Pendekar Latah Bagian 18

 
Bagian 18

"Tidak tahu malu ya?" seru Hong-lay-mo-li "Tiga orang mengeroyok satu orang, terang sudah kalah, masih berani bertarung mati2an! Nah, kalau belum kapok, majulah biar kuberi hajaran kepada kalian! Bun-siansing, silakan kau mundur dan istirahat biar aku berkesempatan melemaskan otot." sembari bicara dia serahkan kembali potlot kepada Bun Yat-hoan.

Sejak malang melintang dan angkat nama Bun Yat-hoan belum pernah kecundang demikian rupa, betapa hatinya takkan mendelu menyambuti potlotnya dari tangan Hong-lay- mo-li, semula dia hendak tinggal pergi, namun ingat janjinya kepada Liu Goan-ka untuk mencari balik putrinya, kini Hong- lay-mo-li kebetulan dihadapannya, terpaksa dia harus menunggu setelah Hong-lay-mo-li melabrak Sat-si-sam-htong (tiga orang gagah dari keluarga Sat bersaudara).

Bahwa Bun Yat-hoan kecundang, Sat-si-sam-hiong-pun terjungkal pula, Gelang Sat-lotoa lepas, demikian pula golok Sat-loji dan Sat-losam dengan luka dipundak-nya lagi, jadi terhitung Bun Yat-hoan masih unggul dalam permainan tipu2 jurus.

Tapi sebagai tokoh kelas wahid dalam Bulim, begitu kecundang, sudah tentu bukan kepalang rasa sedih hatinya.

Sat-lotoa amat malu mendengar olok2 Hong-Iay-mo-li. Kepandaian kebut yang dttunjukan Hong-lay-mo-li betu12 bikin hatinya mencelos. Dengan terbelalak dia tatap Hong-lay- mo-li serta membentak: "Siapa kau, berani kau wakili Bun Yat- hoan menalangi persoalan ini, mencampuri urusan Sat-si-sam- hiong lagi?"

Hong-lay-mo-li tertawa lebar, baru saja ia hendak bicara "Tang", ternyata disebelah sana Sat-lo-sam yang terluka dan uring2an itu kebetulan kesamplok dengan Khing Ciau yang baru saja lari keluar dari hutan, seketika naik pitam dan tanpa banyak cincong lantas angkat gelang bajanya mengepruk kebatok kepala Khing Ciau.

Mellhat sikap galak orang, Khing Ciau sudah lolos pedangnya, dengan jurus Hing-hun-toan-hong (awan melintang memotong gunung) pedangnya menebas naik keatas, Lwekang Sat-losam paling lemah diantara tiga bersaudara setelah Khing Ciau meyakinkan Tay-yan-pat-sek, tenaga dalamnya sudah maju berlipat ganda, namun demikian dia masih setingkat lebih rendah dari Sat-Iosam, benturan kedua senjata yang keras meme-kak telinga seketika membuat Sat-losam tergetar mundur tiga tapak, telapak tangan Khing Ciau pecah berdarah.

Hong-Iay-mo-li tahu Khing Ciau bukan tandingan Sat- loaam, segera dia memanggil "Adik Ciau kau mundur saja!" lalu dia menambahkan dengan suara dingin: "Kalian sudah dengar ucapanku bukan? Kalian mengagulkan diri sebagai orang gagah bersaudara Sat, namun melihat sepak terjang kalian tak ubahnya seperti anjing atau biruang? Lekas jemput senjata kalian, aku tidak akan mengambil keuntungan, silakan siaga dan dudukilah posisi kalian masing2 baru aku akan turun tangan."

Kata2 Hong-lay-mo-li tajam sindirannya, keruan ketiga saudara Sat itu naik pitam, Sat-lotoa tiba2 ber-kata: "Apakah kau ini Liok-lim-beng-cu dari lima propinsi daerah utara yang dinama julukan Hong-lay-mo-Ii Liu Jing-yau?"

Sejak kedatangan Hong-lay-mo-li di Kanglam beruntun dia mengalahkan Jau-hay-kian Hoan Thong dan anak buahnya, lalu di Jian-liu-cheng dia unjuk keperwiraannya menghadap keroyokan orang2 gagah di-sana, kedua peristiwa ini sudah menggemparkan Kanglam, maka tidak perlu dibuat heran kalau namanya sudah dikenal oleh semua lapisan kaum persilatan. "Benar, kalian sudah tahu siapa aku, masih perlu aku turun tangan?" ujar Hong-lay-mo-li tawar.

Sat-lotoa jemput gelang bajanya yang terjatuh tadi, lalu katanya kepada Bun Yat-hoan: "Bun-siansing babak kami tadi terhitung seri, kalau kau tidak terima boleh kau cari lain waktu untuk menentukan pertikaian ini. Tapi kalau sekarang juga kau ingin menuntut balas, boleh kau maju bersama sahabat perempuan ini,"

Bun Yat-hoan tertawa lebar, katanya: "Sat-lotoa, kalau kalian bisa menyelamatkan diri dari tangan Liu Lihiap, kapan saja kau undang aku tentu kulayani."

Lega hati Sat-lotoa bahwa Bun Yat-hoan tidak akan ikut turun gelanggang, jengeknya: "Baik, seorang laki2 sejati sekali berkata pasti dapat dipercaya. persoalan kita boleh kelak dilanjutkan Lalu bagaimana dengan sahabat muda ini?" gelang bajanya menuding kepada Khing Ciau.

Khing Ciau segera tampil kedepan sambil tertawa dingin, katanya: "Masakah perlu cerewet lagi, cukup Liu Lihiap saja seorang yang maju."

Hati Sat-lotoa amat berang, namun lahirnya tertawa lebar, katanya: "Hong-lay-mo-li, kau sebagai Liok-lim-beng-cu diutara, kami bersaudara juga bukan kaum keroco di Kanglam, Baiklah kami terima tantanganku, Siapa menang belum diketahui, tak perlu kau begini pongah."

Dalam pada itu Sat-loji dan Sat-losam sudah jemput goloknya yang jatuh tadi, mereka berdiri segitiga, Sat-lotoa ditengah berhadapan dengan Hong-lay-mo-li, sementara Sat- loji dan Sat-losam dikanan kiri, dengan memusatkan daya pikiran dan semangat mereka mengkonsentrasikan diri, menanti serangan Hong-lay-mo-li. Menurut aturan Kangouw, sebagai tuan rumah di Kanglam ini, mereka menunggu tamunya turun tangan lebih dulu.

Hong-lay-mo-li tertawa dingin, kebutnya dia sentak ketengah udara, bentaknya: "Silakan turun tangan!" sentakan kebutannya keatas sengaja gerakan gosong belaka, namun boleh dianggap dia sudah turun tangan lebih dulu, secara langsung dia desak lawan untuk segera turun tangan pula.

Menghadapi musuh tangguh Sat-lotoa tidak berani gegabah, namun kedua adiknya sudah tidak sabar lagi, serempak mereka membentak: "Kau iblis perempuan ini terlalu menghina!" gelang dan golok serempak bergerak menyerang dari kanan kiri.

Kedua orang ini bergerak amat cepat dengan serangan ganas lagi, tak nyana gerakkan Hong-lay-mo-li justru lebih cepat pula, dia bertindak menurut keadaan, bila lawan tak bergerak diapun diam saja, begitu lawan bergerak dia bertindak mendahului.

Baru saja golok pendek Sat-loji dan Sat-losam berkelebat dan menerobos kedepan melalui tengah gelangnya yang berputar kencang itu, kebut Hong-lay-mo-li sudah ter- kembang, bergerak belakangan mencapai sasaran lebih dulu, masing2 mengebut kepergelangan tangan kedua lawannya.

Sat-lotoa mengeluh dalam hati karena kecerobohan kedua saudaranya, lekas sikutnya beker-ja, tenaganya pas2an, dia sodok Loji terhuyung kesamping tanpa luka, Berbareng gelangbajanya terangkat naik, baru saja dia -hendak balas menyerang kepada Hong-lay-mo-li, tahu2 lawan sudah berkelebat selincah kecapung bergeser kesamping Sat-losam, dengan se-: jurus Thian-sip-hian-hun, benang2 kebutnya terpencar, terus mengepruk kebotok kepala Sat-losam.

Dengan Hong-thiam-thau Sat-losam meluputkan diri, se- konyong2 Hong-lay-mo-li rasakan angin kencang menerjang dari belakang, tahu2 gelang baja Sat-lotoa sudah mengepruk tiba, sementara golok pendek Sat-lojipun menusuk dari samping, untung serangan ini datang tepat pada waktunya sebelum serangan Hong-lay-mo-li mengenai sasarannya.

Namun demikian dimana Hong-lay-mo-li memelintir kebutnya, serumpun rambut kepala Sat-losam terbelit dan brodol dari kulit kepalanya sampai kulitnya berdarah dan rambutnya-pun beterbangan.

Sebat sekali Hong-lay-mo-li jejakkan kakinya, badannya melejit tinggi, tusukan golok Sat-loji menyamber dibawah alas sepatunya, Lekas Sat-lotoa susuli dengan serangan Ki-hwe- liau-thian (angkat obor menerangi langit), kembali gelangnya mengetuk keatas.

"Bagus!" kebetulan Hong-lay-mo-li melayang turun, sementara pedangpun sudah terlolos, "Tang" sekali menjungkit dia kepruk gelang Sat-lotoa sampai orangnya tergentak mundur tiga tindak, sigap sekali Hong-lay-mo-li sudah tancapkan kakinya dibumi.

Tapi begitu Hong-lay-mo-li berdiri tegak Sat-si sam- hiongpun sudah membentuk posisi. semula, Men-dapat pelajaran pahit, Sat-loji dan Sat-losam tidak berani gegabah turun tangan lagi, Dengan Sat-lotoa sebagai penyerang utama dari depan, sementara kedua saudaranya kerja sama dari kedua sayap, gelang baja mereka ditarikan laksana roda terbang, seperti gelombang badai terus menerjang kedepan secara bertubi2, sementara golok pendek mereka laksana lidah ular maju mundur, setiap waktu siap mematuk.

Dengan mantap dan tabah Sat-lotoa mainkan gelangnya menyerang dengan tenang dan selalu mendahului bergerak, suatu ketika gelangnya merangsak dari depan, Hong-lay-mo-li tengah berkelebat pedang panjangnya bergerak dengan jurus Kim-ciam-io-kiap.

Ujung pedangnya menyelonong masuk lewat dari samping sambung Sat-Iotoa, meski tidak sampai terluka, namun Sat- Iotoa sudah kaget dan berkeringat dingin. Cepat sekali kebut Hong-lay-mo-li sudah menyampuk balik golok pendek Sat- losam, sementara ujung pedangnya sudah mengincar Ki-bun- hiat dibadan Sat-loji, dalam segebrak sekaligus dia menyerang kepada ketiga lawannya, sehingga lawan didesak dari menyerang berbalik menjaga diri Namun Hong-lay-mo-lipun tak berhasil menggempur pertahanan mereka.

Semakm tempur kedua pihak bergerak semakin cepat dan menyerang lebih sengit, cahaya kuning ke-milau, hawa pedang bikin udara bergolak, laksana bianglala yang selulup timbul menggubat gelombang ombak samudra, sementara kebut Hong-lay-mo-li laksana cakar naga sedang mengganas menindih diatas gelombang dan cahaya kemilau itu.

Makin lama pertempuran memuncak dan cepat sekali sehingga bayangan mereka tak kelihatan dan tidak bisa dibedakan lagi, jantung Khing Ciau ber-debar2, matapun terbelalak melihat pertempuran dahsyat ini. sementara Bun Yat-hoan dapat mengikuti pertempuran ini dengan jelas, dilihatnya Hong-lay-mo-li bergerak mengikuti posisi Kiu-kiong- pat-kwa, dibawah rangsakan musuh yang gencar, orang dapat bergerak maju mundur dengan lincah dan tenang, lambat laun dirinya sudah menempatkan diri didalam posisi yang menguntungkan terang takkan terkalahkan.

Sebetulnya kepandaian Hong-lay-mo-li dengan Thi-pit-su- seng mempunyai kebagusannya sendiri2. Bahwa sekarang Hong-lay-mo-li lebih unggul melawan Sat-si-sam-hiong bukan lantaran kepandaiannya lebih tinggi, soalnya Sat-si-sam-hiong tadi sudah menempur Bun Yat-hoan, sedikit banyak tenaga dan semangat tempur mereka sudah berkurang, Sat-losam malah sudah terluka.

Disamping itu kepandaian silat Hong-lay-mo-li memang amat mendalam dan dilandasi kecerdikan otaknya lagi, kepandaian utama Sat-si-sam-hiong mengutamakan tri- tunggal yang senyawa, sehingga gabungan ilmu mereka cukup tangguh dan lihay, tadi Hong-lay-mo-li sudah menyaksikan, sedikit banyak sudah jelas akan permainan lawan, maka kini diapun sudah mempunyai cara untuk mengatasinya, sehingga didalam permainan jurus dia tidak terkalahkan. Namun demikian karena satu lawan tiga, meski rada unggul, namun sulit dia mengalahkan ketiga lawannya.

Kerja sama ketiga bersaudara memang rapat dan harmonis, meski terdesak dibawah angin, gerak gerik mereka masih mantap dan belum kacau, tiga gelang baja mereka seolah2 bergandeng sekokoh dinding baja, pertahanannyapun kuat dan rapat, disamping ketiga golok mereka selalu mematuk keluar dari bundaran gelangnya.

Lima puluh jurus sudah berlalu, Sat-si-sam-hiong sudah mandi kerigat, rona muka Hong-lay-mo-li sendiri rada pucat dan semu merah, terang bahwa hawa murninya mulai terkuras.

Se-konyong2 Hong-lay-mo-li robah permainan pedangnya, kaki melangkah dengan Kiu-kiong-pat-hwa, pedangnya tusuk sana babat sini, potong kiri membacok kekanan, sedang kebutnya diayun laksana naga mengamuk bekerja sama dengan gerakan pedangnya, Sat-si-sam-hiong dicecarnya dengan sengit.

Kiranya Hong-lay-mo-li sudah berhasil menyelami permainan gabungan gelang dan golok ketiga lawannya, sekarang tibalah saatnya dia melancarkan serangan yang berhasil dia pikirkan untuk memecahkan kerja sama ketiga saudara yang hebat ini. Maka dengan kebutnya dia layani Sat- lotoa, sementara pedangnya dilandasi tujuh bagian kekuatan permainan pedangnya menggempur kepada Sat-losam, tujuannya meruntuhkan dulu posisi lawan yang terlemah.

Apalagi Gin-kangnya jauh lebih tinggi dari ketiga lawannya, dibarengi dengan permainan pedang yang aneh dan hebat lagi, dalam sekejap saja, posisi lawan dia gempur tercerai berai, lama kelamaan ketiga musuhnya harus bekerja sendiri2 untuk bertahan dan menyelamatkan diri, kerja sama sudah tak sehebat tadi.

Disaat pertempuran mencapai puncaknya, "Tang" pergelangan tangan Sat-losam tergores pedang, golok pendek jatuh, lekas gelang baja Sat-lotoa mengepruk datang, Hong- lay-mo-li tudingkan pedangnya menyelisir pinggir gelang terus dipelintir tajam pedangnya menukik kebawah lobang, untung dia cepat berkelit sehingga Hiat-tonya tidak tertusuk.

Dengan menggembor keras Sat-lotoa timpukan goloknya, sigap sekali Hong-lay-mo-li mundur tida langkah, pedangnya meng-garis miring, golok lawan yang meluncur datang di- papasnya kutung menjadi dua. Tapi Sat-si-sam-hiong serempak melompat mundur terus melarikan diri.

Hong-lay-mo-li ingin mendapat keterangan permusuhan mereka dengan Hoa Kok-ham, segera dia membentak "Lari kemana?" dengan mengembangkan Gin-kangnya, segera dia menubruk kearah mereka.

Setelah menang Hong-lay-mo-li terlalu pandang enteng ketiga lawannya, Diluar tahunya bahwa Sat-si-sam hiong masih mempunyai kepandaian tunggal simpanan yang belum lagi mereka keluarkan, cara Hong-lay-mo-li mengejar dan menubruk ini merupakan pantangan juga bagi kaum persilatan yang sekaligus menunjukan titik kelemahan sendiri.

Disaat badannya meluncur ditengah udara itulah, Sat-lotoa mendadak membentak: "Mari kita adu jiwa sama dia!" tiga bersaudara berbareng menimpukkan gelang baja mereka.

Kepandaian tunggal ini dinamakan Sam-hoan-hoat-lun (tiga kali cara memutar roda) tampak tiga gelang baja yang kuning kemilau itu berputar2 laksana roda terbang terus menggelinding memapak tubrukan Hong-lay-mo-li, masing2 terbagi atas tengah dan bawah, yang atas mengepruk kepala, yang dibawah membelenggu kaki sementara yang tengah menerjang ulu hati. seperti biasa mereka bertempur didaratan, masing2 menempatkan pada posisi sendiri dengan formasi segi tiga.

Tapi kalau didaratan Hong-lay-mo-li masih dapat melayani lebih unggul, namun disaat badan terapung ditengah udara, paling sulit untuk berkelit dari serangan, apalagi gelang baja merupakan senjata yang berat bobotnya, jauh lebih sulit diketuk jatuh dari senjata rahasia umumnya.

Hebat memang kepandaian Hong-lay-mo-li, pada detik2 yang menentukan itu sekaligus dia perlihatkan ilmu ginkangnya yang tiada taranya, sekali badannya salto tubuhnya meluncur zigzag, berbareng pedangnya dia tuding kedepan, "Ting" kebetulan gelang baja yang diatas dia sentuh pinggirnya, sehingga gelang membelok naik lebih tinggi, disaat badannya berputar itu, kembali alas sepatunya menutul kebawah, gelang baja yang menerjang kaki disentuhnya menukik turun kebawah, sehingga badan Hong-lay-mo-li yang terapung kedepan itu bisa menyelinap lewat dari celah2 kedua jarak gelang yang diperlebar ini.

Tapi gelang baja yang ditengah masih meluncur datang, baru saja Hong-lay-mo-li gerakan kebutnya, Bun Yat-hoan sudah berseru: "Liu Lihiap, kau sudah menang, musuh tak perlu dikejar, biar kelak aku saja yang membereskan persoalan dengan mereka." baru saja kebut Hong-lay-mo-li terayun, Bun Yat-hoan sudah timpukan sebatang potlot bajanya menimpuk jatuh gelang yang ketinggalan itu.

Waktu menimpukan gelang Sat-si-sam-hiong maklum bahwa kepandaian tunggal mereka ini belum tentu dapat melukai Hong-lay-mo-li, tujuannya untuk merintangi musuh saja, maka setelah gelang ditimpukan, kaki mereka tidak berhenti terus ngacir lebih cepat, maka merekapun segan menanggapi seruan Bun Yat-hoan. Begitu Hong-lay-mo-li tancapkan kakinya ditanah, dilihatnya ketiga gelang itu masih menggelinding dan ber- putar2 ditanah dengan suara gemuruh, dimana gelang2 itu menggelinding ditanah meninggalkan garis lurus sedalam tiga dim.

Akhimya ketiganya membentur batu dan batang pohon baru berhenti bergerak dan roboh, Mau tidak mau Hong-lay- mo-li mencelos juga melihat kekuatan ketiga gelang ini.

Untunglah Bun Yat-hoan tolong menimpuk jatuh gelang ketiga, meski tidak gentar, betapapun Hong-lay-mo-li pasti akan kehabisan tenaga setahun latihannya, namun demikian dia toh merasa lelah dan lemas, seharusnya dia ingin mencari tempat sepi untuk ber-samadi memulihkan tenaga dan semangatnya.

Tapi keadaan tidak memberi kesetnpatan, karena masih ada persoalan yang dia perlu bicarakan dengan Bun Yat-hoan

Tatkala itu Bun Yat-hoan sudah pungut potlotnya menghampiri Hong-lay-mo-li. Dengan tertawa dia berkata: "Bun-siansing, terima kasih akan bantuanmu, meski ketiga musuh tak teringkus, senjata mereka dapat kami lucuti, haha, kalau ketiga gelang ini dijual, terhitung kita mendapat untung."

Agaknya Bun Yat-hoan tidak merasa lucu akan banyolannya, sikapnya dingin dan berkata tawan "Aku-pun harus terima kasih karena kau bantu aku meng-gebah mereka pergi, Satu lawan satu, terhitung seri dan satu sama lain tidak hutang budi."

Melengak Hong-lay-mo-li melihat sikap dingin dan kata2nya yang tidak simpatik ini, namun sebagai ksatria muda yang berjiwa besar, dia tidak ambil dihati ucapan orang, katanya. "Ya, sesama golongan sendiri adalah jamak saling bantu, ingin aku bertanya Kepada Bun siansing, orang2 macam apakah

Sat-si-sam-hiong, dari nada perkataan mereka agaknya hendak mencari perkara kepada pendekar latah Hoa Kok-ham, apakah sebenarnya yang terjadi?"

Sikap Bun Yat-hoan tetap dingin dan acuh tak acuh, ujarnya: "Aku sendiripun sedang mencari tahu persoalan yang kau tanyakan, Liu-bengcu sebagai Liok-lim-bingcu dari utara, kukira tidak perlu kau mencari tahu asal usul kaum persilatan di Kang-lam ini"

Melengak dan semakin bingung Hong-lay-mo-li menghadapi sikap Bun Yat-hoan yang tidak pantas ini, namun Bun Yat- hoan sudah menambahkan lagi: "Sebaliknya aku malah ingin bertanya juga kepada nona Liu, entah nona sudi menjawab dan tidak. menyalahkan kekurangajaranku ini?"

"Jelas aku tidak membedakan daerah, apa yang ingin Bun- siansing tanyakan, kalau aku tahu, pasti kujawab."

"Harap tanya, Jian-liu-cheng Liu-chengcu pernah apa dengan nona Liu?"

"Entah untuk apa Bun-siansing ingin tahu akan hal ini?" tanya Hong-lay-mo-li kurang senang.

"Liu-cengcu sedang mencari kau, katanya kau adalah putrinya?"

"Benar, Liu-chengcu memang ayahku, Apakah Bun- siangsing mendapat pesan dari beliau, maka kau hendak membuktikan bahwa aku benar adalah putri-nya? Tapi boleh silakan sampaikan kepada beliau, sementara ini aku tidak akan pulang ke Jian-liu-cheng."

"Kenapa kau tidak mau pulang?" tanya Bun Yat-hoan sangsi dan semakin curiga.

Memangnya sudah kurang senang, orang bertanya ber- tubi2 lagi, Hong-lay-mo-li merasa sebal dan mengerutkan alis, katanya tawar. "Pulang atau tidak adalah urusanku sendiri, Maaf, aku masih ada urusan, aku mohon diri lebih dulu."

Tak nyana baru saja dia berputar, tiba2 bayangan Bun Yat- hoan berkelebat menghadang didepannya, "Tunggu dulu!" serunya sambil melebarkan kedua tangan.

"Bun-siansing ada petunjuk apa?"

"Tidak berani." ujar Bun Yat-hoan sambil mengacungkan potlotnya, "Aku sih hanya ingin mohon petunjuk Liu-bengcu saja,"

"Apa sih maksudmu?" tanya Hong-lay-mo-li dengan muka berubah.

Bun Yat-hoan ngakak, katanya: "Nona Liu, sebagai Liok- lim-bingcu daerah utara, kau sudah berada di Kanglam, waktu di Jian-liu-cheng tempo hari kau pamer kepandaian mengalahkan banyak orang2 gagah, orang she Bun amat kagum, Beruntung hati ini ada kesempatan, tentunya Liu- bingcu tidak kikir untuk memberi petunjuk beberapa jurus kepadaku?"

"Aku ke Kanglam bukan mengatas namai kedudukanku sebagai Liok-lim-bingcu lima propensi utara, memang aku tidak membawa kartu nama dan menyambangi para Bulim cianpwe disini, sungguh harus disesalkan dan kelak pasti aku susulkan, ilmu tutuk potlot besi Bun-sIansing amat kukagumi aku menyerah kalah saja, Maaf aku sedang ada urusan, tak bisa melayani kau."

Bun Yat-hoan sudah keluarkan kedua potlot besi-,nya, lekas dia mengadang lagi, katanya: "Kau punya urusan apa yang begini kesusu? Apapun persoalannya kau harus memberi petunjuk dulu beberapa jurus! Aku paling benci sikap pura2 dan main sungkan segala, belum lagi jajal kepandaian, siapa kesudian kau terima kalah." Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam mendengar ucapan kasar ini, hampir saja dia maki orang, sebagai ksatria wanita yang angkuh dan tinggihati, sungguh tak tahan dia dilayani secara kasar, katanya: "Bun-siansing begitu getol hendak jajal kepandaianku, baik silakan memberi petunjuk. Kami cukup saling tutul saja, kalah menang anggap sebagai permainan saja."

"Bagus! Begitu gebrak boleh kami lancarkan kepandaian khusus masing2. Liu-bingcu, kau tidak perlu sungkan." dimana ujung potlotnya terangkat, dengan jurus Ci-cit-thian-lam (menuding lurus kelangit selatan), tahu2 kedua potlotnya sudah merangsak bersama, masing2 mengincar Hun-tai, Hian- ki, Khi-hay dan Ham-kok empat Hiat-to besar ditubuh Hong- lay-mo-li.

Hong-lay-mo-li amat kaget, bukan karena ke;incahan dan kelihayan permainan potlot Bun -Yat-hoan, adalah karena Hiat-to yang diincarnya ini adalah Hiat-to mematikan dibadannya! Hong-lay-mo-li mengira orang sesama haluan ingin menjajal kepandaian saja, paling2 hanya ingin lebih unggul belaka, siapa nyana begitu turun tangan orang lantas melancarkan serangan keji dan hendak mengadu jiwa.

Saking kaget timbul juga amarah Hong-lay-mo-li, ditengah samberan bayangan potlot lawan, tiba2 sinar pedangnya bergerak lincah dibarengan langkah kakinya yang gemelai dengan gerakan Hong-piau~loh-hoa (Angin menderu kembang jatuh), sepasang potlot Bun Yat-hoan boleh dikata sudah menembus lewat dari bawah ketiaknya, namun tidak mengenai badannya.

Cepat sekali bagai kecapung menutul air, seperti burung walet memapak gelombang, tahu2 badannya ber-kisar kesampisig Bun Yat-hoan, serempak Hong-lay-mo-li lancarkan serangan balasan, dimana Ceng-kong-kiam terayun ditengah udara, terlihatlah tiga ceplok titik2 kembang sinar pedang, ujung pedangnya bergetar, sepertiikekiri menusuk Pek-hay- hiat, kekanan mengincar Yo-toh-hiat, ditengah menutuk: "Hu- goh-hiat, betapa lincah berkelebat dan terbang pulang pergi, sungguh sulit diikuti perubahannya.

Tapi tiga Hiat-to yang diincarnya ini, dua diantaranya adalah Hiat-to pelemas dan satu lagi untuk membuatnya tidur, tiada satu pun yang bisa mematikan.

"Bagus!" puji Bun Yat-hoan, potlot kiri terangkat, dengan jurus To-bak-kim-ciong (terbalik memukul lonceng emas) terus mengetuk balik, berbareng kakinya bergerak dengan Ih- sing-hoan-wi, ganti dia yang ber-kisar kesamping, "Tang" potlotnya dengan telak menangkis Ceng-kong-kiam lawan, kembang api berper-cik menyilaukan mata, meski Bun Yat- hoan bergerak lincah dan mematahkan serangan Hong-lay- mo-li dengan tepat namun meminjam daya membal dari benturan ini, tajam pedang Hong-lay-mo-li menggaris turun dan "Cret", tak urung lengan baju Bun Yat-hoan tertutuk berlobang.

Menurut aturan Bun Yat-hoan sudah kalah sejurus dan menyudahi pertandingan ini, Baru saja Hong-Iay-mo-lt hendak mundur, tak nyana kedua potlot Bun Yat-hoan tiba2 bergerak pula dengan angin menderu keras, laksana kilat kedua polotnya terkembang kembali menjojoh kepada Hong-lay-mo- li, jurus ini jauh lebih ganas dari yang duluan.

Karena benturan tadi telapak tangan Hong-lay-mo-li masih terasa kemeng, saking dongkolnya kebut segera dia ayun, pikirnya hendak membelit sebatang potlot Bun Yat-hoan, tak nyana tenaga tidak memadai keinginan hatinya, usahanya ternyata gagal, tahu2 sebatang potlot yang lain sudah menutuk tiba, lekas Hong-lay-mo-li gunakan Hong-thiam-thau meluputkan diri, "Tring" tusuk kondai yang berbentuk kupu di- atas sanggul kepalanya ternyata tersentuh jatuh oleh ujung potlot lawan. "Baju bolong tusuk kondai jatuh, masing2 tak dirugikan Sekali lagi, hayo diulangi." teriak Bun Yat-hoan, Kedua potlotnya menyerang lebih gencar mengincar tiga puluh enam Hiat-to Hong-lay-mo-li. Meski marah terpaksa Hong-lay-mo-li melayani lebih hati2 dan menekan sabar.

Puluhan jurus kemudian, semakin tempur Bun Yat-hoan semakin gagah dan sengit, begitu bernafsu sekali serangannya sampai Hong-lay-mo-li kerepotan dan hanya membela diri saja, tanpa sempat balas menyerang, sebetulnya diukur kepandaian silat sejati Hong-lay-mo-li setingkat lebih tinggi dari Bun Yat-hoan, soalnya baru saja dia menempur Sat-si- sam hiong, belum lagi istirahat, sudah tentu kewalahan juga dia menghadapi rangsakan sengit lawannya?

Semula Khing Ciau mengira mereka hanya saling jajal dan mengukur kepandaian saja, namun setelah menonton sekian lamanya, dia merasakan gelagat yang tidak benar, keruan hatinya gugup, teraknya:

"Kalian sama orang sendiri, kenapa begitu getol bergebrak seperti berhadapan dengan musuh? setelah puluhan jurus lamanya kukira cukuplah sampai sekian saja!!

Bun Yat-hoan mendengus hidung, jengeknya: "Siapa bilang aku orang sendiri sama dia? Memangnya kau tidak terima, boleh maju Sekalian?" Bun Yat-hoan tidak tahu asal usul Khing Ciau, ia kira orang sekomplotan dengan Hong-lay-mo-li, berarti sehaluan pula dengan Liu Goan-ka.

Keruan Khing Ciau dongkol dan gegetun pula, katanya setelah melengak: "Bun Tay-hiap, kau, apa2an ucapanmu ini? Masakah kau tidak tahu siapakah Liu Lihiap? Dia adalah Liok- lim-bingcu lima propensi utara, dia..." mendadak dia hentikan penjelasannya karena dia sendiri masih sangsi akan jiwa dan sepak terjang Bun Yat-hoan. "Hm, dia siapa, mungkin aku lebih jelas dari kau, kalau kau ingin membantu hayolah lekas maju! Kalau tidak lekas kau enyah mencawat ekor saja" demikian ejek Bun Yat-hoan.

Sudah tentu Khing Ciau amat kaget, mau tidak mau iapun curiga bahwa secara diam2 bukan mustahil Bun Yat-hoan ini adalah antek kerajaan Kim.

"Baru sekarang akupun tahu bahwa Thi-pit-su-seng yang kenamaan itu adalah Tayhiap macam apa! Sungguh tidak pernah terpikir olehku bahwa jiwamu begini sempit, berpandangan cupat dan kerdil, terhitung hari ini aku betul2 sudah mengenalmu dan dekat! Biarlah hari ini kita mengadu jiwa, adik Ciau, lekas kau berangkat kalau ketemu Hoa Tayhiap, katakan bahwa kawannya ini ternyata memang seorang gagah perwira."

Tergerak hati Bun Yat-hoan, dia bingung akan kata2 Hong- lay-mo-li, cepat sekali otaknya bekerja memikirkan berbagai pertanyaan yang tak terjawabkan, namun sedemikian jauh dia masih belum bisa ambil ketetapan apakah Hong-lay-mo-li musuh atau kawan, kalau musuh hari ini harus ditumpas, karena kelak tentu takkan ada kesempatan sebaik hari ini.

"Tengah pikiran Bun Yat-hoan bekerja, Hong-lay-mo-li sudah merubah permainan pedangnya, dari bertahan kini dia balas menyerang dengan gencar, tipu2-nya keji dan telengas, sisa tenaganya dia pusatkan di-pusarnya, dibuat landasan melontarkan jurus terakhir untuk gugur bersama musuh.

Karena dirangsak Bun Yat-hoan tak sempat peras otak lagi, lekas diapun kembangkan kepandaian kedua potlotnya, sebagai tokoh kosen, melihat cara tempur Hong-lay-mo-li yang mengadu jiwa ini, dia bersikap tenang dan bertahan dengan ketat, umpama hujan deraspun takkan tembus pertahanannya.

Karena memberondong serangan dengan sisa tenaganya, benteng pertahanan musuh tak berhasil dibobolnya, lama kelamaan kekuatan Hong-lay-mo-li terkuras habis dan semakin lemas, sudah tentu keadaannya semakin menguatirkan.

Untunglah disaat Hong-lay-mo-li hendak menggigit lidah, secara paksa menggunakan tenaga terpendam untuk melontarkan serangan terakhir yang menentukan sementara Khing Ciau sudah melolos pedang siap siaga. Sekonyong2 sebuah suara yang nyaring menusuk telinga berteriak dikejauhan.

"Berhenti, berhenti! Bun Tayhiap, kenapa kau bentrok dengan Liu lihiap malah?"

Waktu Hong-lay-mo-li angkat kepala, dilihatnya seorang laki2 yang berperawakan aneh sedang berlari mendatangi Hong-lay-mo-li sudah kenal siapa orang ini, dia bukan laki adalah Pek-siu-lo pembantu Hoa Kok-ham yang dulu pernah disuruh mengantar kado ke pangkalannya.

Bun Yat-hoan tertegun oleh seruan Pek-siu-lo, permainannya rada kendor, namun belum mau berhenti, tanyanya: "Pek-siu-lo, mana majikanmu?"

"Kami dua saudara sedang mengemban tugas dari perintah majikan, kami berpencar sedang mencari kalian, dan seorang Khing-kongcu. Kebetulan kalian berada disini, lekas berhenti, majikan ada omongan yang perlu disampaikan kepada kalian!"

Belum habis kata2nya, tampak dari arah sebelah sana kembali berlari mendatangi seorang yang aneh pula, perawakan dan bentuknya sama dengan Pek-siu-lo, cuma Pek- siu-lo berkulit putih, sebaliknya orang yang belakangan ini hitam legam seperti pantat kuali, selintas pandang lantas Hong-lay-mo-li tahu bahwa orang hitam ini tentu adik Pek-siu- lo yang dinamakan Hek-siu-lo.

Kedua orang aneh ini dulu malang melintang di Kangouw, ilmu silatnya tinggi, peduli kaum hitam atau golongan putih banyak yang pernah dibikin pusing oleh mereka, belakangan entah mengapa, tahu2 sudah ditundukkan oleh Siau-go-kan- kun Hoa Kok-bam, selanjutnya mereka rela menjadi pembantunya yang setia.

Hek-siu-lo berlari datang sambil mengempit satu orang, melihat orang yang dikempit Hok-siu-lo ini Bun Yat-hoan keheranan, karena orang itu bukan lain adalah Sat-lo-sam, Baru sekarang pula Bun Yat-hoan melihat jelas bahwa Pek-siu- lo dan Hek-siu-lo sama2 terluka, terutama luka2 dibawah Pek- siu-lo yang putih itu amat menyolok, karena darah membasahi kulit dan pakaiannya. Tentunya mereka terluka diwakta menempur Sat-si-sam-hiong.

Kebetulan memang kedatangan kedua orang ini, segera Bun Yat-hoan melompat keluar kalangan, namun potlot masih ditenteng dan mengawasi Hong-lay-mo-li dengan siaga, Hong- lay-mo-li tidak hiraukan dia lagi, katanya kepada Hek-pek-siu- lo: "Hm, bagus ya kawan majikanmu ini."

Hek-pek-siu-lo tidak tahu persoalannya maka mereka tak berani banyak bicara, Kebetulan Khing Ciau maju kedepan, tanyanya dengan heran: "Kalian hendak mencari orang she Khing, entah siapa yang dicari?"

Dengan seksama Pek-siu-lo mengamati Khing Ciau, tanyanya: "Siapakah nama besar tuan ini?"

"Siaute kebetulan juga she Khing, bernama tunggal Ciau!" "Wah, kebetulan sekali," seru Pek-siu-lo tepuk tangan, "Jadi

kau inilah Khing Ciau, yah, kaulah orang yang sedang kami

cari."

Bun Yat-hoan amat kaget, setelah melongo sekian lamanya, tiba2 dia membanting kaki, teriaknya: "Jadi kau inilah Khing-gisu yang dikejar2 penjajah Kim itu? Sungguh aku kurang hormat, kurang hormat. Maaf bila aku orang she Bun berbuat dan bicara kurang ajar dan kasar!" Khing Ciau menyahut tawar: "Jiwa besar Bun Tathiap sudah lama kukagumi, hehe, sudah amat kukagumi. Sebagai laki2 bangsa Han yang se-jati, masakah aku sudi ditindas dan hidup dihina oleh kaum penjajah? Begitu ada kesempatan sudah tentu harus mencurahkan segala kemampuan demi tegaknya negara, hal ini adalah kewajiban setiap insan- yang cinta negeri, tidak perlu Bun Tayhiap memujinya."

Pek-siu-lo keheranan, katanya tertawa: "Agaknya kalian bertiga terjadi salah paham? untunglah sesama orang kita sendiri, ada pertikaian apa bisa diselesaikan. Kebetulan majikan mengutus kami untuk mencari kalian, kepada Bun Tayhiap ada diminta pula bantuannya, tak nyana hari ini kalian justru kumpul disini, Dan yang lebih kebetulan lagi urusan yang harus kita selesaikan ada sangkut pautnya dengan Sat- losam yang kami ringkus ini."

"Hoa Tayhiap ada pesan apa minta kukerjakan" tanya Bun Yat-hoan.

"Sebagai tokoh besar di Kanglam dan luas pergaulannya, Bun Tay-hiap hendak diminta bantuannya untuk menemukan kedua orang temannya." Pek-siu-lo menjelaskan.

"Siapa kedua temannya?" tanya Bun Yat-hoan. "Masakah Bun Tayhiap belum paham? Dua teman

dihadapanmu inilah Liu Lihiap dan Khing-kongcu."

Hong-lay-mo-li mendengus dengan kurang senang, "Perlu apa harus minta bantuannya?"

Hati Khing Ciau tergerak, tanyanya: "Pihak penguasa hendak mencelakai jiwaku, apakah Hoa Tayhiap sudah tahu persoalannya, maka dia minta bantuan temannya untuk membantu kesulitanku?"

Kata Pek-siu-lo: "Sat-losam ini adalah salah seorang anak buah kepercayaan Gui-thaysu yang berkuasa sekarang, Entah kenapa kalian dianggap berbuat salah kepadanya, maka Gui- thaysu sedang berdaya upaya untuk membekuk kalian, Untuk jelasnya biarlah Sat-losam saja yang menjelaskan."

Hek-siu-lo segera membuka tutukan Hiat-to Hek-siu-lo, bentaknya: "Gui-Liang-seng pembesar keparat itu mengutus kalian keluar untuk tugas apa? Lekas mengaku?"

Sat-losam tertawa dingin: "Aku hanya kagum kepada orang yang berkepandaian lebih tinggi dari aku, kalau hari ini aku belum terluka, belum tentu kau dapat mengalahkan aku. He, he, kepandaianmu belum tentu lebih unggul dari aku, berani kau pandang aku sebagai tawanan? Kau hendak mengompes keteranganku jangan harap!"

Sat-si sam-hiong terhitung tokoh2 silat kelas satu di Kanglam, setelah menempur Hong-lay-mo-li dan kehilangan senjata, barulah mereka dikalahkan Hek-pek-siu-lo, tapi Hek- pek-siu-lopun sedikit cidra baru berhasil menawan Sat-losam.

Sudah tentu Sat-losam amat penasaran

"Boleh kulepas kau pulang, setelah luka2mu sembuh, kita bertanding lagi." demikian seru Hek-siu-lo marah2 "Tapi persoalan yang harus kuketahui harus sekarang juga kau beritahu, memangnya kau ingin merasakan Hun-kin-joh kut yang lihay itu?"

"Hek-siu-lo," lekas Bun Yat-hoan menyela, "Sat-samko sebetulnya adalah sahabatku, silakan kau mun-dur, biar aku saja yang menyelesaikan." Lalu Bun Yat-hoan tepuk pundak Sat-losam, katanya tertawa: "Hubunganku dengan kalian cukup intim, namun aku belum tahu bila kalian sudah terima menghamba dan menerima perintah Gui Liang-seng, untuk ini aku tidak salahkan kau. Hari ini sepasang potlotku yang belum pernah kalah terhitung seri melawan kalian, sungguh aku harus kagum akan kepandaian golok dan gelang kalian, sekali2 aku tidak pandang kau sebagai tawanan. Kuharap sebagai sesama sahabat kau suka bicara jujur dengan aku supaya persoalan dapat lekas dibikin terang."

Kuatir disiksa dengan Hun-kin-joh-kut, untung Bun Yat- hoan sudi menangani persoalan ini, segera Sat-losam berkata: "Bun-toako, terima kasih kau sudi pandang Sat-losam sebagai teman sendiri, kepandaianmu memang lebih tinggi dan orang yang kukagumi lagi, baiklah akupun tidak perlu menyembunyikan apa2, apa yang perlu Bun-toako ketahui, bila aku tahu akan kujelaskan."

"Bagus, baiknya kita mulai bicara mengenai kejadian hari ini."

"Bukan kami bersaudara punya permusuhan pribadi dengan pendekar Latah, terus terang kami mendapat perintah dari

Gui-thaysu untuk meringkus mereka kekota raja."

Hek-siu-lo tertawa dingin dan mencemooh: "Mengandal kepandaian cakar kucing kalian berani mencari perkara kepada majikan kita?"

Sat-losam tidak marah karena oIok2 ini, katanya menahan sabar: "Hek-siu-lo, memang tidak salah ucapanmu Kau hanya pembantunya kami belum bisa mengalahkan kau, apalagi menghadapi majikan kalian, soalnya kami sendiri belum pernah bertemu dengan Siau-go-kan-kun, disamping makan nasi orang lain, tidak bisa tidak harus menerima perintahnya."

"Sat-losam," sela Hong-lay-mo-li yang ingin cepat2 tahu seluk beluk persoalannya, "Soal kepandaian tidak perlu dibicarakan, katakan dulu kenapa Gui-thaysu ingin menangkap Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham?"

"Malah bukan Siau-go-kan-kun seorang saja yang harus dibekuk!" kata Sat-losam.

"Masih ada aku lagi, benar tidak?" sela Khing Ciau.

"Ya, Gui-thay-su seluruhnya minta meringkus tiga orang, yang ketiga adalah kau Liu Lihiap." "O, tak nyana kedatanganku ke Kanglam ini juga sudah mengejutkan Gui-thaysu, agaknya tidak kecil tugas yang dipasrahkan oleh pembesar dorna itu kepada kalian."

"Kata Gui-thaysu, kalian bertiga datang dari utara, bukan mustahil sebagai mata2 musuh, maka diperintahkan untuk membekuk kalian, Kalau tidak kamipun tidak akan sembarangan menerima perintahnya."

"Justru dia itu yang harus dicurigai sebagai mata2 yang ada intrik dengan musuh," demikian jengek Hong-lay-mo-li.

Keruan Sat-losam terlongong mendengar kata2 Hong-lay- mo-li, maklumlah semula ketiga bersaudara ini adalah rampok besar di kalangan Kangouw, belakangan ini baru diundang oleh Gui-thaysu dengan disogok harta dan pangkat, bukan karena mereka kemaruk kemewahan, soalnya mereka memang sudah bosan dalam kehidupan sebagai rampok, jadi maksudnya hendak cuci tangan merubah haluan hidup menuju ke jalan lurus.

Bun Yat-hoan segera menimbrung: "Apa benar Gui Liang- seng ada intrik dengan musuh, kelak pasti dapat dibikin terang, sementara kita tak perlu urus soal ini. Siau-go-kan-kun pendekar latah Hoa Tayhiap jelas bukan mata2, untuk ini aku berani tanggung, Baiklah, kau lanjutkan keteranganmu."

Berkata Sat-losam lebih lanjut: "Kami bertiga hanya bertugas meringkuk Siau-go-kan-kun. Yang bertugas membekuk Khing-kongcu ada rombongan lain, mereka dibawah pimpinan Ong-tayjin dari pasukan Kim-wi-kun."

Bun Yat-hoan kaget, tanyanya: "Apakah Ong Tin yang dulu membantu Cin Kui mencelakai Gak Hui itu?"

"Nama Ong-tayjin memang adalah Ong Tin, peristiwa kematian Gak Hui dulu baru aku dengar setelah kami berada distana Gui-thaysu, Aku tahu sekarang dia amat dibutuhkan tenaganya oleh kerajaan, mungkin, tidak sampai bersekongkol dengan musuh?" "Tidak sampai? Kau tahu siapa sebenarnya Khing-kongcu ini? Dia adalah buronan penjajah Kim, Ong Tin membantu kerajaan Kim hendak menawan dia, bukankah ini bukti persekongkolannya dengan musuh?"

"Yang bertugas menangkap Khing Ciau kecuali Ong Tin," demikian timbrung Hong-lay-mo-li, "masih ada para anggota bayangkara anak buah Ang-thay-kam."

"Darimana kau bisa tahu?" tanya Sat-losam kaget "Aku sudah membekuk seorang bayangkara dan seorang Kim-wi- kun yang hendak menawan Khing Ciau, Malah Ang-thaykam itu bernyali lebih besar lagi, berani memalsu perintah raja untuk menangkap Khing Ciau." lalu secara singkat dia ceritakan kejadian tempo hari.

"Sat-losam." kata Bun Yat-hoan sungguh2, "persoalan sudah dibikin terang, Ong Tin, Ang-thaykam dan Gui-thaysu adalah sekomplotan, sekongkoI dengan musuh untuk mencelakai rakyat jelata yang cinta nusa dan bangsa!"

Pucat muka Sat-losam, katanya sambil memukul dada sendiri: "Kalau demikian, kami tiga saudara teramat ceroboh, terima diperalat oleh Gui-thaysu, semula kami kira dengan bekerja demi kerajaan kita sudah membina diri kejalan yang benar, Aduh, sungguh celaka, bukankah berarti kami membantu kejahatan pula, memusuhi rakyat patriot lagi, sungguh malu kami berhadapan dengan sesama kawan Kangouw."

"Syukur kalau kau sudah mengerti." ujar Bun Yat-hoan, "kalian tertipu, asal selanjutnya tidak bantu kejahatan, kaum persilatan pasti memaafkan kalian."

"Kalian bersaudara ditugaskan menangkap Hoa Kok-ham, anak buah Ong Tin dan Ang-thaykam diperintahkan menangkap Khing Ciau, lalu siapa yang ditugaskan menangkap aku?" tanya Hong-lay-mo-li. "Untuk ini aku tidak tahu, Cuma Gui Liang-seng ada sepucuk surat pribadi hendak disampaikan kepada Jian-Iiu- cheng Liu-chengcu, kemungkinan ada hubungannya dengan kau." jawab Sat losam.

Sungguh kejut Hong-lay-mo-li bukan main, tanya-nya: "Apa yang tertulis dalam surat itu?"

"Suratnya berada di Toako, kami tak berani membuka mencuri baca."

Pek-siu-lo tiba2 tertawa, selanya: "Surat itu sudah berada ditanganku!" ternyata Pek-siu-lo seorang ahli copet, waktu bergebrak dengan Sat-lo-toa tadi, secara diam2 dia sudah gerayangi kantong orang tanpa disadari oleh pemiliknya namun tadi dia cukup menempuh bahaya, karena tujuannya hendak mencuri surat rahasia ini, maka dia kena sedikit dilukai oleh Sat-lotoa,

Lekas Hong-lay-mo-li terima surat itu terus dibaca, "Muridmu Kiong Ciau-bun kemaren sudah menghadap, semuanya dimengerti dan beres, Goan-ang sehat dan gagah, punya pambek dan ambisi besar, Liang-seng amat kagum dan memujikan panjang umur, Bergerak dalam kalangan persilatan demi usaha besar nan jaya, bolehlah di teruskan dan semoga berhasil Belakangan ini didapat kabar, bahwa brandal perempuan Hong-lay-mo-li dari utara menyelundup ke Kang- lam, gerak geriknya bakal menjadi penghalang dan merugikan gerakan kita bersama, Goan-ang memimpin dunia persilatan, sukalah tambah perhatian dan hati2. Jikalau dapat membekuk dan membunuh iblis perempuan ini, membabat duri dan meratakan jalan, usaha kita kelak akan lebih lancar dan berhasil gemilang, Harap diperhatikan."

Setelah membaca surat ini, bukan kepalang kaget dan gusar Hong-lay-mo-li, ada beberapa persoalan didalam surat ini yang tidak dimengerti olehnya, umpa-manya "usaha besar nan jaya" entah usaha apa yang dimaksud, apa pula yang dilaporkan Kiong Ciau-bun kepada Gui L:ang-seng, juga tidak diketahui Tapi dari nada surat ini, dapat dipastikan bahwa hubungan Gui Liang-seng dengan Liu Goan-ka amat intim, se- olah2 mereka mempunyai kerja sama didalam suatu usaha rahasia masing2 dengan rencana yang sudah matang.

Gemerobyos keringat dingin Hong-lay-mo-li, ia bersyukur dalam hati bahwa dirinya tidak sampai tertipu menulis surat seperti yang diminta oleh Liu Goan-ka untuk diserahkan kepada muridnya Kiong Ciau-bun sebagai surat kuasa untuk mengganti jabatan dirinya dipangkalannya.

Dari samping Bun Yat-hoan ikut membaca surat ini, keruan timbul rasa herannya, katanya: "Bukankah kau putri Liu Goan- ka? Kenapa Gui Liang-seng minta Liu Goan-ka menghadapi kau, sungguh urusan yang tak terduga."

Setelah membaca surat ini Bun Yat-hoan lebih yakin bahwa Hong-lay-mo-li terang tidak sehaluan dengan Liu Goan-ka.

"O, kiranya begitu," teriak Pek-siu-lo tiba2 setelah dia ikut membaca surat ini, "Tak heran majikan merasa kuatir bila Liu Lihiap tinggal di Jian-liu-cheng."

"Apa saja yang dikatakan majikanmu?" tanya Hong-lay-mo-

li.

"Majikan suruh kami mencari Bun-siansing, minta

bantuannya supaya memberi kabar kepadamu, supaya kau lekas2 meninggalkan Jian-liu-cheng, jangan sampai tertipu oleh Liu Goan-ka?"

"Dia kuatir aku tertipu apa?"

"Soal ini majikan tidak memberi penjelasan, namun pesan yang harus disampaikan kepada Bun Tay-hiap ada ditegakkan bahwa apapun yang dikatakan Liu Goan-ka supaya Liu Lihiap jangan mau percaya begitu saja. Duduk persoalan bila sudah bertemu dengan majikan, akan diterangkan secara langsung." "O, jadi majikanmu minta aku menyelesaikan soal ini saja?" tanya Bun Yat-hoan.

"Soal lain, Bun Tayhiap diminta melindungi Khing-kongcu secara diam2." Pek-siu-lo menjelaskan lebih lanjut

Segera Hek-siu-lo menambahkan: "Semula kami menduga, kapan kedua persoalan ini dapat diselesaikan. Tak nyana hari ini baru saja kami berangkat dari Ling-an, tahu2 kalian sudah kumpul disini."

Setelah duduk persoalannya dibikin terang, Sat-losam amat masgul dan malu diri, katanya memukul dada sendiri: "Kami memang patut mampus! Hek-pek-siu-lo aku Sat-losam berwatak polos dan blak2an, terus terang, tadi kami amat membenci kau, kini sebaliknya kami harus berterima kasih akan pertolongan kalian." lalu dia menjura kepada Hek-pek- siu-lo.

Ter-sipu2 Hek-pek-siu-lo balas hormat, kata Hek-siu-lo rada kikuk: "Aku si hitam ini juga berangasan, sikapku tadi terlalu kasar, kau tidak salahkan aku, aku sudah terima kasih, masakah kau, harus berterima kasih kepadaku?"

"Jikalau aku tidak teringkus oleh kau, masakah sekarang bisa bikin terang duduk persoalannya yang benar? Mentang2 kita ditugaskan oleh Gui-Liang-seng, secara sembrono hendak membekuk Siau-go~kan-kun segala, mungkin jiwa kita bisa mampus secara konyol oleh Hoa ayhiap tanpa kita sendiri sadar telah diperalat oleh menteri dorna, Hek-toako, pertikaian kita baiklah dibikin impas sampai disini saja, kelak bila Hek toako ingin memberi pengajaran, setelah luka2 kami sama2 sembuh, biar aku mohon petunjuk beberapa jurus Hun-kin- joh-kut-jiumu."

Hek-siu-lo tertawa gelak2, ujarnya: "Memang, Kim-na-jiu yang kugunakan menghadapi Sat-samko tadi terlalu ganas, namun pukulanmu tadipun tidak enteng, Kita sama2 merasakan kepelan masing2, perlu apa bertanding lagi? Sam- ko, watakmu yang jujur dan polos ini justru mencocoki seleraku, biarlah selanjutnya kita bersahabat."

Hong-lay-mo-li kembalikan ketiga gelang baja itu kepada Sat-losam, katanya: "Sekarang kita sudah terhitung orang sendiri, nah gelang senjata kalianpun ku-kembalikan."

Sungguh malu dan murung Sat-losam waktu menerima gelangnya, katanya: "Terima kasih akan keluhuran budi Liu Lihiap. sekarang juga akan kucari ke-dua saudaraku dan kujelaskan duduk persoalannya. Kami bertiga janji pasti akan membuat perhitungan dengan Gui Liang-seng."

Setelah Sat-losam pergi, Pek-sia-io segera bertanya kepada Bun Yan-hoan: "Bun-Tayhiap, ada salah paham apakah kau dengan Liu Lihiap, kini persoalan bisa dibereskan belum?"

Bun Yat-hoan amat menyesal, tiba2 dia menengadah dan gelak ttawa tiga kali, tiba2 dia angkat kedua tangannya pergi datang menampar pipi dan mulutnya sendiri, lalu dia menjura kepada Hong-laymo-li, Sudah tentu Hong-lay-mo-li kaget dan tak mengerti melihat perbuatan orang, lekas dia miringkan badan menghin dari hormat ini, tanyanya dengan mata terbelalak "Bun-siansing, apa maksudmu ini?"

"Baru sekarang aku mengerti bahwa Liu lihiap adalah ksatria sejati yang berjuang demi kepentingan nusa dan bangsa, kedatanganmu adalah untuk kerja sama melawan serbuan musuh dari luar, betapa hatiku takkan senang, tamparanku tadi sebagai hukuman kesalahanku sendiri yang bersalah terhadapmu tadi."

"Bun Tayhiap, aku sendiri juga ada kesalahan, tadi akupun mengkira kau terlalu sirik, karena aku main trobosan di Kanglam tanpa menyampaikan kartu namaku lebih dulu." salah paham sudah dibikin terang, maka hubungan kedua pihak semakin erat dan akrab,

"Kalian datang dari Liong-an," ujar Bun Yat-hoan kepada Hek pek-siu-lo, "jadi Hoa Tayhiap sudah sampai di Ling-an?" "Ya", sahut Pek-siu-lo, "Sungguh menggelikan Gui Liang- seng mengutus anak buahnya hendak membekuk dia, tak tahunya majikan justru sudah berada di-bawah hidungnya." pergaulan Hoa Kok-ham amat luas, di Ling-an banyak tersebar teman2nya dari segala tingkat, maka persekongkolan Ong Tin dan Gui Liang-seng siang2 sudah diketahuinya.

"Cuaca sudah gelap, mumpung ada kesempatan marilah kita masuk kekota, Bun Tay-hiap, jikalau kau tiada tugas lain, marilah berangkat bersama," demikian ajak Pek-siu-lo.

"Sebetulnya aku tidak punya urusan, tapi sekarang aku jadi dibebani suatu tugas berat, Liu Goan-ka adalah pimpinan Bulim di Kanglam, kini rahasia persekongkolannya dengan komplotan Gui Liang-seng sudah kita ketahui, kemungkinan dia bisa menjadi musuh dalam selimut membantu kerajaan Kim. Maka aku harus segera menyebar kabar kepada seluruh lapisan kaum persilatan supaya mereka tidak tertipu oleh muslihat Liu Goan-ka. Aku sendiripun akan ke Jian-liu-cheng sekali lagi, pura2 tidak tahu seluk beluk mereka untuk menyirapi situasi disana, Terpaksa tolong kalian sampaikan salamku kepada majikanmu, kelak kita masih bisa berjumpa pula." lalu sambil melambaikan tangan dia mohon diri dan berpisah dengan orang banyak.

Baru sekarang Khing Ciau sempat tanya kepada Pek-siu-lo mengenal keadaan Sin Gi-cik. Kata Pek-siu-lo: "Sin-ciangkun masih menunggu panggilan raja di Ling-an, sampai sekarang aku sendiri belum sempat bertemu sama dia, majikan sih sudah bertemu dengan dia." 

"Kukira Hoa Tayhiap berada sama dia." kata Khing Ciau.

Liu Goan-ka sudah disangsikan sebagai ayah kandungnya, lalu siapakah ayoh Hong-Iay-mo-li yang sesungguhnya? Apa sebab pendekar latah bentrok dengan Bu-lim-thian- kiau? Kepada pihak mana Hong-lay-mo-Ii akan membantu?

(Bersambung ke bagian 19)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar