Pendekar Latah Bagian 22

 
Bagian 22

Disebelah sana Cutilo berteriak: "jangan perempuan ini dilukai lebih baik kalau menawannya hidup2."

Orang berkedok itu gelak2, ujarnya: "Sia-jit Hoat-ong, kau ini orang beribadat, memangnya kaupun kepincut oleh genduk ayu ini?"

Gusar bukan kepalang Hong-lay-mo-li dibuatnya, dengan langkah membalik badannya menggelincir sebat sekali, kebut terayun, seketika puluhan benang kebutnya serempak dia timpukan kearah Cutilo.

Tatkala itu Cutilo masih bergebrak melawan Siangkwan Hu- wi, setelah dirinya terluka, namun masih sedikit unggul, betapa hebat timpukan senjata rahasia benang kebut Hong- lay-mo-li ini, kebetulan dia berada disamping si orang berkedok, meski orang tersebut mengebaskan lengan bajunya sehingga enam tujuh bagian benang kebut Hong-lay-mo-li dipukul rontok, namun masih puluhan batang tetap tetap menyamber ke depan, Cutilo kerahkan Hou-deh-sin-kang melindungi badah, namun setelah terluka, Lwe-kangnya jauh berkurang, benang2 kebut yang melesat kearah dada dan perutnya tiada satupun yang dapat melukainya, namun ada tiga utas benang kebut itu yang kebetulan menusuk belakang batok kepalanya, tempat dimana tenaga Hou-deh-sin-kang tidak mampu dikerahkan, maka tusukan benang yang tidak kalah tajamnya dari jarum ini seketika membuat kepalanya kesakitan luar biasa.

Lekas Siangkwan Hu-wi meng-gempur dengan pukulan tangannya, "Blang" kontan badannya terpukul jatuh terjengkang.

Tapi karena harus menyerang Cutilo Hong-Iay-mo-li lupa bantu melindungi Siangkwan Hu-wi, sebat sekali orang berkedok membalikan jarinya menutuk dengan ilmunya yang khas dari kejauhan. disaat Siangkwan Hu-wi kegirangan dapat merobohkan musuh tangguh, tiba2 dadanya seperti ditusuk pedang, sakitnya sampai ketulang sungsum. kontan mulutnya menjerit keras, diapun roboh celentang.

Lekas anak buahnya memburu maju memapakinya menyingkir untung Hong-lay-mo-li sempat menubruk maju merintangi maka mereka kembali saling gebrak dengan sengit.

Meski terluka cukup parah, Siangkwan Hu-wi masih tidak lupa akan tanggung jawabnya, mulutnya masih berkaok2 menambah semangat anak buahnya: "Tangkap pembunuh itu!"

Cutilo mencelat bangun seraya berteriak: "Siapa berani tangkap aku?" -

"Blang! Bluk" dua orang yang berada didekatnya dia lempar setombak lebih, Dianta-ra gerombolan para Wisu segera tampil seseorang seraya membentak gusar: "Anjing asing berani takabur, biar aku meringkusmu!" orang ini adalah teman Siangkwan Hu-wi yang mengudak bayangan Hong-lay- mo-li tadi, namanya Han Jong-san, kepandaiannya hanya sedikit rendah dari Siangkwan Hu-wi.

Senjata Han Jong-san adalah cambuk panjang setombak dua kaki, ditengah gulungan cambuknya yang menderu dan melingkar2 ditengah udara terus menyapu kearah Cutilo.

Luka2 Cutilo cukup berat, maka gerak geriknya sudah tidak selincah tadi, maka dia gunakan Kim-kiong-jiu hendak merebut cambuk Han Jong-san, Kim-liong-jiu adalah kepandaian tingkat tinggi, sayang setelah dirinya luka2, Lwekangnya sudah banyak terkuras lagi, maka permainannyapun tidak begitu hebat lagi, malah cambuk Han Jong-san bergerak selincah ular naga-

"Ser, ser, ser" Tar, beruntun berapa kali lecutan, badan Cutilo dihiasi beberapa jalur luka2 kena cambukan lagi.

Orang berkelok itu segera berkata: "Sia-jit Hoat-ong, boleh kau pulang dulu. Biar kubantu kau labrak para kurcaci ini." sebelah tangan menghadapi Hong-lay-mo-li, tangan yang sebelah segera menepuk kesana, jaraknya ada beberapa tombak, namun Bik-khong-ciang pukulannya telak sekali mengenai Han Joag-san. kontan mulutnya menyemburkan darah dan badanpun terbungkuk2, kiranya tulang rusuknya terpukul patah luka parah. Maka dengan rintangan yang tidak berarti ini lekas sekali Cutilo sudah berhasil meloloskan diri.

Orang berkedok itu tertawa pongah, katanya: "Istana terlarang apa segala, dalam pandanganku tidak lebih seperti jalan raya belaka, Meski ada laksaan pasukan disini memangnya bisa berbuat apa terhadapku?" suaranya bagai guntur, sementara pukulannya laksana halilintar, beruntun dia pukul masing2 ketimur utara selatan dan barat satu kali, pukulannya bagai gugur gunung bergulung2, para Wisu yang mengepung diseke-lilingnya seketika ter-cerai berai?

Celaka yang berkepandaian rendah, ada yang muntah darah, patah kaki tangannya ada pula yang semaput, kecuali Hong-lay-mo-li, sekeliling gelanggang tiada seorang lagi yang bisa berdiri tegak.

Hong-lay-mo-li gusar bukan main, dengan pertaruhkan jiwa dia menyerang dengan gencar. Orang berkedok itu tiba2 menghela napas, ujarnya: "Sayang, sayang! Kau gadis secantik ini. memiliki kepandaian silat setinggi ini pula, sungguh sukar dicari keduanya, sebetulnya aku tidak ingin melukai kau. namun tidak mudah menawan kau, kalau membiarkan kau kelak bakal jadi bibit bencanaku, apa boleh buat terpaksa kau harus berkorban ditanganku" pukulannya dipergencar, setiap serangannya merupakan tipu2 ganas, tertekan oteh tenaga pukulan lawan yang dahsyat serasa dldin-ding batu besar dada Hong-lay-mo-li, bernapaspun sesak, lama kelamaan permainan kebut dan pedangnya jadi sukar dia kembangkan, ada hati melawan mati2an, namun tenaga seperti sudah habis. Disaat Hong-lay-mo-li kertak gigi dan siap melontarkan permainan nekad untuk gugur bersama, tiba2 didengarnya suara ting ting, datangnya laksana hujan badai yang melandai. agaknya orang berkedok ini rada tercengang lekas dia baliki telapak tangannya untuk melindungi badan, tidak berani merangsak Hong-lay-mo-li lebih lanjut.

Cepat sekali tiba2 tampak seorang berkedok yang lain sudah muncul dari dalam hutan, orang ini berjalan tertatih dengan sebatang tongkat besi, agaknya kaki kanannya tidak leluasa bergerak, hanya kaki kirinya saja yang menyentuh tanah, tangan kanan berpegang tongkat besi, begitu tongkat besi menutul bumi orangnya lantas lompat setombak Iebih, gerak geriknya lebih lincah dari lompatan dua kaki tokoh silat tinggi yang manapun.

Begitu muncul dalam sekejap mata, tahu2 sudah tiba ditengah gelanggang, begitu tongkat besi membentur bumi badan sedikit terbungkuk kedepan.

Tahu2 sebelah tangannya sudah memukul dengan telapak tangan Lekas orang berkedok angkat kedua telapak tangannya. begitu tenaga pukulan kedua pihak be-radu, seketika mengeluarkan bunyi ledakkan sedahsyat geledek.

"Blum, blum, blum" setelah suara pukulan yang beradu seperti guntur berbunyi ini, orang berkedok yang datang duluan itu tergeliat lalu sempoyongan mundur tiga tapak. mulutnya berteriak kaget: "Kau, kau, kiranya kau? Kau muncul kembali?" suaranya gemetar seperti ketakutan.

Orang berkedok yang belakangan berkata dingin: "Kau sudah tahu siapa aku, masih ingin bergebrak lagi?" begitu orang ini bersuara Hong-lay-mo-li lantas tahu orang inilah yang tadi memberi petunjuk dirinya dengan suara gelombang panjang, keruan kejut dan girang hatinya. Orang berkedok yang duluan tadi menghela napas. ujarnya: "Ternyata benar kau, tiada tempat berpijak lagi bagiku di Kanglam!" cepat2 dia putar badan lari masuk hutan.

Kini Hong-lay-mo-li sudah mengatur pernapasannya. baru saja dia hendak mengejar, ting, tiba2 orang berkedok bertongkat itu sudah berdiri didepannya, sepasang matanya yang berkilat tajam tengah mengamati dirinya lekat2.

Hong-lay-mo-li tidak mengira orang berkedok bertongkat ini malah merintangi dirinya, belum sempat dia buka suara, orang sudah tanya lebih dulu: "Kau laki atau perempuan?"

Pertanyaan ini amat mendadak dan diluar dugaan, dalam sesingkat ini Hong-lay-mo-li masih bingung jadi tak sempat menjawab Disaat dia ragu2 dan bingung, orang berkedok ini sudah tidak menunggu jawabannya.

Dimana tongkatnya menutul bumi, bayangannya sudah melejit kearah hutan, tiba2 dia berpaling mengawasi Hong-lay- mo-li pula sejenak. lalu menghela napas. ujarnya: "Bodhi bukan pohon, cermin bukan alat, Untuk menyelesaikan jodoh dan karma, tidak harus menghadapi rintangan!"

Bergetar hati Hong-lay-mo-li mendengar kata2 mutiara dari ajaran Hud, seketika mulutnya berteriak tertahan "Siapa kau?" namun orang itu sudah lenyap kedalam hutan, Lekas Hong- lay-mo-li mengejarnya.

Biasanya Hong-lay-mo-li amat bangga akan Gin-kangnya, namun malam ini sungguh dia harus tunduk lahir batin, orang berkedok hanya menggunakan tongkat untuk berjalan namun Hong-lay-mo-li tak berhasil mengejarnya meski kerahkan seluruh kepandaiannya sekejap saja sudah kehilangan jejak orang berkedok itu. . .

Hatinya jadi hambar, batinnya: "Siapakah dia? Siapa dia?

Kenapa kepalanya sudah berambut?" ternyata setelah mendengar sabda orang tadi, dalam hati timbul rasa curiganya. Teringat akan cerita Jilian Ceng-sia mengenai Hwesio tua itu, Dia curiga bahwa orang berkedok ini adalah Hwesio tua itu. Katanya Hwesio tua itu cacat kakinya. kini orang ini bertongkat pula, malah tongkatnya adalah tongkat Hwesio.

Dan lagi orang berkedok yang duluan tadi bilang dia sudah muncul kembali, itu berarti sudah lama dia mengasingkan diri, orang banyak sudah sangka dia mati, akhirnya keluar kandang pula, berarti hidup kembali untuk kedua kalinya, maka dikatakan muncul kembali

Satu sama lain cocok benar dengan keadaan Hwesio tua itu, Bedanya cuma orang berkedok punya rambut sudah tumbuh. bukan mustahil bila sebelum ini dia memang seorang Hwesio.

Begitulah dengan perasaan kecewa Hong-lay-mo-li lantas pulang kekediaman Sin Gi-cik. Waktu itu sudah mendekati kentongan kelima, sinar api dalam kamar buku Sin Gl-eik masih terang benderang, ternyata bersama Khing Ciau semalam suntuk mereka tidak tidur menunggu dirinya pulang, Secara diam2 Hong-lay-mo-li lompat turun dari atap rumah, Sin Gi-cik dan Khing Ciau sedang membuat syair dan senandung, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah berada didalam kamar, keruan Khing dan Sin berjingkrak girang, serunya:

"Liu Li-hiap. kau sudah pulang? Eh, kau, kau, kenapa?" ternyata pakaian Hong-Iay-mo-li berlepotan darah, keruan mereka kaget.

Hong-lay-mo-li tertawa, ujarsrya: "Aku tidak terluka, malah kubawa kabar baik bagi kalian."

"Kabar baik apa?"

"Buku peninggalan ayahmu sudah dibaca oleh baginda raja.

Pengaduan Sin-ciangkun sudah kuIetakan diatas mejanya, tentunya sekarang sudah dibacanya." lalu secara ringkas dia tuturkan pengalamannya. Kaget dan senang pula Sin dan Khing dibuatnya.

Selesai bercerita haripun sudah terang tanah. Hong-lay-mo- li harus menepati janji pertemuan dengan Tang-hay-liong bersama Kaypang Pangcu, Segera dia pamitan kepada Sin Gi- cik, bersama Khing Ciau langsung mereka menuju ke Liok- hap-ga

Hari masih pagi, jarang orang keluar pintu, maka dengan leluasa mereka kembangkan Ginkang, belum satu jam mereka sudah tiba di Liok-hap-ga yang terletak dibukit Gwat-lun-san. Menara besar ini berdiri dengan megahnya, deburan ombak bergulung2 dibawah sana. keadaan sunyi lengang, tiada tampak bayangan orang.

Hong-lay-mo-li heran, pikirnya: "Waktu yang dijanjikan sudah tiba, kenapa mereka belum kelihatan?"

Tiba2 dilihatnya dari dalam menara melangkah keluar seorang laki2, berusia tigapuluhan, pakaiannya dicuci bersih namun banyak tambalannya, begitu keluar lantas menyapa: "Siapakah yang bernama Khing-kong-cu?"

"Ya, Siaute adalah Khing Ciau." melihat pakaian dan pertanyaan orang Khing Ciau mengira orang adalah murid Kaypang, maka dia tidak menyembunyikan nama dirinya.

Laki2 itu berkata: "Jadi yang ini tentu Liu Lihiap adanya?"

Terasa oleh Hong-lay-mo-li pernah melihat orang ini cuma entah dimana sudah lupa, Khing Ciau sudah bicara blak2an, maka diapun langsung bertanya: "Siapa kau, darimana tahu akan diri kami?"

"Aku murid Kaypang, diutus Pangcu untuk menunggu kalian disini."

"Mana Pangcu kalian dan Tang-hay-cianpwe?" "Mereka ada urusan, mungkin datang terlambat. Silakan kalian ikut aku naik kepuncak menara, disamping bisa melihat keadaan sekitarnya, sekaligus supaya tidak diperhatikan orang lain."

Khing Ciau tertawa, ujarnya: "Kerjamu cukup teliti juga." baru saja dia hendak beranjak kedalam, Hong-lay-mo-li tiba2 menariknya, tanyanya kepada laki2 itu: "Karena urusan apa, kenapa Pangcu kalian tidak datang tepat pada waktunya?"

"Agaknya Liu Lihiap curiga? Memang tidak bisa salahkan kau, aku ini belum dikenal, pantas kalau Liu Lihiap harus bertanya dulu supaya terang, Untung aku disini ada tanda kepercayaan" lalu dikeluarkan sebuah bundaran baja yang kemilau.

"Bukankah ini gelang baja Sat-si-sam-hiong?" tanya Hong- lay-mo-li, "Bagaimana bisa berada ditangan-mu, kenapa pula kau katakan tanda kepercayaan?"

Laki2 itu kalem saja, sahutnya: "Semaiam Sat-si sam-hiong datang kemarkas pusat kita, ketiganya Iuka2 parah, kini Pangcu dan Tangwan-cianpwe sedang berusaha mengobati luka2 mereka. maka sampai sekarang belum tiba"

"Wah," teriak Khing Ciau kaget, "cara bagaimana ketiga saudara ini terluka?"

"Kemaren mereka membuat onar diistana Gui Liang-seng, karena terkepung mereka jadi kewalahan, akhirnya berhasil menjebol keluar, beruntung juga mereka bisa bertahan hidup."

"Sat-si-sam-hiong memang berdarah panas, berangasan dan ceroboh lagi, Bun Tayhiap sudah pernah memberi nasehat, namun mereka tidak bisa tahan sabar." ujar Khing Ciau, ia sudah percaya akan obrolan laki2 ini.

"Sat-si-sam-hiong sudah ceritakan hubungan mereka dengan Liu Lihiap kepada Pang-cu, Pangcu harus tolong mereka, maka suruh Tecu kemari lebih dulu, Kuatir kalian curiga maka pangcu pinjam gelang baja ini sebagai tanda kepercayaan-"

Mau tak mau Hong-lay-mo-li hampir termakan juga oleh cerita yang masuk akal ini.

Berkata laki2 itu lebih lanjut: "Tempat tamasya seperti ini, sering dikunjungi orang, kalau menunggu disini, kukira kurang leluasa. Silakan kalian masuk saja."

Baru saja Hong-lay-mo-li mau angkat langkah, tiba2 ujung matanya seperti melihat sebuah bayangan berkelebat di jendela tingkat keenam diatas menara sana, Betapa cerdik Hong-lay-mo-li, lekas dia mencegah Khing Ciau: "Tunggu sebentar!"

Laki2 itu segera berkata: "Masih ada omongan apa bolehlah Liu lihiap bicarakan didalam saja."

"Berapa orang kalian yang datang kemari?" tiba2 Hong-lay- mo-li bertanya.

Laki2 jitu melengak, sahutnya: "Masih ada seorang Suteku. dia berjaga dan mengawasi keadaan sekitar sini dari tingkat keenam."

"Masakah hanya seorang saja?" tanya Hong-lay-mo-li. "Didalam masih ada seorang Hwesio yang bertugas

menyapu lantai, dia orang sudah menerima uang sogokku,

tentunya tidak akan merintangi kita. Mungkin karena isengnya maka diapun naik keatas ikuit melihat pemandangan alam disekitarnya. Nanti boleh kita singkirkan dia kebawah."

"Agaknya tidak benar, dua orang yang kulihat ditingkat keenam sama2 berambut." bahwasanya yang terlihat Hong- lay-mo-li hanya seorang, sengaja dia katakan dua untuk memancing keterangan dan asal usul laki2 ini. Laki2 itu mengerut kening, katanya kemudian, dengan bergelak tawa: "Mungkin pandangan Liu Lihiap yang kabur?" soalnya tingkat keenam itu tingginya ada puluhan tombak, dari tempat sedemikian tinggi dia yakin Hong-lay-mo-li tidak akan bisa membedakan secara jelas orang diatas apakah benar berambut, maka dengan geram dia mendebat keterangan Hong-lay-mo-li.

Namun alasan yang dia kemukakan memang masuk akal, tak nyana memangnya Hong-lay-mo-ii hanya menjajal saja, dari mimik wayah orang dia sudah merasakan gejala2 yang tidak benar, Mendadak sikap Hong-lay-mo-li jadi dingin, tanyanya: "Siapakah kau sebenarnya?" 

Laki2 itu kaget, katanya tertawa dipaksakan:

"Liu Lihiap terlalu curiga, Kalau aku bukan murid Kaypang mana bisa tahu janji pertemuan kalian dengan Pangcu kami?"

"Kukira kau ini barang palsu melulu!" ejek Hong-lay-mo-li dingin, ternyata sekarang dia sudah ingat laki2 ini adalah salah satu orang yang naik perahu pesiar ditelaga Thay-ouw waktu mereka lewat dibendungan putih itu.

"Sebagai pejabat pemerintah yang berkedudukan lumayan tinggi. kau rela menyaru jadi murid Kay-pang, bukankah merendahkan derajadmu? Nah, apa tujuanmu, lekas katakan saja!" karena asal usul dirinya ditelanjangi, laki2 itu turun tangan lebih dulu. belum habis kata2 Hong-lay-mo-Ii, dia sudah timpukan gelang baja ditangannya.

Betapa tangkas dan cekatan gerak gerik Hong-lay-mo-li, masakah begitu mudah kecundang, "Tang" lekas sekali Hong- lay-mo-li sudah lolos pedang menangkis dan menyampuk gelang baja itu kesamping.

Dia mundur berkelit dan melolos pedang menangkis lagi, dilakukan dalam waktu yang bersamaan betapa cepat gerakannya sungguh amat mengagumkan. Keruan laki2 itu kaget batinnya: "Tak heran guru pesan wanti2 supaya aku menggunakan akal tidak menggunakan kekerasan. Malah harus bergabung dengan para Sute baru boleh membekuknya dengan muslihat."

Hong-lay-mo-li rada kaget juga waktu menyampuk gelang baja tadi, lengannya sedikit kemeng, Dapatlah diketahui bahwa Lwekang orang tidak terlalu jauh jaraknya dengan dirinya, yang terang lebih tinggi dari Sat-si-sam-hiong.

Hong-lay-mo-li tidak berani pandang enteng lawan. Segera pedang dan kebut ditarikan bersama melontarkan serangan terbuka secara gencar, sementara laki2 itupun sudah keluarkan sepasang Boan-koan-pit, setiap ayunan kedua potlotnya sayup2 seperti kedengaran bunyi guntur, ternyata orang mampu menjebol kepungan libatan kebutnya, dengan sejurus Li-kui-king-sin (tangis setan mengejutkan malaikat), kedua potlotnya ditarik melintang, beruntun mengincar empat Hiat-to ditubuh Hong-lay-mo-li dengan tutukan hebat

Dengan sejurus Heng-hun-toan-hong pedang Hong-lay-mo- Ii, tuntun kedua potlot lawan kesamping, sementara kebutnya menyapu kepala lawan lekas dengan jembatan besi orang itu berkelit, kedua kakinya seperti terpaku dibumi sementara punggungnya tertekuk kebelakang, potlot menahan pedang, namun baju di-depan dadanya toh tersapu hancur oleh kebut Hong-lay-mo-li, untung tidak sampai terluka.

Kalau laki2 itu pecah nyalinya, Hong-lay-mo-lipun kaget dibuatnya. Kaget karena jurus serangan setan nangis malaikat terkejut dari sepasang potlot lawan ini adalah ilmu kebanggaan dari Keng-sin-ci-hoat Liu Goan-ka, namun kalau Liu Goan-ka menutuk Hiat-to dengan jari, orang ini menggunakan Potlot baja.

Belum lagi Hong-lay-mo-li sempat bertanya asal usul orang, dari atas menara beruntun sudah melesat beberapa batang senjata rahasia, cukup kebutnya bekerja Hong-lay-mo-li sudah bikin senjata rahasia itu rontok berjatuhan Khing Ciau-pun putar pedang melindungi badan, pedangnya senjata mestika maka panah2 yang menyamber itu dia bikin kutung seluruh- nya, tiada satupun yang mengenai dirinya.

Karena Hong-lay-mo-li harus ber-jaga2 dari serangan senjata rahasia, baru laki2 itu mendapat peluang untuk menyelamatkan diri dari rangsakan mematikan.

Hong-lay-mo-li cepat sekali dia sudah berdiri tegak serta mainkan pula sepasang potlotnya lebih hebat, dengan sengit dia serang menyerang dengan Hong-lay-mo-li. Akan tetapi Hong-lay-mo-li lebih banyak menyerang daripada diserang.

Baru saja Khing Ciau hendak maju membantu, dari dalam menara sudah berduyun2 keluar beberapa orang.

"Sret" kontan Khing Ciau menusuk dengan pedang, dari depan melayang datang sebuah Lian-cu-tui, kedua gaman saling bentrok "Tang" kembang api muncrat.

Baru saja Khing Ciau hendak memuntir pedangnya memapas kutung rantai bandulan lawan, tahu2 sebatang pedang dan golok menyerang dari kanan kiri.

Permainan pedang Hong-lay-mo-li bagai angin puyuh, yang diincar tenggorokan laki2. kehilangan bantuan bidikan panah, orang2 yang menyerbu keluar dalam sesingkat ini belum lagi tiba, terpaksa dia menyurut ber-ulang2 dicecar serangan Hong-lay-mo-li yang gencar dan hebat, "sret" tahu2 pedang Hong-lay-mo-li menusuk dari arah yang tak terduga, meski si laki2 berkelit dengan cepat tak urung pundaknya sudah tertusuk luka.

Terhindar dari tusukan tenggorokannya, laki itu bersorak syukur, lekas berteriak "Bentuk Chit-sat-tin!" Hong-lay-mo-li tidak sempat merangsak lebih jauh, kebutnya berputar balik, kebetulan dia tolong Khing Ciau dari serangan golok dan pedang, seketika terdengar suara benturan keras, sebat sekali Khing Ciau gunakan peluang ini melompat mundur dari kepungan dan bergabung dengan Hong-lay-mo-li.

"lkutilah langkahku, mainkan pedang lindungi badan, tidak usah menyerang!" demikian Hong-lay-mo-li memberi petunjuk kepada Khing Ciau.

Yang menerjang keluar dari dalam menara ada enam orang, jadi seluruhnya berjumlah tujuh dengan laki2 yang duluan itu, dalam sekejap mata mereka sudah berdiri pada posisi masing2 menurut kedudukan Pat-kwa. Tujuh orang masing2 menggunakan senjata yang berlainan, golok. tombak, ruyung, pedang, gembolan, potlot dan gantolan, tujuh macam senjata serempak merabu dari tujuh jurusan, Hong-lay-mo-li tarikan kebutnya berputar naik turun melindungi seluruh badan, sementara pedang dengan gerakan kilat mencecar salah seorang diantara musuh, pikirnya hendak membuat lobang menjebol kepungan, diluar tahunya bahwa gerakan barisan tujuh orang laksana tunggal, mereka dapat kerja sama dengan rapi dan ketat, baru saja pedang Hong-lay-mo-li menusuk, ruyung dan pedang dari dua samping segera menyerang juga, dengan kebut untuk menangkis. sementara gerakan pedangnya menjadi lamban, diantara tujuh orang ini laki2 yang bersenjata potlot berkepandaian paling tinggi, dengan jurus To-bak-kim-ciong (memukul balik lonceng emas), serangan pedangnya yang dahsyat itu seketika dipatahkan. Hong-lay-mo-li sudah kerahkan setaker tenaga dan lancarkan kepandaiannya, namun masih tak berhasil menerjang keluar.

Tiba2 Hong-lay-mo-li seperti menyadari apa2, kebutnya menyampuk kedua potlot lawan, segera dia membentak: "Apa kau murid Liu Goan-ka yang bernama Kiong Cau-bun?" waktu di Jian-liu-cheng Hong-lay-mo-li pernah melihat barisan Chit- sat-tin ini mengepung Pendekar-latah, baru sekarang dia ingat akan murid Liu Goan-ka yang bernama Kiong Ciaubun ini pula. Laki2 ini memang Kiong Ciau-bun adanya, setelah melengak sebentar, segera dia bergelak tawa, serunya: "Liu- sumoay, tajam benar pandanganmu. Suhu sedang mencarimu supaya pulang, kebetulan aku bertemu kau disini"

Tegak alis Hong-lay-mo-li saking gusar, bentaknya: "Kaukah yang pernah kirim surat kepada Gui Liang-seng? Kau bangsat kurcaci ini, siapa kesudian jadi Sumoaymu?"

"Kau salah paham. setelah urusan disini beres, nanti kujelaskan kepadamu. Kau tidak mau anggap sesama perguruan, masakah terhadap ayah kandungmu kaupun tidak mengakui-"

"Kalian kawanan bangsat kurcaci ini..." saking murka, "Sret" pedangnya menusuk Hong-hu-hiat dibelakang pundak Kiong Ciau-bun, serangan ini tepat pada waktunya, Kiong Ciau-bun baru saja berkelebat lewat dari hadapannya, tahu2 ujung pedangnya sudah tiba dibelakang pundak orang. kalau satu lawan satu tusukan pedang ini sudah tentu bisa mengakibatkan musuh binasa, namun kerja sama Chit-sat-tim secara berantai bantu membantu satu diserang yang lain segera bantu menyerang atau menangkis, kerja sama dengan baik laksana tunggal, maka tusukan pedang Hong-lay-mo-li segera dipatahkan oleh pedang, golok dan potlot Kiong Ciau- bun sendiri.

Kalau Hong-laymo-li mengincar Kiong Ciau-bun, maka lawanpun berusaha memutus kerja sama dirinya dengan Khing Ciau. dari samberan senjata dibelakang, cepat Hong-lay-mo-li berputar balik menolong kesulitan Khing Ciau, Dilihatnya keringat sebesar kacang sudah membasahi kening Khing Ciau dan gemerobyos.

Keruan Hong-lay-mo-li kaget, diam2 hatinya kuatir akan kesehatan Khing Ciau sesuai apa yang dikatakan Tang-hay- Iiong, terpaksa dia kembangkan kebutnya untuk melindungi Khing Ciau.. "Sumoay," kata Kiong Ciaii-bun dingin, "kau dengar adu domba orang lain tidak mengakui ayah kandungmu sendiri akupun tak bisa paksa kau mengakui sesama saudara seperguruan, terpaksa biar ku-gusur kau kehadapan Suhu, biar beliau bicara langsung terhadapmu,"

"Kalian inilah kurcaci yang terima menjadi budak asing!" kembali dia pergencar serangannya dengan gabungan kecut dan pedang.

"Toa-suheng." beberapa Sute Kiong Ciau-bun bersuara, "agaknya sulit meringkusnya hidup2!"

Kiong Ciau-bun mendengus, jengeknya: "Baiklah tak usah sungkan. gempur saja sampai dia terluka parah. Biar aku nanti yang bertanggung jawab dihadapan Suhu!" ternyata Liu Goan- ka hanya memberitahu kepada muridnya tertua Kiong Ciau- bun bahwa dia menyaru jadi ayah kandung Liu Jing-yau, murid2nya yang lain tiada yang tahu. Liu Goan-ka penuh juga berpesan kepada Kiong Ciau-bun, kalau tidak berhasil menipunya lagi, bolehlah dikerjai saja.

Pertempuran berjalan semakin sengit, sayang Khing Ciau se-olah2 sudah kehabisan tenaga, tak bisa kerja sama dengan baik, beberapa kali usaha Hong-lay-mo-li yang baik selalu kandas ditengah jalan.

Keruan gelisah hatinya, kalau pertempuran diteruskan pasti fatal akibatnya.

Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan terdengar suara trang tring, lalu kelihaian beberapa orang tengah berlari mendatangi, Hong-lay-mo-li kaget dan girang, dia sangka suara itu adalah bunyi tongkat orang berbedak semalam yang sedang mendatanginya, tak kira setelah dekat baru dilihatnya empat orang yang berlari mendatangi itu dipimpin seorang pengemis tua, paling belakang Tang-hay-liong, dua orang ditengah mereka adalah Sat-ci-sam-hiong. Hong-lay-mo-li rada kecewa, namun dia tahu bahwa pengemis tua itu Li-pangcu dari Kaypang- Dari kejauhan didengarnya Tang-hay-liong sudah berteriak: "Liu Lihiap, maaf terlambat kedatanganku." tiba2 dia percepat langkahnya. dari paling belakang tiba2 dia mendahului kedepan.

Begitu dekat Tang-hay-liong lantas menghardik laksana guntur, dengan pukulan kedua tangan laksana gugur gunung, dia menerjang Chit-sat-tin, Lekas Kiong Ciau-bun merubah gerakan barisan, pikirnya hendak menjaring Tang-hay-liong masuk kedalam barisan, namun pedang Hong-lay-mo-li laksana kilat, ujung pedang orang selalu mengincar Hiat-to penting dibadannya, sehingga Kiong Ciau-bun se-olah2 terpantek dan tak sempat melayani rangsakan Tang-hay-liong.

Memang-nya barisan ini dibawah pimpinan Kiong Ciau-bun yang menggerakan sebagai motornya, kini Kiong Ciau-bun sudah dicecar dan mati kutu, sudah tentu perubahan barisan menjadi macet dan bekerja tidak seperti biasanya, maka terdengar "Blang, blang" dua kali, dua Sute yang berada dikiri kanan Kiong Ciau-bun sudah dipukul roboh oleh hantaman dahsyat Tang-hay liong.

Sebat sekali Hong-lay-mo-li lantas merebut kedudukan pintu hidup, seketika barisan Chit-sat-tin pecah berantakan.

Dengan jurus Pek-hong-koan-jit (pelangi putih menembus sinar matahari) ceng-kong-kiam Hong-lay-mo-li menusuk kedada lawan, lekas Kiong Ciau-bun membalas dengan jurus Siang-liong-jut-hay (dua naga keluar laut), kedua potlotnya berusaha menahan pedang, sedapat mungkin dia masih kuat menangkisnya, namun Hong-lay-mo-li membarengi dengan sebuah hardikan

"Kena!" dimana kebutnya terayun, dia paksa Kiong Ciau- bun membagi sebuah potlotnya untuk menangkis pula, dengan tenaga lengket dimana kebut Hong-lay-mo-li menarik kesamping, potlot lawan kena diseret kesamping pula, lalu tenaga dia kerahkan keujung pedang, maka jurus Pek-hong- koan-jit laksana luncuran anak panah, "sret" ujung pedangnya sudah tepat mengenai Hian-ki-hiat didepan dada Kiong Ciau- bun.

Hian-Ki-hiat merupakan salah satu jalan darah mematikan kalau Hiat-to ini tembus oleh ujung pedang Hong-lay-mo-li, betapapun tinggi Lwekang Kiong Ciau-bun, seketika pasti jiwanya melayang.

Tapi sekilas itu tiba2 teringat oleh Hong-lay-mo-li akan surat Gui Liang-seng yang suruh Sat-si-sam-hiong antar kepada Liu Goan-ka, ingin dia kompes keterangan orang, maka sengaja dia peringan tusukan pedangnya supaya orang tidak mampus seketika.

Sayang perhitungan Hong-lay-moli kali ini salah besar, maklumlah meski kepandaian Kiong Ciau-bun belum setanding, namun terpaut tidak terlalu jauh dibanding dirinya sedikit ujung pedangnya merandek, sebat sekali Kiong Ciau- bun gunakan burung Hong menunduk kedua potlotnya terpentang sekuat tenaga untuk menangkis, berbareng badannya mencelat minggir setombak jauhnya, Walau barisan sudah pecah, namun keempat sutenya yang lain belum terluka, keem-pat orang ini bergabung menahan serangan Hong-lay-mo-li.

Kaypang Pangcu Li Goan-tiong membentak: "Kau bajingan ini berani menyaru jadi murid Kaypang kami. rasakan tongkatku!" lekas Kiong Ciau-bun angkat kedua potlotnya bersilang, trang, lelatu api muncrat, telapak tangan Kong Ciau- bun terasa kemeng kesemutan, sebuah potlotnya mencelat lepas dari cekalannya.

Meski potlotnya terlepas, namun perbawa gerakannya ini amat hebat, kiranya didalam keadaan terdesak ini dia gunakan jurus Hwi-koan-keng-sin (potlot terbang mengejutkan malaikat), siapapun yang tersambit potlot nya ini pasti ajal seketika. Li Goan-tiong tahu akan kelihayan permainan lawan, terpaksa dia lintangkan tongkat menangisnya jatuh, Kiong Ciau-bun kapok dan tak berani bergebrak lebih lanjut sebat sekali dia melompat lari dari samping Li Goan-tiong.

Tang-hay-liong memburu tiba, kembali telapak tangannya menghantam dua kali, sehingga empat orang yang mengeroyok Hong-lay-mo-li dipukul mundur, Lekas Hong-lay- mo-li berseru: "Tak usah hiraukan keempat orang ini, tangkap dulu bangsat she Kiong-itu" hampir saja dia sudah berhasil menyandak Kiong Ciau-bun, tiba2 dilihatnya debu mengepul tinggi dijalan raya didepan sana, serombongan orang berkuda tahu2 sudah menyerbu datang.

Dengan badan berlepotan darah Sat lotoa lantas menuding seorang perwira dengan kertak gigi, serunya: "Keparat itulah pengkhianat bangsa Ong Tin adanya!"

Seketika berkobar amarah Hong-lay-mo-li, segera ia putar haluan. dengan menenteng pedang segera dia songsong kedatangan pasukan pemerintah, Pasukan berkuda yang dipimpin Ong Tin ada ratusan banyaknya.

Dengan Ginkangnya Hong-lay-mo-li yang tinggi seperti kecapung menutul air tangkas sekali Hong-lay-mo-li terjang masuk kedalam barisan, golok tombak dan berbagai senjata para serdadu tiada satupun yang mengenai ujung bajunya. Keruan Ong Tin terkejut segera dia berseru: "Lepas panah!"

Hong-lay mo-li putar kencang kebutnya memukul rontok anak panah terus menerjang ke depan, sekejapan jaraknya tinggal puluhan langkah dari Ong Tin.

Betapapun Ong Tin adalah seorang panglima perang yang dulu menjadi pembantu Gak Hui, meski sekarang sudah hidup senang, namun dia tetap latihan, melihat hujan panah tak bisa merintangi Hong-lay-mo-li, segera dia rebut sebatang tombak anak buahnya, bentaknya: "Perempuan gila dari mana kau, hayo roboh!" setelah mengincar dengan tepat tombak segera dia lempar seperti lembing kearah Hong-lay-mo-li. Hong-lay-mo-li tertawa dingin, kebut ditancap ke punggungnya, dengan tangan yang kosong ini dia miringkan kepala meluputkan diri sementara tangannya meraih, dia tangkap lembing ini terus putar balik menimpukannya kearah Ong Tin seraya menghardik

"Kena!" kontan Ong Tin terjungkal jatuh dari punggung kudanya. sayang sasarannya sedikit meleset tombak itu hanya menembus perutnya, sedikit naik keatas pasti telak mengenai jantungnya.

"Pengkhianat bangsa, tak terampun dosamu!" bentak Hong-lay-mo-li sambil memburu maju hendak memenggal batok kepalanya, Tapi anak buah Ong Tin beramai2 lompat turun merintanginya, sementara anak buahnya yang lain lekas memapah Ong Tin ke-punggung kuda terus lari balik, sementara itu Hong-lay-mo-li sedang menghajar dua pembantu Ong Tin yang menggunakan senjata berat setelah kedua musuh dirobohkan, Ong Tin sudah lari jauh.

Pemimpinnya terluka parah, tanpa ada yang memberi komando pasukan berkuda itu jadi kalang kabut beri komando pasukan berkuda beramai2 bubar lari sipat kuping mengikuti jejak Ong Tin.

Tak berhasil mengejar musuh, Hong-lay-mo-li membanting kaki gegetun dan gemas.

Tang-hay-liong tertawa. katanya: "Kurcaci itu sudah terluka parah oleh timpukan tombakmu. Masakah kuat dia menjadi komandan pasukan gerilya? Liu Lihiap, kita sudah terhindar dari kesulitan, marilah bantu Sat-lotoa dan Sat-Ioji mengobati luka2nya."

Waktu Hong-lay-mo-li berpaling, kebetulan dilihatnya Sat- lotoa sedang menjemput gelang tembaga itu, seketika pecah tangisnya gerung2 serunya: "Samte, amat mengenaskan kematianmu!" kaget bukan main Hong-lay-mo-li mendengar ucapannya, baru sekarang dia tahu bahwa Sat-losam sudah gugur.

Tang-hay-liong maju membujuk: "Kuncu membalas dendam, sepuluh tahun belum terlambat Ong Tin sudah terluka parah, kedok Gui Liang-sengpun sudah terbongkar, tentunya kedudukkannya itu takkan bertahan lama, sekarang kita harus menghimpun kekuatan untuk membalas sakit hati ini."

Sesal dan berduka pula Sat-lotoa, katanya: "Memang kita sendiri yang harus disalahkan tidak bisa membedakan baik buruk, terima diperalat oleh bangsat kurcaci, awak sendiri yang celaka akhirnya. Kini kita hanya ingin menebus dosa2 yang tak sengaja, sekaligus berusaha menuntut balas bagi sakit hati Sam-te."

Tang-hay-liong mahir ilmu pengobatan juga, segera dia bantu Sat-si bersaudara mengobati luka2nya, memangnya luka2 mereka tidak berat cepat sekali Tang-hay-liong sudah selesai menolong ala kadarnya.

Setelah mengalami pertempuran Khing Ciau merasa badannya letih dan kehabisan tenaga, dada terasa sesak, maka dia perlu samadi menormalkan pernapasannya kembali setelah selesai mengobati Sat-si bersaudara Tang-Hay-Iiong memperhatikan air mukanya, tiba2 dia bersuara heran, katanya: "Khing-congcu, coba kuperiksa urat nadimu!"

Hong-lay-mo-li kaget, tanyanya: "Adakah gejala yang tidak benar?"

Berkata Tang-hay-liong setelah memeriksa urat nadinya: "Khing-kongcu, kau tidak boleh kerja berat dan menempuh perjalanan jauh lagi." "Aku kan tidak terluka apa2, meski rada capai masakah tidak kuat menepuh perjalanan?"

"Aku tahu kau punya tekad, namun kau terjangkit penyakit aneh, terang takkan kuat menderita ditengah gelombang samudra, maka kuanjurkan kau jangan ikut dalam perjalanan ini. Lebih baik kau bawa Sat-si bersaudara kambali kemarkas Sin-ciangkun. Nah kuberi sepuluh butir obat menambah tenaga dan menentramkan hati, setiap tiga hari kau minum satu butir, dalam satu bulan ini tanggung penyakitmu tidak akan kumat. Bolehlah kau berkesempatan mencari tabib pandai."

"Aku mengindap penyakit apa?" Khing Ciau penasaran. "Justru aku tidak berhasil memeriksanya, maka kuatur

demikian demi kesehatanmu."

"Bagaimana luka2 Sat-heng berdua?" tanya Li Goan-tiong menimbrung.

Tang-hay-liong menjawab: "Luka2 luar mereka tidak menjadi soal, besok juga akan sembuh sebagian besar."

"Baik, hari ini Khing-kongcu dan Sat-heng berdua boleh menginap ditempatku. Tabib paling mashur dalam kota akan kuundang untuk memeriksa penyakit Khing-kongcu. Liu Li-hiap berikan alamat Sin-ciangkun kepadaku, secara diam2 akan kuutus anak buahku untuk melindungi dia. Besok setelah situasi dibikin terang, baru Khing-kongcu dan Sat-heng berdua boleh pergi menemuinya-" demikian Li Goan-tiong bantu membereskan persoalan,

"Dimuara Tiangkang aku sudah menyisirkan sebuah kapal, boleh kalian tunjukan cincin besi ini kepada murid2ku yang berjaga disana, mereka akan membereskan segalanya."

Tujuan Tang-hay-long dan Hong-lay-mo-li memang hendak menuju pulau terpencil dimuara Tiangkang itu maka dia terima cincin besi sebagai tanda pengenal dari Li Goan-tiong, saat itu juga mereka berpisah.

Seperti diketahui Khing Ciau pernah diselomoti oleh Kongsun Ki dengan ilmu Hoa-hiat-to, dan gejala2 yang diperlihatkan oleh Khing Ciau sekarang adalah lantaran tutukan Hoa-hiat-to itu, sudah tentu kedua tabib besar yang diundang Li Goan-tiong tidak berhasil memeriksa sumber penyakitnya, untuk tahan gengsi mereka saling debat serta saling menyalahkan, resep yang mereka keluarkanpun berlawanan satu sama lain, Li Goan-tiong sampai pusing kepala dibuat-nya, apa boleh buat terpaksa dia perintahkan mereka kembali, dan Khing Ciau mandah terima nasib, mati hidup pasrah kepada Thian Yang Maha Kuasa.

Besok paginya Iuka2 Satsi bersaudara sudah sembuh tujuh puluh persen, Lwekang merekapun sudah pulih, Khing Ciau lantas pamitan dengan Li Goan-tiong membawa mereka pergi ketempat Sin Gi-cik. Melihat kedatangan Khing Ciau penjaga pintu itu segera menyambutnya, katanya: "Sin-ciangkun mendapat perintah supaya masuk istana, silakan Khing- siangkong dan temannya menunggu saja dikamar buku. tak lama lagi majikan pasti sudah kembali."

Sudah tentu Khing Ciau keheranan, untunglah tidak lama kemudian Sin Gi-cik benar2 sudah kembali. Agaknya Sin Gi-cik juga merasa diluar dugaan akan kedatangan Khing Ciau bersama dua temannya yang belum dikenalnya.

Khing Ciau tertawa, katanya: "Persoalanku nanti kujelaskan Kawan, kau mendapat undangan kaisar masuk keistana?"

Sin Gi-cik semakin keheranan, ,katanya: "beritamu sungguh tajam. dari mana kau bisa tahu?"

"Dari penuturan tabib kaisar (tabib yang memeriksa Khing Clau), apa benar bahwa Kaisar sedang sakit?"

"Benat dan tidak benar, hanya pura2 belaka-" "Lho kenapa begitu?"

"Kaisar pura2 sakit, menipu Gui Liang-seng masuk istana untuk menjenguk dirinya. Di pembaringannya beliau perintahkan menangkap Gui Lang seng"

Ternyata Song-ko-cong Tio Kou jeri akan kekuasaan Gui Liang-seng yang besar, tidak berani menangkapnya secara terang2an disaat2 sidang setiap pagi hari, maka dia gunakan tipu daya ini memancingnya masuk kekeraton seorang diri dengan alasan untuk menilik penyakitnya, sudah tentu tanpa banyak mengeluarkan tenaga lantas membekuknya.

Segera dia perintahkan pula pasukan Kim-wi-kun dibawah pmpinan Siangkwan Hu-wi mengepung gedung istana Gui Liang-seng menjaring seluruh Busu yang ada disana serta dinaikan pangkatnya sebagai perwira tingkat rendah, para Busu itu memang hanya mengejar harta dan pangkat kedudukan Gui Liang-seng sudah roboh, mereka menjadi pengawal istana raja, sudah tentu diharap2pun belum tentu bisa memperoleh keberuntungan sebesar ini.

Oleh karena itu operasi Siangkwan Hu-wi amat lancar, dalam sekejap mata dia sudah babat dan brantas habis2an seluruh kekuatan Gui Liang-seng.

"Tindakan Hong-siang kali ini sungguh harus dipuji.

Pengkhianat itu sudah dibunuh belum?"

"Belum, Hong-siang hanya memberi pensiun dan pulang kampung halaman saja "

"Gui Liang-seng tidak diberantas, bukankah kelak bakal meninggalkan bibit bencana?"

"Untuk ini kau tidak usah kuatir, Hong-siang ada memberi minum secangkir arak beracun, dalam satu bulan pasti jiwanya ajal, Siangkwan Hu-wi yang memberitahu kepadaku, Gui

Liang-seng sendiri belum tahu akan hal ini." Tersirap kaget Khing Ciau dibuatnya: "Ada arak beracun demikian, dapat membunuh orang tanpa disadari oleh si korban dalam jangka satu bulan?"

"Apa yang dikatakan Siangkwan Hu-wi tidak perlu diragukan." sahut Sin Gi-cik.

Khing Ciau membatin: "Kalau dalam dunia ini ada racun seperti itu, memangnya penyakit aneh yang mengeram dalam badanku juga lantaran keracunan?"

Sat-lotoa dan Sat-loji tiba2 menggebrak meja, serunya: "Menyenangkan, sungguh menyenangkan Sayang... sungguh sayang!"

Sin Gi-cik melengak, katanya: "Apakah Congsu berdua ada dendam dengan pengkhianat itu? Kenapa menyenangkan tapi juga harus dibuat sayang?" baru sekarang Khing Ciau berkesempatan memperkenalkan Sat-lotoa berdua kepada Sin Gi-cik.

"Sayang sekali aku tak bisa penggal kepala keparat tua itu." demikian gerutu Sat-lotoa dengan gegetun.

"Untuk membunuhnya sudah segampang membalikan tangan." ujar Khing Ciau, "kita masih punya musuh yang lebih besar, jangan karena ingin membunuhnya sehingga urusan besar terbengkalai."

Sat-lotoa melengak, "Masih ada musuh besar yang mana?" "Yaitu penjajah Kim yang hendak menyerbu ke-selatan,

bukankah mereka musuh besar seluruh bangsa kita?"

Sat lotoa tepuk tangan, serunya: "Tepat ucapan Khing-lote, dendam negara harus diutamakan, Sin-ciangkun, sukalah kau terima tenaga kami berdua sebagai pelopor." kedua saudara segera berlutut memberi hormat kepadanya.

Sin Gi-cik ter sipu2, lekas mengangkat mereka bangun, katanya: "Membela negara membunuh musuh adalah kewajiban kita bersama. Kenapa harus dibeda2kan tinggi dan rendah, Hayolah, hari ini aku orang she Sin dapat bersahabat dengan kalian ksatria bangsa yang gagah perwira, habiskan bersama beberapa cawan arak."

Hari sudah menjelang lohor, perut sudah sama lapar, pembantu Sin Gi-cik segera keluarkan makanan dan minuman.

Angkat cangkir Sin Gi-cik berkata: "Habiskan secangkir ini, masih ada kabar gembira yang perlu kuberitahu."

"Memangnya kau belum memberitahu hasil undangan Hong-siang kepadamu tadi pagi."

"Hongsiang memang sudah membaca buku peninggalan ayahmu dan surat pengaduanku, dia pun sudah menerima saran2 dan kritikanku."

"Apakah mengenai nasib pasukan gerilyawan itu?" "Benar, Hong-siang sudah terima usul Tan Khong-pek,

menyerahkan pasukan gerilya kedalam pasukan Loh Bun-ing."

"Tentunya Hongsiang juga memuji keberanianmu, adakah jabatanmu dimutasikan lagi?"

Sin Gi-cik menyengir malu2, sahutnya: "Hongsiang berkeputusan mengutus sebagian pasukan untuk bercokol di Kiangim, akulah yang diserahi pimpinan dan tanggung jawab disana."

"Selamat, selamat naik satu tingkat, sekarang kau jadi opsir menengah (kapten), sebenarnya Hongsiang juga terlalu kikir, kukira kau sudah dinaikan menjadi opsir tinggi (letkol)"

Memang jabatan opsir menengah bagi Sin Gi-cik masih belum memadai kepandaian dan kedudukannya semula, namun jabatan ini langsung dianugrahi oleh Hong-siang sendiri betapapun merupakan suatu kehormatan tinggi juga, Hari itu juga Sin Gi-cik sudah menerima serah terima jabatan resmi ini serta seluruh cap dan surat pengangkatan untuk menduduki Kiang-im serta lain2 surat2 penting.

Hari kedua Sin Gi-cik, Khing Ciau. dua saudara Sat dan pengawal yang satu itu berangkat sepanjang jalan tiada terjadi apa2, peristiwa diluar dugaan yang dikuatirkan Khing Ciau ternyata tidak terjadi. Tapi sepanjang jalan menuju kearah timur Ini, sering mereka kesamplok dengan rakyat jelata yang mengungsi.

Hari itu mereka tiba disebuah kota kecil termasuk dalam wilayah kabupaten Tam-yang cuaca sudah mendekati magrib, Sin Gi-cik berkata: "Tak bisa memburu tiba dikota kabupaten, biarlah menginap dikota kecil ini. Lewat jalan kecil jarak ke Kiangim masih seratusan li, dalam satu hari besok malam pasti sudah tiba disana"

Letak kota kecil ini sudah termasuk digaris depan yang dekat perbatasan dengan musuh, sembilan diantara sepuluh rumah2 penduduk banyak yang sudah kosong, suasana sepi, untung mereka mendapatkan sebuah penginapan yang masih ketinggalan dua kamar kosong.

Sin dan Khing menempati satu kamar, kamar yang lain ditempati Sat-lotoa berdua, pengawal itu menggelar tikar diruang pendopo, Untuk melanjutkan perjalanan besok pagi2, setelah makan malam, mereka sama masuk kamar dan tidur.

Tapi karena tidur terlalu pagi, waktu mereka si-uman hari baru menjelang tengah malam. Khing Ciau tidak bisa tidur lagi, terpaksa duduk samadi latihan Tay-yan-pat-sek. Entah berapa lamanya, tahu2 didengarnya suara seruling mengalun membawakan lagu2 rawan, hanya mendengar beberapa bait tiupan lagu2 seruling ini, perasaan Khing Ciau menjadi hampa dan terhanyutdalam pikiran yang risau.

Tiba2 didengarnya Sin Gi-cik bersuara heran. Entah kapan ternyata Sin Gi-cik juga tidak bisa tidur. tahu2 sudah duduk dipinggir ranjang. Bukan saja seorang panglima perang, Sin Gi-cikpun sebagai seorang pujangga yang terkenal dengan syair2nya yang tersebar luas dan tenar pada jaman itu. Dia bersuara heran karena lagu seruling itu membawakan syair2 gubahannya.

Suara heran Sin Gi-cik mengejutkan lamunan Khing Ciau. namun sikapnya masih seperti linglung, dengan mendelong dia awasi keluar jendela. Suatu kenangan masa lalu seketika terbayang oleh Khing Ciaur pada hari dia meninggalkan kampung halaman dulu, dia bertanding kerumah pamannya berpamitan dengan Piaumoaynya.

Ditaman kembang Cin Long-giok pernah membawakan lagu ini dengan suaranya yang merdu. Tapi diapun tahu sang Piaumoay juga pandai meniup seruling, dan irama seruling yang didengarnya sekarang justru mirip benar dengan tiupan Piaumoaynya dulu.

Berbagai kesalahan paham antara sang Piaumoay dengan dirinya sudah dibikin terang, namun demi menyempurnakan hubungan baik dirinya dengan San San, Cin Long-giok tinggal pergi tanpa pamit, sampai sekarang belum diketahui jejaknya. Kali ini dikota kecil ini dia mendengar irama seruling ini seketika dia terlongong ditempatnya.

Waktu Khing Ciau melongok keluar jendela, ternyata disebrang rumah sana adalah sebuah taman kembang dari suatu keluarga hartawan, pepohonan yang tumbuh didalam taman lebih tinggi dari pagar tembok-nya ditengah rimbunnya dedaonan pohon dhijung sana tampak sebuah bangunan loteng, irama seruling kumandang dari arah loteng itu.

Air mata sudah ber-kaca2 dikelopak mata Khing Ciau, samar2 seperti terbayang badan sang siaumoay yang semampai sedang bersandar diatas loteng meniup seruling.

Helaan napas Sin Gi-cik kembali menyadarkan dia dari kenangan masa lalu, setelah tenangkan diri Khing Ciau berkata: "Aku ingin jadi tamu malam yang tak diundang untuk menyambangi orang yang meniup seruling itu."

"Ah, jangan semberono, besok harus menempuh jalan pagi2, kau toh belum tahu rumah siapa disebeIah itu?"

"Jangan kuatir, aku hanya pergi secara diam2, pasti tidak akan mengganggu orang."

Sin Gi-cik tahu kepandaian Ginkang Khing Ciau cukup tinggi, maka diapun melepas orang pergi dengan rasa tentram.

Secara diam2 Khing Ciau keluar dari penginapan, setiba dibawah tembok, pikiran Khing Ciau menjadi hambar dan risau. Tiba2 didengarnya irama seruling mengalun pula, suaranya lebih merasuk sanubari sehingga hatinya makin tidak tentram, namun akhirnya dia nekad, sekali enjot badan dia lompat naik keatas tembok.

Pagar tembok ini kira setombak lebih sedikit, semula Khing Ciau sangka tenaganya cukup berkelebihan, tak nyana begitu dia enjot badan, kakinya menginjak tempat kosong, hampir saja dia terjungkal jatuh, untung dia cukup cekatan menghadapi perubahan diluar dugaan ini, dengan gaya ikan gabus meletik, tangannya menyentuh bumi terus mencelat bangun tanpa kurang suatu apa, namun gerak geriknya ini sudah mengeluarkan sedikit suara.

Khing Ciau tertawa getir sendiri, segera dia himpun semangat dan kumpulkan tenaga, kali ini kakinya mengenjot lebih kuat, meski berhasil tancap kaki diatas tembok, tak urung napasnya sedikit memburu.

Dari tempat tinggi pandangan Khing Ciau lebih jelas akan keadaan sekeliling taman, Ditengah taman sana dibangun sebuah loteng, dipagar loteng itu bersandar seorang perempuan yang berambut terurai mayang sedang meniup sebatang seruling, Meski belum terlihat jelas, apakah benar dia itu Cin Long-giok, tapi bayangan perempuan itu tak perlu diragukan lagi.

Dengan jantung berdebur segera Khing Ciau lompat turun, injakan kakinya terlalu berat, kebetulan menginjak ranting kering lagi sehingga mengeluarkan suara berisik, Belum lagi Khing Ciau melangkah tiga tindak, sekonyong2 terasa angin tajam menyamber, sesosok bayangan orang tahu2 menubruk kearah dirinya.

Keruan Khing Ciau gelagapan, serunya: "Aku, aku adalah..." belum lagi dia sempat menjelaskan maksud kedatangannya, orang itu sudah memaki: "Kau ini kurcaci!" kedua tangan terpentang dengan gaya gunung Thaysan menindih kepala, telapak tangannya membelah batok kepala Khing Ciau, sebagai keturunan keluarga sekolahan yang berderajat tinggi, kapan Khing Ciau pernah dimaki sekasar ini.

Lebih celaka lagi bukan saja caci makinya melukai hatinya, malah serangan kedua tangannyapun hendak melukai jiwanya, kalau pukulan lawan mengenai batok kepalanya, Khing Ciau pasti mampus seketika. Dalam keadaan terdesak, tidak sempat Khing Ciau banyak bicara. segera dia berkelit serta balas menyerang

Setelah berkelit Khing Ciau balas menyerang dengan jurus Toa-bing-can-ci (Garuda raksasa pentang sayap), kedua tangannyapun terpentang, namun dengan Kim-na-jiu dia hendak pegang kedua pergelangan tangan lawan, tujuannya hendak membekuk lawan supaya tidak menyerangnya lebih lanjut, jadi bukan bertujuan melukai orang.

Siapakah nyonya tua ini? Kenapa Cin Long-giok memanggilnya ibu?

Apakah racun Hoa hiat-to dalam badan Khing Ciau dapat disembuhkan? Siapa yang akan menolongnya?) (Bersambung ke bagian 23)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar