Pendekar Latah Bagian 14

 
Bagian 14

Bayangan hitam ini bukan lain adalah Hong-Iay-mo-li. Banyak persoalan mengganjel hatinya, maka dia segera berkeputusan begitu melihat Bu-lim-thian-kiau tinggal pergi segera diapun menerjang keluar dari Jian-liu-cheng. Tapi dia cerdik, karena ayahnya dan Bun Yat-hoan berada dibalik sana, segera dia ambil jurusan yang berlawanan, dia percaya kalau Bu-lim-thian-kiau sudah berada disini, tidak sulit untuk mencarinya.

Sebagai seorang kawakan Kangouw sekali pandang lantas Liu Goan-ka tahu maksud tujuan putrinya, sudah tentu kejutnya bukan kepalang, Batinnya: "Jing-yau, apakah dia sahabat kental dengan Bu-lim-thian-kiau? Dia lari dari arah yang berlawanan, terang bukan bantu aku menangkap musuh, malah memancing aku untuk mengejarnya!" meski dia dapat menangkap maksud putrinya, terpaksa dia memang harus merubah haluan, dengan kencang segera dia mengejar kearah Hong-lay-mo-Ii, soalnya dia sedang ber-manis2 muka untuk menanam kepercayaan Hong-lay-mo-li, disamping merencanakan suatu muslihat besar yang amat penting artinya, sudah tentu dia tidak rela membiarkan Liu Jing-yau pergi demikian saja? Lebih celaka lagi bila sampai Hong-lay- mo-li berhadapan dengan Bu-Iim-thian-kiau.

Gmkang Liu Goan-ka kira2 setingkat dengan Hong-lay-mo- li, jarak mereka cukup jauh, mana mungkin dia bisa menyandaknya? Tingkat kepandaian Ginkang mereka memang sudah teramat tinggi, dalam sekejap saja, mereka sudah jauh meninggalkan Jian-liu-cheng, beberapa kali Liu Goan-ka gunakan ilmu mengirim suara gelombang panjang, tapi Hong- lay-mo-li anggap tidak mendengar juga tidak menjawab.

Sekian lama mereka kejar2an, jarak keduanya masih tetap bertahan satu li jauhnya Mengandal kepandaian membedakan gerakan angin dan suara, Liu Goan-ka dapat menentukan kearah mana jurusan yang ditempuh Hong-lay-mo-li, namun dia tidak melihat bayangan orang.

Tengah ia mengayun langkah itulah, tiba2 didengarnya suara lambaian pakaian, sesosok bayangan ti-ba2 melesat lewat dari samping Liu Goan-ka tahu2 menghadang didepannya, teriaknya: "Liu-ang, mana boleh kau bertindak demikian? Harap dengar ucapanku!" orang ini adalah Thi-plt- su-seng Bun Yat-hoan. Kepandaian sejatinya belum setaraf Liu Goanka, tapi dalam bidang Ginkang dia setingkat lebih tinggi malah.

Memangnya Liu Goan-ka sedang kuatir takkan berhasil menyandak Hong-lay-mo-li, tiba2 Bun Yar-hoan muncul dan mencegat jalannya, keruan hatinya gugup, mendengar kata2 orang lagi, seketika dia menghentikan langkahnya, katanya uring2an: "Dalam hal apa tindakanku kurang benar? Harap Bun-heng suka memberi petunjuk."

"Perempuan didepan itu bukankah Hong-lay-mo-li?

Kabarnya dia adalah Liok-lim Bengcu lima propinsi daerah utara, apa benar?"

"Benar! Memangnya ada sangkut paut apa dengan engkau?"

"Nah disinilah letak kesalahanmu. Kau tidak kejar musuh malah hendak mempersulit teman sehaluan, bukankah kau memutar balik kepentingan? Meski kedatangannya kurang wajar, tapi kita tidak perlu berpikiran sempit mencurigainya. Di-saat jaman se-genting ini, lebih perlu merangkul teman2 sehaluan dari luar daerah, kau malah lepaskan musuh, bukankah tindakanmu ini tidak bijaksana?"

Liu Goan ka dibikin geli, gemes dan dongkol pula, tapi hatinya cukup lega bahwa Bun Yat-hoan bukan membongkar kedoknya, Ternyata waktu menggondol pulang Hong-lay-mo-li kemaren dia masuk dari pintu belakang, maka semua tamu2nya tiada satupun yang tahu bahwa mereka ayah beranak sudah jumpa kembali

"Apa yang kau tertawakan? Apa kata2ku tak benar ?" "Benar betul sekali! Tapi kau sebaliknya tidak tahu latar

belakangnya, sehingga rencanaku kau gagalkan." "Ada persoalan apa yang terahasia, coba kau jelaskan kepadaku, boleh tidak?"

"Kau harus tahu bahwa dia adalah putriku? Aku hanya ingin mengejar pulang putriku, masakah kau kira aku hendak mempersulit kepadanya?"

"Haya, jadi Hong-lay-mo-li adalah putrimu? sungguh tidak nyana! Kalau dia benar putrimu, kenapa dia melarikan diri dari Jian-liu-cheng? Apa dia masih belum tahu bila kau ini ayahnya?"

Sikap Liu Goan-ka seketika kaku, katanya dingin: "Bun- heng, kau sudah bertanya terlalu banyak, Tunggulah setelah aku berhasil menemukan putriku, kelak kujelaskan." segera dia pasang kuping mendengarkan katanya sambil membanting kaki: "Bun-heng, kau benar2 bikin kapiran urusanku. sekarang dia sudah puluhan li lebih, mungkin takkan bisa terkejar lagi!"

Sikap Bun Yat-hoan jadi kikuk dan risi, mulutnyapun tak bisa menjawab, Kalau langkah Hong-lay-mo-li yang sudah jauh tak terdengar pula, maka derap langkah dari belakang sebaliknya semakin dekat dan terang. Ternyata Liong-in Taysu dan Ong Ih-ting menyusul datang.

Kata Ong Ih-ting: "Sayang Bu-lim-thian-kiau berhasil lolos, Liu-chengcu siapakah yang kau kejar? Apa dia lebih penting dari Bu-lim-thian-kiau?"

Bun Yat-hoan segera menerangkan "Liu-cheng-cu sedang mengejar putrinya, supaya kalian ikut girang, putri Liu- chengcu bukan lain adalah pemimpin Liok-lim daerah utara yaitu Hong-lay-mo-li adanya."

Ong Ih-ting kaget dan heran, katanya ber-ulang2: "Sungguh diluar dugaan, diluar dugaan!"

Sebaliknya Liong-in Taysu tidak menunjukan rasa kaget atau heran, katanya: "Ternyata Liu-chengcu sudah menemukan putrinya yang hilang sejak lama, Liu-chengcu tak perlu kuatir, kita akan bantu kau mencarikan jejaknya."

Sudah tentu timbul rasa curiga Bun Yat-hoan, batinnya: "Hubungan Liong-in Taysu dengan Liu Goan-ka tidak begitu akrab, darimana dia tahu bahwa Liu Goan-ka punya putri yang hilang sejak kecil?"

Berkata Liu Goan-ka tawar: "Tidak perlu bikin capek orang banyak, terima kasih akan kesudian kalian untuk membantu, cukup diselidiki secara diam2 saja."

Bun Yat-hoan tatap Liong-in Taysu, tanyanya: "Mana Lamkiong Thocu, kenapa tidak kelihatan?" Liong-in Taysu tak enak menjelaskan, terpaksa Ong Ih-ting yang mewakilinya: "Dia tinggal pergi karena marah kepadamu!"

"Marah kepadaku? Kapan aku pernah berbuat salah terhadapnya?"

"Katanya kau mau percaya begitu saja dan termakan oleh adu domba Bu-lim-thian-kiau, sehingga dia kecundang oleh gadis itu, saking marah dia lantas tinggal pergi dengan muring2."

Bun Yat-hoan tertawa gelak2, ujarnya: "O, kiranya begitu, Dia kira aku percaya kepada obrolan Bu-lim-thian-kiau, kalau begitu perlu aku menemukan Lam-kong Thocu, langsung minta maaf kepadanya." ternyata Bun Yat-hoan sudah curiga kepada Lam-san-hou, lahirnya dia mengatakan hendak minta maaf kepadanya, maksudnya yang benar adalah hendak mengompes keterangannya, supaya persoalan dapat dibikin terang.

Sudah tentu Liu Goan-ka tahu kemana arah ucapan Bun Yat-hoan, sekilas dia tertegun, lalu katanya: "Bun-heng, itu urusan kecil, kenapa harus bikin kau susah2. Beruntung kau kali ini berada dirumahku, marilah pulang tinggal bebeiapa hari lagi." "Liu-chengcu, kecerobohanku membuat urusan mu gagal, sehingga kalian ayah dan anak kehilangan kesempatan untuk bertemu, sungguh harus disesalkan. Maka akupun punya kewajiban bantu kau menemukan putrimu kembali. Tugas seringan ini aku yakin pasti dapat memenuhi keinginanmu.

Maaf aku mohon diri!" segera ia kembangkan ilmu entengi tubuhnya, lari bagai terbang dan menghilang.

Tiga persoalan penting sedang menggugah pikiran Liu Goan-ka, pertama soal Hong-lay-mo-li yang melarikan diri. Kedua kunjungan Bu-lim-thun-kiau yang mewakili orang minta kembali Pit-kip rahasia itu, justru kedua orang ini adalah orang2 yang paling dia takuti selama ini, ketiga adalah tampilnya Bun Yat-hoan turut campur urusan orang lain, dia kuatir dengan kehadiran si kutu buku ini bakal menimbulkan kesulitan bagi pergerakannya.

Betapapun pintar dan hebat kepandaian Liu Goan-ka, tak mungkin sekaligus bisa menyelesaikan ketiga urusan ini, terpaksa dia kembali dan mengatur tindakan lain yang lebih sempurna, Untuk hal ini baiklah kita tunda sementara.

Kini mari kita ikuti jejak Hong-lay-mo-li, setelah lolos dari kejaran Liu Goan-ka, kira2 dua puluh li kemudian dia putar balik dari arah yang berlawanan untuk mencari Bu-lim-thian- kiau, sepanjang jalan dia gunakan mengirim gelombang suara panjang berkaok-kaok, namun tidak pernah mendapat jawaban Bu-lim-thian-kiau, terpaksa dia terus mengejar kearah kemana tadi Bu-lim-thian-kiau lari.

Sejak berada di Jian-liu-cheng, macam2 peristiwa yang terjadi serba diluar dugaan dan sukar dimengerti, setiap persoalan menyangkut berbagai persoalan yang lain dan mencurigakan pula, Hong-lay-mo-li sendiri jadi bingung dan tak bisa memecahkan dan memperoleh jawabannya.

Begitulah dengan mengembangkan ilmu entengi tubuhnya yang tinggi, Hong-lay-mo-li terus mengejar, tanpa terasa hari sudah menjelang fajar, paling sedikit dia sudah lima puluhan lie meninggalkan Jian-liu-cheng. Akhirnya Hong-lay-mo-li berkeputusan: "Biarlah aku langsung menuju ke Ling-an saja, menemui Sin Gi-cik lebih dulu, kalau dijalan tak bisa menemukan Bu-lim-thian-kiau, dari Sin Gi-cik aku bisa mencari tahu kabarnya Siau-go-kan-kun. Satu diantara mereka asal dapat kutemukan, rahasia riwayat hidupku tentu bisa kuketahui lebih jelas."

Setelah berkeputusan, disaat hari masih remang2, kebetulan didepan sana adalah sebuah kota kecil, dari sebuah pegadaian dalam kota ini dia mencuri dua stel pakaian, soalnya sepanjang jalan ini pakaiannya yang luar biasa banyak menimbulkan perhatian orang banyak, maka dia ingin menyaru jadi laki2.

Kebetulan didalam rumah gadai ini ada kaca, sekalian Hong-lay-mo-li pakai baju laki2 itu, lalu menghias diri didepan kaca jadi pemuda yang ganteng. Dia tertawa geli melihat keadaan dirinya yang lucu, dengan langkah lenggang kangkung dia tinggal pergi.

Hari hampir siang, tak leluasa dia mengembangkan Ginkang dijalan raya, supaya cepat tiba ditujuan, kembali dia mencuri seekor kuda pada sebuah keluarga hartawan, lalu dia meninggalkan kota kecil ini. selanjutnya dia menunggang kuda yang dibedal se-kencang2nya, kira2 tengah hari, kudanya itu sudah kehabisan tenaga dan mengeluarkan buih, memangnya Hong-lay-mo-lipun sudah merasa lapar, baru saja dia hendak mencari warung nasi untuk tangsel perut, tiba2 didengarnya dari arah belakang ada dua ekor kuda dilarikan kencang mendatangi, waktu ia berpaling ternyata penunggangnya adalah dua orang laki2 yang mengenakan seragam militer.

Sebetulnya Hong-lay-mo-li tidak perlu ambil perhatian terhadap kedua orang ini, tapi mendengar percakapan mereka mau tidak mau dia lantas pasang kuping, didengarnya seorang bintara itu sedang berkata: "Bocah she Kheng itu memang bikin repot orang, susah2 kami menempuh jarak sejauh ini, dia malah sudah pergi!".

Kedua tunggangan Bintara itu lebih cepat larinya, sebentar saja sudah lewat dari samping Hong-lay-mo-Ii, didengarnya pula seorang bintara yang lain bergelak tawa, katanya: "lnilah kesempatan terbaik untuk mengeduk untung naik pangkat, kau mengomel apa? Hayo dipercepat nanti didahului orang lain!" sebentar saja mereka sudah pergi jauh dan tak terdengar lagi percakapan mereka.

Mencelos hati Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Bocah she Kheng, apakah yang dimaksud adalah Kheng Ciau? Agaknya mereka sedang memburu dan hendak menangkapnya, kesalahan apa yang dilakukan Kheng Ciau sampai pihak pemerintah hendak menangkapnya?"

Kuda Hong-lay mo-li terang tak bisa rnengungkuli kedua bintara itu, tiba2 timbul akal Hong-lay-mo-li, pedang dilolosnya terus ditusukan kepaha kudanya, karena kesakitan kuda ini membedal lari sipat kuping seperti dikejar setan, jarak antara mereka sebentar saja sudah ditarik pendek, tinggal puluhan tombak saja, tapi setelah rasa sakitnya hilang lari kudanya itu menjadi lambat pula, namun Hong-lay-mo-li sudah siapkan kebutnya, diwaktu jarak sudah dekat kebut dia ayun, dua utas benang kebutnya tanpa bersuara dia sambitkan kedepan.

Kedua benang ini kebetulan menusuk tepat pada sendi tulang pada kaki belakang kedua kuda ini, dengan landasan Lwekang Hong-lay-mo-li, kedua utas benang itu laksana jarum menyusup kedalam daging, seketika kaki belakang kedua kuda menjadi linu dan kesemutan, larinya menjadi ter-pincang2 dan semakin lambat, sebentar saja Hong-lay-mo-li sudah mengejar datang, serunya lantang: "Para Tayjin harap tunggu sebentar!"

Melihat laki2 gagah ganteng menyoreng pedang, agaknya bukan orang biasa, kedua bintara ragu2 dan curiga, tanyanya berbareng: "Tuan siapa? Ada keperluan apa?" "Ah, masakah orang sendiri yang sehaluan tidak kenal? seperti kalian berdua, aku ditugaskan untuk membekuk Kheng Ciau, Bukankah dia berada dalam pangkalan Loh Bun-ing, kenapa kalian menuju kearah sini?"

seorang bintara menjelaskan "Kheng Ciau sudah tak berada dipangkalan Loh Bun-ing, kebetulan kedatanganmu kami boleh kejar bersama." tapi temannya itu jauh lebih teliti, segera menimbrung: "Nanti dulu!"

Hong-lay-mo-li sudah turun dari punggung kudanya serta memberi hormat kepada kedua bintara ini. Bin-tara itu segera bertanya: "Katamu kau ditugaskan menangkap Kheng Ciau, kau mendapat perintah siapa, apa kau punya surat perintah?"

"Memangnya kau sendiri mendapat perintah dari siapa? Keluarkan dulu surat perintahmu, baru akan kuperlihatkan milikku. Soal ini cukup p-enting, bukan aku suka curiga, kalau kalian tak percaya kepadaku, akupun perlu tahu asal usul kalian baru berani percaya."

"Jadi kau memang punya surat perintah itu?"  "Urusan seperti ini, memangnya kau kira aku main2?"

Bintara yang lain menegas: "Apa dalam surat perintahmu itu jelas ada tertulis untuk menangkap Kheng Ciau?"

Hong-lay-mo-li sudah merasa gelagat rada ganjil mendengar pertanyaan ini, tapi karena dia tidak tahu seluk beluknya, segera ia menjawab sejujurnya: "Jelas sekali, kalau tidak masa aku berani mentang2 menangkap orang didalam pasukan Loh Bun-ing?"

Tak nyana mendengar jawabannya ini, kedua bintara itu seketika ter-loroh2 dingin, makinya: "Kau keparat cilik ini berani membual dihadapan kami. Lekas mengaku, apa kau ini komplotan Kheng Ciau?" serempak mereka melolos golok terus menubruk maju. Tujuan Hong-lay-mo-li semula hendak mengorek keterangan2 yang dia perlukan kepada mereka secara halus, karena pancingannya gagal terpaksa dia gunakan kekerasan.

Begitu kedua orang ini bergerak, pedang ditangan kanan, kebut dikiri tahu2 sudah bergerak lebih dulu, dalam satu jurus serempak dia serang kedua Bintara ini.

Bintara disebelah kiri berkepandaian basa saja, mana dia kuasa melawan ilmu kebut Hong-lay-mo-li? Sekali terkebut golok tunggalnya seketika mencelat lepas, Hong-lay-mo-li sekalian menutuk Hiat-tonya,

Bintara yang lain berkepandaian lebih tinggi, permainan goloknya ternyata ajaran murni dari Ban-seng-bun yang lihay, yaitu Loan-hong-to-hoat, tapi dibanding Hong-lay-mo-li sudah tentu masih jauh, namun dalam sekejap saja, bintara ini sudah membacok tujuh kali tujuh empat puluh sembilan bacokan, namun ujung baju Hong-lay-mo-li tak mampu disentuhnya,

"Kena!" tiba2 Hong-lay-mo-li menghardik, dimana pedangnya mengiris, baju bagian depan dada bintara itu terbelah menjadi dua, namun tidak sampai melukai ku-lilnya, bentaknya "Kau tunduk tidak?"

Begitu seragam si bintara terbelah dua, dari dalam kantongnya seketika menggelundung jatuh segulung surat yang masih disegel, keruan bintara itu kaget dan berubah takut, bentaknya: "Berani kau merusak perintah raja?"

Sekali tusuk Hong-lay-mo-li menutuk Hiat-tonya, jengeknya dingm: "Perintah raja apa, aku justru ingin melihatnya."

Waktu Hong-lay-mo-li buka gulungan surat itu, tampak dimana ada tertulis "Rakyat jelata Kheng Ciau, mengajukan petisi untuk membela negara, hati "Tim" amat girang, segera diminta datang kekota raja menghadap. Penting!" Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu bukan surat perintah penangkapan, jadi dirinya yang salah sangka dan salah omong, keruan kedua bintara ini curiga.

Tapi setelah membaca surat raja ini Hong-Iay-mo-li jadi bingung dan heran, karena isi surat dan nada percakapan kedua bintara ini berlawanan, seolah2 kedua orang ini hendak menangkapnya sebagai perampok? Insaf bahwa persoalan berbelit2, tak enak mengompes mereka dipinggir jalan, segera dia jinjing kedua bintara ini masuk kedalam hutan lebat Hong- lay-mo-li memilih sebuah tempat yang berbahaya, orang biasa takkan mampu manjat keatas ngarai ini, lalu dia turunkan kedua bintara ini, bentaknya

"Kalian siapa? Apa pula yang terjadi dengan surat raja ini?

Lekas jelaskan."

Oang yang membawa surat tadi pejamkan mata dengan muka bersungut gusar tak mau bicara, sebaliknya temannya takut mati, katanya gemetar. "Dia pengawal raja didalam keraton, aku cuma anggota Kim-wi-kun, surat raja dia yang bawa, aku tidak tahu persoalannya."

Dengan kebutannya Hong-lay-mo-li tuding jago bayangkari itu, bentaknya: "Surat raja ini tulen atau palsu?"

Sikap bintara ini amat angkuh dan keras kepala, jengeknya: "Memangnya kau setimpal bertanya surat ini tulen atau palsu? Mau bunuh boleh bunuh, tuan pasti tidak mengerut kening."

"Tampangmu ini juga berani gagah2an dihadapan-ku!" dimana kebut Hong-lay-mo-li dikebaskan diatas badannya, seketika jago bayangkan merasakan ribuan jarum sekaligus menusuk kesekujur badannya, tak lama kemudian seperti ada ribuan ular menyusup dan menggigit daging2 badannya, sakit gatal linu dan ce-kot2 lagi, sungguh tak tertahankan lagi.

Meski badan bintara ini dibuat dari besi juga takkan kuat, seketika dia menjerit2 minta ampun: "Baiklah kukatakan kukatakan! Harap Hohan bebaskan siksaanku!" Hong-lay-mo-li mengebut sekali lagi, jengeknya dingin: "Bicara jujur dan terus terang, kalau kudengar ada hal2 yang ganjil, kubikin kau tersiksa tujuh hari tujuh malam baru jiwamu melayang!"

Sesaat kemudian baru napas jago bayangkan ini tentram, tuturnya: "Tulen atau palsu surat raja, ini akupun tidak tahu, Ang-kongkonglah yang memberikan kepadaku."

"Apa pula pesan Ang-kongkong itu kepadamu? Dalam surat raja dikatakan supaya Kheng Ciau menghadap, kenapa kalian justru seperti hendak membekuknya ?"

"Surat raja ini aku tidak berani membukanya baca, tak tahu apa yang dikatakan didalamnya, Tapi begitulah Ang-kongkong memberi pesan kepadaku, suruh aku membawa bocah she Kheng itu kekota raja, langsung diantarkan ke gedung perdana menteri, Dijalan supaya jangan sampai dilihat oleh orang lain, cuma boleh dikatakan bahwa sang raja memanggilnya hendak diberi hadiah!"

"Kenapa harus dibawa kegedung perdana menteri, siapa pula perdana menteri itu?"

"Aku hanya menjalankan tugas sesuai perintah, seluk beluknya tidak tahu, perdana menteri adalah Gui Liang-seng."

Kini giliran Hong-lay-mo-li tanya kepada anggota Kim-wi- kun itu: "Dan kau, kau mendapat perintah siapa pula?"

"Aku mendapat perintah dari atasanku Ong-tayjin. Aku disuruh bantu Thio-taywi, menipu bocah she Kheng itu kekota raja, diserahkan kepada Gui-thaysu. Kalau urusan berhasil kami bakal mendapat persen dan di-naikan pangkat, kalau sebaliknya kepala kita sebagai tebusannya."

"Siapa itu Ong-tayjjn? Kenapa dia berintrik dengan Gui Liang-seng dan Ang-tay-kam untuk menjebak dan mencelakai Kheng Ciau?" "Ong Tayjin adalah Ong Tin yang dulu menjadi pembantu Gak-goanswe (Gak Hui)"

Seketika Hong-lay-mo-li naik pitam, damratnya: "Pembesar bangsat ini semakin naik pangkat, malah berani berbuat jahat hendak mencelakai rakyat yang setia." dimana kebutannya mengepruk, batu besar di-sebelahnya dibikin hancur berkeping2.

Melihat kelihayan Hong-lay-mo-Ii, anggota Kim-wi-kun itu menjadi ketakutan, katanya membela diri: "Kenapa Ong Tin hendak mencelakai Kheng Ciau, aku benar2 tidak tahu. Tapi dia sebagai atasanku, terpaksa aku menerima tugasku saja."

Hong-lay-mo-li bertanya lagi: "Tadi kalian ada bilang kuatir orang lain merebut pahala, jadi kecuali kalian, Gui Liang-seng dan Ong Tin ada persiapan apa pula, siapa2 pula yang diutus untuk membekuk Kheng Ciau?"

Jago bayangkari itu menjawab: "Kecuali kami, masih ada dua belas anggota Kim-wi-kun dan tujuh jago bayangkari, mereka tersebar diberbagai pos penjagaan membantu pejabat setempat memeriksa dan menggeledah setiap orang yang lewat, supaya Kheng Ciau tidak lolos."

Hong-lay-mo-li semakin gusar, damratnya: "Keparat! perintah raja dipalsukan, pasukan pemerintah tidak buat melawan musuh penjajah malah untuk menindas patriot bangsa, hm, hm, keparat benar, sungguh membuat orang gusar dan mangkel!" saking marah telapak tangannya segera terayun pulang pergi, beruntun ia gampar muka kedua tawanannya, Lalu dia tutuk Hiat-to mereka supaya tidak bergerak dan tak bisa bersuara, Hong-lay-mo-li menggunakan Jiong-jiu-hoat, satu hari satu malam kemudian baru tutukan Hiat-to ini bebas sendiri.

Ngarai ini ada puluhan tombak tingginya, meski tutukan Hiat-to mereka sudah terbuka belum tentu bisa turun kebawah, apakah mereka bakal mati kelaparan atau tetap hidup, terserah akan nasib mereka sendiri.

Kuda kedua bintara itu sudah terlatih dimedan perang, saat mana masih mondar mandir dibawah bu-kit, setelah rasa linu disendi tulangnya yang tertusuk benang kebut hilang, merekapun segar bugar lagi seperti sedia kala, Maka kebetulan malah bagi Hong-lay-mo-li untuk mengejar Kheng Ciau yang sudah berangkat lebih dulu ke Ling-an.

Sekarang marilah kita ikuti perjalanan Kheng Ciau yang menuju ke Ling-an. Tujuannya kesana hendak mencari kabar hasil dari persembahan buku warisan ayahnya kepada raja.

Semula buku warisan tulisan ayahnya itu dia berikan kepada Sin Gi-cik, dari Sin Gi-cik melalui Lau Ki si panglima besar kerajaan supaya disampaikan kepada raja. Sambil menunggu kabar baik dia pergi ke pangkalan Loh Bun-ing mempelajari teori peperangan diperairan, setelah tehnik peperangan diperairan sudah dipelajari dengan baik, sementara kabar yang di-tunggu2 tidak kunjung datang, maka Kheng Ciau menyusul Sin Gi-cik hendak minta bantuannya untuk mencari tahu.

Diluar tahunya buku yang diserahkan kepada Lau-ciangkun untuk dipersembahkan kepada raja akhirnya terjatuh ketangan Ang-thaykam, secara diam2 Ang-thaykam membukanya dan dibaca, keruan kagetnya bukan kepalang setelah melihat apa yang tertulis di dalam buku catatan ini, maka segera buku itu dia tahan tanpa dia perlihatkan kepada sang raja.

Ternyata buku catatan warisan ayah Kheng Ciau ini terbagi dua bagian, bagian pertama catatan rahasia mengenai segala seluk beluk situasi negeri Kim, umpamanya tentang kekuatan militer dan keadaan ekonomi dan politiknya dan lain2.

Bagian kedua ada mencatat daftar2 para pembesar Lam- song yang khianat dan ada main intrik dengan pihak Kim, ada pembesar2 korup dan khianat yang sudah mati, tapi ada pula yang masih hidup, umpamanya Gui Liang-seng dan Ong Tin termasuk diantaranya, Ang-thaykam sekomplotan dengan mereka, sudah tentu dia minta supaya mereka berusaha membunuh Kheng Ciau.

Kheng Ciau sendiri tidak tahu akan seluk beluk didalam keraton, siang malam dia menempuh perjalanan, Hari itu dia tiba di Than-bok-sen, diujung mulut gunung terdapat sebuah pos penjagaan.

Di dalam pangkalan Loh Bun Ing, meski Kheng Ciau belum resmi diangkat sebagai pejabat, namun dia sudah mengenakan seragam kemiliteran, malah diapun ada membawa surat jalan yang diberikan oleh Loh Bun-ing, maka sedikitpun dia tidak perlu takuti menghadapi pos penjagaan.

Serdadu yang jaga didepan pos melihat seragam militernya, sikapnya cukup ramah, tanyanya: "Datang dari mana?"

"Dari Jay-ciok-ki."

Serdadu itu seketika unjuk rasa kaget, teriak "Thio-tayjin, lekas kemari." dari dalam segera berlari keluar seorang bintara, serdadu itu segera memberi lapor: "Tayjin ini datang dari Jay-ciok-ki."

Bintara itu segera bertanya: "Apa kau menjadi pembantu dalam pasukan Loh-ciangkun, kenapa menempuh perjalanan seorang diri?"

"Ada urusan dinas perlu kuselesaikan di kota raja, inilah surat jalanku." sahut Kheng Ciau sambil mengeluarkan surat jalannya.

Begitu membaca nama yang tercantum dalam surat jalan itu, seketika bintara itu berseri kegirangan, katanya: "Jadi kau adalah Kheng Ciau? Apa jabatanmu didalam pasukan Loh- ciangkun?" "Ah aku hanya tamu biasa saja yang diterimanya sebagai keluarga mereka, jabatan resmi sih aku tidak punya." Kheng Ciau memberi keterangan terus terang. Legalah hati bintara itu, ternyata dia bukan lain adalah salah satu anak buah Ong Tin yang ditugaskan dipos sini untuk menahan Kheng Ciau dan menangkapnya.

Maka dengan bergelak tawa dia berkata "Sudah lama kudengar nama besarmu, selamat bertemu, selamat bertemu, mari kami berkenalan!"

Kheng Ciau melengak, pikirnya: "Belum lama aku berada di Kanglam, darimana kau kenal nama besar-ku?" dasar jujur dia terima uluran tangan orang serta berjabatan.

Begitu jari mereka saling genggam dengan kencang, seketika Kheng Ciau rasakan telapak tangannya kesakitan dan bal lagi, belum lagi gelak tawa bintara itu sirap, mendadak mulutnya menggeram, sebelah tangannya yang lain tiba2 menjotos sehingga Kheng Ciau dipukulnya melayang satu tombak jauhnya.

Tapi Kheng Ciau tidak sampai terjengkang roboh, sebaliknya biintara itu sendiri yang menjerit dan roboh ter- guling2.

Ternyata jari tengah bintara ini mengenakan cincin beracun, waktu jari2 mereka berjabatan tangan, cincin yang tertekan itu lantas menjulurkan sebatang jarum, sudah tentu Kheng Ciau tidak pernah bersiaga, seketika dia kena diingusi.

Tapi Kheng Ciau punya latihan Tay-yan-pat-sek, Hou-deh- sin-kang latihannya sudah cukup lumayan, begitu terbokong secara reflek lantas timbul perlawanannya, maka bintara itu kena tergertak pergi oleh ritulan tenaga pukulan sendiri.

Sudah tentu kedua pihak sama2 kaget, bintara itu segera merangkak bangun sambil ber-kaok2 memanggil bantuan, Kheng Ciau segera membentak: "Aku melanggar hukum apa? Kau, kau ini pejabat pemerintah, kenapa turun tangan sekeji ini kepadaku? perbuatanmu ini mirip bajingan kangouw yang rendah dan kotor!" belum lagi ia selesai memaki bintara itu sudah meraih sebatang ruyung baja terus menggemplang kepadanya.

Serangan ruyung ini cukup hebat perbawanya, sejurus mengandung tiga gerak perubahan yang terbagi tiga sasaran menyapu datang, Kheng Ciau belum berdiri tegak, kakinya tergeser kesamping meluputkan diri, namun tungkak kakinya keserempet ujung ruyung, saking kesakitan dia berjingkrak sambil berkaok2, seketika gerak geriknya menjadi pincang.

Mendapat angin bintara itu tidak memberi hati, segera dia menerjang maju pula, "Ser!" ruyungnya menyapu pula, kali ini dilandasi seluruh kekuatannya, yang digunakan salah satu tipu dari joanpian lagi yang lihay, angin menderu keras, bayangan ruyungpun ber-gulung2, sehingga badan Kheng Ciau terselubung didalamnya.

Ruyung ini setombak panjangnya, dengan melancarkan permainan ilmu ruyung ini, kemanapun Kheng Ciau menyingkir dia tetap diincar dan pasti kecundang.

Seketika Kheng Ciau naik pitam, disaat jiwa terancam bahaya, tanpa peduli siapa lawannya, segera ia melolos pedang dan mengancam: "Kau mau berhenti tidak?" dimana jurus Pat-hong-hong-ih dikembangkan, seketika cahaya bintik2 laksana kilat melambung memenuhi udara, disusul suara benturan keras yang berdering nyaring tak putus2 memekak telinga, pedang Kheng Ciau beradu puluhan kali dengan ruyung baja bintara itu, ujung ruyung terpapas kutung sebagian, dan di-mana2 cecel oleh ketajaman pedang Kheng Ciau, untung ruyung ini panjang dan berat tujuh puluh dua kati, maka Kheng Ciau hanya mampu mengutungi ujungnya saja, belum mampu menabas kutung tengahnya.

"Sebetulnya siapa kalian, tengah hari bolong berani membegal? Aku tidak punya uang, kalau mau jiwa nah renggutlah jiwaku!" mimpipun Kheng Ciau tidak menyangka bahwa perdana menteri dan komandan Kim-wi-kun yang berkuasa sekarang yang hendak mencelakai jiwanya, dia kira kawanan perampok yang menyaru jadi serdadu.

"Aku tidak perlu uang dan jiwamu, cukup asal kau lempar pedang dan terima diringkus, aku sendiri yang akan mengantar kau kekota raja." kata Bintara itu.

Kheng Ciau melengak, damratnya: "Perlu apa kau antar aku? Kalau bermaksud baik, tidak perlu kau menggunakan akal licik kepadaku?"

"Setiba dikota raja kau akan tahu sendiri. Kalau tidak kutusuk kau sekali, masakah kau mau menuruti perintahku? Biar kuberitahu sejujurnya, itulah tusukan jarum beracun yang amat jahat kadar racunnya, betapapun tinggi Lwekangmu, tanpa obat pemunahnya dari aku, paling Lama satu jam, racun kumat dan amblaslah jiwamu, masih kau bandel?"

Saking murka Kheng Ciau tidak banyak bacot lagi, segera ia labrak bintara ini dengan sengit, tapi bintara ini cukup cerdik, ia kira karena tungkak kaki Kheng Ciau terluka, tentu gerak geriknya kurang leluasa, maka dia tidak layani serangannya, dengan kelincahannya dia terus berkelit sambil menunggu bila racun dalam badan Kheng Cau kumat, tentu orang gampang diringkus.

Pada saat mana, dari dalam benteng penjagaan kembali mendatangi keluar beberapa orang lagi, orang yang terdepan adalah seorang perwira yang bergaman tombak panjang dua tombak, dia ini adalah salah satu jago bayangkari, kepandaiannya lebih tinggi dari bintara itu, melihat Kheng-Ciau hanya pemuda ingusan, segera ia menerjang maju lebih dulu hendak pamer kepandaian sendiri, dengan sejurus Tok-coa- jut-tong tombaknya berputar terus menusuk kedada

Diam2 Kheng Ciau sudah kerahkan tenaga dalamnya keujung pedang, dia tindih batang pedang terus disampuk miring, sekaligus dia punahkan damparan tenaga lawan, bentaknya:

"Lepaskan!" menyusul dengan Sun-cui-tut-jwi (mendorong perahu menurut arus air), Ceng-kong-kiam menggelincir naik melalui batang tombaknya, inilah tipu tepat cara pedang mematahkan serangan tombak yang paling lihay, kalau lawan tidak segera lepaskan tombaknya, maka jari2nya bakal terpapas putus oleh pedang.

Sebagai jago bayangkan kelas satu, sudah tentu perwira ini memiliki kepandaian yang lumayan tinggi, disaat jarinya terancam, tiba2 dia rubah permainan tombaknya menjadi

Hou-bwe-gun-hoat (ilmu pentung ekor harimau) dimana dia gentak buntut tumbaknya, segera ia kembangkan daya melingkar dari tipu2 permainan Hou-bwe-gun-hoat itu, baru saja pedang Kheng Ciau menabas ditengah jalan, pedangnya sudah tersentak pergi, tajam pedangnya segera membabat miring, "Cret", mesti tidak mengenai jari2 si perwira, tapi pakaiannya tertabas berlobang, malah pundaknyapun tergores luka lima dim!

Ter-sipu2 bintara yang bersenjata ruyung itu menubruk maju sambil mengayun ruyungnya, untung Kheng Ciau sempat angkat pedangnya menangkis, tapi dari dua sampingnya dua orang lain tahu2 merangkak tiba, seorang bergaman golok yang lain bergaman tombak pendek, dengan jurus To-coan- sing-heng pedang Kheng Ciau menabas balik, terdengar benturan keras pula, golok dan tombak pendek kedua penyerangnya patah dua, saking keras benturan ini, kedua penyerang itu tertotok roboh terjengkang.

Tapi tapak tangan Kheng Ciau terasa linu kemeng, bukan lantaran Lwekang kedua lawannya terlalu tangguh, adalah karena kadar racun dalam badannya sudah mulai bekerja, meski racun mulai bekerja, tapi otak Kheng Ciau masih sadar, melihat serdadu berbondong keluar mengepung dirmya, sungguh gusar dan penasaran Kheng Ciau dibuatnya, lambat laun mata mulai ber-kunang2, lengan kanannyapun sudah linu pegal tak bisa bergerak lagi, dengan kertak gigi segera ia pindah pedang ketangan kiri, hawa murni terus dikerahkan untuk menahan menjalarnya racun keatas dengan tangan kiri memainkan pedang ia labrak para pengepungnya dengan sengit, betapapun dia harus menerjang keluar untuk mencari tahu kenapa dirinya dijadikan sasaran untuk dibunuh? Apakah memang keinginan pihak pejabat di kota raja?

Tapi lantaran harus kerahkan hawa murni mencegah menjalarnya racun, padang dimainkan dengan tangan kiri lagi, sudah tentu permainannya rada kaku dan lambat, hatinya tidak tega main bunuh kepada serdadu yang tak berdosa ini, terpaksa dia hanya membabat kutung senjata mereka atau berusaha menutuk Hiat-tonya saja.

Tapi karena itu tenaganya semakin terkuras, tak lama kemudian hawa hijau sudah merambat naik, lambat laun lengan kirinyapun terasa linu dan gerak geriknya semakin lamban pula.

Melihat keadaan orang yang sudah mulai payah, kedua perwira itu segera membentak: "Anak keparat, kau sudah bosan hidup ya? Lekas lempar pedang dan menyerah." kesadaran Kheng Ciau semakin remang2, hanya satu yang terkandung dalam pikirannya, harus menerjang keluar.

Tapi permainan pedangnya dengan tangan kiri sudah kacau balau, kakinya sudah limbung, sedapat mungkin dia hanya bisa membela diri mengandal kepandaian mendengar angin membedakan senjata, tapi toh hanya sebentar saja, tiba2 terasa lututnya sakit bukan main, tanpa kuasa seketika dia terjerembab roboh.

Kiranya bintara bergaman ruyung ilu memutar kebelakangnya lalu membokong dari belakang, seketika tulang lutut Kheng Ciau disabetnya retak. Kedua musuhnya seketika bergelak tawa kegirangan, tanpa berjanji mereka segera menubruk maju hendak meringkusnya. Kheng Ciau sudah rebah pasrah nasib saja, sekonyong2 gelak tawa kedua pevwira itu menjadi lolong kesakitan yang seram, disusul badan mereka tersungkur saling tindih disampingnya.

Keruan Kheng Ciau keheranan, sekuat tenaga dia merangkak bangun, didalam keremangan pandangan-nya, tampak sesosok bayangan putih sedang berkelebat kian kemari menghajar para serdadu yang mengepung-nya, maka terdengar pula jerit tangis para serdadu yang terlambat lari.

Tapi Kheng Ciau sudah tidak kuasa bersuara untuk mencegah sepak terjang bayangan putih itu, sebelum tenaga habis lekas dia kerahkan hawa murni untuk melindungi jantung, sehingga dia tidak seketika terjungkal roboh dan pingsan.

Disaat Kheng Ciau gentayangan hampir roboh, bayangan putih itu tiba2 berkelebat dihadapannya, sekali raih orang memapah lengannya, dikeremangan pandangannya lapat2 Kheng Ciau melihat bayangan seorang perempuan, seketika bergetar jantungnya, "Hah, kiranya kau!" kata2 ini sekuatnya masih kuasa dia keluarkan, tapi suaranya lemah seperti suara nyamuk perempuan itu tertawa cekikikan, katanya:

"Kau masih kenal aku? Terhitung kau masih punya hati." badan Kheng Ciau segera dipanggulnya terus dibawa lari bagai terbang, Kheng Ciau menghela napas lega, lama kelamaan pikirannya semakin lelap terus jatuh pingsan.

Waktu Hong-lay-mo-li keprak kudanya menyusul tiba dipenjagaan pos di depan gunung Thian-bok-san ini, pertempuran baru saja berakhir, dilihatnya mayat bergelimpangan, keruan Hong-lay-mo-li kaget dan curiga, Dia yakin Kheng Ciau pernah sampai disini dan bertempur melawan kawanan serdadu ini, tapi mayat2 yang menjadi korban ini jelas pasti bukan perbuatan Kheng Ciau. Waktu ia periksa benteng penjagaan tak kelihatan bayangan seorang menu-siapun, keruan kejutnya semakin jadi korban2 itu sama meninggal karena tenggorokannya tertusuk atau ulu hatinya berlobang, jelas mereka tertusuk pedang sampai ajal.

Disaat Hong-lay-mo-li kebingungan tiba2 didengarnya derap kuda yang dilarikan kencang kearah sini, tak Iama kemudian dilihatnya seekor kuda sedang di-bedal mendatangi dari arah lamping gunung sana.

Bahwa kuda itu tidak berlari lewat jalan raya, agaknya sengaja hendak memutar dari benteng penjagaan disini, tergerak hati Hong-lay-mo-li segera dia awasi dengan seksama, segera ia kenal penunggangnya, dia bukan lain adalah orang Nuchen yang dia ketemukan ditengah jalan dan belakangan berada di Jian-liu-cheng bersama gadis bernama Ah-sia itu.

Agaknya laki2 itu juga tidak menduga ditempat ini bakal kepergok dengan Hong-lay-mo-Ii, pula dilihatnya kawanan scrdadu bergelimpangan, sekilas da melengak terus menjerit kaget dan putar haluan, kuda terus dibedalnya lagi lebih kencang.

Hong-lay-mo-li berseru: "Tunggu dulu, aku ada omongan!" karena pernah kecundang oleh Hong-lay-mo-!i, sudah tentu laki2 itu tidak mau dengar seruannya sekejap saja dia sudah berputar dari jalan pegunungan melewati benteng penjagaan ini terus menyusup kehutan,

Terpaksa Hong-lay-mo-li cemplak kudanya terus mengejar, bukan karena rasa permusuhannya, adalah dia hendak bertanya dimana sekarang Bu-Iim-thian-kiau berada, Tunggangan Hong-lay-mo-li adalah kuda pilihan dari istana, larinya pesat luar biasa, tunggangan laki2 asing itu kuda pilihan juga, dia lari dalam jarak yang cukup jauh lagi didalam hutan, maka jarak mereka semakin jauh. Untung Hong-lay- mo-li masih bisa membuntutinya terus melalui jejak2 kaki kuda orang.

Setelah melewati sebuah puncak gunung, dari sebelah depan tiba2 terdengar suara benturan senjata keras, waktu Hong-lay-mo-li pasangmata, dilihatnya dibawah lembah sana, dua cahaya putih membungkus dua bayangan orang sedang pertempur sengit, jaraknya terlalu jauh, siapa mereka, tidak terlihat jelas.

Sementara itu laki2 itu sudah tiba dilamping bukit, dari kejauhan dia sudah berteriak: "Adik Sia, jangan gugup, aku tiba!"

Berdegup jantung Hong-lay-mo-li, lekas iapun ke-prak kudanya kebawah, kira2 tiba dilamping bukit, waktu ia menegasi, yang sedang bertempur adalah laki dan perempuan yang perempuan memang bukan lain gadis yang dinamakan Ah-sia itu.

Tapi Hong-lay-mo-li tersirap darahnya, bukan gadis Ah-sia saja yang membuatnya kaget, adalah laki2 lawannya itu sungguh diluar dugaannya, karena setelah dia melihat jelas, dia bukan lain adalah suhengnya Kongsun Ki.

Gadis yang dinamakan Ah-sia itu tetap menggunakan golok sabit, membacok membelah diselingi tusukan Hiat-to, permainannya lincah dan aneh, tapi tetap dia bukan tandingan Kongsun Ki, tampak sinar pedang Kongsun Ki sudah membendung gerak gerik-nya, lambat laun gadis itu hanya mampu menjaga diri tak mampu melawan.

Cepat sekali laki2 asing itu sudah tiba didasar lembah, segera ia lolos senjata terus menerjang maju.

Kongsun Ki gelak2, katanya: "Ceng-sia, aku ini kan Cihumu, maksudku baik terhadap kau, kenapa kau tidak mau dengar nasehatku?" Mendengar nama gadis itu bernama Ceng-sia, berpikir Hong-lay-mo-li: "Ternyata benar dia adik Giok-bin-yau-hou, Suheng bilang sebagai Cihunya, jadi setelah membunuh istri, mereka benar2 sudah jadi suami istri."

Lian Ceng-sia amat gusar dan memaki: "Bangsat bajul, manusia rendah yang tidak tahu malu, kalau tidak kubunuh kau, sukar terlampias penasaran hatiku."

"Aku sebaliknya tak ingin melukai kau," Kongsun Ki tetap cengar cengir, "Kenapa kau marah2, ingin membunuhku lagi, memangnya aku tidak setimpal jadi Cihumu? Hahaha, iparku, bersikaplah sedikit baik kepadaku, memangnya kau mampu membunuh aku?"

Karena olok2 ini Lian Ceng-sia semakin murka, permainan goloknya menjadi kacau, Kongsun Ki melihat titik kelemahan ini, tiba2 jarinya mencengkram.

Kebetulan laki2 itu memburu tiba, bentaknya gusar: "Tutup mulutmu yang kotor ini, lihat golok!" goloknya segera memotong, sebat sekali Kongsun Ki tarik tangannya, matanya melirik hina, katanya tertawa menyengir: "O, jadi kau ini kiranya tunangan adik Sia? Kau bakal jadi iparku juga, kenapa baru bertemu lantas begini garang?"

Seketika merah jengah muka Lian Ceng-sia dengan laki2 itu, sepasang golok mereka segera menari bersama, dengan gabungan mereka berdua, jurus ilmu goloknya lebih mantap dan ganas, mereka merangsak dengan gencar, ingin rasanya menggorok leher Kongsun Ki.

"Adik Sia, kupandang muka cicimu, aku tidak ingin melukai kau. Walau orang ini calon suamimu, tapi dia masih terhitung orang luar, apa boleh buat, maaf ya, ingin aku menjajal ilmu baruku yang berhasil kulatih kepada dia ini!" belum habis berkata, tiba2 sebelah tangannya menepuk kedepan, golok laki2 itu sedang tergubat oleh pedang lemas Kongsun Ki, dalam waktu dekat tak kuasa menariknya lepas, terpaksa dia memapak dengan pukulan tangan "Blang" Laki2 itu tergeliat lalu sempoyongan tiga langkah, keringat seketika membanjir membasahi badannya rona mukanyapun berubah,

Lian Ceng-sia kaget, serunya: "lh-ko, bagaimana kau?" "Tidak apa2." sahut 1aki2 itu, dengan mengerak gigi, golok

diayun kembali ia menerjang maju pula.

"Tidak apa?" cemooh Kongsun Ki, "jiwa kecilmu ini bakal amblas, adik Sia, carilah laki2 yang lain saja. Orang ini anak dogol, tidak setimpal jadi pasanganmu, masih banyak laki2 yang unggul dari dia, aku boleh bantu kau memilihnya!"

Gusar dan kaget pula Lian Ceng-sia dibuatnya, golok diputar laksana angin lesus, tanpa hiraukan keselamatan sendiri dia cecar Kongsun Ki dengan sengit, Kongsun Ki kembangkan ilmu pedangnya untuk menjaga diri dengan rapat, dengan mudah dia punahkan setiap serangan golok lawan, sebelah tangannya malah ikut main dan selulup timbul ditengah berputarnya sinar pedang, selalu mencari kesempatan untuk menambahkan sekali pukulan kepada si laki2 itu.

Disaat2 genting inilah Hong-lay-mo-li sudah memburu datang, Dari kejauhan Kongsun Ki sudah melihat kedatangannya, keruan hatinya mencelos, tapi cepat dia berteriak: "Sumoay, kebetulan kau datangi Laki2 ini adalah Perwira negeri Kim, lekas kau meringkusnya !"

Kalau Kongsun Ki kaget, Lian Ceng-sia dan laki2 itupun tak kurang kagetnya, satu musuh tangguh saja mereka sudah kewalahan, apa lagi kalau kedatangan Sumoaynya, bagaimana mereka bisa selamat?"

Tak kira begitu lompat turun dari punggung ku-danya, Hong-lay-mo-li lantas tertawa dingin: "Siapa sudi jadi Sumoaymu, mulutmu manis hatimu jahat, kau masih ingin menipu aku? Memang aku kemari hendak membekuk orang, tapi yang akan kubekuk adalah kau!" Dengan permainan kombinasi kebut ditangan kiri dan pedang ditangan kanan, Hong-lay-mo-li membendung jalan mundur Kongsun Ki, dengan jurus Sing-hay-hu-cai pedangnya memetakan tiga kuntum kembang, dalam sekali samberan pedangnya itu, Hian-ki-hiat, Ih-gi-hiat dan Hoan-tiau-hiat masing2 didada, ketiak dan lutut Kongsun Ki terancam oleh ujung pedangnya.

Ketiga Hiat-to ini sejajar dalam satu garis melintang, sekali gebrak tiga sasaran diincarnya dengan gerakan yang gemelai dan cepat sekali, sudah dua kali Hong lay-mo-li pernah melabrak Suhengnya, sampai dimana taraf kepandaiannya dia cukup tahu, dia kira dengan mengembangkan ilmu pedangnya ini, paling tidak salah satu Hiat-toyang diincar pasti kena dia tutuk.

Tak tahunya kepandaian silat Kongsun Ki sekarang sudah tak boleh dibanding ternpo hari, disaat2 dirinya terancam itulah, tampak orangpun kembang-kan pedang dan tapak tangan, ,"Wut" tapak tangannya memukul sehingga kebut lawan ditolak pergi, disusul terdengarlah suara berdering nyaring, dengan jurus Tay-mo-hou-yan gaya pedangnyapun miring, dalam sekejap saling bentur tujuh kali dengan pedang Hong-lay-mo-li, sehingga jurus Sing-hay-hu-cai Hong-lay-mo-li kena dipatahkan pula.

Hong-lay-mo-li terkejut, batinnya: "Tak nyana dalam beberapa bulan ini, kepandaiannya maju begini pesat!"

Sebaliknya Kongsun Ki juga kaget, pikirnya: "Tay-yan-pat- sek dan dua ilmu berbisa dari keluarga Siang sudah kuyakinkan, ternyata masih belum mampu mengalahkan Sumoay."

Keruan Lian Ceng-sia kegirangan, tak pernah dia kira bahwa Hong-lay-mo-li membantunya malah, baru saja dia hendak nrerangsak maju pula, tiba2 dilihatnya laki2 temannya itu sempoyongan kebelakang dengan muka pucat pias.

Terpaksa Lian Ceng-sia memburu maju memapah dan melindunginya.

Tahu dirinya tidak akan lebih unggul melawan Sumoaynya, apa lagi bila Lian Ceng-sia maju mengeru-but, sudah tentu dia tak berani tinggal lama2, segera berteriak: "Sumoay, memangnya kau sudah lupa akan hubungan seperguruan?" mendadak Sret, sret, dua kali pedangnya menyerang gencar, sinar pedangnya beterbangan seperti kekanan bagai kekiri, ujung pedangnya tahu2 sudah mengincar ulu hati Sumoaynya, karena desakan serangan gencar ini, terpaksa Hong-lay-mo-li tarik kebutnya untuk menjaga diri, serangan Kongsun Ki hanya gertakan saja untuk mendesak lawan membela diri, tapi begitu Hong-lay-mo-li berhasil patahkan serangan ini, baru saja dia hendak balas mencecar Kongsun Ki sudah lolos dari kepungan kebutnya terus angkat langkah seribu.

Tiba2 tergerak hati Hong-lay-mo-li, terbayang olehnya permainan ilmu pedang Kongsun Ki barusan, yang diincar khusus adalah ulu hati dan tenggorokan, kematian para Berdadu dibenteng itu terang karena serangan ilmu pedang seperti ini.. Hong-lay-mo-li jadi ragu2, ingin mengejar, tapi dia segan meninggalkan Lian Ceng-sia dan laki2 yang terluka ini, apa lagi banyak persoalan yang dia ingin tanya kepada mereka.

Diwaktu dia kebingungan inilah, Kongsun Ki sudah lari jauh dan menghilang.

Waktu Hong-lay-mo-li putar balik dilihatnya Lian Ceng-sia sedang memeluk laki2 itu, dengan mimik bingung dan gugup berteriak2 tanyai. "lh-ko, kenapa kau? Aih, telapak tanganmu, kenapa telapak tanganmu berubah demikian?" betapa gelisah hatinya dapatlah didengar dari seruannya yang penuh kasih sayang dan prihatin ini. Sekilas Hong-lay-mo-li tertegun, segera dia sadar dan mengerti, "Kukira dia adalah teman intim Hoa Kok-ham, tak kira, dengan laki2 ini dia adalah sepasang kekasih."

Melihat Kongsun Ki berhasil digebah lari dan Hong-lay-mo-li menghampiri dirinya, gadis itu jadi malu2, lekas ia turunkan teman laki2nya itu, hanya memayangnya dengan sebelah tangan, tangan yang lain terangkap didepan dada lalu memberi hormat dengan sedikit membungkuk badan, katanya: "Terima kasih akan pertolongan cici, harap tanya siapakah nama besar cici?"

Waktu di Jian-liu-cheng mereka pernah bertempur namun malam gelap sehingga satu sama lain tidak begitu jelas akan raut muka masing2, kini Hong-lay-mo-li menyaru laki2, dia merasa seperti pernah kenal, Tadi mendengar Kongsun Ki memanggilnya sebagai Sumoay, maka dia tahu bahwa orang dihadapannya ini adalah perempuan.

Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Waktu di Jian-liu-cheng malam itu cici sudah pernah berkenalan dengan kepandaianmu Aku she Liu bernama ..."

Laki2 itu menjerit kaget, serunya: "Jadi kaukah Liu Lihiap Liu Jing-yau? Tam-kongcu ada bilang kepadaku, tempo hari aku sudah sangsi, sayang..."

"Tempo hari akulah yang harus disalahkan." ujar Hong-lay- mo-li rikuh, "Tam-kong-cu yang kau maksudkan apakah Bu- lim-thian-kian?"

"Ya. Aku menyebrang bersama dia. Aku bukan orang Han, tak heran bila Liu Lihiap curiga kepadaku." karena terlalu banyak bicara, jantungnya jadi berdetak cepat dan batuk2 keras.

"Jangan kau terlalu banyak bicara, coba biar kuperiksa luka2mu." seketika hatinya kaget dibuatnya, tampak telapak tangan laki2 ini sudah tidak menyerupai tangan orang, se- olah2 terbungkus oleh malam yang kering. Baru sekarang Hong-lay-mo-li insaf bahwa Kongsun Ki ternyata sudah berhasil melatih salah satu dari dua ilmu berbisa dari keluarga Siang yaitu Hoa-hiat-to.

Periu diketahui dua ilmu beracun dari keluarga Siang itu adalah Hu-kut-ciang dan Hoa-hiat-to, menurut tradisi keluarga ilmu ini tidak boleh diajarkan kepada orang luar, tujuan Kongsun Ki mengawini Siang Pek-hong adalah untuk mencuri belajar kedua ilmu berbisa ini.

Sejak Giok-bin-yau-hou membunuh Siang Pek-hong, maka buku pelajaran kedua ilmu ini lantas menjadi milik Kongsun Ki. Tapi untuk meyakinkan kedua ilmu beracun ini bahayanya besar sekali, ayah Siang Pek-hong yaitu Siang Kian-thian menemui ajalnya karena gagal meyakinkan Hoat-hiat-to tingkat terakhir, semakin tinggi kepandaiannya, bahayanya semakin besar, dengan landasan Lwekang dari aliran murninya, cepat sekali Kongsun Ki mendapat kemajuan dalam latihan ilmu beracun ini, tapi pada tingkat kelima, lapat2 diapun sudah merasakan gejala2 yang membahayakan badan sendiri, maka dia tidak berani berlatih lebih lanjut.

Hoat-hiat-to hanya nama dari ajaran Lwekangnya saja yang beracun, hakekatnya bukan golok beracun tapi adalah telapak tangan berbisa, karena jika latihan sudah berhasil pada tingkat tertentu, dengan tabasan telapak tangan sudah cukup ampuh laksana bacokan golok, tempat yang kena bacokan, darahnya seketika kering dan layu karena keracunan, maka itu dinamakan Hoat-hiat-to.

Siapakah sebenarnya Giok-bin-yau-hou, apa pula hubungannya dengan Lian Ceng-sia dan bagaimana asal usul mereka?

Siapa yang menolong Kheng Ciau? San San atau Siang Ceng-hong?! Perbuatan jahat apa pula yang dilakukan Kong-sun Ki setelah berhasil meyakinkan ilmu beracun?

(Bersambung ke bagian 15)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar