Menuntut Balas Jilid 34 : Manusia berusaha, Tuhan punya kuasa (Tamat)

Jilid 34 (Tamat)

IN GAK menyambuti kuda, sambil mengucap terima kasih, ia lompat naik, lantas ia menuju keluar kota. Mulanya kuda itu dikasih jalan perlahan-lahan, hanya setibanya di luar pintu kota, menggeprak lesnya sambil berseru, cambuknya menjeter diudara, atas mana kudanya itu berlompat berjingkrak, terus kabur meninggalkan debu mengepul naik di belakangnya.

Malam itu gunung Him Ji San terbenam dalam kesunyian Bintang-bintang sedikit, rembulan kurang cahayanya, sebaliknya embun dan es membuat pakaian demak, Bagaikan seekor biruang, gunung itu nampak bercokol diam, terkurung dengan banyak pepohonan. Justeru suasana tenang itu atau mendadak tertampak api menyala lalu berkobar asapnya terus mengepul naik.

Dengan dibantu angin yang bertiup keras, api itu lantas merupakan suatu kebakaran yang meluas, maka juga lantas riuhlah suara banyak kuda serta penghuni penghuni gunung itu...

Yang menjadi kurban raja api yalah gudang rangsum.

Law Keng Tek muncul dengan bergelisah dan gusar Dengan berteriak-teriak, ia memerintahkan orang orangnya menempur api, untuk dipadamkan- Di lain pihak ia berteriak dengan kata-katanya yang bengis: "Pasti ini perbuatan orang orang Ban Seng Piauw Kiok. Lekas periksa piauwnya terganggu atau tidak" Selagi berkata begitu, matanya Keng Tek bersinar tajam. Dua orangnya lantas lari pergi, guna menjalankan titah itu. Lekas sekali satu orang sudah lari kembali "Tong ke, piauw itu belum terganggu," ia melaporkan "Hutongke telah memerintahkan mencari si pelepas api untuk dibekuk, akan tetapi katanya tak ada orang jahat yang kedapatan bahkan orang yang dicurigai juga tidak ada."

Keng Tek heran.

Segera juga kembali orang yang kedua, Dia tergesa-gesa dan romannya gelisah.

"Tong ke, cucu tongke telah dibawa lari si pelepas api" demikian dia melaporkan, gugup, "orang jahat itu meninggalkan surat memberitahukan agar tongke bersama kedua locianpwe Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo segera pergi kepanggung Ie ong Tay di Pian-liang untuk menyambutnya Tempo yang diberikan yalah sebentar malam, jikalau lewat batas tempo itu, katanya jiwa cucu tongke itu tak dapat terjamin"

Keng Tek kaget bagaikan disambar guntur ia paling menyayangi cucunya itu, yang baru berumur tiga tahun, yang cerdik sekali, lenyapnya cucu itu berarti seperti lenyapnya nyawanya sendiri, Mukanya lantas menjadi pucat. Dia membanting-banting kaki, Tidak ayal lagi, dia berlari keluar.

Malam itu guram, rembulan sudah doyong kebarat, Angin bertiup keras, Disekitar panggung Ie ong Tay pasir beterbangan, begitupun daun daun rontok. panggung itu beserta menaranya, berdiri tegak. Diatas panggung terlihat tiga orang tua berdiri tegak dengan muka mereka tampak dingin maka disinar suram rembulan wajah mereka mirip wajah mayat-mayat.

Merekalah In Gak bersama Pit Siauw Hong dan Leng Hui bertiga, yang menyamar menjadi orang-orang berusia lanjut. Ketika itu sudah jam dua.

"Kenapa Law Keng Tek masih belum datang juga?" Siauw Hiong tanya, ia merasa bahwa mereka sudah menanti lama. "Aku duga dia pasti bakal datang," menjawab sianak muda. "Lebih-lebih Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo bangsa jumawa. Mereka pernah dipermainkan aku, mana mereka dapat menahan sabar lagi? - Nah lihat itu apakah bukan mereka lagi mendatangi?" In Gak menunjuk kearah depan-

Pit Siauw f Hong mengawasi ia melihat berlari- larinya belasan bayangan-

Lekas sekali rombongan bayangan itu sudah sampai di depan panggung, Diantara mereka tiga yang menjadi kepala. Hui Thian Auw cu Law Keng Tek mengawasi bengis.

"Ketiga tuan diatas panggung, adakah kamu yang tadi pagi sudah mengunjungi tempat kami sambil meninggalkan surat?" ia tanya keras.

In Gak bertiga tertawa, sambil tertawa mereka lompat turun dari panggung, Pesat sekali lompatnya mereka, segera mereka berdiri sekira satu tombak didepan tiga orang itu serta rombongannya.

Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo dengan mata mereka yang bengis mengawasi tiga orang tua didepan mereka itu. Mereka mengawasi sambil menduga-duga, Seingat mereka belum pernah mereka lihat atau kenal tiga orang tua itu. Maka itu, mereka menjadi heran-

In Gak lantas menjawab, suaranya keren: "Tidak salah itulah kami si orang tua bertiga Law Keng Tek, hendak aku, tanya kau, kau memerintahkan dengan batas tempo supaya semua piauwsu dari kota Pian-peng datang kesarang penjahatmu, apakah maksudmu?"

Lauw Keog Tek tidak lantas menjawab. Dia tetap menguatirkan keselamatan cucunya, Mukanya lantas menjadi merah. Adalah soat SanJin Mo yang mengasih dengar suaranya yang dingin dan seram. Siaps bernyali kecil bisa jeri karenanya.

"Manusia jumawa" katanya bengis. "Di- depanku kamu masih berani menyebut dirimu

Si orang tua..."

"Plok" demikian satu suara nyaring yang menghentikan kata-kata orang jumawa itu.

In Gak tidak mau memberi hati. ia meluncurkan sebelah tangannya menggaplok pipi orang yang lagi mementang mulut itu.

Soat San Jin Mo kaget sekali, dia menjerit kesakitan Pipi kirinya terasa sangat sakit, pipi itu menjadi merah dan bengap. tulangnya nyengsol. Mulanya matanya pun kegelapan- Karena itu tanpa ayal sedikit juga ia balas menyerang,

In Gak berlaku sangat cepat, ia memutar tangannya untuk menangkap tangan si Hantu, sembari memegang terus, ia kata dingin: "Aku si orang tua mencari Lauw Keng Tek, bukannya kau. Buat apa kau gelisah tidak keruan? Aku si orang tua ketahui tentang dirimu. Kau mengandal sangat pada ilmu silatmu yang diberi nama cin San Khi Kang, ilmu tenaga dalam yang katanya dapat menggempur gunung Kau sabar saja, sebentar aku si orang tua akan belajar kenal dengan ilmumu itu. Sekarang ini belum ada ketikanya untuk kau membuka mulutmu"

In Gak menghentikan kata-katanya denjan tangannya menyamber, maka Soat San Jin Mo lantas mundur dengan tubuhnya terhuyung-huyung beberapa tindak.

Leng Siauw cu terkejut, dia sampai mengawasi dengan mendelong. Luar biasa akan menyaksikan kawannya yang kosen itu dapat diperlakukan demikian rupa. Habis menancap kakinya Soat San Jin Mo tertawa berkakak, Dia gusar bukan main- "Bagus, bagus" dia berseru, "Malam ini aku bertemu dengan lawanku Kau hina sekali, kau membokong selagi orang tidak bersiap sedia Baiklah, aku nanti ajar kau kenal dengan cin San Khi Kang"

Lalu kata-katanya ditutup dengan tubuhnya berlompat maju, untuk menyerang, Dia berseru bagaikan kerbau kalap.

In Gak tidak lantas melayani, ia hanya menyerukan Keng Tek: "Law Keng Tek, mustahilkah kau tidak menghendaki jiwa cucumu?"

Keng Tek kaget, tubuhnya bergemetar.

"Soat San Locianpwe, tahan" ia berseru, gugup, suaranya parau.

Soat San Jin Mo menunda penyerangannya. Dia tertawa menghina dan berkata mengejek "Kau main menahan orang sebagai jaminan, itukah kelakuannya seorang jago Rimba Persilatan?"

In Gak mengganda tertawa lebar.

"Kau bicara dari orang jago Rimba Persilatan" katanya, "Tahukah kau siapa aku si orang tua?"

Soat San Jin Mo melengak. Dia menatap tajam. Dia heran berbareng mendongkol Memang dia tidak kenal orang didepannya itu. In Gak pun mengawasi ia tertawa dingin.

"Kau tidak tahu siapa aku si orang tua" katanya, Sengaja ia terus menyebut dirinya si orang iua. "Sebaliknya aku si orang tua mengenal baik kepada kamu Bukannya aku si orang tua memandang tak mata kepadamu Meski kau bergabung dengan Leng Siauw cu mengeroyok aku, kamu tidak bakal dapat bertahan sampai sepuluh jurus"

Leng Siauw cu tertawa nyaring.

"Sungguh mulut besar" katanya, ”Aku si orang tua ingin sekali belajar kenal dengan kau"

"Kau tunggu sebentar "jawab In Gak dingin "Kau percaya, tak akan aku membuatnya kau nganggur" ia berpaling kepada Law Keng Tek. untuk berkata pula: "Law Keng Tek segera sekarang kau antarkan pulang piauw dari Ban Seng Piauw Kiok. terus kau pergi mengunjungi semua piauwkiok untuk kau menghaturkan maaf mu kepada semua piauwsu, habis itu lantas kau bubarkan sarang penjahatmu. Dengan begitu maka cucumu dapat pulang dengan tidak kurang suatu apa"

Keng Tek menjadi jago Kalangan Hitam di Ho-lok. mana dapat ia menerima hinaan semacam itu? Maka meskipun hatinya kebat-kebit, ia toh terpengaruhkan keangkuhan dan kemurkaannya, Dengan berani dia tertawa dingin.

"Aku si orang she Law laki laki sejati, meskipun mesti terbinasa, tidak dapat aku diperhina" katanya nyaring, "Tuan tuan, kata-katamu ini tidak dapat aku terima"

Sambil menutup perkataannya itu, Keng Tek lompat menyerang dengan pukulannya yang lihay, yaitu Tiat Siu Keng Khi atau Tangan baju besi, juga ia membarengi dengan tangan kirinya, mengarah jalan darah thian-ki dari sianak muda, Saking murka, ia menyerang hebat sekali.

In Gak berdiri tegak, ia tidak mundur atau berkelit.

Sebaliknya Pit Siauw Hong disisinya maju untuk dengan kedua tangannya menolak kepada penyerang itu.

Kedua pihak lantas bentrok keras, Keng Tek terkejut, ia tergempur hingga darahnya terasa mandek sedang tubuhnya mesti mundur dua tindak.

Justeru itu Leng Hui berlompat maju menikam kearah tenggorokan orang dijalan darah tiaw-kiat. Sembari menikam itu ia kata bengis: "Bukankah kau yang mengatakan bahwa kau lebih suka terbinasa daripada terhina? Kau lihat aku putuskan tiga belas otot-ototmu Aku ingin menyaksikan bagaimana kau mati tidak hidup pun tidak" Semua orangnya Keng Tek kaget tak ter-kira, Untuk mereka, berdiam salah, maju membantu salah juga. Begitulah, mereka maju tetapi mereka tidak menyerbu...

Soat San Jin Mo dan Leng Siauw cu pun kaget. Mereka tidak menyangka kedua musuh yang tua itu demikian kosen, sebaliknya In Gak mengawasi bengis kepada mereka berdua. Akhirnya Leng Siauw cu tertawa dingin dan kata: "Apakah artinya dua mengepung satu."

In Gak berdiam, ia seperti tuli.

Law Keng Tek tidak keburu berdaya, jalan darahnya itu telah diancam Bukan main takutnya ia mendengar tiga belas ototnya hendak dibikin putus, ia menginsafi siksaan semacam itu, jiwanya bakal lenyap perlahan-lahan- Kelihatan nyata roman takutnya.

Leng Hui mengawasi semua penjahat dari Him Ji San, ia bentak mereka itu, ”Jikalau kamu menghendaki jiwa ketua kamu ini, lekas sekarang kamu pulang dan mengambil piauw dari Ban Seng Piauw Kiok untuk diantar pulang dengan tidak kurang suatu apa"

"Kau terlalu kejam, tuan" kata satu penjahat tertawa menyeringai tetapi dia memutar tubuhnya mengajak kawan kawannya segera mengangkat kaki.

Kini tiga orang yang masih berdiri diam dibelakangnya Leng Siauw cu, itulah tanda bahwa mereka menjadi murid murid Hoa San Pay.

Leng Hui tidak cuma mengancam saja, segera ia menotok Keng Tek pada jalan darah hong-sin, maka tanpa tempo lagi, jago itu roboh terkulai.

Baru sekarang In Gak membuka mulutnya. "Sekarang datang giliran kamu berdua tuan-tuan” ia kata pada Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo, berkata sambil tertawa, "Kamu bicaralah" Tiga orang dibelakangnya Leng Siauw cu itu berlompat maju. Mereka meletaki pedang mereka didepan dadanya masing-masing.

"Kami akan mewakilkan guru kami" berkata yang satu, "Locianpwe, tolong locianpwe memberikan nama locianpwe"

"Aku orang hutan, aku tidak mempunyai nama" kata In Gak sabar, ”Jikalau kamu mau maju, kamu majulah"

Tanpa berkata lagi ketiga orang itu lompat bersama, pedang mereka menikam ketiga arah. Mereka bergerak dengan gesit sekali,

Leng Siauw cu merasa pasti tiga orang itu tak dapat melawan In Gak. si orang tua yang ia tidak kenal tetapi ia tidak dapat mencegah mereka, maka itu ia mengawasi dengan alisnya meng kerut.

In Gak berkelit lincah sekali Begitu ia bebas, kedua tangannya menolak kepada dua diantara ketiga penyerang itu.

Tanpa bersuara lagi dua orang itu roboh. selagi menyerang tempat kosong, mereka habis daya, cuma orang yang ketiga yang sempat menarik pulang senjatanya dengan apa ia segera menyerang dengan mengarah dadanya lawan, Dia tetap bisa berlaku sebat.

In Gak bersenyum tawar, ketika ujung pedang meluncur kearahnya, ia mengulur tangannya untuk menyambar pedang itu untuk diteruskan ditarik dengan keras dan kaget. Tidak ampun lagi penyerang itu terkusruk kedepan,

Selagi tubuh orang terjerunuk itu, In Gak meluncurkan tangan kirinya kearah dada orang maka orang yang ketiga ini pun lantas roboh tak berkutik disisi kedua lawannya, Mereka itu melayang jiwanya dalam seketika.

Tak sempat Leng Siauw cu memberikan pertolongannya, ia kaget berbareng sangat gusar. Rambut dan kumisnya berdiri semua. "Ada permusuhan apa diantara kau dan ketiga muridku itu?" dia menegur. "Bukankah orang dapat bertempur sampai batas saling towel saja? Kenapa kau berlaku begini kejam?"

In Gak tidak gubris Leng Siauw cu, ia memandang Soat San Jin Mo yang tak kalah kagetnya dengan kawannya itu, ia kata tawar.

"Aku tahu kau sudah siap dengan kepandaianmu cin San Khi-kang, Mengapa kau tidak mau lantas turun tangan?"

Mukanya Soat San Jin Mo menjadi merah lalu padam, ia malu berbareng gusar, ia memang mau lantas menyerang tetapi karena ketiga muridnya Leng Siauw cu mendahului ia kena tertunda, Lalu dia kaget melihat tiga orang itu kena dirobohkan dalam segebrakan, Ketika ia ditegur, ia sadar lantas timbul pula kemarahannya.

"Kau serahkan jiwamu" ia membentak, kedua tangannya diluncurkan berbareng. Hebat serangannya ini, suara anginnya seperti mengguntur dengan tiba-tiba.

In Gak tidak menangkis, ia hanya berkelit ia menyelamatkan diri dengan menjejak tanah buat lompat mengapungi diri dengan tipu silat Thian liong Pat Si dengan begitu tubuhnya mumbul keatas, untuk dari atas segera menyerang kebawah. ia membalas dengan serangan Bi Lek Sin kang huruf "Menindih", ia juga menggunai dua dua serangannya.

Karena ia hendak membalas sakit hati ayahnya, anak muda ini menggunai tenaga dua belas bagian penuh.

Soat San Jin Mo heran, Baru ia menyerang atau musuh sudah lenyap dari hadapannya, Tengah ia heran itu, segera ia merasai tenaga yang sangat besar menindih kepadanya ia mencoba bertahan, tetapi ia tidak sanggup, Tindihan itu makin lama makin berat, Ketika ia memaksa juga bertahan, sebab sudah tidak ada jalan lain, lantas matanya kegelapan, napasnya sesak, begitu ia bersuara satu kali tubuhnya roboh, darah mengalir keluar dari pelbagai anggauta tubuhnya seperti mata, hidung mulut, dan telinga.

Kaget Leng Siauw cu bukan kepalang, Dia jago tetapi hatinya menjadi ciut dalam sekejap. Kalau Soat San Jin Mo roboh secara demikian mudah apa artinya perlawanannya? Maka tanpa membilang suatu apa apa lagi ia berlompat untuk melarikan diri, Menyingkir yalah jalan satu-satunya untuknya.

"Kau mau lari kemana?" demikian ia mendengar teguran dibelakangnya, Tengah ia lari itu, ia merasa lima buah jari tangan yang keras menyambar punggungnya hingga ia merasa sakit tak terkira karena semua jeriji itu menusuk kedalam dagingnya Dengan menggigit rapat gigi atas dan bawahnya ia menahan sakitnya itu, ia tak dapat berkutik lagi.

"Hendak aku membikin kau mati puas" kata In Gak bengis, "Siapa suruh kau dulu hari ikut serta dalam pengeroyokan atas dirinya Twi Hun Poan cia Tayhiap"

Leng Siauw cu bergidik, tubuhnya bergemetar.

"Tunggu aku ingin bicara ... " katanya, ia kaget tak terkira, ia takut.

Leng Hui berlompat maju, ujung pedangnya lantas nancap didada orang hingga darahnya Leng Siauw cu muncrat, jiwanya terbang pergi, Maka tubuhnya roboh terbanting setelah In Gak melepaskannya.

Si anak muda melengak. Tak ia sangka aksinya Song Bun Kiam Kek Leng Hui tertawa dan kata: "Maaf, aku bertindak karena terpaksa, Leng Siauw cu sangat licik, mulutnya lihay sekali, Aku kuatir dia nanti memutar lidah sedang hatimu lemah siauwhiap. Lebih baik dia lantas mampus, sebab dia pantas menerima hukumannya ini"

In Gak melengak, tidak dapat ia membilang apa-apa lagi.

Pit Siauw Hong mengangkat tubuh Law Keng Tek.

"Mari kita pergi" katanya, mengajak. Justeru itu mereka mendengar tindakan kaki semuanya lantas menoleh untuk herannya, mereka menampak tubuh Soat San Jin Mo berlari- lari. terus menghilang ditempat gelap. Rupanya dia belum mati, dia merayap pergi setelah terpisah jauh dia merayap bangun untuk kabur, In Gak mau mengejar tetapi Siauw Hong tarik tangannya.

”Jangan kejar dia," kata kawan itu. "Angin meniup keras, malam pun gelap. dia tak bakal kesusul. Dia pula sudah menyembunyikan diri. Biarlah dia bertemu pula dengan kita dilain hari...”

In Gak berdiam, lalu dia kata perlahan ”Soat San Jin Mo lolos, aku kuatir dia bakal jadi ancaman bencana bagi pelbagai piauwkiok dikoia Pian-liang. sebenarnya hatiku tidak tenteram."

Mendengar itu Pit Siauw Hong dan Leng Hui membenarkan- "Habis bagaimana?" tanya mereka yang jadi menyesal.

In Gak menghela napas.

"Aku menyangka Soat San Jin Mo sudah mati, tak tahunya dia berpura-pura," katanya, "Karena aku mencegah Leng Siauw cu kabur, aku menjadi alpa. Tapi dia terluka didalam, mungkin dia mesti berobat dan beristirahat sakitnya dua atau tiga tahun. Sebenarnya, meskipun aku tidak roboh, aku terkena juga serangan cin San Khi nya dan sekarang aku merasai tubuhku sekikit sakit dan napasku tak tersalurkan sempurna..."

Leng Hui terkejut.

"Mendengar kata-kata kau ini, siauwhiap baru aku ingat," berkata dia. "Pernah aku mendengar hal ilmu Hian im Hek ce yang dapat digabung didalam cin San Khi Kang, bahwa siapa terkena itu, darahnya bisa jadi kering hingga dia akan terbinasa tanpa merasa. Diwak-tu begitu, parasnya tidak berubah hingga dia tak terkentara sudah terluka didalam.

Biasanya selang setengah atau satu tahun kemudian baru ketahuan bekerjanya racun..."

"Apakah tidak ada obatnya untuk itu?" In Gak tanya. "Sayang aku tidak tahu hal itu," sahut Leng Hui, masgul. "Biarlah," kata In Gdk bersenyum. "Aku berserah kepada

Thian, tidak nanti Hian Im Hek ce dapat sembarang membunuh aku, atau mungkin sudah nasibku begitu..." "Meski begitu, jangan kau alpakan, siauw-hiap." kata Siauw Hong.

"Aku juga baru mendengar saja, kepastiannya tidak ada," Leng Hui menambahkan- juga kita tidak bisa pastikan apa benar tadi Soat San Jin Mo telah menggunakan Hian Im Hek ce. Aku bicara untuk kita menjaga saja..."

In Gak tertawa.

"Aku tidak percaya Hian Im Hek ce demikian lihay," katanya, "Pit Losu, tolong kamu membereskan mayatnya Leng Siauw cu beramai ini, habis itu harap kamu menyusul ke- piauwkiok. "

Leng Hui mengangguk ia menghela napas melihat In Gak demikian tenang, Dengan dibantu Bu Eng Sin ciang Pit Siauw Hong, ia lantas mebgubur keempat mayat dibawah tumpukan debu dan pasir...

XXX

Diwaktu tengah hari, kota Pianliang masih seperti terbenam angin berikut pasirnya. Matahari masih tergantung diatas langit tetapi sinarnya guram.

Justeru itu Banseng Piauw Kick kedatangan enam penunggang kuda yang semua kudanya tinggi dan besar, Begitu tiba, semua penunggangnya lantas lompat turun dari masing-masing kudanya itu. Dilihat dari kegesitannya tidak salah lagi merekalah orang orang Kang ouw, Hanya ketika itu, roman mereka berduka, Yang satu mengawasi piauwkiok, ia berkata: "Tuan tuan jangan bekerja dengan turuti suara hati saja, Baiklah kita minta bertemu dulu dengan cara hormat..."

Kebetulan itu waktu terlihat keluarnya seorang umur tiga puluh tahun dari dalam piauwkiok ia melihat gerak-gerik enam orang itu lantas ia memberi hormat dan

menanyai "Tuan-tuan dari manakah? Ada urusan apakah tuan-tuan datang ke piauwkiok kami?"

Enam orang itu melengak. mereka saling mengawasi Seorang yang kumisnya semua kuning, segera memberi hormat.

"Tolong tuan wartakan congpiauwtauw kamu," katanya, "bahwa kami dari Him Ji San datang mengantar pulang Piauw yang sekarang masih ada di dalam perjalanan tetapi akan lekas tiba..."

Orang piauwkiok itu heran hingga ia melongo, selang sekian lama baru ia sadar, lantas ia memperlihatkan roman girang.

"Harap tunggu sebentar, tuan-tuan" kata-nya. "Nanti aku mevvartakan kepada congpiauwtauw kami" ia terus lari masuk. guna menyampaikan berita yang mengherankan itu. sikumis kuning mengawasi kawan-kawan-nya, agaknya mereka pun heran-

"Rupa-rupanya orang piauwkiok juga masih belum ketahui hal ini," kata dia, "Apakah ketiga orang tua tadi malam bukannya orang-orang yang diminta bantuannya oleh Ban Seng Piauw Kiok? Kalau begitu sekarang ini dimanakah adanya tong ke kita serta kedua locianpwe Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo..."

Lima kawan itu tak kalah herannya. "Tadi kita pergi melongok kepanggung Ie ong Tay," kata satu diantaranya, "disana kita tidak melihat tanda apa juga, sebab semua bekas telah ketutupan pasir dan debu, Rupanya terang tongke bertiga telah dibikin celaka oleh tiga orang tua yang jahat itu. Sayang tadi malam kita pergi semua, tidak ada yang berdiam mengintai..."

Orang dengan kumis kuning itu menyeringai dia agaknya berduka. Ketika itu ada serupa benda putih menyamber sikumis kuning ini. ia melihat itu, ia lantas menanggapi Waktu ia periksa itu, itulah sehelai kertas tergulung yang ada suratnya. Lantas ia membaca. Kesudahannya ia kaget.

Ketika kelima yang lainnya melihat muka kawannya itu, mereka heran, mereka kaget sendirinya, lantas mereka mendekati untuk melihat surat itu, tetapi sikumis kuning sudah lantas masuki kertas itu kedalam sakunya sebab itu waktu di ambang pintu piauwkiok segera terdengar suara tertawa yang nyaring yang diikuti kata-kata ini:

"Tuan-tuan tetamu telah tiba, aku menyambutnya ayal, aku minta sukalah tuan tuan memberi maaf”

Itulah suaranya seorang tua yang mukanya putih, yang muncul dengan cepat, wajahnya tersungging senyuman-

Si kumis kuning maju menghampirkan, buat memberi hormat sambil menjura dalam, ia pun lantas kata ramah: "Aku yang rendah bernama Lo Eng. Kami datang atas perintah tongke kami untuk mengantar pulang piauw dari piauwkiok disini. oleh karena kami menunggang kuda dan kuda kami dapat lari keras, kami tiba terlebih dulu, Kereta piauw lagi dalam perjalanan, mungkin akan tiba di sini lagi satu jam.

Kami sendiri lagi mendapat titah terlebih jauh, kami tidak dapat berdiam lama disini, kami mohon mengundurkan diri lagi. Tentang piauw itu, setibanya harap cong-piauwtauw suka periksa, umpama ada kesalahan atau kekurangan, tolong lah beritahukan kami diatas gunung, nanti kami mengganti dengan sepantasnya."

Orang tua itu mengasih lihat roman menyesal.

"Tuan-tuan berenam telah tiba disini," kata ia, "maka itu aku minta sukalah kamu duduk dulu didalam, untuk kita minum arak. habis itu baru tuan tuan berangkat pula.

Bukankah tuan tuan suka mampir dulu?"

"Kami lagi bertugas, kami tidak dapat berdiam lama disini," kata Lo Eng. "Lain kali saja, apabila ada ketikanya yang luang, kami datang menggerecok kemari." ia memberi hormat, lantas bersama lima kawannya ia lompat naik keatas kudanya, buat berlalu dengan cepat.

Enam orang ini bukan kabur pulang hanya mereka pergi ke kuil Tiat Ta Si Mereka mengabarkan kuda mereka tanpa menghiraukan pasir dan debu yang beterbangan sebentar saja mereka sudah lenyap di antara pasir dan debu itu.

Tiat Ta Si dengan menaranya yang tinggi berdiri tegak ditengah-tengah serangan pasir dan angin, Dibawahan itu ada paseban Pat Kak Teng, Disitu in Gak bertiga - dalam roman sebagai orang-orang tua - lagi duduk-duduk bersama Law Keng Tek.

Keng Tek sendiri tengah mengempo cucunya yang berumur tiga tahun itu, yang dengan matanya yang jeli mengawasi bergantian kepada keempat orang tua disitu, Keng Tek mengusap usap rambut sibocah, agaknya ia merasa berkasihan sekali. Tidak lama mereka lalu mendengar tindakan kaki kuda yang berisik.

"Itulah mereka tiba" kata Keng Tek cepat, ia berduka, alisnya terbangun, ketika ia bersenyum, ia bersenyum sedih.

Benarlah tiba keenam penunggang kuda tadi. Mereka itu melengak saking heran menyaksikan Keng Tek. tongke mereka itu, lagi duduk bersama dengan ketiga musuh.

In Gak berbangkit dengan perlahan, sikapnya dingin, akan tetapi ia bersenyum.

"Law Tong ke," berkata ia, "aku minta sukalah kau mengajak orang-orangmu pulang ke-gunung, Kita sudah bicara cukup jelas, tetapi lagi sekali aku ingin memberi ingat bahwa usaha kau sekarang ini yang dapat memusnahkan diri sendiri, maka itu baiklah kau mengubah cara hidupmu, Kami si orang tua tinggal menyendiri digunung Hok Gu San sana, kita tinggal berdekatan, apabila ada ketikanya yang luang, aku harap kita nanti dapat saling berkunjung" Law Keng Tek berbangkit sikap dan romannya menghormat.

"Aku si orang she Law masuk dalam dunia penjahat, tanpa merasa aku telah tenggelam dalam," katanya, "Aku menyesal tak dapat mengubah diri sedari siang-siang, Sekarang aku berterima kasih atas nasihatmu, ketiga locianpwe, Dapatkah aku mengetahui nama cianpwe semua, untuk aku mengingat nya?"

In Gak bersenyum.

"Sudah lama kami tinggal digunung, kami lupa nama kami," sahutnya, "Law Tong ke, silahkan berangkat, maafkan kami si orang tua tak dapat mengantar kau"

Sambil mengempo cucunya, Keng Tek menjura. "Aku memohon diri," katanya, "Sampai kita jumpa pula" ia memutar tubuh, untuk bertindak keluar. Sampai di luar paseban, ia seperti ingat sesuatu, ia berdiri menjublak, lalu lekas ia kembali kedalam. "Tong ke hendak omong apa lagi?" tanya In Gak. Keng Tek masih bersangsi sebentar, baru ia menjawab:

"Ada satu hal cianpwe bertiga mungkin belum jelas, inilah halnya Leng siauw cu dan Soat San Jin Mo. sebenarnya mereka bukan diminta olehku untuk mereka membantui aku. cianpwe tentu telah mendengar pelbagai peristiwa yang hebat dan menyedihkan untuk kaum Rimba Hijau, umpama kejadian di lauwteng Hong Ho Lauw itu. Semua itu menyakiti hati, maka kaum Rimba Hijau sangat membenci kepada orang yang bersangkutan yang mencelakai mereka itu. Benar mereka pada berdiam, tetapi kebencian mereka hebat."

"Oh begitu?" kata In Gak. tawar, "Tentang pelbagai peristiwa itu, aku si orang tua pernah mendengar hanya aku tidak tahu siapa yang mengepalai itu?"

"Menurut dugaan soat San Jin Mo dan Leng siauw cu, orang itu pastilah bukan lain daripada Koay ciu Si-seng Jie In," sahut Keng Tek. "Kaum Kang ouw ramai membicarakan bahwa Jie In itu pandai luar biasa serta tak ketentuan tempat kediamannya, Mereka berdua menduga demikian tetapi mereka pun jeri, maka itu sudah berselang setengah tahun mereka berdiam saja, baru sekarang mereka datang ke Him Ji San dengan suatu maksud..."

In Gak tertawa tawar. Dua kawannya berdiam saja, "Sungguh menarik mendengar keterangan kau ini" katanya,

"Apakah maksud yang dikandung mereka itu? Law Tongke, silahkan duduk dan berceritalah dengan jelas, suka aku mendengarnya . "

Keng Tek menurut, setelah menjura ia duduk pula.

"Soat San Jin Mo dan kawan-Kawannya jeri terhadap Jie In, maka itu mereka telah memikir suatu akal," ia berkata. "Apakah itu, Law Tongke?"

"Mereka mau bertindak dengan sabar, supaya mereka tak menggeprak rumput membikin ular kaget, Mereka sudah mengirim orang mencari tahu siapa sebenarnya orang jahat dalam peristiwa di Hong Ho Law dan lainnya itu, Mereka ingin tahu, orang dari partai atau golongan apa, Setelah itu baru mereka mau mengunai akal licik. Jie In itu hendak dibikin jadi terpencil, lalu diberi umpan pancing, untuk kemudian dibinasakan Hanya, apa adanya itu, aku tidak tahu jelas."

In Gak tertawa.

"Kalau semua itu cuma usaha Soat San Jin Mo berdua Leng Siauw Cu, itulah khayalan atau impian belaka" katanya.

"Soat San Jin Mo tidak bekerja sendiri, "Keng Tek menjelaskan terlebih jauh. "Menurut dia, dia telah menghubungi beberapa jago tua yang telah lama menyembunyikan diri, Mereka itu orang-orang dari jalan Hitam dan sesat, diantaranya yang satu lihay luar biasa" hanya tak diketahui siapa dia, Sekarang ini Leng Siauw cu sudah mati tetapi Soat San Jin Mo masih hidup, tentulah dia yang bakal bekerja melanjuti cita cita mereka itu. Setelah lukanya sembuh, pasti Soat San Jin Mo akan menyelidiki juga hal kamu, ketiga cianpwe, terutama dia tentu akan tidak membiarkan pelbagai piauwkiok di Pian-liang itu.

Aku sendiri, aku akan pulang untuk membubarkan diri buat nanti hidup bersembunyi maka itu mungkin kita tidak bakal bertemu pula, inilah nasihatku, yang aku berikan dengan setulusnya hati karena aku ingat kebaikan cianpwe ber-tiga."

Habis berkata, Keng Tek berbangkit, untuk memberi hormat, kemudian ia memutar tubuh, untuk berlalu dengan cepat, ia pergi bersama enam orangnya itu, yang masih tidak mengerti duduknya hal.

"Biar bagaimana, mengingat keterangannya Keng Tek ini, tak dapat kita tidak bersiaga," kata Leng Hui setelah mereka berada bertiga saja.

In Gak berdiam sebentar, ia berkata: "Gelombang Rimba persilatan tak akan ada saat redanya, sebab itulah terjadi karena manusia, bukan karena urusannya, Begitulah, setelah merantau sekian lama aku jadi jemu dan sebal karenanya, Segala apa terulang, tak ada hentinya, Umpama kata tidak ada aku, mesti ada lain orang yang menggantikannya. Jiwi lo- su, mari kita pergi"

Ia berbangkit untuk pergi keluar paseban, Maka kapan kedua sahabat itu mengikuti, bertiga mereka berlari lari diantara angin debu dan pasir...

Baru ditengah jalan, In Gak merasakan tubuhnya tak nyaman- ia menduga kepada akibatnya serangan Hian im Hek ce. Ketika ia beritahukan itu pada Leng Hui dan Siauw Hong kedua kawan itu terperanjat.

"Tak jauh didepan sana yalah pintu selatan kota ci-ciu," berkata Leng Hui, "baik kita singgah disana, Siauwhiap mengerti ilmu obat obatan, disana kau dapat mencoba membeli dan memakai obat obat pembasmi bisa " "Tapi, aku merasa tak enak sekali," kata In Gak. ia terancam bahaya tetapi ia bersenyum, 'Masih jauh untuk sampai dikota ci-ciu. Baik disini saja kita singgah dulu, nanti aku mencoba mengerahkan tenaga dalamku untuk mengusir keluar racun itu. Apa yang aku minta yalah supaya selagi aku bersemedhi, saudara berdua sukalah untuk menjadi penjaga diriku.'

Habis berkata, In Gak lantas menjatuhkan diri, untuk duduk bersila, Dengan lantas ia berdiam, guna mengerahkan tenaga dalamnya. Untuk itu ia menyalurkan napasnya secara teratur ia menggunai ilmu Pou Te Sian Kang. ia terkejut ketika ia merasa darahnya tak jalan benar, Kemana darah beracun terusir, setiap kali sampai disuatu tempat, disitu terasa sakit.

"Benarlah kata Leng Hui," pikirnya. "Syukur aku mengerti Pou Te sin Kang, maka kemana bisa tiba, dari sana bisa itu dapat diusir pergi, Kalau aku lain orang, pastilah sudah darahku kering dan aku bakal bercelaka tak ampun lagi..."

Ia mengerahkan terus tenaganya untuk mendesak bisa sampai semuanya berkumpul ditiga tempat, sebab untuk mengusirnya keluar, ia tidak sanggup, Habis itu ia berbangkit.

"Untuk sementara ancaman bahaya sudah tidak ada," katanya tertawa, "Mari kita pergi ke ci ciu, disana aku nanti berdaya pula." Leng Hui menghela napas.

"Siauwhiap. kau benar benar lihay," katanya, memuji, "Kau dapat merasai serangan racun itu, tenaga dalammu mahir dapat kau membataskannya, coba aku, pasti sudah aku putus asa..."

In Gak tertawa. Siauw Hong pun kagum.

Mereka berjalan terus, Disepanjang jalan mereka merasa puas, pemandangan alam disitu menarik hati, Bukit-bukit seperti naik dan turun. Pohon pohon kuning dengan debu, Suasana disitu mirip dengan suasana di Kay hong.

Lohor kira jam tiga, sampailah mereka di luar kota selatan, Disitulah tempat kuburannya Hoan ceng serta Kwa Kiam Tay, atau panggung tempat menggantung pedang dari Kui cap. semua peninggalan kuno yang sekarang sudah tak ada bekasnya atau tinggal reruntuhan temboknya saja.

Tengah mereka bertiga berjalan, mendadak mereka mendengar suara tubuh orang jatuh,

Ketiganya terperanjat Siauw Hong lantas lompat kesamping, kereruntuhan tembok, In Gak dan Leng Hui menyusul dengan segera.

Siauw Hong melompati reruntuhan tembok lima kaki tingginya, lalu diantara rumput-rumput tebal dan tinggi sebatas dengkul nampak seorang muda rebah terluka, usia orang itu ditaksir kira dua puluh lima tahun. Tubuh orang itu belepotan darah, Melihat orang datang, dia mengawasi bengis lantas dia berteriak keras: Apakah kau membantu si harimau galak? Kalau kau mau, kau bunuhlah aku"

Siauw Hong heran, hingga ia mengawasi saja sampai In Gak dan Leng Hui tiba disisinya.

Melihat orang itu, In Gak sangat terperanjat.

"Kau toh Kat Siauwhiap?" tanyanya, "Kau kenapakah?"

Orang muda itu membuka matanya, untuk mengawasi ia kaget dan heran mendengar suara In Gak. yang ia rasa kenal. Lantas ia kata: "Tuan-tuan bertiga tentulah lagi menyamar Tuan, aku rasanya seperti mengenal suaramu..."

In Gak segera mengulapkan tangan, untuk mencegah, "Siauwhiap. kelihatannya kau sudah mengeluarkan terlalu

banyak darah," katanya, "Maka itu baik kau jangan omong banyak dulu..." ia pun memberikan sebutir pil Tiang cun Tan, untuk orang segera menelannya.

Pemuda itu menjadi girang sekali, ialah Kat Thian Ho, murid Kun Lun Pay. Sekarang ia mengenali In Gak sebagai si orang tua berbaju hijau yang ia pernah ketemui disungai siang Kang didepan lauwteng Hong Ho Lauw. Mereka belum sempat bicara lebih jauh atau mendadak kesitu datang dua orang lain, yang gerakannya gesit, Merekalah dua pendeta berjubah kuning dengan kepala dan telinga besar dan lebar, romannya bengis, sedang tangannya masing-masing mencekal tongkat Sian-thung yang berat.

Mereka mengawasi ketiga orang itu dan sianak muda yang terluka, kemudian yang satu kata kepada ketiga orang itu: "orang ini menjadi musuh kuil kami. Sicu bertiga orang-orang pelancongan, harap kamu tidak usilan hingga karenanya kamu menjadi dapat membangun keonaran..."

Pendeta itu bukan cuma berkata, untuk memberi nasihatnya itu, sembari berkata demikian dia lompat kepada Kat Thian Ho, untuk mencekuk sipemuda. Menampak demikian, Leng Hui lompat menghadang, tangannya pun menolak.

"Apa kau mau bikin' dia menegur "Kamulah murid-murid Sang Budha, bukannya kamu melakukan ibadat, kamu justeru hendak mencelakai orang"

Pendeta itu tertolak mundur lima kaki, Dia kaget, Lantas mukanya menjadi muram, suatu tanda ia gusar, Kawannya pun heran dan gusar. "Sicu, kau berani usilan terhadap kami orang suci?" dia tanya bengis.

Leng Hui tertawa dingin.

"Dikolong langit ini, semua orang dapat mengurus semua perkara, asal yang tidak adil" katanya, keras, "Kau orang suci, mengapa kau tidak mengutamakan kesucianmu?" ia menunjuk Thian Ho dan tanyai "Siapa pemuda itu? Ada sangkutan apa diantara kamu dan dia? Asal alasanmu pantas, akusi orang tua akan melepas tangan."

Pendeta yang satu itu melengak. maka majulah yang kedua. "Sicu, benar- benarkah kau hendak mengganggu pinceng?' dia tanya, menyeringai. "Kalau benar, maafkanlah pinceng, yang terpaksa mesti turun tangan”

Benar-benar, dengan tongkatnya dia lantas menyerang.

Leng Hui berkelit mundur, tangan kanannya diangkat tinggi. itulah kelitan sambil menangkis, Setelah itu dengan sebat tangan kanannya itu dikasih turun, guna menekan tongkat lawan, ia menekan dengan menggunai tipu silat huruf 'Menempel".

Tak kecewa orang she Leng ini menjadi orang Kiong Lay Pay, Dia bergerak cepat dan dengan tenaga penuh, ia menghunus pedangnya selagi ia mundur itu, setelah menekan pedangnya diluncurkan guna menusuk dada lawan, itulah tusukan Tawon gula membuat main pusu, 

Si pendeta kaget sekali. inilah ia tidak sangka, Dengan sebat ia melenggak. habis itu tubuhnya bangkit pula, ia lantas menyerang lagi, dengan jurusnya "Pat Hong Hong" atau "Angin dan hujan didelapan penjuru", Kelitan melenggak itu yalah "In Li Pong Goat" atau "Di dalam mega memandang rembulan'

Leng Hui tertawa lama, ia berkelit pula dari serangan sipendeta, habis itu, balas menerjang, Maka bertempurlah mereka berdua. Lewat sekian lama, pendeta itu keteter meskipun senjatanya berat.

Pendeta yang satunya mengawasi saja, baru setelah kawannya itu terdesak. ia mau bergerak untuk membantu.

Pit Siauw Hong melihat lagak orang, dengan tertawa dingin, ia kata: 'Kau mau berdua mengepung satu? janganlah kau memikir demikian macam Awas, nanti aku si orang tua menghajar kau dengan tanganku ini"

”Jangan banyak omong" kata sipendeta, bengis, "Sekarang kau sesumbar, sebentar kau tahu rasa" Lantas dia lompat mundur, terus dia mengawasi kawannya yang lagi bertempur itu.

Siauw Hong berdiam, ia memperhatikan In Gak. yang ia terus dampingi, ia mau cegah anak muda ini timbul amarahnya, itulah berbahaya untuknya, yang lagi mengekang bisa Hia Im Hek ce dari Soat San Jin Mo.

Kat Thian IHo sendiri sudah lantas mulai segar akibat pil Tiang cun Tan yang ia makan itu, ia lantas duduk bersemedhi, guna meluruskan jalan napasnya, buat mengumpul tenaganya, ia heran menyaksikan In Gak menyaksikan pertempuran dengan cara sangat tenang itu.

Sebagai si orang tua berbaju hijau di Hong Ho Lauw, ia anggap. mudah sekali seandainya In Gak hendak merobohkan kedua pendeta itu.

Siauw Hong tertawa dan kata pada In Gak: "Leng Losu lihay sekali, tak kecewa dia menjadi seorang jago dijaman ini'

"Bicara tentang ilmu pedang, yang terutama lihay yalah ilmu pedang Kun LunPay," kata In Gak. yang turut tertawa, "tetapi disamping itu ilmu pedang juga bergantung pada seseorang pribadi, ilmu pedang membutuhkan bakat atau kecerdasan, perlu ilmu disesuaikan dengan pikiran-"

Itulah benar, maka Siauw Hong kagum mendengarnya. "Orang ini masih sangat muda, dia gagah dan pintar,

sungguh dia satu jago muda sejati" pikirnya,

Kedua orang yang bertempur itu sudah mencapai suatu babak yang menentukan. Song Bun Kiam Kek dengan ilmu pedangnya Song Bun Kiam Hoat, sudah mengurung lawannya, Si pendeta menjadi repot, dia terdesak hingga dia lebih banyak membela diri daripada menyerang. Tiba-tiba Leng Hui tertawa nyaring, lantas pedangnya menyontek ke iga.

Si pendeta menjerit kesakitan, ia berlompat dengan darahnya muncrat, Dengan tangan kanannya masih memegang tongkatnya, tubuhnya membentur reruntuhan tembok hingga tembok itu gugur, suaranya nyaring, debunya beterbangan Dia ternyata kehilangan sebelah lengannya.

Pendeta yang satunya kaget, dia lompat akan menyusul kawannya, yang ia terus ajak menyingkir jauhnya belasan tombak.

Justeru itu dari rumpun tebal terlihat munculnya empat orang tua dengan romannya yang bengis dan luar biasa, masing-masing mengenakan jubah panjang warna kuning, jubah mana memain diantara sampokan sang angin hingga mereka mirip sekawanan hantu yang menakutkan...

ooooooo

DUA pendeta itu lari kepada empat orang tua yang beroman bengis dan luar biasa itu, mereka mengatakan sesuatu, atas mana itu empat orang lantas mengangkat pundak mereka-terus keempat-empatnya mengawasi Leng Hui beramai. Habis itu, berenam mereka berangkat pergi.

Leng Hui menjadi heran, ia tadinya menyangka bakal menempur pula empat orang aneh itu.

"Mereka berempat itu yang dipanggil Hoa He Su ok" Thian Ho memberitahu "Dan kedua pendeta itu menjadi pendeta tukang menyambut tetamu dari kuil Tay Hud Si di gunung in Liong San."

In Gak mengangguk

"Sekarang sudah sore, mari kita masuk ke-dalam kota mencari rumah penginapan," ia kata. "Aku percaya mereka bakal tidak mau sudah sampai di sini saja, mungkin mereka akan menyusul kita untuk menerbitkan onar. Kat Siauwhiap. sebentar saja didalam rumah penginapan kau menuturkan hal- ikhwalmu."

Thian Ho mengangguk. ia lalu memberi hormat. "Dua kali aku bertemu locianpwe, saban-saban aku

ditolongi." katanya, bersyukur "Budi besar itu tak nanti aku lupakan seumur hidupku, Locianpwe, kau mirip sinaga sakti. maka itu aku minta sukalah kau memberitahukan-.."

In Gak mengulapkan tangan, mencegah orang bicara lebih jauh, sembari tertawa ia kata: "Sebenarnya aku bertemu siauwhiap sudah tiga kali"

Thian Ho melengak. inilah ia tidak ingat.

Tapi karena In Gak sudah lantas bertindak pergi, ia tidak minta keterangan lagi, ia mengikuti sambil berpikir.

Kota ci-ciu menjadi kota penting di waktu perang, Ketika mereka berempat tiba di dalam kota, sudah waktunya api dipasang, Maka itu, setiap rupa mengeluatkan asap atau memperlihatkan cahaya api. Begitu mendapat rumah penginapan, mereka lantas memborong sebuah ruang.

In Gak masuk kedalam kamar untuk lantas menulis surat obat. Tulisannya cepat dan huruf hurufnya indah dan gagah, Leng Hui menyambuti resep itu, untuk segera dibawa pergi.

Meihat demikian, baru sekarang Thian Ho dapat menduga kenapa tadi si orang tua tidak turun tangan, kiranya orang mendapat suatu luka di dalam.

Kemudian In Gak mengeluarkan sebuah kotak kecil dari kuningan, di dalamnya ada dua batang jarum emas, yang panjangnya berlain-2an, sembari berpaling kepada Pit Siauw Hong, ia kata tertawa: "Sudah lama benda ini tak pernah terpakai olehku, Benar ada pembilangan tabib tak dapat mengobati dirinya sendiri, tetapi sekarang terpaksa aku mesti melakukan hal yang bertentangan dengan kata-kata itu.

Bagaimana jikalau aku minta losu menjaga diriku diluar kamar?"

Pit Siauw Hong mengagumi In Gak.

"Aku si orang tua menurut perintah," katanya tertawa, Bahkan ia segera pergi keluar, untuk berdiri sebagai centeng. In Gak mencekal jarumnya, dengan sebat dan lincah ia bekerja, ia menusuk dibawahan tetek kiri dijalan darah ki-bun, lalu dijalan darah kiu-bwe disebelah kanan, Setelah itu ia memejamkan matanya, ia menarik napas dalam perlahan- lahan, untuk menyalurkan napasnya, Dengan cara ini ia mendesak racun Hian Im Hek ce kejalan darah yang kosong untuk akhirnya ia bakar dengan hawa panas dalam tubuhnya.

Kat Thian Ho mengawasi kira satu jam, lantas ia melihat dari hidungnya In Gak mengepul hawa hitam seperti asap. yang baunya luar biasa, ia menjadi heran-

Justeru itu Leng Hui balik dengan membawa sebuah mangkok dalam mana ada obat warna hitam kental, yang asapnya masih mengepul.

In Gak membuka matanya, Sekarang dari hidungnya keluar hawa putih, Lebih dulu ia cabut jarumnya untuk disimpan, kemudian ia menyambuti obat dari Leng Hui dan segera diteguk. Terus ia duduk pula diatas pembaringan untuk menjalankan pernapasannya guna mengumpul tenaga dalamnya.

Leng Hui mengawasi, sampai kemudian ia kata seorang diri: "oh, jiwanya telah didapat pulang..."

Thian Ho terperanjat. "Bagaimana?" dia tanya.

Leng Hui mau menjawab atau ia batal, Mendadak terdengar bentakannya Pit Siauw Hong diluar kamar, itulah isyarat dari datangnya orang. ia lantas lompat keluar disusul Thian Ho.

Diantara sinar rembulan terlihat ditembok pekarangan seorang lagi berdiri, Dia dikenali sebagai satu diantara empat orang bengis yang dikenal kedua pendeta, Siauw Hong sudah lantas menyerang orang itu dengan pukulan "Udara kosong". si orang tua tertawa seram, dia lompat turun keluar.

Thian Ho kata pada Leng Hui: "Karena urusanku, aku merembet pada cianpwe beramai, tak lega hatiku, maka itu biarlah boanpwe mengajak mereka keluar kota untuk menempur sendiri pada mereka itu'

'Tak usah," berkata Leng Hui. "cuma aku masih belum tahu urusan kau dengan mereka itu, Kat siauwhiap..."

"Urusan itu panjang untuk dituturkan,' sahut Thian Ho.

Sebelum anak muda ini dapat berkata terus, In Gak sudah muncul dengan tindakannya yang perlahan, dengan sabar ia berkata: "Aku rasa aku sudah mengerti sedikit duduknya sebab Hoa He su ok datang kemari untuk mencari tahu saja tempat mondok kita, Malam ini kita jangan pedulikan mereka. Adalah besok ditengah jalan kita mungkin akan melakukan pertempuran-"

Leng Hui mendekati anak muda itu.

"Apakah kau sudah sembuh seluruhnya?" ia tanya berbisik.

In Gak bersenyum.

"Aku belum bisa bilang," sahutnya, "Lihatlah dua atau tiga hari ini, andaikata aku tidak merasakan sesuatu, pasti aku sudah sembuh."

Ketika itu siauw Hong lompat naik ketembok. untuk lompat turun keluar, Segera terdengar suara serangan, yang disusul dengan suara tertahan, yang disusul pula dengan tampaknya beberapa bayangan kabur diatas genteng. Habis itu Siauw Hong kembali seraya kata dengan tertawa dingin: "Kawanan tikus itu pergi tanpa melawan lagi'

In Gak tertawa.

"Saudara-saudara, silahkan masuk" ia kata. "Buat apa meladeni segala panca longok? Aku hendak pergi keluar sebentar, segera aku akan kembali..."

Sembari berkata begitu, tanpa menanti jawaban ia benar benar bertindak untuk keluar hotel.

Diwaktu tengah malam, keadaan sunyi sekali orang yang berlalu lintas pun cuma beberapa gelintir Sinar rembulan guram, angin bertiup silir mendatangkan hawa dingin meresap.

In Gak berjalan seorang diri, terus sampai disebuah kuil malaikat tanah, yang keadaannya sudah rusak. Disitu ia menghentikan tindakannya, Ditembok luar berhala itu ada seorang pengemis usia pertengahan lagi tidur menyender, napasnya terdengar mengorok, Dengan sengaja ia menginjak batu hingga menimbulkan suara.

Mendadak pengemis itu berlompat bangun, matanya bersinar gusar, mulutnya menegur bengis: "Tengah malam buta rata kau mengganggu orang tidur, mau apakah?"

In Gak tidak melayani bicara, hanya ia kata keren: "Sekarang juga kau pergi kepada pangcumu supaya dia lantas datang menemui aku. Bilang bahwa su-tianglo lagi menantikan didalam berhala malaikat tanah ini. Lekas" Pengemis itu kaget sekali Segera ia menekuk sebelah kakinya.

"Aku yang rendah akan lekas pergi" katanya. Terus dia memutar tubuh dan pergi sambil terlari-lari.

In Gak menghela napas, ia merasa hatinya pepat, Dalam keadaan seperti itu ia teringat kepada segala pengalamannya selama satu tahun lebih. Ada budi, ada penasaran, ada sakit hati, Ada permusuhan, atau pembunuhan Ada jaga gangguan sang asmara, Toh semua itu kosong, seperti udara. Kembali ia menghela napas.

Tak lama maka dua bayangan orang nampak lari mendatangi Setelah datang dekat dialah sipengemis tadi bersama Sam ciat Koay Kit Beng Tiong Ko.

"Oh" kata in Gak menyambut 'Kiranya Saudara Beng yang menggantikan mengepalai cabang di Kang Pak ini.'

Beng Tiong Ko menekuk sebelah kakinya, untuk memberi hormat, kemudian dengan kedua tangan dikasih turun, ia tertawa dan kata: "Dengan titahnya Toa-tianglo aku ditugaskan mengurus cabang di Kang Pak ini. Aku tidak kira diwaktu malam begini menemui Su-tianglo disini, Aku minta diberi maaf."

In Gak mengerutkan alis.

"Saudara Beng, pastilah kau ketahui sebabnya Hoa He Su ok berada disini," kata ia. "Apakah sepak terjangnya mereka itu?"

Beng Tiong Ko melengak.

"Oh, kiranya Su-tianglo tidak tahu?" kata dia. In Gak menggeleng kepala.

"Aku berjalan secara diam-diam, tak ingin aku berhubungan dengan siapa juga," ia memberi keterangan- "Partai sendiri tidak ketahui tentang hal-ikhwalku selama paling belakang ini, maka itu aku tidak tahu segala rupa kejadian-"

”Jikalau begitu tak aneh Su-tianglo tidak mendapat tahu," kata ketua cabang Partai pengemis itu. "Semenjak chong Toa- tianglo pergi ke Giok ciong To, ia tak putusnya berhubungan dengan memakai perantaraan burung dara, baru mulai tiga hari yang lalu, tak ada kabar ceritanya lagi, Aku kuatir Toa tiang lo kena terkurung disana.'

In Gak terperanjat.

'Saudara Beng, lekas kau menjelaskan- ia minta.

Beng Tiong Ko berpikir sebentar, baru ia menjawab: "Sebenarnya cerita panjang," kata ia. "Sejak peristiwa di

Tay Gak maka kaum Rimba persilatan ramai mengatakan bahwa kitab Pou Te Pwe Yap sian Keng telah didapatkan oleh Koay ciu Si Seng Jie In, orang hanya belum tahu Su-tianglo dengan Jie In hanyalah satu orang. Kitab itu kitab kesohor dari Tanah Barat, semua orang menghendakinya. maka juga orang lantas berusaha mencari tahu tentang Jie In itu. Sampai sekarang mereka masih belum memperoleh hasil. Mana dapat mereka mencari Su-tianglo? Taruh kata mereka bertemu dengan Su-tianglo, mesti mereka tidak mengenalnya sebagai Jie In. Lantas terjadi peristiwa di In Bong Tek itu. Warta tentang itu sampai ditelinganya Nio Kiu Kisu dari Giok ciong To. Nio Kiu Kisu jelus terhadap Su-tianglo, inilah sebab dia hendak menjagoi di Tionggoan, Dia telah mempelajari ilmu silat istimewa untuk menindih pihak Siauw Lim Si, sedang pelajaran silat dalam kitab Pou Te Pwe Yap Sian Keng itu mirip pentungan untuknya.

Begitulah dia berdaya untuk memancing Jie In datang ke pulaunya itu, guna dia mengurung dan membinasakannya dalam barisannya yang istimewa, yang diberi nama Thian Ki Tin..."

In Gak mengerutkan alis pula.

"Cara bagaimana dia ketahui Jie In bakat datang ke pulaunya?" tanyanya.

Beng Tiong Ko menghela napas.

"Itulah karena nona Ni Wan Lan telah terlepasan omong,' sahutnya, 'Diluar keinginannya ia menyebut bahwa tunangannya yalah keponakan muridnya Jie In. Dia ingin membikin takut ketua pulau itu, tak tahunya karena itu ia jadi ditawan dan dikurung di Giok ciong To, dijadikan umpan untuk memancing datangnya Jie In."

"Saudara Beng, cara bagaimana kau ketahui Ni Wan Lan terlepasan bicara itu?" tanya In Gak heran-

"Aku ketahui itu dari berita burung daranya Toa-tianglo," sahut Tiong Ko yang terus menambahkannya dengan sungguh-sungguh: "Karena ini juga setelah menimbang nimbang. aku mau menduga Toa-tianglo telah menangkap salah satu muridnya Nio Kiu Kisu yang dia paksa korek keterangannya."

Jie In berduka, tetapi karena ia memakai topeng, parasnya tak nampak.

Beng Tiong Ko pun melanjuti keterangannya: "Baru sepuluh hari yang lalu kedua nona-nona Kang dan Lo dari Ngo Bi Pay telah tiba disini, Mereka menemui ciong To seraya mereka menambahkan pula bahwa Su-tianglo bakal menyusul dalam dua atau tiga hari ini. Aku telah membujuki agar kedua nona jangan pergi dulu, untuk menanti tibanya Su-tianglo.

Mereka tidak dapat dibujuk. mereka mau pergi juga, Terpaksa aku menyediakan sebuah perahu serta tujuh saudara yang dapat dipercaya untuk mengantarkan mereka itu. Sekalian dengan itu aku memesan untuk memperoleh kabar dari Toa-tianglo.

Toa-tianglo memberi kabar untuk nanti membuat pertemuan didalam sebuah gua di sebelah barat dari pulau Giok ciong To. Tapi semenjak itu kami tidak menerima warta apa-apa lagi dari Toa-tianglo. Aku telah melepas burung dara, tetapi tidak ada jawaban-"

In Gak masgul dan berkuatir, Berulang- ulang ia menghela napas,

"Pastilah sudah pihak Giok ciong To ketahui Toa tiang lo bersembunyi di dalam pulaunya itu,' kata ia, 'tentulah ia ketahui tentang burung burung dara kamu maka dia lantas berdaya untuk mencegahnya perhubungan terlebih jauh.

Sekarang ini dia pasti lagi bersiap sedia memancing kita, supaya kita semua bisa disapu bersih...'

"Su tiang lo benar" kata Beng Tiong Ko, yang lantas memuji seraya menunjuki jempolnya, "Hoa He Su ok itu sudah sekian lama menjadi orang-orangnya Giok Ciong To. Mereka pernah turut dalam peristiwa di In Bong Tek. mereka pun menjadi orang orangnya oey Ki Pay, setelah lolos dari bencana, mereka menyambut panggilan Giok ciong To.

Sekarang mereka muncul disini, itulah untuk mengawasi gerak-gerik kita, Kalau Su tiang lo mau pergi ke Giok -ciong To, mereka berempat mesti disingkirkan dulu, supaya mereka tidak dapat memberi kisikan kepada pulaunya."

In Gak nampak gelisah. "Sayang ketika mendesak begini," katanya, "Dimana sarangnya Hoa He Su ok? Apakah benar dalam kuil Tay Hud Si di In Liong San?"

Beng Tiong Ko menggoyang kepala.

"Bukan," ia menjawab 'Selama yang belakangan ini Hoa He Su ok berhubungan erat sekali dengan orang orang jalan Hitam di Kang Pak ini, sarang mereka tidak ada ketentuan-nya tetapi Su-tianglo jangan kuatir, biarnya begitu. mereka tak nanti lolos dari matanya orang orang kita Sekarang ini Su- tianglo mengambil penginapan mana? Didalam satu jam aku nanti dapat mengabarkan-"

In Gak berpikir, lantas ia mengasih tahu hotelnya. Habis itu ia langsung pulang kehotelnya.

Beng Tiong Ko sendiri sudah lantas memerintahkan sipengemis usia pertengahan itu: "Lekas kau menyampaikan kabar kepada kedua cabang timur dan utara, supaya mereka segera mencari tahu dimana sarangnya Hoa He Su ok?"

Pengemis itu menerima perintah, dia pergi dengan cepat.

Beng Tiong Ko melihat ke sekelilingnya lantas ia pun berlalu, ia menuju ke selatan-Ketika ia keluar dari pintu kota, rembulan guram, suasana sunyi, ia berjalan terus sampai mendadak ia mendengar suara puji: "omitohud" ia terkejut, lekas-lekas ia mengangkat kepalanya, Dari gombolan rumput muncul dua orang pendeta yang bertubuh besar dan gemuk.

Pendeta yang satu tertawa dan kata: "Beng Hu-pangcu, sungguh kau rajin- Sudah begini malam dan es pun sudah turun, apakah kau masih meronda ? Pasti sekali kau banyak cape..."

Beng Tiong Ko menyahut dingin: "Kiranya ke dua taysu Hong Wan dan Hong Beng. orang-orang Partai kami terdiri dari macam-macam golongan, sukar mereka diketahui hatinya, maka itu untuk menjaga kalau-kalau mereka membuat perbuatan tidak keruan, perlu aku meniliknya sendiri. Kedua taysu masih berada di-sini, untuk apakah?'

Pendeta yang bernama I Hong Wan mendadak maju kedepan-

"Pinceng mau minta bantuan pangcu." katanya, "Entahlah hun-pangcu membantu atau tidak..."

Tiong Ko mengerutkan alis.

"Asal yang aku sanggup, pasti aku suka membantu taysu," Sahutnya. "..Urusan apakah itu ?"

Hong Wan tertawa.

"Baiklah," katanya, 'Tadi malam kami dapat menangkap seorang penjahat cilik didekat panggung Kwa Kiam Tay, apa mau disana kami bertemu dengan tiga siluman tua yang tak ketahuan she dan namanya, Mereka itu menggerecok. mereka menolongi penjahat cilik itu. Itu saja masih tidak apa. celakanya mereka itu sudah membabat sebelah lengannya to- kek Ceng kami. Turut penyelidikan kami, ketiga siluman itu ada hubungannya dangan partai-mu”

Mendengar itu, Beng Tiong Ko menjadi panas hatinya. 'Kedua taysu, harap kau tidak menyembur orang" katanya, dingin.

Hong Wan tertawa nyaring.

"Pinceng tidak menuduh sembarangan- katanya, "Sekarang ini kami sudah ketahui dimana adanya ketiga siluman itu, Hanya, karena memandang kepada partai kau, Hua-pangcu kami jadi ayal-ayalan turun tangan-.."

"Kami tidak kenal ketiga orang itu," kata Tiong Ko, "Kalau taysu berdua sudah ketahui tempat kediaman mereka, baiklah taysu langsung mencari mereka itu disana, Didalam hal ini, tidak dapat aku memberikan bantuanku Aku lagi mempunyai urusan, maaf, tak dapat aku menemani lama-lama."

Begitu berkata, begitu Tiong Ko lompat untuk berlalu. Tapi angin bersiur keras, lantas Hong Beng menghalang disebelah depan- Hun-pangcu, aku numpang tanya, urusan apakah urusan pentingmu itu?' ia tanya bengis, sedang tangannya yang sebelah segera melayang. Beng Tiong Ko menangkis sambil mengeluarkan suara dihidung. 'Dapatkah kau menghadang aku si orang she Beng?" katanya keras. 

Kedua tangan mereka beradu keras, Berbareng dengan itu, Tiong Ko lompat kesamping lawan, untuk terus menyerang pula. Lima jeriji tangannya mencari jalan darah didadanya sipendeta.

Hong Beng terkejut, ia tidak pernah menduga kepala pengemis itu demikian sebat, Terpaksa ia berkelit, Meski begitu, kembali tangannya sipengemis terluncurkan kepadanya.

Hong Wan melihat saudaranya terdesak tidak buang tempo lagi ia lompat maju sambil menyerang.

MENGETAIHUI ia dikepung berdua, Beng Tiong Ko menangkis seraya ia terus mencelat jauhnya tiga tombak. Di dalam Kay Pang ia termasuk kelas satu, maka itu tak mudah kedua pendeta itu merobohkannya. ia membentak: "Kedua taysu, apakah maksud kamu ini? Benar-benarkah kamu memusuhi Kay Pang? Kamu harus ketahui, itulah perbuatan seperti telur melawan batu"

Hong Wan tidak takut, Dia justeru tertawa berkakak. "Kami hendak menguji -saja, sekarang kami sudah dapat

hasilnya" kata dia. "Meski partai kamu berada luas dikolong langit ini dan banyak orangnya yang lihay, akan tetapi sekarang ini diwilayah Kang Pak ini, kamu semua sudah terjatuh didalam pengawasan kami hingga kamu tak dapat berkutik lagi"

Tiong Ko terkejut juga. "Bukti apa kau dapatkan?' ia tanya, "Bukankah kau hendak mencari tahu tempat kediamannya In Si Su Kiat, supaya kau dapat memberitahukannya kepada itu tiga silumannya?" Hong Beng membaliki, Dia menyebut Hoa He Su ok. si Empat jahat dari Hoa-he, dengan in-si Su Kiat yang berarti Empat jago she In, Dia pun membentak.

Tiong Ko tertawa dingin, "Bicaramu bicara ngawur" kata ia. "Kay Pang tidak pernah usil urusan lain orang, tak peduli

urusan itu salah atau benar" jikalau kamu jeri terhadap tiga siluman tua itu, jangan kamu umbar kedengkianmu terhadap Kay Pang, Tentang... Mendadak ia berhenti dan parasnya pun berubah karena ia lantas ingat: "celaka, mereka lagi mengawasi kita, inilah berbahaya, Dengan begini juga, Su tianglo menjadi lagi menghadapi bencana... Baiklah mereka ini berdua disingkirkan lalu Su-tianglo diberi kisikan..."

Mengingat demikian ia tertawa dan kata nyaring: "Kamu berdua berani main gila didepanku, sungguh kamu tidak tahu diri" Mendadak ia maju menyerang, sebelah tangan kepada satu orang.

Kedua pendeta itu berani, mereka pun tertawa bergelar Dengan sebat mereka berkelit, dengan sebatjuga mereka balas menyerang, Hong Beng bahkan sambil membentak: "Beng Tiong Ko, malam ini jangan harap kau dapat melindungi dirimu"

Sam ciat Koa Kit gusar sekali, ia menangkis, terus ia menyerang, Bergantian ia menggunai kedua tangannya serta kedua kakinya juga, ia ingin merobohkan kedua pendeta itu dengan desakannya.

Kedua pendeta itu repot, mereka terpukul mundur, akan tetapi setelah renggang dan dapat memperbaiki diri, keduanya maju pula. Sekarang merekalah yang berbalik mendesaki, sebab mereka dapat bekerja sama dengan baik sekali. Baru setelah itu Tiong Ko berkuatir, maka ia berpikir: "Kenapa aku begini tolol melayani mereka? Dengan berbuat begini, aku bisa menggagalkan urusan Su-tianglo dan Kay Pang juga, Mesti aku lekas menyingkir dari depan mereka ini."

Oleh karena mendapat pikiran itu, Tiong Ko lantas mengubah sikap. Segera ia mendesak pula, lalu mendadak ia lompat mundur, Selagi tubuhnya terapung itu, tiba-tiba ia mendengar bentakan dibelakangnya:

"Baliklah kau" ia pun merasa tolakan yang keras sekali, yang membuatnya mental balik. ia kaget sekali sebab ia merasa jalan darahnya mogok. Ketika ia turun ketanah, matanya seperti berkunang-kunang, Disamping kedua pendeta, ia melihat orang lain yang berbaju kuning serta roman mukanya jahat, ia tidak kenal empat orang itu tetapi ia menduga kepada Hoa He su ok, ia lantas mengerti bahwa ia terancam bahaya maka itu tanpa membilang apa-apa, mendadak ia maju menyerang.

Salah satu diantara empat orang tua itu mengibas tangan bajunya, terus terlihat dia sudah menggenggam sebatang pedang kecil yang berkilauan, yang terus menikam kedada si pengemis, mengarah jalan darah ku-bwe.

Sambil menikam itu, dia kata seram: "Beng Hun-pangcu, tindakanmu ini tindakan tolol sekali"

Tiong Ko sangat mendongkol, mukanya merah, matanya melotot

"Kamu yang memusuhkan Kay Pang, kamu mencari mati kamu sendiri" ia berkata bengis. "Aku ketua cabang, jangan kamu bertingkah"

Si orang tua menyeringai dia tertawa seram.

"Aku si orang she In tak sudi bermusuhan dengan Kay Pang yang besar dan meluas di seluruh negara" katanya, mengejek, "Aku cuma ingin mendengar suatu keterangan dari mulutnya Beng Hun-pangcu' Tiong Ko terkejut dalam hati. Diam-diam ia melirik kesekitarnya, ia mendapat kenyataan kecuali Su ok. si Empat jahat itu, dikiri kanan ditempat gelap ada menanti lebih daripada dua puluh orang, pendeta dan orang biasa. jadinya ia sudah terkurung mereka itu. ia tidak takut, tetapi ia menjadi nekad. ia pikir.

"Tak dapat aku menyerah Lebih baik aku terbinasa" Maka ia mengawasi tajam pada Su ok yang pertama itu dan berkata sambil tertawa dingin, 'Kau kira aku si pengemis tua orang macam apa?Jangan kau ngelindur ingin mengorek keterangan dari mulutku Aku bukannya simanusia takut mati” Lalu dia bertindak maju seraya mengajukan dadanya.

Orang tua itu sudah bersiap sedia, dia meluncurkan lima jari tangan kirinya kedada orang itu, sedang tangan kanannya menggeraki pedangnya, Dia kata bengis, 'Kau mau cari mampus, aku sebaliknya Aku tidak menghendaki kematianmu'

Tiong Ko putus asa. Di dalam hati, ia berduka, tetapi ia tidak mau terhina, ia kata bengis, "Biarnya kau keset kulitku atau membetot otot-ototku, jangan kau harap dapat mengorek keterangan dari mulutku"

Si orang tua bersenyum tawar.

"Aku si orang she In tua, belum pernah aku main siksa," katanya, ia batuk-batuk. "Tapi aku mempunyai dayaku untuk membikin kau dengan rela memberikanmu sendiri" Lantas dia merogo kedalam sakunya, dia berlaku ayal-ayalan untuk mengeluarkan sesuatu.

Tiong Ko mengawasi tangan orang itu, tangan yang kanan, ia menduga orang tentu bakal mengeluarkan alat siksaannya, ia jeri sendirinya, maka juga ia merasai seluruh tubuhnya dingin.

Akhirnya orang she In itu mengeluarkan satu buah merah marong mirip buah kana, ia letaki itu ditelapakan tangannya, Sembari mengawasi tajam, sembari bersenyum ia kata: "inilah buah yang langka dikolong langit ini inilah buah yang pohonnya cuma terdapat di-pulau Giok ciong To dimanapun cuma terdapat tiga pohonnya, setiap pohon berbuah satu biji, benar kulitnya keras tetapi dapat dipecahkan dengan jeriji tangan, kalau isinya dimakan akan menyiarkan bau yang harum serta memberikan rasa manis yang lezat ..." ia berhenti sedetik, ia batuk pula, baru ia menambahkan- "Siapa makan buah ini, dia bakal terpengaruh ditangannya orang yang memberikan buah, sampai mati dia tetap tunduk. apa yang ditanyakan, mesti dia jawab.”

Lantas ia menyodorkan buah itu perlahan-lahan kemulut Tlong Ko. Matanya Tiong Ko bersinar. itulah sinar kegusaran dan kekuatiran

Mendadak orang she In itu menggeraki tangan kirinya sangat cepat, ia membikin terpentang mulut orang Sedang dengan tangan kanannya ia hendak menyuapi buah mujizad itu....

Sekonyong-konyong saja terlihat lompatnya satu bayangan orang, secara tiba-tiba juga Su ok yang tua itu bersuara tertahan tubuhnya tak bergerak.

Kejadian itu membikin kaget dan melongo semua kawannya siJahat, Mereka melihat seorang tua berbaju hitam yang kumisnya panjang dengan lima jari tangannya mencekal lengan ketua mereka sedang buah itu segera di tangan kiri orang tua tak dikenal itu...

Ketiga Su ok lainnya kaget bukan main, untuk sejenak mereka mendelong, muka mereka pucat. Kemudian mereka bertindak maju. dengan niat menolongi kakak mereka itu. Atau:

"Apakah kamu tidak menyayangi jiwa kakak kamu?" Demikian pertanyaan si orang tua, dengan bengis.

Ketiga Su ok merandek. Mereka melihat kakak mereka bermuka pucat dan mukanya itu mandi keringat, matanya memperlihatkan sinar ketakutan sangat dan menderita siksaan-

"Apakah kau Koay ciu Si Seng Jie In?” akhirnya tanya Su Ok nomor dua. Dia baru saja ingat sesuatu.

Orang tua itu tertawa.

”Jikalau aku si orang tua Jie In, siang-siang kamu sudah rebah dengan mandi darah" katanya seram. Dia berkata begitu tetapi dia melepaskan Cekalannya kepada Su ok pertama, atas mana orang she In itu roboh terlentang.

Menyusul itu, tiga Su ok yang lainnya menjadi kaget sekali, Mereka melihat si orang tua mengibas kearah mereka, lantas mereka merasa dada mereka sesak. segera tubuh mereka tak dapat digeraki, Bukan main takutnya mereka.

Si orang tua bersikap tenang, dia tertawa dingin, Dia kata: "Kalian lihatlah kawan-kawanmu semua bagaimana jadinya dengan mereka itu"

Ketiga Su ok tak dapat bergerak kaki dan tangan tetapi leher mereka dapat dipalingkan. Ketika mereka menoleh kepada orang-orang mereka, ternyata semua orang itu berdiri diam mematung seperti mereka sendiri, mata mereka itu guram, rupanya mereka seperti sudah putus jiwa...

Sementara itu tanpa ketahuan lagi disitu juga muncul dua orang tua lainnya yang mukanya seram seperti yang pertama ini, mereka ini didampingi oleh Kat Thian Ho, si anak muda.

xxx

BAB 12

KETIKA tadi In Gak pulang ke hotel, Pit Siauw Hong sudah menantikan ia dengan barang hidangan, untuk mereka bersantap. Mereka itu melihat orang menjadi pendiam sekali, mereka tapinya tak mau menanyakan Mereka menduga pemuda itu mendukakan urusan di Giok ciong To. Mereka berdahar tanpa banyak omong. Baru kemudian Siauw Hong habis sabar. "Laote, kemana kau pergi barusan?" ia tanya. "Kelihatannya kau tengah berpikir keras. Ada urusan apakah? Sudikah kau memberi keterangan padaku."

In Gak menggoyangi kepala.

"SiIahkan tuan-tuan dahar lekas, sebentar kita bicara, masih belum terlambat," sahutnya. Habis menjawab itu, ia toh menghela napas.

Siauw Hong saling mengawasi dengan Leng Hui, dengan terpaksa mereka menangsel perut mereka, Diam-diam mereka melirik si anak muda, mereka menduga-duga.

In Gak dahar terus, setelah cukup, ia meletaki sumpitnya, Dengan mendelong ia mengawasi keluar jendela.

Thian Ho berdiam sekian lama. ia merasa aneh, Tanpa merasa ia menjadi tak tenang sendirinya....

Siauw Hong melihat sikap Thian Ho, ia tertawa. "Siauwhiap. kau tentunya aneh untuk sikap kami bertiga,"

katanya, "kau tentunya menganggap kami tidak ramah tamah. sebenarnya kami lagi menghadapi urusan yang sangat sulit hingga sikap kami menjadi tawar sekali " ia lantas menoleh

pada In Gak untuk meneruskan berkata: "Laote, kedukaan dapat membikin orang jatuh sakit, maka itu baiklah kau utarakan apa yang mengganjal didalam hatimu supaya hatimu menjadi 1ega "

Dengan perlahan In Gak berpaling. ia tertawa berduka. ”Jikalau aku beritahukan itu kepada kamu, cuma cuma itu

menambahkan kedukaan," kata ia perlahan, "Dengan begitu kamu jadi turut bersusah hati. "

Walaupun demikian pemuda ini tuturkan keterangan yang ia peroleh dari Beng Tiong Ko tadi.

Benar-benar Siauw Hong berdua Leng Hui terkejut. Thian Ho pun terkejut, hanya saking heran dia menanya, "Locianpwe jadinya locianpwelah orang yang aku ketemukan di Thay Gak Locianpwelah Ji..."

In Gak mengulapkan tangannya. "Kau sudah tahu, cukup sudah" katanya tertawa. Mendadak Leng Hui berbangkit.

"Tak nanti Beng Tiong Ko datang kemari" katanya, kaget, "Sekarang dia tentu berada dalam bahaya... ”

In Gak terperanjat.

"Apakah kata losu?" tanya dia. "Bilanglah"

Song Bun Kiam Kek balik menatap., "Nio Kiu Kiau telah mengutus Hoa He Su ok datang ke Kang Pak ini," kata Leng Hui, "dan tugas su ok yalah mengawasi gerak-gerik Kay Pang, itu artinya setiap tindakan Beng Tiong Ko atau orang-orangnya tak lepas dari mata mereka, Barusan pertemuan dikuil malaikat tanah itu. pastilah itu pun sudah di-intai Su ok, maka sekarang ini Tiong Ko tentu sudah terancam bahaya, bahkan ada kemungkinan dia telah hilang jiwanya..

In Gak kaget sekali, Benar dugaan Leng Hui itu. "Sekarang ini tak ketahuan Beng Tiong Ko berada dimana,

jikalau tidak, dapat kita susul padanya untuk menolongnya," kata Siauw Hong. Justeru itu diluar kamar terdengar suara kaki ditaruh ditanah, "Siapa?" tanya si anak muda, seraya ia terus lompat keluar.

Diluar itu berdiri seorang pengemis umur dua atau tiga belas tahun, rambutnya kusuti kakinya tanpa sepatu, pakaiannya tipis, tubuhnya kurus. "Apakah Su-tianglo disana?" dia tanya.

In Gak mengangguk.

Segera pengemis cilik itu menjatuhkan dirinya untuk menekuk lutut.

"Su-tianglo, lekas" katanya gugup, "Lekas tolongi Beng Hun-pangcu. Dia sekarang berada di luar pintu kota selatan terancam Hoa He Su ok serta pendeta-pendeta dari Tay Hud Si..."

Leng Hui bertiga Siauw Hong dan Thian Ho menyusul keluar, mereka mendengar keterangan pengemis cilik itu.

"Kalau begitu, perlu sekarang juga kita berangkat menolongi" serunya.

"Tunggu dulu” kata In Gak yang mendapat ketenangannya, ia tanya sipengemis, suaranya keren: "Apakah kau dititahkan Hun-pangcu?"

"Bukan," menjawab pengemis itu, yang membuka matanya lebar lebar.

"Habis kenapa kau ketahui tempat kediamanku ini?" In Gak tanya pula, Suaranya makin bengis.

Pengemis itu ragu-ragu, mulutnya kemak-kemik, tapi akhirnya dia menjawab juga perlahan "Ketika tadi Su-tianglo bicara dengan Hun-pangcu di dalam kuil, aku yang rendah telah mendapat dengar, Tadi itu aku berada di dalam kuil lagi merebahkan diri dikolong meja suci, Aku kagum sekali dapat melihat kepada Su-tianglo, hingga timbul keinginanku untuk menemui. Justeru aku ingin keluar dari kolong meja mendadak aku melihat bergeraknya beberapa bayangan dilain bagian ruang kuil itu. Terang mereka lagi memasang telinga, Karena itu aku berdiam terus berpura-pura tidur. Ketika Su-tianglo berlalu, semua bayangan itu keluar juga dari dalam kuil dengan melompati tembok pekarangan belakang.

Baru setelah itu aku menyusul. Aku melihat Hun-pangcu menuju kepintu kota selatan. Diam-diam aku menguntit Segera aku melihat Hun-pangcu dipegat Hong Wan dan Hong Beng, Dilain pihak itu melihat ada banyak orang bersembunyi didekat dekat situ. Karena aku menduga Hun pangcu pasti terancam bahaya, maka aku lantas lari kemari...”

Hebat keterangan itu. In Gak lantas memandang Leng Hui dan Siauw Hong. "Jiwi, apakah kamu mengerti ilmu Leng Khong Tiam-hiat Hoat?" dia tanya. Dua orang itu melengak, itulah ilmu menotok tanpa mesti mengenai tubuh orang. "Apakah laote hendak menyapu bersih sekali pukul." Siauw Hong balik tanya.

In Gak mengangguk. "Ya, terpaksa," sahutnya.

"Pernah aku mempelajari ilmu menotok itu, bolehkah aku coba," kata Siauw Hong, "Hanya kalau musuh berjumlah banyak. aku kuatir nanti ada yang lolos..."

Leng Hui pun menjawab: "Aku mempunyai sekantung jarum Song Bun ciam, dapat aku menimpuk dengan itu tanpa suara dan kalau mengenai tubuh orang, orang nanti lantas merasai darahnya beku, tak keburu dia membuka suara, Aku pun dapat mencobanya."

"Baiklah kalau begitu" kata In Gak: Mari kita berangkat sekarang juga'

Tapi pada sipengemis cilik, anak muda itu memerintahkan "Pergilah kau kepelbagai pos kita, untuk melihat semua saudara. Kau mesti periksa-ada atau tidak diantaranya yang lagi diawasi Hoa He Su ok. Kau mesti berlaku hati hati, lalu lekas kau kembali memberi kabar padaku"

Pengemis cilik itu memberikan jawabannya, habis memberi hormat terus dia lompat mencelat cepat dan pesat, lompatannya pun tinggi dua tombak. Siauw Hong kagum sekali.

"Masih begini muda, dia sudah lihay ilmu ringan tubuhnya," ia memuji. "Nyatalah di dalam Kay Pang terdapat orang-orang yang lihay seperti juga harimau mendekam dan naga bersembunyi... ”

In Gak bersenyum.

"Mari." katanya, dibarengi dengan lompat-nya yang pesat. Siauw Hong, Leng Hui dan Thian Ho sudah lantas lompat menyusul.

Langsung mereka itu menuju kepintu kota selatan, Mereka tidak menghiraukan hawa

dingin dari angin musim rontok. Lekas sampainya mereka ditempat dimana Beng Tiong Ko terkurung dan terancam bahaya. Paling dulu mereka melihat orang-orang yang bersembunyi diluar gelanggang.

In Gak lantas bekerja, ia minta Leng Hui membagi jarum kepada Thian Ho untuk mereka itu berdua segera menyerang orang-orang yang mengurung sambil bersembunyi itu. sambil merayap mereka mesti mendekati kawanan penjahat itu.

Itulah disaat Tiong Ko dikepung Hong Wan dan Hong Beng dan tempo dia berlompat untuk menyingkir dia dipegat Hoa H eSu ok. yang memaksanya kembali kedalam kurungan, hingga kejadian pengemis ketua cabang itu di-ancam dan mau dipaksa makan buah mujizad itu.

Siauw Hong mendampingi In Gak. saking murka, ia mau lantas menyerang, Tapi sianak muda mencegah.

"Tunggu sebentar " In Gak berbisik, "Mari kita dengar dulu pembicaraan mereka." Demikian mereka mendengar ancaman Su ok pertama itu.

In Gak berbisik: "Aku akan menyerang dengan berlompat tinggi, setelah su ok pertama itu mati kutunya, saudara lantas menyerang tiga yang lainnya. Totoklah mereka pada jalan darah beng-bun dibawahan tujuh dim"

Siauw Hong mengangguk dan bersedia.

In Gak berlaku gesit lompat naik kesebuah pohon didekat situ dimana ia menantikan maka tempo datang saatnya Su ok pertama turun tangan, ia lompat turun dengan serangannya, menangkap tangan si jahat pertama itu.

Tiga si Jahat lainnya kaget dan hendak menolongi kakak mereka, akan tetapi sebelum mereka dapat bergerak. Siauw Hong sudah menotok mereka, Totokan itu datang dari belakang, maka itu tanpa berdaya lagi mereka berdiri mematung.

Ketika itu Leng Hui bersama Thian Ho pun sudah selesai dengan tugas mereka menyerang puluhan musuh dengan jarum rahasianya Song Bun Kiam-kek.

In Gak mengawasi ketiga Su ok dengan tawar sedang buah mujizad dari su ok pertama ia kasih masuk kedalam sakunya, kemudian ia memandang Tiong Ko, untuk menolongi Ketua cabang dari Kay Pang itu, Lebih dulu mulutnya yang telah mengangah dibikin pulih kembali, inilah dengan menggeser balik grahamnya yang dibikin nyensol baru dia ditotok, disadarkan-

Begitu dia dapat bergerak. saking sengitnya Tiong Ko menggaplok Su ok pertama dua kali pada pipinya kiri dan kanan,

"Sabarlah, Hun pangcu" kata In Gak tertawa, "Aku hendak menanyakan sesuatu kepadanya,"

Tiong Ko pergi kesampingnya Su ok pertama, yang tubuhnya dia bikin roboh. Leng Hui dan Thian Ho sudah lantas datang menghampirkan.

"Apakah paku Song- bun-ciam bakal meminta jiwa mereka itu?” In Gak tanya Song Bun Kiam Kek.

'Tidak. cuma dapat membikin orang tak sadar satu jam.” Leng Hui jawab.

"Bagus" kata In Gak. "Kecuali Hoa He Su ok dan Hong Wan dan Hong Beog berenam, baik mereka itu ditotok habis ilmu silat mereka, lalu totok pula membikin mereka baru mendusin sesudah tujuh hari. Aku minta Leng Losu dan Kat Siauwhiap yang melakukan tugas”

Leng Hui dan Thian Ho suka bekerja, maka berdua mereka lompat kepada semua orang yang tadi mereka hajar dengan jarum rahasia. In Gak lantas menjambak Su ok pertama, untuk menotok dua jalan darahnya, hingga tinggal totokan yang membikin dia merasa sakit ngilu seluruh tubuhnya, Ketika ia tertawa dingin dan mau mulai menanya, tiba-tiba terdengar suara angin yang membawa datang siulan yang jernih berulang ulang, ia terkejut, lantas ia menoleh. "itulah orang kita,' Tiong Ko memberi tahu.

Dengan lekas dari arah barat muncul delapan bayangan, diantaranya sipengemis cilik yang cerdik dan gesit itu, Melihat Beng Tiong Ko, mereka itu menghampirkan untuk memberi hormat, kemudian mereka maju kedepan In Gak. untuk melaporkan "Semua orangnya Hoa He Su ok yang mengawasi pelbagai pes kita sudah disingkirkan- Kamilah sekalian tong cu dan tocu dari tiga tong dan empat to dari propinsi Shoatang serta hu tongcu dari cabang di Kangsay Utara, harap Su- tianglo suka menerima hormat kami"

Habis menyatakan bahwa mereka bersedia menerima titah terlebih jauh, semua tongcu dan tocu itu berdiri menantikan-

In Gak mengulapkan tangannya.

"Tunggulah aku selesaikan pertanyaanku baru kita bicara pula," kata ia.

Beng Tiong Ko menyahuti. "Baiklah" Lantas ia menyuruh delapan orang itu mengundurkan diri.

Hoa He Su ok bermuka pucat.

In Gak mengawasi mereka bergantian, wajahnya sangat dingin.

"Sekarang kamu tentulah telah ketahui aku siapa" kata ia keren. "Maka sekarang lekas kamu beber segala apa mengenai pulau Giok ciong To. Apakah kamu mengharap jiwa kamu diberi ampun?"

Su ok pertama berpikir buat apa ia takut-takut, ia percaya, bicara atau tidak. mereka bakal celaka, Maka ia membesarkan nyalinya, Demikianlah ia bisa tertawa tawar. "Didalam kalangan Giok ciong To tidak ada pengkhianat, maka itu percumalah kau menangkapnya," ia menjawab.

In Gak mengasih lihat roman gusar. Kembali ia tertawa dingin. Tapi ia tidak mengutarakan kegusarannya, ia hanya merogo saku orang, mengeluarkan sebiji buah lagi serta sebuah kantung kulit, ia awasi itu, lalu ia mendapat pikiran, ia serahkan kantung itu pada Leng Hui, ia sendiri merogo sakunya sendiri menganbil buah yang tadi.

"Memang aku tahu percuma saja aku menanyakan kamu" katanya tawar, ia balingkan buah itu dimuka orang, ia tertawa pula, lalu ia kata dengan keren: "Harus disayangkan jikalau dua buah ini dipakai menghadapi Koay Ciu Si Seng Jie In, maka itu baiklah kau sendiri yang makan-”

Keempat si jahat kaget, nyali mereka terbang, mata mereka mendelong.

"Berbuatlah murah hati," kata yang tua, "silahkan kau tanya, apapun aku si orang she In akan jawab"

In Gak tidak menjawab, ia cuma mengasih lihat roman keren, ia hanya kata pada Siauw Hong: "Losu, tolong pisahkan sebuah ini- Kasihlah makan satu diantara mereka tiga, yang lainnya boleh dihajar mampus"

Siauw Hong menyambut buah, ia mendekati ketiga si Jahat, Mereka itu takut bukan main, tubuh mereka dingin dan kaku, rambut mereka berdiri, muka mereka pucat sekali.

Siauw I Hong mengayun sebelah tangannya, dibikin mampir kepada pipinya satu si Jahat, ia bertindak seperti si Su ok pertama tadi menghajar mukanya Beng Tiong Ko. Maka mulut kurbannya ini lantas terbuka, sebab gerahamnya mengsol.

Begitu dia membuka mulut begitu dia dijejali buah itu, hingga itu lantas kena tertelan- cepat bekerjanya buah, pikirannya segera menjadi kacau. Siauw Hong tertawa, dengan sama sebatnya seperti tadi, ia memperbaiki babamnya si Jahat itu, kemudian dengan kecepatan seperti kilat ia terus menyerang dua si jahat lainnya, serta Hong Wan dan Hong Beng, hingga dalam sejenak itu juga, mereka itu roboh bergantian dengan muntah darah, terus jiwanya melayang pergi.

In Gak juga bekerja, Dengan cara yang sama, ia masuki buah itu kedaam mulutnya Su ok yang pertama, ia menganggap percuma menanggap si jahat itu selagi pikirannya sehat, "Hun-pangcu, tolong minta mereka datang berkumpul" kata In Gak yang menggapai terhadap Tiong Ko.

Ketua cabang Kay Pang itu mengangguk lantas ia memanggil kawan-kawannya dari cabang Shoatang dan Kangsay itu.

Tujuh orang itu menghampirkan, mereka memberi hormat pula pada In Gak seraya masing masing memperkenalkan diri.

Ketua cabang dari Kangsay Utara, Auw cin namanya, berkata: "Ketika aku yang rendah mau berangkat kemari, aku menerima pesan dari Nona Thio dari Cin Tay piauw Kiok katanya He-houw Kiok-cu suami isteri telah mendapat penyakit mengeluarkan darah dan bernapas sesaka keadaannya parah sekali, sedang rombongan dari Thian Bun Pay mau datang melakukan penyerbuan, maka itu, katanya apabila aku bertemu dengan Su tianglo suka lekas berangkat kesana guna mengobati dan menolongi."

Mendengar itu In Gak melengak. ia bersusah hati, ia ingat kebaikannya suami isteri He-houw itu. seharusnya ia segera berangkat kesana, tetapi urusannya pun penting sekali. Maka ia menghela napas.

"Baik aku berbuat begini saja," pikirnya, Maka ia kata pada Leng Hui: "Leng Losu, aku mohon bantuan kau. inilah dua macam surat obat, yang aku harap losu ingat diluar kepala. lantas losu berangkat dengan ditemani Kat Siauwhiap. Urusan di Giok -ciong To biar aku yang urus berdua Pit Tayhiap." Leng Hui suka menerima tugas, ia menghampirkan.

In Gak membacakan resepnya guna mengobati He-houw Him, pemilik Cin Tay piauw Kiok serta isterinya itu. ia mengulanginya sampai sahabatnya itu apal diluar kepala, Kemudian ia kata pada Auw Cin: "Hun-pangcu aku minta sukalah kau memimpin semua saudara-saudara dari Kangsay utara melindungi Cin Tay Piauw Kiok. segala tindakanmu kau boleh ambil dengan berdamai dengan Leng Lo-su dan Kat Stauwhiap ini.”

Auw Cin menerima tugasnya itu, maka ia lantas meminta diri, setelah memberi hormat, ia ajak Leng Hui dan Thian Ho segera berangkat bersama pulang kepropinsi Kangsay.

Habis itu, In Gak memberi pesan kepada Beng Tiong Ko, kemudian bersama Pit siauw

Hong ia berangkat dengan membawa kedua Su ok, Mereka berjalan tanpa menghiraukan hawa dingin musim rontok itu. Mereka menuju ke pelabuhan kepulauan Lian in Tu, Ditengah jalan, mereka tak hentinya diumbang-ambingkan kereta yang jalannya goncang...

"Berapa jauhnya perjalanan dari sini sampai di Giok -ciong To?" kemudian In Gak tanya su ok pertama, si orang she In yang paling tua.

Dengan mata guram Su ok pertama jawab: “Jikalau angin sirap dan gelombang tenang, perlayaran perahu cuma tiga jam lama-nya. Tapi dalam keadaan seperti sekarang ini, selagi angin bertiup keras, sukar kita berlayar."

In Gak berdiam, otaknya bekerja, Kemudian ia pergi ketepian untuk mencari tukang perahu, guna membeli sebuah perahu kecil.

"Mari" ia memanggil.

Pit siauw Hong mengajak kedua Su ok naik keperahu itu, dari itu sebentar saja mereka sudah mulai berlayar. Tiga jam sudah mereka mendayung, perahu mereka memain diantara sang ombak. Mereka telah kuyup selurus pakaian mereka, lantaran tak hentinya air muncrat menyamber-nyamber.

In Gak tertawa menyeringai katanya: 'Tak enak rasanya berlayar diantara sang gelombang. orang Utara menunggang kuda, tapi orang selatan juga tak pasti semuanya pandai melayari perahu..."

Siauw Hong hendak menjawab kawan itu ketika su ok tertua berkata keras. "Lihat disana itulah pulau Giok ciong To yang nampak. Hanya aneh, kenapa disana terlihat asap mengepul?"

In Gak dan kawannya mengawasi kearah pulau yang ditunjuk itu. Diatas itu ada sebuah gunung yang kecil. Benar diatas gunung itu terlihat asap mengepul-ngepul, diantaranya samar samar nampak sinar api juga...

Siauw Hong menjadi kaget.

"Celaka, itulah gunung berapi" serunya, "Ketika aku masih muda sekali, aku telah berlayar keluar negeri, sampai di kepulauan Nip-pon, disana aku pernah melihat bekerjanya gunung berapi, perletusan menyebabkan bumi gempa, lahar membanjir, manusia dan binatang termusnah, tanah merekah disana-sini, rumah-rumah gempur dan ambruk, hebatnya bukan buatan. Bukankah Giok Ciong To juga gunung berapi? itulah permulaan dari perletupan-..'

In Gak terkejut.

"Pit Tayhiap. mari kita mengayuh" kata-nya. Jangan kita kasip...”

Siauw Hong menghela napas.

"Biar bagaimana kita pasrah kepada Thian-" katanya. Mereka lantas mengayuh. Kedua Su ok pun membantu. Semakin dekat pulau, gelombang mendampar makin keras, Diatas gunung, asap makin tebal, api makin nyata. Suara pun mulai terdengar saling susul menulikan telinga.

Lagi lima li akan sampai ditepian, gelombang bagaikan menyembur hebat, lalu terdengar Su ok tertua menjerit: "Eh, air bergolak."

In Gak dan tiga yang lainnya mulai merasakan air hangat. Diatas gunung, api nampak mulai berkobar.

"Lekas balik" Siauw Hong berteriak. sambil ia mengayuh keras, "Thian berkuasa, tak dapat kita menantangnya..."

Maka bagaikan kalap. berempat mereka mengayuh keras sekali, untuk kembali ke daratan.

Gunung api dipulau Giok Ciong To ini bekerja terus, akhirnya meledak. maka dilain saat terlihatlah pulau itu mulai tenggelam ke dalam laut.

Tapi di saat itu di kejauhan pun terlihat beberapa tubuh terapung-apung memegangi batang pohon besar sedang terdampar ombak ke tepian, setelah dekat barulah terlihat merekalah yang sedang dicari oleh In Gak dan kawan kawan, Untuk mempercepat mereka lalu ditolong menaiki perahu untuk selanjutnya diberi pertolongan sekedarnya.

”Bouw Su Cay Jin, Seng Su Cay Thian” kata pepatah, itulah benar: ”Manusia berusaha, Tuhan berkuasa”

Demikian dengan in Gak. Dilain saat anak muda ini telah berkumpul dengan semua kawannya, untuk melakukan suatu perjalanan ketempat yang menjadi tujuannya, untuk seterusnya tinggal berkumpul disana hidup rukun dan berbahagia.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

2 komentar

  1. Ending Nye nanggung banget sih
    1. Nanggung gimana gan?