Pendekar Latah Bagian 13

 
Bagian 13

Hong lay-mo-li ingin tahu kelanjutan peristiwa itu, segera ia menyeka air mata, mendengar penuturan ayahnya,

Liu Goan-ka mengeringkan air mata, tuturnya lebih lanjut: "Seumpama orang jatuh ketiban tangga lagi, malam itu setelah ibumu meninggal, musuh yang mengejar dengan menunggang kuda menyusul tiba pula, kali ini yang datang empat jago kosen dari negeri Kim, lihay luar biasa, dengan sebelah tangan membopong kau, sebelah tangan yang lain aku lawan keroyokan mereka, setelah pertempuran seru berlangsung, dua diantara keempat jago negeri Kim itu dapat kubunuh, dua yang lain terluka parah, badankupun terluka tujuh tempat, boleh dikata seluruh badanku sudah berlepotan darah, untung kau sendiri sedikitpun tidak sampai cidra, musuh2 tangguh akhirnya berhasil kupukul mundur.

"Tapi luka2ku sendiri teramat parah, takkan mampu melindungi kau lagi, jikalau musuh mengejar datang lagi, kami ayah beranak bakal gugur bersama, setelah kupikir pulang pergi, terpaksa kutempuh cara pasrah nasib kepada takdir, malam itu gelap gulita, secara diam2 kutinggalkan kau dipinggir jalan, semoga besok pagi ada orang lewat dan menemukan kau, kemungkinan kalau orang itu seorang baik bisa memelihara dan mengasuh kau. Kebetulan tak jauh dari tempat itu ada sebuah kel-enteng bobrok yang tak ter-urus, dari sana kutemukan alat tulis kucantumkan nama dan tanggal lahirmu, serta sepatah dua patah permohonan supaya orang yang menemukan kau suka memeliharamu, setelah itu kutanggalkan jubanku untuk membungkus badanmu dipinggir jalan, Waktu itu kau tidur dengan nyenyak, sudah tentu tidak kau sadari bahwa ayahmu yang kejam ini tega meninggalmu demikian saja, Yau-ji, kau tidak salahkan perbuatan ayah yang tercela itu bukan?"

Tak tertahan Hong-lay-mo-li menangis sedih pula, katanya: "Ayah, demi melindungi aku, begitu besar pula kasih sayangmu kepadaku, memang cara yang kau tempuh cukup berbahaya, tapi demi kehidupan jiwa kami berdua terpaksa kau menggunakan cara ini, kenyataan sampai sekarang aku masih hidup, belum lagi aku nyatakan terima kasihku kepadamu, mana aku berani salahkan kau orang tua?"

Liu Goan-ka menghela napas, ujarnya: "Waktu itu akupun berpikir demikian, namun demikian, waktu aku meninggalkan kau, betapa pilu hatiku serasa ditusuk sembilu." kali ini dia sudah bersedih, sampai disini ia benar2 mencucurkan air mata dan sesenggukan sampai tak bisa bicara.

Kembali mereka bertangisan sekian lamanya, kini Hong-lay- mo-li malah yang keluarkan sapu tangan menyeka air mata Liu Goan-ka, tanyanya: "Belakangan bagaimana? Cara bagaimana akhirnya kau bisa lolos sampai di Kanglam?"

"Setelah kutaruh kau dipinggir jalan, beberapa langkah kemudian aku berpaling lagi dan mendekati-mu, dari jubah yang berlepotan darah itu aku menyobek secuil pikirku sebagai tanda pertemuan kelak, setelah itu baru aku bergegas meninggalkan kau. Sebagai buronan pemerintah Kim tak bisa aku membubuhi tanda tangan diatas kertas itu, seumpama kelak ayah dan anak jumpa ditengah jalanpun takkan saling kenal, maka harapan satu2nya tergantung kepada cuilan kain berdarah itulah. Ai, dua puluh tahun sudah berselang, setiap detik setiap saat aku selalu mengenangmu, tidak tahu kau terjatuh ketangan siapa? Entah selama hidup ini apa masih sempat bertemu dan kumpul bersama, sudah tentu harapan ini terlalu kecil, mungkin Thian maha pengasih dan kasihan kepada kami, tanpa sengaja hari ini beliau mengantar kau kembali keharibaan orang tuanya."

"Berkat perlindungan dan pengasih Thian sehingga aku masih hidup sampai sekarang, orang yang menemukan aku dan mendidik serta mengasuhku itupun kasih sayang dan pandang aku sebagai anak kandungnya sendiri, kalau dikatakan memang amat kebetulan, seperti ayah orang itupun seorang kosen dari Bulim, dia membimbingku sebagai murid, anggap aku sebagai putrinya pula."

"Siapakah orang ini?" tanya Liu Goan-ka.

"Kalian sama2 orang kosen persilatan, tentunya masing2 sudah cukup kenal. Dia adalah Kongsun In."

Badan Liu Goan-ka bergetar seperti disengat kala, agaknya amat diluar dugaan, suaranya hampir berteriak kaget: "O, Kongsun In!"

"Ayah, kau kenal guruku?"

"Kenal sih tidak, tapi dua puluh tahun yang lalu, namanya sudah menggetarkan utara dan selatan sungai besar, kaum persilatan memandangnya sebagai puncak persilatan, siapa yang tak kenal akan dirinya ? sebetulnya undangan raja Tatcu kepada kaum persilatan, yang menjadi tujuan utama adalah dia. Kabarnya karena dia menghindari undangan ini meninggalkan rumah mengungsi ketempat lawi, sejak itu lantas mengasingkan diri, Apa dia masih hidup sampai sekarang?" "Usia beliau sudah menanjak tujuh puluh, tapi masih tetap sehat dan bergairah. Cuma pada kehidupan hari tuanya dia sebatangkara, hari2 dilewatkan dengan sepi dan menyedihkan Ayah, setelah peperangan berakhir, suasana damai tentram, ingin aku mengundang beliau kemari supaya tinggal bersama ayah, sekaligus putrimu bisa meladeni kalian dua orang berbudi Bagaimana menurut pendapat ayah?"

Agaknya sikap Liu Goan-ka kurang wajar, sahutnya tertawa getir: "Baik sih baik, tapi entah kapan dunia baru tentram dan damai? Soal ini biar kita bicarakan lain waktu saja!"

"Baik, kalau begitu silakan ayah meneruskan cerita pengalamanmu. Soal keadaanku dirumah Suhu, nanti sebentar giliranku untuk menceritakan kepada ayah."

Se-olah2 Liu Goan-ka sudah tidak tenang dan pikiran melayang kelain persoalan, sekilas dia melengak, tanyanya: "Sampai mana tadi ceritaku?"

"Sampai kau tinggalkan aku dipinggir jalan dan berangkat seorang diri dengan luka2 parah!"

"Meski dengan luka parah, tapi sepanjang jalan keadaanku untuk makan minum dan penginapan jauh lebih leluasa, Siang hari aku sembunyi digunung atau digua ditengah hutan balantara, setelah gelap baru melanjutkan perjalanan, memang nasibku cukup beruntung, sejak itu aku tidak pernah kepergok para pengejarku lagi. Lambat laun luka2kupun sudah sem-buh, kira2 satu bulan kemudian baru aku berhasil menyebrangi Tiang-kang secara diam2, dan tibalah aku di KangIam. Aih, tak nyana setelah tiba ditanah air sendiri, kembali aku kebentur urusan2 yang menyebalkan."

Hong-lay-mo-li memperhitungkan waktu dan masa kala itu, katanya: "Waktu itu Cin Kui menteri dorna itu masih pegang jabatan dan berkuasa bukan?"

"Benar, tahun itu kebetulan empat belas tahun sejak berdirinya dynasti Sau-hin. jadi tiga tahun setelah Gak Hui dicelakai oleh menteri dorna itu, Cin Kui masih dipandang tinggi dan diagulkan oleh raja, namun intriknya dengan Kim Bu-cu itu panglima besar negeri Kim untuk mencelakai Gak Hui sudah diketahui oleh rakyat banyak.

Aku sendiri sebagai pendatang baru yang tidak tahu situasi politik dalam negeri, sungguh tak nyana bahwa keadaan waktu itu serba kacau balau, menteri2 dorna malang melintang pembesar2 yang baik dan pandai semua disingkirkan para penguasa berkorupsi besar2an, situasi semakin buruk dan porak peronda.

"Waktu itu usiaku masih muda tenaga masih besar, dengan darah panas yang mendidih segera aku bertekad  menyerahkan hasil jerih payahku dari semua kumpulan gambar Hiat-to-tong-jin yang kudapat kepada pemerintah. Tak nyana waktu aku pergi ke Ling-an dan mohon menghadap kepada penguasa setempat aku malah difitnah sebagai mata2 bangsa Nuchen, tanpa diadili lantas diringkus dan dijebloskan ke penjara."

"Ternyata ada pejabat anjing yang se-wenang2 seperti itu dalam negeri ini!" maki Hong-lay-mo-li penasaran.

Liu Goan-ka tertawa, ujarnya: "Tapi aku sebaliknya harus berterima kasih kepadanya yang memenjarakan aku!"

"Pejabat yang ceroboh dan se-wenang2 dan rendah itu, masakah memberi manfaat apa kepada ayah? Sampai kau harus berterima kasih kepadanya?"

"Justru karena dia ceroboh begitu mendengar aku berhasil lolos dari negeri Kim lantas dia perintahkan anak buahnya menangkap aku. Kalau dia menerimaku dengan tata krama umumnya, bila aku menyatakan asal usul dan maksud kedatanganku tentu gambar lukisan Hiat-to-tong-jin itu akan kuserahkan kepadanya, maksudku semula memang ingin supaya dia wakilkan aku menyerahkan kepada raja. Karena kecerobohannya itu baru aku batalkan niatku dan berhasil melindungi benda2 pusaka itu: Bukankah aku harus berterima kasih kepadanya?

Mendengar sampai disini Hong-lay-mo-li lantas membatin: "Tak heran kepandaian silat ayah begitu tinggi, ternyata setelah memperoleh petilan gambar lukisan Hiat-to-tong-jin dan ajaran Lwekang ciptaan Tan Pok, dalam latihan selama dua-puluhan tahun, sudah tentu cukup berlebihan untuk bekal menjagoi Kangouw!"

Liu Goan-ka meneruskan ceritanya: "Setelah aku keluar penjara baru aku tahu, ternyata utusan pemerintah Kim sudah berada di Ling-an, nama dan asal usulku sudah diberitahu kepada Cin Kui, atas perintah Cin Kui inilah seluruh pejabat dalam negeri diharuskan membekuk diriku, hari kedua menurut rencana aku akan digusur keistana dan langsung diserahkan kepada Cin Kui, oleh Cin Kui hendak diserahkan kepada utusan rahasia pemerintah Kim sebagai hadiah.

Setelah mengetahui seluk beluk negara yang serba lalim ini, tak tahan lagi, malam itu aku bunuh penjaga penjara dan melarikan diri."

Liu Goan-ka menghela napas, katanya lebih lanjut "Sejak masa itu, aku jadi dingin dan kecewa menghadapi situasi negara, apa boleh buat memburu hati yang panas aku lantas jadi perampok besar di Kangouw.

Waktu aku melarikan diri tumben aku mengerak harta digudang istana, selama puluhan tahun, hasil dari kerjakupun tak ternilai jumlahnya, maka tiga tahun yang lalu aku berkeputusan cuci tangan, dan membangun perkampungan ini.

Haha, tak nyana setelah aku punya uang dan berwibawa, para pejabat yang dulu berlomba hendak menangkap aku, malah menjilat dan ber-muka2 kepadaku, sudah tentu merekapun tiada yang berani menanyakan asal usulku lagi! Haha, haha, hahaha!"

Gelak tawa yang puas dan bangga serta melampiaskan kedongkolan, Hong-lay-mo-li terlongong sebentar katanya tiba2: "Ayah kau punya uang punya kekuasaan sudah tentu para pejabat sama bermuka2 dan menjilat kepadamu, celaka adalah rakyat jelata yang ketiban pulung!"

Liu Goan-ka seketika menghentikan tawanya, tanyanya dengan alis bertaut: "Ditengah jalan apa saja yang pernah kau dengar?"

"Mereka berkata bahwa semua pembantumu sebuas harimau seganas serigala, suka memeras dan menindas rakyat kecil."

"O, ada kejadian itu?" ujar Liu Goan-ka pura2 tidak tahu, "mungkin karena kelalaianku, tidak membatasi mereka dengan tata tertib yang keras, ada beberapa budak yang meminjam nama baikku berbuat se-wenang2 diluar tanpa setahuku, selanjutnya biar kuberi peringatan dan pengawasan yang ketat, Apa pula yang ada kau dengar?"

"Sawah ladang ratusan li didaerah ini, rumah gadai katanya adalah milikmu, setiap patah dari Congkoanmu laksana perintah raja."

"Memangnya kenapa?"

"Kau menyedap pajak yang tinggi, memberi upah yang rendah, rakyat jelata hidup ditengah kesengsaraan Masakah ayah sendiri tidak tahu, kau umbar anak buahmu se-mena2, agaknya selamanya tidak pernah kau tegor mereka?"

Sikap Liu Goan-ka kelihatan rikuh dan kikuk, katanya berkakakan menghilangkah sikap risinya. "Yau-ji, kau harus tahu, puluhan tahun lamanya aku menjadi kepala rampok, tidak sedikit anak buahku, setelah mencuci tangan mengasingkan diri, mereka yang menyandarkan hidupnya kepadaku tidak sedikit jumlahnya kalau tidak mau dikatakan ribuan banyaknya.

Walau aku punya simpanan harta, tapi aku sudah melarang mereka mengadakan perampokan, kalau hari2 berlarut secara ngangguran, punya harta setinggi gunungpun akhirnya habis dimakan Bahwa aku menyewakan sawah, mendirikan rumah gadai tidak lain hanya untuk mempertahankan hidup, soalnya kita dipaksa oleh keadaan."

"Ayah maaf akan ketedoran putrimu tadi, tapi masih ada sebuah hal yang menyangkut kepentingan nusa dan bangsa perlu kutanyakan kepada ayah."

"Apa pula yang pernah kau dengar tentang soal yang menyangkut diriku?"

"Aku bukan mendengar, tapi putrimu sendiri yang melihatnya. Ayah, kenapa kau menempatkan Koksu negeri Kim Kim Cau-gak itu sebagai tamu agungmu?"

"Apa benar dia itu Koksu dari negeri Kim? pendekar Latah Hoa Kok-ham sengaja hendak cari perkara kepadaku, bukan mustahil dia sengaja menyebar kabar angih?"

"Tidak aku tahu cukup jelas, Ki-lian-lo-koay itu memang benar adalah Koksu negeri Kim."

"Darimana kau bisa tahu?" tanya Liu Goan-ka melengak. "Aku sendiri pernah bentrok sama dia malah. Dia

membunuh pimpinan laskar rakyat dari Soatang To Toa-hay,

diwaktu hendak membunuh Say-ci-hong salah satu dari Su- pak-thian itu, kebetulan kebentur ditanganku, aku sendiri sudah cukup jelas mencari tahu asal usulnya." lalu ia tuturkan pengalamannya dulu itu. Cuma soal bantuan Bu-lim thian-kiau dengan irama serulingnya tidak dia beberkan.

Liu Goan-ka jadi rada curiga, katanya: "Masakah kau mampu menandingi Ki-lian-lo-koay?" "lm-yang-ji-khi Ki-lian-lo-koay memang lihay, tapi setelah dia menempur Say-ci-hong yang bergabung dengan Tang-hay- liong, baru aku menempurnya dengan mati2an."

Uraian Hong-lay-mo-li cukup masuk akal, disamping dia sendiri mempunyai sesuatu hal yang harus dia rahasiakan, maka tidak enak Liu Goan-ka bertanya lebih lanjut seperti diketahui Hong-lay-mo-li tahu asal usul Kim Cau-gak dari penuturan Bu-lim-thian-kiau.

Liu Goan-ka menepekur sebentar, katanya: "Kalau demikian jadi apa yang dikatakan pendekar Latah memang bukan bualan belaka, jadi Kim Cau-gak be-nar2 adalah Kok-su negeri Kim."

"Sudah tentu benar, memangnya tiruan?" Tiba2 Liu Goan- ka bergelak tawa, ujarnya: "Yau-ji, kabarnya kau sudah menjadi Liok-lim Bengcu dilima propensi daerah utara, tentunya kau cukup punya pengetahuan dan pengalaman. Di dalam menghadapi suatu persoalan kita tidak bisa dilandasi keberanian saja tanpa menggunakan pikiran bukan?"

"O, jadi ayah mengundangnya dengan suatu maksud tertentu?"

"Benar, terus terang aku memang sudah tahu bahwa dia adalah tokoh bukan sembarangan dinegeri Kim, maka sengaja kulayani dengan cara lain. Coba kau pikir, dengan tokoh penting seperti dia, datang ke Kanglam tentu mempunyai suatu maksud tertentu: Untuk membunuhnya tidak sukar, tapi jika dia terbunuh darimana kita bisa memperoleh rahasia yang kita perlukan? Oleh karena itu aku melayaninya dulu, baru pelan2 berusaha mengorek keterangannya, setelah berhasil belum terlambat membunuhnya. Tak nyana, datang2 pendekar Latah Hoa Kok-ham lantas bikin onar sehingga rencana dan usahaku gagal total." Hong-lay-mo-li kaget, tanyanya: "Bangsat tua itu sudah tak berada di Jian-liu-cheng?"

"Coba kau pikir, bila dia benar2 Koksu dari negeri Kim, kedoknya sudah ditelanjangi dihadapan umum, masa dia masih berani tetap tinggal disini? Sudah tentu siang2 sudah melarikan diri!"

"Sayang, sayang!" Hong-lay-mo-li jadi kecewa.

"Seka-rang giliran membicarakan urusanmu, untuk apa kau datang ke Kanglam?" tanya Liu Goan-ka.

Sebentar Hong-lay-mo-li ragu2, katanya: "Sejak Suhu merawat dan mendidikku, beliaupun mencari tahu kemana2, ingin tahu siapa sebenarnya ayah bunda-ku, tinggal dimana, lantaran apa membuang putrinya ditengah jalan, Sejak aku menanjak dewasa dan tahu urusan, akupun mencari tahu kepada siapa saja yang kurasa boleh diandalkan bantuannya, daerah utara terang tak mungkin dapat berhasil lagi, maka terpaksa aku datang ke Kanglam."

"O, jadi kau hendak mencari aku, beberapa tahun ini, tentunya kaupun cukup menderita bukan!"

Diam2 terketuk sanubari Hong-lay-mo-ii soalnya masih banyak persoalan yang mengganjal dalam sanubarinya, merupakan teka-teki yang belum terpecahkan, sehingga ia belum seratus persen mau mempercayai omongan dan itikad ayahnya ini, apalagi selalu teringat olehnya peringatan Hoa Kok-ham yang wanti2 itu, maka dia harus hati2 dalam menghadapi persoalan yang belum pernah terduga olehnya, bahwa selekas ini dia sudah bertemu ayahnya sebelum dia sendiri sempat bicara dengan Hoa Kok-ham.

"Kecuali hendak mencari aku, tentunya kau memikul tugas urusan lain bukan?" tanya Liu Goan-ka.

Kembali Hong-lay-mo-li ragu2 dibuatnya, tapi terpikir olehnya bahwa Hoa Kok-ham sudah datang lebih dulu memberi kabar penyerbuan besar2an pasukan Kim ke Kang- lam, tiada sesuatu yang perlu dirahasiakan lagi, maka menurut apa adanya ia tuturkan kepada Liu Goan-ka, dikatakan pula bahwa dirinya hendak pergi ke Ling-an untuk menemui Sin Gi- cik, untuk merundingkan cara untuk membendung serbuan pasukan Kim ke selatan.

Liu Goan-ka mengunjuk rasa girang, katanya: "Yau-ji, tidak malu kau menjadi putriku yang patriot" Merupakan kabar gembira pula bagi kaum persilatan, kita ayah dan anak sama2 sebagai Liok-lim-bengcu, termasuk orang sehaluan dan se- cita2 pula,"

"Jadi kalau pasukan Kim benar2 menyerbu keselatan, ayah juga hendak siapkan seluruh kekuatan kaum Bulim untuk melawan dan membendung serbuan musuh?"

"Sudah tentu, walaupun aku sudah cuci tangan mengasingkan diri, memangnya aku harus peluk tangan melihat pasukan musuh menginjak negeri kita, bila perlu nanti terpaksa aku langgar saja sumpahku menutup pintu menggantung golok."

Berhenti sebentar, Liu Goan-ka berkata pula:

"Apakah kaum Liok-lim dilima propensi utara mau tunduk dibawah perintahmu?"

"Tujuh delapan diantara sepuluh, putrimu masih kuasa memberi petunjuk2 kepada mereka."

"Setelah kau meninggalkan pangkalan, siapa yang menggantikan jabatanmu?"

"Seorang pelayan pribadiku yang paling dekat dan boleh dipercaya, orangnya cerdik pandai bekerja, aku boleh lega hati pasrahkan kepadanya!"

Liu Goan-ka geleng kepala, katanya: "Membendung orang2 Nuchen menyerbu keselatan, betapa penting arti dari pada perjuangan ini, kau cuma menyerahkan jabatan dan kekuasaanmu kepada seorang pelayan peribadi saja, mana orang mau percaya dan lega hati? sebelum kau meninggalkan pangkalan, apa kau sudah mengaturnya dengan baik dan hati2? cobalah kau terangkan situasi dan keadaan disana, supaya kami ayah beranak bisa tukar pikiran."

Diam2 Hong-lay-mo-li merasa penasaran mendengar ucapan ayahnya yang mengandung sindiran dan merendahkan kebolehan dirinya dengan anah buah-nya. Disaat ia hendak bicara entah kenapa tiba2 bayangan Hoa Kok-ham berkelebat didepan matanya, se-akan2 orang menuding dirinya: "Kenapa kau tidak mendengar nasehatku? percaya begitu saja oleh obrolan dan bujuk manis bangsat tua ini?"

Tersirap darah Hong-lay-mo-li, batinnya: "Mung-kin Koa Kok-ham sembarangan menuduh dan menaruh salah paham, tapi tiada jeleknya aku berlaku hati2. Rasanya akupun tidak perlu membicarakan rahasia itu dengan ayah, maka segera ia merubah niatnya semu-la, katanya: "Segala perubahan yang terjadi dalam dunia ini sukar diraba sebelumnya, pelayanku itu amat cerdik dan giat bekerja, akupun sudah memberi petunjuk dan kekuasaan kepadanya untuk bertindak melihat gelagat."

"Ai, dalam hal ini kau jelas sedikit gegabah, Betapa cerdik dan pandai bekerja pelayanmu itu, tidak lebih dia cuma seorang pelayan, berapa sih pengetahuannya? ilmu silat dan kewibawaan sedikitpun tidak memadai dengan kedudukan, masakah dia mampu mengendalikan sekian banyak orang menanggulangi berbagai persoalan besar? Dan lebih penting lagi, apakah orang lain suka tunduk kepadanya? Kukira selekasnya kita harus berdaya untuk memperbaikinya."

"Bagaimana menurut pendapat ayah?" terpaksa Hong-lay- mo-li bertanya.

"Berperang melawan penjajah Kim merupakan urusan besar yang bakal menentukan masa depan negara kita, sekali2 tidak boleh hanya mengandai keberanian atau kekuatan rakyat jelata yang tak mampu angkat senjata, kita harus mencari seorang pemimpin yang benar2 tabah pandai berperang dan punya kewibawaan yang besar pula."

"Orang pandai sekomplit itu dalam waktu dekat ini masa gampang ditemukan, terpaksa biarkan mereka sembari berperang belajar dan tambah pengalaman"

"Ah, ucapan anak2 belaka, bangsa Nuchen dengan kekuatan pasukan besarnya yang terlatih dengan persenjataan lengkap lagi, masakah bisa kita lawan sambil belajar? Aku sih punya cara untuk mengatasi dan menambal kelemahan ini."

Hong-lay-mo-li girang, tanyanya: "Kalau ayah punya cara yang baik, kenapa tidak lekas katakan?"

"Berperang yang diutamakan adalah manusia, Muridku yang terbesar Kiong Cau-bun adalah keturunan keluarga militer, pa(ham pelajaran strategis peperangan, biasanya dia sudah cukup pandai menjadi pembantu tangan kananku, tak pernah kalah dimedan laga, benar2 seorang berbakat yang sukar dicari keduanya.

Selain itu aku masih punya enam murid lagi, kepandaian silat dan kecerdikan otak mereka tidak lemah pula, Maksudku biar muridku yang tertua Kiong Cau-bun pimpin keenam Sutenya, menyelundup ke utara membantu kalian memukul garis belakang pasukan musuh. Kau boleh menulis surat perkenalan supaya dibawa Kiong Cau-bun, biar dia saja sementara mewakili kau memegang jabatanmu, memimpin dan kendalikan pasukan disana, semoga seluruh kekuatan laskar rakyat dari lima propinsi diutara semua mau tunduk dan mendengar perintah sekaligus mengerek panji pemberontakan. Bagaimana menurut pendapatmu?"

Gundah dan risau hati Hong-lay-mo-li, otaknya beruntun berputar dengan cepat, hatinya bimbang dan serba salah, menerima usul ayahnya merasa berat, untuk menolak merasa rikuh, akhirnya dia berkata: "Ayah suka kirim bantuan untuk membantu tenaga di-sana, memang baik sekali. putrimu sekarang merasa emat penat dan semangat luluh, mungkin pikiran menjadi kurang tenang, bagaimana kalau tunggu sampai besok baru kutulis suratnya itu?"

Mendengar orang sudah menerima usulnya, Liu Goan- kapun tidak mendesak lebih lanjut katanya: "Semalam kau sudah letih dan kehabisan tenaga. Baiklah, kau istirahatlah. Boleh kau pikir lebih sempurna baru menulis surat itu besok pagi, ada pesan apa kepada pelayanmu boleh kau tulis sekalian, Nah begitu saja, besok pagi aku kemari menengok kau."

Setelah Liu Goan-ka berlalu, keadaan Hong-lay-mo-li menjadi tentram, seorang diri dia duduk menera-wang kejadian2 yang berlarut barusan, lambat laun setelah satu persatu dia analisa, timbul rusa curiganya pertama soal Ki-lian- lo-koay, jelas sekali waktu itu Liu Goan-ka begitu getol melindungi dan sikapnya begitu intim, namun ucapan yang dia kemukakan barusan jauh sekali bedanya.

Kedua soal kotak emas pemberian Hoa Kok-ham, dikatakan Hoa Kok-ham mencuri miliknya, bahwasanya mereka satu sama lain tidak kenal, kepandaian merekapun kira2 setanding, dari mana Hoa Kok-ham tahu bahwa Liu Goan-ka memiliki barang2 rahasia pribadi dirinya sehingga begitu gampang dicurinya?

Liu Goan-ka mirip buaya darat, kenapa pula Hoa Kok-ham dua kali pesan wanti2 kepadaku supaya tidak percaya obrolannya? Seolah2 dia tidak pandang Liu Goan-ka sebagai buaya darat umumnya?"

Begitulah Hong-lay-mo-li tenggelam dalam alam pikirannya, tanpa terasa, hari sudah menjelang mag-rib, seorang pelayan perempuan datang mengantar makanan, katanya: "Siocia sudah tidur ,siang? ,Loya ada urusan, katanya supaya Siocia makan seorang diri saja!" hidangan memang cukup banyak dan serba nikmat, karena banyak persoalan menggenjel hatinya, Hong-lay-mo-lii tidak doyan makan, sekedarnya saja dia isi perutnya.

Setelah pelayan ini membereskan piring mang-kok, kembali dia datang menyerahkan alat2 tulis dan ditaruh dimeja, disumatnya pula dupa wangi diperabuan, baru dia mohon diri kepada Hong-lay-mo-li.

Setelah menutup pintu Hong-lay-mo-li terlongong menghadapi kertas yang sudah terbeber dan tinta yang sudah diaduk, kembali pikirannya timbul tenggelam.

Pikirnya: "Agaknya perhatian ayah amat besar terhadap suratku ini. Memang maksudnya baik, Tapi kenapa dia minta aku menyerahkan jabatan pimpinan dan kekuasaanku kepada muridnya? Memangnya dia mempunyai rencana lain dan ada apa2 dibalik persoalan ini?"

Tersirap darah Hong-lay-mo-li berpikir sampai disini, keringat dingin tanpa terasa membasahi badannya, rasa kantuknya hilang sama sekali, Berbagai persoalan yang ganjil ini, semakin menambah rasa curiganya kepada ayah yang baru dia temui ini.

Tak terasa, waktu berlalu dengan cepat, kentongan kedua sudah berselang, sinar rembulan menyorot masuk kekamar melalui jendela, pikirannya semakin gundah risau dan i tak bisa tentram.

"Apapun yang dikatakan bangsat tua ini, jangan kau percaya!" se-olah2 peringatan Hoa Kok-ham terkiang pula dipinggir telinganya, seketika Hong-lay-mo-li tersentak sadar, persoalan ber-belit2 dan satu sama lain saling bertentangan dalam hal ini pasti ada latar belakang yang tidak diketahuinya. Pikirnya: "Aku harus menemui Hoa Kok-ham, dan minta penjelasan hanya dia seorang yang tahu rahasia asal usul pribadi ku." Tapi lekas sekali dia tumbangkan pemikirannya ini, "Tidak, yang tahu rahasia asal usul diriku kukira bukan hanya Hoa Kok-ham seorang saja." Maka terbayang pula kata2 Susonya

(Siang Pek-hong) sebelum ajal itu, bahwa Siang Pek-hong bisa tahu bahwa ayahnya masih segar bugar dan hidup dalam dunia ini, tentu dia diberitahu oleh Bu-lim-thian-kiau, jadi kecuali Hoa Kok-ham masih ada Bu-lim-thian-kiau puia yang tahu persoalan dirinya.

"Untuk memecahkan teka teki ini, terpaksa aku harus menemui Hoa Kok-ham atau Bu-lim-thian-kiau." demikian pikimya,

Disaat pikirannya me-1ayang2, hati risau dan kesal, se- konyong2 didengarnya irama seruling mengalun sa-yup2 dibawa angin seperti ter-putus2, segera ia pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian seketika ia berjingkrak bangun, teriaknya:

"Aneh bagaimana mungkin Bu-lim-thian-kiau bisa sampai disini?" semula dia kira lamunannya saja yang mengkhayalkan kehadiran orang, kini baru dia sadar bahwa irama seruling itu memang tiupan Bu-lim-thian-kiau.

Seketika terbangun semangat Hong-lay-mo-li, pedang dan kebut diambilnya, lewat jendela segera dia melompat keluar dan memburu kearah datangnya suara. Waktu dia tiba ditaman, tiba2 didengarnya suara gemuruh, disusul suara ayahnya sedang membentak:

"Kalian siapa, kenapa tengah malam buta rata berkunjung ke Jian-liu-cheng?"

Dari kejauhan Hong-lay-mo-li melongok kesana, dilihatnya dibawah pohon berdiri dua orang, bukan saja ada Bu-lim- thian-kiau, disisinya berdiri pula seorang gadis yang bergaman seruling pula, Sudah untuk kedua kalinya ini Hong-lay-mo-li melihat gadis bergaman seruling mirip Giok-bin-yau-hou ini, cuma dia sendiri masih belum mampu membedakan apakah gadis ini benar2 Giok-bin-yau-hou atau bukan.

Bukit2an dibelakang Bu-lim-thian-kiau kelihatan ambruk separo, agaknya runtuh terkena pukulan Liu Goan-ka waktu memaksa kedua orang ini muncul, sebetulnya Hong-lay-mo-li ingin benar bertemu dengan Bu-lim-thian-kiau tapi dalam keadaan seperti ini dihadapan ayahnya lagi, terpaksa Hong- lay-mo-li menyabarkan diri.

Maka didengarnya Bu-lim-thian-kiau sedang berkata: "Pukulan Bik-khong-ciangmu ini memang hebat, tentunya kau inilah Liu Goan-ka, Chengcu dari Jian-liu-cheng?"

"Kau orang Nuchen ini ternyata tahu namaku? Benar memang aku inilah Liu Goan-ka, Liu Goan-ka adalah aku, jadi kalian hendak mencari aku?"

Gadis bergaman seruling itu tiba2 tertawa, katanya mencemooh: "Kukira belum tentu kau berjalan tidak ganti nama, duduk tidak merubah she? She Liu memang tidak salah, tapi dua puluh tahun yang lalu, apa kaupun menggunakan nama ini?"

Mendadak melonjak jantung Hong-lay-mo-li mendengar pertanyaan ini, jarak Hong-lay-mo-li dengan mereka ada puluhan tombak, Liu Goan-ka membelakangi dirinya pula, bagaimana mimik mukanya Hong-lay-mo-li tidak bisa melihatnya, tapi terdengar suara ayahnya gemetar, bentaknya: "Apa maksud ucapanmu ini?"

"Tiada maksud apa2, cuma kuperingatkan kepadamu akan persoalan dua puluh tahun yang lalu itu."

"Kenapa? Lekas jelaskan!" bentak Liu Goan-Ka, "Dua puluh tahun yang lalu, kalian masih bocah ingusan yang masih minum tetek ibumu, kalian tahu apa?"

"Ya, sudah tentu kami takkan tahu jelas mengenai persoalan lama Liu-chengcu, tapi tentu Liu-cheng-cu belum lupa, bahwa kau masih punya seorang teman! Bicara terus terang, kunjungan kami malam ini kemari, bukan lantaran kami punya urusan hendak mencari kau, tapi kami mendapat pesan dari teman Liu-cheng-cu itu, untuk menanyakan sesuatu kepadamu!"

Bentak Liu Goan-ka dengan suara gemetar "Siapa yang kau maksudkan? Apa pula yang hendak ditanyakan kepadaku?"

Kata Bu-lim-thian-kiau: "Orang itu suruh aku bertanya kepadamu, tiga belas lembar gambar penjelasan Hiat-to-tong- jin, dan separo catatan ajaran Lwe-kang, setelah menghabiskan waktu dua puluh tahun, tentunya sudah kau pelajari sampai apal diluar kepala bukan? Maka kiranya sudah tiba waktunya barang2 itu dikembalikan kepada pemiliknya!"

"Sebetulnya kau mendapat perintah dari siapa?" bentak Liu Goan-ka pula.

"Kau sendiri kan sudah tahu?" sahut Bu-lim-thian-kiau kalem.

"Kau pernah apa dengan kerajaan Kim?"

"Bukankah Kim Cau-gak berada disini, suruhlah dia keluar, tentu nanti dia memberi tahu kepadamu siapa aku ini."

"Agaknya kupingmu cukup tajam, ya, memang Kim Cau- gak pernah kemari memberi selamat ulang tahun kepadaku, sayang berita yang kau dapat kurang cepat juga, sejak lama dia pergi."

"Kalau begitu tak perlu banyak cerewet lagi, kedua benda mestika itu, kau mau kembalikan tidak?" desak Bu-lim-thian- kiau.

Liu Goan-ka masih bimbang dan curiga, katanya dingin: "Dengan kau aku selamanya tidak kenal, entah dari mana kau memperoleh bahan2 tuduhan yang se-mena2 ini, gambar penjelasan manusia tembaga, atau ajaran Lwekang segala, hakikatnya aku tidak tahu apa yang kau maksudkan?"

Ternyata Bu-lim-thian-kiau ragu2 pula mendapat jawaban ini, batinnya: "Masa aku keliru menemukan orangnya."

Sebaliknya gadis bergaman seruling itu mengejek dingin: "Liu-chengcu kenamaan di Kanglam, tak nyana kau tidak lebih cuma manusia tebal muka yang berani mengingkari perbuatan jahatnya sendiri! Baiklah, kalau kau mungkir, terpaksa aku pulang dan mengundang pemilik barang itu sendiri kemari untuk minta kepadamu."

Tegak alis Liu Goan-ka, bentaknya dengan mendelik "Tempat apa Jian-liu-cheng ini, masakah boleh terserah kalian mau datang atau hendak pergi sesuka udelmu sendiri?" tiba2 laksana cakar burung kelima jari tangannya m-enjentik dan mencengkram, dalam waktu secepat kilat, sekaligus ia rangsak sepuluhan hiat-to penting ditubuh gadis bergaman seruling ini.

Mengandal latihan Lwekangnya, bila sasarannya kena tercengkram, meski lawan membekal kepandaian silat tingkat tinggipun jangan harap mampu melawan lagi.

Tak nyana sejak tadi ternyata Bu-lim-thian-kiau-pun sudah siaga, disaat Liu Gian-ka melancarkan ilmu tutuk yang tiada bandingannya dikolong langit ini, seruling Bu-Iim-thian-kiau berbareng terayun, secepat kilat mengetuk turun dari atas, yang diarah adalah Ki-king-pat-meh dari Jin, Tok, Tiong dan Tai empat urat nadi. jelas gaya ilmu tutuknya ini tidak seindah dan sematang gerak gerik Liu Goan-ka, tapi malah jauh lebih mantap, ganas dan telak, jikalau kedua pihak sudah sama2 melontarkan serangannya secara sungguh2, seumpama gadis berseruling itu terluka oleh jari2 Liu Goan-ka, sebaliknya Liu Goan-ka sendiripun bakal menjadi korban tutukan seruling Bu- lim-thian-kiau, jikalau Ki-king-pat-mehnya terluka, paling tidak sepuluh tahun hasil latihannya bakal musnah. Bekal kepandaian silat Liu Goan-ka memang cukup mengejutkan Disaat kedua pihak sama2 menyerang inilah, se- konyong2 badannya melejit tinggi, seperti gangsingan badannya berputar ditengah udara, kelima jarinya masing2 melontarkan lima gulung angin kekuatan, dari mencengkram dirubah jadi selentikan, jarinya mencakar kebatok kepala Bu- lim-thian-kiau.

Karena daya cengkraman ditengah udara oleh kekuatan jari lawan ini, sehingga seruling Bu-lim-thian-kiau tersampuk menceng, cepat sekali telapak tangan kiri Liu Goan-ka tahu2 sudah menepuk turun pula, dengan dilandasi delapan bagian kekuatan Kan-kong-ciang-lat!

Namun gerak gerik Bu-lim-thian-kiaupun tidak kalah cepatnya, seruling tiba2 terangkat naik mengincar urat nadi Liu Goan-ka, sementara tapak tangan menggunakan kekuatan Siau-thian-sing-ciang-lat memapaki pukulan Liu Goan-ka secara kekerasan.

Tadi lantaran sekaligus seruling Bu-lim-thian-kiau masing2 mengincar empat urat nadi besar lawan, sehingga kekuatannya terpencar, oleh karena itu tidak memadai melawan kekuatan selentikan jari Liu Goan-ka, sebaliknya yang diincarnya kali ini hanya satu sasaran, kekuatannya terpusat lebih kuat, Liu Goan-ka dipaksa untuk melawan dengan setaker kekuatannya, mau tidak mau jurus2 ilmu Tiam-hiat yang aneh2 dan lihay harus dia kembangkan, "Blang!" masing2 pihak tergetar mundur tiga tapak, disamping itu seruling Bu-lim-thian-kiaupun terselentik mental kesamping.

Setelah mundur tiga tapak, Bu-lim-thian-kiau ter-loroh2 keras, serunya: "Keng-sin-ci-hoat dari gambar penjelasan Hiat- to-tong-jin memang ilmu Tiam-hiat yang tiada bandingannya dikolong langit!"

Dengan gerakan naga melingkar menggeser langkah, sebat sekali Bu-lim-thian-kiau mengegos miring, serempak serulingnya menuding, terlebih dulu dia punahkan pukulan Bian-ciang, sementara telapak tangan kiri melancarkan daya tuntun dari Su-nio-poat-jian-kin, enteng saja menarik dan menyampuk.

"Blang" pukulan Kim-kong-ciang-lat Liu Goan-ka mengenai tempat kosong, terus menyelonong kedepan menggempur runtuh sebuah bukit2an, batu beterbangan dan suaranya sungguh amat dahsyat.

Melihat kepandaian Liu Goan-ka begitu lihay, gadis itu menjadi kaget, teriaknya: "Suheng, "bagaimana kau?" maksudnya mau tanya apakah kau terluka, perlu tidak kubantu? soalnya dia cukup tahu watak Bu-lim-thian-kiau yang tinggi hati, orang takkan sudi melawan musuh mengandal bantuan orang kedua, maka dia tidak berani sembarang bergerak.

Bu-lim-thian-kiau menghirup napas, katanya keras dengan tertawa: "Tidak apa2, malah aku ingin menjajal ajaran Lwekang Liu-chengcu yang dilatihnya dari ajaran Ci-goan- bian." mendengar gelak tawanya yang berisi dan penuh gairah, baru sigadis lega.

Kalau si gadis terkejut, betapa Liu Goan-ka tidak lebih besar rasa kejutnya, sungguh tak pernah terpikir olehnya bahwa dalam dua hari beruntun dia menghadapi dua musuh dari generasi yang lebih muda, tapi kepandaian kedua lawan muda ini satu sama lain mempunyai kehebatannya masing2. seketika timbul rasa sirik dan nafsu jahatnya, nafsu membunuh sudah menghantui sanubarinya, maka pukulannya jurus demi jurus semakin gencar, ganas dan culas, rangsakannya makin sengit kepada Bu-lim-thian-kiau.

Hong-lay-mo-li membatin: "Ternyata gadis ini adalah sumoay Bu-lim-thian-kiau, jadi terang dia bukan Giok-bin-yau- hou." namun persoalan lain yang lebih penting artinya segera terpikir pula olehnya, "Siapa orang yang dimaksud oleh Bu- lim-thian-kau? jadi tiga belas gambar penjelasan Hiat-to-tong- jin milik ayah itu sebetulnya milik orang itu yang mungkin direbut oleh ayah, jadi bukan hasil jerih payahnya sendiri dari istana negeri Kim?"

Setelah mendengar percakapan Bu lm-thian-kiau dengan Liu Goan-ka yang selalu menjawab nyimpang dari persoalannya, mau tidak mau timbul rasa curiga Hong-lay-mo- li terhadap Liu Goan-ka, sedikit banyak dia lebih percaya kepada Bu-lim-thian-kiau.

Tengah pikiran Hong-lay-mo-li gundah dan kebingungan tiba2 didengarnya seseorang membentak: "Jangan lepaskan kedua bangsat kecil dari negeri Kim ini," dari semak2 pohon, rumpun kembang dan belakang bukit serempak melompat keluar empat laki2, mereka bukan lain adalah Bun Yat-hoan, Ong Ih-tinig, Lam-san-hou dan Liong-in Taysu.

Begitu tiba Lam-san-hou segera membentak sambil menuding: "Aku tahu siapa kedua orang ini, keparat itu adalah Pwe-cu dari negeri Kim, disana dia dijuluki Bu-lim-thian-kiau. perempuan keparat ini bukan lain adalah Giok-bin-yau-hou yang suka mengganas melakukan kejahatan."

Sudah tentu Bun Yat-hoan sebagai tokoh2 puncak Bu-lim di Kanglam cukup kenal siapa sebenarnya Bu-lim-thian-kiau dan Giok-bin-yau-hou, begitu Lam-san-hou menelanjangi asal usul mereka, seketika Bun Yat-hoan dan lain2 naik pitam.

Bun Yat-hoan membentak lebih dulu: "Berapa sih tinggi kepandaian kau keparat ini, berani mengagulkan diri sebagai Bu-lim-thian-kiau?" belum habis kata2nya sepasang potlot bajanya sudah bergerak menyerang ke badan Bu-Iim-thiau- kiau.

Disebelah sana Liong-in Taysu segera menubruk kearah gadis bergaman seruling itu. Begitu bergerak Ong lh ting segera timpukan segenggam Bwe-hoa-ciam. lekas Bu-lim-thian-kiau dekatkan serulingnya kebibirnya sekali tiup "Siuuut!", maka tampaklah bintik sinar mas kelap kelip, segenggam jarum itu kena ditiupnya rontok seluruhnya, agaknya tenaga tiupan seruling Bu-lim-thian-kiau berkelebihan sampai Bun Yat-hoan yang merangsak datang dari jurusan lainpun merasa ditempa segulung hawa panas, terasa membakar kulit.

Keruan Bun Yat-hoan kaget, batinnya: "Bu-lim-thian-kiau ternyata tidak bernama kosong, ternyata dia sudah berhasil meyakinkan Tun-yang-lo-khi (hawa murni yang positip)!" tapi bekal Lwekang sendiripun cukup tangguh, tanpa gentar, lekas ia kebutkan lengan baju, dengan damparan angin kebutannya, ia punahkan angin panas yang menerpa dirinya, serempak sepasang potlotnya berputar, lalu terkatup ditengah2 membuat garis lingkaran, ujung potlotnya tetap mengincar ke- badan Bu-lim-thian-kiau, potlot kiri mengincar Im-wi dan

Yang-wi, sementara potlot kanan mengincar Im-kiau dan Yang-kiau, masing2 dua urat nadi empat jalan darah, jadi dua potlot sekaligus menutuk empat urat nadi delapan Hiat-to, sungguh merupakan ilmu Tiam-hiat yang jarang di temukan tandingan dibanding dengan sepuluh jari tutukan Hiat-to Liu Goan-ka setanding dan punya kebolehannya masing2.

Sebat sekali Bu-lim-thian-kiau berputar, berbareng jari kelingkingnya menjentik, dia sampuk sebatang potlot, namun potlot yang lain menyelonong dari bawah ketiaknya "Cret" pakaiannya tertusuk berlobang, untung tidak sampai melukai dagingnya, Bukan lantaran Bu-lim-thian-kiau tidak mampu melawan serangan tutukan potlot Bun Yat-hoan, soalnya Liu Goan-ka tidak berpeluk tangan, bagaimana asal usul Bu-lim- thian-kiau tidak perlu dia turut campur, namun yang dia kuatirkan adalah Bu-lim-thian-kiau kemungkinan membawa musuh tangguh yang ditakutinya itu kemari, oleh karena itu besar tekadnya hendak membunuh Bu-lim-thian-kiau, maka tanpa hiraukan kedudukan diri sebagai Liok-lim Bengcu segala, membarengi serangan sepasang potlot Bun Yat-hoan itu, diapun lontarkan pukulannya mencecar Bu-lim-thian-kiau.

Mencelos hati Liu Goan-ka mendengar ucapan ini, "Dia kenal Keng-sin-ci-hoat, jadi dia memang betul2 sudah bertemu dengan orang itu. Kalau tahu demikian, seharusnya aku menggunakan ilmu kepandaian Iain saja untuk menghadapinya, kini rahasiaku sudah terbongkar aku harus membunuhnya!" se-konyong2 mulutnya menghardik laksana singa mengaum, jurus kedua secepat kilat sudah dia lontarkan.

Kali ini dia gunakan kedua telapak tangannya, telapak tangan kiri menggunakan pukulan Bian-ciang yang sakti, sementara telapak tangan kanan menggunakan Kim-kong- ciang-lat yang keras dan ganas, jadi kekuatan keras dan lunak sekaligus dilontarkan, malah keduanya sudah diyakinkan mencapai taraf yang tak terukur tingginya.

Menonton dari kejauhan Hong-lay-mo-lipun merasakan betapa hebat kekuatan pukulan gabungan ini, keruan jantungnya ber-debar2.

"Bu-lim-thian-kiau sekaligus harus mengegos diri dari serangan sepasang potlot dan pukulan telapak tangan, sementara serulingnya digunakan meniup rontok jarum2 Ong Ih-ting lagi, dicecar dari tiga jurusan dengan serangan hebat, hanya sedikit tertusuk lobang pakaiannya saja, betapa tinggi kepandaian silatnya, kiranya cukup menggetarkan dunia!

Sampaipun Liu Goan-ka dan Bun Yat-hoanpun tersirap kaget.

Disebelah sana Liong-in Taysu melontarkan pukulan Bu- siang-ciang, dari samping Lam-san-hou segera ikut menyerbu, melontarkan Pek-pou-sin-kun. Dibawah tekanan gelombang angin pukulan yang dahsyat, gadis itu bergerak selincah kecapung menutul air melayang pergi datang dengan enteng, sikapnya tetap wajar dan sedikitpun tidak gentar. Mulutnya malah sempat mengejek dingin: "Membual belaka, siapa yang kau maksud sebagai siluman rase?"

"Kau siluman rase ini masih mungkir?" damrat Lam-san-hou sambil melayangkan jotosannya.

Gadis itu menjadi gusar: "Kalian tidak menggunakan aturan, malas aku perang mulut dengan kalian." bukan sekali ini dirinya keliru dianggap sebagai Giok-bin-yau-hou, segera ia kembangkan kepandaian tunggal warisan keluarganya, balas menggempur kedua lawan pengeroyoknya.

Kakinya melangkah mengikuti kedudukan Kiu-kiong-pat- kwa, sementara serulingnya dia tarikan se-kencang angin dengan lincah menakjupkan, dalam sekejap mata Liong-in Taysu menyerang tiga puluh enam jurus pukulan, namun ujung baju orangpun tak mampu disentuhnya, malah beberapa kali seruling orang hampir saja menutuk Hiat-tonya, untung Bu siang-ciang latihan Liong-in Taysu sudah sedikit matang, sebagai salah satu dari tiga pukulan sakti dari aliran Budha (Pan-yok-ciang, Kim-kong-ciang, Bu-siang-ciang), bila dilatih mencapai taraf tertinggi gerak pukulannya tidak membawa deru angin tak bersuara, cukup bergerak saja tahu2 sudah melukai musuh, sudah tentu Liong-in Taysu masih jauh dari tingkat sempurna ini, tapi tingkat ajarannya sekarang sudah cukup berkelebihan kalau hanya untuk mempertahankan diri, maka setiap kali ujung seruling gadis itu hampir mengenai Hiat-tonya, selalu tertolak pergi oleh kekuatan pukulannya ini."

Se-konyong2 gadis itu berkelebat dan mengegos kesana, tahu2 menerobos lewat dari samping Liong-in Taysu, tapi seruling malah menutuk kearah Lam-san-hou, Pek-pou-sin-kun sesuai dengan namanya, adalah ilmu pukulan yang khusus untuk menyerang dari jarak jauh, bergumul dalam jarak dekat malah tidak bisa menunjukan perbawanya, karena balas dirang-sak, seketika Lam-san-hou terdesak mundur keripuhan. Sebetulnya Ong Ih-ting sedang berpeluk tangan menonton diluar gelanggang, gabungan Liu Goan-ka dengan Bun Yat- hoan yang melawan Bu-Iim-thian-kiau tidak perlu ia kuatirkan, sebaliknya dilihatnya Liong-in Taysu dan Lam-san-hou meski belum terdesak tapi merekapun kewalahan menghadapi kelincahan si gadis, segera ia alihkan perhatiannya kesana, pelan2 ia lolos sebatang ruyung lemas terus terjun ketengah gelanggang.

Kepandaian Ong Ih-ting kira2 setingkat dengan Liong-in Taysu berdua, dibanding sigadis terpautnya juga tidak terlampau jauh, Ruyung lemasnya ini panjang satu tombak, setiap kali dilarikan mengeluarkan deru angin yang bersuitan kencang, tahu2 menyapu datang dari arah yang tidak terduga, sudah tentu serangan gabungan yang ketat dan deras ini merupakan tekanan juga bagi si gadis, puluhan jurus kemudian, langkah sigadis sudah mulai kacau, keadaannya mulai terdesak dan berjuang mati2an ditengah kepungan,

Disebelah sana, pertempuran Bu-lim-thian-kiau yang sekaligus menghadapi keroyokan dua tokoh kosen kelas tinggi, jauh lebih menggetarkan sanubari. Liu Goan-ka sudah boyong seluruh kepandaiannya, jurus2 permainan telapak tangan memukul menabas, sementara jari menutuk mencengkram, setiap jurus tipunya mengincar tempat2 mematikan dibadan Bu-lim-thian-kiau, sementara kedua potlot Bun Yat-hoan ditarikan kencang berputar naik turun laksana baling2 yang dihembus angin kencang, dimana ujung potlotnya selalu mengincar tiga puluh enam Hiat-to mematikan dibadan Bu- lim-thian-kiau pula.

Akan tetapi meski Bu-lim-thian-kiau terdesak dibawah angin, bukan hanya mampu membela diri saja, rata2 didalam sepuluh jurus, dia masih mampu balas menyerang tiga jurus, Apalagi gerak serangannya aneh terlatih sempurna, selalu diluar dugaan kedua musuhnya lagi, karena dia sudah perhitungkan dengan matang, sekali balas menyerang.

Meski Liu Goan-ka dan Bun Yat-hoan yang membekal kepandaian saktipun mau tidak mau gentar dibuatnya, merekapun menghadapinya dengan hati2.

Hong-lay-mo-li menonton dengan jantung berdebar melihat pertempuran berat sebelah ini hatinya tak sabar lagi, baru saja dia hendak melompat keluar dari tempat persembunyiannya, tiba2 didengarnya Bu-lim-thian-kiau tertawa dingin, ejeknya: "Biasanya kudengar Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan adalah seorang Pendekar budiman di Kanglam, kenapa tidak tahu diri dan tidak bisa menggunakan otak, mau percaya begitu saja mendengar tuduhan semena2 dari manusia khianat?"

Bun Yat-hoan melengak, tanyanya: "Dalam hal apa aku tidak tahu urusan, ingin aku mohon petunjukmu?"

Bercekat hati Liu Goan-ka, bentaknya: "Kau orang asing disini, masih berani putar lidah ber-manis2 kata? Lihat pukulan!"

Dengan To jay chit-sing-pou Bu-lim-thian-kiau berkelit, berbareng seruling menyapu datar, gerak langkahnya enteng gesit, permainannya lincah dan aneh, didalam saat2 genting ini, dia punahkan pukulan Liu Goan-ka, mundur tiga langkah, mulutnya menyungging senyum dingin.

Bun Yat-hoan membentak: "Kau ini Pangeran negeri Kim, menyelundup ke Kanglam, apa maksud kedatanganmu? Kaum patriot di Kanglam masakah berpeluk tangan membiarkan kau sesumbar disini! Apa yang kau tertawakan?" mulut masih garang, namun gerakan potlotnya hanya menggertak saja.

Agaknya beberapa patah kata2 Bu-lim-thian-kiau barusan sudah menimbulkan rasa curiganya.

Bu-lim-thian-kiau menengadah sambil bergelak tertawa, serunya: "Belum tentu setiap bangsa Nuchen pasti adalah musuh bangsa Han kalian, Dan lagi ingin aku tahu, dari mana kalian tahu bahwa aku ini pangeran negeri Kim?"

Bun Yat-hoan melengak heran, batinnya: "Benar, darimana Lam-san-hou bisa tahu?" Bun Yat-hoan cukup cerdik, kalau asal usul orang benar seperti yang dituduhkan, maka orang yang benar2 tahu rahasia asal usulnya tentu seorang yang punya hubungan erat dengan bangsawan negeri Kim.

Merah selebar muka Lam-san-hou, teriaknya: "Sudah tentu aku tahu, sudah tentu aku tahu!" tapi dari mana dia tahu, dalam waktu dekat dia jadi gelagapan tak bisa menerangkan.

Bu-lim-thian-kiau bergelak tawa pula, serunya lantang: "Benar, sudah tentu kau tahu, Karena adik angkatmu Pakkiong Ou adalah jago pengawal keraton dalam negeri kita, selama ini kau selalu punya hubungan gelap sama dia bukan?"

"Keparat, mana ada kejadian itu, kau, kau menyebar kabar angin!" suara Lam-san-hou kedengaran sumbang gemetar, dan lagi dia cuma mencak2 dan mungkir, tapi dalam pendengaran orang lain lantas tahu bahwa dia sudah takut akan bayangannya sendiri.

Disaat Lam-san-hou gugup itulah gadis berguman seruling itu, tiba2 melangkah ringan berkisar melewati Liong-in Taysu, dimana serulingnya terayun, dengan telak ia menutuk Hwi- tiong-hiat Lam-san-hou. pukulan Lam-san-hou baru saja hendak dilontarkan begitu Hiat-tonya tertutuk dan terasa linu, seketika tenaga dalam tak kuasa dikerahkan, lebih celaka lagi malah menerjang balik menerjang diri sendiri, kontan dia tertolak mundur terjengkang sejauh satu tombak Tevsipu2 Ong Ih-ting maju memapahnya, Karena itu tinggal Liong-in Taysu seorang yang menghadapi gadis itu,

Liu Goan-ka membentak "Bun-heng, jangan kau percaya adu domba orang asing ini." tiba2 dia lontarkan pukulan dahsyat pula, kuatir Bu-lim-thian kiau membeber rahasianya, maka hantamannya ini menggunakan sepuluh bagian kekuatannya, pikirnya hendak pukul Bu-lim-thian-kiau sampai mampus.

"Adik Hun, marilah pergi saja!" teriak Bu-lim-thian-kiau, lalu ia berpaling dan berkata pula tertawa: "Liu-chengcu, akan ada orang yang membuat perhitungan sendiri kepadamu, maaf aku mohon diri saja." ditengah gelak tawanya, serulingnya dia tutulkan kedepan, kebetulan memapak damparan pukulan Liu Goan-ka, meminjam tenaga tolakkan yang kuat itu, badannya laksana panah melesat terbang keatas pagar tembok. sementara Liong-in Taysu tidak kuasa melawan si gadis, setelah didesak mundur oleh jurus serangan lawan, tahu2 gadis itupun sudah mencelat pergi dan terbang dibelakang Bu- lim-thian-kiau hilang dibalik tembok.

Baru saja Liu Goan-ka hendak mengudak, tiba2 didengarnya pula suara luncuran pakaian diarah belakangnya lekas dia berpaling, maka dilihatnya sesosok bayangan lain tahu2 melesat terbang keluar pagar tembok.

Sebetulnya sejak tadi Liu Goan-ka sudah tahu bila dibelakangnya ada sesuatu gerakan lirih, cuma dia mengira salah seorang muridnya yang datang hendak membantu, karena dia sendiri sedang tumplek perhatian menghadapi Bu- lim-thian-kiau, maka dia tidak begitu memperhatikan.

Kini melihat sosok bayangan hitam ini melompat tinggi melewati pagar tembok pula, betapa tinggi Ginkangnya itu, terang tiada seorang muridnya yang memiliki kepandaian setinggi itu, maka begitu ia melihat jelas bayangan hitam itu terkesiap darahnya, seketika dia berdiri menjublek seperti patung.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar