Menuntut Balas Jilid 26 : Kawanan hantu di markas Oey Kie Pay

Jilid 26 : Kawanan hantu di markas Oey Kie Pay

LEWAT beberapa detik, mendadak keduanya berseru lalu senjata mereka terpisah, Tubuh mereka pun mencelat

Baru sekarang, pedang In Gak meluncur pula ke dada lawan-

Bok Liong cu terkejut Dengan cepat ia berkelit kekiri, kakinya turut berkisar, ia menangkis meski agaknya sulit, Maka lagi sekali ia kena didesak. Tanpa merasa, ia main mundur keping gir, yang tempatnya tinggi, Lagi satu tindak. pastilah ia bakal kecemplung ke-sungai.

Disaat yang sangat berbahaya untuk imam itu, mendadak In Gak mencelat mundur beberapa tombak. terus ia lari ke arah perahu-nya sambil mengajak Siauw Thian semua, maka dilain saat mereka sudah berada diatas perahu, perahu mana pun segera dikasih berlayar.

Bok Liong cu melengak saking heran, sembilan belas kali ia diserang terus-menerus oleh si "orang tua" hingga ia berada ditepian itu, tinggal satu tikam pula, pasti ia kecemplung.

Akhirnya ia menghela napas, ia berduka berbareng penasaran ia mengerti orang tidak mau membikin ia celaka, tetapi itu berarti ia kalah dan mesti menerima belas-kasihan orang.

Terpaksa, dengan lesu, ia mengajak Kim Le ceng semua berlalu.

In Gak semua dibawa dengan cepat oleh perahunya, ia masuk kedalam perahu melihat Cian Leng mau merayap bangun memberi hormat, guna menghaturkan terima kasihnya, ia cepat mencegah seraya menekan tubuh orang.

"Cian Pangtauw, jangan banyak kehormatan- ia berkata, bersenyum. "Sebenarnya siapa kah yang melukakan kau? Sukakah kau memberikan keteranganmu pada aku si orang tua?" Tak lupa anak muda ini dengan "orang tua" nya itu. Cian Leng menggeleng kepala.

"Kemarin ini aku lagi berjalan di Sip-He-pou diluar kota siangyang." ia berkata, "mendadak aku merasakan serangan hawa dingin pada punggungku, hingga aku menggigil Aku lantas memutar tubuh tetapi aku tidak melihat seorang jua didekatku kecuali beberapa pedagang yang memikul yang terpisah jauh.

Aku lantas tidak memperhatikan lagi, Selang setengah harian baru merasa tubuhku tak nyaman seperti tadinya. Lalu perubahan datang dengan cepat. Napasku menjadi sesak.

Tempo aku sampai di kaki bukit Lwe Hong San, dada dan perutku terasa sakit sekali hingga rasanya tak tertahankan lagi."

Jadinya sampai sekarang pangtauw tak tahu siapa yang melukai kau?"

"Mestinya orang Oey Kie Pay, tak orang lainnya..." sahut pengemis itu sambil berpikir.

"Kenapa begitu?"

"Oey Kie Pay memusuhkan sangat Partai kami. Pat-pie Kimkong U-bun Lui, ketua Oey Kie Pay, telah mengundang Mo cuncia dari Tiang Pek San dan banyak lagi lainnya jago Rimba Hijau, Untuk melayani musuh, ketiga tianglo kami telah mengajak sejumlah saudara berkumpul di He-kauw. Disini secara kebetulan kami mendapat keterangan Oey Kie Pay berniat busuk terhadap su-tianglo kami..."

"Apakah tindakannya itu?" In Gak tanya. ia bersikap tenang-tenang saja. Cian Leng batuk-batuk. "U-bun Lui telah mengundang Bin San Ji Tok datang ke In Bong San- Dua jago dari Bin San itu diminta membuat obat bubuk yang beracun sekali, guna dipakai mencelakai su- tianglo. Banyak anggauta yang dikirim U-bun Lui kepelbagai tempat sambil masing-masing membawa sehelai gambar dalam mana dilukiskan belasan orang, siapa saja diantaranya, diketemukan dia mesti diracuni.

Katanya siapa terkena racun itu, dalam dua belas jam ia akan mati dengan tubuhnya berwarna matang biru. Karena itu Chong Sie Tiang lo mengutus aku mencari bantuan orang- orang pandai sekalian terus pergi ke Bu Tong San guna mengasi kisikan pada su-tianglo, siapa tahu di sini aku kena dibokong orang jahat. Aku telah membikin gagal tugasku, walaupun aku mati seratus kali, tak dapat aku menebus dosaku.

Lantas air mata sipengemis mengembeng, siang Bwe dan Yauw Hong saling mengawasi, mereka terharu tetapi mereka saling bersenyum, pengemis itu tidak mengenali In Gak. ia heran melihat sikapnya kedua wanita yang beroman jelek itu.

In Gak mengerutkan alis, "Aku tidak sangka Bin San Jie Tok dapat diambil U-bun Lui," katanya.

"Pernahkah kau bertemu dengan mereka itu?" Siauw Thian tanya, In Gak mengangguk. "Engko In." berkata Yauw Hong. "Tay Hong San terletak ditepian kiri kita, baiklah kita pergi kesana, untuk menyerbu mereka sebelum mereka siap untuk melabraknya"

Nona ini memanggil "engko In-, juga lagu suaranya seorang nona tak diubah, Mendadak Cian Leng sadar, lantas ia berkata: "Ah, kiranya su-tianglo Maafkan aku yang rendah..."

In Gak lantas memegat: "Cian Pangtauw jangan bergerak Kau tetap beristirahat, Aku tahu, bagaimana harus bertindak." ia terus menoleh pada Yauw Hong untuk meneruskan-

"Tay Hong San memang salah satu pusat Oey Kie Pay tetapi itu bukanlah markas besarnya, markas itu berada di In Bong San-" Yauw Hong tidak mau lantas menyerah, ia kata: "Aku telah dengar halnya Mo cun-cia menantang Chong LoCianpwe untuk bertanding dimarkas besar Uy Kie Pay di In Bong San, dan turut apa yang aku ketahui, Tay Hong San yalah gunung In Bong San itu" orang bicara demikian pasti hingga In Gak bersenyum.

"itulah melulu disebabkan keliru omong orang," ia berkata, "Nama In Bong sebenarnya namanya dua telaga besar, In di Kang lam selatan sungai, dan Bong di Kang Pak, utaranya, luasnya delapan atau sembilan ratus lie persegi, berbatas diutara Hoa-yang, diselatan An Liok, dan ditimur Kie- kang.

Karena orang menggabungnya, maka itu disebut In Bong, Markas besar Oey Kie Pay berada diutara An-Liok dan diselatan Tay Hong San, duduknya ditengah tengah sungai Koan sui dan Ciang Sui Jalan air itu banyak cabangnya dan berhutan gelaga lebat, sukar dipergikan, sulit keluar dari sana, dan sudah ratusan tahun selalu menjadi sarangnya orang- orang jahat, Maka adik Hong, kau omong enak saja"

Nona itu mendelik sekejapan.

"Ya, siapa tidak tahu kau bun bu coan-cay" katanya tak puas, "Kau pandai surat dan syair In Bong yalah In Bong perlu apa kau ngoceh tentang ilmu bumi? Lihat encie Bwe, betapa menyebalkan"

Tapi Siang B we tertawa, Diam-diam ia mengagumi In Gak yang memang benar bun bu-coan cay, pandai ilmu surat dan ilmu silat berbareng. Tapi kapan ia ingat Tonghong Giok Kun diculik Ang Nio cu, ia berduka, sepasang alisnya lantas merengkat.

Yauw Hong melihat roman orang, ia dapat membade hatinya, Maka ia memegang tangan nona itu seraya mengajak "Encie, mari kita kebelakang, kita jangan usil urusan mereka ini"

Siang Bwe menurut, keduanya lantas mengundurkan diri. Siang Lok lantas berkata: " Dalam dunia Kang ouw yang paling dimalui memang cara menyerang membokong itu, yang tak dapat orang menjaganya, maka itu, siauwhiap baiklah kita pikirkan daya untuk menghadapi." In Gak memandang keluar jendela otaknya bekerja.

"Aku telah memikir sesuatu, nanti saja di He-kauw kita bicarakan pula", sahutnya.

Perahu pun berlayar terus XXX

DIMULUT sungai He Kauw terlihat berlabuhnya sebuah perahu besar, dari dalam perahu itu nampak seorang tua bertindak keluar perlahan tindakannya.

Tujuannya yalah Hong Ho Lauw, ranggon atau lauwteng burung Jenjang kuning, dibukit Hong San, bukit manapun dikenal sebagai coa San, gunung Ular.

Hong Ho Lauw itu ia pernah dimana yang disebut sungai Yan Po Kang, terdiri atas tiga tingkat, tiang-tiangnya empat puluh delapan buah, semua tiang dan penglarinya terukir, pintu dan jendelanya indah.

Dengan berdiam diatasnya, orang dapat melihat jauh, memandang gunung dan sungai, hanya sayang, setelah terbakar ditahun ke-14 dari Kaisar Kong Sie, keindahannya tak sebagaimana dahulu hari lagi.

Ketika itu Hong Ho Lauw telah penuh dengan banyak tetamu, tetapi seorang tua naik ditingkat ketiga dan memilih meja yang menghadapi sungai, Lantas ia melihat keseputarnya, hingga ia mendapatkan para tetamu umumnya orang kaum rimba Persilatan, tak perduli mereka mengenakan baju panjang atau baju pendek yang singsat.

Pandangan orang tua ini berhenti disatu meja dimana ia mendapatkan Poan Poan Siu bersama Honghu Siong serta Khole Keng San Su Mo, tengah mereka itu bicara kasak-kusuk. Poan Poan Siu dapat melihat si orang tua, lantas ia mengawasi tajam, Rupanya dia bercuriga.

Orang tua itu, dengan wajar menoleh ke-arah sungai, dari mulutnya terdengar suara bersenandung perlahan, memuji keindahannya lauwteng Hong Ho Lauw. Habis itu ia menepuk meja dan memuji dirinya sendiri "Bagus" Mendengar itu, Poan Poan siu tertawa sendirinya.

"Ah, kutu buku" katanya, Suara itu perlahan tetapi si orang tua mendengarnya jelas, ia memang In Gak adanya dan ia mengerti, dengan kata-katanya itu, Poan Poan Siu hendak mencoba padanya, ia terus memandang keluar, berpura pura tidak mendengar suara orang itu.

Didekat lauwteng itu pula ada beberapa tempat terkenal seperti kuburannya putera mahkota ciauw Beng Taycu, lauwteng Keng Ek Lauw, kuil Tio Keng Su, ranggon Lu couw Kok, paseban Pauw Sek Teng dan lainnya.Semua tempat itu dekat dengan kota tetapi tenang dan cocok sebagai tempat berlibur beristirahat.

Sekian lama itu In Gak tetap membawa tingkahnya si kutu buku. Hanya kemudian kecuali rombongan Poan Poan Siu, yang masih tak mau berlalu, disebelah depan sana ia melihat Chong Sie berduduk diam seorang-diri. Ia heran hingga ia tanya dalam hatinya: "Kenapa toako sendirian saja? Mana kedua tiang lo kawannya?"

Dengan matanya yang tajam, In Gak mengawasi pula para tamu, sekarang ia merasa bahwa banyak orang Rimba Persilatan itu lagi pada menyamar diantaranya ada orang Partai Pengemis, yang duduk berpencaran.

Tidak lama maka terdengarlah tertawanya Pat-pou Kan- siam Honghu Siong, yang meneruskan berkata: "Pasti setiap hari si pengemis tua She Chong datang ke lauwteng Hong Ho Lauw ini untuk bercokol sendirian saja, sama sekali bukannya untuk menjanjikan orang, maka itu mungkinkah dia sudah ketahui dari siang-siang bahwa lagi empat hari dia bakal mati tanpa tempat kuburnya hingga dia hendak melewatkan tempo hidupnya yang pendek itu dengan jalan menghibur diri disini?"

Selagi begitu, Poan Poan Siu pun melirik orang, ia menjawab Honghu Siong dengan berkata: "Sebenarnya semenjak semula juga aku si orang tua tak menyetujui sepak terjangnya U-bun Pangcu sebenarnya paku dimata mesti dicabut dari siang-siang, tetapi dia mengatakannya temponya belum tiba ia ingin dengan sekali turun tangan maka semuanya bakal dapat diringkus, itulah katanya lebih sempurna Menurut aku, seharusnya kita lantas turun tangan, takperduli satu demi satu, supaya kita dapat tidur tanpa impian yang tidak-tidak- supaya sebaliknya mereka itu dapat tidur dengan tenang"

Keempat Hantu dari Kong San berdiam, cuma mulut mereka berkelimikan.

Suaranya Poan Poan Siu perlahan tetapi In Gak dan Chong Siu dapat dengar dengan nyata, Kiu cie Sin Kay tertawa perlahan, mengejek. meski begitu ia terus mengawasi keluar jendela.

Poan Poan Siu merasa orang menyindir padanya, hatinya menjadi panas sepasang alisnya bangun, ia mengawasi si pendeta lalu pandangan matanya berkisar kemeja tetangga- nya pengemis itu dimana ada seorang umur kira kira empat puluh, yang mukanya merah dan jenggotnya pendek yang tubuhnya besar.

In Gak tidak kenal orang baru itu, ia mengawasi Ketika pandangan mata Poan poan Siu dipindahkan kelain arah, ia melihat mata orang bersinar tajam, Dari tempilingan orang, ia menduga orang pandai ilmu silat, Mesti ada apa-apa diantara Poan Poan Siu dan dia itu.

Dia agaknya serba salah, sedang Poan poan Siu rupanya mendesak. ia menjadi heran diam-diam ia memasang mata.

Akhir-akhirnya orang itu merogoh dengan tangan kanan kedalam sakunya, Begitu melihat itu, In Gak lantas mengerti, Teranglah orang itu mempunyai obat racunnya Bin San Jie Tok, dan dia diperintah Poan Poan Siu meracuni Chong Sie.

In Gak terkejut, inilah sebab ia tidak ingin membuka rahasianya. Tapi ia tidak kurang akal. Mendadak ia menepuk meja keras-keras, iapun berseru: "Pergi ke Kang Tong Rembulan putih angin spoi-spoi Keindahan-nya lauwteng Hong Ho Lauw tak habisnya, benarlah katanya orang dahulu kala."

Suara keras itu membikin heran para hadirin, hingga mereka pada menoleh dan meng awasi padanya .

Orang muka merah itu heran, dia melengak sampai dia tak dapat menarik keluar tangan kanannya yang telah dikasih masuk didalam sakunya itu.

Chong Sie pun terperanjat, ia merasa mengenali suara si orang tua. begitu ia ingat apa-apa, ia berpaling, mengawasi tajam muka In Gak. In Gak berpura-pura jengah karena perbuatannya yang terlalu menyolok mata itu, ia mengawasi para hadirin, sampai sinar matanya berkisar kepada Chong Sie. Begitu sinar mata mereka bentrok. la lekas memandang siorang muka merah yang merogo saku itu.

Chong sie mengasah otaknya melihat lagak si orang tua. iapun mengawasi si muka merah, justeru dia itu lagi mengeluarkan tangannya yang terlihat memegang satu bungkusan merah kecil sebagai seorang cerdik, la lantas dapat menerka sesuatu. Maka tahulah ia apa yang mesti lakukan, ia tidak berlaku ayal lagi.

Mendadak dia bangun berdiri, Agaknya tergesa-gesa dia, Diwaktu bangun itu, tangan bajunya yang serombongan terkibaskan hingga mengenai cangkir teh yang baru disajikan cangkir itu lantas tumpah, isinya muncrat mengenai belakang tangan orang yang memegang bungkusan kecil merah itu.

Orang itu kaget, hingga dia berkaok sambil berjingkrak bangun, tangannya itu dikepriki tak hentinya, hingga bungkusan merahnya terlepas dan jatuh. Chong Sie sendiri sudah lantas pergi turun dari lauwteng, cepat sekali.

Si orang muka merah itu akhirnya dapat melawan rasa sakitnya bekas terkena teh panas itu, ia lantas mengeluarkan saputangan dengan apa ia coba memungut bungkusan merahnya yang telah basah terkena air teh itu, ia meletakinya diatas meja.

Dengan muka meringis, ia duduk pula, untuk mengeluarkan obat lukanya, mengobati tangannya itu yang melepuh.

Poan Poan Siu heran, hingga dia melengak. Dia kata dalam hatinya: "Kenapa begitu kebetulan air teh itu mengenai bungkusan merah?" Karena dia seorang cerdik, lantas ia ingat, Ah, mesti tepukan mejanya si tua-bangka kutu buku ada hubungannya Mesti itu cuma untuk menarik perhatian orang

Mestinya cong Sie telah melihat bungkusan merahnya si muka merah itu. Hanya aneh, kenapa sikutu buku tahu orang membekal racun? Kenapa ia ketahui yang diarah itu justr chng Sie? Dia lantas mau mengawasi pula sikutu buku.

Ketika dia berpaling, dia melengak sikutu buku sudah tidak ada ditempat-nya, setahu kapannya ia pergi meninggalkan lauwteng itu. Dia lantas menanya Hong Hu Siong dan keempat Hantu, tetapi mereka itupun tidak tahu.

Lantas mereka kasak kusuk, Mereka menganggap si kutu buku itu harus dicurigai. Mereka mau menduga orang bukannya sahabat hanya musuh, bahkan musuh yang berbahaya lantaran sepak terjang yang aneh itu.

Tapi hal aneh masih menghinggapi mereka. tempo mereka mengangkat cawan teh masing-masing, mereka mendapatkan didalamnya masing-masing ada bangkainya dua ekor laler.

Mereka heran, mereka saling mengawasi mengenai ini, mereka menduga kebetulan saja laler itu kena terseduh.

Untuk dapat minum, mereka hendak menyuruh pelayan menukar dengan air teh yang baru, Tepat Poan Poan Siu mau memanggil pelayan, tepat ada angin meniup masuk dari jendela ada suatu benda kecil yang terbawa terbang angin itu, jatuh kedepan mereka.

Toa Mo Ho-in, si Hantu pertama menyamber. Ternyata itulah segumpal kertas ia kaget saking heran, ia lantas bercuriga, ia merasakan alamat yang tidak baik. Lekas-lekas ia membuka kertas itu untuk dibeber.

Disitu ada tulisannya dengan huruf-huruf halus dan bunyinya sebagai berikut:

Bangkai laler beracun, tanpa rasa, tanpa rupa. Kalau tuan minum itu, masuk keusus ketulang-tulang, orang mati buat apa disayangi?

Dia mendapat bagiannya. Dia merasa puas sendirinya Tanda tangannya itu yalah "Heng in Kek," si "orang

Rahasia."

Wajahnya Poan Poan Siu dan keempat Hantu menjadi pucat, lalu berubah menjadi merah. Dengan lantas mereka berlalu dari lauwteng itu.

Si muka merah heran, tak dapat dia mem-bade maksud orang, Dia duduk lagi beberapa detik, lalu dia pun berbangkit untuk berlalu seorang diri.

Dibawah lauwteng Hong Ho Lauw, air sungai terang jernih dimana terlihat sang Puteri Malam seperti tengah berkaca.

Disitu perahu- perahu mundar-mandir tak hentinya. Diantara suara air yang tergayu, orang pun mendengar suara tetabuan, maka juga pelesiran itu tak kalah dengan ditelaga-telaga Se Leng dan HianBu.

Didekat Hong Ho Lauw itu, diranggon Lu couw Kok, dikuil Thio Kong Su, dipaseban Pauw sek Teng, tak hentinya pula orang berseliweran, sebaliknya dirimba pohon pek dekat kuburannya ciauw Beng Thaycu, yang gelap petang, tiada terlihat orang pesiar.

Justeru itu, selagi sinar rembulan seperti memain diantara pepohonan, disitu nampak satu bayangan orang berkelebat cepat, untuk berhenti didepan kuburan sekali. Lantas terdengar ia menghteakan napas lega, ialah si muka merah diatas lauwteng tadi, yang memtawa bungkusan merah, yang keseblok air teh panas.

"U-bun Pangcu mengundang serigala masuk kedalam rumah.." terdengar ia berkata sendiri, suarauya perlahan Semua mereka mirip hantu, besar kepala, sungguh mereka memuakkan “

Tiba-tiba ia mendengar suara tajam ini: "jikalau kau tidak suka, jangan kau melihatnya Siapa suruh kau kesudian mendengar perintah orang menggunai racun?"

Bukan main kagetnya si muka merah ini, tanpi merasa ia menggigil, ia lantas berpaling, untuk melihat kesekelilingnya, ia tidak melihat siapa juga, cuma daun-daun dan cabang cabang yang bergerak-gerak diantara siuran angin halus yang dingin.

"Apakah aku, Nio Eng Sian, malam ini bertemu setan?" ia tanya dirinya sendiri. ia sebenarnya berani, tetapi dalam keadaannya itu, ia jadi ingat arwah orang.

Ialah orang paling sadar dalam Oey Kie Pay, sudah sekian lama ia jemu terhadap sepak terjang partai nya itu, tetapi ia berhutang budi terhadap U-bun Lui, ketuanya, terpaksa ia masih campur partai itu, tak dapat ia meninggalkan sang ketua. Karena keinginannya membalas budi, saban-saban ia seperti melupakan keadilan-Tengah ia berpikir itu, ia merasai tiupannya angin dingin. "Siapa main gila didepan aku siorang she Nio?" ia tanya bengis.

"Siapa yang main gila?" ia memperoleh jawabannya, "Aku siorang tua telah berdiri sekian lama dibelakang mu. Dasar matamu yang kurang celi dan telingamu kurang terang Habis kau hendak sesalkan siapa?"

Eng Siang kaget, ia memutar tubuh cepat sekali, ia benar melihat seorang tua berdiri di-depannya, jaraknya cuma kira lima kaki. ia heran- Ketika ia mengawasi, sendirinya ia mundur satu tindak. sinar matanya bentrok dengan sinar mata orang itu, ia merasakan sinar mata yang tajam dan berpengaruh.

"Siapa kau?" ia membentak "Kenapa kau bawa lagak memedi? Bikin apa kau dibelakang aku siorang she Nio?"

Orang tua itu yang bajunya hijau, ber-senyum.

"Aku siorang tua bilang matamu kurang celi dan telingamu kurang terang, itulah benar-benar" sahut dia sabar "Bukankah tadi dilauwteng Hong Ho Lauw aku siorang tua telah melihat kau?"

Eng Sian lantas ingat siorang tua, yang Poan Poan Siu menyebutnya kutu buku, yang tadi menepuk meja di Hong Ho Lauw hingga dia menarik perhatian para tetamu.

orang tua itu tidak mengambil orang heran, ia berkata pula: "Mari kita bicara.

Aku melihat kau sebagai satu laki-laki sejati Kau berada di bawah naungan orang, kau agaknya tak tahu malu Kenapa

kau menentang hati sanubari mu yang lurus hingga kau sudi melakukan perbuatan busuk dan jahat- yalah meracuni orang? Apakah tenang hatimu melakukan kejahatan itu?"

Eng Sian berdiam. Tepat ia terserang pada rasa adilnya. "Adalah biasa kalau didalam dunia Kang ouw orang

berkurban untuk persahabatan." kata ia kemudian perlahan, "Dalam hal itu, aku bukannya bersendirian saja. U-bun Pang cu telah melepas budi terhadapku mana dapat aku menjualnya? Tapi lo enghiong benar, aku terharu mendengar kata-katamu. Sayang jalan kita berlainan. Maaf lo-enghiong, aku meminta diri."

Ia memberi hormat, kakinya lalu diangkat, ia mau berlalu.

Tapi baru ia berputar, ia melihat satu bayangan berkelebat lalu orang tua menghadang didepannya. ia menjadi tidak senang.

"Lo-enghiong, kau mendesak aku" katanya, "Harap kau maafkan halauan keras dari aku ini- lantas menolak dengan dua tangannya. Si orang tua tidak mundur atau berkelit, sebaliknya ia meluncurkan kedua tangannya.

Untuk kagetnya Eng Sian, kedua tangannya tertangkap keras, waktu ia meronta, ia tidak berhasil meloloskan tangannya itu, Kembali ia kaget, ia heran bukan main, sedang ia tahu ia bertenaga besar Lantas ia menjadi lebih kaget pula. Setelah meronta itu, napasnya menjadi sesak, kedua lengannya kehilangan tenaga... orang tua itu tertawa dingin.

"Aku tidak sangka bahwa kau begini bandel" katanya. "Percuma kau gagah kalau kau pandai itu untuk membantu kejahatan Apakah kau tidak takut kejahatanmu ini nanti merembet kepada leluhurmu dilain dunia dan juga anak dan cucu mu nanti? Rupanya kau tidak suka mend engar perkataanku s itua ini Baiklah, aku akan menotok kau tiga kali, guna memusnahkan tenaga dan kepandaian silatmu, habis itu kau lekas pulang kesarang Oey Kie Pay, untuk menyampaikan kepada Bin San Jie Tok bahwa aku situa sahabatnya, mengundang mereka datang dalam tempo tiga hari kedekat Hong Ho Lauw untuk membuat pertemuan"

Nio Eng Sian takut bukan main, Untuk orang yang mengarti silat, ilmu silat yalah jiwanya.

“Jangan, lo-enghiong. jangan," ia memohon, "jangan kau musnahkan ilmu silatku... sebenarnya aku pun bersusah hati setiap hari, tak dapat aku jalan menyingkir dari tempat yang berbahaya itu "

Si orang tua bersenyum.

“Jikalau aku tidak menotok kau, kau pun sulit menemui U- bun Lui," ia kata. ia berhenti sebentar, lantas ia menambahkan: "Begini saja. Aku akan musnakan ilmu silatmu untuk sementara waktu, lantas kau lekas pulang ke-markas mu, untuk memberi bisikan pada Bin San Jie Tok. Ingat, hal ini tak dapat lain orang ketahui."

Kata-kata itu disusul dengan gerakan tangan kanan, menotok dengan dua buah jari, ke jalan darah kie bun, atas mana Sian Eng merasai darahnya berhenti jalan, napasnya sesak. lalu ia memuntahkan reak. Kedua matanya pun mencelos menyatakan takutnya.

“Jangan kuatir," kata si orang tua bersenyum, "Asal dalam tempo dua belas jam kau bisa sampai dimarkasmu, jangan takut jiwamu hilang Nah, kau pergilah"

"Apakah nama lo-enghiong ?" tanya Eng Sian susah. "Pergilah aku nanti

memberitahukannya kepada Bin San Jie Tok..." orang tua itu berpikir sebentar.

"Bilang saja seorang sahabat dari Bong San," sahutnya kemudian, "Mereka pasti akan mendapat tahu."

Eng Sian mengangguk, terus ia berangkat pergi, ia merasa sangat letih tetapi ia memaksakan diri.

Si orang tua mengawasi berlalunya orang, ia berpikir: "Bin San Jie Tok ternama beracun, tabiat mereka aneh, akan tetapi mereka biasa menyayangi diri, sampai sebegitu jauh mereka belum pernah sembrono membunuh orang, heran kenapa mereka dapat ditarik U-bun Lui hingga mereka suka melakukan ini perbuatan jahat dan kejam? Ah, jangan-jangan mereka pun melakukannya karena terpaksa..."

Mungkin didalam ini ada sebabnya. Baiklah, aku menanti dulu sampai mereka telah datang menemui aku."

Baru orang tua ini mau mengangkat kaki, untuk berlalu, tiba-tiba ia mendengar bentakan disusul mendatanginya tujuh orang dalam rupa bayangan, ia mengenali suara itu, yang tercampur berisiknya tindakan kaki mereka, ia mengawasi ke arah mereka, tubuhnya sendiri menyingkir kebelakang sebuah pohon pek yang besar, ia mengawasi terus. Tujuh orang itu berhenti didepan kuburan-

Segera ia kenali, yang membentak tadi ialah Siong Pek Tojin, Maka itu ternyatalah mereka Bu Tong cit To, tujuh imam dari Bu Tong San- Orang tua ini heran, pikirnya: "Bukannya mereka berdiam di Bu Tong San- sekarang

mereka datang kemari Apa mereka mau? Selagi pergi ke Bu Tong San, aku tidak menemui imam-imam ini, mungkinkah mereka tengah merantau hingga mereka tidak ketahui mala- petaka yang mengancam gunung mereka?"

Lalu terdengar suaranya Siong Pek Tojin, "Kita bertujuh pergi ke Siauw Lim Sie, sebaliknya Siauw Yauw Kek telah mengajak Pak Beng Sam Mo bersama orang Kiong Lay San menyerbu gunung kita, Atas kejadian itu, Lan Seng Sute telah tidak memberi kabar kepada kita hingga kejadian dari tujuh puluh dua kuil sebagian besar yang rusak musna orang semacam dia, pantaskah dia menjadi ketua?"

"Sabar, suheng." berkata seorang imam, "Lan Seng Sute itu ditunjang oleh ketiga paman guru kita, percuma kita bicara tentang kedudukannya sebagai ketua. Kita sendiripun tidak mengharapi kedudukan ketua itu, Sekarang ini yang perlu jalan kita bekerja sama d engan partai Pengemis, atau kita langsung pergi kemarkas pusat Oey Kie Pay guna menempur Siauw Yauw Kek dan Pak Beng Sam Mo"

Siong Pek Tojin menggeleng kepala.

"Pak Beng Sam Mo dan Siauw Yauw Kek liehay sekali, kita bukanlah tandingan mereka," ia bilang, "Didalam markas pusat Oey Kie Pay itu juga terdapat banyak orang liehay lainnya kaum sesat dan lurus, tidak nanti mereka duduk mengawasi saja kita menentang Pak Beng Sam Mo semua.

Sekarang baiklah kita menunggu lagi dua atau tiga hari, sampai ketiga paman- guru datang kemari, baru kita berdamai pula."

"Ya, kenapakah Tocu Yap Siauw ceng dari ceng Shia Pay masih belum juga tiba ?" tanya seorang imam lainnya, "Dia berjanji akan bertemu kita disini"

Tiba-tiba mereka mendengar suara yang seram. "Yap Siauw ceng disini Kamu sambutlah dia" Menyusul itu sebuah tubuh terlihat terlemparkan dari belakang kuburan. Ketujuh imam itu kaget. Tahulah mereka bahwa Yap Siauw ceng sudah menemui ke- celakaan-

Siong Pek lompat maju, guna menanggapi tubuh itu, yalah tubuh imam Yap Siauw ceng dari ceng Shia Pay itu. Enam imam yang lainnya sebaliknya mau melompat kuburan.

Berbareng dengan itu, sambil tertawa seram, satu bayangan lompat keluar dari belakang kuburan, Ketika dia menaruh kaki di-tanah, didepan keenam imam, tak terdengar suaranya, Dia pun segera membuat kaget kepada kawanan imam itu, Sebab dia mirip mayat hidup, sebab tubuhnya seperti tulang terbungkus kulit, badannya jangkung, rambutnya panjang terurai sampai dipundaknya, sepasang matanya sangat tajam, bengis sinarnya. Dia pula muncul dari belakang kuburan dimalam yang demikian sunyi dan dingin.

"Siapa kau?" Siong Pek menegur. "Ada permusuhan apa diantara Yap Tocu dan kau maka kau sudah menurunkan tangan jahat terhadapnya?"

Orang mirip mayat hidup itu memutar matanya yang tajam dan bengis itu, dia memperdengarkan suaranya yang seram, "Aku si-orang tua yalah Kauw Pek Sin-Mo ciauw Bu muridnya Pak Beng Sam Mo Yap Siauw ceng denganku tidak bermusuh, tetapi tanpa sebab tanpa lantaran dia mengumpat-caci padaku, dari itu aku hajar dia satu kali dengan tangan dinginku Han Peng Im Ciang. Tidak kusangka, dia tak dapat bertahan buat satu pukulan saja"

Siong Pek terkejut mendengar orang menjadi muridnya Pak Beng Sam Mo.

"Dimana Yap Tojin bertemu denganmu tuan?" ia tanya.

Ciauw Bu mengawasi, matanya bersinar dingin.

Mendengar itu siorang tua berbaju hijau yang bersembunyi dibelakang pohon, terkejut, ia lantas berpikir, Jikalau begitu Nio Eng Sian dan aku telah terdengar telinganya, maka jikalau dia tidak disingkirkan dibelakang hari dia dapat menjadi ancaman bencana Mungkinkah Nio Eng Sian telah dikuntit?" Itu waktu Siong Pek Tojin menanya bengis, "Diwaktu Pak Beng Sam Mo menyerbu Bu Tong San, apakah tuan turut ambil bagian?"

Orang itu tertawa berkata, "Tidak salah" sahutnya terkebur, “Jikalau tidak ada panggilan U-bun Lui, mungkin Bu Tong San sudah ludas semua dan kamu tak bakal dapat lolos"

Ketujuh imam menjadi sangat gusar, segera mereka bergerak hingga mereka berkumpul dalam garis garis Pat-kwa, kecuali bagian Seng-mui, atau "Pintu hidup", yang lowong, Mereka tinggal bergeraknya lebih jauh.

Kauw Pek sin-Mo memainkan bibirnya. sikapnya tawar sekali.

“Jikalau kamu memikir untuk mampus, berlakulah rela " katanya, ia merapatkan kedua matanya, sikapnya acuh tak acuh.

Siong Pek Tojin habis sabar, dengan lantas ia maju, menikam jalan darah sin-bun dari orang she ciauw yang jumawa itu. perbuatannya ini lantas ditelad keenam saudara seperguruannya hingga tubuhnya Kauw Pek Sin-Mo seperti terkurung pedang mereka itu. Dengan bergeraknya mereka itu, pintu Seng-mui pun tertutup sendirinya.

Ciauw Bu main berkelit, tempo satu kali ia mementang kedua tangannya, ia menyalurkan hawa dingin membikin ketujuh pedang terpental berbareng dengan mana, ia lompat mencelat mengapungi diri sambil ia berkata nyaring. "Aku siorang tua hendak menghadiahkan sembilan butir Ngo-Tok San-hwe-tan untuk kamu mencoba-coba"

Ketujuh imam sudah lantas memencar diri. itulah akibat yang wajar karena mentalnya pedang mereka masing-masing, Syukur senjata mereka itu tak lolos dari tangan mereka.

Berbareng mereka itu mundur, menyusuli kata-katanya.

Kauw Pek Sin-Mo, si Hantu Menggaet Nyawa, telah mengayun tangannya, hingga meluncurlah peluru -pelurunya yang bersinar bagaikan bintang jatuh. Itulah Ngo-Tok San-hwe-tan, atau peluru api beracun yang liehay. Lantas juga semuanya, sejarak satu tombak dari ketujuh imam bentrok menjadi satu, nyaring suaranya muncrat lelatu apinya, dari atas turun kebawah. Berbareng dengan itu pula tersiar bau yang membuat orang hampir pingsan-

Sekonyong konyong terdengar teguran keras. "oh siluman bagaimana kau berani melakukan kejahatan besar ini?"

Lalu dari belakang sebuah pohon pek terlihat lompat keluarnya satu bayangan orang yang kedua tangannya segera di-luncurkan, hingga karenanya hawa jahat itu kena dipukul mundur kearah Kauw pek Sin-Mo ciauw Bu, yang tubuhnya lagi turun.

Ciauw Bu kaget luar biasa. inilah diluar dugaannya, Dia menjadi repot. Dengan gugup dia berjumpalitan dengan kedua tangannya dia menolak dengan menggunai Han peng cin Khie, hawa dingin aslinya.

Hawa panas tak dapat melawan hawa dingin, itu lelatu peluru api itu lantas terkalahkan. Akan tetapi si orang tua dengan baju hijau itu menggeraki pula kedua tangannya menindih pula lelatu api itu.

Ciauw Bu kaget, dia melawan, tidang urung dia merasakan tangannya sangat panas dan sakit, sambil menjerit dia lompat jauh, untuk menyingkirkan diri. Dia sebat tetapi api lebih cepat pula, Kembali dia menjerit, hanya kali ini, tubuhnya terus roboh ke tanah,

Tapi masih ia hendak menolong diri, ia bergulingan sampai belasan tombak. celaka untuknya, api tidak mau padam, bahkan menyala makin besar.

Ia menjerit jerit menyayatkan hati dari keras sampai menjadi perlahan, lalu perlahan lahan rintihannya berhenti.

Ketika akhirnya api berhenti berkobar, maka tubuhnya si Hantu Pembetot nyawa menjadi hangus hitam legam, dari dada dan perutnya keluar asap yang sangat bau. Menyaksikan itu, si orang tua baju hijau menghela napas. "Kau cari mampusmu sendiri, kau mencelakai orang untuk

akhirnya mencelakai diri sendiri", katanya. "Sebenarnya aku tidak berniat mencelakai kau, akan tetapi guna memadamkan api, supaya tidak menjadi melulahan, terpaksa aku berbuat begini." Lalu ia memutar tubuh, ia tercengang, ia mendapatkan Bu Tong cit To duduk bersila dengan mata mereka dimeramkan.

Mereka itu lagi bersemedhi, untuk memulihkan tenaga mereka, Dibawah sinar rembulan, muka mereka nampak pucat pasi, Baju merekapun berlubang enam atau tujuh akibat terbakar peletikan api, Api itupun mengeluarkan asap atau hawa beracun, ketujuh imam tidak sempat menahan napas mereka tadi kena menyedot, lantaran mana mereka jadi kena terserang hawa racun.

Bukan main terharunya si orang tua baju hijau, ia insaf benar hebatnya pertikaian budi dan sakit hati dikalangan Rimba Persilatan orang balas membalas hingga terbitlah bencana hebat. Semua itu karena keliru pikir disatu saat.

Jauh disana, disungai yang besar, air nampakputih seperti rantai. mengalir kearah timur untuk tidak kembali, Demiklan juga penghidupan manusia... kemudaannya pergi untuk menjadi ketuaannya, menambah kesucian, kedukaan-

ooo

BAB 22

TENGAH si orang tua baju hijau itu ngelamun saking berdukanya, ia mendengar suaranya Siong Pek Tojin dari belakangnya. Kata imam itu: "Kami telah ditolong, kami sangat bersyukur kepada kau, siecu."

Ia lantas berpaling perlahan, ia melihat tujuh imam dari Bu Tong Pay itu lagi berdiri tak jauh dari ianya, muka mereka masih tetap pucat, sebab dalam tempo yang singkat itu, kesehatan mereka tidak dapat segera pulih kembali. cuma hawa racun saja yang mereka dapat tolak pergi.

Melihat orang berpaling, ketujuh imam lantas menjura, mengangguk sambil membungkuk.

"Tidak berani aku terima" kata orang tua baju hijau menampik kehormatan itu, "Kita sebenarnya pernah bertemu satu kali. Bukankah lotiang pergi ke Siauw Lim Sie buat urusan kitab Bu Siang Kim Kong ciang Keng? Apakah semua suhu dari siauw Lim Sie baik-baik saja?"

Siong Teng semua heran, Mereka merasa orang tua itu asing bagi mereka, Lantas mereka memikir tetapi mereka tidak dapat ingat dimana kedua pihak pernah bertemu. Heran pula orang ketahui hal kitab pihak Siauw Lim Sie itu.

Orang tua itu tersenyum, "Apakah It Goan Kiesu dan ouw Kok Lan masih berada di Siauw Lim Sie?" dia menanya pula.

Mendengar pertanyaan ini barulah Siong Pek Tojin ingat, orang adalah Koay ciu Sie-seng Cia In Gak. -si Pelajar Aneh yang tersohor itu, Maka lekas-lekas ia memberi hormat pula, sembari tertawa ia kata: "Kiranya Cia Siauwhiap, Pinto memang heran sekali di-jaman ini siapa lagi yang berkepandaian begini lihay kecuali siauwhiap. It Goan Kiesu bersama Nona ouw Kok Lan satu hari dimuka tibanya kami sudah meninggaikan kuil Siauw Lim sie, mungkin mereka itu menuju ke He-kauw" ia berhenti sebentar, lalu ia meneruskan: "Mungkinkah Siauwhiap sendiri yang telah menolongi ketiga tianglo kami?"

Orang tua dengan baju hijau itu bersenyum, Hanya sedetik, mendadak ia mengasi lihat roman sungguh-sungguh, terus ia memasang telinga.

Ketujuh imam dari Bu Tong Pay heran, Mereka lantas menduga pada sesuatu, yang mereka sendiri tidak lihat atau dengar Semua turut berdiam sambil memasang kuping dan mata. Tidak lama, Siong Pek Tojin lantas mendengar kibarannya ujung baju serta tindakan kaki yang berjalan pesat tetapi enteng, ia menjadi heran sekali.

"Pantaslah orang ini muda tetapi namanya telah menggetarkan Rimba Persilatan," pikirnya, "Siapa sangka dia mempunyai telinga begini terang dan mata yang celi sekali. Tak sanggup kami menandingi dia."

Disaat itu, diantara sinar rembulan, terlihat dijurang ditepi sungai berlari-lari mendatanginya satu bayangan orang, ketika bayangan itu datang mendekati, dia memperlahankan larinya, sampai dia tiba didepan banyak orang. Dia tidak membuka mulutnya hanya mengawasi dengan tajam.

In Gak cuma melihat orang sekelebatan, lantas ia memandang kesungai dimana sang Putri Malam lagi berkaca, ia tenang sekali, tak sedikit kentara bahwa ia tertarik perhatiannya.

Bayangan itu, atau orang itu, bermuka berewokan, hingga dia nampak bengis. Dia mengasi dengar suara "Hm" setelah mana, dia menggeraki tubuhnya lompat melewati semua orang.

Siong Pek Tojin kaget, hingga ia berseru. "Ban Siauw Chong"

"Han Goat Sin To" menimpali seorang imam disamping Siong Pek itu, Dialah Ya In Tojin, pun kaget.

Han Goat Sin To Ban Siauw Chong lompat lima tombak. setelah mana dia mencelat pula, kali ini untuk memapaki datangnya seorang baru, hingga mereka berdua menjadi berdiri berhadapan-

"Hahaha," tertawa orang baru itu, "Ban siaw Chong beginilah hidupnya manusia, Selama mereka masih hidup, ditempat manakah mereka tak dapat bertemu? Kau tentu tidak menyangka sekali-kali bahwa disini kau bertemu pula dengan Lui LoJie" M

Memang itulah Lui Siauw Thian si Jenaka yang gemar berguyon- Ban Siauw Chong tertawa menyindir. "Kunyuk She Lui, jangan puas dulu” katanya,

tajam. "Bagus untungmu, pada tujuh tahun dulu kau tidak mampus diurung golok Han Goat Sin-to hingga kau dapat mencuri hidup buat beberapa tahun lagi. Sekarang ini tak usah sampai aku si orang she Ban yang turun tangan pasti kau bakal sukar hidup lagi beberapa hari saja"

Lui siauw Thian tidak menghiraukan kata-kata orang itu, dia tertawa geli.

“Jikalau dikurniakan Thian” dia berkata lucu. "Raja akhirat sendiri tidak menghendaki aku, habis apa mau dibilang? Maka itu, apalagi kau, apa kau dapat berbuat atas diriku? sebaliknya kau, seorang Kang ouw luar biasa, yang sudah banyak tahun hidup menyendiri kenapa kau kesudian hendak mengandalkan kepada partai Bendera Kuning, hingga kau seperti membantu Kaisar Tiu membuat kejahatan? Sungguh, aku harus merasa sayang untuk dirimu..."

"Ngaco-belo" Siauw cong membentak: "Apakah kau sangka aku siorang she Ban dapat menjadi seperti orang dalam terkaanmu itu? Disini cuma ada soal orang Rimba Persilatan memperebut nama. Aku siorang she Ban aku datang untuk undangannya Mo cuncia, untuk aku membantu meramaikan gelanggang Hm ! Hm Semoga kau, Lui Siauw Thian, kau dapat memasuki gelanggang partai Bendera Kuning dengan masih hidup..."

Belum lagi siauw Thian sempat berkata-kata pula, In Gak sudah lantas maju menyelak diantara dua orang itu, untuk ia lantas menanya: "Tuan apakah maksud kata-katamu ini.

Sudikah kau memberi keterangan?"

Ban Siauw cong terperanjat atas munculnya In Gak. ia kaget, untuk ilmu ringan tubuh orang akan tetapi ia mencoba menguasai diri, Maka dengan sabar ia berkata: "Kau pasti ketahui sendiri, tuan Untuk urusannya partai Bendera Kuning, tak usah aku siorang she Ban turut campur mulut"

Kata-kata ini akhirnya dengan lompatan mundur tiga tombak, Akan tetapi segera ia menjadi kaget, ia baru menaruh kakinya atau si-orang tua berbaju hijau itu sudah berada di- hadapannya. orang bergerak bagaikan angin atau hantu.

"Hebat " pikirnya sambil menyedot napas, Tapi ia

menguasai diri, ia lantas menegur: "Tuan mau apa kau menghadang aku?"

In Gak bersenyum.

"Kau belum cerita jelas, tuan, mana dapat kau lantas pergi?" ia kata. "Akupun mengagumi kau, yang mirip segalanya dengan Mo cuncia, Kau ceritalah"

Ban Siauw cong mengawasi tajam, dia tertawa tawar. "Semua orang yang menentang partai Bendera Kuning

berada didalam pengawasan partai itu" dia kata, "maka itu mungkin kau tuan sekarang kau bicara denganku, besok kau sudah tidak bernyawa lagi Apakah perlu aku siorang she Ban menggoyang goyang lebih jauh lidahku? Tentang diriku pribadi tuan, tak usahlah kau campur tahu"

In Gakpun tertawa tawar, "sebaliknya sekarang ini belum tentu kau bakal hidup lebih lama pula, tuan" ia berkata tak kurang tajamnya, "Buat apa begini jumawa?" Disaat itu In Gak mendapat satu pikiran baru, ia merasa, sebab utama dari sepak terjang-nya Oey Kie Pay adalah dirinya sendiri, maka itu harus ia sendiri yang bertanggung jawab, ia memikir untuk menyingkirkan setiap musuh tangguh.

Karena ini, ia memikir juga untuk menggunai ilmu totok Hian Wan Sip-pat Kay bagian menentang napas, supaya selama enam tahun, orang tak dapat berbuat apa-apa, sampai tenaga totokan itu lenyap sendirinya, Daya ini tak usah meminta kurban jiwa. Ban Siauw cong melengak sejenak lalu dia tertawa nyaring.

"Kaulah yang sangat takabur, tuan" dia menegur "Kau tak tahu malu” In Gak bersenyum.

“Jikalau kau tidak percaya, tuan, coba kau bernapas," ia kata, "Pasti napasmu bertentangan diantara lain im dan yang, Adakah sesuatu yang tak wajar pada jalan darah khie-hay?"

Diam-diam siauw cong terkejut Lantas ia menarik napas.

Benar-benar ia merasakan saluran yang tak 1urus. Hawa

Thay-im dan Siauw-yang benar-benar berkumpul dijalan darah yang disebutkan itu, diatas dingin dibawah panas. Mau atau tidak- ia mengasi lihat roman kagetnya, ia tidak tahu kapannya orang menyerang padanya.

In Gak bersenyum, ia kata: "Mo cuncia itu kejam sekali Siapa bekerja sama dengannya, diam-diam ia telah totok jalan darahnya, Totokan itu tak ada lain orang yang dapat membebaskannya, itulah siasatnya membuat orang bersetia kepadanya, agar orang tidak berhati serong. sekarang ini kau tidak merasakan sesuatu yang hebat, hanya nanti setengah bulan kemudian, setiap tengah malam, kau bakal merasakan hatimu panas, kau akan menderita kecuali kau makan obat buatannya sendiri"

Hati siauw cong berdebaran, ia bungkam, matanya menatap sayup,sayup, In Gak balik mengawasi, ia bersenyum pula.

"Ilmu totok telengas itu, akupun tidak dapat membebaskannya," ia berkata lagi,

"meski demikian, aku rasa aku dapat memikir suatu dayanya, jikalau tuan tidak iklas hati mengikut Mo cuncia, silahkan kau lekas pulang kepondokanmu, terus kau duduk bersamedhi sambil menyalurkan pernapasanmu asal kau bersungguh-sungguh, tak lama kau akan dapat membebaskan dirimu"

Siauw cong memperlihatkan roman jengah.

"Terima kasih tuan untuk pengajaran kau ini," katanya kemudian. "Selama aku hidup, pasti aku akan dapat membalas budi kebajikan-mu ini." ia lantas menjura dalam, terus ia ber- lompat mundur, berjalan empat tombak jauhnya atau mendadak ia ingat sesuatu.

"Siapakah orang tua baju hijau ini?" pikirnya. "Aku belum tanya she dan namanya? Kenapa dia ketahui aku telah menjadi kurban totokan? Mucgkinkah dia main gila " ia

merandak otaknya bekerja terus, ia pikir untuk menanya, atau didetik itu juga, ia membatalkan niatnya itu, ia malu untuk bertanya. Diakhirnya ia bertindak pergi dengan cepat berlari lari.

Lui Siauw Thian mengawasi orang berlalu, baru ia menoleh kepada adik angkatnya untuk berkata: "Shate, bagus akal muslihat kau ini. Aku percaya binatang itu takluk benar-benar dan akan terus meninggalkan He-kauw untuk pulang kerumahnya" In Gak bersenyum, ia tidak menjawab.

Ketika itu dari arah Hong Ho Lauw Nampak pula satu bayangan manusia lagi lari mendatangi tibanya cepat sekali hingga lantas orang mengenali Twie hong cie-wie Cian Leng si Landak. Dia memberi hormat pada In Gak untuk berkata: "Chong Tianglo menitahkan aku membawa berita bahwa sekarang ini di He-kauw terdapat banyak orang Oey Kie Pay, orang-orang yang liehay, yang bertugas secara diam-diam mencelakai kaum lurus maka itu tianglo telah meminjam sebuah kampung diseberang kali guna menampung semua sahabat dan kenalan- Su-tianglopun diminta segera datang katanya ada urusan penting yang hendak dibicarakan- Kedua nona dan Siang Koancu sudah berangkat lebih dulu."

"Oh" berseru In Gak. " Kiranya ia sudah menyediakan tempat Mari kita pergi kesana" Lantas orang berangkat, Cian Leng lari di-sebelah depan sebagai penunjuk jalan-

"Sudah sampai" katanya selang tak lama, ia berhenti disebuah puncak tangannya menunjuk kebawah dimana ada rumah diantara pohon-pohon cemara yang lebat. ia mengeluarkan sebatang bambu dari sakunya, ia memasuki itu kemulutnya untuk terus men hingga terdengarlah satu suara tajam, yang terbawa sang angin-

Lekas sekali terdengar suara penyahutan, yang disusul dengan munculnya empat pengemis tua. Mereka itu memberi hormat pada In Gak lalu mereka memimpin jalan. In Gak semua mengikuti

Dengan lekas mereka sudah sampai dibawah, diantara rimba pohon cemara, dimana terlihat tegas sebuah pekarangan luas serta kebunnya dimana terdapat sebuah rumah besar. Didepan rumah itu Chong Sie berdiri menyambut, terus ia memimpin masuk keruang tetamu.

Lui siauw Thian membuat pertemuan dengan tujuh imam dari Bu Tong Pay, sesudah itu ia mencekal tangan In Gak seraya berkata tertawa: "Selama di atas lauwteng Hong Ho Lauw, tanpa kau yang mengisiki Shate, pasti kakakmu bakal roboh sebagai kurban kejahatan mereka itu"

Mereka bicara sambil berjalan, Lekas juga mereka sampai diruang dalam dimana terlihat Liok Koan bersama Hu Wan, Kang Yauw Hong, Lo Siang Bwe, Siang Lok, Hoan Siauw coan, Tan Bun Han, ouw Thian Seng, Tok-pie Hong-In-kay sek Siu serta Kiang cong Yauw.

Chong Sie lantas menitahkan Cian Leng dan Sek Siu: "Kamu berdua lekas pergi ke He-kauw untuk memerintahkan semua saudara Partai kita cabang kang he, buat mereka menyambut setiap sahabat kita yang datang kesini. Tapi ingat, jangan kamu menyebut adanya su-tianglo disini"

Dua pengemis itu berlalu dengan cepat. Ketika In Gak tengah menanyakan cong Yauw tentang lenyapnya Tonghong Giok Kun, ia heran atas perintahnya kakak- angkat itu, maka ia menanya, apa maksudnya itu. Chong Sie memandang adik- angkat itu, ia berkata sungguh-sungguh: "partai Bendera Kuning ingin merampas kedudukan jago Rimba Persilatan, dia telah mengirim banyak undangan, diantaranya yang sudah menerima yalah Ngo Bie Pay, Tiam Chong Pay dan Ngo Tay.

Ketiga partai itu tersangkut paut dengan kau, shate, sebab mereka salah paham, maka itu sebelum musuh dapat ditumpas kita jangan bentrok dengan mereka. Bentrokan juga dapat mempersulit Kiang Siauw-hiap dan kedua nona Kang dan Lo. Aku anggap baiklah shate menyembunyikan dulu dirimu."

In Gak anggap itu benar, ia mengangguk.

Chong Sie menghela napas, ia berkata pula, "U bun Lui liehay sekali, dia berhasil membujuki gurunya datang ke Timur ini. Seperti di ketahui, gurunya itu yalah Shatohuoto, pendeta hantu dari Thibet itu, Dengan mendapat kawan Mo cuncia dari Tiang Pek San dan Pak Beng Sam Mo, U-bun Lui bakal mendatangkan malapetaka besar, maka itu, aku merasa sedih sekali... “

In Gak berdiam.

“Jangan kau berduka toako," katanya sejenak kemudian, "Aku telah memikir satu daya upaya dengan mana aku harap kita dapat mengubah keadaan hingga tetamu menjadi tuan rumah..."

Chong Sie percaya kecerdikannya adik- angkat ini, hatinya menjadi lega.

"Bagus jikalau kau dapat melakukan itu, shate," ia kata, "itu berarti kebaikan Umum. Dapatkah kau menutur sesuatu?"

In Gak berbisik ditelinga kakak itu.

Chong Sie mengangguk seraya berkata: "Tipu ini baik, hanya belum tentu Bin San Jie Tok dapat bergerak dengan merdeka. Ada kemungkinan mereka ditahan secara lunak didalam markas Oey KiePay. Pula masih harus disangsikan yang mereka mau turut pihak kita-Menurut aku, baiklah kita pakai jalan tetamu menjadi tuan rumah itu, meskipun pertempuran tak dapat dihindarkan-"

In Gak tersenyum.

"Manusia berdaya, Thian berkuasa," katanya. "Besok aku mau pergi kemarkas besar Oey Kie Pay, guna menolongi saudara Tong-hong serta Bin San Jie Tok. jikalau aku tidak berhasil baru aku ambil daya yang lainnya."

Meski In Gak bersenyum, orang dapat melihat sinar matanya yang tak gembira.

Lo Siang Bwe sangat berduka, jikalau bukan karena ia, Tonghong Giok Kun tentulah tidak dibawa pergi oleh Ang Nio cu. ia berduka tanpa dapat membuka mulutnya maka ia mesti menderita sendiri.

"Apakah besok kau pergi sendiri?" Siauw Thian tanya adiknya, In Gak mengangguk. “Jikalau banyakan, apabila ada salah satu yang gagal, itu berarti memecah perhatian-" Ia menerangkan "Maka itu lebih baik aku pergi seorang diri, Aku tidak takut walaupun In Bong Tek merupakan guha harimau atau gedung naga..."

Siauw Thian batuk satu kali.

"Biar aku tidak mendapat penjelasan dari kau, shate, dayamu ini pasti tak mudah di-lakukannya . "

In Gak heran- "Kenapakah?" tanyanya.

"Lui lo-jie ketahui kau hendak tarik Bin San Jie Tok kepihak kita," kakak itu menerangkan "itu berarti, memakai tombak orang menikam tamengnya itu orang sendiri, supaya orang runtuh tanpa berperang lagi. Tapi harus diingat, diantara orang-orang undangannya Oey Kie Pay itu, ada mereka yang mau merebut juga kedudukan kepala perserikatan-.."

Pemuda itu tertawa tawar.

"Dalam suatu usaha, tak dapat diharap hasilnya secara sempurna, cukup asal tidak mengecewakan- Menurut kau, jieko orang sukar berjalan walau cuma satu tindak." Siauw Thian tertawa berlenggak.

"Kapannya Lui LoJie pernah tahu takut?" katanya, "Aku cuma memikir untukmu, supaya kau dapat memikirnya pula, Nah, cukup sudah. Perut Lui Lo-jie sudah memukul tambur Chong Lo-toa, apa ada arak dan makanan ? Lekas keluarkan "

Orang tertawa mendengar kata-kata Jenaka itu.

Ketika itu satu pengemis usia pertengahan datang dengan cepat, Dia mengangguk pada Chong Sie sambil berkata, "Harap tianglo ketahui Lima lie dari sini, didalam lembah, ada sebuah rumah kemana tampak orang Oey Kie Pay masuk dan Khole Kong San Su Mo bersama Poan Poan Siu sekalian pun tengah menuju ke sana."

Chong sie mengerutkan alis, ia memberi isyarat untuk pelapor itu mengundurkan diri.

"Nanti aku pergi lihat," kata In Gak yang lantas berlompat keluar, Untuk dapat pergi kerumah didalam lembah itu, ia minta pelapor tadi memberi petunjuk.

Malam itu rembulan terang dan bintang banyak. angin bertiup halus, akan tetapi meski alam indah, In Gak tak dapat menikmatinya, bahkan ia menjadi berpikir pusing, ia merasa lama-lama merantau itu menjemukan-

Maka ia anggap. kalau urusan sudah beres, baiklah ia hidup menyendiri ia tahu benar kata-katanya Siauw Thian tadi, musuh tak dapat dipandang ringan- sebelum ia berhasil menuntut balas untuk ayah dan ibunya tidak dapat ia membahayakan dirinya.

Maka perlu ia sabar, Akhir-nya ia menghela napas dan ngoceh sendirian: "Si cerdik bekerja dengan menuruti waktu si tolol menentangnya, jangan mengharap banyak. cukup asal hati sendiri tenteram dan tenang."

Segera juga In Gak sampai di lembah yang dituju, ia melihat rumah yang dimaksudkan-Rumah itu teraling dengan pepohonan Tidak ada penerangan disitu, sebaliknya lentera merah digantung dibeberapa cabang pohon bergoyang- goyang tertiup angin- ia maju mendekati, ia sembunyi dibelakang pohon, untuk mengintai.

"Meski ada maksudnya lentera itu," ia menduga-duga, "Baiklah aku hajar sebuah lentera, guna melihat apa akibatnya"

Ia memungut sebutir batu, tapi waktu ia mau menimpuk ia dapat melihat tiga bayangan orang lari mendatang larinya sangat pesat, ia memasang mata kepada mereka itu, yang berhenti ditempat delapan tombak dari ianya.

Orang yang ditengah seorang pemuda tampan, dua yang lain bertubuh kasar, usianya pertengahan Mereka pada membekal senjata.

"Ya, disini," kata seorang dengan lidah propinsi Su-coan, suaranya- keras, "Aku telah menguntit Khole Kong San Su Mo sampai di sini. Beberapa tauwbak disini liehay, hampir aku kepergok, Mereka semua masuk kedalam rumah besar itu, Aku tidak berani lancang memasuki rumah itu, maka itu aku kembali untuk mengajak kamu berdua. jiewie." ia berhenti sebentar, lalu meneruskan: "Bagaimana kalau kita maju sekarang?"

"Sabar" kata seorang, "Kita berada dekat rumah tetapi disini tidak ada penjagaannya, inilah mestinya akal belaka, Beberapa buah lentera itu mencurigai, sebab digantungnya lewat sependirian, hingga untuk menurunkan-nya orang mesti menimpuknya. itulah berbahaya."

"Dia teliti," In Gak puji orang itu yang cerdas dan sabar. Tiga orang itu berjalan terus kearahnya, maka sekarang In

Gak bisa melihat tegas, Yang satu beroman gagah, hidungnya besar, mulutnya lebar, kumis jenggotnya panjang sampai diperut. Kawannya pun beroman gagah, matanya celong, mukanya penuh berewok lebat. Orang yang ketiga, siorang muda, dikenali sebagai siauw Pek Liong Kat Thian Ho dari Kun Lun Pay, anak muda mana pernah diketemukan digunung Thay Gak San-

Tiga orang itu berhenti pula, lalu terdengar suaranya Kat Thian Ho. "Setelah meninggalkan Thay Gak San, baru aku tahu dikolong langit ini ada banyak sekali orang pandai. Nyata kepandaianku cuma mirip api kunang-kunang. Melihat Koay ciu Sie-seng, aku menjadi jeri untuk merantau, Maka itu sepulangnya kegunung, aku minta guruku menyadari Kian Kun Sam ciat Kiam, ilmu pedang yang menjadi pusaka, serta Tay- lek Eng-jiauw Kang. Syukur aku dapat menguasainya.

Hanya selama yang belakangan ini, kami dimusuhi Khong tong Pay dan Hoa-He Su ok, sudah ada sembilan orang kami yang dibikin celaka, hingga guruku tak dapat bersabar lagi. Terkabar Khong Tong Pay dan Hoa-He Su ok itu telah diundang Oey Kie Pay, inilah kebetulan, guruku berniat menggunai ketika ini menghajar mereka itu. Suhu bersama paman guru dan yang lainnya ada dalam perjalanan ke He- kauw mungkin besok mereka akan tiba disini."

Sikumis panjang mengangguk.

"Sungguh ancaman bahaya hebat sekali." katanya, "Kalau kawanan hantu itu tidak dibasmi dari siang-siang, maka kita Rimba Persilatan, kita bakal tidak mempunyai tempat untuk dikubur..."

Orang dengan lidah Su-coan itu pun berkata-

"Oey Kie Pay bermarkas di Tay Hong San, di telaga In Bong Tek. habis apa perlunya merekapun membangun pusat rahasia ini? Pasti dia mengandung maksud yang orang harus mencapekan hati memikirkannya. Tiba-tiba Kat Thian Ho tertawa.

"Saudara Uy, ketika aku masih belum mengerti aku pun memikirkannya lama," ia kata "Mereka mengandung niat jahat dan busuk sekali sebenarnya disini mereka memaksa Bin San Jie Tok membuat semacam racun yang tanpa warna dan rasanya, hingga orang sukar mengenali dan mengicipinya, orang-orangnya yang lihay telah dikirim ke pelbagai propinsi guna menyebar racun itu, siapa terkena itu, dia tidak berdaya, dia bakal dibekuk dan diangkut kemarkasnya. Tadi malam secara rahasia mereka mengumpulkan semua orangnya yang menggunai racun itu, untuk berapat, guna mengirim laporan ke markas besar mereka."

"Kat Siauwhiap. kenapa kau ketahui begini jelas hal mereka itu?" tanya orang she Oey itu.

"Tadi ditepi sungai aku berhasil membekuk satu orang Oey Kie Pay, dari mulutnya aku berhasil mengorek keterangan itu." ia mau bicara terus, atau mendadak ia nampak kaget dan tangannyapun terus menunjuk. Katanya: " Lihat Lihat lentera merah itu, kenapa bertambah? Apakah artinya itu?" Dua kawan itu juga heran, mereka lantas menoleh.

In Gak tercengang, ia terus memasang telinga dan mendengar pembicaraan mereka bertiga itu sampai ia alpa, ia mendapat kenyataan lentera bertambah beberapa puluh buah, hingga diantara pepohonan nampak cahaya merah. Semua mereka tidak mengarti, tak ada yang dapat menerka.

Siauw Pek Liong hendak berkata pula tempo terdengar suara orang dibelakangnya, suara yang didului dengan tertawa dingin.

"Bocah, nyalimu besar Bagaimana berani kau mengintai daerah terlarang Partai orang Kau telah melanggar pantangan kaum Kang ouw, Lekas kau berlalu dari sini, aku si orang tua, tidak mau aku melanggar pantangan membunuh terhadap bocah yang tak tahu suatu apa”

Kat Thian Ho bertiga kaget sekali, dengan cepat mereka memutar tubuh, Mereka melihat seorang tua berdiri dua tombak dari mereka. orang tua itu kurus kering tetapi sepasang matanya bersinar tajam. Dia mengenakan baju panjang warna putih yang gerombongan- Aneh baju itu tidak berkibaran tertiup angin- "Kau siapa?" Kat Thian Ho tanya sesudah mengawasi sekian lama dan kagetnya lenyap.

"Lembah ini dan rumah besar itu, adakah itu tempat kediaman kau?"

Si kurus kering tertawa dingin.

"Kamu ingin ketahui siapa aku siorang tua?" katanya, "itu artinya kamu bakal lantas mampus tanpa tempat mengubur mayat kamu. Benar rumah besar itu bukan tempat kediamanku akan tetapi..."

"Kalau itu bukan tempatmu" Thian Ho memotong, "tak usahlah kau mencapaikan hatimu Kami datang kemari untuk menggadangi si Putri malam, kami tengah memasang omong dengan asyik, apakah kau dapat memperdulikan kami?"

Mata orang tua iru bersinar pula, Dia bengis agaknya hendak membunuh orang. Dia mengasi dengar tertawanya yang menyeramkan, Mendadak dia berseru, "Bocah, kau cari mampus" Mendadak tangan kanannya meluncur tangan itu mengeluarkan hawa dingin.

Thian Ho sudah siap sedia, ia menghunus pedangnya dan memutarnya, guna menangkis, sembari berbuat begitu ia berseru: "Saudara-saudara lekas mundur" Akan tetapi ketika mereka bentrok. ia terhuyung mundur tiga tindak

"Bocah, kau tidak tahu diri" kata sikurus kering, ia meluncurkan pula tangannya, Kali ini lima jari tangannya menyamber, guna menangkap pedang si anak muda.

Thian Ho tidak takut, ia memutar terus pedangnya, yang berkilauan, guna membabat kutung jeriji tangan musuh itu.

Melihat ilmu silat Thian Ho, diam-diam In Gak memuji: "Dia maju pesat dibanding ketika aku menemui dia di gunung Thay Gak San. Entah siapakah orang tua kurus kering."

Sekonyong-konyong orang tua itu berseru, tubuhnya mencelat tinggi, kedua tangannya dipakai menolak keras.

Thian Ho berseru juga, ia memutar pedangnya dengan tenaga dikerahkan, terus ia menyerang, beruntun hingga tiga kali. Pedangnya terlihat bergerak lambat tetapi sebenarnya cepat.

Orang tua itu, dengan hawa dinginnya, kena terdesak mundur satu tindak. Kat Thian Ho mendapat hati, ia ulang rangksakannya.

Mau atau tidak orang tua itu kembali mundur, bahkan ia mesti mundur terus jikalau ia tidak mau menjadi korban pedang.

"Itulah tentu ilmu pedang Kiau Kun Sam ciat Kiam,” In Gak menduga-duga, "Hebat ilmu pedang itu. Tapi orang tua ini juga liehay sekali, dia mungkin satu jago tua yang sudah lama tak pernah munculkan diri, sampai hari ini. Tidak mudah untuk merobohkan dia"

Dugaan In Gak ini lantas berwujud, Dengan tiba tiba siorang tua lompat mundur lima tombak. terus dari kerongkongannya terdengar suara tertawa yang menyeramkan memecahkan kesunyian sang malam.

Ketika suara itu berhenti, sinar mata bengis dari dia memancar pula. Lantas terdengar suaranya: "Bocah, kau kiranya murid Kun Lun Pay Apakab kau menyangka dengan Kian Kun Sam ciat Kiam kau dapat mempersulitkan aku? Kau keliru?"

Habis berkata, dia bertindak maju cepat sekali, kedua belah tangan bajunya berkibaran-

Kat Thian Ho terkejut pedangnya lantas terasakan berat. Belum ia sempat memikir atau berdaya, pedang itu sudah tersampok sampai terlepas, menyusul mana ia merasa tubuhnya kena terangkat naik.

"Bocah, serahkan jiwamu" berseru sikurus kering, lima jari tangannya menyusul meluncur.

Kedua kawan Thian Ho terkejut, sambil berseru mereka maju menyerang: Mereka hendak menolongi kawan she Kat itu. Tanpa menoleh lagi, orang tua itu mengibas dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya tidak ditarik pulang.

Kedua kawan itu memperdengarkan suara tertahan, mereka terkejut karena tubuh mereka tergempur, tangan mereka masing-masing sakit sekali, seperti tangan mau patah.

Disaat Thian Ho terancam maut itu, hingga dia menjerit dari belakang sebuah pohon besar didekat mereka terlihat satu bayangan orang berlompat maju, untuk memernahkan diri diantara kedua orang yang lagi mengadu jiwa itu, tangan kanannya melindungi si anak muda, tangan kirinya menyempar si orang tua.

Hanya sejenak, siorang tua berseru tertahan, tubuhnya terpental mundur. Dia heran, diapun kaget, maka begitu dapat menaruh kaki, dia mengawasi tajam kepada orang yang merintangi usahanya membinasakan musuh, ia melihat seorang tua dengan baju hijau berdiri mengawasi padanya.

Lantas dia tertawa dingin. "Tahukah kau siapa aku si tua ini?" dia bertanya, "Kau berani mencoba menarik- narik kumis harimau?"

Si orang tua berbaju hijau melirik memandang enteng, acuh tak acuh dia bersenyum.

"Sami mawon." sahutnya tenang. "Kau juga tidak tahu aku siapa. Kau omong besar, tak tahu malukah kau?"

Hebat ejekan itu, Sikurus kering menjadi sangat gusar. "Aku tidak sangka" katanya nyaring. "Aku tidak sangka aku,

Mo cuncia dari Tiang Pek San, mesti membuka pantangan membunuh atas diri kau"

Kat Thian Ho jatuh terguling, tetapi dia dapat berlompat baugun, bersama dua kawan-nya, dia berdiri mengawasi dari heran menjadi kaget. Dia tidak menyangka orang yalah Mo cuncia, Dia bersyukur musuh tangguh itu belum sampai turun tangan atas dirinya.

Di-lain pihak dia menjadi berkuatir untuk siorang tua baju hijau, yang menjadi penolongnya itu. Orang tua itu tidak lantas menyahuti kata-katanya Mo cuncia, karena mana untuk sesaat itu, jagat kembali menjadi sunyi senyap. kecuali bersiurnya sang angin, cuaca tetap remang-remang dengan hawa dingin, Diatas gunung, udara seperti membeku. "Apakah kau jeri?" Mo cuncia tanya, tertawa menatap.

"Tidak nanti" sahut si baju hijau singkat, tawar.

Mo cuncia menggeraki tangan kanannya, dia berseru: “Jikalau kau tidak takut, kau coba rasai" Lantas didepan dadanya In Gak terlihat berkelebatnya belasan tangan, entah dari arah mana menyambernya.

--oooo0dw0oooo--
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar