Menuntut Balas Jilid 27 : Daerah terlarang Oey-kie-pay

Jilid 27 : Daerah terlarang Oey-kie-pay

ITULAH "Hoan Mo ciu Hoat," ilmu "chayal Hantu" dari jago gunung Tiang Pek san. sebab satu tangan, saking digerakinya laksana kilat, menjadi seperti belasan, dan semua jari tangan itu mencari pelbagai jalan darah.

Si baju hijau tertawa dingin, kakinya bergerak satu tindak. dalam sedetik saja, ia sudah bebas dari serangan yang mendatangkan rasa bimbang dan gelisah itu. Sebaliknya, ia lantas melakukan penyerangan membalas. Dua jeriji tangan kanannya menotok kearah nadi kanan darijago Tiang Pek San itu. ia menggunai jurus "Menggeprak rumput mencari ular."

Mo cuncia terkejut, ia berkelit kekiri, ia heran untuk kegesitan lawan ini, yang dapat lolos dari serangannya untuk terus balas menotok padanya, ia juga tidak dapat menerka orang menggunai ilmu muslihat apa, ia cuma merasa itu mirip dengan ilmu totok Siauw Lim Sie. ia berkelit seraya menarik pulang tangannya itu. Tapi ia berlaku sebat, kembali ia menyerang kedada lawan- Si baju hijau juga heran mendapatkan serangannya itu gagal.

"Dia begini liehay, pantas dia menjadi sangat jumawa," pikirnya, ia berkelit sambil tangan kanannya menggempur lengan lawan-

Mo cuncia mendapatkan serangannya gagal pula, Kali ini dia heran berbareng kaget. Mendadak dia merasa lengannya ngilu dan lemas.

"Hai, siapa orang ini?" dia berpikir, "Dia begini liehay.." Tengah ia berpikir itu, ia merasa ada tolakan tenaga yang kuat sekali, hingga mau atau tidak ia mesti mundur dua tindak. percuma ia mencoba bertahan- Bahkan ia lantas merasa juga napasnya sesak. Karena itu, ia memberati tubuh, menancap kuda-kudanya.

Si orang tua baju hijau itu telah menggunai Bie Lek Sin Kang bagian huruf "Meloloskan- dan "Menindih." Mulanya ia berkelit lalu ia membalas menyerang. Saking sebat dan liehay- nya ia membikin jago Tiang Pek San kalah gesit. Karena susah bernapas, muka Mo cuncia menjadi pucat.

Thian Ho bertiga heran bukan main, mata mereka menatap bergantian pada dua orang tua tangguh itu, Mereka kagum sibaju hijau bisa dengan demikian cepat mempengaruhi si hantu. Merekapun saling memandang saking tak mengertinya.

Setelah tolakan hebat itu, Mo cuncia lantas mengasi dengar teriakan yang mendengung ditengah lembah terus tubuhnya mencelat tinggi, ketika ia turun pula, dengan kedua tangannya yang dipasang didepan dadanya, terus ia menyerang

"Dia benar-benar hebat," sibaju hijau memuji pula dalam hatinya. ia menginsafi teriakan itu, jikalau itu diulangi dengan terlebih hebat, mungkin kawannya mendengarnya dan nanti datang menolong.

Oleh karena itu, ia menggerak kedua tangannya, menyerang pula sebelum orang sempat berdaya, Tapi musuh sudah menyerang, sekalian saja, ia menyambutnya. Kedua tenaga beradu dengan hebat. Thian Ho bertiga kaget, mereka cemas hati, Mereka juga kuatir, karena suara berisik itu, konco-konconya Mo Cuncia nanti. muncul semua.

Si orang tua baju hijau mengerutkan alis, tetapi segera ia menyerang pula dengan tangan kirinya menolak. menyusul mana tangan kanan-nya, dengan lima jarinya menyambar kelengan lawan-

Itulah satu jurus dari Hian Wan Sip pat Kay. Mo Cuncia kaget, dia tak sempat berkelit. Tangan kanannya itu lantas menjadi kaku. jalan darahnya disikut kena tercengkeram.

Dadanya pun lantas tergempur tangan kiri musuh nya, maka tidak tempo lagi, dia memuntahkan darah hidup, Akibatnya itu membikin penglihatannya menjadi guram. siorang tua berbaju hijau berpaling kepada Thian Ho bertiga.

"Tuan-tuan, mari turut aku" ia berkata sambil tangannya diulur kepada Mo cuncia, untuk menarik, hingga jago dari Tiang Pek San itu, tanpa kemauannya sendiri, ikut bertindak dengan terhuyung-huyung. Dengan cepat mereka lari ke ujung jurang,

Thian Ho menduga orang bermaksud sesuatu, bersama dua kawannya, ia lari menyusul.

Diujung jurang ada hutan lebat, didalam situ, cahaya rembulan tak tembus, maka itu, hutan itu gelap. Kesitu mereka masuk.

Mo cuncia mengikut terus, Tidak dapat ia bersuara, tenaganya pun habis, ia terpengaruh-kan tanpa berdaya, dari itu, matanya mengeluarkan sinar kemarahan dan ketakutan ia menduga bahwa jiwanya lagi terancam bahaya maut.

Begitu ia berhenti, siorang tua baju hijau menotok jalan darah ceng-coat dari hantu itu, atas mana Mo cuncia roboh terkulai.

Thian Ho bertiga terkejut, hati mereka mencelos. Hebat sibaju hijau ini. Dengan melongo mereka terus mengawasi, untuk mengetahui apa tindakan terlebih jauh dari orang liehay itu.

Tiba-tiba sibaju hijau menunjuk keluar rimba, Thian Ho beramai berpaling, Mereka mendapat lihat berlari- larinya beberapa orang di-atas gunung turun ketempat pertempuran tadi. Mereka itu berdiam, melihat kelilingan, lantas mereka lari berpencaran- Terang mereka mendengar suara tadi dan datang untuk melihat. Kemudian mereka berkumpul diluar rimba di-ujung jurang.

"Aku rasa tong-cu kita keliru." kata satu diantaranya. "Dia dengari perkataannya Patpo Kan siam Hong hu Siong, dia memasang perangkap lentera merah, guna memancing musuh masuk kerumah besar itu, sedang setiap penjaga dilarang bergerak tanpa titah.

Lihat sekarang, musuh sudah datang, kita semua masih belum tahu apa-apa. Aku menduga mesti telah terjadi pertempuran hebat dan jeritan orang pihak kita yang terlukakan musuh, karena dia tidak mendapat pertolongan segera, dia kena dibawa pergi, tidakkah ini berbahaya?"

"Kau tahu?" kata seorang lain, "Selama beberapa hari ini, diantara orang-orang yang tiba di He-kauw ini, kalau dia bukan seorang guru besar, dia tentu satu manusia luar biasa, tetapi kita yalah orang-orang biasa saja, jikalau kita dihadapkan kepada mereka, tidakkah itu berarti cengcorang menentang kereta? Maka itu telah dipasang perangkap ini. jikalau satu orang datang kemari, begitu dia masuk dia bakal dipapak puluhan ribu peluru beracun buatannya Bin San Jie Tok. jangan kata dia sampai terhajar tenggorokannya dengan mencium baunya saja, dia dapat roboh pingsan- Racun itu biasa berbahaya"

"Sebenarnya aku kuatir sekali," kata orang yang ketiga, "Umpama kata orang bersembunyi didekat-dekat sini, apakah kita tidak terancam bahaya...?" Ketika itu sang rembulan tertutup mega, jagat yang barusan terang-benderang lantas berubah menjadi guram dan gelap gulita. Justeru itu tanpa terlihat, satu bayangan orang berlompat keluar dari dalam rimba, dia berlompat kepada orang yang bicara itu, begitu tiba dibelakangnya, begitu ia menotok maka juga orang itu berhenti bicara secara tiba-tiba.

Habis itu, bayangan itu tidak berhenti, bahkan ia bekerja terus, dia menotok setiap orang, gerakannya sangat cepat dan lincah, maka dilain detik, belasan orang itu sudah pada berdiri diam laksana patung-patung hidup, tinggal matanya saja yang jelalatan-

Ketika orang itu akhirnya berhenti menotok dan berdiri diam. dialah siorang tua baju hijau, Dia dongak. terus dia bernapas lega, kemudian matanya menatap kesatu arah, agaknya dia memikirkan sesuatu, Tapi tak lama dia menggape ke dalam rimba. Kat Thian Ho bertiga lantas menghampirkan-

"Biarkan Mo cuncia berdiam didalam rimba" kata orang tua itu. "Kamu bertiga, tuan-tuan, mari turut aku siorang tua.

Kawanan penjahat itu sangat licik, jangan kita menempuh bahaya."

Tiga orang itu telah menyaksikan kepandaian si baju hijau ini, mereka kagum dan takluk. Ketiganya memberi hormat sambil menjura. "Kami akan turut perkataan kau, locianpwe," kata mereka.

Orang tua itu bersenyum, ia tidak mengatakan apa-apa lagi, ia memungut sebutir batu, dengan itu ia menimpuk kearab rimba didepan mereka. Disitu tidak terdengar sambutan apa-apa, hanya didekat-dekat situ lantas terlihat bertambahnya belasan lentera merah. Mengawasi lentera itu, siorang tua berpikir, lalu ia mengangguk-angguk.

"Aku mengerti sekarang," katanya, "Kawanan penjahat mengharapi kita masuk kesana, untuk memusnakan lentera mereka, Luar biasa lentera itu, asal digoyang, atau dibikin ber- gerak. lantas dapat nyala sendiri. Terang lentera itu dipakai untuk membikin tempat gelap menjadi terang, supaya tertampak sasaran peluru mereka..."

Thian Ho heran-

"Kenapa locianpwe ketahui itu?" ia tanya. orang tua itu menunjuk, ia tertawa.

"Kau lihat angin gunung itu," katanya, "Sekarang angin meniup keras tetapi lentera merah itu tidak bergerak."

Thian Ho mengawasi. Benar, lentera merah itu seperti tumbuh akar.

"Liehay matanya orang tua ini," ia pikir, "Entah siapa dia, belum pernah aku mendengarnya..." Terus ia kata, "Locianpwe benar-Sekarang bagaimana locianpwe hendak bekerja?"

"Hm" bersuara siorang tua. "Kawanan penjahat itu sangat licik, Mereka tentu sudah pikir, jikalau orang tidak datang dekat, lentera itu tidak bakal dapat dibikin padam, Tapi mereka salah menduga."

Habis berkata, orang tua ini menotok bebas salah satu orang tawanannya, terus ia mencekal nadi orang itu, untuk ditarik.

Orang tua itu lemas seluruh tubuhnya, dia berjalan dengan terpaksa, matanya mendelik saking gusar, sedang dahinya mengucurkan peluh. Dia pun mendongkol lantaran dia tidak dapat membuka mulutnya, yang cuma dapat di cibirkan.

Kebetulan sekali sang rembulan mengintai diantara sang awan, terlihat nyata dia beroman sangat bengis.

Thian Ho bertiga tidak dapat mengikuti gerak-gerik siorang tua, mereka cuma dapat mengawasi dan menanti dengan pikiran bekerja menduga-duga.

Cepat tindakan selanjutnya dari orang tua itu. Tiba tiba ia menggeraki kedua tangannya. Tangan kiri mencekal kurbannya, tangan kanannya menimpuk. jitu timpukan-itu, Sebuah lentera terkena sebagai sasaran- Kontan lentera itu terbakar, apinya muncrat, membakar daun dan cabang-cabang pohon disekitarnya. Menyusul itu ia bergerak pula, Sekarang ia mengangkat tubuh si penjahat, tangan kirinya dibantu tangan kanannya, lantas kedua tangan dikerahkan untuk melemparkan tubuh orang. Maka tubuh itu terbang ke api hingga sekarang terdengar jeritan orang itu.

Si orang tua tertawa dingin, terus ia bekerja pula, ia meminta kurbannya yang kedua. Setelah itu, menyusul yang lain-lainnya. Hingga api membakar dan berkobar meluas.

Thian Ho bertiga kaget hingga muka mereka pucat. Tidak disangka demikian hebat tenaganya orang tua ini. Mereka pun jeri untuk liehaynya lentera itu. Coba mereka tidak bertemu si baju hijau ini, tentulah mereka sendiri yang bakal tertambus apinya lentera itu.Mana dapat mereka meloloskan diri.

ooooooo

BAB 23

ORANG tua itu terlihat puas sekali, Baru sekarang ia berkata: " Kawanan penjahat itu sangat cerdik, mereka toh masih berbuat kekeliruan Aku siorang tua tahu penjahat mengatur perangkap. aku menduga lenteranya itu semacam gertakan saja supaya orang tahu diri dan mundur sendirinya, aku tidak sangka bahwa maksudnya begini jahat dan kejam Aku percaya, habis ini mereka tentu bakal pindah sarang "

Setelah itu sinar matanya menjadi guram, ia menghela napas berduka, ia kata pula, perlahan, "Aku tahu perbuatanku ini bertentangan sama peri- kemanusiaan akan tetapi apa aku bisa bikin? Untuk melindungi kaum Rimba Persilatan, tidak ada jalan lain kecuali ini."

Memang benar katanya siorang tua, api lantas melulahan lebih jauh, sampai kerumah.

Dipihak penjahat, mereka lantas menjadi kacau, Mereka mempunyai persediaan untuk memadamkan api tetapi sebab api lantas terpencar luas, mereka kewalahan- "Kawanan hantu cilik pada kabur" siorang tua berkata nyaring selagi ia mengawasi sarang penjahat yang berkobar, Lantas ia lari kearah selatan-

Thian Ho bertiga menyusul. Mereka tahu orang tua itu pasti telah melihat sesuatu.

Sesudah lari beberapa puluh tombak jauh-nya, siorang tua menghentikan tindakannya ia berdiri di kepala angin, sambil memasang matanya, ia seperti lagi menantikan apa-apa.

"Locianpwe mendapat lihat apa ?" tanya Thian Ho setelah menyandak. ia berdiri disamping orang tua itu.

"Kalau sebentar kawanan hantu cilik itu mencoba meloloskan diri kemari, kamu rintangi mereka, jangan kasih ada yang lofos," kata sibaju hijau,

"Kat Siauwhiap. kau gunai ilmu pedangmu menurut perubahan Kian Thian tiga dan Kun ciang enam, dengan cara bertentangan itu, kau jangan kuatir nanti menampak kegagalan”

Thian Ho heran hingga ia melengak. "Kenapa locianpwe ketahui sheku ?" ia tanya. orang tua itu tidak menjawab ia cuma bersenyum.

Thian Ho berpikir pula: "Dengan kata katanya yang ringkas, dia memecahkan sarinya ilmu pedangku, sedang aku sekian lama aku memahamkannya, aku masih belum mengerti jelas. Benar-benar dia liehay"

Tepat itu waktu, didepan mereka, mereka melihat orang menerobos keluar, belasan jumlahnya. Thian Ho berseru, ia berlompat untuk menerjang mereka itu. ia lantas ditelad kedua kawannya.

Si orang tua tertawa bergelak, kedua tangannya bergerak menurut ilmu Bi Lek Sin Kang bahagian dua huruf "Menindih" dan "Menggempur" maka hebatlah ia menolak kearah belasan penjahat yang lagi lari kabur itu, kecuali mereka yang terhadang Thian Ho bertiga, yang lainnya roboh semua.

Sesudah terhalang, mereka kena ditotok atau disentil hingga mereka pada mengeluarkan suara tertahan- Habis itu siorang tua mengawasi Thian Ho bertiga, yang lagi menyerang musuh-musuhnya yang terintang itu.

Lawannya Thian Ho justeru Poan Poan Siu. Dua yang lain, yang romannya bengis, entah siapa adanya.

Poan Poan Siu liehay, Thian Ho bukanlah lawannya, Akan tetapi sekarang dia lagi kacau pikirannya, Thian Ho sebaliknya telah dapat petunjuk dari siorang tua. Dia repot melayaninya, Dia pun kaget kapan dia melihat kawan-kawannya, Khole Kong San Su Mo, semua roboh ditangannya siorang tua baju hijau yang dia kenali sebagai si orang tua di lauw-teng Hong Ho Lauw.

Tengah takut dan bingung, dia kelabakan didesak si anak muda, maka akhirnya, tubuhnya terbabat kutung menjadi dua tanpa dia berdaya lagi.

Dan penjahat lainnya kaget hingga semangatnya seperti terbang kabur, mereka lompat untuk meninggalkan lawan, tetapi Thian Ho berlompat kearah mereka, untuk merintangi, ketika si anak muda membabat saling-susul, merekapun roboh bergantian, darah mereka muncrat, kepala mereka jatuh ketanah disusul robohnya tubuh mereka

"Bagus" si orang tua berseru memuji sambit bertepuk tangan, "Kat Siauwhiap. Pantas kau menjadi orang muda dari Kun Lun Pay"

Mukanya Thian Ho merah, ia jengah.

"Locianpwe cuma memuji" katanya, "Tak dapat aku disamakan dengan locianpwe "

"Tapi akupun cuma meminjam api membikin hati mereka itu kacau." kata siorang tua, "dan mereka kebetulan kena menyedot sisa asap yang beracun hingga kegagahan mereka menjadi berkurang sendirinya. Sebenarnya, tanpa aku situa turun tangan, kabur belum ada sepuluh lie, mereka bakal pada roboh sendiri nya" ia lantas menunjuk semua lawannya, untuk menambahkan " Lihat paras muka mereka itu, semuanya matang biru, tandanya racun sudah menyerang masuk kedalam," tubuh mereka, hingga roboh namereka sendiri tinggal menanti sang waktu saja"

Thian Ho kagum, ia tidak tahu, kata-kata siorang tua sebenarnya benar separuh saja, orang tua itu melainkan merendah,

Sebelum itu sang api sudah membakar ludas rumah besar, lantaran api dibantu sang angin dan pertolongan tidak ada sama sekali, maka kemudian tinggal terlihat sisa api asap- nya yang masih mengepul, sedang bau sang it membikin orang mau tumpah-tumpah.

Tengah mereka berempat berdiam, beristirahat sambil mengawasi sisa kebakaran, mendadak si orang tua berlompat mencelat, untuk lari, sebelum Thian Ho bertiga tahu apa apa, dia sudah menghilang, percuma mereka menyusul.

"Orang tua yang aneh" kata Thian Ho kagum dan menyesali "Mari kita berlalu dari sini" Dan ia mengajak kedua kawannya menuju ke He Kauw.

Ketika itu dipihak rombongan Chong Sie orang menerima laporan berulang-ulang halnya markasnya oey Kie Pay telah menjadi kurban api dan ludas karenanya. Mereka pergi keluar untuk melongok, hingga mereka masih sempat melihat api dan asap mengulak naik, Diam-diam mereka menjadi memikirkan In Gak.

Ketiga nona menjadi berduka dan berkuatir, bahkan Yauw Hong mengeluarkan air mata.

"Nona Kang," kata Siauw Thian, " Losam pergi dan belum kembali, perutku sebaliknya bergeriyukan Entah kemana dia pergi pesiar"

"Mulut busuk" nona itu membentak. Meski begitu, Siauw Thian masih hendak menggoda ketika mereka melihat satu bayangan berkelebat melayang turun dari atas genting, tangannya mengempit apa-apa.

"Shate pulang" chong Sie berseru, Memang bayangan itu siorang tua baju hijau, yalah In Gak yang membawa Mo cuncia, tubuh siapa lantas diturunkan. "Mari kita pergi kedalam" mengajaknya sambil bersenyum.

Mereka masuk tepat orang tengah mengatur meja santapan-

Setelah semuanya berduduk. In Gak tuturkan peristiwa tadi disarang penjahat, setelah mana ia menambahkan- "pertumpahan darah hebat ini mesti dicegah, aku hendak berbuat sebisaku, maka itu besok seorang diri aku mau pergi ke in Bong Tek. Apa yang aku minta yalah agar tentang diriku dirahasiakan-"

"Itulah pasti," Slong Pek Tojin memberikan janjinya, "Kami bersyukur atas bantuan siauwhiap. cuma..."

"Aku tahu," kata In Gak cepat, "Pak Beng Sam Mo dan Siauw Yauw Kek telah membakar kuil kamu, sakit hati itu memang harus dilampiaskan- pula pasti sekali ketua kamu serta orang-orang liehay dari Partaimu bakal datang juga, tapi itulah tidak apa, cukup asal lotiang jangan menyebut nyebut aku. Urusan partai kamu, totiang, terserah kepada ketua kamu."

Siong Pek mengangguk ia tidak berkata apa apa lagi. "Mo cuncia telah ditotok, baiklah dia dibawa kekamar

rahasia di belakang, untuk di-urus," kata In Gak pada Chong sie.

Belum pengemis itu menjawab, seorang pengemis datang masuk dengan warta hal tibanya rombongan ketua Kun Lun Pay. In Gak segera berbangkit.

"Aku hendak menyingkir maka pergilah toako beramai menyambut mereka," kata-nya. Kemudian ia lantas pergi ke belakang, diturut oleh Siang Bwe, Yauw Hong dan Hu Wan

XXX

SANG Batara Surya baru saja naik. Kabut pagi belum lagi buyar, Selagi angin bertiup perlahan dan air sungai berombak tenang, maka ditepi sungai, dibawah pohon yangliu, terlihat In Gak seorang diri tengah mengintip keindahan sang alam, ia berdandan sebagai seorang tani, pakaiannya berlepotan lumpur, sedang mukanya yang kasar menunjuki ia baru berumur tiga puluh tahun lebih kurang.

Lama ia terdiam disitu, lalu ia memanggil sebuah perahu kecil, untuk membawa ia menyeberang, Tepat tengah hari, ia sudah berada ditengah jalan kekota dusun. Disitu ia bertemu sejumlah orang oey Kie Pay, yang mundar mandir sambil menunggang kuda, in Gak tidak menghiraukan mereka, iapun tidak ada yang curigai ia berjalan sebentar periahan dan sebentar cepat.

Akhirnya, ia masuk ke dalam sebuah rumah makan untuk menangsal perut. Ketika itu tetamu lainnya baru dua tiga orang. Baru kemudian datang dua penunggang kuda yang mengambil tempat disebelahnya.

Kedua penunggang kuda itu yalah seorang berewokan dan satu anak muda beroman tampan, yang menggendol pedang dipunggungnya. Siberewokan mengerutkan alis, dia agaknya lagi menderita, sedang sipemuda berduka.

"Mereka bukan orang oey Kie Pay. Kenapakah mereka?" In Gak berpikir setelah diam-diam memperhatikan dua orang itu, Sipemuda nampak semakin berduka.

Ketika pelayan datang menanya kedua tetamunya mau memesan apa, siberewokan kata: "Kau sajikan beberapa rupa masakan yang istimewa bersama lima kati arak Tek-yap- ceng."

Semundurnya jongos, si anak muda tanya apa orang dapat bertahan, ia memanggil "paman Ho." suaranyapun perlahan.

Orang itu mengawasi tajam, ia menyahuti suaranya bernada membentak tetapi perlahan-

"Keponakan Ceng, kau benar tidak tahu apa apa Lukaku tidak berarti jangan kau mengentarakan dirimu hingga orang menjadi curiga karenanya."

Pemuda itu merah mukanya, dia tunduk. Kawannya itu melihatnya, tak tega dia. Dia tertawa periahan dan kata: "Masih lagi tiga puluh lie, atau kita sampai dikota kecamatan In-bong. Touw Liong Locianpwe menjanjikan pertemuan dikuil Lu couw bio dikota selatan, lukaku ini nanti aku minta dia yang obati, tentu akan lantas sembuh. Anak Ceng jangan berduka untuk pamanmu ini. "

Pemuda itu memaksa untuk bersenyum.

Tidak lama datanglah barang hidangan- "berdua mereka itu lantas bersantap.

orang bicara periahan akan tetapi In Gak dapat mendengarnya dengan nyata, Maka berpikirlah ia. "orang ini mungkin luka beracun. Lantaran ingin mencegah kecurigaan orang, mereka tak mau melakukan perjalanan cepat."

Dia menyebut Touw Liong Locianpwe, apakah dia bukan Touw Liong Kie-su ouw Kong? Kalau benar ingin aku belajar kenal dengan ilmu silatnya yang diberi nama Touw Liong ciu Hoat, yang terdiri dari lima puluh delapanjurus yang kesohor sekali."

Itu waktu datang pula lima tetamu, yaitu tiga imam dan dua orang biasa, Mereka

berduduk sambil bicara dengan gembira dan asyik, suara dan tertawanya nyaring. Mereka seperti tidak menghiraukan lainnya tetamu.

"Sering aku datang kerumah makan ini," kata yang satu, yang memakai ikat kepala merah, "barang makanannya baik juga, maka itu kalau lotiang tidak pantang, nanti aku yang memesan makanan nya."

"Aku tidak pantang," kata satu imam, yang kumis dan jenggotnya panjang sampai diperut-nya, "cuma dengan begitu kami membikin cu Hiocu mengodol saku saja"

"Tapi ini sudah sepantasnya saja" kata orang itu, yang matanya tajam. Lantas ia panggil jongos, untuk memberikan pesannya, Diam diam In Gak menduga duga siapa kelima orang itu.

"Selama ini Partai kami lagi menghadapi bahaya," kata pula si ikat kepala merah itu, "maka syukurlah kami mendapat bantuan lotiang bertiga, Dari itu disini kami mewakilkan U-bun Pangcu kami menghaturkan terima kasih kami, sayangnya Hoan Hiocu diketemui telah mati terbunuh. Dia rupanya terluka di-dalam, bekas gempuran tenaga dalam, tetapi senjatanya Hoan Hiocu ada darahnya mungkin musuh pun terlukakan- Kalau itu benar, dia tak bakal lari lebih jauh daripada sepuluh lie, Bagaimana pendapat totiang tentang luka itu?"

In Gak melihat si anak muda terkejut, sedang- kawannya tenang saja. ia menduga mereka itu berdualah yang membinasakan Hoan Hiocu itu. Si imam kumis panjang berdiam untuk berpikir.

"Dilihat dari luar, luka itu biasa saja, sama dengan luka yang disebabkan pukulan pelbagai partai," sahutnya kemudian, "hanya melihat tapak tangannya, memang benar luka didalam hebat sekali. Turut penglihatanku, cuma satu orang yang mempunyai semacam ilmu yaitu Touw Liong Kiesu Thay Hie yang namanya kesohor pada tiga puluh tahun yang lampau.

Cuma kebinasaan Hoan Hiocu bukan ditangan chio Thay Hie sendiri, penyerangnya itu belum teriatih sampurna tapak tangannya masih tipis, maka itu, kalau dia bukan murid chio Thay Hie dia mesti mendapatkan pelajarannya secara tidak langsung."

In Gak mengagumi imam itu, yang banyak pengetahuannya, Ketika ia melirik pada siberewokan, ia melihat orang menggigil keringatnya keluar deras, cuma karena memaksa menguati diri, dia tak sampai roboh. Sianak muda sebaliknya nampak gelisah, tetapi dia terpaksa berdiam saja.

"Dia sungguh gagah," pikir orang she Cia ini. ia mengagumi orang kuat itu, hingga tertarik hatinya untuk menolongi. ia lantas mencari akal. Tidak ayal lagi ia meletaki uang di-atas meja, terus ia pergi keluar. Ketiga imam dan dua kawannya duduk dekat jendela, diluar itu ada sebuah pohon cemara tua, yang mengalingi matahari dan daunnya terkibar- kibarkan angin, Tiba-tiba dari situ terdengar suara ini: "Hidung kerbau, kau lancang membicarakan Touw Liong ciu-Hoat Lekas kau keluar, untuk terima binasa"

Imam itu berlima kaget, semua lantas lompat keluar dengan melewati jendela.

Berbareng dengan keluarnya mereka itu, In Gak bertindak masuk pula, seperti tanpa terjadi sesuatu, ia meletak sebutir obat pel di depannya siberewokan seraya berkata, cepat tapi perlahan: "Lekas makan inilah obat pemusnah racun" Habis itu, ia duduk pula di kursinya tadi.

Siberewok dan sipemuda heran, Melihat mereka diberikan obat, mereka mengerti bahwa orang memberi pertolongan Tanpa sangsi si-berewok makan obat itu, cepat sekali ia merasakan bau harum dan tubuhnya menjadi nyaman dan segar melebihkan biasanya, ia mengerti itulah obat sangat mujarab.

Sianak muda mengawasi In Gak. ia melihat satu muka kuning berpenyakitan dan mata yang sinarnya layu, orang pun menghirup teh sambil berpaling keluar jendela, sikapnya wajar sekali. ia heran, begitu juga kawannya.

Jongos juga heran melihat orang keluar dan kembali, lalu duduk pula. Ketika ia hendak mengangkat pergi cawan teh, ia melihat uang perak terletak diatas meja.

Umumnya sikap In Gak ini dapat mendatangkan kecurigaan Dia dandan sebagai petani tapi uang peraknya itu seharga lima ribu chie, sebab beratnya mungkin lima tahil, Hanya di- jaman itu, dimana kaum oey Kie Pay biasa melakukan hal hal aneh, orang tak menghiraukannya, Akhirnya jongos itu menghampirkan juga tetamunya, untuk menanya dia mau pesan tambahan makanan apa, ia membungkuk dan berkata sambil tertawa manis. "Ya, tambah ikan dan udang serta tiga kati arak Tek-yap- ceng" sahut In Gak. tawar. ia menyebutkan nama masakan ikan udang itu.

Jongos itu menyahuti "Ya" berulang kali, ia memberi hormat dan mengundurkan diri hatinya heran bukan main-

Tak lama kembalilah si imam berlima, paras mereka muram, tandanya mereka kecele dan mendongkol. Kawannya si orang dengan ikat kepala mereka, yang she-nya she Go seorang bertubuh kate darspak dan berusia lima puluh tahun, dengan mata berapi dengan gusar, berkata:

"Orang Tionggoan licik, banyak akal muslihatnya, dia menantang tetapi dia tidak berani muncul Teranglah mereka kalah jujur dengan kita dari gurun Utara" Tajam kata-kata itu, ketiga imam sampai bungkam saja.

"Kau benar, Loosu cuma tak dapat kau menyerambai semuanya," kata siikat kepala merah itu, Memang itu. "Memang dalam Rimba persilatan terdapat pelbagai macam akal muslihat, Kalau semua orang jujur sebagai kau tidak nanti terbit kekacauan, segala apa tentunya aman dan damai." ia tertawa terus ia menambahkan:

"Baiklah hal ini kita jangan buat pikiran Dia tidak berani muncul, anggap saja dia sebagai anjing Mari, mari kita minum"

Mendengar itu, In Gak mengeluarkan suara dihidung.

Lalu seorang imam, mukanya merah kehitam-hitaman, yang sepasang matanya kecil, berkata : "Kabarnya U-bun pangcu telah mengundang Shatohuoto, gurunya, Dialah pendeta liehay dari Barat, katanya tanpa lawan maka itu benarkah pihak Partai Pengemis dapat mengundang orang lihay juga untuk melayaninya?"

Siikat kepala merah bersenyum licik. "Totiang bertiga masih belum jelas akan keadaan yang sebenarnya," ia berkata, "Sebetulnya ketua kami bukan menguatirkan bahaya dari dalam" Imam tadi mementang matanya, mengawasi tajam. "Bagaimana, Gui Hocu " tanyanya, "bagaimana sebenarnya

duduknya hal? Maukah kau menjelaskannya ?"

"Diantara tetamu-tetamu yang telah diundang." Siikat kepala merah menerangkan- "ada juga mereka yang datang tanpa undangan, katanya untuk membantu kami, akan tetapi sebenarnya mereka mengandung maksud bermusuh. Hal ini menyulitkan pangcu kami, sebab tak dapat ia menolak mereka itu dan sebaliknya tak dapat tidak. ia mesti membuat pengawasan dan penjagaan- Itulah sebabnya, tanpa menghiraukan perjalanan jauh, ia sudah mengundang Shato- huoto."

Si imam heran-

"Siapa.. siapakah tetamu tanpa undangan itu ?" dia tanya. "Antaranya Pak Beng Sam Mo, Siauw Yauw Khek, Mo

cuncia dari Tiang Pek San, Khole Kong San Su Mo, Poan Poan- siu dan Hek Pek yang lainnya lagi, entah siapa..." Imam itu tertawa.

Sekarang barulah In Gak mengerti kenapa rumah musuh dibakar tetapi pertolongan dari pihak tuan rumah tidak ada, kiranya mereka didalam saling bermusuhan diam-diam. "Kalau begitu, kebanyakan kaum sesat telah berkumpul" katanya.

Si orang ikat kepala merah berkata pula: "Baiklah totiang ketahui, ketika mulanya Partai kita memilih In Bong Tek.

Pangcu kami melihat tempat lebar sekali, ia menjadi ketarik hati, ia lantas memeriksa, Lantas kami mendapatkan tiga buah kuil kecil, Dengan melihat keletakan, pangcu kami menduga mesti ada orang pandai yang hidup menyendiri disitu. Setelah diselidiki, ternyata kami menemui dua orang tua yang telah ubanan alis rambut dan kumis janggutnya..."

Ketiga imam nampak tertarik hatinya mereka memasang telinga dengan sungguh-sungguh.

"Ketika Pangcu kami masuk. dua orang tua itu terus duduk berdiam kedua matanya dirapatkan," si orang dengan ikat kepala merah melanjuti, "Mereka pun seperti tidak mendengar apa-apa. Baru setelah Pangcu kami menghampirkan sampai dekat, satu diantaranya membuka matanya, hingga terlihat sinarnya yang menyorot sedang tangan kanannya diingkat periahan lahan-

Luar biasa sekali, Pangcu kami mesti mundur tiga tindak.

Dia merasakan suatu tolakan yang kuat, Lantas Pangcu menjelaskan maksud kedatangannya ke In Bong dan sekalian ia minta bantuannya dua orang tua itu, Pangcu tidak ingin mencari musuh."

"Kamu mau mendirikan markas disini, kami tidak berhalangan," kata imam itu, "Hanya untuk itu kamu harus memenuhkan tiga syarat." pangcu tanya apa adanya tiga syarat itu.

Siimam kata. "Paling dulu kau mesti membuat garis disekitar lima lie kuil kami, siapapun tak dapat melintasi tak terkecuali Pangcu sendiri Siapa melanggar larangan ini, bagiannya yala h kematian Syarat yang kedua yaitu, tak boleh dibocorkan rahasia hal adanya kami berdua didalam kuil ini.

syarat yang ke-tiga, yang terakhir, kamu dilarang melakukan pembunuhan didalam wilayah In Bong Tek Pangcu terima baik syarat itu. Selama beberapa tahun pertama, segala apa - berjalan dengan aman- Lalu selama yang belakangan ini, kami mendapat gangguan, yaitu orang-orang yang menjadi musuh kami, yang kami tangkap dan penjarakan, saban-saban lenyap tanpa ketahuan, sia-sia belaka kami mencarinya.

Akhirnya Pangcu mencurigai kedua imam itu. Lantas Pangcu mengirim wakil mengajukan permintaan bertemu. Apa sudah terjadi? Pesuruh-pesuruh itu balik dengan buntung tangannya atau cacad kakinya, Pangcu menjadi gusar, ia datang sendiri untuk menegur.

Kedua imam lantas mengajukan tentang tiga syaratnya.

Pangcu terdesak bicara, ia menjadi gusar dan lantas menyerang imam imam itu, Nyata mereka sangat lie hay, Pangcu mesti mundur sendiri nya. Imam-imam itu membilang, asal oey Kie Pay berani mengganggu lagi ketentraman kuil mereka, itulah saat runtuhnya Partai kami. Maka itu sekarang Pangcu kami mengundang Shatohuoto untuk gurunya itu menghadapi kedua imam itu."

Ketiga imam itu bangun, sembari berdiri ke-tiganya mengawasi orang dengan ikat kepala merah itu.

"Gui Hiocu." satu diantaranya tanya, "apakah hiocu pernah bertemu dengan dua imam itu? Bagaimanakah roman mereka?"

orang yang ditanya itu melengak. ia menganggap pertanyaan itu aneh.

"Dua imam itu cuma dapat dilihat oleh Pangcu kami," sahutnya sesaat kemudian, "Se-kalipun yang anggauta tubuhnya dibikin bercacat itu, tidak tahu, maka itu kami tidak berani sembarang menduga-duga, Mungkinkah Ham Kong Totiang kenal mereka itu?"

Ketiga imam itu tidak menjawab, hanya ketiganya merapatkan mata mereka, Lalu, dengan sabar, mereka berduduk pula, Kemudian siimam dengan kumis jenggot panjang sampai diperut itu mengawasi kedua kawannya.

"Mungkinkah mereka itu sikedua tua bangka tidak mau mampus?" tanyanya, Habis berkata, dengan sinar mata dingin, dia menoleh ke arah In Gak. untuk mengawasi dengan roman bengis, In Gak membuat gerakan tanpa merasa ketika ia mendengar si ikat kepala merah menyebutkan hal kedua imam liehay itu serta siimam berkumis-janggut panjang itu mengatakan demikian, dia lantas mengawasi padanya.

Ketika mata mereka berdua bentrok sinarnya, ia lantas dapat menenangkan diri, ia mengangkat cawan araknya dan minum acuh tak acuh, Tapi si imam tetap curiga, maka sambil berlompat ia tiba didepan orang terus dia menanya dingin: "Mengapa kau mengawasi aku?" In Gak kelihatan kaget, bingung dan berkuatir, tubuhnya menggigil, dan araknya, yang belum sampai tertelan, menyembur keluar dari mulutnya hingga tubuh, muka danjubahnya imam itu menjadi terkena arak. ia sendiri terus roboh terguling

Bukan main mendongkolnya imam itu tapi ia tidak mempunyai alasan untuk bergusar, inilah sebab ia merasai semburan itu semburan orang biasa, tidak terdorong tenaga dalam, ia mesti merasa malu sendirinya kalau ia menarik panjang. siorang dengan ikat kepala merah menghampirkan-

"Maafkan dia, totiang, dia tidak tahu apa-apa," ia menghibur sambil tertawa.

"Hm" imam itu mengasi dengar suaranya, lantas ia memutar tubuh, inilah jalan untuk mundur teratur.

Siikat kepala merah mengawasi In Gak. ia pun mengikuti si imam, untuk balik kemeja mereka.

Siberewokan dan si pemuda melihat kegesitan siimam, mereka tahu imam itu liehay, Mereka berkuatir untuk In Gak. yang disangkanya lemah tak berdaya. Sipemuda mendongkol, lantaran ia menganggap imam itu keterlaluan Maka syukur si ikat kepala merah telah lantas datang sama tengah.

In Gak itu bersandiwara, guna mengelabui si imam. Lantas siikat kepala merah melanjuti keterangannya: "Sebenarnya inilah rahasia partai kami, rahasia yang telah

lama disimpan rapat, tetapi sekarang, itu bukan rahasia lagi, maka juga sekarang aku berani memberikan penuturanku- ini..."

"Gul Hiocu" mendadak siimam berkumis jenggot panjang itu berkata, "aku minta sukalah kau mengantarkan kami pergi kekuil itu,"

Si ikat kepala merah agaknya bersangsi, akhirnya ia berkata juga: "Baiklah, cuma aku akan mengantarkan sampai diluar kuil, sebenarnya aku tidak berani melanggar aturan kuil Sam ceng Koan itu..." Ketiga imam segera berbangkit terus mereka bertindak keluar, Kedua kawannya pun bertindak pergi.

"Mari" mengajak siberewokan pada anak muda kawannya, ia melemparkan uang keatas meja. ia keluar dengan cepat.

Matahari bersinar bagus waktu itu, jagat seperti bersinarkan kuning seluruhnya. Dijalan pegunungan yang kecil, ketiga imam berlari-Iari kearah In Bong Tek, kedua kawannya tetap mendampingi mereka, Makin lama tubuh mereka beriima nampak makin kecil.

Siberewokan heran begitu juga sipemuda, Mereka tidak dapat melihat si petani yang roman-nya berpenyakitan itu. Mereka melengak.

"Sayang, tak dapat aku menghaturkan terima kasih untuk obatnya," kata siberewokan, menyesal "Dialah seorang aneh" ia lantas meloloskan tali kudanya dan menambahkan: "Mari kita berangkat"

Sianak muda menurut, ia mencambuk kudanya untuk dikasi lari, Mereka mengambil jalan yang diambil siimam beriima.

Ketika sudah mengaburkan kudanya dua pengkolan, siberewokan heran, ia melihat si imam berkumis-janggut panjang lagi duduk menyender dipohon di tepi jalan, mukanya mandi keringat seorang imam lain berjongkok seraya kedua tangannya memegangi kedua belah pinggangnya.

Teranglah mereka telah terluka atau terkena serangan gelap Tiga yang lain tidak nampak mata hidung.

Siberewokan dan sianak muda menahan kuda mereka sejenak, lalu tanpa membilang apa-apa, keduanya mengeprak kuda mereka untuk melanjut perjalanan- Mereka baru lari beberapa tombak, mendadak mereka melihat dua orang ber- lompat turun dari lereng disampingnya hingga kuda mereka menjadi kaget berjingkrak sambil meringkik, Karena itu, keduanya lompat turun. Sekarang mereka mengenali siorang dengan ikat kepala merah serta kawannya yang kate dampak. yang mengawasi mereka dengan bengis.

"Tuan-tuan, mengapa kamu memegat perjalanan kami?" siberewokan menegur. "Tuan, apakah kamu dapat melihat si tikus yang membokong Ham Kong Totiang dari Khong Tong Pay?" tanya siikat kepala merah itu.

Siberewokan melengak saking heran, tapi lantas ia tertawa lebar,

"Bagamana ini, tuan?" dia balik menanya, "Bukankah tuan- tuan berjalan bersama ketiga lotiang itu? Bukankah kami berdua jajan belakangan dan baru sekarang tiba disini?

Tidakkah ini berarti kau menanya sibuta?"

"Tuan keliru mengarti” Menjelaskan siikat kepala merah itu. "Dengan tikus itu aku maksudkan siorang tani didalam rumah makan sudah menyembur orang dengan araknya, habis mana dia membarengi membokong, Mulanya Ham Kong Totiang tidak ketahui itu, sampai tadi ditengah jalan ia merasakan jalan darahnya-jalan darah kie-bun tak lurus, lantas terus ia tak kuat berjalan lebih jauh, Ketika tuan keluar, tuan tentu dapat melihat tikus itu?"

Siberewokan kaget tetapi ia menenangkan diri ia tertawa. "Dia?" ia tanya, "Sungguh aku tidak percaya petani

berpenyakitan itu mengarti ilmu silat dan demikian liehay juga.,., Dia berangkat lebih dulu daripada kami berdua dan kami tidak melihat dia menuju kemana." ia mengangkat kedua tangannya memberi hormat seraya menambahkan:

"Kami perlu pergi ke In Bong menjernihkan janji, dari itu ijinkanlah kami berangkat lebih dulu Sampai bertemu pula"

Lantas bersama sianak muda dia berlompat kesamping, kepada kuda mereka masing masing yang lagi makan rumput, mereka lompat naik kepunggungnya, untuk terus dikasi lari.

Mendadak si kate-dampak berlompat, untuk menghadang didepan kuda. "Tunggu dulu" bentaknya. Sianak muda menjadi tidak senang, alisnya bangun berdiri. "Eh, kau mau apakah?" dia menegur "Dengan menghalang-

halangi kami, bukankah kamu mencari gara-gara?"

Sikate dampak mengawasi tajam pemuda itu, agaknya dia memandang tik mata, Dengan

dingin dia kata: "Bocah, kau bicara dengan orang tua, kau minggir "Tangannya lantas mengibas keras.

Anak muda itu berkelit sebat, berbareng itu dengan tangan kirinya, dengan dua jari, dia menotok kena di orang itu.

Sangat cepat gerakannya ini, karena dia menggunai tipu "Bintang mengejar rembulan."

orang tua kate dampak itu terperanjat akan tetapi ia sempat mengelit tangannya, Dua tangan mereka bentrok keras, lalu keduanya sama-sama mundur dua tindak. siorang dengan ikat kepala merah lompat maju. "Tong Losu.." ia mencegah.

"Hm" bersuara sikate- dampak. yang meneruskan berkata: “Jangan mencegah. Gui Hio-cu Hari ini aku si tua mesti mengajar adat kepada dua orang manusia bermata tinggi ini"

Si ikat kepala merah itu menjadi masgul, terpaksa ia berdiri disamping.

Sikate- dampak mengawasi bengis, mukanya menyeringai Dia kata sambil tertawa jumawa: "Seumur aku situa, baru hari ini aku menemui orang yang berani mengatakan aku bangsat tua Meski mungkin kamu tidak tahu apa apa tetapi hukumanmu mesti cacad satu kaki atau satu tangan"

Sianak muda mengawasi siberewokan, dia tertawa lebar. "Paman Ho, ini hari barulah kita memperoleh tambahan

pengetahuan Kita telah bertemu si manusia tukang omong besar yang tak tahu malu” katanya.

Bukan kepalang mendongkolnya si kate-dampak itu, mukinya menjadi merah, romannya bertambah bengis.

"Bocah, kau tidak tahu siapa aku situ" katanya sengit, "Akulah Pek pu Kie Hun Tong Tay" Dibawah tanganku tak ada orang mati utuh. Tapi kau, mengingat kau tak kenal aku, aku cuma mau mematahkan tangan atau kaki-mu”

Mendengar nama dan gelaran orang, anak muda itu dan siberewokan nampak kaget, Tong Tay itu, yang julukannya Pek-pu Kie Hun, atau si Penangkap Arwah, adalah seorang jago Keluarga Tong di Sucoan, yang keistimewaannya yalah racunnya yang liehay, Dia pula terkenal untuk ilmu silatnya.

Tengah dua orang itu berkuatir, mereka mendengar satu suara yang datangnya dari tempat tak jauh, mulanya tertawa nyaring, habis kata-kata ini: "Ha, bakal ada pertunjukan ramai Tak dapat aku tidak menontonnya Dasar Keluarga Tong dari Sucoan telah kehilangan mukanya Hai, bocah, jangan kau bersangsi-sangsi Dengan kepandaianmu, apakah benar kau jeri terhadap Tong Tay?"

Orang semua heran, semua lantas menoleh. Disana terlihat satu orang tua dengan baju panjang warna merah, kumisnya yang disebut kumis kambing gunung terikat pada pohon pek- yang, hingga dia bagaikan main ayunan, Masih terlihat terlihat wajahnya yang bersenyum berseri-seri. Sipemuda dan berewokan nampak girang. Bukan kepalang gusarnya Tong Tay. Dia berlompat maju sambil terus menyerang

orang tua berbaju merah itu terus bersenyum-senyum, tubuhnya terus berayun-ayun. Sikate-dampak menjadi heran, serangannya yang dahsyat itu lewat dengan begitu saja. saking heran, ia berdiri menjublek.

Si orang tua baju merah tertawa lebar, dia kata pula: "Tong Tay, kau hendak menempur aku siorang tua? oh, masih kacek jauh. Sianak muda didepanmu ini saja kau masih tidak mampu melawannya Ditubuhmu ada peluru, jarum, piauw dan torak. yang sangat beracun, tetapi dimataku, semua itu benda tak ada artinya jikalau kau tidak percaya, kau cobalah terhadap anak muda itu, nanti kau akan dapat buktinya aku omong benar atau tidak" Tong Tay tidak menjawab, dia hanya mengawasi dengan sinar matanya berkobar itu artinya dia tengah berpikir keras.

Ketika itu telah datang ketiga imam tadi, mereka datang sambil berlari-lari, sikumis-jenggot panjang dan Ham Kong Tojin telah ditolongi, ditotok bebas oleh kawannya Mereka heran menghadapi suaana mengancam itu. Lantas mereka dihampirkan siikat kepala merah, yang berbisik kepada mereka, setelah mana enam matanya ketiga imam itu diarahkan kepada siorang tua baju merah.

Orang tua baju merah itu berkata dengan dingin: "Ketiga hidung kerbau, didepan aku siorang tua, jangan kamu banyak lagak Kuil Sam ceng Koan di In Bong Tek itu yalah ancaman bahaya untuk Khong Tong Pay Kamu telah datang kemari, kebetulan sekali, kamu mengantarkan diri kedalam mulut harimau" Mukanya ketiga imam menjadi pucat. "Heran, mengapa dia ketahui itu?" Mereka pada berpikir.

orang tua yang menggantung diri dengan kumisnya itu mendadak berseru. "Eh, bocah, kenapa kau tidak menyapa sibangsat tua she Tong? Kau hendak tunggu apa lagi? Hm Kalau aku tahu kau bernyali kecil dan tak berguna, seharusnya aku situa melepaskan tanganku untuk tidak mencampurkan lagi."

Sianak muda memang sudah siap. dia hanya tadi bersangsi, tetapi, begitu mendengar suara siorang tua, lantas dia maju menyerang, tangannya dari bawah naik keatas dalam gerakan "Badak memandang rembulan-" Dia menyerang jalan darah hiankie,

Tong Tay tidak menyangka orang menyerang ia tanpa suara lagi, hanya secara demikian mendadak. dia menjadi kaget. Ketika itu. dalam panasnya hati dan heran, ia tengah memikirkan tindakan untuk melayani siorang tua yang berlaku sangat kurang ajar terhadapnya itu, yang tak dipandang mata sekali. Masih demikian, ia masih sempat menggeraki kedua tangannya, guna menghalau serangan tiba-tiba dan hebat itu. Anak muda itu menginsafi dirinya, bahwa ia pandai tetapi masih kurang latihan, maka itu dibawah anjuran siorang tua tak dikenal, ia menyerang sehebat itu, ketika ia dilawan dan di-serang, ia lantas berkelit lincah sekali, ia sudah berada dibelakang musuh. Lantas ia menotokjalan darah sinijie di punggung, ia menggunai dua buah jerijinya, serangan itu disusul dengan totokan tangan kiri kejalan darah ceng-ciok.

Tong Tay berseru, tubuhnya mencelat tinggi, ketika ia berpaling, ia balas menyerang hebat sekali, ia pun menggunai kedua tangannya berbareng.

Dua kali sianak muda menyerang gagal, dia tidak lantas berhenti, ketika lawannya berkelit, ia lompat menyusul, dia menotok pula punggung lawan itu.

Tong Tay kaget, tetapi karena ia sudah menyerang, ia meneruskannya, ia menambah tenaganya.

Anak muda itu sudah lompat turun, sendirinya ia dapat berkelit, Dengan Tong Tay memutar tubuh, serangannya gagal, tetapi pun serangannya jago dari Sucoan itu turut gagal. Ketika kakinya menginjak tanah, Tong Tay mendongkol sekali, mukanya menjadi merah, Dia kata dalam hatinya, "Kalau hari ini aku situa tidak dapat membikin mampus bocah ini yang susunya belum hilang, kecewa aku disebut Pek-pu Kie Hun"

Maka terus ia berlompat maju, tubuhnya meluncur, tangan kirinya menotok, kaki kanannya membarengi terbang, menendang jalan darah in-hwe. Itulah salah satu jurus istimewa ilmu silat keluarga Tong.

Hebat anak muda itu, Meski musuh liehay dan menggunai pukulannya yang istimewa itu, bukannya ia berkelit atau mundur, ia justeru maju untuk memapaki, untuk menyerang kejalan darah simjie.

Tong Tay terkejut, inilah diluar pemikirannya, Siapa sangka anak muda ini nekad, bersedia untuk terbinasa bersama?

Dalam heran dan kagetnya itu, ia lompat mundur setombak. siorang bertubuh besar dan berewokan itu girang, Sebaliknya ketiga imam itu dari Khong Tong Pay bersama siorang dengan ikat merah menjadi terperanjat. Dipihak lain, siorang tua yang bergelantungan itu tertawa terbabak-bahak. Dia kata nyaring.

"Anak yang baik, bagus jurusmu ini Hanyalah berhati- hatilah kau kalau-kalau sibangsat tua she Tong menjadi gusar dan kalap. jagalah dirimu dari segala benda hancuran yang disimpan pada tubuhnya."

Tong Tay, dalam murkanya, sudah membentak dan menyerang, Tiga kali beruntun ia melakukannya, untuk mendesak.

Sianak muda menjadi tambah semangatnya, ia tahu dengan adanya siorang tua baju merah itu, ia tidak bakal kena dirobohkan lawannya itu, ia berkelit dengan gesit, ia pun balas menyerang sama hebatnya.

Maka berdua mereka bertempurlah dengan dahsyat sekali.

Si ikat kepala merah lantas bicara kasak-kusuk dengan ketiga imam, sebagai kesudahan dari itu tanpa ngak atau ngik, mendadak mereka mengangkat kaki, lari kearah In Bong Tek. Sama sekali mereka tidak menghiraukan si orang she Tong

Siberewokan panas hatinya melihat kepergian empat orang itu, Mereka tidak bersikap sebagai orang Rimba persilatan sejati, Tadinya ia hendak menegur mereka itu atau ia melihat siorang tua yang bergelantungan itu mengulapkan tangan mencegah padanya, ia lantas berdiam terus, matanya mengawasi pertempuran-

Tong Tay sedang menumplak perhatiannya pada pertempuran kepada musuhnya, ia tidak tahu bahwa rombongannya ketiga imam telah meninggalkan medan pertempuran itu, ia bahkan memperhebat serangannya karena ia sangat penasaran-

Tengah asyiknya orang mengadu jiwa itu. maka tiba-tiba terdengariah suara tertawa yang nyaring dan panjang, lalu tertampak tak jauh dari pohon pek yang tempat bergelantungannya si orang tua dengan baju merah berkelebatnya satu tubuh manusia, berkelebat dengan luar biasa pesat.

Tepat digelanggang orang itu berhenti berlari, maka sekarang tampak nyata dialah seorang petani yang mukanya kuning berpenyakitan. Dengan lantas dia memandang Tong Tay, dengan sikap dan suara dingin, dia berkata "Tong Tay, aku lihat baiklah kau bunuh dirimu sendiri. Satu bocah saja tak dapat kau robohkan, mana dapat dibilang kaulah jago Kang ouw yang berkenamaan?"

Tak kepalang gusarnya Pek pou Kie Hun. Dia mendesak sianak muda, untuk dipaksa mundur, habis itu tubuhnya mencelat mundur, berdiri di depan siperani. Tanpa menegur lagi, tanpa mengawasi pula, dia lantas menyerang. Tangan kanannya bergerak dalam jurus "Tok cu cuk tong" atau "Ular berbisa keluar dari liangnya."

Walaupun ancaman itu sangat hebat, si petani tidak berkelit atau menangkis, sebaiknya daripada menyingkirkan diri, ia justru meluncurkan sebelah tangannya, jarinya mencari jalan darah kiok-tit dari si Penangkap Arwah.

Tong Tay terkejut saking heran, itulah sambutan luar biasa, yang baru kali ini ia pernah lihat, Terpaksa ia membatalkan serangannya, sambil menarik pulang tangannya, ia pun lompat mundur tiga kaki.

Adalah sipetani itu. Gagal peluncuran tangannya itu, tubuhnya lompat menyusul, mengikuti bagalkan bayangan, hanya bukan ia melanjut menyerang pula, mendadak ia menghentikan tindakannya. Tong Tay bingung hingga ia tercengang. Petani muka kuning berpenyakitan itu tertawa.

"Tong Tay, kau tidak tahu diri" katanya tertawa, "Kau dogol bagaikan sang kerbau Benar kau diundang U-bun Lui akan tetapi partai dia tidak menghargakan kau Kau cuma dihormati sekedarnya. Apakah kau tidak melihat bagaimana kau telah ditinggal pergi mereka semua?"

Kembali Tong Tay melengak. hanya kali ini segera ia melihat kesekitarnya, Mana

ketiga imam dan seorang ikat kepala merah? Tak nampak mereka itu ia menjadi kaget, lantas ia berteriak sendirinya: "Sungguh menyebalkan Aku bisa mati mendongkol"

Si orang tua berbaju merah agaknya heran melihat munculnya sipetani berpenyakitan itu, ia meninggalkan pohonnya, untuk berdiri se-tombak jauhnya dari orang, untuk mengawasi ia menjadi heran lagi karena ia tidak melihat sesuatu yang luar biasa pada sipetani ini.

Sipetani berkata dengan dingin: "perlu apa kau mendongkol sendirian? oey Kie Pay sudah mengundang Bin San Jie Tok.

Racun mereka dan cara menggunainya menang seratus lipat daripada racun dan kepandaianmu Maka itu dimata mereka, ada kau tak kekurangan”

Tong Tay sengit sekali.

"Apakah kepandaiannya Bin San Jie Tok yang melebihkan aku Keluarga Tong ?" dia berseru. “Jangan kau lancang mengoceh menghina."

Si muka kuning berpenyakitan tertawa nyaring dan memegat. “Jikalau kau dapat mengenai racunmu yang tak ada rasanya dan tak ada romannya yang mudah dikenali, hingga kau dapat meracuni roboh kepada Shatohoto dan U-bun Lui, hingga Bin San Jie Tok tak sanggup menyembuhkannya, baru aku percaya keliehayanmu jikalau benar kau mempunyai nyali besar, justeru aku juga diundang U-bun Lui, mari kita bersama pergi kepadanya untuk kau coba meracuni mereka itu.

Maukah kau pergi?" ooooooo

BAB 24

PADA biasanya orang Rimba persilatan suka besar kepala, demikian Tong Tay tidak menjadi kecuali, apa pula Keluarga Tong sebagai ahli racun sudah memperoleh nama sejak beberapa ratus tahun yang lalu, Tong Tay beranggap didalam dunia tak ada ahli racun yang keduanya, Saking mendongkol, dia berjingkrakan dengan tertawa dingin, dia kata: "Aku siorang she Tong tak dapat dipancing menjadi gusar olehmu Tidak nanti aku melakukan perbuatan sehina itu"

Simuka kuning berpenyakitan tertawa lebar.

“Jangan kau ngoceh tidak keruan" katanya. Jangan kau berjumawa sendiri oey Kie Pay sudah tidak menghargai kau Paling benar kau berpeluk-dagu berangkat pulang ke Su-coan Disana kau tutup pintumu kau hidup senang dan damai seorang diri Dimana dalam dunia Kang ouw sudah ada Bin San Jie Tok maka untuk kau sudah tiada tempat lagi untuk menyapa. "Touw Liong Locianpwe, benar atau tidak?" dia tanya.

Memang benar, orang tua berbaju merah itu yalah Touw Liong Kie-su chio Thay Hie si Pembunuh Naga. Ditanya begitu, dia melengak, Dia tidak mengerti kenapa orang kenal padanya, sebaliknya dia sendiri tidak terhadap orang itu.

Tanpa merasa dia mengeluarkan kata-kata tidak tegas.

Tong Tay sendiri mendongkol dan bingung, tak senang dia mendengar kata kata orang. Karena itu dia sampai tidak mendengar perkataan orang terhadap Touw Liong Kiesu, Meski demikian, dia mencoba menguasai dirinya. Dia tertawa dingin dan kata. "Sahabat, kau memandang aku siorang she Tong begini tidak berharga, baiklah, ingin aku main-main denganmu untuk aku meluaskan pandanganku"

Orang muka kuning berpenyakitan itu tertawa. "Buat apakah membuka mulut lebar saja?" katanya,

"Sahabat she Tong, harus menimbang dirimu sendiri Kau mesti bisa melihat gelagat untung dan rugi inilah bergantung kehormatan dan kehinaannya Keluarga Tong, jangan kau terkebur tidak keruan, agar kau jangan melukis harimau tetapi jadinya anjing"

Mukanya Tong Tay merah padam, matanya bersinar, tubuhnya menggigil. sudah lama dia memperoleh namanya, orang umumnya jeri terhadapnya, dia biasa dipuji, maka itu mana dapat dia menerima penghinaan demikian macam?

"Baik Baik." dia berseru. Dia seperti kalap. hingga lenyaplah kecerdasannya. Tak dapat ia memikir lainnya kecuali untuk menghajar orang sepuas hatinya. Dia cuma bisa menambahkan "Sahabat bagaimana kalau kita bersama pergi kemarkas besar oey Kie Pay ?"

Si muka berpenyakitan melirik.

"Sahabat she Tong, bukannya aku tidak pandang mata pada kau," ia bilang sabar, "akan tetapi bagaimana juga, kakimu tak kuat menyusul aku sebaliknya jikalau aku berjalan perlahan, rasanya tidak puas. Maka itu sahabat, baiklah kau yang berjalan lebih dulu Tentang aku, aku tanggung, aku akan tiba satu jam dimuka daripada kau"

Pek-pou Kie Hun murka tak terhingga.

"Sahabat, jangan jumawa" dia berteriak. Jangan kau selalu mengejek aku si orang she Tong Kau lupa bahwa akulah Pek- pou Kie Hun, bahwa dengan lariku seratus tindak seperti terbang, dapat aku mengejar arwah manusia sama cepatnya seperti berkelebatnya halilintar"

Si muka berpenyakitan bersenyum, ia melirik tajam orang didepannya itu, lalu ia berkata sungguh-sungguh, "orang she Tong, karena kau sangat jumawa, baik mari kita jalan bersama Hanyalah, umpama kata tenaga kakimu tak ada seperti tenaga kakiku kau harus sesalkan dirimu sendiri, jangan kau katakan aku tidak memperhatikanmu"

Habis berkata, ia menggeraki tangannya, mengasi tanda mempersilahkan orang mulai berangkat.

Tong Tay tertawa dingin, lantas dia menggeraki kedua kakinya, Benarlah bagaikan jemparing melesat, tubuhnya berlompat, untuk terus berlari dengan cepat sekali. Karena ini dalam tempo yang pendek dia telah melalui kira tiga puluh lie.

Tengah dia lari berlari terus dengan cepat itu, tiba tiba dia merasakan angin bersiur disisinya, Dia lantas menoleh kesamping, untuk melihat. Tiba tiba dia menjadi sangat kaget, Dia melihat angin itu disebabkan lewatnya si- muka kuning berpenyakitan itu, yang berkelebat disampingnya. Setelah itu, segera dia ketinggalan setengah lie maka dilain saat, dia sudah kehilangan lawannya itu.

"Ah..." akhirnya dia menghela napas, sekarang baru dia mengerti dalam ilmu lari keras itu dia kalah jauh.

Dipihak lain, kapan Touw Liong Kiesu melihat gerakan si muka berpenyakitan itu ia menghela napas saking kagum, ia memuji, katanya: "orang itu bukan cuma cerdik tetapi juga ilmu kepandaiannya lihay sekali, oleh karena itu, dengan perginya Tong Pay bakal mengalami seperti langit ambruk dan bumi gempa..."

"Locianpwe benar," berkata si berewokan. "Aku yang muda telah bersamber pundakku dengan arit yang beracun,jlkalau bukannya dia yang menolongi dengan memberikan obatnya tidak nanti sekarang aku dapat bertemu dengan locianpwe..."

Touw Liong Kiesu bersenyum.

"Anak ceng," ia berkata kepada si anak muda, "benarlah dugaan gurumu, musuh ayahmu ialah U-bun Lui ketua dari oey Kie Pay"

Matanya si anak muda dipentang lebar.

"Kalau begitu sekarang juga murid hendak pergi mencari musuh ayahku itu " ia berkata keras.

Touw Liong Kiesu menatap.

"Anak, jangan terkebur" ia berkata, menegur "Kau baru belajar silat beberapa hari, kenapa kau sudah berani melihat orang tidak mata? jangan kau turuti napsu amarahmu saja. Kau harus ketahui disarang oey Kie Pay sekarang ini berada banyak orang lihay, hingga sekalipun gurumu, hendak ia bertindak secara waspada, dengan melihat selatan-Apakah kau rasa kau dapat lancang sembrono?"

Anak muda itu insaf bahwa ia terlalu menuruti suara hatinya, ia lantas tunduk dan air matanya mengembeng, ia menutup mulut.

Touw Liong Kiesu mengawasi, ia menghela napas, lantas ia berkata: "Tapi kau tidak dapat dipersalahkan, anak. Memang segala urusan sulit untuk diramalkan dimuka. Sekarang kita harus pergi dengan waspada, pergi kita bertindak dengan melihat gelagat, terutama janganlah semberono Tahukah kau sekarang?"

Sianak muda cuma mengangguk.

"Mari kita pergi" mengajak orang tua itu seraya ia terus bertindak dengan cepat hingga sianak muda dan kawannya lantas menyusul untuk berlari-lari bersama ke In Bong Tek.

Ketika itu ditelaga In Bong Tek sendiri dimana pohon gelaga seperti nempel dengan langit, diatas mana terlihat burung-burung pada beterbangan dari antara hutan gelaga itu nampak beberapa bayangan orang, yang kemudian ternyata adalah ketiga imam yang diketemukan dirumah makan bersama seorang kawannya. Selagi berlari lari itu tiba tiba mereka menghentikan.

Si ikat kepala merah lantas nampak bersungguh sungguh, dia lantas berkata: "Lagi setindak kita akan sampai dibalas tempat terlarang, maka itu maafkan aku seorang she Gui, lantaran aku tidak dapat melanggar aturan ketua kami, aku cuma dapat mengantar sampai disini."

Dia menunjuk kedepan untuk menambahkan "Diarah sana, sekira lima lie, adalah keletakannya kuil, Sekarang aku akan menantikan disini sekalian menantikan kabar bagus dari kamu bertiga, totiang." "Terima kasih, Gui Hiocu," kata ketiga imam. "Kau banyak cape."

Lantas ketiganya berlompat memasuki wilayah terlarang oey Kie Pay itu.

Tepat orang berlompat pergi, tepat dibelakang si orang dengan ikat kepala merah itu berlompat keluar satu orang yang segera menotok jalan darah beng-bun hingga tanpa bersuara lagi, dia roboh dihutan gelaga itu dengan jiwanya melayang pergi Begitu lekas juga penyerang itu berlompat untuk lari menyusul ketiga imam tadi.

Disebelah depan ketiga imam tiba dengan cepat dihutan yang liu yang mengurung kuil. Ketika mereka memandang kuil itu, mereka saling mengawasi dengan melongo, pintu kuil itu ditutup rapat.

Selang sekian lama Ham Kong yang membuka mulutnya, Dia berkata: "Sute Ham ceng dan Ham In kelihatannya pembilangan Gui Hiocu tidak salah, Memang siapa menyangka ditempat begini berada rumah berhala, sungguh diluar dugaan dua murid murtad itu, si-tua tak mau mampus, dapat bersembunyi disini Bagaimana sekarang kita harus bertindak?"

Salah satu imam, ialah Ham in, berpikir sejenak baru ia menyahut, Jikalau benar tua tua bangka tak mau mampus itu berada didalam sini, kita bertiga bukanlah lawan mereka, oleh karena itu aku pikir lebih baik kita pulang ke Khong Tong guna memberi laporan kepada ketua tentang mereka, untuk mendengar pikirannya ketua kita itu..."

Ham Kong menggeleng berkata. "Tidak dapat kita berbuat seperti pikiranmu itu, sute," katanya, "Kau harus ketahui air yang jauh tak dapat menolong memadamkan api yang dekat, jikalau mereka mendapat kisikan, lantas mereka menyingkirkan diri, kemana kita dapat mencari pula mereka itu? Dahulu sebelum kakek-guru meninggal dunia, kakek memikir mengangkat mereka menjadi ketua, tetapi tengah kakek menderita sakit hampir menutup mata, mereka sudah melakukan pelanggaran besar, karena mana hilanglah ketikanya mereka diangkat jadi ketua itu, bahkan tempo mereka hendak dihukum, mereka sudah melakukan periawanan mereka menyingkirkan diri sambil mencuri kitab ilmu silat Partai kita.

Sudah banyak tahun ketua kita ingin mendapati pulang kitab pusaka itu, sia-sia saja ikhtiarnya karena mereka ini tidak ketahuan dimana sembunyinya, hingga kesudahannya telah diputuskan, "siapa mendapati kitab itu dialah yang akan diangkat menjadi ketua. syukur Thian ada beserta kita, kita yang memperoleh endusan ini sekarang kita tinggal bekerja saja untuk mendapatkannya, maka tak dapat ketika baik ini dibikin lenyap."

Ham ceng mengawasi saudara seperguruannya itu. “Jikalau benar suheng menghendaki kedudukan ketua kita,

kami berdua suka membantu kepadamu sampai cita citamu itu tercapai," kata dia, "Tetapi karena kita tidak dapat menggunai kekerasan baiklah kita berlaku hati hati, kita mesti mencari akal.,."

"Itulah gampang," berkata Ham Kong. "Tong Tay telah membagi kita dua batang hio beracun Ngo Tok Toan hun-hio, kita baik gunai itu. Sebentar setibanya dibelakang kuil, sambil bersembunyi kita sulut itu.

---ooo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar