlu kelabui kau lagi. Aku ini adalah putri bangsawan negeri Kim atas anugrah raja agung kita. Soal dendam dan sakit hati boleh dikesampingkan maksudku baik terhadapmu tidak perlu aku harus memayangmu naik keatas kapal bukan?"

Saking gusar Khing Ciau sudah merah padam mukanya, baru saja dia hendak buka mulut mencaci maki, tahu2 Cin Long-giok sudah keluar dan buka suara lebih dulu: "Kau, kau siluman rase ini, belum puas kau mencelakai jiwa kami? Kau, kau ini memang binatang."

Kapal masih terombang ambing, tampak oleh Khing Ciau kaki Cin Long-giok tidak kuat berdiri tegak, keruan kagetnya bukan main, teriaknya cepat: "Adik Giok, lekas kau masuk kedalam, Biar aku yang hadapi dia"

Lian Ceng-poh tertawa dingin, katanya: "Nona Cin, apa kau sudah lupa dendam kematian ayahmu, sekarang malah main ber-mesra2an dengan orang?"

"Siluman rase," damrat Cin Long giok murka. "Masih berani kau menipuku? Kaulah durjana pembunuh ayahku! Ciau-ko dia pula yang membunuh ibumu, hari ini kita jangan biarkan dia berlalu." saking emosi belum lagi habis kata2nya. "Huuaah!" tiba2 dia memuntahkan darah segar.

Berubah air muka Lian Ceng-poh, tiba2 dia tertawa lebar, katanya: "O, agaknya kalian sudah tahu se-mua? Baiklah, ingin kulihat cara bagaimana kalian hendak menghadapi aku?"

Kim Cau-gak mendengus, jengeknya: "Bocah ini tidak tahu diuntung, buat apa banyak omong lagi? Cun-cu, kau ingin hidup atau ingin yang mati?"

"Lebih baik hidup."

"Agaknya Cuncu memang berwelas asih!" ditengah gelak tawanya, tiba2 seutas tali dadung yang besar terbang ketengah udara. Bagaimana nasib Khing Ciau bertiga dengan kapal berlobang ditengah lautan?

Bagaimana keadaan pertemuan besar kaum perompak yang diadakan oleh Hwi-liong-to-cu yang sekongkoI dengan Liu Goan-ka? Dapatkah Hoa Kok-ham, Hong laymo-Ii dan lain2 menggagalkan intrik mereka dengan musuh?

(Bersambung ke bagian 25)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar