Pendekar Aneh dari Kang Lam Jilid 16 (Tamat)

Jilid 16

PENGEMIS tua she Thio tersebut telah tertawa bergelak- gelak, kemudian katanya: "Dalam hal usia tidak menjadi persoalan kita bersahabat dan bisa merundingkan ilmu silat, itulah urusan yang menggembirakan. Karena itu, aku sebagai sipengemis tua, bisa memperoleh seorang sahabat seperti kau, benar-benar membahagiakan sekali, tetapi justru engkau sendiri, apakah engkau tidak merasa jijik dan memandang rendah kepadaku sipengemis melarat ini?"

Bin An cepat-cepat merangkapkan tangannya memberi hormat sambil katanya. "Terima kasih atas penghargaan yang diberikan Thio Locianpwe, jika memang Thio Locianpwe telah berkata begitu, tentu aku tidak berani menampiknya !"

Sipengemis tua she Thio tersebut tertawa

ber-gelak2 lagi, kemudian katanya: "Bagus.. Bagus...! Sungguh menggembirakan sekali ! Dan karena usiaku lebih tua dari kau, untuk selanjutnya cukup engkau memanggilku dengan sebutan Toako saja, tidak perlu memakai perkataan Locianpwe segala ! Kau tentu setuju Hiante ( adik ) ?" Bin An mengangguk Tetapi baru saja ia ingin menyahuti, diwaktu itu terdengar suara orang ber-seru2: "Suhu ! Suhu !" dan disusul tampak sesosok bayangan merah tengah berlari- lari mendatangi.

Bin An yang memiliki mata sangat tajam, segera dapat melihatnya bahwa bayangan merah itu adalah seorang gadis yang tengah ber-lari2 menghampiri, dibelakangnya tampak mengejarnya beberapa sosok tubuh.

Sedangkan sipengemis tua she Thio itu telah berkata dengan sikap terkejut: "Hai, hai, siapa yang berani berlaku kurang ajar seperti itu pada muridku ?"

Dan tubuh Thio Jiauw It telah melompat ringan sekali, memapak pada gadis tersebut.

"Siong-jie, siapa yang berani menghina-mu ?" teriaknya. Gadis berpakaian merah itu telah tiba didekat sipengemis,

ditangannya mencekal sebatang pedang yang berkilauan tertimpa cahaya matahari.

"Suhu... ketiga orang itu telah menghina diriku, engkau harus menghajarnya untuk melampiaskan kemendongkolan hatiku...!"

Dan baru saja gadis yang berpakaian baju merah itu berkata sampai disitu, ketiga orang pengejarnya telah sampai. Mereka adalah tiga orang yang cara berpakaiannya agak luar biasa yaitu mengenakan pakaian seperti hwesio, tetapi mereka memelihara rambut, dan juga mereka bertiga kurus kering, waktu berlari-Iari mendatangi cepat dan gesit sekali, mereka seperti tiang bambu yang me-Iayang2, dilihat dari cara berlari mereka itu, nyata ketiga orang itu yang miliki ginkang yang tinggi.

Mata sipengemis mendelik, ia telah menghadang ketiga orang itu. "Kalian manusia-manusia kurang ajar, berani menghina muridku, heh ? Kalian perlu dihajar !" kata Thio Jiauw lt.

Ketiga orang pengejar gadis itu telah menahan langkah  kaki mereka, berhenti berlari dengan serentak, dan salah seorang diantara mereka yang paling tertua, mungkin berusia lima puluh tahun, sedangkan yang duanya lagi berusia empat puluh tahun lebih, telah mendelik juga kepada sipengemis she Thio sambil membentak:

"Pengemis tua bangka, rupanya engkau guru dari siluman perempuan yang tidak tahu malu itu ! Baik, muridnya harus dihajar, gurunya pun perlu dihajar !"

Dan tanpa banyak bicara lagi orang itu telah mengulurkan tangannya untuk menyerang Thio Jiauw It.

Thio Jiauw lt mengerutkan alisnya, ia membentak bengis. "Manusia tidak tahu mampus !" katanya dengan suara yang

dingin, dan ia mengebutkan tangannya.

Sesungguhnya kepandaian orang itu tidak rendah, tetapi dikebut oleh tangan Thio Jiauw It, tubuhnya telah terpelanting keras sekali.

Tetapi dia segera melompat bangun. Kedua kawannya yang tertegun sejenak karena kaget melihat hal itu, kini tersadar dengan marah.

Mereka telah mengeluarkan suara bentakan dan menerjang maju, sedangkan yang seorang itu, yang tadi telah dibuat terpelanting juga, juga telah ikut menerjang lagi.

Thio Jiauw lt mengeluarkan suara dengusan mengejek waktu melihat dirinya dikeroyok bertiga seperti itu.

"Hemm, kalian bertiga harus dihajar benar2 sampai hatiku rasa puas..!" katanya. "Kalian bertiga telah berlaku kurang  ajar pada murid-ku, dan kini sesumbar dengan tingkah laku seperti ini maka dengan demikian kalian perlu memperoleh hajaran yang setimpal dengan perbuatan kalian...!"

Thio Jiauw It bukan hanya sekedar berkata begitu saja, karena ia telah mengeluarkan suara bentakan yang nyaring disertai dengan kedua tangannya yang bergerak cepat. Dimana dia telah menggerakkan tangannya dengan disertai tenaga sinkang yang kuat sekali.

Luar biasa kesudahannya, karena ketiga orang itu dengan mudah telah dibuat terpelanting lagi oleh Thio Jiauw It.

Salah seorang dari ketiga orang itu, yang berusia lebih tua, telah berkata dengan murka: "Kami Sam Sing Cie Sian (Tiga Kingkong Berjari Emas) tidak akan menyudahi hal ini sampai disini... kami akan mengadu jiwa denganmu, pengemis tua bangka!"

Tampaknya, walaupun mereka telah dibuat terpental begitu rupa oleh Thio Jiauw It namun kenyataannya mereka tidak mengenal takut, dengan serentak mereka menerjang maju kembali.

Thio Jiauw It tertawa mengejek, melihat menyambarnya serangan ketiga orang itu, ia mengeluarkan suara siulan yang panjang, Ialu mempergunakan kedua tangannya, mengebut dengan gerakan tubuh yang lincah sekali.

Kali ini Thio Jiauw It telah mempergunakan jurus yang luar biasa hebatnya, tampa ampun lagi tubuh ketiga orang Sam Sing Cie-sian itu telah terpental dan ambruk bergulingan di atas tanah. Malah mereka tidak bisa bangkit, karena tulang tangan mereka telah patahpun mereka terpelanting hampir pingsan.

Setelah meng-erang2 beberapa saat, akhirnya mereka berhasil berdiri.

"Mengapa kalian me-ngejar2 muridku?" bentak Thio Jiauw It dengan suara yang dingin. Salah seorang dari Sam Sing Cie Sian telah menjawab dengan meringis menahan sakit, pada pinggangnya.

"Muridmu itu... siluman wanita itu.... ia telah mengganggu kami, ia berusaha untuk mencuri barang kami." menjelaskan orang tersebut.

Muka Thio Jiauw It berobah, ia tertawa mengejek. "Walaupun  muridku  itu  memiliki  guru  seorang pengemis

melarat seperti diriku ini, kukira muridku itu tidak memiliki jiwa

yang rendah seperti itu, ia tentu tidak akan kemaruki harta benda orang lain !"

"Tetapi justru kami telah memergoki dia tengah membongkar pauwhok kami..!" kata orang yang berusia paling tua dari Sam Sing Cie Sian.

Thio Jiauw It telah menoleh kepada muridnya, tanyanya: "Siong-jie, apakah yang di katakannya itu benar ?"

Gadis berbaju merah itu mengangguk.

"Mereka merupakan tiga orang jahat, maka aku bermaksud mempermainkannya, tetapi bukan hendak mengambil barangnya." menyahuti gadis tersebut.

Si pengemis telah tertawa mengejek kepada Sam Siang Cie Sian, katanya: "Nah, kalian dengar sendiri, kalian bertigalah manusia-manusia yang tidak tahu malu, kalian hendak mempergunakan kekuatan bertiga, untuk menghina seorang gadis yang menjadi muridku itu! Dari hal itu saja telah terlihat bahwa kalian bukan sebangsa manusia baik-baik !"

Muka Sam Siang Cie Sian telah berobah merah padam, kemudian mereka hampir berbareng telah bertanya: "siapakah namamu, pengemis tua bangka ?"

Waktu bertanya begitu, dari sinar mata ketiga orang tersebut seperti memancarkan dendam yang luar biasa. "Kalian hendak mengetahui namaku? Aku sipengemis tua melarat she Thio dan bernama Jiauw It !" menyahuti Jiauw It sembari memperdengarkan suara tertawa dingin.

"Thio... Thio Jiauw It ?" berseru ketiga orang Sam Siang Cie Sian dengan sikap yang terkejut. "Apakah Thio Jiauw It yang pernah memangku jabatan sebagai pangcu Kaypang?"

Thio Jiauw It mengangguk membenarkan dan ia tersenyum mengejek.

Ketiga orang itu, Sam Sing Cie Sian telah saling memandang satu dengan yang lainnya dan kemudian memutar tubuh mereka, tanpa mengucapkan sepatah perkataanpun, ketiganya telah berlari cepat sekali untup meninggalkan tempat itu.

Hati mereka juga diliputi perasaan takut bukan main setelah mengetahui bahwa orang yang begitu mudah merubuhkan mereka tidak lain dari Thio Jiauw It yang namanya begitu terkenal didalam rimba persilatan sebagai tokoh persilatan yang sakti dan memiliki kepandaian tinggi sekali.

Thio Jiauw It tidak mengejar, ia membiarkan ketiga orang itu pergi. Dan kemudian menoleh kepada muridnya, katanya: "Siongjie, cepat kau beri hormat kepada sahabatku, Bu Bin An yang terkenal sebagai Kang Lam Koay Hiap!"

Sigadis berbaju merah itu telah menoleh kepada Bin An, mengawasi sipemuda dengan sinar mata yang tajam, tampaknya ia ragu-ragu, karena melihat usia pemuda itu tidak terpaut jauh dengan usianya.

"Siongjie, cepat kau memberi hormat !" perintah Thio Jiauw It lagi, "Mengapa engkau terdiri mematung disitu ?"

Dengan perasaan segan si gadis berbaju merah itu telah menghampiri Bu Bin An, merangkapkan kedua tangannya dan menjura memberi hormat, katanya. "Siauw-moay Siangkoan- ctt dengan ini memberi hormat kepadamu, Toako."

Bu Bin An cepat-cepat mengelak kesamping dan telah berkata: "Jangan banyak peradatan, tidak berani aku menerima pengnormatan nona."

Thio Jiauw It tertawa bergelak-gelak, katanya kepada Bin An: "Bu Hiante, inilah murid tunggalku... telah beberapa tahun ia mengikutiku kemana saja, bahkan telah rela untuk hidup ditempat sunyi seperti puncak Himalaya."

"Sungguh beruntung Toako memiliki murid secantik dan sepandai Siangkoan-cu Moay-moay !" Bin An menyebut sigadis dengan sebutan Moay-moay, yaitu adik, karena usia mereka yang memang tidak berbeda banyak.

Mendengar pujian Bin An, paras sigadis she Siangkoan tersebut jadi berobah merah.

Sedangkan Thio Jiauw It telah menceritakan kepada muridnya, bahwa kepandaian yang dimiliki Bu Bin An sangat tinggi sekali, tidak berada disebelah bawah kepandaiannya.

"Dan engkau kelak tentu bisa meminta petunjuk dari Bu Hiante!" kata Thio Jiauw It.

Bu Bin An cepat-cepat merendahkan diri, sedangkan Siangkoan-cu sendiri telah sibuk sekali menceritakan pengalamannya mengapa ia bisa bentrok dengan Sam Siap  Cie Sian, ketiga Kingkong yang memiliki jari emas itu.

"Mereka merupakan tiga orang penjahat yang memiliki kepandaian tinggi, malang melintang semau mereka menindas orang2 disekitar tempat ini, maka ketika aku mengetahui perihal mereka, segera aku mencarinya dan ingin memberi hajaran.

Tetapi sayang aku hanya bisa mengetahui tempat berdiam mereka di sebuah rumah penginapan yang dijadikan sarang mereka, dimana pemilik rumah penginapan itu pun dikuasai mereka, yaitu harus memberitahukan mereka jika ada tamu yang memiliki uang cukup banyak, agar mereka bisa memeras dan merampas barang2... dan ketika aku tiba dikamar  mereka, Sam Sing Cie Sian tidak berada dikamarnya, mereka sedang keluar, aku segera memeriksa buntalan mereka masing2... tetapi baru saja aku membukanya, mereka telah datang... sehingga kami telah bertempur dan pertempuran itu telah membuat aku terdesak sekali... kepandaian mereka berada diatas kepandaianku, karena mereka bertiga dan mengeroyok diriku, maka dengan sendirinya aku tidak sanggup untuk bertempur terus dengan mereka dan cepat2 melarikan diri. Untung saja bertemu dengan suhu, jika terlambat, tentu mereka akan menganiaya diriku...!"

Setelah mendengar cerita muridnya, Thio Jiauw It tertawa ter-gelak2. Katanya: "Hmmm, engkau memang seorang anak yang nakal..."

Sedangkan Bu Bin An sambil mendengarkan cerita sigadis, telah bersenyum saja, tetapi diam-diam dia memperhatikan sigadis yang memiliki paras cantik dan menarik hati.

Siangkoan Cu waktu dalam suatu ketika menoleh dan melihat Bu Bin An tengah mengawasi dirinya seperti itu, telah berobah mukanya menjadi merah.

Setelah ber-cakap2 beberapa sabat lagi, Bu Bind An pamitan untauk melanjutkan bperjalanannya, Thio Jiauw It menahannya untuk mereka ber-cakap2 pula dan mencari tempat untuk bermalam, tetapi permintaan Thio Jiauw It telah ditolak oleh Bu Bin An, dengan alasan ia masih memiliki keperluan lainnya.

"Baiklah Bu Hiante... semoga saja dilain waktu kita bisa berjumpa lagi..!" kata sipengemis.

Bu Bin An telah memberi hormat kepada Thio Jiauw It dan Siangkoan-cu, kemudian melanjutkan perjalanannya, sedangkan Thio Jiauw It dan sigadis Siangkoan-cu telah mengawasi kepergian pemuda itu.

Setelah bayangan Bu Bin An lenyap dari pandangan mata mereka, Tnio Jiauw It menceritakan betapa tadi ia telah menguji kepandaian Bin An, dan dalam beberapa jurus ia telah berhasil melihatnya bahwa kepandaian Bu Bin An luar biasa sekali.

"Pemuda itu memiliki kepandaian yang luar biasa dan dalam usia semuda itu ia telah memiliki kepandaian yang begitu tinggi....!" setelah berkata begitu, Thio Jiauw It sambil tersenyum lebar telah berkata:

"Dan alangkah baiknya, jika engkau bisa bersama-sama dengan nya untuk meminta petunjuk darinya, karena usiaku sudah terlalu tua dan gurumu ini tidak bisa selalu mendampingimu... Bu Hiante cocok sekali jika menjadi pengawalmu !"

Muka Siangkoan-cu jadi berobah merah.

"Suhu hanya bergurau saja...!" katanya dengan sikap yang malu.

Tetapi Thio Jiauw It telah memperlihatkan sikap yang ber- sungguh2.

"Aku telah berusia lanjut dan akupun telah kenyang berkelana ke berbagai tempat mengenal watak2 manusia. Dan selama puluhan tahun pula aku telah melatih kepandaianku selama itu tidak pemah ada orang yang bisa mengalahkan kepandaianku, hanya Bu Hiante itu yang bisa mengimbangi kepandaianku dengan baik.

"Dia berusia muda, kulihat ia memiliki watak yang baik seperti yang diceritakan sahabat2 gurumu ini, bahwa Kang Lam Koay Hiap Bu Bin An merupakan seorang pendekar muda yang selalu mengambil jalan diatas keadilan... iapun tampan dan memiliki kepandaian yang begitu tinggi, jika saja kalian berjodoh dan engkau bisa menjadi isterinya, itulah merupakan jodohmu yang baik, dimana engkau bisa menjadi seorang isteri yang baik sekali sambil mempelajari ilmu silat yang tinggi darinya...! Jika memang engkau tidak keberatan, gurumu situa bangka yang sivdah mau mampus ini akan merecoki urusan ini!"

Muka sigadis she Siangkoan itu berobah semakin merah, ia berkata: "Suhu hanya menggodaku saja !" dan ia telah berlari meninggalkan gurunya.

Thio Jiauw It tertawa bergelak-gelak, katanya: "Anak nakal, sulit untuk memperoleh seorang suami sehebat dan setampan itu !" dan ia telah mengejarnya, untuk menyusul muridnya tersebut, sedangkan suara tertbawa bergelak-gedlaknya masih juaga terdengar sabmar-samar,sampai akhirnya lenyap, dan tempat itu jadi sunyi kembali.

o o o

BU BIN AN yang waktu itu telah melanjutkan perjalanannya, ketika hari menjelang sore, ia tiba dikota Kang- lun yang terpisah tidak jauh lagi dengan kota Kang-ho. Kota Kang-lun tidak sebesar dan seramai kota Kang-ho, tetapi penduduknya cukup padat.

Bin An mencari sebuah rumah penginapan tetapi waktu ia berada dijalan raya dan melewati sebuah rumah makan, hidungnya telah mencium harumnya berbagai masakan, perutnya jadi keruyukan.

Bin An segera memutuskan untuk menangsel perut dulu sebelum mencari rumah penginapan.

Segera dimasukinya rumah makan itu dan segera memesan beberapa macam masakan.

Pelayan rumah makan itu dengan hormat telah melayaninya, dan segera pula pesanan Bu Bin An disiapkan. Karena memang sedang lapar, Bin An segera "menyikat habis" hidangan itu, malah kemudian telah tambah lagi beberapa macam sayur dan juga dua mangkok nasi.

Diwaktu Bin An tengah bersantap dengan lahap itu, mendadak terdengar seorang berkata dengan suara yang perlahan: "Ah, monyet hutan dari mana yang telah datang kemari begitu kelaparan ?"

Bin An melirik, ia melihat orang yang mengeluarkan perkataan tersebut adalah seorang lelaki berusia tiga puluh tahun lebih, berpakaian sebagai seorang pelajar dan duduk dimeja yang dekat dengan jendela, terpisah tiga meja dari tempatnya duduk.

Tetapi kemudian Bin An melanjutkan makannya, ia berdiam diri tidak melayani ejekan itu walaupun ia mengetahui bahwa ejekan tersebut ditujukan kepada dirinya.

Peiajar itu mengeluarkan suara tertawa yang tawar, ia melambaikan tangannya memanggil pelayan.

Waktu pelayan menghampiri padanya pela jar itu berkata dengan suara mengandung ejekan: "Di ruangan ini bau sekali, bau yang tidak sedap... mungkin disebabkan seekor monyet hutan yang tengah kelaparan ikut berada diruangan ini."

Pelayan itu tentu saja jadi heran, ia telah memperlihatkan sikap tidak mengerti.

"Apa... apa yang dimaksudkan oleh Kong cu ?" tanya pelayan itu.

Sipelajar telah menjebikan bibirnya kearah Bin An, katanya: "Engkau tidak melihat monyet hutan itu? Hai, hai, untuk apa kau memiliki mata ?"

Pelayan itu yang melihat pelajar tersebut menjebikan bibirnya kearah Bin An, telah menoleh juga memandang kepada Bin An, hati pelayan itu jadi tidak enak sendirinya, karena ia segera tersadar bahwa pelajar itu mengejek Bin An, ia kuatir akan timbul keributan.

"Kongcu... ini.r.. ini..!" katatnya dengan suarqa yang tergagapr.

Pelajar itu tertawa dingin sekali.

"Aku telah mengatakan bahwa ruangan ini berbau tidak sedap maka engkau harus menyingkirkan monyet hutan itu, selera bersantapku jadi menurun dengan adanya monyet hutan itu,didalam ruangan ini..!" sambil ber kata begitu, pelajar itu melirik.

Kebetulan Bin An juga melirik, sehingga ia bisa melihat lirikan mata palajar itu, Maka Bin An berdiri dari duduknya, meletakkan sumpit dan mangkoknya menghampiri pelajar itu.

"Saudara," katanya sambil tertawa lebar. "Rumah makan ini ternyata merupakan rumah makan yang memiliki koki sangat pandai sekali dari tiga masakannya mungkin tidak kalah dengan istana Kaisar. Sampai seekor monyet hutan yang tengah kelaparan datang kerumah makan ini, untuk ikut mencicipi masakan istimewa dari koki rumah makan ini. Tetapi sayangnya rupanya persediaan makanan dirumah makan ini tidak mencukupi untuk menutupi lapar pada diri monyet hutan itu, menyebabkan ia hendak memakan juga Kau-pek (anjing putih) yang gemuk dan tidak doyan makan karena tubuhnya yang telah montok..!"

Dan tanpa menanti jawaban pelajar itu diwaktu mana pelajar itu memperlihatkan sikap sinis waktu Bin An ber-kata2, tahu2 tangan kanan Bin An telah diulurkan dan segera mengangkat tubuh pelajar itu, ia membantingnya kuat sekali tubuh pelajar itu kelantai, sambil berkata: "Dan Kauw-pek paling lezat sekali jika di-banting2 agar dagingnya empuk !"

Pelajar itu kaget waktu tubuhnya diangkat ketengah udara, dan ia jadi lebih kaget di waktu tubuhnya terbanting begitu keras sekali dilantai, matanya jadi berkunang-kunang dan juga kepalanya seketika bertelur, karena ia telah mencium lantai, menyebabkan kepalanya itu benjol dan dari hidungnya mengalir darah merah yang cukup banyak,

Karena kesakitan, pelajar itu mengeluarkan suara teriakan- teriakan yang berisik sekali. Dia adalah putera pembesar yang bertugas dikota ini, dengan mengandalkan kukuasaan orang tuanya, ia memang selalu bertindak se-wenang2.

Tadi ketika melihat Bin An yang hanya mengenakan pakaian sederhana ia menduga seorang penduduk kampung yang tengah singgah dikota ini. Dengan begitu, seperti menjadi kebiasaannya, ia mengejeknya dan bermaksud meminta pelayan rumah makan itu mengusir Bin An.

Tetapi siapa sangka justru pelajar itu telah kena batunya, Bin An bukan saja seorang yang memiliki kepandaian tinggi, pun memang merupakan seorang tokoh persilatan yang telah menjadi pemimpin dari jago2 berbagai aliran dirimba persilatan. Dengan begitu, ia jadi kaget bukan main waktu terbanting begitu rupa.

"Kau... pemuda kurang ajar... kau mencari mampus ?" bentak pelajar itu sambil merangkak bangun, "Aduh... aduh... Akan kuperintahkan orang menangkapmu, untuk dihukum pancung kepala..."

Tetapi belum lagi pelajar itu menyelesaikan perkataannya, Bin An telah mendengus mengeluarkan suara ejekan, kemudian mengulurkan tangannya pula mencengkeram baju di dada pelajar itu sambil katanya: "Sudah kukatakan,  sebelum dimasak, Kauw-pek harus dibanting-banting dulu, supaya empuk, maka engkau memang perlu untuk dibikin empuk..!" dan ia membanting lagi.

Keruan saja pelajar itu jadi menjerit-jerit kesakitan dengan suara yang berisik sekali, malah ia berteriak: "Tolong....

tolong.... tangkap orang jahat ! Tangkap orang jahat..!" Pelayan rumah makan itu jadi kebingungan, ia memang mengetahui siapa adanya pelajar tersebut, Maka ia telah menyelak dan memberi hormat kepada Bin An.

"Kongcu... maafkan dan ampunilah Wang Kongcu... Wang Kongcu adalah. adalah putera Tiehu dikota ini !"

Mendengar psrkataan sjpelayan, Bin An te lah mengeluarkan suara tertawa dingin, kata-nya: "Aku tidak mau tahu apakah ia putera Tiehu atau putera Kaisar, yang kutahu dia adalah seekor Kauw-pek yang perlu dihajar !" dan kembali Bin An mengulurkan tangannya, mencengkeram baja pelajar itu, mengangkat tubuh orang hendak dibantingnya lagi.

Tentu saja pelajar itu jadi ketakutan bukan main, ia men- jerit2 meminta tolong.

Bin An tidak memperdulikan, ia membanting pula.

Seketika tubuh pelajar tersebut, putera Wang Tiehu itu telah terbanting lagi, keras sekali, ia meng-erang2 kesakitan.

Disaat itulah terdengar suara langkah kaki yang ramai sekali dan beberapa orang tentara negeri telah masuk kedalam rumah makan dengan sikap yang garang. Banyak tamu2 rumah makan yang segera menyingkirkan diri waktu melihat akan timbul keributan.

Para tentara negeri itu merupakan anak buah dari Wang Tiehu, dan mereka telah memperoleh laporan dari salah seorang kenalan Wang Kongcu itu, bahwa Wang Kongcu tersebut tengah dihajar setengah mati oleh seseorang, dan putera pembesar negeri itu tengah menderita sekali dibanting- banting dan diperumpamakan Kauw-pek.

"Mana penjahatnya?" teriak beberapa orang tentara negeri itu, "Mana orangnya. ?"

Dan sambil berieriak-teriak begitu, para tentara negeri tersebut telah mencabut golok mereka masing-masing dengan sikap yang garang. Disaat itu Wang Kongcu tengah meringkuk dilantai dengan kesakitan dan ketakutan, ketika melihat datangnya para tentara negeri tersebut, ia jadi terbangun semangatnya, dengan meringis menahan sakit, ia telbah menunjuk ke dpada Bin An samabil berteriak: b"Itu penjahatnya, tangkap monyet hutan itu... tangkap dan gusur untuk menerima hukuman..."

Tanpa banyak bicara lagi tentara negeri yang berjumlah tujuh atau delapan orang tersebut telah menerjang kepada Bin An. Mereka telah menggerakkan golok mereka, salah seorang telah membentak dengan sikap mengancam: "Menyerah saja secara baik-baik, jika tidak engkau akan terbinasa ditangan kami...!"

Bin An mengeluarkan suara dengusan mengejek, melihat kelakuan Wang Kongcu itu, ia segera mengetahui bahwa putera pembesar negeri tersebut merupakan seorang pemuda bergajulan yang sering menimbulkan keributan dan mengandalkan kekuasaan ayahnya untuk bertindak sewenang- wenang.

Terlebih lagi sekarang melihat datangnya tentara negeri tersebut, yang telah mengancam dengan senjata tajam mereka, membuat Bin An tambah tidak senang.

Tanpa mengucapkan sepatah perkataanpun, tubuh Bin An telah berkelebat ia mengayunkan tangan kanannya, dan "plakkk!" salah seorang dari tentara negeri itu telah disamppk mukanya dan mata tentara negeri tersebut berkunang- kunang, kepalanya pusing, dan tubuhnya terjerubuk kelantai sambil mengeluarkan suara jerit kesakitan.

Kawan-kawan tentara negeri tersebut jadi murka dan menggerakkan golok masing-masing menyerang Bin An, tetapi Bin An tanpa memandang sebelah mata terhadap serangan itu. Gesit sekali tubuhnya lelah berkelebat kesana ke mari, dan kedua tangannya bekerja. Maka tubuh dari para tentara negeri tersebut telah "berterbangan" dan terbanting seorang demi seorang, malang melintang dilantai, dalam keadaan tertotok, dan merintih-rintih kesakitan, sebab jalan darah "Mo-lie-hiat" mereka lelah tertotok.

Jika seseorang tertotok jalan darah "Mo-lie hiat" nya, maka akan menyebabkan korban totokan tersebut menderita kesakitan yang hebat, dan juga tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya.

Dengan begitu, para tentara negeri tersebut meringkuk dilantai tanpa bisa menggerakkan anggota badan mereka, hanya me-rintih2 kesakitan.

Pelajar yang menjadi putera dari Wang Tie hu semula telah girang melihat kedatangan para tentara negeri yang menjadi anak buah ayah nya, tetapi semangatnya seperti terbang meninggalkan raganya waktu dia melihat Bin An begitu mudah membereskan tentara negeri tersebut.

Bin An telah menoleh kepada Wang Kong cu tersebut, dan berkata dengan suara yang dingin: "Hemm, tadi pekerjaanku terganggu dengan kedatangan para tentara negeri itu, dimana aku belum lagi selesai untuk membikin empuk daging Kauw- pek! Hu!Hu! sekarang aku akan melanjutkannya pula..!" sambil berkata begitu, tampak Bin An telah melangkah mendekati Wang Kongcu.

Tubuh Wang Kongcu jadib gemetaran karedna ketakutan, daan sepasang lutbutnya jadi lemas ia telah berlutut

"Ampun... ampun Taihiap... aku... aku tidak berani menghinamu lagi...!" katanya sesambatan meminta ampunan.

Tetapi Bin An mengeluarkan suara tertawa mengejek. "Sekarang  engkau  mengatakan  tidak  akan  berbuat jahat

lagi,  karena  engkau  tengah  ketakutan  dan  tidak  berdaya,

tetapi begitu engkau memiliki kesempatan hemmm, hemmm, manusia berhati bengis dan jahat seperti kau ini, mana bisa dipercaya akan ketulusan hatimu ?"

Bukan main ketakutannya Wang Kongcu ia kembali berlutut mengangguk-anggukkan kepalanya, sampai keningnya menghantam lantai beberapa kali menimbukan suara yang nyaring.

"Aku bersumpah tidak akan melakukan kejahatan lagi... aku bersungguh-sungguh tidak melakukan kejahatan lagi !" katanya.

Tetapi Bin An tidak memperdulikan sikap pelajar tersebut, yang menjadi putera dari pembesar negeri yang semula bersikap begitu cong-kak dan se-wenang2, ia melangkah menghampiri dekat sekali pada Wang Kongcu, sambil katanya: "Kouw-pek umumnya baru empuk jika telah dibanting puluhan kali...!" dan tangannya diulurkan mencengkeram lagi, dimana ia telah mengangkat tubuh Wang Kongcu itu, yang men-jerit2 melolong meminta ampun, kemudian Bin An membantingnya sampai tubuh pelajar tersebat terbanting keras sekali dilantai hampir saja ia pingsan, karena matanya jadi gelap dan ber- kunang2.

Bin An tertawa mengejek. "Hemmm, sebentar lagi Kauw- pek-ku ini tentu empuk dan baru dimasak !" diulurkan tangannya lagi, untuk mencengkeram tubuh Wang Kongcu, guna dibantingnya pula. Wang Kongcu sendiri sangat ketakutan sambil ber-teriak2 meminta ampun pada Bin An.

Bin An tidak memperdulikan ia mengangkat tinggi2 tubuh Wang Kongcu, yang akan dibantingnya.

Namun sebelum ia menggerakkan tangannya untuk membanting Wang Kongcu, diwaktu itulah terdengar suara seseorang yang membentak bengis: "Tahan !"

Bin An melirik, dilihatnya diambang pintu berdiri seorang tojin berusia lanjut, tetapi masih memiliki kesegaran tubuh dan juga wajahnya merah sehat, ia tengah memandang bengis kepada Bin An.

Melihat tojin itu, yang diduga oleh Bin Aa sebagai kaki tangannya Wang Tiehu, ia mengeluarkan suara tertawa  dingin, tangannya digerakkan dan ia telah membanting tubuh Wang Kongcu, sampai tubuh pemuda itu terbanting keras dan meraung kesakitan, menggeliat dua ka li, kemudian pingsan tak sadarkan diri.

Muka tojin itu rberobah merah ptadam karena murqka, ia mengebutrkan hudtim yang tercekal ditangan kanannya, kemudian dengan cepat ia memindahkan hudtimnya ketangan kirinya, tangan kanannya itu telah mencabut pedang panjangnya.

"Sring...!" pedang itu tercabut keluar memancarkan sinarnya yang tajam sekali.

"Pemuda kurang ajnr kau berani menyiksa Wang Kongcu kami ? Hemm, rupanya engkau telah bosan hidup...!" dan tubuh tojin itu melompat kedekat Bin An, sambil menggerakkan pedangnya menikam kepada Bin An.

Bin An mana jeri menghadapi tojin itu, ketika melihat berkelebatnya pedang tojin tersebut ia mengelak kesamping, Cepat dan gesit sekali gerakan Bin An, sehingga tikaman pedang tojin itu mengenai tempat kosong.

Tetapi tojin itu rupanya selain mempergunakan pedang sebagai senjatanya, juga mempergunakan hudtim nya sebagai senjata pula, dimana begitu tikaman pedangnya jatuh ditempat kosong, ia membarengi dengan kebutan hudtimnya, yang menyambar kearah kepala Bin An dengan bulu hudtim itu berkumpul menjadi satu.

Melihat cara menyerang tojin itu, Bin An mengetahui bahwa tojin ini memiliki kepandaian yang lumayan, tanpa buang waktu lagi Bin An mengulurkan tangan kirinya, tahu2 bulu hud tim itu telah kena dicekalnya, sekali saja Bin An meremasnya, hancur luluhlah bulu2 hudtim itu, dan berhamburan kemana- mana.

Muka tojin itu jadi berobah. dan mengeluarkan seruan kaget, karena ia tidak menyangka bahwa seorang pemuda sebelia Bin An bisa memiliki kekuatan lwekang yang begitu tinggi, sekali meremas bulu2 hudtim telah hancur luluh. Dan harus diketahui, bahwa tadi tojin itu telah menyerang dengan hudtimnya yang berobah keras seperti besi.

Tetapi siapa sangka, begitu mudah Bin An telah menghancurkan bulu2 hudtimnya tersebut Setelah tertegun sejenak, tojin itu mengeluarkan teriakan marah: "Pinto Ko Sun Tojin akan meminta pengajaran darimu, pemuda kurang ajar...!" dan selesai dengan perkataannya itu, tampak Ko Sun Tojin telah menggerakkan pedangnya yang diputar cepat sekali, gagang hud timnya juga dipergunakan berulang kali untuk menotok jalan darah diiubuh Bin An.

Ko Sun Tojin merupakan salah seorang murid tingkat ketiga dari pintu perguruan Ceng-shia-pay. sebuah pintu perguruan- yang terdiri seluruh muridnya dari pengikut agama To.

Dengan demikian, murid pintu perguruan tersebut merupakan tojin2 yang mempelajari agama To dan ilmu silat, ilmu pedang dari pintu perguruan tersebut tidak berada dibawah ilmu pedang Kun Lun Pay, karena memang Kiam-hoat dari pintu perguruan Ceng-shia-pay merupakan kiam hoat yang lihay sekali. Terlebih lagi Ko Sun To jin merupakan murid tingkat ketiga, sehingga ia memiliki kepandaian yang bisa diandalkan.

Sayangnya, sekarang ini ia berhadapan dengan Bin An, seorang tokoh persilatan yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya, sehingga kepandaian yang dimiliki Ko Sun lojin bagaikan tidak memiliki apa2 lagi. Pedang tojin itu telah ber-gulung2 cepat sekali menyambar kesana kemari dengan cepat dan cahaya pedang tersebut selalu berkelebat ke-bagian2 yang mematikan ditubuh Bin An.

Namun Bin An selalu bisa mengelakkan dengan mudah, dan setelah melewati sepuluh jurus. Bin An telah menggerakkan kedua tangannya, tangan kiri telah merampas gagang hudtim tojin itu, sedangkan tangan kanannya telah menyentil pedang tojin itu, sehingga menimbulkan suara yang nyaring.

Dan bukan itu saja, begitu disentil, segera pedang tersebut jadi patah.

Tojin tersebut kaget sekali mukanya jura berobah pucat waktu ia melompat mundur Ko Sun Tojin mmiiliki kepandaian yang cukupan dan biasanya untuk jago2 biasa saja, sulit menghadapinya. Dan sekarang, Bin An seorang pemuda belia dengan mudah telah rnerubuhkannya, dan merebut gagang hudtimnya, yang bulunya tadi telah dihancur luluhkan, bahkan pedangnya telah disentil patah. Dengan demikian membuat Ko Sun Tojin jadi kaget dan heran.

Ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya bahwa seorang pemuda seperti Bin An bisa memiliki kepandaian yang begitu tinggi.

Walaupun ia mempelajari ilmunya masih berada didalam kandungan ibunya, tidak mungkin ia bisa memiliki tenaga dalam yang demikian mahir. " pikir Ko Sun Tojin. Dan sambil

berpikir begitu, Ko Sun Tojin telah menatap kepada Bin An dengan tajam.

"Siapa namamu, anak muda kurang ajar ?" bentak Ko Sun Tojin, "Apakah engkau tidak takut menghadapi hukuman dari Wang Tiehu ?"

Bin An tertawa dingin.

"Akulah simonyet hutan yang tengah kelaparan dan hendak memakan masakan daging anjing putih !" menyahuti Bin An dengan suara yang dingin. "Tetapi tidak disangka, belum lagi anjing putih itu sempat dibikin empuk untuk dimasak, telah datang seekor kerbau lagi !"

Muka Ko Sun Tojin jadi merah padam, ia tabu perkataan "kerbau" yang diucapkan oleh Bin An, ditujukan untuk dirinya.

"Hemmm, engkau terlalu sombong, anak muda, kau kira aku telah menyerah kalah, heh ?" dan membarengi dengan perkataannya itu, Ko Sun Tojin telah menerjang dengan tangan kosong, karena pedangnya yang telah patah dan gagang hudtimnya telah dibuangnya kelantai.

Tetapi Bin An mengelakkan diri dengan gesit, sama sekali ia tidak memberikan kesempatan kepada Ko Sun Tojin untuk menyerang dirinya.

Ketika pukulan Ko Sun Tojin datang lagi ber-tubi2, Bin An berkata dengan dingin: "Hem, dasar kerbau dungu, tetap saja kerbabu dungu, yang hdanya pandai menayeruduk!" dan sbetelah berkata begitu, cepat luar biasa Bin An bergerak kekiri dan kekanan dengan lompatan yang gesit sekali, dan ia telah menggerakkan kedua tangannya untuk menghantam kearah tojin itu.

Tepat sekali pukulan kedua tangan Bin An, kepalan tangan kirinya telah menghantam hidung Ko Sun Tojin, sedangkan tangan kanannya, dengan mempergunakan telapak tangannya menghantam pundak tojin tersebut.

Ko Sun Tojin mengeluarkan suara jeritan yang nyaring, dimana hidungnya segera bocor mengeluarkan darah merah, dan juga tubuhnya telah terhuyung rubuh terguling diatas lantai.

Cepat-cepat Ko Sun Tojin merangkak bangun, ia meraung dengan penasaran, dan telah menerjang lagi kepada Bin An untuk mengadu jiwa. Melihat kedua tangan tojin itu melancarkan pukulan kepadanya, Bin An tertawa dingin.

"Kerbau dungu, engkau selalu minta hajar saja !" kata Bin An dengan nada mengejek.

Dan waktu tubuh Ko Sun Telah menerjang dekat, Bin An sama sekali tidak mengelakkan diri dari pukulan kedua tangan tojin tersebut, malah ia telah mengulurkan tangannya menyambuti kepalan tangan tojin itu, Begitu Bin An membentak dan menghentaknya, tubuh tojin itu telah terlempar ketengah udara, kemudian jatuh terbanting diatas tanah.

Bin An telah berkata: "Cepat kau angkat kaki, aku masih sibuk hendak membikin empuk daging Kauw-pek-ku...!"

Ko Sun Tojin menggeliat dengan menderita kesakitan, pinggangnya dirasakan seperti hendak patah akibat bantingan itu Dan dia merangkak bangun, kemudian setelah memandang Bin An sejenak, ia ber-ingsut2 berlalu meninggakan tempat tersebut.

Wang Kongcu yang sejak tadi menyaksikan dengan hati ber-debar2, betapa Ko Sun To jin menyerang Bih An, berdoa didalam hatinya, agar tojin itu, yang merupakan anak buah ayahnya, bisa memperoleh kemenangan tetapi sayang sekali, orang yang diharapkan bisa menolong dirinya itu, ternyata bisa dirubuhkan oleh Bin An dengan mudah.

Malah Ko Sun Tojin waktu diusir oleh Bin An, ia telah berlalu begitu saja, menyebabkan Wang Kongcu tambah ketakutan, tubuhnya menggigil keras membayangkan penderitaan yang akan diterimanya pula, maka tidak tertahan lagi ia membuka mulutnya, menangis keras sekali seperti seorang anak kecil yang tak memperoleh mainan...!

Bin An tertawa dingin, ia melangkah menghampiri putera pembesar negeri itu, diulurkan tangannya dan telah mencengkeram baju putera pembesar negeri itu, yang diangkatnya kemudian dibantingnya pula.

"Bukkkk !" tubuh Wang Kongcu telah terbanting lagi diatas tanah, dan ia meraung kesakitan untuk kedua kali Wang Kongcu jatuh pingsan tidak sadarkan diri.

Bin An telah duduk kembali dikbursinya, ia mendantikan sampai aWang Kongcu terbsadar dari pingsannya.

Diwaktu itu, Wang Kongcu pingsan tidak terlalu lama, ia tersadar sambil meraung kesakitan dan menangis ketakutan.

Disaat itulah, tampak Bin An telah bangkit dari duduknya, ia menghampiri lagi.

Wang Kongcu ketakutan bukan main, ia berlutut menyembah-nyembah meminta ampun sambil menangis keras.

Bin An tidak memperdulikan, ia telah mengulurkan tangannya, mencengkeram hendak membanting, tetapi kali ini hanya merupakan ancaman belaka, karena begitu ia mengangkat tinggi tubuh putera pembesar negeri itu, ia bertanya dengan suara yang bengis: "Apakah dilain waktu engkau barani berbuat se-wenang2.""

Wang Kongcu berkata sambil menangis sesambatan: "Tidak... tidak berani... ampunilah aku Taihiap, aku tidak berani lagi..."

Bin An melepaskan cekalannya tubuh Wang Kongcu terbanting perlahan.

"Pergilah..." bentak Bin An dengan suara yang dingin. Bagaikan   memperoleh   sesuatu   yang  menggembirakan,

Wang Kongcu tanpa mengucapkan apa2 lagi telah mementang

kakinya, berlari meningalkan rumah tersebut.

Bin An memesan lagi makanan kepada pelayan, untuk melanjutkan daharannya. Pelayan itu memperlakukan dan melayani Bin An dengan sikap yang hormat sekali, karena ia telah melihat betapa Bin An merupakan seorang pendekar muda yang memiliki kepandaian tinggi, pelayan lainnya telah membereskan kursi dan meja yang terbalik akibat keributan.

Waktu mempersiapkan makanan untuk Bin An, pelayan tersebut telah berkata dengan suara yang perlahan:  "Taihiap... engkau harus hati-hati... biasanya jika seorang ribut dengan Wang Kongcu, tentu akan mengalami urusan yang tidak menyenangkan..!"

"Maksudmu ?" tanya Bin An kemudian sambil tersenyum dengan sangat tenang.

"Ayah Wang Kongcu, yaitu Wang Tichu sangat memanjakannya, setiap kali puteranya itu ribut dengan orang lain, ia selalu mau ikut campur dan berusaha menggunakan kekuasaan untuk menindas orang yang ribut dengan puteranya, maka alangkah baiknya, jika setelah makan, Taihiap berlalu dari tempat ini !"

"Terima kasih atas kebaikan hatimu !" kata Bin An sambil tersenyum dan merogoh sakunya, menghadiahkan pada pelayan tersebut tiga tail perak. "Jika perlu, orang tuanya itu harus dihajar juga !"

Pelayan itu jadi kaget. "Taihiap !"

"Sudahlah," kata Bin An tersenyum waktu melihat muka pelayan rumah makan itu jadi pucat pias. "Engkau tridak perlu kuattir, jika memangq Tiehu yang jahrat itu mengirim orang nya, biar nanti Tiehu itu sendiri yang akan kuhajar babak belur, agar dia kapok...!"

Dan tanpa msmpsrdultkan pelayan itu yang berdiri tertegun ditempatnya dengan muka yang pucat, Bin An telah makan kembali. Waktu Bin An tengah bersantap, tiba2 diluar rumah makan tersebut terdengar suara ribut-ribut.

"Jangan... bukan kami tidak ingin menerima kedatangan kalian, tetapi tentu akan mengganggu ketenangan dan selera makan tamu-tamu yang lainnya, terdengar suara beberapa orang pelayan yang sibuk sekali mencegah seseorang untuk masuk kedalam ruang rumah makan itu.

Bin An melirik, kemudian memanggil seorang pelayan yang berada dekat padanya, ta-nya: "Ada apa diluar? Atau memang orang2 Tiehu she Wang itu telah datang untuk mencari urusan denganku?"

Pelayan itu mengatakan ia hendak melihat dulu keluar, tidak lama kemudian dia kembali melaporkan kepada Bin An, ada seorang pengemis yang berpakaian compang camping serta mesum, memaksa untuk masuk dan makan dirumah makan ini.

Tetapi bersama-sama dengan pengemis tua itu, yang menurut pelayan tersebut mungkin telah berusia delapan puluh tahun, terdapat seorang gadis cantik berpakaian merah.

Bin An jadi teringat kepada Thio Jiauw It dan Siangkoan Cu.

"Suruh mereka masuk, biar aku yang mengundang mereka dan mentraktir mereka!" kata Bin An.

Pelayan itu nampak ragu-ragu, tetapi ia tidak berani membantah perintah Bin An.

Waktu itu diluar masih terdengar suara ribut-ribut, diselingi oleh suara tertawa bergelak-gelak dari seseorang, yang dikenal oleh Bin An, karena ia pernah mendengar suara tertawa bergelak-gelak itu.

Pelayan yang diperintah Bin An untuk mengundang tamu istimewa tersebut dengan cepat kembali mengiringi seseorang pengemis tua dan seorang gadis cantik jelita, yaitu Siangkoan Cu dan Thio Jiauw It!

"Toako, memang aku telah menduga, bahwa tamu istimewa yang membuat para pelayan ramah makan ini jadi sibuk tidak keruan tentu adalah engkau !" kata Bin An sambil bangkit dari duduknya dan mengundang sahabat-nya  tersebut, bersama murid sahabatnya itu untuk duduk semeja bersama dengannya.

Melihat Bin An, bukan main gembiranya Thio Jiauw It. ia sampai berjingkrak-jingkrak.

"Dasar jodoh, kembali kita bisa bertemu disini !" kata pengemis tua itu sambil tertawa.

Sedangkan Siangkoan Cu berobah merah mukanya, ia menunduk malu.

Begitulah, ketiga orang ini telah bersantap bersama Bin An juga telah memesan banyak macam sayur untuk Thio Jiauw It dan Siangkoan Cu. Mereka bercakap-cakap dengan gembira, Dan Bin An telah menceritakan pengalamannya tadi, yang telah menghajar Wang Kongcu, yang dibanting-bantingnya seperti mem-banting2 Kauw-pek, agar menjadi empuk.

Thio Jiauw It dan Siangkoan Cu jadi tertawa gembira, lalu tanya Siangkoan Cu: "Toako tadi engkau mengatakan Wang Tiehu tentu tak akan mau mengerti dengan kejadian yang telah menimpali diri puteranya itu dan akan mengirim orang2nya untuk mencari keributan dengan kau. . . tentunya akan ada keramaian yang mengasyikkan."

Bin An mengangguk.

"Jika Tiehu itu memang tidak tahu diri, dan mengirim orang2nya datang kemari, kita boleh menghajarnya ber- sama2!" sahut Bin An. Thio Jiauw It tertawa keras, kemudian katanya: "Hitung2 memanaskan darahku... dan sebagai latihan untuk menempeleng orang..."

Mereka bertiga telah tertawa lagi dengan keras. Banyak tamu2 yang kuatir akan timbul keributan diruangan rumah makan ini, telah menyingkir.

Sambil mengunyah paha ayam, Thio Jiauw It telah bertanya kepada Bin An: "Hiante, ada seseuatu yang hendak kutanyakan kepadamu?"

"silahkan Toako, pertanyaan apakah yang hendak diajukan Toako ?"

"Tetapi engkau jangan marah, ya ?" kata Thio Jiauw It sambil perlihatkan sikap serius.

Bin An tertawa.

"Mengapa harus marah ?" tanyanya. "Berapa usiamu pada tahun ini ?" "Dua puluh enam tahun !"

"Usia yang telah cukup dewasa untuk memperoleh teman hidup...!" kata Thio Jiauw It.

Bin An tercengang. ia tertegun sejenak.

"Apa maksud perkataan Toako ?" tanya Bin An, dan kemudian melirik kepada Siangkoan Cu.

Sipengemis tua she Thio itu telah tertawa bergelak-gelak, kemudian katanya: "Begini, ku lihat engkau telah cukup dewasa, tentunya engkau harus memiliki teman hidup, bukan

?"

"Kukira, urusan itu masih terlalu pagi untuk dibicarakan Toako !" "Bukan soal waktunya, tetapi justru jika engkau tidak keberatan, aku mau merecoki urusan itu menjadi comblangnya!" kata Thio Jiauw It.

"Ha?" Bin An terkejut.

Kembali Thio Jiauw It tertawa bbergelak-gelak dsedangkan Siangakoan Cu jadi tebrsipu-sipu menunduk malu dengan muka yang memerah.

"Dengarlah Hiante, aku memiliki seorang murid wanita, yang juga usianya tidak berjauhan dengan kau, aku telah berusia lanjut, dan tidak bisa selamanya mendampingi muridku yang bodoh itu, sehingga aku selalu berkuatir kalau- kalau kelak aku sudah masuk ke liang kubur, nanti ada orang yang menghina terhadap muridku yang tidak memiliki kepandaian berarti itu.

"Walaupun aku baru bertemu dengan mu dan mengikat tali persahabatan tetapi aku telah melihat engkau seorang pemuda yang baik, Dan telah cukup banyak juga kudengar dari sahabat2 bahwa Kang Lam Koay Hiap masih bujangan, belum beristeri. Maka jika memang engkau tidak mentertawakan dan mau, aku ingin sekali mengalami jadi comblang untuk merangkapkan jodoh muridku ini denganmu...!" dan setelah berkata begitu, Thio Jiauw It tertawa tawa tergelak-gelak lagi.

Bin An terkejut. ia cepat2 berdiri dari duduknya, merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada pengemis tua itu.

"Toako.... mana berani aku menerima kehormatan seperti itu?" katanya.

"Kenapa?" tanya Thio Jiauw It yang menghentikan tertawanya dan mengawasi Bin An dengan mata dinyurengkan. Bin An cepat-cepat berkata dengan hati-hati sekali: "Aku seorang yang liar, tidak memiliki kepandaian apa-apa yang bisa diandalkan dengan diberikan kepercayaan oleh Toako yang hendak menyerahkan muridmu menjadi jodohku, hal itu benar-benar merupakan suatu keberuntungan yang besar sekali buatku, tetapi aku tidak berani untuk menerimanya !"

Muka Thio Jiauw It jadi bersungguh-sungguh waktu ia berkata: "Engkau jangan bicara berbelit-belit. Sekarang katakan saja, kau bersedia atau tidak untuk mengambil muridku ini menjadi isterimu ?"

Muka Bin An jadi berobah merah, ia melirik kepada Siangkoan Cu, yang waktu itu juga tengah mengangkat kepalanya sedikit melirik kepadanya.

Dua pasang mata saling bentrok, dan sigadis seperti terkejut telah menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan pipi yang memerah, terasa panas sekali.

Bin An sendiri tidak urung berobah mukanya jadi merah. "Sesungguhnya Toako, aku sendiri tidak mengetahui

mengapa bisa mendapat keberuntungan seperti ini, menerima tawaran istimewa dari kau Toako...! Tetapi karena urusan pernikahan adalah menyangkut diri Siangkoan Cu Moay-moay sendiri apakah ia setuju, sedangkan untuk aku jelas aku mengharapkannya pun tidak berani."

Thio Jiauw It telah tertawa.

"Jika memang engkau telah setuju, muridku ini tentu setuju, Aku telah menanyakannya terlebih dulu padanya, tidak mungkin akbu mengajukan tadwaran, seperti aini kepadamu Hibante jika memang muridku ini tidak menyukaimu..." dan setelah berkata begitu, Thio Jiauw It tertawa ber-gelak2 lagi.

Bin An merasakan pipinya panas bukan main, sedangkan Siangkoan Cu sendiri telah menundukkan kepalanya semakin dalam sambil tersenyum-senyum, diwajahnya terpancar cahaya kebahagian dan kegembiraan.

Maka urusan rangkap jodoh yang dilakukan sipengemis Thio Jiauw It telah selesai.

Tetapi disaat Thio Jiauw It ingin berkata-kata lagi, untuk basa-basi menjelaskan perihal keadaan muridnya yang memiliki adat keras dan berangasan, agar Bin An bisa memperlakukannya dengan sabar, diwaktu itulah terdengar suara hiruk pikuk diluar rumah makan.

Thio Jiauw It telah mengerutkan alisnya, ia berkata: "Mungkin Tiehu she Wang itu lelah mengirim orang- orangnya... agar oiang-orangnya itu nanti menjadi Kauw-pek lagi... Mari kita lihat keluar, jangan sampai merusak segala perabotan didalam rumah makan itu !" sambil berkata begitu, Thio Jiauw It telah melompat untuk menuju keluar ruangan rumah makan.

Bin An mengiyakan sambil merogoh sakunya, ia meletakkan dua puluh tail perak di-atas meja, sebagai pembayaran dari barang makanan yang telah mereka habisi.

Bersamaan dengan Siangkoan Cu, dengan tersenyum- senyum mereka telah menuju keluar ruangan.

Diluar memang tampak seratus lebih pasukan tentara negeri, Merekalah yang menimbulkan suara gaduh. Dan bersama mereka tampak beberapa orang busu (akhli silat), yang ditangannya masing2 telah mencekal senjata tajam. Juga tampak Ko Sun Tojin, yang tidak berani berdiri terlalu didepan, tampaknya dia masih takut-takut.

"Mana dia penjahatnya ? Mana dia penjahatnya ?" teriak para busu itu.

Ko Sun Tojin telah menunjuk kepada Bin Atn, sambil katanya: "ltu dia...!" Para busu itu mengeluarkan suara teriakan nyaring: "Tangkap penjahat! Tangkap penjahat dan mereka menyerbu sambil menggerakkan senjata tajam mereka.

Begitu juga para tentara negeri itu, telah meluruk menyerbu kepada Bin An bertiga, dengan Thio Jiauw It dan Siangkoan Cu berisik sekali.

Rupanya Wang Tiehu yang menerima laporan dari puteranya bahwa yang telah menganiaya puteranya itu adalah seorang dari persilatan yang memiliki kepandaian tinggi, Tiehu itu segera mengutus beberapa orang busu diiringi oleh seratus lebih pasukan tentara negeri. Dengan jumlah kekuatan seperti itu, Tiehu tersebut yakin bisa menangkap orang telah menganiaya puteranya.

Bin An menoleh kepada Siangkoan Cu, katanya: "Siangkoan Moay-moay, mari kita menghajar mereka, untuk menggembirakan hati..." dan Bin An telah melompat, kedua tangannya telah bekerja, membanrtingi para tenttara itu.

Sedangqkan Siangkoan Cru yang tengah gem bira, ikut menghajar pasukan tentara negeri itu. Terlebih lagi Thio Jiauw It, yang telah melompat kesana kemari, sambil sebentar2 memperdengarkan suara tertawa bergelaknya, kedua tangannya bergerak kesana kemari, dan banyak tentara negeri yang telah dilemparkannya, terbanting pingsan ditanah, tanpa bisa berkutik lagi, dan banyak yang telah patah tangan dan kakinya akibat bantingan yang cukup keras. Ko Sun Tojin waktu melihat perkembangan keadaan seperti itu jadi ketakutan bukan-main.

Tojin itu telah memutar tubuhaya, maksudnya hendak melarikan diri menghindari.

Tetapi Bin An telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat gesit sekaii, tahu-tahu telah berada dibelakangnya tojin tersebut. Cepat sekali Bin An telah mengulurkan tangannya, menghantam punggung tojin tersebut.

"Tojin jahat, engkau memang perlu dihajar...!" dan pukulan telapak tangan Bin An singgah dipunggung tojin itu keras sekali, menimbulkan suara yang nyaring dan tubuh tojin tersebut telah terjerembab sambil mengeluarkan suara jeritan memuntahkan darah segar, dan kemudian pingsan tidak sadarkan diri !

Begitu juga halnya dengan para busu itu, yang telah dihajar babak belur dan jatuh pingsan oleh Thio Jiauw It dua Siangkoan Cu, Mereka semuanya umumnya jadi pingsan tak sadarkan diri terkena hajaran dari tangan para jago2 yang memiliki kepandaian luar biasa seperti Thio Jiauw It, Bu Bin An maupun Siangkoan Cu.

Dalam waktu yang sekejap mata saja, para tentara negeri dan para busu maupun Ko Sun Tojin telah malang melintang dalam keadaan babak belur dan pingsan, sisanya dari pasukan tentara negeri itu telah lari kucar-kacir, menyelamatkan diri mereka.

Thio Jiauw It, Bin An dan Siangkoan Cu tertawa gembira, mereka telah saling memberikan isyarat, kemudian bertiga mereka meninggalkan tempat tersebut.

Mereka bertiga tidak pernah berpisah lagi, merantau ber- sama2. Sampai akhirnya setahun kemudian Bin An telah berlangsung pernikahannya dengan Siangkoan Cu. Karena Bin An merupakan tokoh persilatan yang menjadi pemimpin dari berbagai kalangan dan aliran maka pada hari pernikahannya memperoleh kunjungan banyak sekali jago2 rimba persilatan yang semuanya datang untuk memberikan ucapan selamat kepada Bin An dan Siangkoan Cu pasangan mempelai itu.

Dan setelah menikah Kang Lam-Koay Hiap Bu Bin An bersama isterinya, masih terus iuga berkelana, untuk mengamalkan kepandaian mereka melakukan perbuatan2 baik diatas keadilan, sedangkan Thio Jiauw It karena merasa usianya memang terlalu tua dan ingin melewati hari tuanya dipuncak gunung Himalaya, telah kembali kepuncak gunung itu.

Nama Kang Lam Koay Hiap semakin lama semakin terkenal juga, dan disegani oleh jago2 dari berbagai kalangan.

Sampai disinilah kisah "Kang Lam Koay Hiap" selesai.

T A M A T
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar