Menuntut Balas Jilid 30 : Biang keladi pembunuh ayah...

Jilid 30 : Biang keladi pembunuh ayah...

DENGAN lantas In Gak berpikir, matanya mengawasi kearah dari mana suara itu datang. ia belum sampai melihat apa-apa, sekonyong-konyong ruang itu menjadi terang seperti tadi, Didepannya berdiri si nona baju putih, tangannya memegang sebuah mutiara sebesar leng-keng, Dengan begitu ia melihat ruang jalan ruang tertutup tanpa jalan keluar.

Sinona dengan suara berduka, lantas berkata. "Apakah kau hendak mengerahkan tenagamu menggempur kamar batu ini? itulah tidak ada gunanya sekalipun orang yang jauh ter-liehay daripadamu tak ada yang sanggup melakukannya dengan berhasil."

In Gak heran, sampai ia tercengang.

"Nona, apa kau bilang?" ia menegaskan. Si nona terlihat masgul "Apakah benar-benar kau tidak tahu?" dia bertanya menghela napas, "Gua ini yalah gua buatannya cukat Bu Houw di jaman Han yang dibikin menurut garis-garis Pat-Kwa, hingga orang sukar memasukinya dan sulit untuk keluar lagi dari sini, ini dia yang dinamakan chong Kuo Tong, gua tempat menyembunyikan pasukan tentara.

Di jaman kacaunya tiga negara bagian, cu-kat Bu Houw menginsafi sulitnya lalu lintas atau perhubungan, mana ia menyiapkan gua ini sebagai tempat menyimpan, Katanya dilembah sekitarnya sini ada sembilan gua semacam ini, yang masing-masing berbeda bangunannya, tapi selama beberapa tahun cuma kedapatan dua, dan inilah satu diantaranya. Yang lainnya berada di Poan liong Kiap di cui In Long..."

In Gak terperanjat mendengar disebutnya Poan liong Kiap dan cui In Long itu.

"Apakah gua di Hoan liong Kiap itu ada orang yang mendiami?" ia tanya cepat, Nona itu mengangguk perlahan.

"Bukan saja ada penghuninya bahkan dialah musuh dari tong-cu disini," ia menyahut Tong-cu yalah majikan atau pemilik gua, "Tongcu dari Poan liong Kiap bertubuh kurus kering seperti sebatang bambu, kepalanya lanang bersinar kebiru-biruan, romannya sangat menakuti, sebaliknya tabiatnya halus dan ramah-tamah..."

In Gak heran berbareng bersyukur, Tidak ia menyangka akan mendengar hal Poan liong Kiap dari nona ini. ia juga menanya tentang letaknya selat Poan liong Kiap itu disebelah mana cui In Long, atau sinona sudah berkata pula:

"Lantaran Kin Teng Hui dan Bok In bermusuhan satu dengan lain, maka kau disangka sebagai orang suruhannya pihak sana. Lantaran itu kau dikurung disini..."

In Gak heran- Dari girang, ia menjadi mendongkol, jadinya benar telah memincuknya dan sekarang ia dipenjarakan-

"Nona mendengar kata katamu ini masih ada yang kurang jelas bagiku," katanya kemudian ia mencoba berlaku sabar, "Siapa itu Kin Teng Hui? Siapa itu Bok In? Kenapakah mereka itu berdua bermusuhan satu pada lain?"

Nona itu mengangkat tangannya, untuk menyingkap rambutnya naik, ia bersenyum.

"Kenapa kau agaknya tolol?" dia kata, "Kin Teng Hui yalah majikan dari goa ini dan Bok In majikan dari Poan liong Kiap..."

"Apakah Kin Teng Hui yalah pemuda dengan alis gompyok?"

"Bukan," nona itu menyahut seraya menggeleng kepala, "Dialah ayahnya, permusuhan di antara mereka itu sudah mulai sejak belasan tahun yang lampau. Ah, apakah perlunya itu? sebenarnya aku bersimpati kepada Bok In. Dia berlaku jujur tetapi kejujuran itu tidak diterima pihak sini, nampaknya mereka disini belum puas sebelum Bok in terbinasakan-"

In Gak tetap tidak mengarti, "Nona, urusan apakah itu yang menyebabkan permusuhan mereka?" Dengan matanya yang jeli sinona mengawasi pemuda didepannya, ia agak heran orang meminta penjelasan demikian mendesak. tetapi akhirnya ia tertawa.

"Aku ketahui itu cuma dari mulutnya Kin Teng Hui," ia menyahut. "Pada belasan tahun yang lalu itu, dalam Rimba persilatan muncul seorang kosen luar biasa, yang sangat jujur, hingga dia benci kejahatan seperti benci musuhnya. Dia gagah sekali. . "

Selagi mengucapkan itu, agaknya nona ini mengagumi sekali orang kosen luar biasa yang ia sebutkan itu, Habis itu, bukannya ia melanjut penuturannya, seperti yang heran sekali, tiba-tiba ia menanya: "Kau seperti tidak kesusu mau keluar dari guna ini?" In Gak terbengong.

"Sudah tentu aku ingin lekas-lekas keluar dari sini," sahutnya, "cuma aku masih ingin mendengar keterangan kau perihal permusuhan mereka itu, siapakah orang kosen yang luar biasa itu?"

"Dialah Twie-Hun-Poan Cia Bun." Mendengar disebutnya nama ayahnya mendadak In Gak merasai matanya gelap. seperti bumi terputar, bagaikan guntur berbunyi. ooooooo

BAB 27

"Eh, kau kenapakah?" sinona tanya terkejut. Tubuh orang limbung. "Tidak apa-apa" In Gak menyahut tertawa "Silakan nona melanjuti,"

Nona itu melanjuti "Cia Bun itu bersaudara seperguruan dengan Bok In dan Peng Ko, oleh karena mereka berguru kepada satu orang, Cia Bun yalah yang tertua, Setelah guru mereka menutup mata, ketiga saudara itu turun gunung dengan berpencaran. Cia Bun bersendirian, dia menghukum dan membunuh orang-orang Rimba persilatan yang buruk. dia membikin takut sangat padanya, Berbareng dengan itu, dia pun mengumpul dendam.

Bok In bersama Pheng Ko masuk dalam dunia Rimba Hijau, mereka hitam makan hitam, mereka juga menadah dan mengumpul barang-barang gelap. Kemudian Cia Bun mendapat tahu perbuatan kedua adik seperguruan itu, dia gusar sekali, dia datang menyateroni.

Bok In dan Pheng Ko ditotok tujuh jalan darahya, ilmusilatnya dimusnahkan sebagian. Karena ada saudara- saudara seperguruan, jiwa mereka dikasih hidup supaya mereka dapat merobah kelakuan, Karena itu Pheng Ko bersakit hati kepada kakak seperguruan itu. Kemudian ia berdua Bok In pulih ilmusilatnya, kedua lantas bersumpah menuntut balas.

Mereka tahu Cia Bun dibenci banyak orang kaum sesat dan lurus juga, orang dari pelbagai partai, lantas mereka mengumpul kawan, Secara rahasia mereka merencanakan penyerangan gelap. Semua orang yang turut ambil bagian diharus memakai topeng supaya satu dengan lain tidak saling mengenali.

Demikian Cia Bun diarah, dikuntit, sampai di-tepi telaga Tong Teng barulah dia kena dikepung”

Bercerita sampai disitu, nona itu tertawa, "Seharusnya Cia Bun dan putranya terbinasa, karena penyerang-penyerangnya itu kaum persilatan kelas satu dan kelas dua," ia melanjuti sejenak kemudian- "Akan tetapi kenyataannya diluar dugaan-

Bok In itu, setelah ditotok Cia Bun, lantas insaf atas perbuatan perbuatannya yang keliru. Tapi dia mengerti, tidak dapat dia mencegah Pheng Ko membalas dendam, maka itu dia turut sepak terjangnya Pheng Ko itu dengan berpura-pura, selalu dia berdaya secara diam-diam menolongi Cia Bun.

Selama dalam penguntitan sampai di Tong Teng ouw. setahu berapa banyak penjahat yang dibinasakan Bok In. Demikian dalam pengepungan ditepi telaga itu, Bok In membuka satu jalan supaya Cia Bun lolos bersama anaknya, Mayat-mayatnya si orang tua dan anak kecil digunung Bu Kong San juga Bok In yang mengaturnya.

Rahasia itu dipegang keras oleh Bok In, sampai pada tiga tahun yang lalu dia membocorkannya sendiri diluar keinginannya itu waktu diantara mereka berdua terjadi perselisihan, lalu habis menenggak banyak air kata-kata sampai dia mabuk. dia ngoceh tidak keruan, dia membuka rahasianya sendiri.

Pheng Ko gusar sekali. Dua saudara seperguruan itu lantas bertempur. Kesudahannya Pheng Ko terlukakan parah, Ketika itu Kin Teng Hui menyaksikan pertempuran itu, Dia menegur Bok In, katanya Bok In menjual kawan, Lantas dia dihajar Bok In sampai patah tujuh tulang rusuk-nya. Begitulah berdua mereka jadi bermusuhan. Demikian keteranganku kau tentunya puas sekarang"

In Gak diam berdiri dengan menjublak. la tidak menyangka jiwanya telah ditolongi Bok In. setelah sinona menutup ceritanya itu, baru ia sadar la lantas menjura untuk menghaturkan terima kasih, ia kata: "Nona, aku sangat berterima kasih padamu, sebenarnya Cia Bun ialah ayahku, sekarang aku nrnta nona menunjuki aku di bagian mana dari Cui In Long letaknya Poan liong kip. Budi ini tidak nanti aku lupakan-"

Nona itu terperanjat dengan mementang lebar kedua matanya, ia menatap pemuda di depannya itu.

"Oh, kiranya kau.." katanya, Tapi mendadak sinar matanya menjadi guram, agaknya dia menyesel dan penasaran

"Aku juga tidak ketahui letaknya Poan liong Kiap." katanya perlahan "Engko Giok ketahui itu, hanya sayang dia telah dicelakakan Kin Bun liong..."

Lantas sinona tergenang air matanya. In Gak heran- "Bukankah tadi Bek Ham Eng bilang dia mempunyai urusan

dan sudah pergi ke Hok-kian?" ia kata "Dan Kin Bun Long, siapakah dia?"

Nona itu tunduk.

"Cara bagaimana kau dapat mempercayai Bek Ham Eng?" ia balik menanya perlahan, ”Yang benar yalah Yang cong Seng. Engko Giok itu seorang jujur, dia sangat mencintai aku, jikalau dia bilang mau datang, pasti ia tidak bakal ke lain tempat, Maka aku menduga tentulah dia sudah dianiayai Kin Bun liong. Apakah kau belum dapat menerka siapa Kin Bun Long itu?"

Kali ini air matanya sinona mengucur turun, menetes jatuh ke tanah.

In Gak jadi terharu, ia bersimpati dan berkasihan terhadap ini nona yang polos, ia sekarang bisa menduga siapa Kin Bun Long.

"Nona, jangan berduka," ia kata, menghibur "Aku mau percaya engko Giok kau itu bernasib seusai ini, yaitu dia sudah kena dikurung Kin Bun Long di dalam salah sebuah kamar batu disini..."

Belum berhenti suaranya sipemuda, atau si-pemudi nampak menjadi girang.

"Ah, mengapa aku tidak ingat sampai disitu," katanya gembira, "Sekarang kau bantulah engko Giok meloloskan diri, nanti aku minta dia mengantarkan kau ke Poan liong Kiap"

In Gak mengawasi nona itu.

"Apakah sekarang Bek Ham Eng dan Kin Bun Long masih didalam ini gua?" katanya, "Asal dia dapat menunjuki aku jalan keluar ini, aku nanti rintangi mereka, nona sendiri boleh pergi mencari dan menolongi engko Giok.”

Sinona girang benar benar, hingga ia dapat tertawa. "Mereka telah ikut Kin Teng Hui ke Poan liong Kiap." ia

kata. "Kau cuma perlu menghalang-halangi orang-orang Kin Teng Hui. Gua ini diatur menurut garis-garis Pat Kwa, maka itu untuk keluar dari sini orang cuma perlu kenal seng-mui yaitu pintu hidup, jalannya yalah, kekiri tiga tindak ke kanan tiga tindak, lantas tidak ada rintangannya lagi, Mari turut aku"

Tanpa malu-malu, nona itu mengulur tangan untuk mencekal dan menarik tangan sipemuda, yang ia ajak menyeploskan diri disebuah renggangan tembok.

In Gak baru merasa heran atau ia lantas mendapatkan cahaya terang, itu berarti ia sudah keluar dari dalam kamar rahasia itu, Dan ia berada pula dalam kamar dimana tadi ia berada bersama Bek Ham Eng bertiga.

Diam-diam ia tertawa sendirinya, ia mengagumi cukat Bu Houw untuk gua rahasianya ini, Maka sayanglah orang pandai itu keburu mati hingga dia tak berhasil menunjang terus pada Lauw Pie.

Si nona berjalan urus, In Gak tetap mengintil dibelakang,

Kecuali memperhatikan

tindakan-nya, ia pun berjaga jaga kalau-kalau ada penyerangan gelap dari orangnya Kin Teng Hui.

Benar-benar saja, berjalan kekiri dan kanan puluhan tombak jauhnya, mendadak mereka melihat munculnya dua orang bertubuh besar secara tiba-tiba. Mereka itu mencekal masing-masing sebatang golok besar, Mereka pun mengenakan pakaian seragam. "Nona Liu mau pergi kemana?" tanya yang satu. Keduanya belum melihat In Gak ada bersama sinona.

Nona itu mencibirkan mulutnya, "Nonamu mau pergi kekamar batu Gadis Kam untuk melihat engko Giok” Ia menyahut. "Apakah kamu mau menguasai aku?"

Dua orang itu kaget, mereka heran kenapa si nona ketahui halnya si "engko Giok” itu, Lantas mereka nampak serba salah, Kemudian yang satu sambil mengasi tangannya turun lurus, berkata sabar: "Bukannya aku menghalang-halangi nona, tetapi kami mendapat perintah dari tongcu yang melarang siapa pun masuk kedalam kamar itu..."

"Plok" demikian satu suara nyaring, danpipi kanannya orang itu menjadi merah akibat gaplokan yang memberi rasa sakit dan panas, yang membekas merah-bengap. "Ngaco" sinona berseru, "Apakah kau dapat merintangi aku?"

Lantas dengan satu gerakan yang lincah nona itu sudah melewati dua orang itu. In Gak heran dan kagum, ia tidak pernah menyangka sinona demikian gesit. "Nona, aku minta sukalah kau berhenti" kata orang yang kedua, Dengan membawa goloknya, dia menyusul, "maafkan aku"

Orang yang digaplok itu, dengan roman bengis, mengawasi In Gak. Dia rupanya hendak menumplaki kemarahannya terhadap pemuda ini.

In Gak bersenyum, Begitu ia bergerak begitu ia melewati orang itu. Tapi orang itu gusar dan lantas menyerang dengan goloknya yang besar. celakalah dia karena serangannya itu, tiba-tiba dia merasakan sakit pada pinggangnya, terus tubuhnya roboh?

Kawannya, yang menyusul sinona, mendengar suara tubuh roboh itu, dia menoleh, tapi justeru baru dia berpaling itu, jalan darahnya-jalan darah kie-bun-telah lantas kena totok sipemuda hingga tanpa membuka suara lagi, dia pun roboh terguling.

Sinona berhenti berlari dan menoleh ketika dua kali ia mendengar suara roboh saling susul itu, lantas ia tertawa dia kita sambil bersenyum: "Benar katanya Bek Ham Eng ilmu silatmu liehay sekali. Mulai dari sini sampai kesebelah dalam masih ada enambelas orangnya Kin Teng Hui, karena seumurku aku paling takut membunuh orang, kau saja yang bereskan mereka itu."

In Gak bersenyum.

"Kau majulah, nona, menunjuki jalan" ia kata, "Kalau ada pula yang merintangi, nanti aku yang mewakilkan kau turun tangan-..."

Tiba tiba dari samping mereka terdengar suara yang mengejek dan seram terdengarnya: "Nona Liu, hatimu busuk sekali Kenapa kau mengajak orang luar datang kemari menentang kami si orang tua semua?"

Kata-kata itu diakhiri dengan tertawa dingin lantas muncullah enam orang, yang terdepan yalah seorang bermuka merah seperti kepiting di-rebus, jenggotnya merah juga dan panjang, matanya bercahaya sangat tajam. Mereka muncul dengan tiba-tiba tetapi dia bertindak perlahan-lahan.

Nona Liu tidak menjadi kaget atau takut, sebaliknya dia tertawa geli.

"Paman Cu, mengapa kau menyesatkan keponakanmu?" ia berkata, "Kau pun mengatakan kau paling menyayangi aku, tetapi engko Giok dikurung selama tiga bulan, kau membiarkannya, kau tega tidak memberitahukan aku..." orang tua itu melengak. Lantas ia menghela napas.

"Aku bukannya tidak mau memberitahukan kau, nona," ia berkata, menyesal "Tentang hatinya tongcu muda, kau lebih ketahui daripada aku, jikalau aku memberitahukan kau, akibatnya jelek, bahkan ada kemungkinan jiwanya Cui Si Giok nanti terbang melayang. Kau tahu, Selama tiga bulan ini aku sudah berdaya keras menolonginya."

Ia batuk-batuk dua kali, Lantas ia tertawa dan kata pula: "Karena nona sudah ketahui tentang si Giok itu, baiklah aku situa tidak mau menutup lebih lama lagi. Kalau nona mau bertemu sama si Giok, boleh sekali, asal kau tunggu kembalinya tongcu. nanti aku bicara kepadanya minta si Giok dimerdekakan- Sekarang nona, kau masuklah sendiri" Kata kata itu berarti merintangi In Gak.

Pemuda ini telah memperoleh banyak pengalaman mendengar suaranya orang tua muka merah ini, apapula mendengar suara batuk" batuknya ia sudah lantas menduga situa ini pasti telah mengandung maksud busuk terhadap Nona Liu. Sinona tertawa mendengar perkataan orang yang ia panggil Paman cu itu. "Baiklah keponakanmu akan masuk" ia berkata terus ia mau bertindak.

"Nona, tahan dulu" In Gak mencegah. "Apakah kau tidak takut di tipu ? Siapa tahu jikalau engko Giok kau itu dijadikan umpan?"

Nona itu melengak. "Benar," pikirnya, "Engko Giok lihay tak kalah dari Bun liong kalau dia bukan ditipu mana bisa dia kena ditahan?. Maka ia menunda menindak.

Si orang tua terkejut, parasnya berubah, dengan satu kali mengenjot tubuh, dia sudah melewati sinona, untuk berdiri didepan sianak muda.

"Kau siapa?" ia membentak "Kau lancang masuk kedalam gua ini, mampuslah bagianmu Lebih celaka kau juga sudah membujuki nona Liu berontak. Mari serahkan jiwamu" Lantas tangan kanannya melayang kedada sianak muda, Hebat serangannya itu.

"Hm" In Gak bersuara, tubuhnya berkelit kekiri, lalu selagi tangan penyerangnya lewat, ia menggeraki lima jari tangan kirinya, untuk menyamber tangan itu.

orang tua itu terkejut, menyaksikan orang demikian gesit dan lihay. ia lantas memasang kuda kudanya, tangan kanannya itu diputar, untuk berbalik menangkap tangan pemuda itu. Dia pun lihay.

In Gak telah menggunakan Hian Wan Sip-pat Kay, maka itu dengan cepat ia bisa menarik pulang tangannya itu, untuk segera dipakai menyerang pula.

Si orang tua kembali terkejut, Serangan membalasnya itu gagah Tapi sekarang dia terkejut dua kali, Diluar dugaannya, sambaran si pemuda yang kedua kali telah memberi hasil, lima jarinya kena mencari jalan darah kek-coan, Dia menjadi sangat kaget, Segera dia merasai separuh tubuhnya kehabisan tenaganya, tak dapat dia berdaya pula bahkan dengan tubuh menggigil dia merintih.

In Gak tertawa, lima jari tangannya itu dilepaskan, tetapi menyusul itu, sebagai ganti-nya, dia menotok terus ke jalan darah ingtouw didada si orang tua, Sambil menotok itu dia kata dingin: "Lekas kau ajak sinona membebaskan Cui Siauwhiap, jikalau kau berani mengerahkan tenaga dalammu, semua anggauta dalam tubuhmu bakal tergerak, kau nanti mengeluarkan darah dari mata hidung mulut dan lainnya lubang ditubuhmu.

Dengan begitu kau masih belum bisa lantas mampus, hanya tubuhmu bakal ciut ringkas menjadi seperti tubuh bayi, hingga kau mesti menderita sangat. Kau pasti ketahui hebatnya totokan Souw-im Hiat-meh"

Semangatnya orang tua itu terbang, apapula ketika ia melihat anak muda itu berlompat kepada kawannya, yang tua dan muda, menyusul mana mereka itu pada menjerit kesakitan, semuanya roboh saling susul tanpa mereka itu sanggup membela diri.

"Nona Liu, silahkan turut aku" ia kata pada sinona, Ketika ia berkata itu, suaranya lemah, air matanya menetes turun, rupanya ia sangat menyesal.

Si nona telah menyaksikan kepandaiannya pemuda itu, ia kagum bukan kepalang, ia tertawa dan berkata: "Aku tidak sangka kepandaian kau melebihkan kepandaiannya engko Giok" Habis itu baru ia ikuti siorang tua, yang bertindak terhuyung-huyung.

In Gak kagum mendengar suara sinona, ia berpikir: "Dia memandang engko Gioknya mirip malaikat, inilah hebatnya asmara" Dilain pihak ia sendiri jeri terhadap asmara seperti orang takut ular atau kala. Karena ini, ia menghormati sinona, ia lantas bertindak mengikuti Selagi berjalan itu dan melihat tubuh sinona bagian belakang, ia menjadi membayangi Kouw Yan Bun, Tio Lian cu, Kang Yauw Hong dan lainnya... Lalu ia menghela napas.

Tanpa merasa, ia telah ikuti si orang tua dan sinona sampai disebuah kamar batu. Di sana mendadak ia mendengar jeritannya nona Liu. Baru sekarang ia sadar. Maka ia melihat nona itu sudah menubruk seorang muda dengan baju biru, yang dia peluki sambil ia menangis sedih sekali. Orang muda itu kusut rambutnya, mukanya sangat pucat akibat kurungan selama tiga bulan, romannya sangat kucai, akan tetapi semua itu tidak melenyapkan romannya yang tampan-

Si orang tua tidak sanggup bertahan, dari menyender ditembok batu dia roboh terkulai sendirinya dikaki tembok itu, mukanya meringis, menandakan dia menderita hebat dari totokan In Gak.

Karena ia merasa pasti pemuda itu Cui Si Giok adanya, sambil bersenyum In Gak lantas berkata, "Nona Liu, Cui Siauwhiap telah dapat ditolongi, kau harusnya bergirang, Aku harap kau lekas memberitahukan hal permintaanku terhadapnya."

Nona itu berhenti menangis, dengan mata merah," ia menoleh kepada sianak muda, Kemudian ia berbisik pada si engko Giok.

Pemuda itu mengasih dengar suara tak tegas, terus ia berbangkit untuk menghampirkan In Gak ia menjura seraya berkata lemah, "Kau telah menolongi aku, saudara, aku sangat berterima kasih kepada kau. jikalau kau memerlukan bantuanku si orang she Cui, aku bersedia untuk menuruti segala perintahmu." ia lantas melihat si orang tua, maka ia kata keras dan dingin-

"Bangsat tua kau toh ngalami juga kejadian seperti ini hari" ia lantas menggeraki tangannya, untuk dimelayangkan.

orang tua itu sudah tidak berdaya, matanya pun kabur, maka itu, ketika ia menerima serangan itu, lantas ia memuntahkan darah hidup, terus jiwanya melayang pergi.

Habis menyerang itu, muka Si Giok pun menjadi bertambah pucat, suatu tanda dia lelah menggunai tenaga berlebihan-

Menampak demikian, In Gak lantas memberikan sebutir pil sembari ia kata. "Cui Siauwhiap kau lemah sekali, tidak dapat kau menggunai tenaga, pil ini bukan pil dewa tetapi ini akan membantu memulihkan kesehatanmu silahkan kau makan" Si Giok sangat terharu, ia mengulur tangan menerimanya. "Bersama nona Liu aku hendak berkemas," ia kata

kemudian, "Disini juga masih ada beberapa orang jahat, bersama nona Liu hendak aku membereskan mereka, agar dibelakang kali mereka tidak menjadi ancaman bencana lagi. Harap siauwhiap menanti sebentar, setelah itu aku akan antar kau ke Poan liong Kiap."

"Silahkan," In Gak berkata, "Baiklah kita jangan menyebut- nyebut siauwhiap lagi, mari kita menjadi kakak dan adik sekarang aku mau pergi keluar, untuk menantikan kamu di sana,"

Mendengar itu, sinona tertawa. "Dapatkah kau keluar?" tanyanya manis.

In Gak melengak. tapi segera ia berkata. "Bukankah tadi nona telah memberitahukan aku halnya guha ini berdasarkan garis-garis Pat Kwa? Aku percaya aku akan dapat berjalan keluar."

Ia memberi hormat, segera ia berlalu dengan cepat, ia menanti cuma kira setengah jam lantas ia melihat si Giok dan nona Liu bertindak keluar sambil berendeng.

Setelah membersihkan diri dan menukar pakaian, pemuda tampan sedang bibirnya merah seperti dipakaikan yanci, Hingga dia sebanding kalau dibandingkan dengan In Gak. Dia sembabat sekali berdampingan dengan nona Liu, yang botoh, yang tak hentinya bersenyum manis.

"Kamu berdua pasangan yang sembabat sekali," In Gak kata, "semua kamu merupakan bulan purnama, bunga indah, burung hong dan burung loan yang berbunyi berbareng"

Si Giok likat tetapi dia tertawa, Sinona melirik In Gak, dia bersenyum jengah, In Gak juga bersenyum.

Maka itu dengan riang gembira mereka meninggalkan gua itu, menuju kekota Kiamkok, Ditengah jalan, kedua pemuda lantas saja cocok satu dengan lain, banyak yang mereka bicarakan Karena ini In Gak ketahui, gurunya Si Giok sahabatnya Kin Teng Hui setelah guru itu menutup mata, dia ditumpangi pada orang she Kin itu, hingga dia memandang Teng Hui seperti gurunya juga.

Si nona Liu cui Pin namanya, pernah keponakan Kin Teng Hui, maka dengan Kin Bun liong dia pernah misan, Bun liong menyukai misan ini tapi cui Pin mencintai Si Giok. maka itu dia tidak mendapati muka dari sinona, hingga dia menjadi jelus, sampai diakhirnya dia dapat ingatan jahat.

Begitulah Si Giok diakali, dimasuki kedalam kamar rahasia itu, untuk di siksa hingga mati sendirinya, kecuali dia suka menyerahkan cui Pin- Dia pikir kalau dia sudah menikah sama sinona, Si Giok ini tentu tidak berdaya lagi, itu waktu dia barulah mau membebaskannya. Dia telah memikir baik, rencananya itu sudah dijalankan, tak tahu akhirnya, datang In Gak. maka hancur leburlah rencananya itu.

In Gak menghela napas, ia sampai tidak sempat memperhatikan keindahan alam disekitarnya, sedang Kiam Bun San ada satu antara enam gunung terkenal didalam tanah Siok yalah propinsi Su-coan. ia kata: "Belum pernah aku mencicipi hari-hari yang tenang, maka jikalau telah selesai aku menuntut balas, hendak aku mencari satu tempat yang tersembunyi disini untus membangun gubuk. guna aku tinggal menyendiri dengan tenteram dan aman..."

Si Giok tertawa.

"Itulah gampang asal orang dapat menyingkirkan nama" katanya,

"Mudah untuk mengatakannya, sulit untuk mewujudkannya," kata In Gak yang kembali menghela napas, ”Jikalau dapat kita meniup seruling diantara siliran sang angin dan menabuh kim dibawah pancaran bulan bulan purnama, itu barulah penghidupan yang aman dan berbahagia."

Si Giok tahu orang bernasib malang semenjak kecil, ia dapat mengerti kedukaannya sianak muda, ia bersenyum. Lalu ia menukar haluan bicara. Ia menunjuk kepada mega yang indah dan tempat-tempat terkenal diwilayah itu terutama kepada keindahannya Kiam-kwan, indah tetapi berbahaya sebab itulah tempat penting di waktu perang.

Demikian sambil berbicara mereka melanjutkan perjananan dengan cepat Dari Kiam-kwan ke kecamatan Kiam-kok perjalanan ada delapan puluh lie lebih, jalannya sukar, maka itu diwaktu magrib barulah mereka bertiga sampai dikota Kiam kok itu.

"Aku mempunyai seorang sahabat lagi menantikan aku di rumah penginapan" In Gak memberitahu, "Dia, asal penjahat tetapi sekarang sudah insaf, maka itu apakah kamu berdua suka menemui dia?"

"Tentu" sahut Sie Giok, cepat dan sambil bersenyum. "Siapa dapat merobah cara hidupnya yalah seorang yang cerdas dan kuat hatinya maka itu suka aku bertemu dengannya"

In Gak mengangguk. lalu dengan tindakan perlahan ia mengajak dua kawannya memasuki rumah penginapan

Jongos mengenali pemuda kita, dia menyambut dengan manis. "Tetamu she Leng itu sudah menantikan selama satu hari," kata ia tertawa, "Dia tak bernapsu dahar dan minum, nampaknya hatinya sangat tidak tenang rupanya dia berkuatir untuk kau, tuan."

In Gak mengangguk tetapi didalam hati ia berpikir keras ia menduga-duga apa mungkin kawannya itu telah bertemu dengan Pheng Ko semua hingga dia menjadi berkuatir.

Jongos tadi masuk kedalam sambil berlari-lari guna mengasi kabar pada Leng Hui, maka itu ketika In Gak bertiga tiba didalam Song-bun Kiam-kek sudah menanti dipekarangan dalam, kumis yang panjang memain diantara tiupan sang angin.

"Kau menderita satu hari, siauwhiap. sebaliknya aku bermalas-malasan disini," katanya bersenyum.

Walaupun cuaca sudah guram akan tetapi In Gak masih dapat melihat sinar mata orang yang tidak tenang, sedang alisnya kawan itu berkerut ia menduga Leng Hui mesti mempunyai kabar penting, ia tidak segera menanyakan hanya dengan tenang ia bertindak kedalam, Lebih dulu ia perkenalkan ketiga orang itu dan menyuruh jongos lekas menyediakan barang makanan-

Leng Hui mengawasi In Gak agaknya dia masgul. "Beberapa hari lamanya aku menjelajah tanah perbukitan,

sayang aku masih belum berhasil mendapatkan poan liong Kiap." katanya kemudian.

"Jangan berduka, Leng Losu," In Gak menghibur, "Saudara Cui ini telah mengetahuinya bahkan telah diketahui juga siapa penghuninya."

Pemuda ini lalu memberikan penjelasannya. Hanya sekejab itu, Leng Hui menjadi girang sekali.

"Syukur, siauwhiap." katanya "Aku memberi selamat yang kau telah mengetahui hal musuhmu, semoga kau berhasil dengan tuntutan pembalasanmu pantas dulu-hari itu aku melihat Bok In bersikap dingin, tak sepatah dia mengatakan setuju untuk mengepung ayahmu dan tak juga dia membantahnya, kiranya dia mainkan peranannya itu untuk menolong secara tersembunyi. Lalu dia terlihat lesu dan berkata: "Sayang aku si orang tua tidak dapat menemani siauwhiap pergi ke cui In Long untuk menyaksikan bagaimana dengan tanganmu sendiri kau membinasakan musuh besarmu itu."

In Gak heran hingga ia berjingkrak.

"Losu" ia berkata, "Ketika aku baru datang jongos membilangi aku losu terus tidak bergembira aku bersangsi, tetapi sekarang aku melihat kedukaanmu pada alismu maka itu aku minta sukalah losu menerangi padaku apa adanya kesulitan losu itu. Aku harap aku bisa turut merasai kesulitan itu..."

Leng Hui mau membuka mulutnya ketika terlihat jongos datang dengan barang makanan, ia membatalkan maksudnya, sebaliknya sembari tertawa ia kata: "Sebentar habis bersantap dan mabuk barulah aku bicara, sebab bicara sekarang berarti menambah kedukaanmu Siauwhiap dan nona Liu menjadi tetamu-tetamu yang datang dari tempat jauh, biarlah aku yang menjadi tuan rumah menjamu mereka"

Si Giok berbangkit untuk memberi hormat.

"Kamilah orang orang muda, tak sanggup kami menerima kehormatan dari losu," ia berkata merendah.

Leng Hui tertawa pula, sekarang ia nampak gembira. "Mari duduk" ia berkata, "Mari kita mulai bersantap!" ia

lantas duduk disebelah bawah ia menuangi arak mereka. "Leng Losu," kata In Gak selang sejenak. "Kita ada orang-

orang Kang ouw, kitalah bangsa dada terbuka maka itu diantara kita ada urusan apakah yang tak dapat dibicarakan satu dengan lain? Pula diantara kita tidak ada soal-soal yang tidak dapat dipecahkan Leng Losu apakah kesukaran kau itu? Lekas kau beber jikalau tidak, tidak akan napsu daharku, Aku percaya kau sendiri, arak yang masuk kedala m perutmu cuma cuma akan menambah kedukaanmu."

Mendengar itu Leng Hui menyeringai, ”Jikalau siauwhiap berkeras ingin mengetahui tak dapat aku tidak memberitahukannya," ia berkata, "Siauwhiap ketahui sendiri aku ini asal orang macam apa maka itu apa yang dulu-dulu aku kerjakan semua itu yalah hal-hal yang bertentangan dengan peri kepantasan- Semua itu tak dapat aku lupakan, tak dapat juga aku mencucinya bersih. itu semua tinggal menjadi penyesalan, Mengenai perbuatanku duluhari itu, ada satu hal yang membikin aku berduka. Dalam hal ini, andaikata siauwhiap suka membantu aku, aku juga tak dapat menerimanya sebab aku kuatir dengan membantu aku, siauwhiap dapat dituding orang banyak..."

"Dalam hal itu mungkin losu benar, tetapi losu pun harus ketahui biasanya sepak terjangku yalah menurut hatiku sendiri." In Gak bilang, ”Didalam dunia Rimba persilatan kebenaran dan kekeliruan sukar dijelaskan, seperti juga perbedaan antara kebaikan dan kejahatan bergantung kepada sehelai benang, silahkan losu memberikan penuturan, nanti aku lihat sampai dimana dapat aku memberikan bantuanku.

Taruh kata aku tidak dapat membantu secara berterang, jangan losu lupa bahwa aku mempunyai seribu muka ..."

Sembari berkata begitu, In Gak mengeluarkan sehelai topengnya dan pakai itu.

Leng Hui mengerutkan alisnya, ia berkata: "Tak dapat aku melupakan itu. Hanya untuk meminta bantuan siauwhiap saja aku sudah merasa malu sendiri "Baiklah akan aku memberikan keteranganku inilah peristiwa pada dua bulan yang baru lalu. Tujuh buah piauw Kiok besar di Holam bergabung mengangkut satu antaran barang berharga seperti harganya sebuah kota. Segala apa diatur dengan cara diam-diam hingga orang-orang jalan Hitam tak ada yang mengetahui. Tapi perjalanan jauh sekali, dari Holam ke Kam-siok ada beribu-ribu lie, maka akhirnya rahasia molos juga.

Dua rombongan orang Rimba Hijau lantas menguntit rombongan piauw-Kiok itu, mereka sudah lantas memilih tempat dimana mereka bakal turun tangan, Ketika itu aku menjadi tetamu digunung liong San, yang letaknya di- perbatasan kedua propinsi Siamsay dan Kamsiok. Kepala penjahat dari gunung liong San itu yalah Kim-ko Siat-pian Sim Tin Kwe si Tombak Mas - Ruyung besi. Dia telah minta bantuanku.

Ketika aku tiba dibukit Kim Ke Nia di Hu-hong, tempat yang dipilih itu disana kedapatan mayat-mayat bergelimpangan semua mayatnya pengiring-pengiring piauw-kok. Teranglah sudah ada rombongan yang mendahului kita, Sim Tin Kwe lantas memerintahkan untuk segera mengundurkan diri.

Apa mau disitu masih ada orang piauwKiok yang menyembunyikan diri, diantara terangnya rembulan dan bintang-bintang, aku terlihat mereka itu. Kemudian kita mendapat keterangan, meskipun rombongan piauwsu dipegat, barang berharga itu tidak kena dirampas, cuma sembilan belas pengiring yang terbinasa.

Katanya kawanan begal itu memakai tutup muka hitam semuanya, hingga mereka tidak dapat di kenalkan, tetapi mereka semua llehay. Kerena aku terlibat pihak piauwKiok itu, aku disangka turut ambil bagian-

Kemarin digunung Ke Beng San aku bertemu dengan rombongan Sin Kun Kiang Sin, congpiauwtauw dari Tiong-ciu Piauw Kiok, dia tidak mau mengerti, maka dia menjanjikan aku akan sebentar malam jam lima bertemu dikuil Bu Houw Su yang letaknya dari sini duapuiuh iie, katanya untuk bicara terlebih jauh."

In Gak tertawa.

"Leng Losu tidak turut membegal, itu sudah cukup, ia kata "Baiklah losu bilang saja bahwa losu cuma kebetulan berada ditempat kejadian itu. Dalam urusan ini, nanti aku yang maju dimuka..."

Belum lagi Leng Hui mengatakan sesuatu dari luar terdengar suara tertawa dingin dan kata-kata ini. "Leng Hui, biarnya kau pandai mainkan lidahmu, kau sukar mencuci bersih dosamu jadi janganlah kau memperdayai orang mengantar jiwa sia-sia belaka Adakah perbuatanmu ini perbuatan satu laki-laki sejati?"

In Gak tidak menanti suara orang berhenti, ia sudah berimpat keluar jendela, maka ia lantas berhadapan dengan tiga orang usia pertengahan yang semua dandan dengan singsat, Mereka itu berdiri berendeng diatas genteng, melihat munculnya si anak muda, mereka berlompat turun untuk memapak.

Mereka nampak heran melihat In Gak muda sekali tapi tubuhnya demikian enteng, sedang sinar matanya sangat berpengaruh.

Anak muda kita mengawasi tajam, lalu berkata dengan suara dalam: "Siapa benar siapa salah, segera itu akan dapat dijelaskan. Karena Leng Hui sudah menerima baik akan sebentar fajar bertemu dikuil Bu Houw su, kenapa tuan-tuan bertiga datang membikin pengawasan disini? Adakah ini perbuatan orang gagah?"

Mukanya ketiga orang itu menjadi merah,

Tapi yang satu lantas berkata: "Tuan telah mengatakannya baik kami akan menantikan kamu di Bo Houw Su" Terus dia berlompat naik ke-atas genting diturut dua kawannya, untuk melenyap ditempat gelap.

In Gak kembali kedalam untuk melanjuti bersantap. Dilain saat, belum sampai jam

empat, berdua Leng Hui ia sudah tiba dikuilnya cukat Liang. Ketika itu rembulan sudah turun di barat, kuil gelap- gulita,

tidak ada orang disitu, maka In Gak menyalakan tabunan hingga ia melihat patungnya cu-kat Bu Houw yang agung dan keren, sedang disekitar tembok ada buah-kalamnya pelbagi pelancong semenjak ribuan tahun.

"Sekarang masih terlalu siang, mari kita menantikan-" kata sianak muda tertawa.

Ketika itu ia melihat sisi sebatang lilin didepan patung, Mendadak ia lompat menghampirkan- untuk merabah, setelah mana ia kata bersenyum "belum lama telah ada orang datang kemari. Lilin ini masih hangat." ia menggeleng kepala, ia berkata pula, "Biarlah tak usah kita pedulikan siapa dia, sebentar jam lima toh segala apa akan menjadi terang" ia nyalakan sisa lilin itu, terus ia bertindak pelahan membaca pelbagai tulisan ditembok itu, diantara mana banyak syair dan buah kalamnya yang indah hingga tanpa merasa ia bersenandung untuk memujinya.

Tengah anak muda ini beriang-gembira itu, dari luar kuil terdengar siulan yang nyaring yang memecahkan kesunyian sang fajar, yang berkumandang di empat penjuru lembah.

"Mari kita pergi keluar kuil, untuk melihat siapa itu yang datang" ia mengajak Leng Hui, Song-bun Kiam kek menurut, maka lekas juga mereka berada diluar, hingga mereka masih sempat melihat lari mendatangnya belasan orang, yang dengan cepat telah tiba didepan mereka.

Diantaranya seorang tua usia limapuluh tahun, yang matanya tajam dengan roman gusar menatap Leng Hui, untuk terus berkata "Sahabat she Teng, kau sendiri saja harus mengganti sembilan belas jiwa. Kenapakah kau masih mengajak seorang lain sebagai tulang-punggung? "

"Kiang Losu" Leng Hui menjawab, "Siapa takut tidak nanti dia datang Siapa datang, tidak nanti dia takuti Kematian itu buat apakah harus disayangkan? Demikian Leng Hui, sekarang aku berada disini cuma ingin aku menjelaskan bahwa, si penjahat yang tulen enak-enakan mereka diluaran sedang yang sudah mati tak dapat memeramkan matanya masing- masing, tetap mereka berpenasaran dalam baka.

Apa tuan-tuan tega melihat mereka itu tetap tak puas untuk selama jaman nya?"

Sin-Kun Kiang Sin menjadi tambah gusar, "Leng Hui" dia membentak, "apakah sampai sekarang ini kau tetap menyangkal?"

In Gak tidak menanti Leng Hui menyambut, ia maju menghadang, tangannya menyampok.

Kiang Sin piauwsu tua itu menjadi terkejut Dia merasakan benturan keras hingga tubuhnya terhuyung beberapa tindak.

In Gak mengawasi tajam, lalu matanya menatap satu diantara kawanan piauwsu itu, terus-ia menanya nyaring, "Suma Lopiauwsu sejak kita berpisah, apa kau kau baik-baik saja? Masihkah kau mengenali aku yang muda?"

Pun Lui Kek Suma Tiong Beng telah melihat potongan tubuh In Gak ia merasa mengenali tetapi sebab orang memakai topeng, ia bersangsi, sekarang begitu mendengar suara orang, ia lantas ingat baik sekali ia menjadi heran berbareng girang, tidak tempo lagi, ia lompat maju guna mencekal keras kedua tangannya si anak muda. "Oh, benar-benar kau, lao-te?" tegurnya, "Kau membikin kakakmu hampir mati memikirkan kau"

In Gak tidak menjawab hanya terus ia berbisik ditelinga piauwsu itu.

Mendengar itu, Suma Tiong Bsng tertawa bergelak "Dengan hanya satu patah katamu, laote, tidak ada urusan

yang tidak dapat dibereskan,” ia bilang kemudian- Lantas ia lari kedalam rombongannya, untuk berbicara kasak-kusuk.

Tidak lama Kiang Sin maju menghambirkan In Gak, untuk memberi hormat seraya berkata: "Sudah lama aku mendengar nama besar siauw-hiap. yang mendengung ditelingaku, maka itu hari ini aku dapat bertemu dengan kau, aku merasa sangat berbahagiab jikalau siauwhiap suka membantu, aku percaya urusan bakal dapat dibereskan. Baiklah aku si orang she Kiang nanti menantikan di Bu Houw Su dikota Seng-touw"

Suma Tiong Beng menghampirkan pula, ia memberi hormat sambil berkata: "Kakakmu girang sekali telah memperoleh sepasang cucu laki-laki dan wanita, dan itu semua karena kepandaian kau, laote Aku sangat berterima kasih padamu"

In Gak tertawa lebar.

"Semua itu disebabkan kemuliaan hati kau, lopiauwsu" ia kata, itulah Thian yang memberi hadiah kepadamu" Lalu ia menambahkan, "Aku mempunyai satu urusan penting, yang perlu segera diselesaikan karena kita bakal bertemu pula tidak lama lagi aku minta diri" 

Kata-kata itu diakhiri dengan ia bersama Leng Hui berlompat pergi menghilang ditempat gelap.

Kiang Sin semua kagum, mereka semua pun lantas meninggalkan kuil Bu Houw itu... XXX

Pagi itu In Gak berempat bersama Cui Sie Giok. Liu cui Pin dan Leng Hui, telah

berada didaerah pegunungan, Sie Giok berada di sebelah depan- "Disini" berkata pemuda she Cui itu, "Poan Liong Kiap yalah nama yang diberikan oleh Bok Locianpwe sendiri, karenanya penduduk sini tidak ada yang tahu, tidak heran kalau Leng losu tidak berhasil mencarinya. Sebelum kita tiba digua Bok Locianpwe, baik kita jangan perlihatkan diri dulu, kita tunggui rombongannya Pheng Ko. Saudara Cia silahkan kau melayani si orang she Pheng, Kami berdua, kami tidak mau sudah sebelum kami menyingkirkan Bek Ham Eng dan Kin Bun liong. Mereka semua orang lihay, mereka tidak dapat diberikan ketika untuk meloloskan diri, kita bisa gawat. Maka itu, bagaimana pikiran kau, saudara Cia?"

In Gak berpikir sebentar, ia mengangguk.

Si Giok menunjuk kedepan kearah selat di antara dua puncak.

"Selat itu tempat keletakannya Poan liong Kiap." ia berkata, "sekarang selat tak nampak sebab inilah waktunya tertutup mega, Mari kita pergi kesana, Hati-hati sebab jalanannya licin- "

Pemuda ini bertindak memasuki rimba pohon pek turun kelembah,

Orang berjalan dengan bantuan tangan juga untuk berpegangan, Awan dan kabut mendatangkan rasa demak, jalanan sukar, ada banyak batu yang berdiri yang disebut "rebung batu", Syukur mereka semua lihay, mereka bisa turun dengan tidak kurang suatu apa.

"Sudah sampai" kata Si Giok perlahan sesudah mereka mengambil tempo kira setengah jam perjalanan.

In Gak membuka mata tajam. ia melihat lembah lebar enam atau tujuh tombak. Mulut gua terpisah tiga tombak dari mereka. Dongak kelangit, ia menampak kabut atau awan menutup matahari dan langit, Dilamping lembah ada tumbuh pepohonan dengan cabang-cabang dan daun-daunnya yang lebat. "Mari kita memecah diri dalam dua rombongan-" si Giok kata, "Kita bersembunyi di atas pohon supaya tak gampang orang melihat kita. Asal kita siap sedia untuk saling membantu.?

In Gak setuju, maka ia mengajak Leng Hui bersembunyi bersamanya. Si Giok mengajak Cui Pin pergi kesamping gua.

In Gak merasa tegang hingga ia mendengar ketukan jantungnya sendiri, ia menyabarkan diri menanti sang waktu yang lewat detik demi detik. selat sunyi sekali, maka juga telinga mereka dapat mendengar ketika ada suara tindakan kaki yang darijauh mendatangi dekat ...

Menduga pasti musuh yang datang, In Gak -lantas bersiap sedia. Dari tindakan kaki ia tahu yang datang itu bukan cuma satu dua orang, ia mengawasi tajam.

Segera juga tampak seorang berjalan di muka. Dialah seorang tauwto, In Gak menantikan lalu mendadak dia lompat turun, terus menyerang dengan totokan jeriji tengah dan telunjuk kedua tangannya, mencari tetek kiri dan kanan pendeta yang memelihara rambut itu.

Tauwto itu tidak menyangka sekali akan datangnya serangan itu, apa pula itulah totokan "udara kosong," Leng Khong Tiam hoat dari Hian Wan Sip pat Kay. ia baru kaget ketika ia melihat bayangan berkelebat, akan tetapi waktu itu kedua teteknya sudah tertotok. kontan dia merasa dingin dan kaku, terus pikirannya gelap. hingga tubuhnya segera menyusul roboh pingsan, cuma suara robohnya itu yang terdengar keras.

"Sua Hiante, kau kenapa?" terdengar pertanyaan kaget dan nyaring didalam kabut menyusul mana terlihat munculnya seorang tua dengan rambut dan alis ubanan, dengan kumis jenggot panjang warna perak. Dialah Pheng Ko si jago tua.

Melihat orang itu, meluap darahnya In Gak. Tanpa mengatakan apa apa, ia lompat maju untuk menerjang. Pheng Ko bercuriga melihat robohnya si-tauwto, maka itu ketika ia mendengar angin menyamber, lantas ia lompat mundur, sedang kedua tangannya dikibaskan, guna mengebut kabur.

In Gak tidak berhenti dengan serangannya yang pertama yang tidik memberikan hasil itu, gesit luar biasa ia berlompat pula menyusul musuh ayahnya itu, guna mengulangi serangannya yang kedua kali, Kali ini ia berhasil, tetapi serangannya itu ditangkis. Tangan mereka bentrok keras, keduanya mundur masing-masing tiga tindak maka itu teranglah mereka berdua sama tangguhnya.

Segera terlihat munculnya tujuh orang lain yang dikepalai Bek Ham Eng. Mereka itu terkejut atas adanya rintangan itu.

Pheng Ko menyangka Bok In yang memegat pihaknya, tapi sekarang ia melihat seorang muda berbaju hijau, yang romannya luar biasa, ia tidak takut, sebaliknya ia tertawa terbahak.

"Aku tidak sangka Bok In masih temaha akan kehidupannya dan dia takut mati maka juga dia suruh seorang bocah membantunya" ia berkata keras mengejek. Meski ia membuka mulut besar, didalam hatinya ia terperanjat untuk ketangguhannya anak muda tidak dikenal itu sebab tenaga dalamnya tergempur hebat, ia tahu cuma sedikit orang yang dapat menandingi dirinya.

In Gak tidak meladeni suara orang itu, inilah musuh besarnya maka ia ingin membinasakannya dengan tangannya sendiri, ia lantas meraba kepinggangnya untuk mengeluarkan pedangnya pedang lunak Kim-coan-kiam yang hitam mengkilap. yang semenjak ia turun gunung tidak pernah ia gunakan-Pheng Ko terkejut melihat senjata yang berkilau itu. "Siapa kau?" ia menegur bengis.

In Gak tetap tidak melayani orang bicara sebaliknya ia lompat menerjang dengan menggunai pedang istimewa itu. Pheng Ko melihat sinar hitam, dia menolak dengan menggunai tenaga dalamnya.

Kin Teng Hui semua berniat membantui jago tua itu, akan tetapi melihat pertempuran itu, mereka jadi mundur untuk memberikan gelanggang yang lebar.

In Gak ditolak dengan hebat akan tetapi ia, menggunai Hian Thian cit seng Pou, maka dengan lincah ia bisa berkelit, ia tidak menyingkir jauh, sebaliknya, ia maju pula dengan penyerangannya.

Pheng Ko terkejut pula, ia heran orang dapat lolos dari serangannya itu. ia melihat sinar hitam menyamber pula ke pundak kirinya, ia mendak dengan cepat, tangan kirinya diluncurkan guna seketika juga balas menyerang, ia ingat dapat mencekal tangan sianak muda. Tapi baru tangannya itu terulur, atau pundak kanannya terasa dingin dan sakit, Sebab Kim-coan-kiam telah nancap dipundaknya itu.

In Gak tertawa nyaring bagaikan kalap. pedangnya itu disentak keras maka sebagai kesudahannya, lengan kanannya Pheng Ko kutung sambil menyemburkan darah

Meski begitu sebagai satu jago, orang she-Pheng itu tidak roboh, Dia berlompat mundur, dia mengerahkan tenaga dalamnya guna menutup jalan darahnya, agar darahnya tidak keluar terus menerus, Hanya celaka untuknya baru dia menaruh tetap kakinya dan menahan keluarnya darah, penyerangnya sudah berlompat menyusul.

Dia penasaran dia mau tanya siapa penyerang itu. Tapi In Gak memikir lain dia merangsak dia mengulur tangan kirinya dengan lima jeriji-nya terbuka, Pheng Ko kaget dan kelabakan berulang kali dia berkelit, tidak urung dia repot melayanijurus- jurus, "Thie liong cu" dari Hian Wan Smpat Kay dari In Gak. maka tahu-tahu lima jari tangan sianak muda sudah menguasai jalan darah tie-Kiok pada lengan kirinya.

Kali ini percuma dia kaget dan terkesiap hatinya. Dia merasa darahnya bergolak. tulang tulangnya berbunyi meretek tenaganya buyar sendirinya. Dia merasakan begitu sakit sampai dia merintih tak tertahankan lagi, sedang kedua matanya mendelik saking takutnya.

In Gak tertawa nyaring dan dingin itulah tertawa dari puasnya hati. Ketika pedang hitamnya berkelebat, maka lengan kiri Peng Ko juga terpisah dari tubuhnya sebatas pundak seperti lengan kanannya tadi.

Darahnya muncrat, tubuhnya terhuyung, Tapi dia sadar sekarang, dia mengertak gigi lalu berseru: "Sahabat siapa kau? Adalah biasa kalau didalam dunia Rimba persilatan terjadi sikuat menang dan silemah terbinasa akan tetapi aku si orang tua tidak mengenal kau, aku tidak mempunyai musuh besar yang permusuhannya tak dapat didamaikan. Kau mesti bikin aku mati puas dan meram"

In Gak mengawasi dan terdengar pula tertawanya yang menyeramkan itu, hingga roman-nya yang bengis bertambah bengis dengan kesebatan luar biasa ia menaruh ujung pedangnya di dada orang. Baru sekarang dia berseru: "Kau mau tahu ? Baiklah Biarlah kau mati dengan terang "

Lalu ia meneruskan perlahan : "Kau ingatkah perkaranya Twie-Hun Poan Cia Bun ? ini berarti seorang anak membalas sakit hati ayahnya. Maka sekarang kau boleh mampus tanpa penasaran "

Benar-benar Pheng Ko merasa dia seperti disamber guntur. Dia lantas menghela napas terus dia berkata lemah: "Baiklah, aku menyempurnakan cita-citamu, anak "

Habis berkata itu tubuhnya roboh, maka ujung pedang nembus didadanya dari mulutnya keluar jeritan hebat yang menyayatkan hati.

ooooooo

BAB 28

SUNGAI Kie Leng Kang panjang dan banyak tikungannya, airnya bening kehijau hijauan, dikedua tepinya tumbuh banyak pepohonan maka itu apa pula di waktu pagi, sungai itu memberikan pemandangan alam yang tenteram dan menarik hati.

Begitulah diwaktu sang matahari mulai muncul ditepian terlihat seorang muda lagi berjalan perlahan dibagian kampung kaum nelayan. Dia muda dan tampan dia jalan mundar-mandir.

Kemudian terdengar dia menghela napas dan berkata seorang diri: "Kebanyakan dari musuh-musuh ayah dan ibuku telah menerima pembalasannya maka itu mengingat dunia Kang ouw sangat banyak bahayanya, setelah beres urusan di Thian San hendak aku mengurus jenazah ayah dan ibuku, untuk dipersatukan sesudah mana aku ingin hidup menyendiri di Po Hoa San, buat menjadi kawannya sang rimba untuk hidup dalam dunia syair..."

Pemuda itu yalah Cia In Gak. yang hatinya telah menjadi tawar, yang terbenam dalam kemasgulan ia seperti hidup dalam kesepian. Sudah dua hari ia berada dikampung nelayan itu, untuk memperbaiki kuburan ibunya.

Setiap waktunya yang senggang itu, ia lewatkan dengan ngelamun saja. ia merasa seperti tidak ada orang yang dapat turut merasakan kedukaannya itu...

Tidak lama, ia meninggalkan tepian sungai Ke Leng itu, bagaikan terbang cepatnya, ia berlari-lari kearah kota.

Justeru ia berlalu itu maka didekat situ muncul lima orang anggauta partai Pengemis, mereka berkumpul, mereka ksak kusuk. setelah mana mereka pun mengangkat kaki dengan berpencaran keempat jurusan-..

XXX

Itulah permulaan musim panas dan diwaktu tengah hari pula, matahari berada ditengah-tengah sedang memancarkan cahayanya yang panas terik. Justeru begitu maka terlihatlah debu mengepul naik dijalan diantara Tong-lam dan An-gak. Sebab empat ekor kuda yang ada penunggangnya, lagi kabur keras, Salah satu penunggang kuda yang mendekam dipunggung kudanya saban-saban mengayun cambuknya, ia nampak gelisah atau cemas, ia seperti orang terancam bahaya. Sedang pada penunggang kuda yang lain ada mendekam juga seorang anak kecil.

Jalanan disitu terapit dengan dua gunung, maka itu keempat kuda itu kabur dijalanan di dalam selat.

Penunggang kuda yang pertama sudah lantas menahan kudanya, diturut oleh tiga yang lain- Karena berhentinya sangat mendadak. keempat ekor kuda mengangkat tinggi kedua kaki depannya semuanya mengasih dengar ringkikannya.

Segera setelah keempat binatang itu menurunkan kaki depannya itu, semua penunggangnya lantas lompat turun untuk masing-masing menghunus senjatanya.

Satu penunggang yang mukanya bersemu kuning yang mukanya berpotongan muka kera dan kumisnya jarang, melihat kesekelilingnya dengan sinar matanya yang tajam.

Tiga kawannya berkumpul disekitar bocah yang mendekam dipunggung kuda itu. Simuka kuning kemudian menghela napas dan berkata: "Aku tidak sangka kawanan bangsat itu hendak menghabiskan turunan orang Kelihatannya aku Hauw Lie Peng tak dapat aku melindungi lebih jauh bocah ini.,."

Ketiga kawan itu sebaliknya berkata: "Hauw Losu jangan kecil hati Biarlah hari ini kita kemala yang hancur tapi jangan jadi genting yang utuh Biar bagaimana kita mesti melawan terus "

Hauw Lie Peng tertawa meringis.

Siulan tadi terulang pula, lantas terlihat orangnya, yang berjumlah belasan, Mereka itu datang bagaikan meluruk. begitu sampai, mereka menerjang keempat orang itu, sedang satu diantaranya yang bertubuh besar menyambar si- bocah cilik. Bocah itu menjerit keras sekali. Hauw Lie Peng berempat mendengar jeritan itu, mereka kaget, mereka hendak menolongi. Sia-sia saja, Msreka sendiri lagi dikepung hingga mereka repot melawan-

Pertempuan berjalan terus, lalu jeritan kesakitan terdengar saling susul, akan akhirnya lembah menjadi sunyi, sebab semua penyerang itu pada kabur pergi, disitu tinggal menggeletak empat kurban manusia yang mandi darah...

Baru setelah berselang sekian lama, kesitu ada datang satu orang lain sambil berlari- lari, Kapan ia melihat keempat mayat, diantara siapa ada cian-bian Gouw Khong Hauw Lie Peng, dia mengerutkan alis dan menggeleng kepala.

Lantas ia merabah dada orang, untuk kegirangannya ia merasa dada itu masih hangat dan jantungnya masih memukul, Lekas-lekas ia mengeluarkan obatnya ia paksa masuki itu kedalam mulut orang. Habis itu ia menotok jalan darah tidur.

Tiga orang lainnya setelah diperiksa ternyata sudah melayang jiwanya, Karena itu, ia lantas menggali lubang sekedarnya, guna mengubur mayat mereka itu.

Disitu masih ada keempat kuda, yang lagi makan rumput, maka In Gak- demikian penolong itu memilih satu yang paling bagus, ia naiki tubuh Hauw Lie Peng kepunggung kuda, ia sendiri, habis memakai Kedok. lantas lompat naik juga kepunggung kuda itu, yang terus dikasi kabur.

Lembah itu kembali sunyi daripada manusia...

Tiga hari kemudian, diwaktu lohor, Cia In Gak telah sampai di kota Seng-touw, ibu-kota propinsi Su-coan, ia pergi langsung kehotel Ban Pin.

Hauw Lie Peng masih tidur nyenyak. maka itu ia diangkat, dibawa kedalam. "Apakah tuan mau sewa kamar ?" tanya jongos, yang menyambut. "Kalau tidak- buat apakah?" In Gak jawab mendongkol suaranya bengis. Jongos itu kaget, dia ketakutan "Mari ikut aku" dia kata lekas, dan lekas juga dia bertindak mendahului. Didalam hatinya dia mendumal: "Apes aku hari ini." Karena aku ketemu orang dengan muka memedi ini..."

Malam itu sampai jam dua, In Gak masih belum tidur, Dengan duka ia mengawasi tubuh Hauw Lie Peng, yang rebah diatas pembaringan- Dia tidur nyenyak. Dia terluka didalam, bekas gempuran tenaga-dalam, maka itu, dla perlu tempo berobat dan beristirahat setengah bulan untuk mendapat kesembuhannya, Sekarang ini dia belum boleh bicara, hingga keterangannya tidak bisa ditanyakan.

Dia menyesal karena dia belum dapat mengetahui siapa itu pihak musuh, Dia lagi berpikir kapan mendadak dia ingat yang dia mempunyai janji dengan Tiat-jiauw Hekseng Heng Thian Seng. Tidak ayal lagi, dia berkemas lantas dia lari keluar.

Tiba-tiba dia melihat dua bayangan orang berkelebat diatas wuwungan lantas lenyap. Tidak ayai lagi ia lompat untuk menyusul, ia berhasil menyandak begitu datang dekat ia menyamber.

"Su-tianglo ampuni . . ." terdengar suara salah seorang.

In Gak sudah membentur pundak dua orang itu ketika ia lantas menarik pulang tangannya, ia heran hingga ia tercengang.

"Apakah kamu orang-orang Kay Pang?" ia tanya, "Kenapa kamu ketahui aku berada disini.

Dua orang itu memutar tubuhnya, kelihatan mereka masih ketakutan- Yang disebelah kiri, seorang pengemis tua, menekuk kakinya memberi hormat ia berkata: "Hamba Ban Tiang Kit bersama ini saudara ong Tio dari cabang di Su-coan Barat, oleh karena su-tianglo pergi dengan diam-diam sehabis runtuhnya oey KiePay, kami diperintah toa-tianglo pergi mencari, untuk memberi kabar sekalian menguntit terus.

In Gak terharu mendengar perhatian dan kebaikan kakak angkatnya itu. "Toa-tiang-lo usilan" katanya tertawa, Ban Tiang Kit berkata pula. "Hambah ketahui toa-tiang-lo telah mengejar tenaga mencari semua nona-nona, sekarang mereka sudah bersama toa tiang lo itu dan sudah berangkat juga kemari."

Mendengar itu, dada In Gak berombak, Tak tahu ia mesti bergirang atau berduka, ia hanya merasa pikirannya kusut, Tapi ia tertawa dan kata. "Sekarang aku mau pergi ke Thian San, aku tidak dapat menantikan mereka. pergi kamu kekamarku, kau bawa sahabatku itu kemarkas-cabang sini untuk dirawat selama setengah bulan kemudian kamu tanya keterangannya tentang musuhnya sesudah mana kamu minta toa tiang lo pergi menolongi dia."

"Baik" sahut Ban Tiang Kit. In Gak lantas berlompat untuk berlalu.

Hampir berbareng dengan itu, Ban Tiang Kit mengibas tangan ketempat gelap atas mana segera terlihat beberapa bayangan berlari-lari menyusul anak muda itu ..

Malam itu langit bersih sekali. mega tak ada sedang rembulan terang jernih. Ketika itu di dalam pekarangan kuil Bu Hauw Su tiga lie di timur kota Seng tou terlihat seorang muda dengan baju hitam lagi berjalan mundar mandir dijalanan bertaburan batu, Saban-saban dia melongok keluar kuil, agaknya dia tidak sabaran.

Belum lama, dari dalam kuil terlihat seorang lari keluar dengan ceat telah sampai disisinya anak muda itu. untuk terus berkata: "Saudara Heng, orang she Cia itu banyakan tidak bakal datang, maka itu buat apa kau terus menunggui dia?

Dengan dia. saudara ada berhubungan budi-tidak bermusuh, dari itu janganlah kau membenci dia yang tidak mau membantu kau memulihkan tenagamu, Bukankah dia telah mengatakan karena tenaga dalamnya tidak cukup kuat dia kuatir nanti gagal menolongi kau hingga kau jadi bercelaka karenanya, hingga kau bakal menyesal seumur hidupmu? Disamping itu dia hendak lekas-lekas pulang untuk menolongi mertuanya yang terancam bahaya siang atau malam."

Orang she Heng itu, yalah Heng Tiang Seng si Rajawali Hitam. Tiat-jiauw Heng Eng, mengawasi orang itu dengan bengis, terus dia memotongj "Memang aku berhutang budi terhadap-nya, tetapi aku telah menunjuki dia jalan, bukankah budi itu telah terbalas himpas? sebenarnya mungkin dia dengki maka dia tidak mau menolongi aku, supaya aku tersiksa terus selama setengah bulan.

Kalau aku ingat, aku benci sangat padanya dulu pun aku telah bersumpah kalau aku tidak dapat menuntut balas tidak nanti sakit hatiku terlampiaskan-

Kawan itu berdiam, baru sedetik kemudian dia tertawa. "Saudara, manusia itu pandai tetapi dia tak sepandai

Thian," dia kata. "Selama didusun Ban Tak can Tay-su, kau telah meninggalkan suara untuknya surat yang ditaruhkan racun berbisa, tetapi dia tetap tak tercelakakan, itulah bukti llehaynya dia Saudara, aku beri selamat padamu yang sakit hatimu telah terbalas, maka itu janganlah kau nanti membuat kesalahan besar karena keliru berpikir, Menurut aku baiklah kita pulang ke Hong san."

Dari tempatnya sembunyi diatas pohon, In Gak memasang telinga. Dia kata dalam hatinya: "Si orang budiman membalas kejahatan dengan kebaikan, sebaliknya si orang rendah membalas kebaikan dengan kejahatan Kenapa hati sesama manusia demikian besar bedanya. Tidakkah itu menyedihkan?"

Sekarang ia ingat kenapa selagi meninggalkan dusun Ban Tek cun tengah memasuki dusun Sin cun, lengannya menjadi kaku dan lemas, hingga ia perlu mengobati dengan tenaga dalam Pou-te Pwe Yap Siang kang, guna mengusir racunnya. Tadinya ia mengira sakit itu disebabkan ketularan lukanya Heng Thian seng tidak tahunya itulah disebabkan racunnya orang she Heng itu. Maka ia lantas berpikir, "Kalau dia terus di kasih tinggal hidup, dia bisa menjadi ancaman bahaya Kaum Rimba Persilatan, Baiklah dia disingkirkan-.."

Ia mendengar Thian Seng berkata sambil tertawa dingin, "Aku telah mengambil putusan, Untuk mencegah ia dapat datang memenuhkan janji, aku telah mengatur suatu tipu lain, Disepanjang jalan aku sudah melakukan tiga rupa kejahatan, disitu aku saban-saban meninggalkan she dan namanya supaya kehormatan menjadi tercemar, itulah usahaku lancang pergi ke tempat ceng Shia pay, menghajar mampus ke lima murid kepala serta mencuri kitab rahasia, sekarang jemparing sudah dilepas dari busurnya itu tak dapat ditarik pulang lagi.”

Orang yang satunya agaknya berkasihan terhadap Thian Seng, dia mengawasi berduka, hingga dia tidak dapat mengatakan apa-apa.

Diatas pohon, In Gak sebaliknya gusar sekali, ia kata dalam hatinya: "Aku tidak sangka kau begini jahat. Aku sumpah bahwa aku mesti bunuh padamu."

Habis berpikir demikian, In Gak mau lantas lompat turun, atau tiba-tiba ia ingat hal kitab yang dicuri Thian Seng itu. ia berpikir pula: "Dia bilang dia mencuri kitab, Bukankah itu kitab yang di Bu Leng San aku dengar dikatakan Pit Siauw Hong, yalah kitab Heng In cin Keng? Toh kitab itu sudah dicuri majikan dari kepulauan Giok ciong To Mungkin itulah suatu kitab lainnya dari ceng Shia Pay, Apakah kitab itu masih ada ditangannya? Ataukah dia simpan dilain tempat? Tidakkah urusan kitab itu bakal mendatangkan gelombang besar? Kalau benar, bagaimana aku dapat mencuci nodaku? Baik aku kuntit padanya..."

Lalu terdengar pula suaranya Heng Thian Seng: "Saudara Tio,aku mencapekan kau yang telah menemani aku. Untuk mendapatkan kepercayaan dia itu, tak dapat tidak. hendak aku menunggu sampai terang tanah, kalau dia tetap tidak datang, baru aku pulang ketempat penginapanku"

Orang sha Tio itu tertawa, "Untuk kaum Rimba persilatan malam dijadikan siang,

itulah lumrah," dia kata, "Saudara Heng, kau terlalu memakai banyak adat peradatan-"

Heng Thian Seng tidak menjawab, sambil bersenyum dia jalan mundar mandir.

Sang rembulan bersinar permai, bagian luar dari Bu Houw Su dan telaganya terang sekali.

Selagi In Gak menantikan itu, ketika ia kebetulan memandang kesawah, ia melihat satu orang berlari lari mendatangi. orang itu nampak sangat gesit, Selagi orang mendatangi ia mengenali orang itu, yalah Song-bun Kiam-kek, ia menjadi kaget. Tentu sekali ia mau mencegah Leng Hong menggagalkan urusannya, maka ia lantas lompat turun dari atas pohon, lari memapaki sebenarnya habis In Gak membinasakan Pheng Ko dan terus merobohkan Kin Teng Hui, Kin Bun liong, Bek Ham Eng dan Yang cong Seng berempat, ia telah bertemu dengan Bok In.

Bok In sudah bersembunyi didalam gua, Dia telah menyaksikan kegagahan In Gak hingga dia menjadi sangat heran dan kagum, Lantas dia keluar dari tempatnya sembunyi dan menanya In Gak tentang she dan nama serta asal usulnya. In Gak bicara terus terang bahwa ialah putranya Cia Bun.

Mulanya Bok In melengak, akhirnya ia sadar, dia menjadi girang sekali, Dia mencekal erat-erat tangannya sianak muda, putra tunggal saudara seperguruannya, Dia mengajak In Gak ke guanya, untuk mereka bicara panjang lebar menuturkan hal ikhwal masing masing. Tiga hari lamanya In Gak berdiam didalam gua dengan orang she Bok itu, baru ia pamitan dan berpisahan- Kemudian lagi ia dan Leng Hui berpisahan dan Cui Sie Giok dan Siu cui Piu. Itulah perpisahan yang mendukakan hati mereka kedua belah pihak.

Leng Hui ada urusan menemui seorang sahabat, maka ia menjanjikan pertemuan malam ini dikuil Bu Houw Su itu, ia tahu bahwa In Gak telah berjanji dengan Tiat-jiauw Hek Thian Sang untuk bertemu juga dikuil itu, ia hanya tidak menduga Thian Seng mengandung maksud busuk.

Demikian ia datang memenuhkan janji, syukur In Gak melihatnya, maka ini anak muda lantas memegat, guna mencegah Leng Hui yang tidak tahu duduknya hal, nanti membikin gagal maksudnya menyingkirkan Thian Seng itu.

"Leng Losu" In Gak menyapa.

Leng Hui kaget hingga ia sudah lantas menghunus pedangnya, tapi begitu ia kenali sianak muda, ia menjadi heran-

"Wah siauwhiap apakah Heng Tian Seng tidak menepati janji?" dia tanya. Sebelumnya menjawab, In Gak tertawa dingin.

--ooo0dw0ooo--
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar