Pendekar Latah Bagian 05

 
Bagian 05

Tapi terpikir pula olehnya: "Tidak benar, kepandaian orang itu begitu tinggi, jauh lebih unggul dari Pek-hong, penghuni perkampungan ini mana ada yang memiliki kepandaian setinggi itu? Em, sulit juga di-katakan, ayahnya adalah gembong iblis maha guru persilatan, teman2nya tak terhitung banyaknya, bukan mustahil salah seorang kenalan lama itu yang sembunyikan diri diperkampungan, sehingga akupun kena dikelabui? Hari ini rencana jahatku sudah konangan, maka dia turun tangan memberi sekedar peringatan." bolak balik Kongsun Ki menganalisa segala seluk beluk persoalan yang dihadapinya ini, lama kelamaan hatinya jadi jeri sendiri, bukan saja tak berani pulang kekamar Siang Pek-hong, takut pula orang yang tersembunyi itu membuat perhitungan kepadanya.

Terang istrinya tidak akan berpeluk tangan melabrak dirinya habis-habisan, setelah pikir punya pikir, karena tiada jalan lain yang lebih sempurna terpaksa ia berkeputusan tinggal minggat saja.

Disaat ia siap hendak buka pintu, tiba2 didengarnya grendel pintu berputar mengeluarkan suara lirih, itu pertanda seseorang mengetuk pintu diluar, keruan bukan kepalang kejut Kongsun Ki, bentaknya: "Siapa?" begitu pintu ditariknya terbuka ia mundur sembunyi kebelakang pintu sambil melolos pedang, begitu orang diiuar melangkah masuk, ia siap menyerang dengan tusukan pedangnya. Tak nyana orang itu melangkah sambil menjawab sepatah kata: "Akulah!" tusukan pedang Kongsun Ki seketika berhenti ditengah udara, yang masuk bukan lain adalah Hong lay-mo-li.

Kongsun Ki lekas menyeka keringat dingin di atas jidatnya, pedang disarung masuk kedalam sarungnya, katanya: "Sumoay kiranya kau? Kenapa kau kemari? Bikin aku kaget saja."

Hong-lay-mo-li bersikap dingin, jengeknya: "Selama hidup tak pernah berbuat jahat, mendengar ketukan pintu ditengah malampun takkan terkejut. Memangnya perbuatan jahat apa yang pernah kau lakukan?"

"O, jadi yang menyambitkan Bwe-hoa-ciam tadi adalah kau?" tanya Kongsun Ki, hatinya kaget namun girang.

Dengan tatapan dingin Hong-lay-mo-li awasi Suhengnya, katanya: "Obat apa yang hendak kau mium-kan kepada Suso?"

"Kuah jinsom yang menambah semangat!"

Tegak alis Hong-lay-mo-li, katanya tertawa dingin: "jangan kau kelabui aku, kuah jinsom mana bisa mengepulkan asap ungu diatas lantai?"

Kongsun Ki nekad, katanya: "Sumoay, kau sudah tahu, biar aku bicara terus terang, memang dalam kuah jinson itu kutambahi sedikit bubuk akar kembang ari2 yang terdapat di Tho-hoa-hi di Binglam."

Hong-lay-mo-li terkejut, teriaknya tertahan: "Apakah itu bukan racun?"

Kongsun Ki tertawa kikuk, katanya: "Aku tak bermaksud menghabisi jiwanya, racun ini bekerja lambat latihan Lwekangnyapun sudah tinggi, tidak akan mati begitu saja. Asal aku berhasil mendapatkan pelajaran kedua ilmu beracun itu, aku takkan menggunakan obat beracun ini." "Bila dia berkukuh tak mau menyerahkan inti pelajaran kedua ilmu itu, kau tetap hendak menggunakan obat itu untuk membunuhnya? Dan lagi, kadar racun sudah terlalu banyak bersemayam dalam badannya, seumpama kau hentikan perbuatanmu diapun akan rebah ber-tahun2 diatas ranjang takkan mampu bangun lagi." Kongsun Ki megap2 tak mampu menjawab.

"Kau gunakan obat racun yang bekerja lambat, lalu pura2 telaten meladeni, jadi tujuanmu hendak menipu pelajaran kedua ilmu itu?"

"Dan lagi, kau masih ingin kendalikan anak buah lama ayahnya, untuk menjagoi Kangouw, maka kau harus bikin dia mati tanpa menunjukan gejala2 keracunan supaya semua anak buahnya tidak curiga, tetap setia kepadamu?"

Karena dikorek isi hatinya, terpaksa Kongsun Ki tunduk kepala tak bersuara.

Bergidik seram bulu kuduk Hong-lay-mo-li, tak nyana suhengnya ini bertindak begitu keji dan jahat, sungguh pedih dan perih serta marah hatinya, pikir-nya: "Kukira Suso bukan orang baik, ternyata suheng jauh lebih jahat berlipat ganda."

Tiba2 Kongsun Ki berkata: "Sumoay, kau tidak tahu, sungguh aku amat menyesal."

"Apa yang kau sesalkan?"

"Aku menyesal kenapa dulu aku meninggalkan kalian, kawin lari dengan perempuan siluman itu."

Tertusuk perasaan Hong-lay-mo-li mendengar sang Suheng menyebut istri sendiri sebagai perempuan siluman, katanya: "Suso tetap cinta setia terhadap kau, sampai hati kau memakinya demikian? Baik buruk kalian sudah menjadi suami istri, memangnya kau tidak punya perasaan hubungan antar suami istri ini?" Kongsun Ki menjengek tawa, katanya: "Sumoay, kau tidak tahu, semula memang aku tiada rencana menjadi suaminya. Dulu aku baru tumbuh dewasa, lantas kena dipelet dan terpincut oleh dia, sampai aku dibawanya lari meninggalkan keluarga, kini kalau dipikirkan sungguh tidak setimpal. Coba kau pikir, mungkin kaupun bisa geli, sebenarnya usianya lebih tua dari aku, tapi selama ini aku memanggilnya Hong-moay. Coba katakan, menggelikan tidak? Hm, bicara terus terang, sudah lama aku membencinya."

Dalam hati Hong-lay-mo-lipun membatin: "Kau tidak tahu, mendengar ucapanmu ini, betapa benciku kepada kau."

Betapa cerdik Kongsun Ki, diam2 ia perhatikan perubahan rona wajahnya, katanya pula sambil menghela napas: "Setelah mengawini biniku ini, sampai aku tak berani pulang ke rumah sendiri, ayah tak akui sebagai putranya lagi, Sumoay hubungan mesra kami dulupun terputus sama sekali. Ai, terkenang akan kehidupan kami dulu, masakah aku takkan menyesal, tidak bersedih?" ternyata menetes dua butir air matanya.

sebetulnya Hong-lay mo-li amat buruk kesannya terhadap sang Suheng, mendengar kata2nya ini, teringat pula akan kasih sayang sang guru, sedang sang guru hanya punya putra tunggal ini, tak terasa ia ikut terbenam dalam kedukaan, katanya: "Suheng, memang ayah tak senang melihat perbuatanmu, lahirnya beliau tak mengakui kau sebagai putranya, namun beliau masih mengenangmu. Begitu dia mabuk minum arak, namamu masih sering disebutnya, Suheng, jikalau kau bertobat dan insaf akan kesalahanmu tentu kubantu kau minta ampun dihadapan ayahmu, Susopun boleh dibawa pulang, Mengenai aku, aku tetap pandang kau sebagai Suhengku."

"Terima kasih Sumoay, aku tahu kau baik terhadapku asal hubungan kami tetap seperti sedia kala, akupun takkan bersedih hati, Tapi kukira tak perlu membawa perempuan jalang itu pulang kerumah, Coba pikir urusan sudah ketelanjur, apakah aku bisa tetap hubungan sebagai suami istri dengan dia? Sumoay asal sikapmu masih tetap seperti dulu kepadaku, sekarang juga aku ikut kau pulang, Segala apa yang kuinginkan selama ini boleh tak usah ku-kejar2 lagi."

Berubah muka Hong-lay-mo-li, katanya: "Suheng, apa2an maksud ucapanmu ini?"

"Sumoay, kau seorang pintar masakan belum mengerti?

Sampai hati aku menggunakan racun terhadap Susomu, lantaran untuk kau juga."

Saking marah Hong-lay-mo-li tak kuasa bicara, baru saja ia hendak umbar amarahnya, tiba2 terdengar derap langkah mendatangi Kongsun Ki kaget, dengan gerakan tangan ia suruh Hong-lay-mo-li sembunyi ke-belakang almari, Hong-lay- mo-lipun berpikir "Biar kulihat siapa yang kemari?" maka ia menurut petunjuk Kongsun Ki, lekas menyelinap kebelakang almari, diluar sudah terdengar ketukan pintu.

"Ya, tunggu sebentar!" sahut Kongsun Ki, diam2 tangannya sudah menggenggam sebatang jarum beracun, lekas ia maju membuka pintu.

Kong-sun Ki kira istrinya datang hendak membuat penyelesaian kepadanya, maka dia nekad hendak membunuhnya saja dengan jarum beracun ini. Beta-papun mereka sudah menjadi suami istri belasan tahun, untuk turun tangan keji terhadap istri sendiri, tangan yang menggenggam jarum itu tak terasa gemetar, tapak tangannyapun berkeringat.

Pelan2 Kongsun Ki menarik daon pintu, tampak seorang gadis berpakaian mantel berbulu melangkah masuk sapanya tertawa: "Kongsun Ki, ternyata kau sembunyi disini, sulit juga menemukan kau!" Sekilas Kongsun Ki melenggong, katanya: "Kira-nya kau, untuk apa pula kau kemari?" pendatang ini bukan lain, ialah Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh.

Hong-lay-mo-li yang sembunyi dibelakang almari diam2 bersorak girang, dicari tak ketemu, hari ini ke-bentur diluar dugaan, perempuan siluman ini hari ini masuk kedalam jaring tangannya, pasti takkan lolos dari tapak tanganku. Biarlah aku dengar dulu percakapan mereka, ada intrik rahasia apa diantara hubungan mereka ? Demikian pikir Hong-lay-mo-li.

Lian Ceng-poh tertawa cekikikan, katanya: "Kau sangka siapa? Kalau tidak kau katakan hampir saja aku lupa, tempo hari kapan aku datang kemari?"

Kongsun Ki, mengerut kening, katanya: "Aku tiada tempo mengobrol dengan kau."

"E, eh, besar benar pamormu, memangnya kau tidak mau kenal lagi dengan aku? Hai, aku memang sudah lupa kapan kami pernah bertemu, kau tidak sudi beritahu kepadaku?"

Kongsun Ki membelakangi almari, dia duga Hong-lay-mo-li takkan melihat mimik wajahnya, maka berulang kali dia memberi tanda kedipan mata, memberitahu bahwa dalam rumah ada orang lain, supaya kau lekas pergi saja, sementara dalam hati heran, kenapa orang menyinggung perihal pertemuan tempo hari?

Segera ia menjawab "Aku sendiri tidak ingat lagi, mungkin tanggal dua belas atau tiga belas bulan yang lalu."

Agaknya Lian Ceng-poh tidak paham kedipan matanya, katanya: "Baik, jadi satu bulan lebih sudah berselang, urusan yang kami rundingkan tempo hari, kau sudah persiapkan diri belum ?" "Sudah siap apa segala? Bahwasanya aku tidak tahu apa maksud ucapanmu ini?" kembali dia gerakan jari tangan ditambah gerakan mata memberi isyarat.

"Coba kau pikir, urusan apa yang tempo hari kubicarakan dengan kau?"

"Kau ini memang meng-ada2 mencari gara2, lekas pergi, pergilah!"

Bukan pergi Lian Ceng-poh malah mendeprok duduk diatas kursi, katanya: "Betapa aku susah payah menemukan kau, memangnya harus pergi begini saja? jangan kuatir, aku sudah periksa keadaan sekeliling kamarmu ini, tiada orang diluar sana. Lekas kau katakan, bagaimana rencanamu yang sudah kau siapkan, beritahu kepadaku, segera aku berlalu."

Tiba2 terpikir sebuah akal, kata Kongsun Ki mengurut alis: "Ceng-poh, tahukah kau, istriku sedang marah2 karena kau, penyakitnya sudah sembuh." maksudnya hendak menggertak Lian Ceng-poh supaya lari pergi, siapa tahu Lian Ceng-poh hanya mengerut kening, tetap tak bergerak dari tempat duduknya, katanya tertawa dingin: "Aku tahu dia memang perempuan cemburu, aku kemari secara terang2an, kenapa takut kepadanya? Hm, jika kau takut bini jangan kau mengulur waktu, lekas beritahukan rencanamu, supaya aku kembali laporkan tugasku, kaupun tidak perlu dicurigai orang."

"Kau tahu kenapa dia marah kepada kau? Lantaran kau menggosok adiknya dan membawanya pergi, maka dia hendak membuat perhitungan dengan kau! Soal rencana apa segala, aku tidak tahu apa2, aku tahu tempo hari kau kemari hanya hendak mengajak Ceng-hong pergi mengejar bocah she Khing itu. Kau harus hati2, kalau sampai dia marah besar, aku tak mampu melindungi kau."

Sengaja Kongsun Ki ucapkan kata2nya ini supaya didengar oleh Hong-lay-mo-li dan tahu jelas hubungan dirinya dengan Lian Ceng-poh. Tak nyana Lian Ceng-poh tetap tak mengerti, katanya: "Bocah she Khing yang mana, perduli amat dengan urusannya."

"Bukankah kau yang memberitahu kepada Ceng-hong serta membawanya pergi untuk menggusur bocah she Khing itu kembali? Kemana dia sekarang?"

Lian Ceng-boh menghadap kealmari, dari sela2 lobang kecil Hong-lay-mo-li mengintip keluar, dilihatnya roman mukanya melengak sebentar, barulah dia menyahut dengan suara tak lancar: "O, ya, benar, Ceng-hong memang mengejar bocah she Khing itu, ilmu silatnya lebih tinggi, maka aku tidak bantu dia, Setiba di kota Po-tong, aku lantas berpisah sama dia." sebentar dia merandek, lalu menambahkan

"Jangan kau bicarakan urusan lain, marilah bicarakan urusan pokok, Bukan kah kau bilang hendak bekerja bagi kerajaan, tapi menurut maksud Pakkiong Ou, supaya kau bekerja secara diam2 saja? Pakkiong, Ou ingin tahu rencanamu, supaya kau memberi laporan jelas kepadanya."

Mendengar sampai disini, seketika timbul kecurigaan- Hong-lay-mo-li. Pertama: jelas Lian Ceng-poh ditengah perjalanan ke Kilam pernah bertemu dengan Khing Ciau, malah Khing Ciau ditipunya untuk menolong perwira tawanan itu, Siang Ceng-hongpun terang ikut dia sampai di Kilam.

Kedua, waktu Pakkiong Ou tertawan, dia berada di Kilam, bukan mustahil dia sudah tahu akan hal ini, kenapa dikatakan Pakkiong Ou sedang menunggu laporan? Diam2 ia menerawang: "Kata2nya menunjukan banyak kejanggalan, semuanya tak cocok dengan kenyataan, Suheng sedang sekongkol sama dia, masakah perlu dia berbohong terhadap Suheng. Agaknya diapun sedang memancing keterangan atau pengakuan Suheng, apa pula maksudnya?

Percakapannya dengan Suhengpun tidak cocok satu sama lain, Aneh, Giok-bin-yau-hou terkenal licin dan licik, mungkin dia sudah tahu aku sembunyi disini, sengaja mengobrol sembarangan?" Tapi terasa bahwa rekaannya ini kurang tepat, jikalau Lian Ceng poh tahu dalam kamar ada orang lain, kenapa tidak segera ia menyingkir?

Malah mendesak Kongsun Ki mengatakan rencananya segala, memangnya tidak kuatir rahasia mereka terbongkar? Dari analisa inilah Hong-1ay-mo-li lebih jelas bahwa percakapan mereka satu sama lain tidak sepadan, Karena gelisah dan kuatir, Kongsun Ki sendiri tidak menyadari akan hal ini.

Melihat orang ter-menung2, segera Lian Ceng-poh mendesak kurang sabar: "Bagaimana, masakah kau tidak percaya kepadaku?"

Timbul curiga Kongsun Ki, jengeknya dingin. "Kau ingin mendengar rencanaku untuk meringkus Khing Ciau sikeparat itu? Ceng-hong sudah mengejarnya, biar nanti ku-utus beberapa orang lagi untuk bantu dia, Masakah Pakkiong Ou juga ingin tahu?"

"Apa katamu?" Lian Ceng-poh melengak heran, "Urusan yang kita rundingkan tempo hari, bukankah soal rencana ini?"

Heran dan kejut Lian Ceng-poh dibuatnya, katanya : "Maksudku adalah rencanamu untuk menghamba kepada kerajaan Kim!!"

"Darimana kau bisa bicara ngelantur begini? Kongsun Ki sudah biasa menjebol pintu mengambil barang, membagi hasil sama rata, tidak tahu soal kerajaan segala? Hm, siapa kau sebetulnya? sembarangan bicara disini?"

"Apa katamu? Coba kau pikir lagi, apakah tidak bikin salah urusan?"

"Kaulah yang salah jalan dan main trobosan ke-sini, membual lagi." Lian Ceng-poh melompat berdiri, mundur selangkah, katanya beringas: "O, jadi kau hakikatnya tiada punya maksud untuk bekerja demi kepentingan kerajaan!"

"Sembarangan mengoceh lagi, aku tidak sungkan lagi terhadapmu!" demikian ancam Kongsun Ki waktu mengucapkan kata2nya ini, kembali dia memberi kedipan mata kepada Lian Ceng-poh.

Kiranya hatinya belum tetap, dia merasa tujuh delapan puluh prosen dia punya harapan untuk mempersunting Sumoaynya, asal dia bisa memperistri Sumoaynya, Lian Ceng- poh boleh ditendang keluar rumah, maka tak perlu mengikuti jejak yang direncanakan oleh Lian Ceng-poh, tapi bagaimana maksud Sumoaynya dia belum tahu, betapapun ia harus mencari jalan belakang bila pinangannya ditolak Sumoaynya, maka dia tidak mau bertindak terlalu kasar terhadap Lian Ceng-poh, sembari bergerak hendak mengusir Lian Ceng-poh, berulang kali ia memberi isyarat kepadanya.

Tiba2 Lian Ceng-poh tertawa, katanya: "Oh kalau demikian, mungkin memang akulah yang berbuat salah. Kalau kau memang tak bermaksud kerja demi kerajaan, biarlah aku pulang saja."

Karena sembunyi dbelakang almari dan tidak melihat jelas gerak gerik suhengnya hati Hong-lay-mo-li masih ber-tanya2, bagaimana juga dia masih percaya kepada Su-hengnya.

Tatkala itu, Lian Ceng-poh sudah melangkah kearah pintu, mana Hong-lay-mo-li mau membiarkan orang berlalu? Sambil menjengek dingin, tiba2 ia melompat keluar dari belakang almari, katanya dingin:

"Giok-bin-yau-hou, coba lihat siapa aku? Masih ingin kau melarikan diri?"

Dalam bayangan Hong-lay-mo-li, begitu Giok-bin-yau-hou berhadapan dengan dirinya, orang pasti kaget dan gugup, tapi sikap dan tindak tanduk Lian Ceng-poh justru jauh diluar dugaannya, tampak orang bertolak pinggang diambang pintu, katanya dengan tertawa cekikikan:

"Kau inikah putri tertua dari keluarga Siang istri Kongsun Ki? Sejak tadi aku sudah tahu kau sembunyi disana! Aku toh tidak memelet suamimu, buat apa kau merah2 kepadaku, Apa yang kami perbincangkan barusan kaupun sudah dengar, tentunya kau tahu aku kemari lantaran tugas dinas? Kongsun- toako, apa kau kelabui istrimu sendiri? Baik, biar aku tanya langsung kepada istrimu. suamimu tidak mau tunduk kepada kerajaan, itu maksudnya sendiri, atau kemau-anmu?"

Bahwa Hong-lay-mo-li disangka istri Kongsun Ki yaitu Siang Pek-hong, semula Hong-lay-mo-li melengak, namun bikin dia naik pitam, karena dia sangka Giok bin-yau-hou sengaja hendak mengolok2 dirinya, dampratnya dengan merah padam: "Siluman rase, kematian didepan mata, masih berani kau menghina aku, biar kubunuh kau!" lenyap suaranya tahu2 kebutannya sudah terkembang, menungkrup kebatok kepala Lian Ceng-poh.

Keruan bukan kepalang kaget Lian Ceng-poh, teriaknya gugup: "Apa, kau bukan..." tiba2 segulung angin keras menerpa mukanya, lekas ia kebaskan lengan bajunya menyampuk kebutan Hong-lay-mo-li.

"Bret" walau berhasil menyampuk miring kebutan Hong-lay- mo-li tak urung lengan bajunya tersobek hancur beterbangan lengan tangannya yang putih laksana salju seketika tergores luka puluhan jalur, Hanya segebrak saja, tapi bergetar jantung Lian Ceng-poh, sementara Hong-lay-mo-li sendiripun heran dan tak habis mengerti.

Maklumlah Hong-lay-mo-li pernah beberapa kali bentrok dengan Giok-bin-yau-hou, meski kepandaian Giok-bin-you-hou tidak lemah, seluk beluk kepandaian-nyapun sudah dia pahami, terpautnya masih cukup jauh dibanding dirinya, tapi Giok-bin-you-hou dihadapannya ini ternyata mampu menyampuk miring kebutannya cuma dengan lengan bajunya saja, sungguh diluar dugaannya, meski Lian Ceng-poh tetap kecun-dang, tapi kepandaian ini jelas jauh lebih hebat dari beberapa waktu yang lalu.

Batin Hong-lay-mo-li: "Tak-nyana dalam setengah tahun saja, siluman rase ini sudah mempertinggi kepandaiannya."

Tidak ayal lagi, Hong-lay-mo-li tambah tenaga dan kerahkan Lwekangnya, bagai kilat kebutannya me-nyamber pulang pergi dengan gencar, ujung benang kebutannya tegak keras bagai ribuan batang jarum, semua seperti hendak menusuk badan Giok-bin-yau-hou.

Keruan Kongsun Ki keripuhan saking kaget dan bingung, teriaknya: "Sumoay jangan kau bunuh dia lepaskan dia pergi!"

Tampak dimana kebutan melingkar dan me-nyamber kian kemari, beruntun terdengar pula suara memberebet, sebuah lengan baju Giok-bin-you-hou yang lain ikut robek beterbangan seperti kupu2. Kedua lengan tangannya yang putih tak terlindung lagi.

"Suheng," jengek Hong-lay-mo-li, "Kau masih minta ampun bagi siluman rase ini? Keparat ini berbuat jahat, dimana2 menindas pejuang2 ksatria bangsa kita, hari ini kebentur ditanganku, kalau tidak kubunuh rase betina ini, tidak teriampias dendamku." kejadian terus berlangsung dengan cepat, tahu2 jurus ketiga sudah dilancarkan pedang pusakapun sudah terlolos keluar, tangan kiri kebutan tangan kanan pedang, sekaligus ia kembangkan serangan ganas dari kedua ilmunya.

Se-konyong2 Lian Ceng-poh berteriak: "Kau, kau... salah..." belum selesai ia bicara, ujung pedang Hong-lay-mo-li tahu2 memancarkan sinar kemilau, menusuk tiba dipunggungnya, Dengan Sip-hiong-kiau-hoan-m sebat sekali dalam saat2 gawat tu Lian Ceng-poh melesat jumpalitan keluar pintu. Betapapun cepat gerakannya, paling2 hanya berhasil meluputkan diri dari serangan pedang Hong-lay-mo-li, lengan kulitnya yang putih halus itu, tahu2 sudah dihiasi puluhan jalur merah berdarah, tuIangpun terasa sakit linu tersapu oleh kebutan orang.

Kalau lari Giok-ban-yau hou amat cepat, Hong-lay-mo-lipun mengejar tak kalah pesatnya, kedua orang se-olah2 bergerak seperti bayangan mengikuti wujud-nya, dalam sekejap saja, ujung pedang Hong-lay-mo-li kembali sudah mengincar punggungnya pula.

Hebat memang kepandaian Giok-bin-yau-hou, disaat ujung pedang Hong-lay-mo-li hampir menghunjam kekulit badannya, tiba2 ia balikkan sebelah tangan, "Tang" Ceng-kong-kiam Hong-lay-mo-li kena ditangkisnya miring, entah kapan tahu2 tangannya sudah menyekal sebatang senjata.

Itulah sebatang seruling panjang, batang seruling bewarna merah darah mengkilap halus, dibawah terang bulan samar2 membayang bayangan orang, Dari ujung keujungnya terukir indah dan hidup itulah sebuah lukisan anak gembala bercokol dipunggung kerbau sedang meniup seruling, gunung menghijau, pepohonan rindang, lapat2 terlihat jelas lukisan indah ini. Diujung atasnya terukir pula beberapa huruf kuno dari tulisan pujangga ternama, buntut seruling dihiasi sekeping gading kuning, sehingga seluruh batang pedang ini terlihat antik dan amat kuno.

Keruan Hong-lay-mo-li kaget, bukan lantaran serulingnya saja, tapi juga karena permainan jurus silatnya yang menggunakan seruling sebagai senjata, tipu2-nya aneh dan hebat, gerak geriknya lincah dan cekatan, setiap serangannya mengincar Hiat-to penting di-tubuhnya, dalam sekejap orang kuasa menghadapi rangsakan sembilan jurus tujuh belas kembangan variasi Hong-lay-mo-li.

Lebih aneh lagi, gerakan ilmu tutuk dari permainan Giok- bin-yau-hou ini rada2 mirip dengan kepandaian Bu-lim-thian- kiau, ilmu tutuk yang lihay dan hebat seperti ini terang takkan bisa dipelajari dalam jangka setengah tahun.

Sama2 Giok-bin-yan-hou, ilmu silatnya justru jauh berbeda seperti kepandaian dua orang yang tak sama, kalau dulu pakai pedang, sekarang pakai seruling, Biasanya Hong-lay-mo-li cukup pintar menghadapi persoalan, betapapun ia tidak habis mengerti dan sukar mendapat jawaban.

Hong-lay-mo-li sudah bertekad hendak menurunkan tangan keji, tiba2 terpikir olehnya: "Kenapa tadi dia bilang aku salah, salah apa? Salah sangka? Rase ini amat licin, jangan kau kena ditipunya pula, Hari ini aku harus habisi jiwanya!"

Maklumlah, walau Hong-lay-mo-li belum jelas tentang asal usul Giok-bin-yau-hou, tapi perbuatan jahat-nya sudah dapat diselidiki dengan terang oleh Hong-lay-mo-li, hari ini kepergok pula hendak memelet Kongsun Ki menjadi antek kerajaan Kim, mana mau Hong-lay-mo-li percaya kepada obrolannya? seketika serangan pedang dan kebutannya dipergencar dengan tipu2 yang ganas dan keji.

Hebat memang kepandaian ilmu tutuk Lian Ceng-poh, sayang masih kalah kuat dan tidak setanding untuk menghadapi Hong-lay-mo-li. Apalagi Hong-lay-mo-li sudah bertekad menghabisi jiwanya, maka serangannya bagai badai dahsyatnya, Kalau seruling Lian Ceng-poh tak bisa menjangkau badan Hong-lay-mo-li, sebaliknya pedang dan kebutan Hong-lay-mo-li selalu mengincar badannya, dalam sekejap mata Lian Ceng-poh sudah terkurung didalam bayangan kebutan dan lingkaran sinar pedangnya, tidak bisa maju, mundurpun sulit.

Dalam pada itu, Kongsun Ki sudah ikut memburu keluar, melihat pertarungan sengit ini tak urung hatinya menjadi bingung dan kaget, tapi ia tak berani minta pengampunan bagi Lian Ceng-poh lagi, se-konyong2 terdengar Hong-lay-mo- li menghardik keras, "Lepas!" dimana kebutannya menyendal, seruling ditangan Giok-bin-yau-hou tahu2 mencelat terbang ketengah udara, cepat sekal ujung pedang Hong-lay-mo-li sudah mengancam ulu hatinya.

Pada saat2 gawat bagi jiwa Lian Ceng-poh itulah tiba2 terdengar "Tring" entah dari mana melesat terbang sebutir batu kerikil, membentur ujung pedang Hong-lay-mo-li sampai menceng beberapa dim, betapa tangkas dan gesit gerakan Lian Ceng-poh, mendapat kesempatan sedetik ini, lekas sekali ia lompat membalik setombak lebih dengan gerakan To-jay- cit-sing (menginjak balik tujuh bintang),

Tersirap darah Hong lay-mo-li, dampratnya: "Bagus, rase keparat kau inipun membawa komplotan!" belum lenyap suaranya, sesosok bayangan orang tampak meluncur datang mencegat ditengah antara dirinya dengan Lian Ceng-poh, "Sret" kontan Hong-lay-mo-li menusukan pedangnya.

"Hidup manusia entah dimanapun bisa b-ertemu, tak nyana hari ini aku jumpa kau lagi!" sapa orang itu dengan tertawa.

Dalam sekilas saja, beruntun Hong-lay-Iho-li menyerang gencar tujuh jurus, tapi lawan sekokoh gunung berdiri ditempatnya tanpa bergeming, baru sekarang Hong-lay-mo-li melhat te'gas, kiranya orang ini bukan lain adalah Bu-lim thian-kiau yang pernah bentrok dengan dirinya dipuncak Thaysan tempo hari.

Semakin marah hati Hong-lay-mo-li, bentaknya: "Bagus, kau lagi!" tempo hari orang menolong Wanyen Liang, kini orang menolong Lian Ceng-poh pula, dua kali dirinya gagal, dua kali dirinya terjungkal ditangan Bu-lim-thian-kiau, saking gusar dan bencinya, setelah melihat tegas Bu-lim-thian-kiau, serangannya seketika semakin ganas.

Hong-hay-mo-li tahu betapa tinggi tingkat kepandaian Bu- lim-thian-kiau, maka sejurus serangannya ini, ia sudah tumplek seluruh kemampuannya, ingin mengadu jiwa, Pedang dan kebutan dikembangkan bersama, benang kebutannya berkembang laksana menaburkan jala besar diatas kepala Bu- lim-thian-kiau, Ceng-kong-kiam berbareng menusuk dengan dasyat mengarah Hian-khi hiat didada Bu-lim-thian-kiau.

Dua jurus dikombinasikan bersama, merupakan inti pelajaran Thian-lo-hud-tim-sek dan Yo-hut-kiam-hoat yang paling ampuh, hebat sekali perbawanya, kekuatannya bagai gugur gunung.

Sikap Bu-lim-thian-kiau tetap wajar, katanya tertawa. "Tempo hari tiupan laguku belum selesai, hari ini beruntung jumpa kembali, biar kutiup sebuah lagu yang lain saja?" begitu seruling melekat dibibirnya, suara yang mengalun berkumandang dari serulingnya.

Seketika hawa seperti bergolak, kebetulan kebutan Hong- lay-mo-li kena tersampuk buyar, disusul suara "Tang" Ceng- kong-kiam Hong-lay-mo-lipun membentur batang serulingnya, pedangnya mental balik.

Seruling Bu-lim-thian-kiau tidak berpisah dengan bibirnya, irama serulingnya tidak terputus karenanya, tapi rangsakan Hong-lay-mo-li segencar hujan badai itu, satu persatu dipatahkan dengan gampang oleh seruling lawan, gerak permainan serulingnya ini memang mirip dengan kepandaian seruling Giok-bin-yau-hou, mungkin pula satu sumber, tapi dibawah permainannya ini perbedaannya justru amat menyolok, dilandasi Lwekang yang lebih tinggi lagi, entah betapa lebih lihay lebih tinggi dari Giok-bin-yau-hou.

Dengan mudah Hong-lay-mo-li bisa mengalahkan Giok-bin- yau-hou, tapi menghadapi Bu-lim-thian-kiau dirinya malah tak mampu berbuat apa2. Bukan saja Bu-lim-thian-kiau menggerakan seruling menyampuk pedang, tiupan lagu serulingnyapun tak pernah putus, benang2 kebutan Hong-lay- mo-li sampai tertiup bubar dan me-lambai2, maka permainan Thian-1o-hud-tim-she-cap-lak-sek menjadi kacau balau. Ternyata lagu yang ditiup dengan irama seruling yang merdu indah ini benar2 hebat, mempunyai daya tarik yang se- olah2 bisa menyedot alam pikiran orang yang mendengar, keruan Hong-lay-mo-li kaget, lekas ia gigit lidah dan mengeraskan hati memusatkan pikiran, baru saja ia hendak lancarkan seluruh tumpuan ilmu silat yang pernah di pelajarinya selama ini, syukur kalau bisa gugur bersama lawan,sementara lagu Bu-lim-thian-kiau sudah ditiup sampai ritme2 terakhir yang nadanya justru semakin memuncak tinggi melengking, se-olah2 sebuah jarum baja yang menjulang tinggi menembus langit, serasa bergetar jantung Hong-lay- mo-li, sungguh teramat cepat sekali terjadi perubahan ini, dari bertahan tiba2 Bu-lim-thian-kiau balas menyerang, dimana serulingnya terayun, dalam sejurus saja, sekonyong2 merangsak seluruh Ki-king-pat-meh ditubuh Hong-lay-mo-li, terpaksa Hong-lay-mo-li didesak mengembangkan Teng-hun- jong ginkang tingkat tinggi yang melukiskan se-olah2 dia dapat memanjat naik ditengah mega, badannya melambung tinggi terus jumpalitan kearah belakang sejauh tiga tombak, walau luput dari serangan hebat Bu-lim-thiati-kiau, sebagai tokoh kosen yang sedang bergebrak, dia terdesak mundur sejauh itu, hal ini sudah boleh dianggap kalah.

Hampa dan kosong pikiran Hong-lay-mo-li, tapi Bu-lim- thian-kiau tidak merangsak maju lebih lanjut, malah menelat perbuatan Hong-lay-mo-li, dia sendiripun mengembangkan Teng-hun jong pula melompat balik masing kesebelah kiri, sejauh tiga tombak pula, kebetulan meluncur turun didepan Kongsun Ki, dimana seruling pualamnya berputar mendatar, dengan gerakan secepat kilat, tahu2 ia menutuk kepada Kongsun Ki.

Seperti diketahui Kongsun Ki adalah keturunan perguruan silat yang hebat dan tinggi, ayahnya Kongsun In adalah maha guru silat yang sudah lama mengasingkan diri, Cuma ayah Siang Pek-hong yaitu Siang Kian-thian dimasa masih hidupnya, bisa bertahan setanding tak pernah terkalahkan satu sama lain.

Walau kenyataan Kongsun Ki lari dari keluarga dan menikah dengan Siang Pek-hong, jadi belum mewarisi semua ilmu pelajaran ayahnya, tapi ilmu silat tinggi yang pernah dia pelajaripun sudah tidak rendah tingkatannya.

Setelah menikah dengan Siang Pek-hong dengan caranya sendiri pula ia berhasil mencuri belajar inti sari pelajaran silat keluarga Siang, terutama belakangan ini ia berhasil mempelajari Tay-yan-pat-sek, dengan dilandasi kombinasi kedua ilmu tingkat tinggi dan dua keluarga persilatan ini, boleh dikata kepandaian silat nya sudah maju berlipat ganda.

Tutukan seruling Bu-lim-thian-kiau secepat kilat dan tak ter-duga2 pula, namun Kongsun Ki tidak berhasil ditutuknya, disaat ujung seruling Bu-lim-thian-kiau hampir menyentuh dadanya, tampak badannya tiba2 terjengkang kebelakang, dimana tungkak kakinya berputar, seruling menyerempet diatas dadanya, se-konyong2 selarik sinar hijau berkelebat, "Tang" tahu2 pedangnya sudah terlolos keluar sekaligus menangkis seruling Bu-lim-thian-kiau.

Cara berkelit, menekuk badan kebelakang, melolos pedang dan balas menyerang, empat gerakan sekaligus dilakukan dalam waktu yang hampir ber-samaan, mau tidak mau dalam hati Bu-lim-thian-kiau memuji dan kagum juga, Batinnya: "llmu kepandaiannya memang belum memadai Sumoaynya, tapi kaum Bulim yang bisa mengalahkan dia, kiranya tidak banyak lagi jumlahnya."

Permainan seruling Bu-lim-thian-kiau memang teramat menakjupkan, dalam segebrak saja ia sudah membendung jalan mundur Kongsun Ki, kiri kanan depan belakang sudah buntu dan tak mungkin melarikan diri, memang belum tentu Kongsun Ki bisa dikalahkan dalam permainan jurus2 tipu silat masing2, tapi seluruh Hiat-to tubuhnya sudah terincar dibawah bayangan seruling Bu-lim-thian-kiau yang terbayang ber-lapis2 ribuan tumpuk banyaknya.

Sungguh kaget dan gugup pula hati Kongsun Ki, teriaknya: "Kau salah sangka! Lian, nona Lian adalah... adalah..." ia kira Bu-lim-thian-kiau menolong jiwa Lian Ceng-poh dari ancaman pedang Hong-lay-mo li, tentunya mereka sehaluan dan teman baik, maka dia hendak beritahu bahwa dirinya teman baik Lian Ceng-poh pula, tak kira Bu-lim-thian-kiau malah mendengus, jengeknya:

"Kau sendiri yang salah sangka, sia2 kau mempelajari silat setinggi ini, belajar kearah yang sesat!" mulut bicara serulingnya tidak menjadi kendor, terdengar suara gemerantang yang ramai, dalam ber-kata2 itu, serulingnya tiba2 menyelonong masuk ketengah bundaran sinar pedang Kongsun Ki, langsung menutuk Hian-ki-hiat, mana Kongsun Ki sempat pecah perhatian untuk bicara segala, lekas pedang terlintang melindungi dada, dalam sekejap mata pedang dan seruling sudah saling bentur tujuh delapan belas kali! Tapak tangan Kongsun Ki serasa pecah dan linu kemeng, sebentar lagi jiwanya bakal melayang dengan konyol.

Baru saja Hong-lay-mo-li hendak maju bantu Su-hengnya, tiba2 terdengar jeritan kaget, dari gerombolan kembang sana, tiba2 muncul sesosok bayangan orang, dia bukan lain adalah istri Kongsun Ki, Siang Pek-hong adanya.

Bu-lim-thian-kiau geleng2 kepala, katanya: "Socu (panggilan), begitu kejam sikap Kongsun Ki terhadapmu masakah kau masih kasihan kepadanya?"

Siang Pek-hong tuding Kongsun Ki dan makinya: "Tak heran penyakitku tak bisa sembuh, kiranya kau sengaja hendak mencelakai jiwaku! untung jiwaku memang belum tiba ajal, ingin aku lihat manusia berhati hitam seperti tampangmu ini bagaimana bisa hidup !" "Niocu (panggilan), mengingat..." Kongsun Ki berteriak. Belum lagi kata2 "hubungan suami Istri" sempat diucapkan, Bu-Im-thian-kiau sudah pergencar serangannya terpaksa dia harus bertahan mati2an.

Siang Pek-hong tertawa dingin, jengeknya: "Kalau aku tidak ingat hubungan suami istri selama ini, sudah kubiarkan Inkong (tuan penolong) menghabisi jiwamu."

Mendengar Siang Pek-hong membahasakan Bu lim-thian- kiau sebagai Inkong, sekilas Hong-lay-mo-li melengak, kini ia sudah jelas, meski rangsakan Bu-lim-thian-kiau sengit dan kencang, orang tetap masih menaruh kasihan, agaknya tak bermaksud menghabisi jiwa Kongsun Ki.

Cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah paham seluruhnya, pikirnya: "Bayangan yang kulihat di Hou-Ioan-san dan orang yang menimpuk jatuh cawan obat Kongsun Ki ternyata perbuatan Bu-lim-thian-kiau. Tujuannya memang bukan membunuh Kongsun Ki, tapi hendak menolong Suso, Tapi darimana ia bisa tahu suhengku hendak membunuh istri sendiri? Kepergok secara kebetulan? Atau sengaja ia meluruk kemari?"

"Baik, dia suamimu, aku tak enak wakili kau, terserah bagaimana kau hendak menghukumnya." kata Bu-lim-thian- kiau.

"Aku tidak mau suami yang jahat seperti ini," seru Siang Pek-hong penuh kebencian, "Sejak hari ini, biar kuanggap dia sudah mampus!" sembari bicara melangkah kedepan, "Cuh!" tiba2 ia berludah kemuka Kongsun Ki. Makinya: "Kongsun Ki, baik ya kau, baik ya kau!" disusul suara plak plok yang nyaring, dengan keras ia gampar kedua pipi Kongsun Ki empat kali. Karena terbendung dan didesak oleh seorangan Bu-lim- thian-kiau, Kongsun Ki tak berhasil meluputkan diri dari tamparan dan semprotoan ludah.

Kalau mau menolong Hong-lay-mo-li cukup mampu, namun dia berpeluk tangan, Tak nyana setelah menghajar suaminya Siang Pek-hong berpaling kepadanya, jengeknya: "Suami aku tidak mau, Siang-keh-po inipun akan kutinggalkan jikalau kau menyukai Suhengmu, biar semua milikiku kuserahkan kepada- mu!" setelah mengebaskan lengan baju, ia tinggal pergi.

Malu dan dongkol hati Hong-lay-mo-li, lekas ia memburu maju, teriaknya: "Suso, tunggu sebentar! Aku bukan manusia seperti yang kau bayangkan, dengarkan penjelasanku."

Belum habis kaba2nya, Siang Pek-hong membalik sambil memaki: "Siapa itu Susomu!" berbareng kedua lengan baju terayun, segulung asap warna warni menyembur keluar dari lengan bajunya, Hong-lay-mo-li cukup tahu orang adalah ahli menggunakan racun, walau tidak perlu takut, tak bisa tidak dia harus berkelit setelah asap bayar, bayangan siang Pek- hong sudah tak kelihatan lagi,

"Baiklah, mari kita pergi bersama!" kumandang suara Bu- lim-thian-kiau, disusul irama seruling mengalun dikejauhan.

Hong-lay-mo-li membatin: "Agaknya Bu-lim-thian-kiau bukan seorang jahat, tapi dia sekongkol dengan Giok-bin-yau- hou, pelindung maha raja Kim. Jelas dia adalah musuhku." Waktu itu Bu-lim-thian-kiau sedang tinggalkan Kongsun Ki, melesat kearah dimana tadi Siang Pek-hong menghilang.

Lekas Hong-lay-mo-li memburu tiba, bentaknya sambil menjinjing pedang: "Siapa kau sebenarnya?"

Lagu tiupan seruling Bu-lim-thian-kiau tetap me-ngalun, kaki dipercepat maka jaraknya semakin jauh dan tak tersusul lagi oleh Hong-lay-mo-li. Mendengar lagu tiupan orang Hong-lay-mo-li sampai berdiri kesima, batinnya: "Agaknya dia pinjam nyanyian lagunya menjelaskan asal usul dirinya?"

Keadaan Kongsun Ki serba runyam, dibawah sinar rembulan kelihatan rona mukanya pucat pias, dongkol marah dan rada kasihan pula perasaan Hong-lay-mo-li terhadap suhengnya ini, katanya berpaling: "Suheng, kau sudah tahu salah belum?"

Kongsun Ki menyeka ludah dimukanya dengan lengan bajunya, katanya mendesis benci: "Sejak lama aku sudah tahu akan kesalahanku tidak seharusnya aku mengawini perempuan jalang itu. Hm, sakit hati ini kalau tidak terbalas, malu aku jadi manusia!"

Gejolak amarah Hong-lay-mo-li mendengar kata2-nya ini, katanya melotot: "Apa2an ucapanmu ini! Kau masih ingin menuntut balas! Dendam apa yang harus kau tuntut? Dengan racun kau mencelakai istri sendiri kalau bicara soal dendam, Susolah yang harus menuntut balas kepadamu!"

Menghadapi sorot mata Sumoaynya, Kongsun Ki insaf orang tidak senang melihat tingkah lakunya, tiba2 teringat olehnya sesuatu, katanya: "Sumoay, kau hanya kira aku berbuat salah kepadanya tahukah kau dia jauh lebih tidak genah terhadapku."

"Dalam hal apa dia berbuat salah terhadap kau? jikalau bukan dia yang mencegah Bu-lim-thian-kiau, jwamu sudah melayang sejak tadi. Coba kau pikir, pantas tidak ganjarannya kepipimu tadi?"

Malu dan gusar hati Kongsun Ki, tapi demi memperoleh simpatik Sumoaynya, terpaksa ia tahan rasa marahnya, katanya pura2 harus dikasihani "Sumoay, perang mulut antara suami istri sudah sering terjadi. Tapi dia menamparku sengaja dpertontonkan kepada orang, hm, aku tahu maksudnya."

"Tahu maksud apa?" tanya Hong-lay-mo-li. "Tahukah kau siapa Bulim-thian-kiau itu?" "Jadi kau sudah tahu siapa dia sebenarnya?"

Tegak alis Kongsun Ki, katanya mendesis dengan kertak gigi: Dulu belum tahu, sekarang sudah jelas, Bu-lim-thian-kiau adalah gendak lama perempuan jalang itu."

"Tutup mulutmu!" damrat Hong lay-mo-li dengan terkejut, "Mana boleh kau memfitnah orang se-mena2? Suso amat setia dan suci murni cintanya terhadapmu, kau..."

Kata Kongsun Ki aseran: "Sumoay, perbendaharaan ilmu silatmu lebih tinggi dari aku, memangnya kau tidak bisa membedakan ilmu seruling permainan Bu-lim-thian-kiau ?"

Hong-lay-mo-li tertegun, tanyanya: "Memangnya kenapa?" "Kepandaian silat tingkat tinggi yang dimainkan,

merupakan pecahan dan cabang dari ilmu silat tingkat tinggi dari keluarga Siang, ada beberapa jurus diantaranya adalah hasil perubahan dan variasi yang digubah dari Tay-yan-pat sek."

Memang tempo hari Hong-lay-mo-li pernah melihat ilmu silat Siang Pek-hong, demikian pula ia pernah melihat Tay- yan-pat-sek yang digunakan Kheng Ciau, memang ia sudah rada curiga, setelah mendengar uraian Suhengnya, mau tidak mau ia lantas berpikir:

"Memang tidak salah, Tapi bekal kepandaian Bu-lim-thian- kiau memang jauh lebih tinggi tingkatannya dari ilmu silat asli dari keluarga Siang." maka segera ia bertanya: "jurus permainan silat mereka mirip, memangnya kenapa ? Masakah hanya mengandal rekaanmu ini saja, lantas kau berani pastikan bahwa diantara mereka punya hubungan pribadi?"

"Sumoay, coba kau bayangkan, apakah tampang Bu-lim- thian-kiau itu tidak seperti bangsa Nuchen?" Dari pengakuan Pakkiong Ou tempo hari, serta sepak terjang Bu-lim-thian-kian yang melindungi Wanyan Liang itu, jelas memang orang dari bangsa Nuchen, Maka katanya: "Tidak salah, memang dia dari bangsa Nuchen, apa perlu diterangkan lagi?"

"Nah, kalau demikian, mana mungkin dia bisa menjadi murid mertuaku? Walau mertuaku seorang gembong iblis yang jahat dan banyak melakukan perbuatan tercela, tapi selama hidupnya dia paling membenci bangsa Nuchen, waktu hidupnya diapun membuat undang2, dilarang anak buahnya menjadi pejabat negeri Kim, tentunya kau sendiri pernah dengar hal ini?"

Berkata Kongsun Ki lebih lanjut: "Disamping itu, ayahku adalah musuh bebuyutan dari keluarga Siang, musuh utama dalam pandangannya tentunya adalah mertuaku yang sudah mampus itu, inipun sudah kau ketahui, Menghadapi musuh besar dengan dendam kesumat lagi, kita harus tahu diri dan menyelami kelemahan musuh pula, sudah tentu ayah amat jelas mengenai segala seluk beluk Siang Kian-thian, seperti beliau tahu benar akan tapak tangannya sendiri, jikalau Siang Kian-thian mempunyai seorang murid yang berkepandaian setinggi itu, masakah ayah tidak tahu? Tapi ayah tak pernah menyinggung bahwa Siang Kian-thian mempunyai seorang murid seperti itu!" belakangan sebutan terhadap mertuanyapun langsung memanggil namanya saja, sikapnya semakin pongah dan takabur.

Memang Hong-lay-mo-li harus mengakui apa yang diuraikan oleh suhengnya ini tidak salah, semula Hong-lay-mo- li memang sudah curiga, cuma belum sempat dia memikirkan secara seksama, setelah mendengar komentar Suhengnya, terasa semakin misterius asal usul Bu-lim-thian-kiau ini.

Berkata Kongsun Ki dengan senang dan menyengir tengik: "Sumoay, kau pintar, masakah belum tahu akan seluk beluk ini? Darimana Bu-lim-thian-kiau bisa memperoleh kepandaian dari keluarga Siang? Mertuaku jelas takkan menurunkan ilmunya kepada orang luar, jadi kecuali Siang Pek-hong si jalang itu, siapa pula orangnya? Terus terang sebelum aku menikah sama dia, memang sudah kuketahui dulu dia sudah punya kekasih, tapi baru sekarang aku tahu siapa itu orangnya. setelah menikah perempuan jalang itu masih mengadakan hubungan gelap dengan gendaknya itu, kuatir mereka bekerja sama mencelakai jiwaku, terpaksa aku harus turun tangan lebih dulu."

Bahwasanya ilmu silat Bu-lim-thian-kiau memang ada mirip dengan ajaran silat keluarga Siang, hal ini memang benar, Soal yang lain hanyalah obrolan Kong-sun Ki yang meng-ada2 mengarang cerita bohong.

Dasar cerdik dan licik, untuk menghilangkan kesalahan sendiri, disamping untuk menarik kepercayaan dan simpatik Sumoaynya, terpaksa dia harus berani membual Tapi ceritanya memang masuk diakal, sehingga Hong-lay-mo-li ragu2 dan sedikit percaya.

Bagaimana sepak terjang Siang Pek-hong sebelum menikah Hong-lay-mo-li tidak tahu, demikian pula setelah menikah.

Tapi apa yang dia saksikan tadi bahwa Siang Pek-hong begitu besar rasa cintanya kepada sang Suheng, hal ini terang bukan main2. segera Hong-lay-mo-li berkata: "Suheng, jangan kau sembarang curiga, jelek2 kalian sudah menjadi suami istri selama belasan tahun..."

"lni bukan curiga, tapi kenyataan." tukas Kong-sun Ki. "Kau punya bukti apa untuk mempertegas tudu-hanmu?"

"Perlu bukti apa lagi? Malam ini Bu-lim-thian-kiau datang, mereka lantas pergi bersama, inilah buktinya! Sumoay, terima kasih akan bujuk dan nasehatmu, tapi sukalah kau berpikir demi kepentinganku, apakah aku harus pertahankan hubungan suami istri yang sudah retak ini? Hari ini boleh dikata aku sudah putus hubungan sama dia. Sumoay sudikah kau memaafkan segala kesalahanku tempo dulu, bersikaplah seperti dulu kepadaku? Ketahuilah, selama ini aku amat menyukaimu !"

Seketika berubah roman muka Hong-lay-mo-li, bentaknya bengis: "Suheng, apapun yang terjadi, kau berbuat jahat kepada istri sendiri terang tidak pantas! Kami tetap sebagai Suheng-moay, budi asuhan ayahmu sejak kecil kepadaku, maka selama ini aku suka pandang kau sebagai kakakku sendiri, tapi bila kau melakukan perbuatan yang durhaka, aku kenal kau, pedangku sebaliknya tak kenal kau lagi."

Pucat lesu muka Kongsun Ki, katanya tersekat: "Sumoay, kau, kau sedikitpun kau tak sudi mengingat hubungan kita yang lalu?"

"Justru mengingat hubungan antar Suheng-moay, aku ingin supaya kau menjadi manusia yang baik, perbuatan salahmu yang dulu biarlah lalu, selanjutnya kau harus menjadi seorang laki2 sejati yang bajik, bijaksana dan membina diri kejalan lurus."

"Menurut hemadmu, apa yang harus kulakukan?" "Pulang menghadap ayahmu, laporkan segala kejadian

menurut apa benarnya, ayahmu pasti suka mengampuni dosa2mu, Lalu cari sampai ketemu Suso dan bawa pulang, akuilah perbuatan salahmu, Kukira asal kau suka bertobat dan menyesal, dia pasti suka mengampuni kesalahanmu juga, jikalau kau punya maksud2 jahat dan ingin membunuhnya, aku pertama-tama yang tidak akan mengampuni jiwamu!"

Gemetar suara Kongsun Ki, katanya tergagap: "lni, ini..."

"Cukup sekian saja ucapanku, terserah kau mau mendengar nasehatku! Suheng aku harap kau bisa melihat gelagat dan berbuat baik demi dirimu sendiri!" habis berkata tinggal pergi tanpa berpaling lagi.

Kongsun Ki melongo dan mematung, hatinya gundah dan sukar berkeputusan.

Setelah keluar dari Siang-keh-po, pikiran Hong-lay-mo-li sendiripun kacau dan kusut, sepanjang jalan dia menganalisa ucapan Suhengnya, hatinya jadi ragu2 dan terhibur sedikit bahwa sang Suheng ternyata tidak sudi menjadi antek kerajaan Kim, maka segera ia berkeputusan untuk pergi ke Kanglom setelah pulang menilik pangkalan sendiri lebih dulu, segera ia membelok kearah utara.

Untuk memperpendek jalan dan mengejar waktu, Hong-lay- mo-li kembangkan ginkangnya lewat jalan pegunungan Dalam beberapa hari saja, berkat Ginkangnya yaag tinggi, hari itu dia sudah tiba diperbatasan Kamsiok dan Sujwan.

Angin pegunungan menghembus lalu sepoi2, Hong-lay-mo- li menghirup hawa segar dengan nyaman, tiba2 alisnya berkerut, pikitnya: "Aneh, hawa pegunungan kenapa berbau amis?" segera ia membelok kearah datangnya angin, tampak didepan sana merupakan sebuah ngarai yang gelap gulita dan berbahaya, tegak lurus tak kelihatan dalamnya.

Diatas ngarai de-daonan teh sedang mekar dengan mengeluarkan baunya yang harum, tapi bau amis itupun terasa semakin keras, sampai detik itu, Hong-lay-mo-li berani berkeputusan itulah bau anyirnya darah, Batinnya: "Siapa-kah yang membunuh orang disini? Agaknya bukan seorang saja yang terbunuh! Biar kutengok kesana!"

Hong-lay-mo-li kembangkan Ginkang tingkat tinggi, kaki menutul batu2 cadas, tangan meraih akar2 rotan, dalam sekejap saja dia sudah tiba diatas ngarai, sekenanya ditengah panjatan dia memetik sekuntum bunga.

Diatas ngarai terdapat sebidang tanah datar, waktu Hong- lay-mo-li melihat tegas, darah tersirap seketika, tampak diatas tanah datar yang berumput menghijau ini, ditimur, selatan, barat dan utara, masing2 bertumpuk teronggok batu, diatas tumpukan batu masing2 bertengger tiga batok kepala manusia, ditengah antara tumpukan batu2 itu, terdapat sebuah panggung batu bundar seperti kaca, diatas panggung batu bundar ini, terdapat sebuah batok kepala pula, jadi jumlah seluruhnya adalah tiga belas kepala.

Sebagai pimpinan kaum persilatan didaerah barat laut betapapun Hong-lay-mo-li pernah juga membunuh orang jahat, maka begitu melihat batok2 kepala orang ini hatinya tidak menjadi heran atau kaget, yang membuatnya betul2 terperanjat adalah batok2 kepala itu banyak yang dia kenal betul, malah beberapa diantaranya masih sering memberi upeti dan berhubungan erat sebagai pimpinan sesuatu gerombolan laskar yang berpangkalan disekitar pangkalan dirinya.

Jelas Hong-lay-mo-li mengetahui bahwa batok2 kepala itu sudah dipolesi obat, sehingga bentuk dan raut muka aslinya tidak berubah, sewajar masih hidupnya, cuma kini rada mengkeret dan lebih kecil dari bentuk sebenarnya.

Satu persatu Hong-lay-mo-li amat2i setiap batok kepala itu, hatinya semakin terguncang, "Dari beberapa orang yang kukenal baik betul, Kwi-ma-han memiliki Ngo-bun-toan-bun- to, kepandaian golok tunggal yang jarang menemui tandingan di Bulim, Loan-ci-hong-koay-hoat dari Thi-koay-li juga pernah menjagoi Kangouw, masih ada Liu-ma-cu dari Tiau-hou-kian dan Nyo-Toa-gan dari Ni-ma-jwan merupakan jagoan2 setempat, kepandaian orang2 ini semua tidak lemah, kenapa terbunuh oleh orang semuanya?" waktu dia melihat batok kepala ditengah panggung itu lebih kaget pula hatinya, itulah gembong Bulim di Shoatang yang amat disegani sebagai pimpinan laskar rakyat yang kenamaan To Toa-hay adanya, bukan saja ilmu silat orang ini teramat tangguh, malah sifatnya-pun jujur, lapang dada dan suka tolong yang lemah menumpas yang kuat dan lalim, sepak terjangnya amat mendapat penghargaan sesama kaumnya.

Waktu pertama kali Hong-Lay-mo-li mendirikan rangkaian dan mengerek panji pemberontak semula dia tidak mau tunduk, belakangan melihat Hong-lay-mo-li dengan gagah berani melawan serbuan pasukan negeri Kim, sepak terjangnya terus terang dan bekerja demi kepentingan rakyat, ilmu silatnya tinggi lagi, baru ia betul2 tunduk dan suka kerja sama dibawah perintahnya.

Tapi Hong-lay-mo-lipun amat menghormati pribadi dan menghargai dirinya, tidak berani memandangnya sebagai anak buah, namun mengangkatnya sebagai Toako. Oleh karena itu boleh dianggap To Toa-hay merupakan tangan kiri Hong-lay- mo-li di Soatang! Kin Hong-lay-mo-li saksikan sendiri To Toa- hay terbunuh, sungguh pedih, marah dan penasaran hatinya, batinnya: "Pembunuh memamerkan buah tangannya disini, entah apa tujuannya? sebentar mungkin ada orang datang, biar kutunggu kedatangannya, Semoga arwah To-toako memberkati usahaku berhasil membekuk si pembunuh dan menuntut balas bagi kematiannya." segera ia ambil batok kepala To Toa-hay, lalu dibuntalnya dengan sebuah pakaiannya, yang lain ia tak sempat membereskannya.

Dari kejauhan didalam hutan sana, terdengar suara keresekan, terang berbeda dengan suara rumput bergoyang atau daon pohon yang dihembus angin, sebagai kawakan Kanggouw lekas sekali Hong-lay-mo-li sudah tahu, bahwa seseorang tokoh silat yang memiliki Ginkang tinggi sedang mendatangi, pikirnya: "Biar kulihat siapa dia, apa pula reaksinya?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar