Pendekar Aneh dari Kang Lam Jilid 13

Jilid 13

TONGKAT itu memiliki bentuk yang cukup aneh. Tubuh tongkat itu kurus, dan diujungnya satunya terukir kepala seekor macan. Tongkat itu berwarna coklat tua, dengan lingkaran sebesar ibu jari tangan, dan waktu tongkat tersebut digerakan oleh Sin Coa Tung Hiap, memperdengarkan angin yang berkesiuran kuat sekali.

Sun Cia Piang melihat lawannya mengeluarkan senjatanya, jadi memandang dengan sinar mata yang tajam sekali.

"Maafkan, aku terpaksa mempergunakan senjataku, silahkan engkau mencabut senjatamu.." kata Sin Coa Tung Hiap sambil tertawa kecil, sikapnya tenang. Dan sekali lagi dia menggerakkan tongkatnya yang aneh itu, memperdengarkan suara mendengung akibat berkesiuran kerasnya tongkat tersebus ditengah udara.

Sun Cia Piang tertawa dingin, kemudian katanya dengan suara yang tawar: "Baik, baik kita telah cukup main-main dengan tangan kosong, sekarang mari kita main-main dengan senjata...!" dan setelah berkata begitu, tampak Sun Cia Piang meraba pinggangnya, ia melepaskan tali pengikat pinggangnya, dimana dengan cepat angkin (pengikat pinggang) tersebut telah digerakkan untuk melibat ujung dari tongkat Sin Hoa Tung Hiap.

Cepat2 Sin Coa Tung Hiap harus melompat kebelakang, untuk menyelamatkan ujung tongkatnya dari pada libatan angkin Sun Cia Piang.

Tetapi Sun Cia Piang tidak tinggal berdiam diri waktu libatan angkinnya itu gagalnya meIibat ujung tongkat lawannya, bagaikan seekor ular yang melenggang lengok kesana kemari, tampak angkin itu bergerak cepat sekali menyambar keberbagai anggota tubuh dari Sin Coa Tung Hiap.

Namun Sin Coa Tung Hiap, yang memang bergelar sebagai Pendekar Tongkat itu, rupanya memiliki kepandaian yang lihay sekali untuk menggerakkan senjata tongkatnya tersebut, karena begitu melihat angkin lawannya me-nyambar2 dengan cepat, diwaktu itulah tam pak ia berkelit kesana kemari dengan memutar tongkatnya.

Kelincahan dari tongkat ditangan Sin Coa Tung Hiap sama sekali tidak kalah dari kelincahan angkin Sun Cia Piang, sehingga tampaknya mereka tergulung oleh sinar tongkat dan sinar angkin Sun Cia Piang.

Kedua jago yang memiliki kepandaian sama-sama tinggi  itu, telah mengeluarkan kepandaiannya, untuk mendesak lawan mereka.

Sun Cia Piang yang waktu itu benar2 telah penasaran sekali, menjejakkan kedua kaki-nya, tubuhnya melompat dengan ringan ke tengah udara, dan angkinnya diputar.

Bagaikan seorang penari, angkin itu bergulung-gulung cepat sekali.

Dengan melakukan gerakan seperti ini, serangan-serangan dari Sin Coa Tung Hiap bisa digagalkannya. Sun Cia Piang bukan hanya menangkis, di waktu itu ia membarengi lagi dengan menggerakkan tangan kanannya, yang dihentakkan dan disaluri oleh kekuatan lwekangnya, maka seketika itu pula tampak angkin yang lemas itu menjadi tegak dan kaku, seperti juga berobah menjadi tongkat yang berukuran panjang sekali.

Yang lebih luar biasa lagi, justru saat itu tongkat yang dari angkin ini telah menyambar akan menotok iga disebelah kanan dari Sin Coa Tung Hiap.

Jurus yang dipergunakan oleh Sun Cia Piang merupakan jurus yang mematikan. Kalau saja ujung angkin yang telah kaku seperti ujung tombak itu berhasil menotok iga Sin Coa Tung Hiap, seketika itu juga rusuk dari Sin Coa Tuog Hiap akan remuk.

Melihat kesempurnaan lwekang lawannya itu, Sin Coa Tung Hiap, kaget tidak terhingga, ia mempergunakan tongkatnya menangkis.

"Tukkkk!" terdengar keras sekali, Dan Sin Coa Tung Hiap merasakan pergelangan tangannya Iinu, dimana telapak tangannya juga bseperti pedih, dhampir saja tonagkat pendeknya bterlepas.

Hal itu memperlihatkan betapa tenaga sinkang yang menyelubungi angkin yang kaku seperti tongkat itu sangat kuat sekali,

Sin Coa Tung Hiap cepat-cepat memusatkan kekuatan lwekangnya pada telapak tangan nya.

Namun Sun Cia Piang telah mulai melakukan penyerangan Iagi, angkinnya yang kaku seperti tongkat itu bergerak berulang kali dengan cepat.

Sedangkan Sin Coa Tung Hiap hanya berkelit dari ketiga totokan berikutnya. Dan pada totokan keempat yang dilakukan Sun Cia Piang dia baru menangkis dengan tongkatnya. Karena Sin Coa Tung Hiap juga telah mengempos seluruh kekuatan tenaga Iwekangnya, dengan demikian tongkatnya  itu telah berhasil menggetarkan angkin lawannya, dan ia baru saja ingin membarengi dengan totokannya kepada Sun Cia Piang, telah terjadi sesuatu yang mengejutkannya.

Karena angkin Sun Cia Piang yang semula kaku seperti tongkat itu, tiba2 sekali telah berobah menjadi lemas kembali, dan tahu2 ujung dari angkin itu telah melibat tongkat pendek Sin Coa Tung Hiap.

Sin Coa Tung Hiap mengeluarkan keringat dingin, dan menghentak tongkatnya, berusaha menghindarkan tongkatnya dari libatan yang lebih kuat dari angkin lawannya, gerakannya itu tidak berhasil, karena angkin lawannya benar-benar telah melibat tongkatnya.

Dari tubuh Sin Coa Tung Hiap telah mengeluarkan semacam uap juga, dan ia memusatkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, Mereka jadi saling tarik.

Sun Cia Piang sendiri telah mengeluarkan banyak sekali keringat Wajahnya sebentar be robah pucat, sebentar berobah merah.

Kedua jago ini telah saling mengadu kekuatan lwekang tingkat tinggi, sehingga pertandingan dengan tenaga dalam seperti itu sesungguhnya jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan pertandingan mempergunakan senjata tajam.

Cung Kiang Bun dan Hoa Lun Sian yang menyaksikan kedua jago tersebut lelah melakukan pertandingan tenaga dalam tingbkat tinggi sepedrti itu, merekaa hanya berdiri bmenyaksikan dengan tubuh yang diam tidak bergerak dan mata yang terpentang lebar-lebar.

Seperti diketahui, bahwa Cung Kiang Bun adalah murid Wie-liong-pay yang telah menerima perintah dari pimpinannya untuk berusaha membebaskan ketiga orang saudara seperguruannya yang ditawan oleh pendeta-pendeta Kun Lun Pay.

Dengan demikian, Cung Kiang Bun merupakan salah seorang murid Wie-liong-pay yang memiliki kepandaian tinggi dimana ciangbunjin nya telah mempercayai tugas tersebut kepadanya.

Tetapi sekarang setelah menyaksikan sekian lama jalannya pertandingan antara Sun Cia Piang dengan Sin Coa Tung Hiap, seketika itu juga pemuda ini mengetahui bahwa kepandaian yang dimilikinya itu memang masih belum berarti apa-apa.

Dengan demikian, segera terlihat Cung Kiang Bun memperhatikan jalannya pertempuran tersebut jauh lebih teliti, untuk melihat bagaimana hebatnya setiap gerakan dan jurus dari kedua orang jago itu.

Dan juga disaat Sun Cia Piang dan Sin Coa Tung Hiap tengah mengadu kekuatan tenaga lwe kangnya, diwaktu itulah ia memperhatikan betapa napas kedua orang tersebut memburu keras tidak teratur, menunjukan bahwa kedua orang itu telah mengerahkan seluruh tenaga dalam yang mereka miliki.

Begitu pula butir2 keringat yang memenuhi tubuh kedua orang itu memperlihatkan bahwa tidak lama lagi keduanya tentu akan merasa letih dan tenaga habis,

Cung Kiang Bun dan Hoa Lun Sian memperhatikan semua itu dengan perasaan kuatir dan sayang, Kuatir kalau2 salah seorang diantara kedua jago yang memiliki kepandaianku begitu tinggi, sampai terluka parah ataupun terbinasa.

Sayang, karena mereka memang tidak memiliki kepandaian yang tinggi sehingga mereka tak bisa menoIongi kedua orang itu, memisahkan mereka dari libatan pertandingan yang sangat menentukan tersebut. Sedangkan Sun Cia Piang sendiri memperoleh kenyataan bahwa tenaga lwekang yang dimiliki Sia Coa Tung Hiap semakin lama seperti semakin membetot dirinya, dimana dirinya bagaikan bergerak per-larhan2 akan tertatrik kedepan.

Mati2an Sun Cia Piang telah memusatkan tenaga lwekangnya dan ia berusaha mempertahankan diri. Aagkinoya telah ditariknya pula per-lahan2, dan diwaktu itu, ia telah memperpendek jarak angkinnya dengan tongkat itu.

Sin Coa Tung Hiap yakin bahwa ia dapat menguasai lawannya, jika saja Sun Cia Piang tidak sempat memperpendek angkinnya itu, karena diwaktu angkin itu terjulur panjang, tentu tenaga lwekang dari Sun Cia Piang tidak bisa berkumpul keseluruhannya diujung angkin.

Tetapi sekali saja Sun Cia Piang berhasil memperpendek angkinnya tersebut, tentu semakin kuat tenaga sinkang yang berkumpul diujung angkinnya.

Dengan demikian Sin Coa Tung Hiap tidak mau tinggal diam saja, ia mengeluarkan suara seruan dan menggerakkan tongkatnya, Sambil memusatkan tenaga sinkangnya, ia memutar tongkatnya itu secara dihentak.

Libatan angkin masih juga melibat ujung tongkatnya, tetapi akibat dari hentakan tersebut membuat angkin dari Sun Cia Piang jadi terangkat naik keatas.

Dan mempergunakan kesempatan itu, segera juga Sun Cia Piang telah menarik pulang angkinnya.

Namun tanpa disadari oleh Sun Cia Piang, justru ia menarik pulang angkinnya itu merupakan suatu kesalahan yang besar untuknya. Begitu angkinnya ditarik, segera Sin Coa Tung Hiap membarengi dengan menggerakkan tongkatnya, bagaikan tertarik oleh angkin Sun Cia Piang, tongkat tersebut meluncur kearah dada dari Sun Cia Piang, akan menotok jalan darah Mie-so-hiat disebelah dada tiga dim dari ketiak. Tetapi justru Sun Cia Piang juga memiliki kepandaian yang tinggi ia tidak mau menerima serangan itu begitu saja, walaupun ia harus melompat sambil berpoksay, ia melakukannya juga dengan menggerakkan angkinnya untuk menghantam mata lawannya, Gerakannya itu sesungguhnya bisa menghancurkan tenaga dalamnya dan membuat ia  terluka didalam, sebab waktu itu seluruh kekuatan sinkang yang berada diangkin nya belum ditarik pulang, dan sekarang ia telah berpoksay ditengah udara, menyebabkan seluruh urat dan sinkangnya tergempur.

Tetapi hal itu terpaksa dilakukan oleh Sun Cia Piang. ia berhasil mengelakkan totokan yang mematikan dari Sin Coa Tung Hiap, namun waktu kedua kakinya menginjak tanah, ia memuntahkan darah segar dua kali, karena ia telah terluka didalam oleh tenaga sinkangnya sendiri waktu ia berpoksay ditengah udara.

Melihat Sun Cia Piang memuntahkan darah seperti itu, Sin Coa Tung Hiap menahan serangan yang akan dilancarkan kembali tadi, ia telah menatap tajam, lalu katanya dengan suara yang tawar: "Apakah kita akan melanjutkan kembali pertandingan kita ini...?"

Sun Cia Piang telah memandang kepada Sin Coa Tung Hiap dengan sinar mata yang tajam, ia berdiam diri saja, karena disaat itu ia tengah memusatkan tenaga sinkangnya, untuk disalurkan guna memulihkan jalan pernapasannya.

Kemudian terlihat Sun Cia Piang memuntahkan kembali darah segar dua kali, karena ia tidak berhasil membendung luka didalam tubuhnya.

Wajah Suu Cia Piang jadi berobah semakin pucat.

Sin Coa Tung Hiap tertawa tawar, ia memasukkan tongkatnya yang diselipkan pada ikat pinggangnya.

"Baiklah, karena engkau telah terluka parah seperti itu, kukira tidak ada perlunya kita meneruskan pertandingan ini... jika dilain waktu engkau hendak main2 lagi denganku, setiap saat aku bersedia...!" dan setelah berkata begita Sin Coa Tung Hiap memutar tubuhnya, ia menghampiri Cung Kiang Hun dan Hoa Lun Sian.

"Mari kita tinggalkan tempat ini...!" kata Sin Coa Tung Hiap.

"Tunggu dulu Inkong...!" kata Hoa Lun Sian, "Masih ada tiga orang sahabat yang perlu dibebaskan dari tawanan orang2 Kun Lun Pay !"

Sin Coa Tung Hiap memandang kepada Cung Kiang Bun. kemudian tanyanya : "Di-mana ketiga orang itu berada ?"

Cung Kiang Bun segera merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat.

"Mereka ditawan dan ditahan didalam kuil orang2 Kun Lun Pay itu..!" menjelaskan Cung Kiang Bun.

Sin Coa Tung Hiap segera bmenghampiri Wind Lin Cinjin, keamudian katanya bsambil merangkapkan sepasang tangannya.

"Harap Cinjin tidak mempersulit ketiga orang sahabat kami itu, dan bebaskanlah mereka..!" kata Sin Coa Tung Hiap dengan suara yang sabar.

Wie Lin Cinjin memandang kepada Sin Coa Tung Hiap yang memakai topeng terbuat dari kain merah tersebut, dan ia membalas merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat, sambil katanya. "sesungguhnya terdapat suautu urusan yong mempersulit kami membebaskan ketiga orang tawanan kami tersebut... mereka telah membinasakan enam orang murid Kun Lun Pay...!"

"Tetapi... jika memang Cinjin tidak mau membebaskan mereka, berarti akan terlibat dalam urusan yang berkepanjangan..." "Menyesal sekali, justru yang menentukan dibebaskan atau tidaknya ketiga orang tawanan kami iiu hanya dapat ditentukan oleh ciangbunjin kami... dan sudah kewajiban kami untuk membawa ketiga orang tawanan tersebut ke Kun Lun San, guna disidangkan oleh Ciangbunjin kami itu..."

Disaat itu, Sin Coa Tung Hiap telah metrf perdengarkan suara tertawa yang nyaring.

"Jika memang Cinjin bersedia memberi muka sedikit  kepada Siauwte, menyesal sekali jika Siauwte harus membebaskan ketiga orang tersebut dengan mempergunakan cara yang Siauwte tempuh...!"

Tetapi Wie Lin Cinjin memandang sabar dan tenang pada Sin Coa Tung Hiap, kemudian ia berkata dengan suaranya yang sabar: "Jika memang Kiesu tidik bisa mengerti akan kesulitan kami... kamipun tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi yang jelas, walaupun bagaimana, ketiga orang tawanan tersebut akan kami kirim ke Kun Lun San... itu sudah menjadi kewajiban kami, untuk mematuhi peraturan pintu perguruan kami...!"

Sin Coa Tung Hiap mendengar perkataan Wie Lin Cinjin jadi mengeluarkan suara tertawa yang perlahan, ia mengangguk beberapa kali, kemudian katanya: "sekarang begini saja, Cinjin, jika memang Cinjin memiliki kesulitan seperti itu, aku mau mengerti... tetapi terus terang saja, permintaan sahabatku agar membebaskan ketiga orang sahabat mereka juga tidak bisa kutolak, Bagaimana jika Cinjin main2 sebpuluh jurus dendgan Siauwte jikaa memang Cin jibn bisa melayani sepuluh jurus dari serangan ku, tentu Cinjin tidak akan memperoleh kesulitan apa2 lagi dari kami, nasib ketiga orang tawanan itu kami serahkan ditangan Cinjin..!"

Muka Wie Lin Cinjin jadi berobah, ia telah sempat menyaksikan Sin Coa Tung Hiap tadi bertempur dengan Sun Cia Piang. Dengan demikian, sudah barang tentu mereka itu sebagai seorang tokoh Kun Lun Pay yang memiliki kepandaian tinggi, Wie Lin Cinjin mengetahui bahwa kepandaian yang dimiliki Sin Coa Tung Hiap sangat tinggi sekali, melebihi kepandaiannya.

Dengan begitu, jika sampai mereka bertanding, jelas Wie Lin Cinjin bukan menjadi tandingan Sin Coa Tung Hiap.

Namun justru Wie Lin Cinjin juga tak bisa menampik permintaan dari Sin Coa Tung Hiap yang merupakan tantangan buatnya, ia akhirnya terpaksa mengangguk.

"Baiklah..!" katanya, "jika memang Kiesu memaksa begitu, Pinto tidak bisa mengatakan apa2 lagi selain menerima tawaran yang diberikan oleh Kiesu..!"

Sin Coa Tung Hiap tertawa perlahan, kemudian ia ber-siap2 untuk melakukan serangan yang pertama.

"Hati2lah Cinjin, Siauwte akan segera mulai dengan jurus yang pertama...!" katanya.

Wie Lian Cinjin juga telah ber-siap2. ia tadi telah bertempur dengan Sun Cia Piang, maka ia telah mengeluarkan tenaga yang cukup besar untuk dapat mempertahankan diri, dan akhirnya ia bisa dirubuhkan juga. Dengan demikian tenaga lwekangnya tidak terkumpul semuanya.

Tetapi setelah mengasoh mengatur jalan pernapasannya disaat Sin Coa Tung Hiap bertempur dengan Sun Cia Piang, kini-tenaga lwekangnya telah pulih sebagaimana biasa, Maka melihat Sin Coa Tung Hiap mulai bersiap-siap untuk memulai dengan jurus yang pertama, ia pun segera menyalurkan hawa Tan-tian, yaitu hawa murni dari pusatnya, dan kemudian menyalurkan lwekangnya itu pada kedua tangan-nya, ia telah bersiap sedia untuk menerima serangan Sin Coa Tung Hiap.

Waktu itu Sin Coa Tung Hiap telah mengeluarkan suara seruan: "Jaga serangan!" tampak tubuhnya telah rmenerjang perlathan ke depan, dqan juga kedua trangannya digerakkan. Gerakan kedua tangannya itu tidak terlalu cepat, ia melakukan pukulan dengan tangan kirinya dulu, kearah pundak dari pendeta tersebut, kemudian baru disusul dengan gerakan tangan kanannya, dimana ia berusaha mencengkeram dada sipendeta.

Melihat cara menyerang Sin Coa Tung Hiap tampak Wie Lin Cinjin telah cepat2 berkelit kesamping, ia melangkah mundur satu langkah.

Disaat kedua tangan lawannya telah didekat dadanya, ia tahu2 telah mengibaskan lengan jubahnya.

"Wutttt, . . !" angin lwekang yang kuat tersalurkan lewat ujung jubahnya.

Tangkisan tersebut sesungguhnya hanya bisa memaksa Sin Coa Tung Hiap untuk membatalkan serangannya, setelah itu Sin Coa Tung Hiap melompat melancarkan pukulan pula dengan jurus kedua.

Tetapi Wie Lin Cinjin memang telah bertekad, ia hanya akan mempertahankan diri saja dari serangan lawannya ini, karena ia yakin dalam sepuluh jurus serangan lawannya dia akan dapat menghadapinya.

Pukulan kedua yang dilakuhan oleh Sin Coa Tung Hiap ternyata jauh lebih kuat dibandingkan dengan yang pertama, karena ia telah melancarkan serangan dengan kedua telapak tangannya, tenaga Iwekangnya berkesiuran keras sekali menyambar kelambung dari pendeta tersebut.

Angin lwekang itu bergulung keras sekali membuat Wie Lin Cinjin tidak bisa berayal lagi, ia mengeluarkan suara seruan perlahan, sambil menjejakkan kedua kakinya, dimana dia membawakan jurus "Burung Bangau Menembusi Awan" tubuhnya berjumpalitan ditengah udara, dan ia telah  melayang sambil menggerakkan kedua tangannya juga untuk mendorong. Kuat sekali tenaga dorongan tersebut, karena Sin Coa Tung Hiap seketika terhuyung mundur dua langkah. "Ilmu yang hebat dan mengagumkan sekali!" memuji Sin Coa Tung Hiap sambil mendengar kan suara tertawanya. "Dan jagalah serangan berikutnya ini..." dan ia telah membarengi perkataannya itu dengan melakukan gerakan yang gesit  sekali, kedua tangannya di-pentang, seperti akan merangkul Wie Lin Cinjin.

Gerakan yang dilakukan Sin Coa Tung Hiap merupakan gerakan yang berbahaya buat lawannya, karena jika sampai kedua telapak tangan Sin Coa Tung Hiap mengenai sasaran nya, niscahya tubuh lawannya akan terluka.

Saat itu Wie Lin Cinjin juga tidak mau sampai dirinya terkena serangan Sin Coa Tung Hiap, ia berkelit lagi dengan cepat, dengan cara memutar mempergunakan jurus "Rembulan Menjatuhkan Permata" tubuhnya juga seperti melingkar dalam bentuk bulatan, kedua telapak tangannya diungkapkan dan ia telah mendorong lagi.

Begitulah, jurus keempat, kelima dan ke enam dengan cepat dilewatkan.

Pada jurus keiujuh, tampak Sin Coa Tung Hiap yang mulai penasaran belum bisa merubuhkan Wie Lin Cinjin mulai melancarkan serangan yang jauh lebih kuat lagi.

Wie Lin cinjin mengelakkan diri dengan ringan sekali, karena kedua kakinya tahu2 menginjak melebar dan kemudian tubuhnya didoyongkan kebelakang, menjeblak begitu, dan pukulan yang dilakukan oleh Sin Coa Tung Hiap mengenai tempat kosong kembali.

Sin Coa Tung Hiap yang melihat bahwa dirinya kini hanya memiliki dua jurus lagi, telah mengeluarkan suara seruan nyaring, iapun berkata: "Terimalah serangan ini, Cinjin membarengi dengan perkataannya itu, ia menekuk ke lima jari tangan kanannya, dan telah mendorong dengan sikap akan menotok, ia juga melakukan tabasan dengan pinggiran telapakan tangannya yang lain, dengan demikian dia telah melakukan jurus serangan "Membacok rembulan mendorong Gunung.

Jurus seperti ini sangat sulit untuk dipelajari. Ternyata Sin Coa Tung Hiap memang telah berhasil mempelajari ilmu tersebut dengan baik sehingga tenaga serangan yang dilancarkannya benar2 luar biasa kuatnya.

Wie Lin Cibnjin yang menerdima serangan seaperti itu jadi bterkejut bukan main, pendeta ini sampai mengeluarkan suara teriakan yang sangat keras, dan berusaha membentur tenaga serangan ini dengan tenaga sinkangnya.

"Bukkkkk...!" kuat sekali tenaga benturan itu, sehingga tubuh Wie Lin Cinjin tampak ter pental keras ketengah udara.

Sedangkan tubuh Sin Tung Hiap jadi terhuyung-huyung mundur beberapa langkah.

Wie Lin Cinjin telah melayang turun kembali ketanah dengan tubuh yang limbung, hampir saja ia jatuh terjerunuk mencium tanah.

Untung saja pendeta tersebut memang memiliki ilmu yang tinggi, segera ia bisa menguasai diri dengan melakukan gerakan "Besi seribu kali menancap ditanah", dan tubuhnya seperti juga sebatang besi, tahu2 telah tegak kembali.

Namun, wajah Wie Lin Cinjin berobah pucat, karena ia  telah tergempur didalam, walau pun tidak parah.

Sedangkan Sin Coa Tung Hiap telah berkata dengan suara tawar: "Hanya tinggal satu jurus lagi, harap Cinjin berlaku lebih hati2...!"

Dan sehabis berkata begitu, tampak Sin Coa Tung Hiap merenggangkan kedudukan kedua kakinya, dan ia telah menggerakkan tangan kanannya, untuk didekatkan pada dadanya, dengan mengeluarkan suara siulan yang panjang, tahu-tahu kedua kakinya itu dihentakkan, dan ia telah menghantam dengan tangan kirinya, disusul dengan gerakan tangan kanannya.

Tenaga sinkang yang dipergunakannya itu memiliki dua gelombang yang menyambar dengan kuat sekali, dimana kekuatan tenaga sinkang yang pertama belum lagi mengenai sasarannya, kekuatan tenaga gelombang kedua telah menyambar menyusul dengan cepat.

Wie Lin Cinjin berobah mukanya jadi pucat, karena ia menyadari dengan adanya serangan seperti itu, tampaknya Sin Coa Tung Hiap benar-benar telah mengerahkan sebagian besar tenaga lwekangnya.

Sedangkan waktu itu Wie Lin Cinjin telah terluka didalam, tidak mungkin ia menghadap serangan itu dengan kekerasan, ia telahb menyedot hawa dudara dalam-dalaam, lalu ia menbggeser kedudukan kakinya, berusaha berkelit.

Namun tenaga serangan dari Sin Coa Tung Hiap menyambar begitu cepat sekali dan juga seperti membuntuti dirinya, dengan demikian tampak Wie Lin Cinjin seperti tidak sempat untuk mengelakkan diri dari gempuran lawannya.

Sin Coa Tung Hiap juga yakin bahwa ia akan berhasil dengan serangannya itu. Dengan demikian ia telah mengempos semangatnya dan menambah kekuatan tenaga lwekangnya. Dan tampak betapa Wie Lin Cinjin telah terhuyung berusaha membendung kekuatan tenaga serangan itu, seluruh tenaga lwekangnya telah disalurkan dikedua tangannya untuk menahan tenaga gempuran dari lawannya.

Tetapi gempuran dari tenaga sinkang yang dilakukan oleh Sin Coa Tung Hiap benar2 dahsyat sekali, sehingga memaksa Wie Lin cinjin harus bertahan mati2an.

Sin Coa Tung Hiap menghentak sambil membentak: "Rubuh...!", kedua tangannya dikibaskannya dengan serentak. Wie Lin Cinjin merasakan dadanya seperti juga diterjang oleh kekuatan tenaga yang ribuan kati, dan tampak tubuh Wie Lin Cinjin telah terlempar ke tengah udara, kemudian tubuh pendeta tersebut telah meluncur turun dan terbanting kembali ditanah.

"Bukkk..!" tubuh Wie Lin Cinjin telah ambruk dengan keras sekali.

Sin Coa Tung Hiap melihat serangannya pada jurus kesepuluh itu telah berhasil merubuhkan Wie Lin Cinjin, jadi mengeluarkan suara tertawa yang keras sekali, sampai tubuhnya ber goyang-goyang.

Wie Lin Cinjin merangkak bangun dengan gerakan yang lambat sekali karena pendeta tersebut telah terluka didalam.

Tampak Wie Lin Cinjin berusaha untuk duduk kembali, bersemadhi menyalurkan kekuatan sinkangnya untuk mengatur pernapasannya.

Namun disebabkan tenaga sinkangnya telah tergempur dan tergoncang keras, dengan sendirinya ia tidak berhasil dengan segera memulihkan tenaga dan kesegaran tubuhnya, terutama sekali untuk memulihkarn jalan pernapatsannya.

Sin Coaq Tung Hiap dengran sabar menantikan sampai Wie Lin Cinjin selesai bersemadhi, ia hanya mengawasi pendeta itu dengan sikap yang tenang.

Setelah lewat lagi beberapa saat, Wic Lio Cinjin telah membuka sepasang matanya, memandang kepada Cung Kiang Bun dan Hoa Lun Sian bergantian baru kemudian ia menoleh ke pada Sin Coa Tung Hiap, sambil menghela napas, ia berkata. "Baiklah, Pinto telah rubuh da lam pertandingan ini, dan Pinto tidak akan mengingkari janji Pinto... ketiga orang murid dari Wie-liong-pay akan segera dibebaskan..."

Setelah berkata begitu, tampak Wie LinCin jin bangkit dari persemadiannya, ia telah menoleh kepada dua orang murid Kun Lun Pay yang berada didepan kuil tersebut juga, katanya: "pergilah kalian bebaskan ketiga orang murid Wie-liong-pay, bawa mereka kemari..!"

Kedua murid Kun Lun Pay itu mengiakan Dan mereka segera masuk kedalam kuil, tidak lama kemudian telah mengantarkan tiga orang pemuda yang berpakaian singsat dan membawa pedang dipinggang masing2.

Cung Kiang Bun yang melihat ketiga orang tersebut segera mengeluarkan seruan girang: "Sute...!"

Ketiga orang pemuda itupun tampak girang bukan main, merekapun memanggil "Suheng !" Ketiga pemuda tersebut segera diperkenalkan kepada Hoa Lun Sian.

Sedangkan Sin Coa Tung Hiap telah menoleh kepada Wie Lin Cinjin dan merangkapkan kedua tangannya memberi hormat, sambil katanya: "Terima kasih atas pengertian Cinjin!"

Dan setelah berkata begitu, Sin Coa Tung Hiap mengajak Cung Kiam Bun, Hoa Lun Sian dan ketiga orang murid Wie- Iiong-pay meninggalkan tempat tersebut.

Waktu hendak meninggalkan tempat itu, diwaktu itulah Sin Coa Tung Hiap telah melirik kepada Sun Cia Piang yang waktu itu masih duduk bersemadhi mengatur jalan pernapasannya.

Sin Coa Tung Hiap telah berkata dengan suara yang perlahan: "Sampai jumpa dilain kesempatan...!"

Pendeta2 Kun Lun Pay yang menyaksikan kepergian mereka, hanya bisa menghela napas saja.

Sun Cia Piang setelah bersemadhi sekian-lama akhirnya melompat berdiri ia meng-gerak2 kan kedua tangannya, maka ular2nya telah merayap pergi meninggalkan kuil tersebut, Sun Cia Piang sendiri telah menoleh memandang sejenak kepada Wie Lin cinjin dan pendeta2 Kun Lun Pay lainnya, lalu berlalu. Sesungguhnya ia masih ingin membinasakan kelima pendeta Kun Lun Pay, seperti kata nya beberapa saat yang lalu, ia menghendaki kelima batok kepala dari Wie To Cinjin, Wie Lin Cinjin, Wie Lie Cinjin, Wie Lie Cinjin dan Wie Sin Cinjin.

Tetapi kekalahannya ditangan Sin Coa Tung Hiap membuat ia akhirnya membatalkan maksudnya tersebut, dimana Sun  Cia Piang hendak kembali ketempat kediamannya, guna memperdalam kepandaian lwekangnya.

SIN COA TUNG HIAP bersama dengan Hoa Lun Sian, Cung Kiang Bun dan ketiga orang saudara seperguruan Cung Kiang Bun, telah melakukan perjalanan bersama.

Namun dua hari kemudian setelah mereka berkumpul, Sin Coa Tung Hiap memisahkan dirinya, karena ia ingin mengurus suatu persoalan.

Hoa Lun Sian bersama Cung Kiang Bun dan ketiga murid Wie-liong-pay itu telah menyatakan terima kasih mereka atas pertolongan yang telah dibereskan oleh Sin Coa Tung Hiap Gu Piang An.

Setelah berpisah dengan Cung Kiang Bun dan lain2nya itu, Sin Coa Tung Hiap melanjutkan perjalanannya dengan mempergunakan seekor kuda tunggangan yang tegap. ia melarikan kuda tunggangannya menuju kekota Bon-liangp, dalam bilangan propinsi souwciu.

Perjalanan menuju kekota Bon-liang membutuhkan waktu perjalanan dua bulan dengan menunggang kuda. Dan memang Sin Coa TungHiap melakukan perjalanan dengan cepat, tidak jarang, walaupun hari telah larut malam, ia masih melanjutkan perjalanannya tanpa beristirahat tampaknya ia sedang mengejar waktu.

Setelah melakukan perjalanan selama satu bulan, akhirnya Sin Coa Tung Hiap Gu Piang An tiba disebuah lembah yang terletak dikaki gunung Hoa-san, walaupun tidak setinggi gunung Thian-san, namun keindahan gunung itu tidak kalah dibandingkan dengan keindahan gunung manapun juga, terutama pohon2 Siong yang banyak tumbuh digunung tersebut.

Sin Coa Tung Hiap telah melihat, didalam lembah itu terdapat banyak sekali pohon Bwee dan Sin-tan yang tumbuh dengan subur sekali.

Waktu itu hari sudah mendekati magrib, dan Sin Coa Tung Hiap bermaksud hendak beristirahat di lembah tersebut. Di waktu itu, Sin Coa Tung Hiap telah melompat turun dari kuda tunggangannya, ia menambat kuda tunggangannya tersebut disebuah pohon Siong, kemudian dengan langkah yang per- lahan2 Sin Coa Tung Hiap mengelilingi lembah tersebut, ia memperoleh suatu pemandangan yang menarik sekali.

Setelah puas menikmati pemandangan dilembah tersebut, Sin Coa Tung Hiap kembali ke pohon Siong dan merebahkan dirinya dibawah pohon itu.

Dengan mempergunakan kedua tangannya yang disilangkan dibawah kepalanya sebagai pengganti bantal, tampak Sin Coa Tung Hiap memejamkan matanya untuk tidur.

Namun belum lama ia merebahkan tubuhnya dibawah pohon Siong itu, diwaktu itu ia telah mendengar samar 2 suara langkah kaki kuda yang tengah mendatangi.

Karena Sin Coa Tung Hiap memiliki pendengaran yang tajam, maka ia segera mengetahui bahwa kuda tunggangan yang tengah mendatangi itu berjumlah dua ekor.

Dengan gesit, segera Sin Coa Tung Hiap melompat bangun dan memandang kemulut lembah.

Memang apa yang diduga oleh Sin Coa Tung Hiap tepat karena tidak lama kemudian tampak dua ekor kuda yang tengah mencongklang mendatangi dengan cepat sekali. Diatas punggung kedua kuda itu tampak duduk dua orang lelaki bertubuh tinggi besar dengan berewok yang lebat sekali. Mereka menyoren golok dipinggang masing2 dan tengah melarikan kuda mereka dengan keras.

Tetapi waktu melihat dimulut lembah terdapat seorang yang berpakaian aneh dengan topeng kain merah menutupi mukanya, kedua orang itu jadi menahan lari kuda tunggangan mereka, segera mereka melompat turun dari kuda masing2.

Sedangkan Sin Coa Tung Hiap berdiri ditempatnya mengawasinya kedua orang itu dengan berdiam diri, sama sekali ia tidak memperlihat kan perasaan terkejut.

Salah seorang dari kedua orang berewok ter sebut, yang usianya mungkin hampir mencapai empat puluh tahun, telah melangkah mendekati Sin Coa Tung Hiap, ia berkata dengan suara yang kasar: "Siapa kau? Mengapa berkeliaran dilembah ini?"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawanya. "Lembah ini milik umum, jadi bukan milikmu pribadi, jadi

siapa saja yang ingin mempergunakan jalanan ini, mereka berhak mempergunakannya !" menyahuti Sin Coa Tung Hiap. "Dan ada hubungan apa dengan adanya aku dilembah ini dengan kalian !"

Muka orang berewok itu merah karena marah, ia tidak menyangka akan memperoleh jawaban seperti itu. Dengan suara yang lebih kasar ia berkata lagi:

"Engkau seperti dedemit yang mungkin mukamu hancur tidak keruan macam, sehingga mempergunakan topeng seperti itu untuk melindungi wajahmu. Buka kain penutup mukamu itu...kami hendak melihat wajahmu.,.!"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawa dingin, ia berkata: "Aku mengenakan kain topeng pada mukaku ini tidak ada seorangpun yang bisa melarangnya mengenai aku bersedia membukanya atau tidak, itu tergantung pada keputusanku sendiri...kita tidak pernah saling kenal dan juga tidak memiliki hubungan apapun juga, maka kau tidak bisa main perintah seperti itu kepadaku !"

Orang berewok tersebut jadi tambah marah, kerena ia tidak biasanya ditentang seperti itu. Dengan cepat tangannya telah mencekal gagang goloknya, kemudian katanya dengan suara yang tawar: "Apakah engkau ingin merasakan tajamnya golokku?"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawa dingin.

"Jangan main gertak seperti itu... dan engkau jangan main2 dengan senjata tajam, karena jika memang senjata itu yang tidak bermata mengenai diri kalian sendiri, tentu kalian yang akan menderita..!"

"Ohh, manusia kurang ajar..!" teriak lelaki berewok tersebut "Rupanya kau belum mengenal siapa kami berdua, heh?"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawa dingin.

"Hmm, untuk apa mengenal kalian?" tanya Sin Coa Tung Hiap dengan nada yang dingin, "Kukira tidak ada perlunya aku berkenalan dengan manusia2 seperti kalian!"

Jawaban yang diberikan oleh Sin Coa Tung Hiap membuat kedua lelaki berewok itu tambah gusar, mereka dengan serentak telah mencabut golok masing2.

Lelaki berewok yang tadi menegur Sin Coa Tung Hiap telah membentak lagi : "Tahukah engkau bahwa kami Jie Tiauw Kim To ( sepasang Rajawali Bergolok Emas ) ?"

"Aku tidak mau tahu apakah kalian manusia bergolok emas atau memang bergolok buntung... tetapi yang terpenting aku tidak mau diganggu oleh kalian. Nah, sekarang aku masih memberikan kesempatan kepada kalian berdua untuk pergi, jika nanti, kalian hendak pergi pun kukira sulit...!" Mendengar perkataan Sin Coa Tung Hiap kedua orang lelaki berewok itu, yang bergelar Jie Tiauw Kim To. jadi mengeluarkan suara bentakan marah, golok mereka tahu2 meluncur menyambar kearah tubuh Sin Coa Tung Hiap.

Gerakan yang dilakukan oleh kedua Jie Tiauw Kim To tersebut, yang masing2 mencekal sebatang golok berwarna ke-kuning2an seperti terbuat dari emas, memang cepat dan gesit sekali, tetapi justru gerakan Sin Coa Tung Hiap jauh lebih gesit lagi, tubuhnya seperti bayangan, waktu kedua batang golok itu menyambar dengan cepat sekali tubuhnya Sin Coa Tung Hiap telah melejit kesamping, dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, tahu2 ia telah berada dibelakang tubuh kedua orang lelaki berewok tersebut.

Tanpa mengeluarkan sepatah perkataan juga, Sin Coa Tung Hiap mengeluarkan kedua tangannya, ia telah mencengkeram punggung diri kedua lelaki tersebut, tiba2 Jie Tiauw Kim To merasakan punggung mereka masing2 sakit sekali.

Dan belum lagi Jie Tiauw Kim To mengetahui apa yang terjadi, diwaktu itulah terlihat betapa tubuh mereka telah terlempar ke-tengah-tengah udara, keduanya hanya merasakan mereka melayang dan kemudian terbanting diatas tanah, menyebabkan mereka berdua menderita kesakitan yang luar biasa.

Rupanya Sin Coa Tung Hiap setelah mencengkeram belakang tubuh dari Jie Tiauw Kim To, ia melontarkannya dengan kuat.

Jie Tiauw Kim To telah melompat bangun dengan marah, dan kedua lelaki berewok tersebut telah mengeluarkan seruan marah, dimana golok mereka digerakkan lagi menerjang Sin Coa Tung Hiap.

Sin Coa Tung Hiap telah berkata. "Tahan...!" dengan suara yang nyaring. Jie Tiauw Kim To menahan golok mereka, dan memandang bengis.

"Hmmm, engkau rupanya belum merasakan keliehaian kami, dan kau rupanya memang hendak merasakan betapa tajamnya golok kami ini... Jie Tiauw Kim To tidak pernah main2 dalam bicara, jika memang kami bilang harus mati, maka kau harus mati..."

Sin Coa Tung Hiap tertawa tawar, ia berkata dengan dingin: "Kalian jangan mendesakku seperti itu... jangan memaksa aku menurunkan tangan keras pada kalian..! sekarang kalian pergilah...!"

Tetapi Jie Tiauw Kim To rupanya tengah diliputi kemarahan yang bukan main, mereka mengeluarkan suara bentakan yang sangat bengis sekali, tahu2 dua sinar kuning telah berkelebat lagi dengan cepat sekali kepada Sin Coa Tung Hiap, dimana kedua golok dari Jie Tiauw Kim To menyambar tubuh Sin Coa Tung Hiap.

Namun Sin Coa Tung Hiap mana memandang sebelah mata kepada kedua lawannya tersebut. Dengan mengeluarkan suara tertawa dingin, kedua tangan Sin Coa Tung Hiap bergerak menyambar kedua pergelangan tangan dari lawannya.

Gcrakan yang dilakukan oleh Sibn Coa Tung Hiapd memang berhasial dengan baik, bkarena kedua pergelangan tangan dari kedua orang tersebut, telah berhasil dicekalnya, dan diwaktu itulah tampak Sin Coa Tung Hiap telah menghentak dengan kuat sekali.

Tidak ampun lagi tubuh kedua orang Jie Tiauw Kim To tersebut telah tertarik dan kepala mereka saling bentur dengan keras sekali.

Mata mereka juga seketika jadi ber-kunang2 mereka mengeluarkan suara keluhan dan tubuh mereka berdua telah merosot jatuh keatas tanah tanpa sadarkan diri. Sin Coa Tung kembali tertawa dingin, kemudian sambil mengibaskan pakaiannya, ia kembali ke bawah sebatang pohon Siong, kesamping kuda tunggangannya yang tertambat disitu, ia me-nepuk2 pantat kudanya, sambil katanya: "Nah, sekarang kita bisa beristirahat dengan tenang tidak diganggu oleh dua kelinci itu!"

Sin Coa Tung Hiap merebahkan tubuhnya kembali untuk beristirahat tanpa memperdulikan kedua orang Jie Tiauw Kim To yang tengah pingsan tidak jauh dari tempatnya berada.

Sedangkan Jie Tiauw Kim To telah tersadar dari pingsannya setelah lewat seminuman teh.

Mereka merasakan kepala mereka masing2 masih menderita sakit yang bukan main, lalu mereka meng-usap2 kepalanya yang sakit itu.

Ketika mereka menoleh kearah tempat dimana Sin Coa Tung Hiap berada, mereka melihat lawan mereka tersebut tengah tidur terlentang dengan sepasang mata terpejamkan.

Jie Tiauw Kim To saling pandang, dan mereka sejenak lamanya berdiam diri, Kemudian mengambil golok mereka masing2. dengan melangkah ber-indap2 mereka mendekati tempat di mana Sin Coa Tung Hiap tengah rebah terlentang itu.

Jie Tiauw Kim To bermaksud melancarkan bacokan membokong kepada Sin Coa Tung Hiap yang diduga oleh mereka tengah tertidur.

Sesungguhnya Sin Coa TungHiap mendengar suara langkah kaki kedua orang tersebut. namun ia beidiam diri saja, ia tetap memejamkan matanya dan ingin melihat apa yang hendak dilakukan oleh Jie Tiauw Kim To.

Waktu itu Jie Tiauw Kim To telah melangkah dekat sekali dengan Sin Coa Tung Hiap, me reka mengangkat goloknya masing2 bebr-siap2 untuk mdembacok. Diwaktau demikian, sesbungguhnya jika Sin Coa Tung Hiap hendak melompat untuk menerjang kepada mereka, tentu Jie Tiauw KimTo akan bisa dibuat terpental lagi. Tetapi justru Sin Coa Tung Hiap berdiam diri saja, kedua matanya tetap dipejamkan.

Tiba2 kedua golok dari Jie Tiauw Kim To telah melayang menyambar kearah tubuh Sin Coa Tung Hiap, Gerakan yang dilakukan oleh Jie Tiauw Kim To sangat cepat sekali, dimana mereka juga membacok sekuat tenaga.

Angin bacokan tersebut berkesiuran kuat sekali, tetapi Sin Coa Tung Hiap tetap tidak bergerak dari tempatnya rebah.

Jie Tiauw Kim To jadi girang waktu melihat hal ini mereka menyangka bahwa serangan mereka kali ini akan berhasil dengan baik, karena mereka yakin akan dapat membokong  Sin Coa Tung Hiap yang mereka duga tentunya tengah  tertidur lelap.

Dengan cepat mereka mengempos semangat mereka, golok2 yang berwarna kuning itu berkelebat tambah kuat, anginnya juga berkesiuran lebih keras.

Sin Coa Tung Hiap waktu merasakan menyambarnya angin itulah dengan gerakan yang cepat sekali, kedua tangannya telah bergerak.

Dengan mempergunakan jari telunjuknya, tangan kiri dan kanannya telah menjepit kedua golok tersebut, ia mengerahkan sinkangnya pada jari telunjuknya, dan terdengar suara "Tranggg. .. !" kedua golok tersebut seketika menjadi patah dua.

Dan Sln Coa Tung Hiap tidak bertindak hanya sampai disitu saja, dengan cepat kakinya telah menendang kedua lawannya.

Jie Tiauw Kim To yang melihat golok mereka terpatahkan secara begitu, dan melihat menyambarnya kedua kaki Sin Coa Tung Hiap seketika mereka melompat berkelit dengan kaget. Tetapi waktu mereka berkelit begitulah Sin Coa Tung Hiap seperti seekor ikan gabus yang meletik, tubuhnya telah melompat bangun dan kedua tangannya bekerja.

Ia telah berhasil mencengkeram dada dari kedua Jie Tiauw Kim To, dimana ia telah mengeluarkan suara bentakan: "Pergi..!"

Tubuh kedua Jier Tiauw Kim To steketika itu jugqa melayang diterngah udara.

Tidak ampun lagi, untuk kesekian kalinya Jie Tiauw Kim To telah terbanting keras diatas tanah.

Debu juga seketika mengepul tinggi.

Sin Coa Tuug Hiap telah berdiri tegak sambil memperdengarkan suara tertawanya.

"Kalian manusia2 rendah yang berani hanya melakukan penyerangan secara menggelap..!" kata Sin Coa Tung Hiap dengan suara yang dingin. "Sekarang, kalian memang harus diberikan pelajaran ...!"

Dan setelah berkata begitu, ia telah melompat dan mengulurkan kedua tangannya lagi, di mana kedua tubuh dari Jie Tiauw Kim To yang masih rebah diatas tanah, telah diangkatnya dan kembali dibantingnya dengan kuat sekali keatas tanah.

Jie Tiauw Kim To mengeluarkan suara teriakan kesakitan, karena pinggul mereka telah menghajar tanah, sehingga debu mengepul tinggi.

Sin Coa Tung Hiap kembali mengulurkan kedua tangannya mencengkeram dada dari Jie Tiauw Kim To, tetapi sekarang nyali dari Jie Tiauw Kim To tersebut telah pecah, mereka telah berteriak ketakutan: "jangan .. . ampuni kami ... !" teriak mereka berbareng. Sin Coa Tung Hiap menahan gerakan tangannya sehingga tubuh dari Jie Tiauw KimTo tergantung ditengah udara.

"Kalian memang pantas untuk dihajar biar jera tidak melakukan perbuatan jahat seperti tadi... kita tidak saling kenal, dan juga kita tidak memiliki urusan apapun. tetapi kalian telah turun tangan begitu bengis dan kejam sekali... maka manusia2 seperti kalian ini memang perlu memperoleh ganjaran yang setimpal...!" dan Sin Coa Tung Hiap menggerak kan kedua tangannya bersiap hendak membanting tubuh kedua Jie Tiauw Kim To itu.

Tentu saja Jie Tiauw Kim To jadi sangat ketakutan, karena tadi mereka telah merasakan betapa bantingan2 yang dilakukan oleh Sin Coa Tung Hiap membuat mereka menderita kesakitan yang bukan main.

Diwaktu itu tampak Sin Coa Tung Hiap telah berkata dengan suara yang nyaring: "Kalian mariusia2 rendah harus diberi ganjaran yang setimpal...!" dan tubuh dari Jie Tiauw Kim To telah melayang ditengah udara.

"Bukkk...!" tubuh kedua Jie Tiauw Kim To terbanting pula keatas tanah, mereka mengerang kesakitan dan diwaktu itulah Sin Coa Tung Hiap telah berkata: "Jika memang kalian ingin merasakan tanganku, kalian bangunlah !"

Jie-Tiauw Kim To telah merangkak bangun, tetapi segera mereka berlutut.

"Ampunilah kami... kami memiliki mata tetapi tidak bisa melihat tingginya gunung Thaysan...!" kata mereka hampir berbareng

Sin Coa Tung Hiap telah berkata dengan suara yang dalam dan ber-sungguh2: "Aku telah melihat, walaupun kau merupakan manusia2 dalam ujud yang kasar, tetapi kalian sesungguhnya bukan manusia yang terlalu jahat... asal kalian mau berjanji tidak melakukan perbuatan jahat dan menjauhi kekejaman, aku akan mengampuni jiwa kalian...!" Jie Tiauw Kim To telah meng-angguk2kan kepala mereka berulang kali.

"Kami akan mendengarkan baik2 nasehat dari Taihiap....

kami akan menyimpan baik2 setiap petuah yang diberikan oleh Taihiap... dan kami tidak akan melakukan perbuatan jahat membuang jauh2 sifat kejam kami..!"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawa tawar.

"Tepati janji kalian ini, jika memang kelak aku bertemu dengan kalian dan apabila ternyata kalian masih melakukan kejahatan dan ringan tangan main bunuh terhadap manusia yang tidak bersalah, maka kalian akan kuberikan ganjaran yang jauh lebih keras dan tanpa ampun pula. !"

"Kami selalu akan mengingat akan nasehat yang diberikan Taihiap... harap Taihiap percaya kepada kami, kami tidak menurunkan tangan jahat pula... dan juga, kami tak akan melakukan tindakan yang bisa merugikan orang Iain. !"

Sin Coa Tung Hiap mendengus, dan kemudian baru berkata: "Tadi kalian telah melaku kan penyerangan yang begitu ganas sekali, jika memang bukan aku, dan kebetulan orang yang diserang itu adalah orang yangb lemah dan tidadk memiliki kepaandaian, bukankabh urusan itu membuat penasaran sekali..!"

"Kami mengakui kesalahan kami... kami mengakui kesalahan kami...!" kata Jie Tiauw Kim To sambil meng- angguk2an kepala mereka berulang kali masih dalam keadaan berlutut

Diwaktu itu, tampak Sin Coa Tung Hiap telah mengibaskan tangan bajunya, ia berkata dengan tawar. "sekarang kalian pergilah. "

"Terima kasih atas kemurahan hati Taihiap...!" kata Jie Tiauw Kim To sambil memberi hormat dan mengambil golok masing2, kemudian menghampiri kuda tunggangan mereka. Akan tetapi sebelum Jie Tiauw Kim To melompat keatas kuda tunggangan mereka, diwaktu itu Sin Coa Tung Hiap telah berteriak: "Tunggu dulu...!"

Muka Jie Tiauw Kim To jadi berubah pucat mereka menyangka bahwa Sin Coa Tung Hiap tentunya telah merobah pikiran dan keputusannya untuk mencelakai mereka.

Dengan wajah masih pucat, salah seorang dari mereka telah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat: "Ada nasehat apa lagi yang hendak diberikan oleh Taihiap ?"

Sin Coa Tung Hiap bertanya dengan suara yang tawar: "Aku hendak mengetahui, apa maksud kalian berada dilembah ini?"

"Kami...kami...." dan orang itu tampaknya ragu-ragu, sedangkan kawannya yang seorangpun telah berdiam diri dengan kepala tertunduk.

Sin Coa Tung Hiap yang melihat keadaan kedua orang ini, jadi curiga, mereka tampaknya seperti mengandung suatu maksud tertentu, dan tentunya bukan maksud yang baik.

"Hemmm," Sm Coa Tung Hiap telah memperdengarkan suara tertawa dingin. "Kalian harus bersikap jujur, katakan, apa maksud kalian datang dilembah ini...?"

Salah seorang dari Jie Tiauw Kim To akhirnya menyahuti juga: "Sesungguhnya... sesungguhnya kami ingin merampok hartawan she Bun yang tinggal dipcrkampungan Kiang-ku- cung, di kaki barat dari gunung ini. terpisah dua puluh lie lebih dari lembah ini..!"

Mendengar perkataan dari Jie Tiauw Kim To: seketika itu juga Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawanbya yang keras sdekali

"Hemmm, aapakah sekarang bkalian tetap mau ingin melaksanakan pekerjaan kalian itu ?" tanya Sin Coa Tung Hiap dengan suara yang keren. Jie Tiauw Kim To menggelengkan kepala nya dengan serentak, mereka telah menyahuti dengan segera: "Kami... kami telah insyaf, dan kami tidak akan meneruskan maksud kami itu!"

"Baiklah, . . tetapi ingat, jika disuatu saat kelak aku mendengar kalian melakukan kejahatan lagi, maka diwaktu itu aku akan menghukum kalian tanpa mengenal ampun lagi!"

Dan sambil berkata begitu, Sin Coa Tung Hiap telah memperdengarkan suara dengusan berulang kali.

Jie Tiauw Kim To telah merangkapkan kedua tangannya masing2 dengan mengucapkan terima kasih mereka.

Setelah itu keduanya berlalu menghampiri kuda masing2 dan meninggalkan lembah itu.

Sin Coa Tung Hiap melihat Jie Tiauw Kim To telah pergi, kembali merebahkan dirinya di bawah batang pohon Siong tersebut.

Diwaktu itu, kuda tunggangan Sin Coa Tung Hiap tengah memakan rumput dan juga tengah meram melek rupanya kuda tunggangan tersebut juga hendak beristirahat.

Namun baru saja Sin Coa Tung Hiap meletakkan kepalanya pada silangan kedua tangan nya, terdengar suara orang berkata dengan suara yang cukup nyaring: "sungguh menarik sekali... dimana dua ayam busuk telah dihajar dan disadarkan dari kesalahan mereka...!"

Sin Coa Tung Hiap jadi terkejut, ia memang memiliki kepandaian yang tinggi dan pendengaran yang tajam. Dan sekarang ada seseorang yang berada ditempat itu tanpa diketahui kapan datangnya oleh dia.

Maka hal ini tentu saja telah membuat Sin Coa Tung Hiap kaget bukan main, karena hal itu memperlihat kan bahwa orang yang ber-kata2 itu tentunya memiliki ginkang yang sangat tinggi sekali. Dengan demikian, segera terlihat Sin Coa Tung Hiap telah melompat bangun dan memandang sekelilingnya.

Tetapi Sin Coa Tuag Hiap tidak melihat seorang manusiapun disekitar tempat itu.

"Siapakah yang rtengah main-maitn?" tanyanya deqngan suara yangr nyaring.

"Aku... aku memang tengah bergurau!" menyahuti suara yang nyaring itu, disusul dengan melompat keluar sesosok tubuh yang bergerak sangat gesit sekali dari gerombolan pohon Bwee.

Diwaktu itu. Sin Coa Tung Hiap melihat bahwa sosok tubuh itu memiliki tubuh yang agak ramping kecil, dan juga agak pendek, Dibawah cahaya rembulan yang mulai bersinar diatas langit, tampaknya orang itu merupakan seorang lelaki berusia lima puluh tahun.

Tetapi justru bentuk tubuhnya yang ramping dan pendek itu jika tidak diperhatikan wajahnya dengan seksama, tampaknya ia seperti seorang anak lelaki berusia sebelas atau dua belas tahun.

Sin Coa Tnng Hiap merangkapkan kedua tangannya memberi hormat.

"Siapakah tuan?" tanyanya.

Orang bertubuh pendek tersebut telah tertawa, suaranya nyaring sekali.

"Aku she Kwang dan bernama Ie Liu," menyahuti orang tersebut. "Aku secara kebetulan sempat menyaksikan dimana seorang pendekar yang memiliki kepandaian sangan tinggi, telah menghajar babak belur dua ekor ayam busuk!"

Mendengar sampai disitu, Sin Coa Tung Hiap tertawa ia berkata: "sesungguhnya Siauwte tak memiliki kepandaian apa2... tadi hanya kebetulan saja telah menyadari mereka..!" "Tetapi itu adalah suatu perbuatan yang terpuji...!" kata Kwang Ie Liu. "Kalau boleh aku ingin mengetahui siapakah nama dan she dari pendekar gagah yang mengagumkan ini?"

Sin Coa Tung Hiap telah merangkapkan sepasang tangannya dan berkata dengan suara yang sabar: "Siauwte she Gu dan bernama Ping An!"

"Apakah engkau tidak memiliki julukan, melihat dari cara berpakaianmu yang luar biasa seperti ini, yang mengenakan topeng merah untuk menutupi wajahmu, tampaknya engkau seorang yang cukup memiliki nama terkenal di dalam rimba persilatan..."

"Sahabat2 dalam rimba persilatan tentu memberikan julukan main2an kepada Siauwte yaitu Sin Coa Tung Hiap..."

"Hemmm, Sin Coa Tung Hiap ?" tanya Kwan le Liu dengan sikap terkejut.

"Mengapa, apakah ada sesuatu kesalahan Kwan Kiesu ?" tanya Sin Coa Tung Hiap.

Kwan le Liu telah menggelengkan kepalanya beberapa kali, kemudian katanya: "Pantas... pantas...!"

"Kenapa, Kwan Kiesu ?"

"Pantas saja engkau memiliki kepandaian begitu tinggi... rupanya engkau seorang tokoh persilatan yang namanya telah menggegerkan rimba persilatan...!"

"Kwan Kiesu terlalu memuji..."

"Tetapi memang telah kudengar perihal diri Sin Coa Tung Hiap yang menggemparkan rimba persilatan baru2 ini, dimana kepandaiannya memang sangat tinggi sekali...!"

Setelah berkata begitu, Kwan le Liu telah memandang dengan sikap yang sungguh2, kemudian tanyanya lagi: "Apakah kedatangan Gu Kiehiap ditempat ini memiliki suatu urusan ?" Sin Coa Tung Hiap menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Siauwte hanya secara kebetulan saja lewat dilembah ini, karena Siauwte tengah melakukan perjalanan...!" menyahuti Sin Coa Tung Hiap.

"Jika memang engkau tidak memiliki urusan yang terlalu mendesak, maukah engkau menyaksikan suatu urusan yang menarik sekali, karena tidak lama lagi akan terjadi urusan yang sangat menarik hati !"

"Urusan apakah itu, Kwang Kiesu ?"

"Kujamin bahwa urusan yang akan terjadi itu pasti menarik hati Gu Kiehiap dan terjadinya nanti ditengah malam waktu saatnya kentongan kedua !" menyahuti Kwang le Liu.

Sin Coa Tung Hiap berdiam sejenak sesungguhnya ia tengah memburu waktu untuk mencapai Souwciu tetapi mendengar dari perkataan Kwang le Liu, akan terjadi urusan yang pasti menarik haiinya, ia jadi ingin mengetahui. Maka ia ssgera memutuskan untuk melihatnya.

"Baiklah," kaia Sin Coa Tung Hbiap akhir nya sdambil mengangguak "Siauwte tertbarik juga untuk melihat urusan yang disebutkan oleh Kwang Kiesu itu...!"

Kwang le Liu tampak girang mendengar Sin Coa Tung Hiap menyatakan persetujuannya atas ajakan tersebut, ia telah me- lompat2 beberapa kali, sambil mengeluarkan suara teriakan riang, dan sikapnya itu jenaka sekali, walau pun usianya telah mencapai lima puluh tahun lebih.

Terima kasih... rupanya Gu Kie-hiap mau memberikan sedikit muka terang kepadaku..." kata Kwang Ie Liu. Dan kemudian setelah puas-me-lompat2 seperti itu, ia berkata lagi: "Mari Gu Kiehiap ikut bersamaku...!"

Dan setelah berkata begitu, tampak Kwan le Liu telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat dengan gesit sekali. Sekali lihat saja, Sin Coa Tung Hiap telah mengetahui bahwa ginkang yang dimiliki Kwang le Liu bukanlah ginkang yang sembarangan, dan tidak ada disebelah bawah dari ginkangnya.

Setelah melirik sejenak kepada kudanya, tampak Sin Coa Tung Hiap telah menjejakan kedua kakinya juga, dan dia telah melompat menyusul dengan ringan, kudanya ditinggalkan begitu saja tertambat dibatang pohon Siong.

Kwang le Liu memang memiliki ginkang yang mahir sekali, ia bisa berlari dengan cepat sekali. Karena memang Kwang le Liu telah mengetahui bahwa Sin Coa Tung Hiap memiliki ginkang dan kepandaian tinggi, ia tidak kuatir Sin Toa TungHiap akan tertinggal, ia terus berlari dengan cepat sekali.

Disaat ituIah, tampak Sin Coa Tung Hiap harus mengempos tenaga dan semangatnya, untuk berlari lebih cepat, dan dalam waktu yang singkat ia telah berada disisi dari Kwang Ie Liu.

Mereka ber-lari2 dengan berendeng dan di dalam waktu yang cepat sekali, segera juga terlihat sebuah tanah lapangan berumput yang cukup tebal dan luas. Kwang le Liu segera menghentikan larinya, memandang sekelilingnya, setengah menggumam ia berkata:

"Tempat inilah yang akan dijadikan arena dari pertunjukan yang menarik hati..!"

Sedangkan Sin Coa Tung Hiap telah memandang ke sekelilingnya juga.

ia tidak melihat sesuatu yang bistimewa pada tdempat tersebut,a dimana selain brumput, tidak terlihat pohon2 dan pemandangan lainnya.

Kwang le Liu telah berkata lagi: "Nanti ditempat yang benar2 baik sekali datuk2 persilatan dan juga persoalan yang akan mereka perbincangkan lebih menarik lagi, selain dari  ilmu silat, mereka juga akan merundingkan suatu pembentukan dari sebuah perkumpulan para orang-orang gagah yang benar-benar memiliki kepandaian tinggi... Dengan Gu Kiehiap hadir ditempat ini, hal ini merupakan urusan yang langka sekali dijumpai didalam rimba persilatan?"

Sin Coa Tung Hiap telah bertanya dengan suara yang ragu2: "Datuk2 rimba persilatan yang mana2 saja yang akan hadir ditempat ini ?"

"Cukup banyak, coba nanti lihat saja..!" menyahuti Kwang le Liu.

Diwaktu itu, tiba2 terdengar suara meraung yang sangat nyaring, sekali dari kejauhan dan seketika tampak sesosok tubuh yang berlari mendatangi secepat terbang.

Telinga Sin Coa Tung Hiap terasa sakiti oleh suara raungan tersebut, karena suara raungan seekor binatang buas memiliki tenaga sinkang yang mahir sekali.

Dengan demikian, Sin Coa Tung Hiap segera tahu bahwa orang itu memiliki kepandai an yang tinggi sekali.

Sekejap mata saja orang tersebut telah berada di hadapan Sin Coa Tung Hiap dan Kwang le Liu.

"Aku telah datang..." katanya dengan suara yang keras sekali, Begitu suara raungannya berhenti.

Disaat itu Kwang Ie Liu telah tertawa: Say Ong To (Golok Raja Singa), engkau datang terlampau pagi, waktu pertemuan masih jauh.!"

Sin Coa Tung Hiap hanya memandangi saja orang itu, yang berpakaian dengan secarik kulit binatang pada tubuhnya dan memelihara rambut yang panjang sekali, sikapnya juga kasar sekali, dengan potongan tubuh yang tegap dan juga terlihat betapa otot2 pada kedua lengan nya itu besar2. Tetapi dari sikapnya yang kasar itu telah terlihat watak Say Ong To merupakan seorang manusia yang berwatak keras, waktu mendengar perkataan Kwang le Liu, segera dia berkata:

"Hmm, aku dari jauh telah menyempatkan diri untuk hadir ditempat ini, tetapi setelah aku tiba, ternyata orang2 yang lainnya btelum berada disqini, sungguh mernjengkelkan sekali...!"

Dan setelah berkata begitu, ia telah meletakan kedua tangannya pada pinggangnya, dengan ber tolak pinggang begitu, dia membuka mulutnya lebar2 dan terdengarlah suara raungan yang keras sekali, karena ia meraung dengan mempergunakan sinkang yang sangat kuat.

Sin Coa Tung Hiap yang mendengar suara raungan  tersebut dari jarak dekat, merasakan telinganya jadi mendengung seperti juga tuli, karena suara raungan itu keras bukan main, menggetarkan sekitar tempat tersebut.

Segera Sin Coa Tung Hiap bersama dengan Kwang le Liu telah mengerahkan lwekang mereka, untuk menutup telinga mereka dari terjangan suara raungan yang sangat kuat itu.

Setelah meraung dengan suara yang panjang Say Ong To kemudian berdiam diri mengawasi Kwang le Liu dengan sorot mata yang tajam.

"Apakah jumlah tokoh2 persilatan yang akan hadir ditempat ini berjumlah lebih dari seratus orang?" tanya Say Ong To kemudian.

Kwang le Liu mengangguk.

"Mungkin lebih... jika saja semua undangan hadir, tentu jumlahnya lebih dari seratus, tetapi jika sebagian dari mereka yang menerima undangan itu tidak hadir, jumlah yang pasti beIum lagi bisa kusebutkan..!" Sin Coa Tung Hiap sendiri mulai merasa tidak senang kepada Say Ong To, karena ia melihatnya bahwa Say Ong To seperti juga tengah memamerkan kepandaian dan lainnya.

Setelah Say Ong To tidak meraung lagi, diam-diam Sin Coa Tung Hiap memusatkan tenaga Tan-tian pada lehernya, kemudian mengerahkan sinkangnya, dan diwaktu itulah ia telah mengeluarkan suara siulan yang panjang melengking.

Suara siulan tersebut yang mengandung kekuatan tenaga sinkang, bergema disekitar tempat tersebut, dan walaupun suaranya panjang melengking, tidak gemuruh seperti suara raungan dari Say Ong To, kenyataannya suara siulan tersebut tidak kalah menggetarkan jantung dan hati.

Say Ong To tampaknya terkejut, sehingga ia memandang kepada Sin Coa Tung Hiap dengan sorot mata yang tajam. Dan diwaktu itulah ia melihatnya bahwa orang tersebut mengenakan kain merah penutup muka, sehingga ia tidak bisa melihat wajah Sin Coa Tung Hiap.

Lama dan panjang sekali suara siulan Sin Coa Tung Hiap, sedangkan Kwang le Liu sendiri telah berusaha membendung pendengarannya dengan memusatkan tenaga lwekangnya sehingga jantung dan hati maupun perasaannya tidak terpengaruh oleh suara siulan yang diperdengarkan oleh Sin Coa Tung Hiap.

"Lwekang yang mahir..!" memuji Say Ong To dengan suara yang keras.

Suara siulan Sin Coa Tung Hiap masih ber gema seketika lamanya, dan akhirnya 1euyap.

"Maafkan, Siauwte telah memperlihatkan kebodohan Siauwte...!" kata Sin Coa Tung Hiap kemudian sambil merangkapkan kedua tangannya memberi hormat.

Kwang le Liu tertawa. "Seperti telah kukatakan, bahwa hadirnya Gu Kiehiap ditempat ini memang merupakan suatu hal yang sangat baik sekali, karena tentu kami kelak bisa menyaksikan kepandaian yang luar biasa dari Gu Kiehiap..."

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tawanya. "Kwang Kiesu terlalu memuji... terlalu memuji," kata Sin

Coa Tung Hiap.

Say Ong To sejak kedatangannya memang tidak banyak bicara, dan kini iapun berdiam diri saja, disaat Kwang le Liu Sin Coa Tung Hiap tengah ber-cakap2 membicarakan perkembangan dunia persilatan.

Kurang lebih sepemakanan nasi, tampak sesosok tubuh yang tengah ber-lari2 lincah sekali ketempat dimana mereka berada.

Waktu sosok tubuh itu tiba dihadapan mereka, ternyata orang tersebut adalah seorang wanita setengah baya, berusia empat pbuluh tahun lebidh, dengan rambuat yang dikonde bdan memakai gaun berwarna putih2.

"Tang Hujin..!" memanggil Kwang le Liu waktu mengenal wanita tersebut.

Sedangkan wanita setengah baya itu telah memperdengarkan suara tertawa kecil. walaupun usianya telah tinggi seperti itu, tokh sisa2 kecantikan yang pernah dimilikinya masih tampak jelas.

"Rupanya aku datang belum terlambat?!" katanya kemudian.

Kwang le Liu mengangguk. "Seperti Tang Hujin lihat sendiri, bahwa ditempat ini belum berkumpul sahabat2 yang telah diundang..!" menyahuti Kwang le Liu.

Tang Hujin yaitu wanita setengah baya tersebut, telah menoleh kepada Sin Coa Tung Hiap yang diawasinya dengan seksama, Kemudian katanya: "Engkau mengenakan kain penutup muka apakah wajahnya seperti batu Giok sehingga orang tidak boleh melihatnya?"

Mendengar sindiran nyonya Tang tersebut, Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawanya.

"Jika memang nyonya melihat wajahku, mungkin nyonya akan kaget semaput..!" menyahuti Sin Coa Tung Hiap "Maka dari itu, sengaja aku mengenakan kain penutup muka ini!"

Tang Hujin memperdengarkan suara tertawa dingin, ia mendongkol mendengar jawaban Sin Coa Tung Hiap tetapi ia berdiam diri saja, Kwang le Liu yang menyaksikan keadaan demikian, telah memperdengarkan suara tertawa nya dan kemudian katanya: "Sambil menantikan kedatangan sahabat2 lainnya, maka kita lebih baik bicara merundingkan ilmu silat..!"

Sin Coa Tung Hiap mengangguk sambil mengiyakan, sedangkan Tang Hujin hanya mendengus saja dan Say Ong To berdiam diri tidak menyahuti, sikapnya kaku sekali, dan hanya memandang kearah luasnya lapangan rumput itu.

"Sesungguhnya pertemuan yang akan kita selenggarakan ini merupakan pertemuan yang jarang sekali terjadi didalam rimba persilatan karena selain kita akan mengadu ilmu dan membicarakan kepandaian masing2, merundingkan ilmu silat, juga kita akan berusaha membentuk suatu perkumpulan para orang2 gagah yang benar-benar memiliki kepandaian sangat mahir dan tinggi sekali,

Dengan demikian, dengban adanya perkudmpulan yang diaadakan seperti ibtu, tentu saja harus ada pemimpinnya, Maka kitapun harus mencari seseorang yang benar2 memiliki kepandaian yang sempurna sekali, guna menjadi pemimpin kita, dimana ia akan memberikan petunjuk dan cara2 agar kita mengetahui apa yang harus kita Iakukan...!"

Tang Hujin telah tertawa tawar. "Tetapi jika dari sahabat2 yang hadir ditempat ini berlomba untuk masing2 memperoleh kedudukan sebagai pemimpin dari orang-orang gagah, bagaimana jadinya nanti?" tanyanya.

"Itulah dalam persoalan ini kita harus berusaha merundingkan ilmu silat sebaik mungkin agar kita tidak salah memilih orang yang akan menjadi pemimpin kita...!" menyahuti Kwang le Liu.

"Tetapi menurut hematku, dengan cara demikian tentu kelak akan berjatuhan korban2 yang banyak sekali..!" kata Tang Hujin. "Kita masing2 memiliki kepandaian yang tinggi dan juga tentu saja masing-masing tidak akan mau mengalah, dengan demikian akan terjadi pertandingan-pertandingan yang pasti akan menelan korban... kukira cara seperti ini kurang begitu tepat, karena bisa menelan korban jiwa yang banyak sekali. "

"Lalu bagaimana pandangan Tang Hujin?" tanya Kwang le Liu.

"Kukira lebih baik jika kita mengadu Bun saja. karena ilmu

"bun" (sastera) merupakan hal yang tidak terlalu mernbahayakan. "

"Namun semua pendekar2 yang hidup dalam persilatan, tentu saja hanya mengenal ilmu silat, dimana ilmu tersebut jauh lebih dipentingkan dari segala ilmu lainnya, Usul Tang Hujin sulit sekali dapat diterima. !"

Tang Hujin tertawa nyaring, ia mengangguk-angguk beberapa kali.

"Benar... benar," katanya, "Memang benar apa yang kau katakan itu... tidak semua orang2 rimba persilatan yang mempelajari ilmu surat!"

Sin Coa Tung Hiap waktu itu telah memperdengarkan suara tertawanya. "Memang lucu, kita orang2 rimba persilatan dianjurkan untuk mengadu ilmu surat... suatu hal yang sangat lucu sekali..." dan se telah berkata begitu, tampak Sin Coa Tung Hiap kembali tertawa ber-gelrak2.

Tang Hujin telah menoleh qdengan muka yanrg merah memandang kepada Sin Coa Tung Hiap, sepasang matanya mendelik Iebar.

Namun Sin Coa Tung Hiap sengaja membuang pandangan kearah lain, tidak melayani delikan mata dari Tang hujin.

Say Ong To sendiri hanya mengawasi Tang Hujin dan Sin Coa Tung Hiap dengan bergantian dan kemudian mengeluarkan suara raungan yang keras sekali, suara raungan yang lebih mirip dengan suara meraungnya seekor harimau, dimana suara raungan itu seperti juga menggentarkan padang rumput tersebut.

"Lweekang yang mahir sekali...!" kata Tang Hujin kemudian Setelah meraung begitu keras, Say Ong To kembali

berdiam diri.

Namun baru saja suara raungan itu terhenti tiba2 terdengar suara teriakan yang keras sekali dan memanjang, disusul dengan sesosok tubuh yang tengah ber-lari2 dengan gesit sekali.

Semula dalam bentuk yang kecil sekali, tetapi dengan cepat telah tiba dihadapan Say Ong To, Kwang le Liu, Sin Coa Tung Hiap dan Tang Hujin. Gerakan orang itu ringan sekali, sehingga memperlihatkan ginkang yang dimilikinya itu merupakan ginkang yang benar2 telah terlatih dengan baik, sebab waktu ia berlari menghampiri keempat orang jago itu, justru sepasang kakinya seperti juga tidak menginjak rumput, tubuhnya seperti me-layang2 dengan ringan sekali.

"Aha, kita bertemu disini lagi, Bun Cie Sun...!" katanya. Orang yang baru datang itu, yang dipanggil sebagai Bun Cie Sun, telah tertawa juga.

"Ya... ya...!" katanya kemudian. "Memang akupun tidak menyangka bahwa kita akan bertemu kembali disini...!"

Kwan le Liu sendiri telah berkata diiringi suara tertawanya: "Bun Cie Sun Kiehiap... engkau datang terlambat sedikit, kami telah berkumpul disini...!"

"Tetapi yang lainnya belum berkumpul bukan ?" menyahuti Bun Cie Sun.

"Tetapi engkau sebagai orang yang mengundang kami, seharusnya sebagai tuan rumah, engkau datang terlebih pagi dari kami..!" menyahuti Kwan le Liu.

Sedangkan Sin Coa Tung Hiap dan Say Ong To hanya berdiam diri saja.

Bun Cie Sun telah menoleh dan memandang kepada Sin Coa Tung Hiap, kemudian ia memperdengarkan suara seruan tertahan, wajahnya juga seketika berobah.

"Jika tidak salah," katanya kemudian dengan suara yang ragu2, "Tampaknya anda yang bergelar Sin Coa Tung Hiap... bukankah begitu ?"

Sin Coa Tung Hiap cepat2 merangkapkan kedua tangannya memberi hormat, sambil katanya: "Tepat... memang Siauwte Sin Coa Tung Hiap Gu Ping An... dari manakah Heng tai mengetahui hal itu ?"

Bun Cie Sun tersenyum, "Belakangan ini justru didalam rimba persilatan... karena itu, sangat menarik hati jika memang bisa bertemu dengan orang yang bergelar Sin Coa Tung Hiap itu... sekarang ternyata aku telah berhasil bertemu Sin Coa Tung Hiap yang memiliki nama begitu terkenal !"

Sin Coa Tung Hiap segera mengeluarkan kata2 merendahkan diri. Sedangkan Bun Cie Sun telah menoleh kepada Say Ong To, tanyanya sambil mengawasi dengan sorot mata yang tajam.

Say Ong To hanya memperdengarkan suara "Hemm!" saja, ia tidak menyahuti apa2.

"Rupanya memang akan berkumpul sahabat-sahabat dari berbagai kalangan, dimana merupakan suatu kehormatan besar untukku Bun Cie Sun yang telah beruntung dapat bertemu dengan tokoh2 rimba persilatan... semoga saja semua sahabat yang menerima undangan bersedia hadir ditempat ini."

Kwan Ie Liu tertawa.

"Siapa yang tidak akan segera berangkat untuk datang ketempat ini begitu menerima undangan dari Taihiap Bun Cie Sun yang namanya sangat menggentarkan rimba persilatan ?"

Mendengar pujian Kwan Ie Liu, segera juga Bun Cie Sun tertawa.

Begitulah beruntun telah berdatangan banyak sekali jago2 persilatan Iainnya.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar