Pendekar Latah Bagian 10

 
Bagian 10

"Jadi ditempat timur sebelah mana letak Jian-liu-cheng?" "Didalam sebuah lembah ditimur sana."

"Apa nama gunung disana? Dengan mendapat penjelesanmu, aku akan lebih hati2."

"Namanya Phoan-liong-san, kira2 masih tiga puluhan li dari sini."

Setelah mengucapkan terima kasih Hong-lay-mo-li lantas meninggalkan kedai minum. Tapi dia tidak menuruti petunjuk si kakek, setelah beberapa jauh menuju kebarat, ia belok menuju ketimur.

Waktu itu hari sudah magrib, sepanjang jalan ini, tak pernah ia ketemu orang2 persilatan, tentunya orang yang hendak menghadiri perayaan ulang tahun Liu Goan-ka sudah beberapa hari dimuka berada di Jian-lhi-cheng.

Kira2 tiga puluhan li kemudian, betul juga dilihatnya sebuah gunung dldepan sana, Tak lama kemudian Hong-lay-mo-li memasuki sebuah lembah gunung yang sempit panjang, kedua lamping gunung terjal dan menjulang tinggi menutupi sinar matahari, suasana disini terasa rada lembab dingin dan seram.

Maju pula puluhan langkah, tiba2 dilihatnya bayangan punggung seorang perempuan berkelebat didepan sana. Tampak orang seperti sudah dikenalnya, kaki bergerak seperti tak menyentuh tanah, terang orang berlari menggunakan Ginkang tingkat tinggi.

Tergerak pikiran Hong-lay-mo-li, tiba2 teringat olehnya seseorang, segera iapun kembangkan Pat-pou-kan-sian (delapan langkah mengejar tenggeret), setelah berhasil memperpendek jarak sekira tujuh tom-bak, dengan seksama ia awasi bayangan punggung orang, semakin pandang semakin mirip. Diam2 ia heran karena bayangan punggung gadis ini mirip benar dengan Giok-bin-yau-hou, tapi ilmu Ginkang-nya terang lebih tinggi dari Lian Ceng-poh, sebelum ini Hong-lay-mo-li sudah memergoki dua orang Glok-bin-yau-hou yang berlainan gaman, satu pakai pedang yang lain menggunakan seruling, tapi jelas Ginkang gadis didepannya ini jauh lebih unggul dari kedua orang yang terdahulu.

Waktu itu tabir malam sudah mendatang, keadaan lembah memangnya gelap, maka keadaan jadi kurang terang dalam pandangan mata, Dengan pandangan sebagai tokoh silat, samar2 Hong-lay-mo-li hanya melihat gadis didepan itu memang menggembol senjata, cuma pedang atau seruling tak dilihatnya jelas.

Permusuhan Hong-lay-mo-li terhadap Giok-bin-yau-hou sedalam lautan, segera ia jemput dua butir batu, dengan Tam- ci-sin-thong ia jentik sebuah batu ke-arah gadis didepan.

Sebat sekali gadis itu mendadak putar badan seraya membentak: "Siapa main bokong?" batu itu melesat terbang diatas kepala si gadis, Ternyata Hong-lay-mo-li memang memancing supaya orang berpaling untuk melihat wajahnya. Begitu orang berpaling, benar juga memang Giok-bin-yau-hou adanya.

Begitu melihat jelas muka orang, seketika berkobar amarah Hong-lay-mo-li, tanpa bicara lagi batu kedua ia jentik menyerang pula, Kali ini dia kerahkan delapan bagian tenaganya, lapat2 batu itu meluncur mengeluarkan deru keras, dengan kepandaian mendengar suara membedakan senjata, gadis itu tahu batu ini mengarah Sin-ting-hiat didadanya, sudah tentu hatinya kaget, batinnya: "Hebat benar perempuan galak ini, malam segelap ini dia bisa menunpuk sasaran dengan tepat, tak nyana dalam Jian-liu-cheng ada tokoh selihay ini." Cepat sekali gerakan Hong-lay-mo-li, begitu batunya meluncur, badannya ikut menerjang kedepan, bagai harimau lapar ia tubruk kearah sigadis.

Tujuannya hendak membekuk Giok-bin-yau-hou, maka bekerja secara kilat tanpa beri kesempatan lawan bernapas. Tak nyana masih badannya terapung diudara, tiba2 "Ting" batu timpukannya mencelat balik, kekuatannya ternyata tidak lebih lemah dari kekuatan timpukannya tadi.

Kaget juga hati2 Hong-lay-mo-li dibuatnya, ia jadi ragu2 akan pandangannya yang keliru? sementara batu yang terpental balik juga mengarah Sin-ting-hiat didada Hong-lay- mo-li, jelas cara timpukan ini jauh lebih sukar pula dari cara jentikan jarinya tadi.

Karena badan terapung lekas Hong-lay-mo li kem-bangkan kepandaiannya, dimana kebutannya terkem-bang, ia kebas jatuh batu itu, badannya tidak berhenti dengan gaya Peng- pok-km-siau, badannya menukik-turun menyerang batok kepala sigadis.

Se-konyong2 tampak selarik pelangi perak berkelabat menyongsong keatas, "Creng, ereng", suara nyaring memekak telinga, gadis itu tergentak mundur tiga tapak, sementara Hong-lay-mo-li meluncur turun hinggap diatas bumi, dalam seribu kesibukannya ia sempat periksa pedangya, ternyata tergores halus seperti benang yang melekat dipermukaan batang pedangnya.

Dari kenyataan ini Hong lay-mo-li yakin gaman yang digunakan lawan pasti senjata pusaka yang tajam luar biasa.

Gerak gerik gadis itu cepat sekali, begitu menyurut mundur tiga langkah, disaat Hong-lay-mo-li periksa pedangnya yang sedikit cidra dan melengak itu, segera ia balas merangsak, Hong-Iay-moli ayun kebutannya tiba2 cahaya dingin berpencar, benang kebutannya seperti tertiup angin melambai2, tapi lekas sekali disusul suara "Tang" kiranya Hong-lay-mo-li kerahkan Lwekangnya, sehingga kebutannya terlmgkup menjadi satu sekeras potlot baja mengetuk golok lawan, ternyata golok pusaka lawan tak mampu memapas kutung kebutannya.

Jurus permainan pedang Hong-lay-mo-li segera ikut bekerja, dengan tipu Giok-li-toh-so, ia tusuk Ih-gi-hiat dibawah ketiak si gadis, sementara kebutannya sudah berhasil membelit golok pusaka lawan, sasaran tusukan pedangnyapun tak mungkin dicapai oleh golok lawan, siapa tahu golok si gadis tiba2 melengkung, sehingga Ceng-kong-kiamnya tersentak merubah Baru sekarang Hong-lay-mo-li sempat melihat jelas, gaman yang dipakai lawan ternyata adalah golok bulan sabit.

Keruan Hong-lay-mo-Ii tertegun, kesempatan digunakan si gadis untuk meronta dan menyendal lepas gubatan goloknya, sungguh heran dan tak habis mengerti Hong-lay-mo-li dibuatnya, terang ia berhadapan dengan Giok-bin-yau-hou, tapi kali ini orang tidak menggunakan pedang, juga tak bergaman seruling, gaman-nya ternyata bulan sabit yang aneh dan jarang terlihat malah jurus2 permainannyapun lincah, menakjub-kan Lwekangnya tinggi pula, terang jauh lebih unggul dari Giok-bin-yau-hou yang bersenjata pedang atau bergaman seruling itu.

Ditengah pikiran Hong-lay-mo-li, si gadis secepat kilat balas menubruk, dengan tipu "Ping-sa-loh-yan (belibis hing gap dipasir datar), tajam goloknya berputar menabas balik.

"Berhenti dulu!" hardik Hong-lay-mo-li. Tapi si gadis tidak hiraukan seruannya, goloknya masih terus menyerang dengan bacokan kilat dan gencar.

Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam dibuatnya, Tapi diluar tahunya bahwa si gadis tanpa sebab diserang lebih dulu, betapa orang takkan keki kepadanya. Kedua pihak punya pikiran yang sama, peduli lawan orang dari Jian-liu-cheng atau bukan, jelas lawan takkan diberi ampun.

Waktu golok orang membacok datang, Hong-lay-mo-li membentak dengan suara tertekan: "Kau kira aku gentar terhadapmu" Segera ia kembangkan Yohun-kiam-hoat dan Thian-lo-hud-tim-hoat, kedua ilmu permainan yang berbeda ia kombinasikan dalam rangsakan gencar kepada musuhnya.

Tadi si gadis kena dirugikan, sedapat mungkin ia hindari benturan senjata secara kekerasan, siapa tahu usahanya tetap sia2, tiba2 terasa gerakan tangan yang bergaman golok menjadi berat dan lambat, ternyata Hong-lay-mo-li gunakan daya sedot melalui pedangnya melengket goloknya, diketuk kebutan lawan lagi, hampir saja dia tak kuat pegang goloknya sendiri. Betapa gesit gerakan Hong-lay-mo-li, benang2 kebutannya ter-kembang tahu2 berhasil menggubat gagang golok lawan.

Walau sudah berusaha secara serempak dengan pedang dan kebutan, Hong-lay-mo-li gagal bikin golok lawan terlepas dari cekalannya, hatinyapun heran dan kagum. Baru saya ia hendak kerahkan sepuluh bagian tenaganya, untuk merebut golok lawan. Si gadis sudah bertindak lebih dulu, ujung goloknya mendadak mendak kebawah, terus melingkar kearah Hoan tiau-hiat dilutut Hong-lay-mo-li.

Golok bulan sabit ini sudah cukup aneh, permainannya jauh lebih aneh lagi, jauh berbeda dengan ilmu golok umumnya, sungguh tak pernah terpikir oleh Hong-lay-mo-li bahwa golok sabit lawan bisa melengkung dan menjojoh dari arah yang tak terduga, hampir saja dia kena diselomoti.

Untung gerak gerik Hong-lay-mo-li lincah dan cekatan, menghadapi bahaya sedikitpun tak menjadi gugup, disaat ujung golok tinggal setengah dim mengenai lututnya, tahu2 Hong-lay-mo-li menggeser kaki memutar badan, sebat sekali badannya mencelat minggir satu tombak jauhnya. Karena itu terpaksa ia lepaskan gubatan kebutannya dan tak berhasil merebut golok musuh.

Saking kaget dan keheranan, disaat kedua pihak berpencar inilah Hong-lay-mo-li lekas bertanya: "Siapa she dan namamu, untuk apa kau kemari?"

"Kurangajar, siapa namaku toh kau belum tahu, kenapa lantas menyerang dengan keji? Kau tak kenal aku, aku sebaliknya kenal kau, jangan cerewet, lihat golok!" cahaya golok bagai kilat, "Sret" tahu2 ia membacok pula.

Suara gadis ini merdu dan nyaring, meski bernada marah, namun tetap bening dan enak didengar, keruan tergerak hati Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Logat suaranya seperti gadis utara, jauh berbeda dengan logat Giok-bin-you-hou. Memangnya mereka dua orang yang berlainan, kenapa dia bilang kenal aku?" tapi serangan lawan sudah tiba, terpaksa ia tumplek perhatian melayani permainan golok si gadis rada lucu dan aneh, lebih aneh lagi bahwa golok bulan sabit inipun kadang kala blsva digunakan sebagai gantolan, ujung golok malah peranti menutuk Hiat-to pula, untung Hong-lay-mo-li cukup berpengalaman Lwekangnyapun setingkat lebih unggul, namun demikian ia hampir kewalahan menghadapi musuhnya yang satu ini.

Pertempuran kira2 sudah berlangsung lima puluhan jurus, lama kelamaan dengan seksama Hong-lay-mo-li lebih jelas perhatikan raut muka orang, memang bentuk wajah gadis ini agak mirip dengan Giok-bin-you-hou, tapi tampak pula perbedaannya, raut muka gadis ini lebih muda, rupawan dan berbadan lebih kurus, usia gadis ini terang belum genap dua puluh, jadi beberapa tahun lebih muda dari Giok-bin-yau-hou.

Baru sekarang Hong-lay-mo-li insaf akan kesalahannya, Tapi serangan golok si gadis amat gencar, mana Hong-lay-mo- li bisa pecah perhatian untuk bicara? Ternyata gadis inipun curiga bahwa Hong-lay-mo-li adalah tokoh silat yang dipendam dibagian luar Jian-liu-cheng, jadi apa yang dia katakan kenal tak lain menyangka orang sebagai antek penghuni Jian-liu-cheng, jadi bukan benar2 tahu asal usulnya.

Sebaliknya Hong-lay-mo-li salah paham, pikirnya: "Tentunya gadis ini adalah adik kandung Giok-bin-yau-hou, Hm, meski dia bukan Giok-bin-yau-hou, setelah tahu siapa diriku, dia malah menyerang lebih ganas, se-akan2 hendak mengambil jiwaku, terang dia sehaluan dengan Giok-bin-yau- hou."

Bagaimana juga kepandaian pedang dan kebutan Hong-lay- mo-li amat lihay, untung Lwekangnya lebih tinggi, walau ilmu golok si gadis hebat, lima puluh jurus kemudian, dia mulai terdesak dibawah angin.

Disaat pertempuran berlangsung semakin seru, sekonyong2 terdengar kumandang gelak tawa orang yang sayup2 sampai, suaranya bening dan melengking menembus langit, Tanpa disadari bergetar jantung Hong-lay-mo-li, kejut dan heran pula, ternyata itulah ilmu tingkat tinggi yang menghimpun suara menjadi lembut dan dilontarkan ketempat yang jauh, suara gelombang panjang seperti ini harus dilandasi Lwe-kang yang ampuh baru bisa melontarkan kata2nya kepada orang yang dituju tanpa diketahui orang ke-dua. Hong-lay-mo-li kaget bukan lantaran gelombang panjang ini, tapi adalah gelak tawa yang lain dari yang lain itu.

Gelak tawa Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham yang tiada keduanya sungguh girang dan kaget pula Hong- lay-mo-li, baru saja ia kerahkan tenaga hendak balas menggunakan suara gelombang panjang tiba2 didengarnya ditengah galak tawa yang sayup2 itu terdengar pula suara panggilan yang lirih dan terang: "Ah-sia! lekas kemari!" Memang Hoa Kok-ham sedang memanggil orang, tapi bukan dirinya, Hoa Kok-ham sedang memanggil gadis yang bernama Ah-sia!

Segera dilihatnya gadis lawannya inipun mencebir bibir, melontarkan kata2nya dengan himpunan Lwe-kang lalu dikirim ketempat jauh, jawabannya adalah: "O! segera aku datang!" suaranya bening dan mengalun merdu, bagi orang yang tidak pandai menggunakan kepandaian suara gelombang panjang, pasti takkan mendengar apa yang diucapkannya.

Begitu melontarkan kata2nya, lekas si gadis me-rangsak dengan bacokan menggertak, sebat sekali ti-ba2 putar badan terus tinggal pergi. Begitu cepat laksana burung walet badannya berlompatan tapi dia bertindak hati2, kepalanya sering berpaling kebelakang, apakah Hong-lay-mo-li ada mengejar dirinya, dilihatnya Hong-lay-mo-li menjublek ditempatnya, dia kira orang gentar, diluar tahunya hati Hong- lay-mo-li" sedang hambar, tiada hasrat untuk mengejarnya.

Sekejap mata si gadis sudah tak kelihatan pula bayangannya, lekas Hong-lay-mo-li tenangkan hati, setelah direnungkan sebentar, lekas sekali ia sudah mengerti.

Urusan tidak sulit diraba, bahwa Pendekar Latah menggunakan suara gelombang panjang tentunya tak ingin jejaknya diketahui orang lain, maka dalam menyelidik keadaan Jian-liu-cheng bersama sigadis, mereka menggunakan cara rahasia ini saling berhubungan lebih jelas pula bahwa diantara nama si gadis tadi tentu ada menggunakan huruf "Sia",

Tujuan Hong-lay-mo-li menempuh perjalanan sejauh ini ke Kanglam memangnya hendak menemui Hoa Kok-ham, maksudnya hendak mencari tahu riwayat hidupnya, Tapi tak pernah terpikir olehnya, ditempat ini ia mendengar suara orang dikejauhan, keruan hati Hong-lay-mo-li mendelu dan hambar.

Disaat pikiran sedang kalut, tiba2 didengarnya suara langkah orang mendatangi disusul suara seseorang berkata: "Kau tidak salah dengar? Benar2 suara benturan senjata keras?"

"Pasti takkan salah, lekas periksa kesana." kata seorang yang lain.

Hong-lay-mo-li baru insaf, bahwa pertempuran barusan sudah membuat kaget petugas yang meronda malam dari Jian-liu-cheng. Mengandal Gin-kangnya yang tinggi, setelah langkah kedua orang itu jauh, ia jejak kaki melesat naik kepucuk pohon.

Dengan meminjam bayang2 pohon yang gelap, Hong-lay- mo-li maju terus, ia tahu Jian-liu-cheng seumpama sarang naga, maka gerak geriknya harus hati2. Kira2 delapan li ia menyelusuri lembah sempit ini baru tiba didepan pintu gerbang perkampungan.

Tampak Jian-liu-cheng dibangun dilamping gunung, lereng bukit terdapat dibagian atas dan bawah, pohon liu laksana hutan rindang, pepohonan menghijau subur dan diatas bukit malah terdapat sebuah danau kecil.

Dari satu puncak kepuncak pohon yang lain Hong-lay-mo-li maju terus memasuki perkampungan. Dengan gaya Kim-ke- tok-lip (ayam emas berdiri kaki satu) ujung kakinya menutul didahan pohon liu dan berdiri dengan anteng, matanya menjelajah keadaan sekelilingnya.

Tampak bagian barat daya pepohonan-nya paling lebat, lapat2 dari sana pula terdengar suara tetabuan musik. Hong- lay-mo-li membatin: "Tentunya taman bunga berada disebelah sana, Jian-liu-cheng Chengcu sedang mengadakan pesta ulang tahunnya didalam taman." 

Tengah ia me-reka2, tiba2 dilihatnya dahan pohon Liu disana tiada angin bergoyang sendiri, disusul sesosok bayangan melambung tinggi dengan tangkas berlari kearah barat laut. Mata Hong-lay-mo-li cukup tajam, sekilas ia sudah melihat jelas bayangan orang ini adalah Iaki2 bangsa Nuchen yang dia curigai sebagai mata2 ditengah jalan tadi.

Cepat sekali bayangan orang itu sudah menyelinap hilang ditengah rumpun dedaonan lebat, Hong-lay mo-li kembangkan Ginkang, dari pucuk kepucuk pohon yang berderet itu maju terus kedepan, seenteng dahan liu melambai, seperti burung hinggap dipucuk pohon tanpa bersuara, selembar daonpun tiada yang tergetar jatuh, tanpa diketahui setan tak dilihat manusia, langsung iapun menuju kepagar tembok diarah barat laut itu.

Sebelah bawah memang sebuah taman kembang yang luas, ditengah2 taman sedang diadakan pesta, Taman ini dibangun menurut situasi gunung, cuma disana sini dibangun gardu, rumah2 berloteng dan pohon dan tambahan bukit2 palsu, seluk beluknya mirip benar dengan formasi barisan yang bisa menyesatkan pandangan mata orang biasa.

Keadaan taman terang benderang, lampion digantung di- pucak2 pohon, dengan segala variasi pajangan yang serasi dan kelihatan mewah dan semarak, terang hasil dari karya seorang ahli pajang yang kenamaan.

Di tengah sana adalah sebuah lapangan, itulah tempat latihan silat dari Jian-liu-cheng, pada dua sisi lapangan berderet rak2 tempat senjata. Dibagian selatan lapangan dibangun sebuah panggung, dimana opera kelasik sedang main.

Tapi tiada seorang penontonpun dibawah panggung, Kiranya lapangan dimana panggung dibangun dikelilingi banyak gardu, setiap gardu ada dihidangkan meja perjamuan, jadi para tamu bisa makan minum sambil nonton opera.

Untung dipojokan lereng sana, pepohonan disini tidak dihias dan dipasangi lampion, Tapi beberapa tukang ronda mondar mandir berkeliling. Hong-lay-mo-li memetik selembar daon terus dijentiknya kepohon sebelah, dimana seekor burung besar sedang bertengger dan terkejut terbang bersuara, disaat perhatian tukang2 ronda itu tertuju kearah burung disana, sikap sekali Hong-lay-mo-li melayang turun dari pucuk pohon, sembunyi dibelakang sebuah bukit2an. Mimpipun para tukang ronda takkan menduga, dalam sekejap itu, seseorang sudah menyelundup kedalam taman besar ini.

Baru saja Hong-lay-mo-li menempatkan dirinya, terdengar suara ramai2 disebelah dalam, orang2 sedang ribut menghaturkan minuman kepada tuan rumah, "Semoga Liu- ang berusia panjang laksana gunung, banyak rejeki seluas lautan timur, silakan habiskan secangkir arak ini."

"Liu-ang, secangkir arak ini kukaturkan kepadamu mewakili tiga belas keluarga saudaraa di Thay-ouw, silakan kau minum."

"Arak Thay-smw Ong-cecu sudah kau habiskan, silakan minum pula arak dari Nima-jwan."

Waktu Hong-lay-mo-li mengintip kesana, tampak banyak orang sedang mengerumuni seorang laki2 tegak bermuka halus, mereka berebut menghaturkan arak kepada tuan rumah, jadi laki2 setengah baya ini tentunya majikan Jian-liu- cheng yang bernama Liu Goan-ka.

Maka terdengar Liu Goan-ka berkata lantang: "Te-rima kasih akan kebaikan saudara2, cuma betapapun kuat cara minumku, kalau satu persatu begini, aku takkan tahan juga akhirnya, lebih baik mari kita sama2 tenggak tiga cangkir saja."

Orang banyak masih beramai2 maju berdesak hendak menyodorkan cangkir araknya, Tiba2 terdengar sebuah suara yang menusuk pendengaran bicara: "Biarlah aku saja yang mencari jalan tengah, Hari ini adalah ulang tahun Liu-ang, para Enghiong dari berbagai penjuru sama berkumpul. Aku punya satu usul, lebih baik para saudara satu persatu tampil kemuka mendemonstrasikan kepandaian tunggal masing2, sebagai kado persembahan kepada tuan rumah, bukankah cara ini jauh lebih berarti dari pada berebut menghatur arak segala?"

Bergetar jantung Hong-lay-mo-li mendengar suara ini, ternyata sipembicara bukan lain adalah Ki-lian-lo-koay Kim Cau-gak. Mau tak mau berpikir Hong-lay mo-li:

"Kukira Liu Goan-ka hanya seorang tuan tanah atau buaya darat yang merajai daerah setempat, ternyata urusan tidak sederhana seperti yang kukira, kiranya dia seorang pengkhianat bangsa yang sekongkol dengan negeri Kim! Em, memang salahku tidak mencari tahu dan menilainya terlalu gegabah, tanpa kusadari aku sudah masuk kesarang harimau."

Kata2 Kim Cau-gak banyak mendapat sambutan hadirin, tapi ada juga yang menentang, ada pula yang mengajukan keberatan, untunglah segera Kim Cau-gak menambahkan pula: "Ucapanku belum selesai pertunjukan ini memang harus diatur secara adil, setelah para tamu menunjukan kepandaiannya, diminta tuan rumahpun turun gelanggang, supaya kita beramai membuka mata melihat kepandaian sejati Liu-ang yang sakti."

Liu Goan-ka tertawa, katanya: "Kim-loko, bicara kepandaian sejati, hanya kau saja yang patut mendapatkan pujian ini, Kau memujiku terlalu muluk, cara bagaimana aku harus menerimanya?"

Kembali Hong-lay-mo-li kaget, demikian pula para hadirinpun ter-heran2, mereka tidak tahu asal usul Kim Cau- gak, melihat tuan rumah melayaninya begitu hormat dan memuji setinggi itu, para tamu segera berkata bersama:

"Beruntung hari ini kita bertemu dengan tokoh2 kosen, betapapun mohon Kim-losiansing nanti juga menunjukan kepandaiannya yang sakti, tentu mata kita terbuka lebih lebar."

Kim Cau-gak tertawa, ujarnya: "Liu-chengcu bergurau saja kepadaku, pertunjukan ini adalah aku yang mengusulku, apa boleh buat, biar nanti akupun ikut turun gelanggang."

Maka berdirilah Ong Ih-ting Cong-cecu dari tiga belas keluarga di Thayouw, katanya: "Pertemuan hari ini, merupakan kumpulan para Enghiong dan Hohan dari segala pelosok di Kanglam, Setiap hadirin memiliki kepandaian tunggal masing2, kalau setiap orang harus maju satu persatu, mungkin tiga hari tiga malam takkan selesai. Maka kusulkan, diundi menurut keadaan disini saja, setiap penjuru angin terdiri dari timur, selatan, utara dan barat, para tamu mewakilkan satu orang yang terpandang untuk menghaturkan selamat kepada Liu-chengcu, entah bagaimana menurut pendapat para hadirin?"

Maka beramai2 para tamu dibagian barat ini berkata: "Bagian kita tentunya Ong-cecu yang mewakili, harap Ong- cecu tidak menolak tugas mulia ini."

Menolakpun tidak mungkin, terpaksa Ong Ih-ting berkata dengan tertawa: "Kepandaian rendah yang ku-latih, sebetulnya tak berani unjuk kejelekan disini, tapi demi menghormati hari ulang tahun Liu-chengcu, terpaksa aku tampil untuk menghibur Liu-chengcu. Siaute tadi salah bicara, biar kuhukum sendiri minum tiga cangkir."

Maka terdengar seorang Hwesio disebelah timur sana bergelak tawa sambil berdiri: "Kenapa kalian pilih aku orang beribadat?" suasana disinipun sedang ribut, terdengar seorang berseru: "Liong-in Taysu, kita semua sudah pingin tahu betapa hebat Bu-siang-ciang-lat yang kau yakinkan, Ong-cecu sudah terima tugas, kaupun tak usah menolak."

Diam2 Hong-lay-mo-li mengintip keluar, dilihatnya Liong-in Taysu adalah seorang Hwesio bermata besar beralis tebal, kulit mukanya menonjol terlalu gemuk, pikirnya: "Naga2nya Hwesio yang tidak patuh akan ajaran agama, Tapi sampai dimana kelihatan Bu-siang-ciang-lat itu, belum pernah kudengar selama ini. Nanti harus kusaksikan dengan seksama."

Bagian selatan berbareng mengusulkan dua calon, calon pertama adalah Jau-hay-kiau Hoan Thong, lekas Hoan Thong goyang kedua tangan, katanya: "Jiko berada disini, mana boleh aku mengungkuli dia?"

Semua orang kaget, tanyanya: "Siapakah Jiko Hoan- thocu..." beberapa orang yang tahu segera berseru: "Apa Lamkiong-siansing juga hadir? Nah, nama beliau sudah terkenal seperti geledek berbunyi dipinggir telinga, kenapa tidak lekas perkenalkan kepada kita!" disusul seseorang memperkenalkan

"Lam-kiong-Siansing adalah Lamkiong Cau cianpwe salah satu dari Su-pak-thian yang menjagoi Tionggoan, sudah beberapa tahun beliau berada di Kanglam, beruntung hari ini bisa bertemu disini."

Baru Hong-lay-mo-li tahu saudara angkat Hoan Thong kiranya Lamkiong Cau. Lamkiong Cau adalah musuh San San, maka ia pasang kuping dan perhatikan orang yang satu ini.

Begitu nama Lam-pak-thian Lamkiong Cau disebut, ternyata banyak hadirin yang kenal, serempak mereka setuju mengajukan Lamkiong Cau sebagai wakil dari selatan.

Terpaksa Lamkiong Cau berdiri, orang berperawakan pendek dan kurus, tapi suaranya seperti genta, katanya: "Hoan-hiante, kenapa tugas berat ini kau jatuhkan kepundakku? Betapa banyak tokoh2 disini..."

"Ji-ko, kuharap kau berkesempatan untuk berkenalan dengan para saudara sehaluan di Kanglam, apalagi kepandaian silatmu lebih unggul dari aku, memangnya aku yang harus menunjukan kejelekanku?" Karena anjuran saudara angkatnya, serta desakan para hadirin terpaksa Lamkiong Cau terima juga tugas.

Pendapat hadirin bagian utara sudah sepakat, mereka berkata: "Wakil bagian kita sudah jelas menjadi bagian Bun- siasing." calonnya sudah diajukan tapi tidak kelihatan orangnya.

"Nah itu Bun-siansing disana," seru seseorang, "Eh, untuk apa dia disana? Bun-siansing, kemarilah, lekas kemari."

Hong-lay-mo-li sembunyi dibelakang bukit, tampak tujuh delapan orang sedang berlari2 kearah tempat persembunyiannya, keruan terkejut hatinya: "Masakan mereka menemukan jejakku?"

Orang2 itu berhenti didepan bukit2an, katanya: "Bun- siansing, minum baru separo, kenapa kau kemari manjat gunung segala? Apa sih yang kau pandang disitu?"

Setelah ber-kaok2 beberapa kali, baru terdengar jawaban sebuah suara: "Eh, kalian sedang panggil aku? Maaf, maaf, aku terlalu asyik, sampai tidak ku-dengar."

Baru Hong-lay-mo-li tahu bahwa Bun-siansing yang dipanggil2 ini ternyata berada dibalik bukit sebelahnya, jadi hanya teraling sebuah batu, Kembali bercekat hati Hong-lay- mo-li, pikirnya: "Kapan orang ini manjat kemari, ternyata tidak kudengar sama sekali."

Disaat Hong-lay-mo-li keheranan dan ber-tanya2 dalam hati, orang2 itu sudah mengiringi Bun-siansing kembali kegardunya, Dari sela2 batu Hong-lay-mo-li mengintip dilihatnya orang ini berdandan seperti pelajar berusia tiga puluhan.

Terdengar Suseng itu berkata: "Kalian pilih aku, aku sih memang pandai membuat syair dan tulisan ber-seni, bicara soal kepandaian sakti, kukira kalian salah pilih orang." Semua orang sama gelak tawa, katanya: "Bun-siansing, memang kita ingin berkenalan seni tulismu, cukup asal kau suka menjadi wakil kita, terserah apa yang ingin kau tulis, kita beramai akan memberi tepukan tangan kepadamu."

"Kalian begini percaya dan besar harapan, baiklah terpaksa aku tampil kedepan."

Lalu terdengar seseorang berseru lantang: "Wakil dari utara sudah terpilih, yaitu Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan."

Liu Goan-ka berkata terhadap Kim Cau-gak: "Bun-siansing ini suka tamasya bersenandung dan seni tulis, sasterawan aneh dari Kanglam, cuma dia bukan golongan Liok-lim. Kim- locianpwe boleh bersahabat dengan dia."

Kim Cau-gak mengangguk, ujarnya: "O, Thi-pit su-seng Bun Yat-hoan? Aku memang pernah dengar namanya, Di Kanglam memang tidak sedikit orang2 berbakat."

Mendengar Kim dan Liu berdua begitu besar perhatiannya terhadap Thi-pit-su-seng, heran dan ber-tanya2 hati Hong-Iay mo-li, maka gerak gerik Bun Yat hoan yang aneh tadi menambah rasa curiganya.

Dengan seksama ia perhatikan Bu Yat-hoan yang berpakaian jubah panjang tipis, pikirnya: "JuIukannya Thi-pit- su-seng, tentunya tokoh kosen dalam permainan sepasang Boan-koan-pit, tapi kenapa dia tidak membawa senjata?"

Sementara itu pertunjukan opera diatas panggung sudah usai, para wakil yang hendak memberikan ucapan selamat satu persatu tampil kedepan, Mereka adalah Wakil timur: Liong-in Taysu, selatan: Lam-san-hou Lamkiong Cau, barat: Ong Ih-ting dari Thay-ouw, utara: Thi-pit-su-seng Bun Yat- hoan, ditambah Kim-lian-lo-koay, jumlahnya lima orang. Liu Goan-ka sendiri akan keluar setelah kelima orang ini habis mendemonstrasikan kepandaian masing2. Diantara empat wakil2 ini hanya Lamkiong Cau seorang yang sedikit tahu asal usul Kim Cau-gak, tapi ia tidak berani mengatakan, segera ia tampil kedepan dan memberi hormat, katanya: "Kim-locianpwe, kami memberanikan diri menunjukan kejelekan dihadapan kau orang tua, sukalah memberi petunjuk."

"Ya, aku sebagai pendatang baru di Kanglam, silakan kalian boleh mulai lebih dulu." ujar Kim Cau-gak.

"Baiklah, kita boleh mulai dari timur lebih dulu," ujar Lam- san-hou Lamkiong Cau, "Llong-in Taysu, tiba giliranmu lebih dulu."

"Baik," tanpa sungkan2 Liong-in Taysu tampil ke-depan, "Biar aku dulu melepaskan otot dan melemaskan tulang." ditengah kalangan Liong-in Taysu meng-gosok2 tapak tangan, katanya pula: "Main apa ya? Baik, sudah ada, harap sediakan duapuluh keping tahu."

Para hadirin tertawa geli, serunya: "Liong-in Taysu kau ini Hwesio gadungan yang suka gares daging anjing, kenapa hari ini suka makan barang tak berjiwa ?"

"Tahu yang kuminta tidak untuk dimakan, Aku minta tahu yang masih mentah."

Ditengah percakapan ini seorang sudah berlari keluar dari dalam membawa sebaskom tahu, jumlahnya lebih banyak dari yang diminta seluruhnya ada tiga puluh dua, menunjuk sebuah batu persegi yang cukup besar berkata Liong-in Taysu: "Tolong dibantu, jajarkan satu persatu tahu2 itu diatas batu, hati2 sedikit jangan sampai rusak."

Dengan pelan dan hati2 pesuruh itu meletakan tahu itu jajar rapat diatas batu persegi, kebetulan pas2-an dengan permukaan batu datar itu. Segera Liong-in Taysu menjura keempat penjuru, serunya: "Siau-ceng akan perlihatkan kepandaian cara memukul tahu, kalau sampai kesalahan tangan, harap jangan di-tertawakan."

Sudah tentu hadirin jadi ribut keheranan dan menyangka orang sedang bergurau belaka. Tampak dengan menghardik keras, "Wut" Liong-in layangkan telapak tangannya menghantam kearah tahu2 itu, ditengah suara kaget para hadirin tiba2 ia sudah tarik tangannya dan mundur kesamping.

Tahu barang empuk yang disentuh saja lantas hancur, waktu Liong-in Taysu pukulkan tapak tangannya, siapapun menyangka tahu2 itu pasti luluh, siapa tahu waktu mereka tegasi, tahu2 itu masih berada ditem-patnya tanpa kurang suatu apa.

Liong-in Taysu suruh pesuruh tadi dan katanya: "Bawa kembali tahu2 itu kedapur, dan periksa satu persatu apakah ada yang rusak?"

Dengan hati2 pesuruh itu jemput satu persatu tahu2 itu diletakan kedalam nampan, katanya: "Lapor Taysu, semuanya masih utuh, tapi, batu ini..."

Liong-in Taysu tertawa, katanya: "Kau boleh mundur, biar para hadirin memeriksa."

Banyak orang beramai2 maju ingin menyaksikan, ternyata batu bersegi ini sudah retak dan pecah menjadi empat potong, seperti pisau mengiris tahu, satu sama lain rata, seketika  sorak sorai dan pujian gegap gumpita.

Maklumlah dengan kekuatan pukulan, bikin batu pecah tak perlu dibuat heran, lain dengan cara Liong-in Taysu barusan, kekuatan pukulannya lewat tahu2 yang empuk memecah batu yang keras itu.

Ditengah tepuk sorak para hadirin dengan membusungkan dada Liong-in Taysu melangkah ketempat duduknya.

Disusul Lamkiong Cau tampil ketengah gelanggang, Nama Lam-san-hou lebih tenar, semua orang pentang mata lebar2, ingin mereka melihat tokoh salah satu dari Su-pak-thian ini punya kepandaian apa yang dapat mengungkuli Liong-in Taysu.

Tidak ketengah gelanggang Lamkiong Cau malah berdiri tujuh kaki dipinggir gelanggang, katanya sambil menjura: "Harap saudara2 disebelah sini menyingkir sedikit jauh, Nah, begitu, cukup sudah, terima kasih akan pengertian para saudara."

Sudah tentu ada tamu yang menggerutu, gelanggang begitu luas, kenapa malah mepet kepinggir arena mendekati penonton, Tapi semua orang sedang menunggu permainannya yang luar biasa, maka mereka menurut apa saya yang dia minta.

Tak nyana Lamkiong Cau hanya berkata secara tawar "Biar kumainkan Hek-hou-kun saja, latihanku belum matang, harap hadirin tidak kecewa."

Habis berkata, pelan2 ia mulai bergaya dan sejurus demi sejurus kaki tangannya bergerak seperti sedang berlatih sendiri.

Hek-hou-kun atau pukulan macan hitam adalah ilmu silat paling umum yang harus dipelajari oleh setiap calon murid yang ingin belajar silat. Dalam permaian Lamkiong Caupun tidak terlihat adanya tanda2 keistimewaan dan keluar biasaannya ilmu pukulan ini, cuma setiap gerak tangannya tentu membawa sambaran deru angin kencang yang menandakan kekuatan Lwekangnya yang tinggi.

Setengah sulutan dupa kemudian, rangkaian ilmu Hek-hou- kun inipun sudah selesai dimainkan, Lamkiong Cau merangkap kedua tangan serta berkata: "Selesai, harap hadirin memberi petunjuk!"

Seluruh hadirin sama heran dan saling memberi komentar bisik2. Maka berkatalah Liu Goan-ka dengan suara lantang: "Pukulan macan mencuri hati dan pukulan sakti seratus langkah yang dimainkan Lamkiong Thocu sungguh hebat, kagum, kagum. Aku harus korbankan dua pucuk pohon Liu, tapi bisa melihat pertunjukan sehebat ini, kiranya cukup setimpal."

Baru hadirin sama terkejut mendengar pujian ini, bagi mereka yang tadi mencemooh kini terperanjat dan ber-tanya2, dimana letak kehebatan pukulan Lamkiong Cau tadi. Tengah hadirin keheranan, tiba2 tampak dua pohon liu tepat dihadapan Lamkiong Cau tadi yang berjarak tujuh tombak tanpa terhembus angin ber-goyang gontai sendiri, daon sama rontok, sekejap saja, "Bluuk" keduanya tumbang berbareng.

Liu Goah-ka menambahkan dengan tertawa: "Biar kujelaskan lebih lanjut dimana letak kehebatan dari pukulan macan mencuri hati tadi, silakan hadirin maju kesana dan kelupas kulit pohon itu, lihatlah poros batang kayunya, apa benar sudah membusuk?"

Bera-mai2 hadirin merubung maju, tapi waktu dahan pohon dipotong, tengahnya sudah kosong, seperti kayu keropos yang digrogoti rayap, Baru sekarang hadirin terkejut dan terbelalak kagum akan kehebatan kekuatan pukulan tadi.

Lamkiong Cau sendiripun amat terkejut, batin-nya: "Jian- liu-cheng-cu memang tak bernama kosong, intisari dari rahasia pukulanku ternyata dapat diselaminya dengan baik."

sementara Lu Goan-ka juga membatin: "Lamkiong Cau salah satu dari tokoh Su-pak-thian, sejak datang ke Kanglam selamanya malang melintang seorang diri lagaknya memandang rendah kaum persilatan disini. Kini kesempatan bagi ku untuk hajar adat kepadanya biar kapok dan mending kalau bisa tundukkan dia." maka segera ia berkata lantang:

"Terima kasih akan hadiah dari Lamkiong Thocu, mari kusuguh se-cangkir arak!" habis berkata ia angkat sebuah cangkir berisi penuh arak terus dilempar dari kejauhan. Semua orang sama menengadah, tampak cangkir arak yang penuh berisi arak itu melayang dari dalam gardu melampaui gelanggang meluncur tenang dan lempang kedepan, se-olah2 ada tangan tak kelihatan yang menyanggahnya berjalan, jarak antara gardu satu sama lain kira2 ada seratus langkah, cangkir itu terus terbang lempang kearah Lamkiong Cau, Lekas Lamkiong Cau menggape tangan seraya berkata:

"Terima kasih akan suguhan arak Chengcu!" seperti tertekan suatu tenaga, cangkir itu berhenti ditengah udara-lalu pelan2 melayang turun ketengah telapak tangan-nya, arak dalam cangkir hanya muncrat dua tetes, kalau tidak diperhatikan takkan kelihatan.

Tepuk tangan dan pujian sorak sorai seketika memenuhi seluruh perkampungan. Cara menyuguh arak dari jarak ratusan langkah, baru muncrat dua tetes setelah diterima oleh sang tamu, sungguh merupakan kepandaian yang lebih hebat lagi dari pukulan macan mencuri hati yang menggerogoti isi pohon yang di tunjukan Lamkiong Cau tadi.

Sebagai seorang ahli silat, sudah tentu Hong-lay-mo-li dapat meraba dimana letak kehebatan dari kekuatan suguhan arak dari jarak ratusan langkah ini, mau tak mau tersirap juga hatinya, Batinnya: "Tak heran Kim-lian-lo-koay kelihatan rada segan dan memuji setinggi langit kepada Liu Goan-ka.

Ternyata memang dia punya kepandaian sakti yang tiada taranya, Kepandaian melontarkan cangkir arak dari jarak sekian jauh memang dapat kulakukan juga, tapi setelah ratusan langkah kemudian masih mengandung kekuatan begitu besar, hal ini terang tak bisa kusamai, tak heran tokoh semacam Lamkiong Caupun terkalahkan sejurus, pukulan sakti Lamkiong Cau untuk merobohkan pohon memang hebat, tapi kalau dibanding dengan Tang-hay-liong dan Say-ci-hong, terang masih terpaut rada jauh. San San sudah berhasil menyempurnakan latihan Yo-hun- kiam-hoat dan tiga puluh enam jurus Thian-lo-hud-tim ajaranku, kemungkinan cukup mampu untuk melawannya sama kuat."

Lamkiong Cau kalah satu jurus, tapi orang lain tidak tahu, semua bersorak memuji pula kepadanya, Lamkiong Cau sendiri merasa malu, menyesal dan kaget, lekas ia turun dan maju kedepan Liu Goan-ka menghaturkan secangkir arak, kali ini ia tidak berani pamer kepandaian segala, betul2 tunduk lahir batin.

Bun Yat-hoan berkata: "Ong-cecu, kini giliran-mu." Ong Ih-ting maju ketengah gelanggang katanya: "Liu-

chengcu, kembang sutra yang memenuhi taman-mu ini

sungguh indah sekali, Aku harap Cengcu suka memberi beberapa kuntum kepadaku, supaya kubawa pulang untuk hadiah kepada putriku."

Ternyata ratusan pohon Liu yang terdapat didalam taman semua dihiasi dengan ceplok2 kembang yang dibuat dari kain sutra warna warni dengan berbagai bentuk pula, begitu pandai pembikin kembang2 sutra ini, sampai orang susah membedakan asli dan palsu dari ceplok2 kembang itu.

"Ong-toako," kata Liu Goan-ka, "Kembang yang mana kau penujui, silakan kau petik sendiri."

Hadirin menjadi heran dan tak mengerti, Ong Ih-ting tidak main silat mendemonstraskan kepandaian-nya, koh malah hendak memetik kembang.

Berseru Ong Ih-ting: "Silakan saudara mana yang sudi menemani aku memilih kembang," semua orang ingin melihat kepandaian Ong Ih-ting meski heran, ada juga beberapa orang yang keluar berbondong2 dibelakangnya, Sambil celingukan Oh Ih-ting menilai dan memilih bersama orang2 yang berbondong2 dibeIakangnya, seluruhnya dia pilih delapan belas kun-tum, masing2 berada diatas delapan belas pucuk pohon yang tersebar ditimur, selatan, utara dan barat, Ong Ih-ting minta orang2 dibelakangnya memberi tanda pada setiap kuntum kembang yang dipilihnya, tapi tidak lantas dipetik, setelah cukup memilih dengan tepuk2 tangan ia berkata tertawa:

"Cukup, cukup, kalau terlalu banyak, nanti malah membosankan." setelah menghaturkan terima kasih kepada orang banyak, seorang diri ia kembali ketengah gelanggang.

Seseorang berseru tanya: "Ong-cecu, kepandaian apa yang hendak kau latih dihadapan orang banyak?"

"Aku tak punya kepandaian apa2, paling aku hanya sedikit ikut meramaikan saja, barusan para saudara sudah memilihkan delapan belas kuntum kembang untuk putriku, aku haturkan terima kasih, biarlah ke-delapan belas kembang itu kupetik bersama dan kubawa pulang saja."

Orang banyak melengak heran pula: "Memetik kembang masakah perlu pakai kepandaian segala? Kenapa tadi tidak dia petik sekalian?" terdengar Ong Ih-ting bicara lebih lanjut: "Delapan belas kuntum kembang akan kupetik bersama, kalau ada kurang sekuntum saja, aku rela dihukum minum tiga cangkir!"

Baru sekarang hadirin gempar mendengar ucapan Ong Ih- ting, disaat semua orang sedang bertanya2, Ong Ih-ting sedang menjura kesekeliling gelanggang seketika cahaya emas bertaburan menyilaukan mata, melesat keempat penjuru dengan suara mendesis ramai.

Penonton yang dekat gelanggang lekas mengkeret badan menyembunyikan kepala dibawah lengan bajunya, takut tersambit oleh senjata rahasia, Tak lama kemudian, Ong Ih- ting bergelak tawa pula kata-nya: "Delapan belas kuntum kembang sudah kupetik, silakan saudara2 melihatnya, apa benar kembang yang sudah diberi tanda tadi?" Taman ini dipenuh sesak oleh para tamu, delapan belas kuntum kembang melayang jatuh dari delapan belas pucuk pohon, tanpa diminta orang2 sekitarnya sudah berebut menjemputnya, lalu sama dikumpulkan dan jumlahnya memang tepat delapan belas kuntum, setiap kuntum kembang memang sudah ada tanda2 yang tadi dibubuhkan.

Seorang pesuruh dari Liu-keh-cbeng segera membawa nampan dan mengumpulkan delapan belas kuntum kembang itu dihaturkan kepada Ong Ih-ting. seketika sorak sorai tepuk tangan amat riuh.

Ternyata setiap kuntum kembang itu diikat dan dicentelkan diatas dahan pohon dengan seutas kawat lembut, Ong Ih-ting hamburkan Bwe-hoa-ciam sekaligus keempat penjuru, dan memutus kawat2 itu sehingga kembang2 yang sudah terpilih itu sama jatuh, tiada sekuntumpun yang menjadi rusak atau kotor.

Sekaligus ia timpukan delapan belas batang Bwe-hoa-ciam sudah merupakan kepandaian yang sulit, apalagi mengincar sasaran kembang yang tersebar diberbagai pelosok lagi, tenaganyapun pas2an cuma memutus kawat2 lembut saja, sudah tentu kepandaian macam ini jauh lebih menakjupkan lagi.

Kapan hadirin pernah melihat kepandaian tinggi seaneh ini.

Diam2 Hong-lay-mo-li juga memuji dalam hati: "Ternyata kawan2 Bulim di Kanglam juga banyak tokoh2 lihay yang takkan kalah dari tokoh2 kosen di utara. Malam ini aku harus luar biasa hati2."

Ong Ih-ting tertawa, katanya: "Yang lebih bagus masih akan dipertunjukan pada babak selanjutnya, silakan hadirin simpan tenaga untuk bersorak sekuatnya."

Semua orang semakin senang dan takjup, teriak-nya: "Ya, sekarang giliran kita melihat kebolehan Bun-siansing." Kebesaran nama Bun Yat-hoan memang jauh lebih tinggi dari Ong Ih-ting dalam pandangan orang2 Kanglam, banyak orang tahu dia sebagai tokoh kelana aneh yang punya kepandaian tinggi, tapi sampai dimana tingkat kepandaiannya jarang orang tahu, Kini tiba gilirannya tampil kegelanggang, belum lagi mulai, langkahnya sudah disambut tepuk tangan dan pujian ramai.

Bun Yat-hoat malah tampil kedepan dengan muka kecut,katanya: "Aku dipaksa tampil kedepan, seperti menantu jelek harus menghadap mertua, Teman2 tadi sudah keluarkan kepandaian yang hebat2, aku sebaliknya hanya bisa main cakar kucing, apa yang harus kutunjukan disini?"

Ada orang menanggapi: "Bun-siansing tak usah merendah diri, silakan kau tunjukan kemahiranmu sendiri."

"Kemahiranku? Coba kupikir dulu, aku punya kemahiran apa sih? Waktu kecil aku cuma belajar membaca beberapa hari, huruf yang bisa kutulis tidak lebih tiga ratus biji Em, ada, ada, hari ini adalah hari ulang tahun Liu-chengcu genap usia enam puluh, biar kubuatkan sepasang syair sebagai kado persembahanku saja."

Liu Goan-ka berkata: "Hari ulang tahunku ini, bila mendapat kado syair ciptaan Bun-siansing, tentunya membawa semarak perayaan hari ini, silakan Bun-sian-sing segera kerjakan karyanya."

Kata Bun Yat-hoan: "Ke-mana2 aku jarang membawa kertas dan alat tulis, harap Liu-chengcu suka pinjamkan kepadaku."

Liu Goan-ka rada curiga, tanyanya: "Bun-siansing ingin menggunakan potlot apa?"

"Sudah tentu pakai potlot bulu! Aku hanya bisa menulis tak bisa mengukir, kalau tak menggunakan potlot bulu, masakah harus menggunakan potlot besi?" Semula hadirin sama menyangka, sebagai tokoh yang dijuluki Thi-pit-suseng (pelajar potlot besi), tentunya orang akan pamerkan kemahirannya dengan sepasang potlot besinya sendiri, tak nyana orang dengan serius minta potlot bulu, agaknya orang memang hendak membuat syair sesungguhnya,

Segera Liu Goan-ka suruh pembantunya mengambil banyak potlot bulu, Bun Yat-hoan memilih sebatang yang paling besar terbuat dari bulu serigala, katanya: "Syair tampilan harus ditulis dengan huruf2 besar, nuIis huruf2 besar paling gampang menunjukan kejelekkan, Biar aku gunakan potlot paling besar ini." pembantu itu ragu2, katanya: "Bun-siansing seakan naik panggung disana sudah kusiapkan meja, sebentar kuadukkan tintanya."

"Tak usah." sahut Bun Yat-hoan, "Potlot segede ini, kertasmu kurang panjang, aku pun tak perlu pakai tinta." kembali hadirin dibuat heran, menulis masa tidak pakai tinta segala.

"Kui-hok!" seru Liu Goan-ka, "Kau tidak tahu dan jangan ganggu Bun-sianing, dimana Bun-siansing suka menulis boleh silakan saja."

"Ya," pembantu itu mengiakan, "Bun-siansing silakan." Sambil menentang potlot besar itu berkata Bun-yat-hoan:

"Syairku ini akan kulis didinding bukit saja, Lu-chengcu, maaf bila aku merusak taman dan pemandangan indah disini." langsung ia menghampiri ke arah bukit dimana Hong-lay-mo-li menyembunyikan diri, sudah tentu Hong-lay-mo-li jadi tegang dan was2, kebutan ia genggam dengan kencang, siap siaga turun tangan lebih dulu bila Bun Yat-hoan menunjukan sesuatu gerakan yang tidak menguntungkan dirinya.

Sementara itu Bun Yat-hoan mondar-mandir pura2 memilih tempat yang cocok, sekonyong2 Hong-lay-mo-li mendengar suara orang seperti berbisik dipinggir kupingnya: "Nona dibelakang bukit dengar-kan, aku kagum akan keberanianmu, tapi jiwamu akan sia2 kau korbankan disini, sebentar Liu Goan-ka akan turun gelanggang, kalau sampai konangan olehnya, tumbuh sayappun kau tekan bisa terbang, Disaat perhatian hadirin tertuju kepadaku, lekas kau menyingkir saja." Bun Yat-hoan gunakan ilmu mengirim gelombang panjang, kecuali Hong-lay-mo-li tiada orang lain yang mendengar

Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu maksud baik Bun Yat- hoan, Batinnya: "Agaknya malam ini boleh berkurang seorang musuh tangguh." diam2 ia terima kasih akan maksud baik Bun Yat-hoan, tapi dia berkeputusan hendak menonton sampai babak terakhir.

Ditengah suara ribut para hadirin yang menunggu tak sabar lagi, dengan ringan Bun Yathoan tiba2 enjot kakinya melayang naik hinggap dipucuk sebuah dahan, dahan ini kebetulan menjuntai kearah dinding bukit. Dahan sebesar ibu jari, namun Bun Yat-hoan bisa duduk bersila tanpa bergeming, se- olah2 yang duduk diatas dahan adalah seekor kecapung, meski perawakan Bun Yat-hoan tidak besar, sedikitnya ada seratus kati berat badannya, namun dahan liu itu sedikitpun tidak bergeming atau melengkung. Gin-kang sehebat ini, kapan hadirin pernah melihatnya, kembali seluruh gelanggang diramaikan sorak sorai dan pujian muluk2.

Agaknya Bun Yat-hoan harus tenangkan diri dan membetulkan tempat duduknya lebih dulu dengan gaya yang di-buat2, dahan pohon tampak rada tenggelam, disusul ia gerakan potlotnya, cepat sekali Bun Yat-hoan sudah menggores2 didinding bukit yang keras itu, setiap goresan potlot bulunya seketika bubuk batu beterbangan, sekejap saja diatas dinding sudah tertulis sehuruf Thian".

Begitulah dahan pohon semakin melengkung kebawah mengiringi gerak tangan Bun Yat-hoan, kejap lain ia sudah menulis Thian memberi kehidupan manusia tambah usia!" Tujuan hadirin memang ingin melihat kepandaian silatnya, bukan menilai seni tulisnya, sampaipun Hong-lay-mo-li diam2pun memuji dalam hati. Tanpa menunggu syair tampilan selanjutnya, seluruh gelanggang kembali gemuruh oleh tepuk tangan.

Bun Yat-hoan garuk2 kepala sebentar lalu meleng kepala seperti berpikir mencari ilham, tanpa kelihatan badannya bergerak, tiba2 tubuhnya melayang ke dahan lain disebelahnya tetap bergaya duduk seperti semula, dimana setiap goresan potlot bulunya menimbulkan hujan debu pula, sebentar saja syair tampilan-nyapun sudah dia ukir diatas dinding bukit itu, bunyinya adalah "kau punya tameng aku punya tombak."

Bagi hadirin yang bisa menyelami arti kedua syair tampilan ini jadi beradu muka tak berani bersuara, Hampir saja Hong- lay-mo-li tertawa geli, batinnya: "Bagus, cocok benar syair "kau punya tameng aku punya tomobak"! Coba dimana kulit tua Liu Goan-ka hendak dicentelkan?"

Sementara itu Bun Yat-hoan sudah buang potlotnya dan melayang turun sambil tepuk2 tangan, serunya tertawa: "Thian memberi kehidupan manusia tambah umur, kau punya tameng aku punya tombak, tampilannya mestinya kurang cocok, namun boleh juga ditrapkan menjadi satu, bagaimana pendapat para hadir ini?"

"Sontoloyo! "Liu Goan-ka mendamprat dalam hati "Kupandang kau sebagai tamu agung, sebaliknya berani mengolok2 dihadapan orang banyak, Terang kau sengaja menantang bahwa apapun yang kulakukan, jangan kau menentang maksudku?"

Tapi sebagai tuan rumah yang dipandang sebagai pimpinan Bulim d iKanglam, meski marah, tak enak ia umbar adatnya. Malah Kim Cau-gak yang bersikap kurang senang ejeknya: "Bun-siansing, apa maksud tulisan syairmu ini, aku mohon penjelasan."

"Aku hanya mengejar kebenaran saja peduli maksud apa segala? Kau kira apa maksudnya?" jawaban Bun Yat-hoan mengandung sindiran.

"Memangnya sikapmu ini benar terhadap Liu-chengcu?"

"Aku sudah selesai dengan buah karyaku yang memeras keringatku, apakah orang lain anggap benar aku tidak tahu, aku hanya mengejar kebenaranku sendiri."

Kim Cau-gak mendengus, tantangnya: "Kau punya tameng tidak?"

Pertunjukan hebat apa yang akan diperlihatkan Liu Goan-ka kepada hadirin? Apakah jejak Hong-Iay-mo-li bekal konangan?

Siapa lebih unggul antara Pendekar Latah Hoa Kok-ham kontra Kim Cau-gak?

Betapa perasaan Hong-Iay-mo-Ii berhadapan dengan sang ayah yang dia masih sangsikan jiwanya?
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar