Menuntut Balas Jilid 25 : Ke markas Oey-kie pay

Jilid 25 : Ke markas Oey-kie pay

MEREKA mengambil jalan kecil disamping pintu Sam- tian-bun, dengan lekas mereka tiba di Kim Teng.

Puncak Emas dari puncak Thian Cu Hong, Begitu tiba ditempat terbuka dan rata disitu, dari dalam pendopo terdengarlah seruan keagamaan: "Bu Liang Siu Hud" Suara itu tajam, bernada kemurkahan, terus disusul dengan lompat keluarnya sesosok bayangan manusia.

In Gak lantas melihat tegas, Bayangan itu yalah seorang imam tua yang telah putih rambutnya, kedua matanya tajam, tanpa b erg usar, dia terlihat keren. Dia mungkin berusia diatas seratus tahun, Mukanya sudah keriputan tetapi dia masih sehat dan segar, tindakannya tetap dan gesit.

Dia mengawasi kepada keempat tetamu tidak diundang itu, terus dia bersenyum dan berkata: "Pinto yalah Thay Hian, Puncak Thian Cu Kim Teng ini tempat terlarang, orang luar tak dapat lancang masuk kemari, maka itu si-cu, ada urusan apa si-cu, berempat datang kemari?"

Suara itu lunak tetapi berarti dia tak senang menyambut tetamu-tetamunya itu.

"Hm" In Gak terpaksa mengeluarkan suara dihidung, "Kami berempat datang kemari bukan sebagai musuh dan juga bukan sebagai sahabat, kami hanya mau menanyakan urusannya Siauw Yauw Kek. urusan yang sudah sudah. Sikap kami memang kurang pantas, akan tetapi mengingat totiang orang pertapaan dan anggota tertinggi dari Bu Tong Pay, aku percaya totiang dapat berlaku sabar, Totiang, murid-murid Bu Tong Pay lagi menghadapi bencana kebinasaan, aku percaya, tidak nanti hati lotiang tak tergerak karenanya. Perkara kami lancang masuk ketempat terlarang ini, perkara kecil, harap totiang tidak menghiraukan-nya."

Habis berkata begitu, anak muda ini tertawa riang.

Air mukanya Thay Hian berubah, sinar matanya tak setajam tadi, Nyata ia menguasai diri untuk mencegah kemarahannya.

"Tajam suara kau, sie cu, kata katamu bernada mengejek." ia bilang perlahan, "Pinto tidak bersaing dengan dunia, diserangpun pinto tidak berkuatir, coba adik seperguruan pinto berada disini, aku kuatir siecu berempat tak dapat berlalu dengan selamat dari puncak ini"

Baru berhenti suara si imam, atau sang angin membawa datang siulan nyaring. "Nah, itulah adik seperguruan pinto datang" dia menambahkan- Benarlah, dari arah puncak terlihat datangnya dua orang yang mulanya berupa bayangan putih, tatkala mereka sudah sampai di samping Thay Hian, terlihat merekalah dua imam yang berusia telah lanjut, Imam yang satu lantas berkata pada Thay Hian-

"Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw Kek lagi mendatangi ke Thian cu Kim Teng ini, mereka dipimpin oleh ciangbun su-tit serta kedua murid Uy Seng dan Cie Seng, Lain lainnya penyerang, sebagian besar telah dapat dibinasakan- Te Sat Kie su Bok Peng telah siauwte hajar roboh dari panggung Hui Seng Tay, entah dia sudah mati atau masih hidup," Habis berkata dia mengawasi tajam In Gak berempat. "Semoga dengan perlindungan Couwsu ki-ta, gunung kita ini dapat aman dan selamat" memuji Tay Hian, "Pak Beng Sam Mo liehay luar biasa, mereka tak dapat diajak omong secara baik-baik. Siauw Yauw Kek masih mendendam, dia pun tak puas. Maka itu aku mau menduga mungkinlah hari ini yang ditunjuk mendiang ciangbunjin kita bahwa satu waktu Bu Tong Pay bakal mengalami kebencanaan besar." Setelah mengucap itu, pendeta ini menghela napas.

Ketika itu mendadak terdengar suara keras seperti pendopo tergetar hendak roboh dan angin santer menderu. Ketiga imam kaget, Mereka berpaling, agaknya mereka mau memburu kependopo, atau mereka lantas melihat keluar nya empat orang dengan sikap tenang tenang saja, Salah satu orang tua seorang dengan baju pendek dan singsat dandanannya, bertubuh kecil, dan kurus, kumisnya pendek dan jarang.

Diapun bermata satu, mata kirinya buta, tinggal mata kanannya, tetapi mata ini tajam luar biasa, Tiga yang lainnya yalah yang dibilang "bermata macan tutul, berhidung singa" muka nya merah dan berewokan tebal. Mereka tidak rata tinggi katanya, yang terang yalah mereka mirip saudara-saudara kembar tiga.

In Gak segera berkata perlahan kepada ke tiga kawannya, " Untuk sementara mari kita mengundurkan diri. Tak dapat kita campur tangan urusan mereka...." Dan ia menarik tangan nya kedua nona, untuk berlompat pergi kebawahnya sebuah pohon cemara tua dan besar sekali dibagian tempat terbuka itu. Disini mereka berdiam diri dengan memasang mata.

Empat orang yang muncul itu pastilah bukan lain daripada Siauw Yauw Kek bersama Pak Beng Sam Mo, ketiga Hantu dari Pak Beng Akhirat Utara, Mereka seperti tidak memandang mata kepada ketiga imam, keempatnya bicara satu pada lain sambil tertawa- tawa.

Lalu terdengar pula suaranya Siauw Yauw Kek: "Tiga saudara, rasanya buah Long bwe-sian dari Bu Tong Pay lezat tak celaan, buah itu membikin orang ketagihan- Hantu yang dikiri menjawab, "Long- bwe sian memang istimewa, cuma rasanya tawar, masih kalah dengan pier dingin dari Pak Hay"

Pak Hay, Laut Utara, yalah tempatnya si Hantu, yang diumpa makan seperti Pek Beng, Akhirat Utara. "Kawanan hidung kerbau dari Bu Tong Pay sangat kikir seharusnya semua patung, perapian dan lainnya terbuat dari emas tetapi mereka membikinnya dari kuningan melulu Melihat itu aku jemu. Baiklah semua itu dibakar musnah saja"

Gembira mereka itu menggoyang lidah mereka, Baru mereka berhenti ketika tiga bayangan lompat kedepan mereka, Lantas mereka tertawa terbahak tubuh mereka bergerak gesit, hingga dilain detik mereka sudah berdiri di-belakangnya ketiga imam.

Atas itu Tay Hian bertiga lantas memutar tubuh, hingga bertujuh mereka berdiri saling berhadapan, tiga belas biji mata tajam saling mengawasi dengan sorotnya bersinar bengis.

Segala apa sunyi waktu itu, kecuali deru- nya sang angin gunung. Baru kemudian Siauw Yauw Kek mengasi dengar tertawanya yang nyaring seraya dia berkata: "Aku tidak sangka sihidung kerbau Lan Seng telah menunjuki penghargaannya kepadaku si orang she Hay Dia telah membikin muncul ketiga Bintang dari Bu Tong Pay yang sudah lama tak mencampuri urusan dunia Ketiga totiang Thay Hian, Thay Biauw dan Thay Ceng, aku merasa beruntung sekali dapat bertemu dengan kamu semua"

Thay Biauw gusar sekali, mendadak ia mengulur sebelah tangannya untuk dengan lima jeriji-nya menyambar jalan darah kin ceng dari orang jumawa itu. Tapi itulah gertakan belaka, pada saat terakhir, lima jiri tangan itu justeru menotok kekelima jalan darah ji-hu, kiu-teng, im-touw, thay- it dan kie-bun. Dari cepatnya gerakan dan

perubahan itu dapatlah diketahui liehaynya si-imam. Diserang secara demikian, Siauw Yauw Kek tak sempat menangkis, ketika ia berkelit sambil melengak. tangannya si-imam masih menyamber baju didadanya hingga bajunya itu robek.

Sebelum Thay Biauw sempat menarik pulang tangannya ketiga Hantu sudah menyerang masing-masing. serangan itu tak kalah liehaynya dengan serangan si imam barusan-

Thay Biauw terkejut, dengan sebat ia menjejak tanah untuk berlompat mundur, perbuatannya itu diturut lompat nyampingnya Thay Hian dan Thay Ceng.

Hebat serangannya Pak Beng Sam Mo. Gagal mengenai sasaran manusia, serangan itu mengenai sebuah pohon dibelakang ketiga imam. Maka celakalah pohon itu, yang terhajar patah dan roboh kedalam jurang disampingnya.

ooooo

BAB 20

HABIS menolongi Siauw Yauw Kek itu, ketiga Hantu berdiri diam, wajah mereka dingin. Hanya sebentar mata mereka yang tajam sinarnya itu berubah menjadi sayup bahkan lagi sedetik mata itu separuh ditutup, hingga mereka mirip orang-orang suci lagi bersemedhi Thay Biauw heran, begitupunThay Hian dan Thay ceng. In Gak pun tidak menjadi kecuali, ia tidak mengarti. Yang mengarti yalah Siauw Yauw Kek seorang. Dengan begitu, suasana sunyi pula kecuali siuran angin.

In Gak bersama Thay Hian terus mengawasi ketiga Hantu, memasang mata kepada mata mereka itu. Tidak lama, keduanya lantas mulai mengerti.

Thay Hian menjadi tertua diantara tiga Bintang, dia cerdas sekali, Begitu ia msaf, hendak ia memberi keterangan kepada Thay Biauw dan Thay ceng.

Justeru itu, Thay Biauw habis sabar, hendak dia menerjang. Tapi dia kalah sebat oleh ketiga Hantu, Tiba tiba Thay Hian merasai samberan hawa dingin, ia menjatuhkan diri berduduk terus ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk menangkis hawa dingin itu. Thay Biauw dan Thay ceng juga lantas merasai hawa dingin, keduanya lantas menelan perlawanan kakak mereka, keduanya terus duduk bersila. Sambil bersila, Thay Biauw mengebut dengan tangan bajunya. In Gak menyuruh Siang Lok bersama kedua nona lekas menyingkir dari puncak itu, ia sendiri menggeraki tangannya dengan gerakan Pu te Sian-ciang, guna menolak hawa dingin itu, sembari membela diri, ia mengundurkan diri di-sebeIah belakang tiga kawannya itu, ia melihat muka Siang Lok bertiga pucat, tubuh mereka menggigil lekas- lekas ia memberikan mereka masing-masing sebutir pel Tiang Cun Tan, untuk mereka segera menelannya.

Lekas sekali, muka mereka bertiga itu menjadi merah pula.

"Dingin luar biasa" kata siang Lok. “Jangan-jangan ketiga imam itu tak akan dapat ber-tahan.."

Sementara itu terlihat siauw Yauw Kek mendatangi, lalu berhenti, berdiri diam di jarak tak ada setombak didepan mereka berempat.

"Aku justeru mau mencari kau" kata In Gak dalam hati. "Kau mengantarkan dirimu sendiri"

Siauw Yauw Kek mengawasi sambil melirik. terus dia menanya apa mereka berempat datang untuk membantui Bu Tong Pay.

"Kami datang kesini untuk mencari satu orang " In Gak menjawab "Dengan Bu Tong Pay kami tidak punya hubungan, tak mau kami menimbulkan urusan, Hanya tuan, sukakah kau memberitahukan she dan namamu yang mulia?"

Siauw Yauw Kek tertawa, "Akulah orang hutan, sudah lama aku tak ingat she dan namaku" sahutnya, "orang menyebut aku Siauw Yauw Kek" Sianak muda berpura kaget

"oh, tuan kiranya Siauw Yauw Kek?" ia menegaskan "Pernah aku mendengar sahabatku kaum Rimba persilatan menyebut gelaran tuan itu, aku tidak menyangka disini aku menemui tuan Aku girang sekali Tuan, dimanakah tempat kediamanmu? Dibelakang hari pasti sekali aku akan pergi membuat kunjungan untuk menerima pengajaran dari kau"

Siauw Yauw Kek menjadi tidak puas, ia menyangka, setelah ia menyebut gelarannya, orang akan berlaku sangat hormat terhadapnya siapa tahu orang adem saja,

"Aku tinggal diutara Ho Lan San, didalam hutan yang lebat" ia menyahut seraya lebih dulu memperdengarkan suara "Hm" yang dingin, "Disana salju bertumpuk seluruh tahun dan tak pernah lumer itulah puncak Soat Sun Hong, yang aku namakan sendiri Tempat itu sunyi dan mencil, tak ada lain orang yang mengetahui. Dapatkah kau mencarinya?"

In Gak tertawa bergelak.

"Mana bisa aku tak dapat mencarinya?" sahutnya lantang, " orang yang dicari aku yang rendah justeru ialah tuan-.."

Belum sampai In Gak bicara terus, tiba-tiba diatas puncak terdengar suara nyaring seperti guntur, terus terlihat es dan salju gempur dan tumpah seperti air mancur.

Siauw Yauw Kek sudah lantas lompat naik, kata katanya In Gak itu ia seperti tidak dengar.

Diempat penjuru terlihat salju putih dan suara menggelegar masih terdengar terus. "Siauwhiap." berkata Siang Lok "biar bagaimana harus kita membantu Bu Tong Pay..."

In Gak menghela napas.

"Hatiku telah menjadi tawar, tak ingin aku mencampuri lagi urusan kaum Kang ouw" katanya masgul, "Sekarang aku telah mendapat tahu tempat kediamannya Siauw Yauw Kek, maka itu urusan lain orang baiklah kita jangan mencampurinya "

"Engko In," berkata Yauw Hong, yang turut bicara, "kau masih belum membayar pulang kemala kuning si- imam permusuhan sudah terjadi, karenanya tak seharusnya kau berdiam saja. Kenapa kau jadi seperti kepala harimau dengan ekor ular?"

Siang Lok menyeringai ia berkata: "Mula-nyapun aku telah mengasi pikiran untuk siauwhiap jangan mengulur tangan, tetapi sekarang keadaan lain Siauwhiap..." ia menunjuk keempat penjuru dan menambahkan: "Lihat lembah itu, disana asap mengepul naik, Mungkin kuil-kuil Bu Tong Pay telah dibakar musnah dan murid-muridnya telah dibinasakan maka jikalau siauw-hiap tidak turun tangan membantai mereka, bisa terjadi orang memfitnah kau sudah bersekongkol dengan Pak Beng Sam Mo datang menyateroni kemari, Sulit untuk meningkat fitnah itu "

In Gak mengelak.

"Coba tidak koancu memberi ingat ini, pasti aku melakukan kekeliruan-" katanya, "Sekarang marilah kita naik keatas"

Pemuda ini lantas berlompat, untuk terus berlari mendaki puncak. Siang Lok dan kedua nona menyusul. Setibanya diatas mereka lihat ketiga tiang lo lagi beristirahat dibawah pohon cemara tua, Pendopo sudah miring, Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw Kek tidak nampak. entah kemana perginya mereka itu. Thay Biauw melihat datangnya keempat orang, dia membentak: "Apakah kamu datang untuk merampok tengah orang kebakaran ?

Pintoo ada disini, belum tentu kamu nanti dapat mencapai maksud hatimu". Imam itu segera berbangkit buat menyerang dengan kebutan tangan bajunya.

Siang Lok maju kemuka, dengan kedua tangannya ia menangkis, Sebagai kesudahan dari itu, keduanya mundur masing-masing setengah tindak Imam itu menjadi gusar, dia mau mengulangi serangannya, "Totiang" kata In Gak tawar, "apakah kau masih memikir tak puas dengan ancaman kematianmu ini?"

Thay Biauw melengak. sedang Thay Hian dan Thay ceng, yang turut mendengar menjadi heran, Thay Biauw menunda sarangannya, ia mundur lagi setengah tindak. "Hm" ia perdengarkan suara gusarnya. "Sie cu, kau terlalujumawa Pinto "

In Gak lantas memegat, ia berkata bersenyum: "Totiang, janganlah salah paham atas kedatangan kami ini, jangan kamu menyangka kami hendak mencari permusuhan Barusan Totiang bertiga telah menempurPakBeng Sam Mo, totiang berhasil memperoleh kemenangan dengan mengundurkan mereka, meski demikian, totiang bertiga sudah terserang hawa dingin Han-peng cin-khie dari ketiga Hantu itu dan sekarang hawa yang beracun itu sudah mulai masuk kedalam.

oleh karena lotiang mahir ilmu tenaga dalam, serangan itu masih belum terasa, tetapi selewatnya dua belas jam, pasti totiang akan merasakannya, sampai itu waktu, dewa pun tak dapat sanggup menolongnya...^" ia berhenti sebentar, akan mengawasi Thay Biauw dengan roman yang merasa berkasihan, ia menambahkan-

"Lebih-lebih kau, totiang, karena kau b erg usar, serangannya racun lebih hebat pula mungkin hanya lagi enam jam darahmu akan sudah mulai beku, setelah terserang hulu hatimu, kau bakal mati tak tertolong lagi, jikalau totiang bertiga percaya aku coba kamu menyalurkan napas kamu, pasti kamu akan merasai sesuatu perubahan-"

Ketiga imam itu terperanjat. Dengan lantas mereka menyalurkan napas mereka. Benar-benar mereka merasakan jalan napas tidak lurus lagi, bahkan terus terasa hawa dingin yang membuat mereka pada menggigil. "Bagaimana?" tanya In Gak bersenyum. "Sie cu benar terdiam matamu" kata Thay Hian, kaget heran dan kagum, "Pinto sudah berusia lanjut, mati pun tak harus dibuat sayang, harus disayangi yalah Bu Tong Pay. Pak Beng Sam Mo telah terhajar kami tetapi mereka tidak terluka, kami kuatir mereka datang pula. jikalau benar mereka menyerbu lagi, celakalah kami semua, Sie-cu kau liehay, kau tentunya murid seorang pandai yang lagi mengasingi diri, pinto minta sukalah kau berdiam disini untuk membantu kami."

Mendengar permintaan itu, In Gak menjadi masgul, Tak ingin ia mencampuri urusan mereka itu, Tetapi ia lantas mendapat pikiran maka ia tertawa dan berkata: "Aku yang rendah tidak punya kepandaian, sulit untuk aku memberikan bantuanku, tetapi untuk menolongi totiang bertiga, aku akan coba, Totiang telah menjadi kurban hawa dingin Han-peng khie, sekarang silahkan totiang bertiga menempel telapakan tangan lotiang kepada punggung masing- masing, untuk menyalurkan hawa panas Sam- yang Cin- hwe, guna mengusir hawa itu, Aku percaya selewatnya satu jam pasti akan ada hasilnya.

Ketiga imam itu heran, sederhana kata-kata orang tetapi berarti, Mereka sendiri tidak ingat cara pengobatan itu Thay Hian hendak memberikan pujiannya ketika ia melihat sianak muda mengeluarkan kemala kuning seraya men-dahulukan bicara katanya: "Tadi selagi kami mendaki gunung ini telah terjadi salah mengarti diantara kami dengan Lan Seng Ie-su. Duduk- nya begini. ..." ia menjelaskan semua, habis itu sambil tertawa ia menambahkan.

"Mendaki gunung dengan membawa pedang memang berarti melanggar aturan disini, dalam hal itu aku yang rendah mengaku sudah berbuat salah, maka sekarang kami menghaturkan maaf kami, inilah kemalanya Lan Seng Ie-su, aku minta totiang bertiga sukulah menerima untuk dikembalikan kepadanya."

In Gak menghampirkan, untuk menyerahkan kemala itu kepada Thay Hian-

Imam itu menggeraki alisnya, hendak ia bicara, tetapi si anak muda segera mencegah dengan menggoyangi tangan, katanya pula sembari bersenyum: "Sekarang ini kuil lotiang telah runtuh delapan atau sembilan bagian, dalam sepuluh dan murid-murid kamu tengah bertempur dalam darah Musuh-musuh yang datang buka melainkan Pak Beng Sam Mo dan Siauw Yauw Kek tetapi juga Kiong Lay Pay.

Dalam hal lotiang ini aku yang rendah merasa malu sebab aku tidak dapat memberikan bantuan kami, maka itu sekarang baiklah lotiang bertiga mengutamakan pengobatan diri sendiri, nanti kalau Pak Beng Sam Mo datang pula, baik totiang menyambutnya dengan cara berkelahi Samgoan Kauw-kek dan Thian Te Jin Tan hoan supaya mereka tidak dapat ketika memperoleh bantuan- Secara begini saja totiang bakal mendapatkan kemenangan- Demikanlah kata- kataku Sampai kita bertemu pula"

Habis berkata begitu, dengan berseru, "Mari" In Gak mengajak tiga kawannya berlari pergi turun dari puncak^

Bu Tong Sam Lo melihat gerakan orang demikian sebat, mereka kagum.

Sembari turun gunung itu, dimana yang ia bisa, diam-diam In Gak membantui pihak Bu Tong Pay, tapi selama itu ia terus menjadi pendiam, Yauw Hong dan siang Bwe tidak puas mereka menjadi masgul, Diam- diam mereka minta bantuannya siang Lok akan tetapi imam itu bilang, nanti malam saja mereka bicara pula.

Diwaktu magrib In Gak berempat tiba di Lauw-ho-kauw dimana mereka lantas bermalam dihotel Tiang Hin.

Sianak muda mengambil kamar seorang diri, berteman dengan sebuah pembaringan ia rebah dengan mata melongo, ia terus tidak bergembira. ia berpikir tapi semua yang terpikirkan ya la h hal-hal yang membikin hatinya tidak tenteram. Semua pengalamannya ia anggap tidak memuaskan hati-nya. Tiba-tiba terdengar ketukan pada daun pintu. "Siapa?" ia tanya.

"Aku" sahut suara diluar suaranya Yauw Hong, "Engko In, dapatkah aku masuk?" In Gak bergerak untuk berduduk.

"Kenapa tidak dapat?" ia menyahut, "Pintu pun tidak dikunci."

Daun pintu lantas terbuka dengan berbunyi disana terlihat Nona Kang bertindak masuk bersama-sama Nona Lo. Siang Lok tidak turut bersama, Kedua nona itu mengerutkan alisnya masing-masing dan mata mereka lesu, sinarnya mengandung penasaran-

In Gak berduka melihat roman orang itu. ia tahu sebabnya itu. Kedua nona lantas duduk dibangku kecil didepan pembaringan. "Engko In, selama beberapa hari ini kau senantiasa berduka, apakah sebabnya?" Yauw Hong tanya suaranya lemah. "Dapatkah kau memberi keterangan pada adikmu ini?"

Tanpa dapat dicegah lagi air matanya nona ini mengucur turun, maka juga matanya

siang Bwe turut menjadi merah.

In Gak berdiam, ia bingung, ia tidak sangka si nona berani menanyakan demikian-Sekian lama ia bungkam, akhirnya ia menghela napas.

"Aku mengarti hatimu, nona-nona," katanya, sabar, "Aku pun manusia bukannya rumput, hanya selama ini pengalamanku buruk sekali, aku menyesal karena aku membuat kegagalan diri sendiri, sekalian aku membikin gagal juga lain orang."

"Engko In kau tidak menggagalkan diri-mu," kata Yauw Hong cepat. "Kaupun keliru jikalau kau mengatakan kau telah membikin gagal, Semua itu karena suka kami sendiri Engko In, apakah kau akan hendak tolak kami? Tidak. Engko kecuali kami masuk menjadi pendeta Sehelai benang, telah mengikat dua ekor balang, keduanya tak dapat dipisahkan lagi satu dari lain"

In Gak melengak. Akhirnya ia pikir, "Buat apa aku berkukuh lagi? Baiklah aku berserah kepada takdir percuma aku menderita tidak keruan, toh tak dapat aku membebaskannya." Maka ia lantss bersenyum. ia kata, “Jikalau kedua adik mengatakan demikian, baiklah itu berarti rejekiku besar bukan main cuma aku kuatir aku tak sanggup membahagiakan selama- lamanya"

Mukanya kedua nona menjadi merah mereka melirik sambil mendelik.

In Gak seperti mendapat pulang kegembiraannya, ia lantas memasang omong dengan asyik, Dapat ia bergurau hingga kedua nona itu saban-saban tertawa. Sampai jauh malam masih tiga orang muda ini berbicara, sampai mendadak daun pintu ditolak terbuka dan satu bayangan orang masuk kedalam kamar. Mulanya In Gak terkejut tapi segera alisnya terbangun, romannya girang bukan buatan

"Lui Jieko" ia berseru: "oh, bagaimana kau bikin aku bersengsara mencari kau" Hanya sebentar lenyap kegembiraannya itu. Habis si Lui Jieko tidak ada orang lainnya yang mengintilnya. Tidak ada Hu Liok Koan dan Hu Wan- Maka ia lantas menanyai "Mana mereka ?"

Lui Siauw Thian melihat Yauw Hong dan Siang Bwe, ia tertawa.

"Kamu baik, nona-nona?" dia menegur, Tapi, tanpa menanti jawaban, ia menghadap adik angkatnya, akan memperlihatkan roman sungguh-sungguh. ia kata: "Lui Lo-ji turut Hu Tayhiap dan nona Wan dari Tiang Pek San menuju ke Bu Tong San, setibanya di Kiap-kiauw- tin, menyesal sekali Lui Lojie berlaku alpa, dia telah menemahai beberapa cawan arak. kesudahannya dia menjadi kurbannya satu pencoleng Pedang ditangannya Nona Wan telah kena dicuri. Kami bertiga lantas membuat penyelidikannya, hasilnya tidak ada"

Hu Tayhiap dan Nona Wan bingung sekali merekapun letih bekas diperjalanan, kesudahannya keduanya jatuh sakit hingga mereka musti rebah dirumah penginapan Lui Lo-jie mengundang tabib tetapi sakit mereka tak mau sembuh juga, hingga aku menjadi berkuatir dan bingung. Seorang diri aku lantas berangkat ke Bu Tong San- Apa mau aku tiba di sana selagi Bu Tong Pay mengalami malapetaka besar,

kuil-kuilnya hancur luluh mayat mayat bagaikan bertumpuk tumpuk. Ketika aku pergi ke- Lam thian bun, disana aku melihat bergeraknya tubuh empat orang, yang terus menyembunyikan diri dibawah pohon cemara dibawah jurang Thay cu-giam. Mataku awas, aku lantas mengenali kau, shate, maka aku lantas menyusul terus sampai di Lauw ho-kauw nio.”

Justeru siauw Thian berhenti bicara, justeru Siang Lok muncul. Imam itu lantas

memberi hormat seraya berkata: "oh, Lui Losu, benar sekali bunyinya pepatah manusia hidup itu ditempat mana yang mereka tidak bertemu Pintopun telah mengikuti Siauwhiap sampai disini mungkin Lui Losu tidak menyangka bukan?" Keduanya lantas saling menjabat dengan erat.

In Gak mengerutkan alis, "Sekarang ini dimana adanya Hu Tayhiap berdua?" ia tanya.

"Mereka berada- tak jauh dari sini, cuma seperjalanan satu jam," sahut Siauw Thian. " Didalam kota Kok-shia."

"Mari kita pergi sekarang juga" kata si-anak muda, yang lantas mengambil Thay oh. siauw Thian heran, ia mengawasi dengan mata membelalak.

"Bukankah Lui Losu heran pedang Thay oh berada ditangannya siauwhiap?" tanya Siang Lok. "Mari kita berjalan, nanti sambil berjalan aku menjelaskannya.

Ditengah jalan kitapun menjadi tidak bakal kesepian-"

Yauw Hong dan Siang Bwe mengikut, maka itu malam- malam berlima mereka melakukan perjalanan menuju ke kota kecamatan Kok-shia.

XX

HARI masih pagi ketika di sungai Han Sui terlihat sebuah perahu besar sedang berlayar. Penumpangnya cuma tujuh orang, tua dan muda tak sama usianya, Mereka bukan lain daripada In Gak serta rombongannya di tambah Hu Liok Koan dan Hu Wan- Yang beda yalah roman mereka.

In Gak menyamar sebagai seorang tua usia lebih kurang enampuluh tahun, Ketiga nona nampak sangatjelek. mirip dengan Bu Yam dijaman Liat Kok. Hu Liok Koan, Lui Siauw Thian dan Siang Lok turut mengubah muka mereka.

Bagian timur dari sungai Han Sui itu termasuk ujung pegunungan Tay Hong San- itulah wilayah pengaruhnya oey Kie Pay, partai Bendera kuning. In Gak tidak mau bentrok dengan partai itu sebelum ia bertemu dengan cong Sie sebelum mereka bertemu di He-kauw. Pula anak muda itu hendak mentaati pesan Beng Liang Taysu,jadi kecuali sangat terpaksa, tak mau ia menurunkan tangan- Supaya orang tidak mengenali mereka, mereka memakai topeng itu. Disaat itu air sungai tenang. Ada banyak perahu lainnya yang berlayar milir dan mudik. Dikedua tepi, didarat, ada perkampungan dengan sawah kebunnya disepanjang jalan, maka juga disana tampak tukang-tukang kayu serta nelayan-nelayan dengan tudung rumput mereka, pemandangan itu cocok untuk dilukis menjadi pigura atau digubah menjadi syair. Biar bagaimana In Gak toh memikirkan soal bentrokan yang mendatang dengan oey Kie Pay. Ia masgul kalau ia ingat soal bentrokan itu. Supaya tak usah duduk menganggur dan menjadi pepat pikiran karenanya, ia mengajak siauw Thian dan lainnya membicarakan soal ilmu silat, ia memberi petunjuk-petunjuk yang ada gunanya untuk pertempuran mereka nanti.

Pada waktu magrib, perahu mereka berlabuh di He- kauw diseberangnya, Sore itu mereka bersantap didalam perahu. Tengah mereka menangsalperut itu, mereka mendengar suara orang berkaok-kaok dari tepian: "Tukang perahu, tukang perahu Adakah perahumu ini untuk He-kauw?"

Suara orang itu parau.

siauw Thian mendengar suara itu, ia mengawasi In Gak. ia berkata, "Lao Sam, ada

usaha yang menguntungkan yang datang sendiri, tak dapat kau menolaknya."

In Gak mengawasi kakak angkatnya itu, ia berdiam saja.

"Benar perahu kita untuk ke He kauw" terdengar suara awak perahu, "Tapi perahu kita disewa borongan Tuan tuan, tolong kamu menyewa perahu lain"

Lui siauw Thian bangun berdiri, ia ngoceh sendirian " Kawanan setan kerbau dan hantu ular, semuanya telah datang kemari, maka aku Lui LoJie, aku bakal melihat keramaian” Lantas ia bertindak keluar perahu.

In Gak tahu kakak angkat itu membenci kejahatan seperti membenci musuh, oleh karena ia kuatir kakak itu naati menerbitkan onar, ia menyusul keluar, Tepat itu waktu mereka mendengar pula orang tadi ditepian, suara seperti orang banci.

“Jangan kau ngaco belo. Tuan-tuan besarmu penuju perahu ini Tukang perahu kau suruhlah sekalian penumpang mu pada keluar"

Siauw Thian dan In Gaksudah lantas berada diluar perahu, Mereka melihat empat orang berdiri digili- gili. Mereka juga melihat tukang perahu ketakutan-

Orang dengan suara parau itu berdandan singsat, tubuhnya jangkung dan kurus, Dia bersikap keren, Dikiri dan kanannya berdiri mengapit dua orang, yang pakaiannya seragam yaitu baju kuning yang panjang dan gerombongan cuma tubuh mereka itu tak sama yang satu tinggi dan besar, mukanya lebar alisnya putih kumisnya merah, dan yang lainnya kate dan mulutnya lancip.

Orang yang ketiga terpisah sedikit jauh dari mereka itu bertiga, dia beroman keren, kumis dan jenggotnya pendek, sikapnya tenang, matanya mengawasi kemuka air. Dipundak mereka semua terlihat menggendol senjata masing-masing.

"Yang bicara barusan itu," kata Siauw-Thian perlahan, pada In Gak. "Dialah Yan Bwe Kim-su In Ho si Tombak Emas Ekor Walet atau Kheng-bun. Dua yang mengapit itu, yang kate dan yang jaagkung, Lwe Hong San Siang Kiat, dua jago dari gunung Lwe Hong San- Yang jangkung yaitu Mo-thian Lo cia Kim Le ceng si Lo cia Merabah Langit, dan yang kate cu-te Poankoan ong Kit si Hakim Setempat. Yang bersendirian itu yalah chong Gouw -sek hong Kle su Loa Tiauw Goan, si Mahasiswa dari puncak sek Hong clong Gouw, Dia licik dan telengas, kegirangan dan kemarahannya tak dikentarakan, hingga sering dia mencelakai orang diluar sangkaan- Dia lihay. Denganku dia bermusuh..."

In Gak mengangguk perlahan, pembicaraan diantara tukang perahu dan Kheng bun it Koay tidak berhenti sampai disitu, siluman dari Kheng-bun tidak mau mengerti, dia memaksa hendak menyewa perahu orang. Maka itu, ketika siauw Thian berdua muncul, tukang perahu itu berkata. "Tuan, penyewa perahu itu sudah keluar, kau bicara sendiri dengan mereka itu, asal mereka setuju, aku turut saja"

Keng-bun it Koay memang telah melihat keluarnya dua orang itu dari dalam gubuk perahu, ia mengawasi mereka, ia menegur dengan mengawasi dengar suara paraunya yang tak nyata.

Siauw Thian dan In Gak tidak menghiraukan orang, berdua mereka bicara terus dengan perlahan- Sikap ini membikin orang menegur pula, Masih mereka berdiam, maka si siluman menjadi mendongkol.

"Eh, tua bangka, kau dengar apa tidak?" dia menegur keras.

Siauw Thian berpaling, dengan roman dingin ia mengawasi si Siluman-

"Aku cuma mendengar dua kali suara parau" ia menjawab, "Mana aku siorang tua ketahui kau memanggil siapa?"

Kheng bun it Koay gusar, ia memang paling tak senang orang menyebut suara paraunya itu yang tak sedap untuk telinga, mukanya lantas menjadi merah. "Tua bangka, memang kau sudah bosan hidup" dia menegur "In Toaya hendak bicara dengan kau supaya kau suka menyerahkan dua ruang perahu untuk kami, sedang uang sewanya kita bayar seorang separuh Setujukah kau?"

Siauw Thian menjawab dingin- "Mati atau hidupnya aku siorang tua ada Raja Akhirat yang mengurusnya, tak usah kau yang mencapekan hati Tentang penyerahan dua buah dalam perahuku ini, aku minta jangan menyebut-nyebutnya pula Duduk bersama dalam sebuah perahu dengan kamu bangsa memuakkan cuma- cuma membikin mendongkol saja Tak dapat aku siorang tua menggunai uangnya untuk membeli rasa muak itu” Kheng- bun it Koay menjadi gusar, ingin dia menghajar Siauw Thian guna melampiaskan kemandongkolannya itu, tetapi ia tidak berani turun tangan, ia melihat Siauw Thian tak mirip-nya orang mengerti silat, hingga ia kuatir nama besarnya menjadi rusak andaikata orang ketahui ia menghina seorang tua yang tak berdaya. ia menyabarkan diri.

Mo-thian Lo cia Kim Le ceng sebaliknya sudah lompat keperahu, dengan sikap dingin dia mengawasi Siauw Thian dan ln Gak. dia tidak melihat sesuatu yang mencurigai lalu dia maju mendekati.

"Lotiang," ia kata bersenyum, "ini saudaraku she In kasar sikapnya, aku harap lotiang suka memaafkan dia. sebenarnya perlu sekali kami pergi ke He- kau- maka itu sukalah lotiang berlaku baik dengan membagi dua ruang untuk kami .."

"Itulah tak berarti," kata Siauw Thian ter-tawa, "hanya aku tidak mengerti sekali, Disana ada berlalu belasan perahu lainnya, kenapa kau justeru arah perahu kami ini? sebenarnya kau mengandung maksud apa? coba kaujelaskan-

Kim Le ceng membuka mulutnya tanpa ia dapat menjawab, ia dan kawannya cuma penujui perahu yang besar, lain tidak. Siapa tahu mereka kebogehan dan terhina, Lantas ia menjadi gusar.

"Tua-bangka kau sangka aku siorang she Kim orang macam apa?" katanya keras.

"Aku tak perduli kamu orang apa" Siauw Thian jawab, ia pun bersikap keras, "Mengenai soal membagi ruang, baiklah kau- tak usah membuka mulutmu"

Le ceng tertawa.

"Tua-bangka, kau mencari mampusmu sendiri" katanya, Lalu dengan tenaga tiga bagian, ia menyampok. ia gusar tetapi ia cuma ingin orang terluka sedikit.

Siauw Thian tidak menangkis atau melawan, dengan tindakan biasa ia menggeser tubuh, terus ia memandang In Gak dan berkata: "Lo Sam, ini anak muda sangat tidak tahu aturan, baik kau tolak dia" Itulah cara berkelit yang wajar, hingga-orang tak dapat menyangka jelek.

Le ceng heran hingga ia melengak, Pikir-nya: "Aku tidak menyerang hebat tetapi cukup cepat, "Benarkah dia begini kebetulan berkelitnya?"

In Ho pun heran, ia tidak melihat Siauw Tbian sengaja berkelit. Ketika itu cuaca mulai gelap. nelayan-nelayan telah pada memasang api, Angin meniup halus.

Didarat ong Kit bersama Loa Tiauw Goan menjadi hilang sabar, yang pertama lantas berkata nyaring: "Kim Lo-cia, buat apa adu lidah Tak dapatkah kau ajar adat saja tua- bangka itu?" ia berlompat keperahu diturut kawannya.

Belum lagi dua orang itu sampai diperahu mendadak mereka merasai lutut mereka sakit sendirinya, hingga lenyap tenaga mereka, hingga tanpa merasa keduanya jatuh kecebur diair. Sia-sia belaka mereka mencoba mempertahankan diri.

Kim Le ceng dan In Ho menjadi bingung, Mereka tidak dapat menolongi sebab mereka tidak bisa berenang, Terpaksa mereka minta tolong kepada awak perahu.

Sementara itu Siauw Thian berkata dingin, "Sudah sahabat sahabat, sudah jangan kamu main gila didepan aku siorang tua Mana dapat kamu main perintah orang?"

Dua orang itu bingung terpaksa keduanya lompat keair dipinggiran, Syukur pinggiran itu dangkal kendati begitu, mereka mesti mengeluarkan tenaga untuk menyeret dua kawannya untuk dibawa naik kedarat.

Loa Tiauw Goan dan ong Kit tertotok jalan darahnya tetapi mereka tidak tahu itulah jalan darah yang mana, meski demikian, tahulah mereka sekarang bahwa diatas perahu itu ada orang liehay.

Kheng-bun it Koay dan Kim Le ceng bermupakat sebentar, lalu keduanya berlalu dengan cepat sambil masing-masing menggendong satu kawannya.

Ketika itu didalam perahu, In Gak sesalkan Siauw Thian, sang kakak- angkat, yang dikatakan tidak karuan-karuan mencari gara-gara, ia kuatir karena onar itu, disebelah depan mereka akan menemui urusan yang memusingkan kepala. Mata siorang she Lui mendelik. 

"Lo Sam, apakah kau tak tahu tabiatnya Lui LoJie?" dia tanya, "Aku toh dikenal kaum Kang ouw sebagai si arwah yang buyar"? Loa Tiauw Goan telah membinasakan sahabatku, sudah sepuluh tahun dia menyembunyikan diri, tak pernah dia muncul hari ini dia bertemu denganku mana dapat aku diam saja?"

In Gak tetap tak puas. "Bukankah baik kau bunuh saja padanya?" tegurnya pula, "Apa perlunya mempermainkan mereka ?"

Mata Siauw Thian mendelik pula, "Siapa bertemu dengan Lui LoJie, jangan harap dia mau enak saja" katanya, "Lo Sam, kau pernah lihat atau tidak kucing menerkam tikus?"

Melihat lagak orang dan mendengar suara-nya, ketiga nona tertawa geli. In Gak kewalahan, ia tertawa dan mengangkat pundak...

Ketika itu pemilik perahu dan awaknya berbicara kasak-kusuk. lalu sipemilik masuk ke dalam perahu untuk terus berkata: "Tuan-tuan, peristiwa barusan dapat berubah menjadi onar. Diwilayah suagai Han sui ini, orang oey Kie Pay terdapat dimana-mana dan yang barusan itu mungkin mereka adanya. Kami tidak dapat bertanggung jawab, maka itu... maka itu..." In Gak tertawa, Jangan kau kuatir" katanya, wajar. "Segala apa kamilah yang menanggung silahkan kau keluar"

Pemilik perahu itu bergerak bibirnya, matanya mengawasi, tapi akhirnya ia ngeloyor keluar dengan membungkam.

Yauw Hong menyibir, ia berkata: "Lui Lo-su, kau bicara besar Bukankah kau cuma mengandalkan apa yang engko In bilang Leng Khong Tie-hiat yaitu, ilmu menotok jalan darah ditengah udara? coba orang bersiap lebih dulu... Hm Hm..."

Siauw Thian menggeleng kepala, "Nona yang baik siapa yang tak ketahui liehaynya engko In-mu ini?" katanya, "Kau berbuat baiklah padaku, jangan kau bikin aku malu Aku bilang, masih banyak harinya yang kau membutuhkan bantuanku - Nona, coba bilang, perkataanku ini benar atau tidak?"

Yauw Hong jengah, juga Siang Bwe. Kedua-nya mendelik kepada orang she Lui itu yang pandai menggoda. Malam itu dilewatkan dengan tidak terjadi sesuatu. Tadinya In Gak cemas, tak dapat ia tidur nyenyak Ketika paginya bersama Siauw Thian ia pergi keluar, mereka saling mengawasi.

Didepan mereka kabut tipis hingga mereka bisa melihat tegas bahwa mereka berada sendirian ditepian itu. " Kecuali perahu mereka, semua perahu lainnya telah pergi entah kemana, Yang aneh lagi yalah pemilik perahu dan awaknya jongkok berkumpul dikepala perahu, semua bungkam.

Siauw Thian, yang banyak pengalamannya segera dapat membade sebabnya itu, ia lantas tertawa terbahak dan berkata nyaring: "Lwe Hong San Siang Kiat tidak main membokong, kamu benar laki-laki sejati Kenapa kamu tidak mau memperlihatkan diri untuk kita membuat pertemuan?"

Baru berhenti perkataan itu atau ditepian terlihat munculnya lima orang, Yang empat yalah yang kemarin ini dan yang kelima seorang imam denganjubah hijau, hidungnya besar mukanya lebar, kumisnya jarang, dan dipunggungnya tergemblok sepasang pie-hiat-kwat, semacam senjata peranti menotok jalan darah.

Siang Lok terperanjat melihat imam itu, ia lantas membaiki In Gak: "Imam itu yalah Bok Liong cu dari gunung Kui San di Kwietang Utara, dia liehay ilmu silatnya yang diberi nama Thay It Kie-bun, hingga dia pernah menjagoi. Sudah lama dia tidak pernah muncul, siapa tahu dia berada disini, Baiklah siauwhiap waspada terhadapnya."

Ketika itu Yauw Hong dan Siang Bwe keluar dariperahu, Liok Koan dan Hu Wan tidak turut, Mereka baru sembuh dan mentaati pesan In Gak untuk jangan keluar bersama.

Dengan munculnya lima orang dari Lwe Hong San itu, In Gak berlima lantas lompat kedarat untuk menghampirkan. Kegesitan mereka mengagumkan pihak sana.

Kheng-bun It Koay lantas menanya: "Kita tidak bermusuh, kenapa tadi malam kami di bokong?" "Siapa yang membokong kamu ?" tanya Siauw Thian, tertawa dingin. "Siapa saksinya?" It Koay bungkam, ia tahu pihaknya dicurangi Tiauw Goan dan ongkit dibokong, tetapi benar tidak ada saksi yang melihatnya. Mukanya menjadi merah. Kim Le ceng maju kedepan dia tertawa.

"Tadi malam memang kita yang bersalah," ia kata mengaku, "Baiklah kita jangan berdusta, kita tahu sama tahu, Adik seperguruanku ini serta Loa Tayhiap telah dicurangi, kami tidak puas, dari itu marilah kita main-main buat beberapa jurus. Kami bukan hendak merebut muka terang, hanya untuk mengikat persahabatan saja."

Sepasang alisnya Siauw Thian terbangun, hendak ia menjawab, atau In Gak sudah mendahului.

"Kim Losu ngomong terus terang, aku si orang tua kagum..." katanya. Mendengar kata-kata, "aku siorang tua," kedua nona tertawa geli.

In Gak menyamar menjadi orang tua, ia mesti bawa lagaknya seorang tua juga, ia mengerutkan alis tetapi ia meneruskan "Hanya-lah losu sudah menduga duga saja, Kami tidak membokong Loa Tayhiap berdua kecemplung keair kebetulan saja, sebagian disebabkan hati mereka panas. Memang yang paling sulit untuk orang yang meyakinkan ilmu silat yalah kesabaran dan penyaluran napasnya, penyaluran jalan darahnya yang dinamakan kedua nadi jim dan tok.

Mudah sekali kedua jalan darah itu tertutup dan mandek. Rupanya selagi berlompat, Loa Tayhiap berdua terganggu jalan darahnya itu yang tak tersalurkan tiba-tiba, --keterangan itu beralasan, Tiauw Goan dan ong Kit saling mengawasi, didalam hati mereka kata.

"Benar beralasan tetapi benarkah terjadi hal demikian kebetulan?"

Siauw Thian mengetahui maksud In Gak tak menanam bibit permusuhan.

Selagi kedua pihak berdiam, si imam hidung besar kata dingin, " Kata- kata itu dapat memperdayai aku Sudah ribuan tahun, belum pernah aku mendengar serupa peristiwa itu. Kalau orang Rimba persilatan tak dapat menyalurkan kedua jalan darahnya itu, siapakah yang berani muncul dalam dunia Kang ouw? Aku merasa malu untuk kedustaan dan kepandaian licik kamu itu"

Itulah hinaan tetapi In Gak menyambutnya sambil bersenyum. Yauw Hong sebaliknya hingga dia lantas membentak. " Imam jelek. jangan bertingkah Apakah kau kira kami jeri? Bilang terus terang, dipihak kami ini, siapa pun bukan tandingan kau"

Matanya imam itu mendadak bersinar bengis.

"Nona tak malu kau omong besar" katanya. "Aku bukan jago nomor satu dikolong langit ini tapi sedikit orang yang dapat menandingi aku pandanganmu yalah pandangan katak dalam tempurung Tak dapat aku memberi ajaran kepada kau, disini ada orangnya yang tepat" Dan ia menoleh kepada Loa Tiauw Goan-

Sek Hong Kiesu Loa Tiauw Gan memang keponakan murid imam itu. Dia lantas maju kedepan dan berkata sambil tertawa, "Enso, beritahukan she dan namamu Aku si orang she Loa tak sudi melukai orang tak berkenamaan"

Mukanya Yauw Hong menjadi merah ia gadis remaja tapi dipanggil "enso"- seorang yang telah menikah, Tapi ia berkata nyaring, " Untuk sekarang ini sukar aku memberitahu-kannya sebentar saja setelah kau kecemplung pula, itu waktu tentu masih belum terlambat" Tak dapat tidak. Tiauw Goan jadi mendongkoL

"Kau mencari mampus, jangan kau sesalkan aku" katanya nyaring, Dengan tangan kiri, dengan lima jari terbuka, ia segera menotok jalan darah klok- tie dilengan kanan si nona, sedang dengan tangan kanannya, ia mengincar jalan darah sim-jie nona itu.

"Kurang ajar" membentak sinona, ia tidak berkelit, ia justeru balas menyerang.

Mulanya kedua tangannya diluncurkan sambil membuka, baru ia menotok dikedua siku lawan Loa Tiauw Goan kaget hingga ia mesti mencelat mundur Siauw Thian memandang In Gak sambil tertawa. "Tak ku sangka Nona Kang dapat belajar cepat sekali." pujinya, "Boleh dibilang baru setengah harian tetapi ia sudah dapat menggunai ajaranmu tepat sekali"

Dipihak sana orang pun kagum dan heran, bahkan Bok Liong cu menanya dirinya sendiri, tipu silat itu ilmu silat perguruan yang mana...

Tiauw Goan panas hatinya, habis mundur segera ia maju pula, ia penasaran dan tidak takut, Segera ia mendesak. kedua tangannya menyamber-nyamber.

Yauw Hong mendapat hati, hatinya jadi tambah besar, ia pun melawan dengan hebat, Belum dua puluh jurus, lawannya sudah terdesak. dia repot menangkis atau berkelit tak hentinya,

Bok Liong cu mengerutkan alisnya, ia heran dan cemas hati.

Selagi merangsak itu tengah orang kelabakan, Yauw Hong menotok dengan tangan kirinya, ia mengarah jalan darah hok kiat. Totokannya itu menuruti jurus "Bintang mengejar rembulan"

Tiauw Goan kaget dan bingung, ia berkelit kekiri, Atas itu si nona menyusuli dengan jurus "Macan tutul emas mengeluarkan kuku-nya" tangannya meluncur kedada orang, Biar-nya dia lompat, orang she Loa itu toh tak luput, maka itu dia terhuyung, napasnya sesak.

Dengan tertawa seram, Bok Liong cu lompat mencelat kearah sinona. Justeru dia berlompat, In Gak berlompatjuga, Maka berdua mereka bentrok, habis mana dua-duanya sama-sama mencelat mundur.

Imam itu melihat, meski Tiauw Goan kalah, dalam ilmu silat, sinona tidak unggul banyak maka ia percaya, kalau ia lompat menerjang, ia akan berhasil mencekuk lengan nona itu, siapa tahu, ia dirintangi si "orang tua." ia menyambar lengan kanan sinona, tapi lengan kanannya yang kena terbentur tangan siorang tua, terus lengan itu terasa lemas. Maka ia mundur dengan kaget dan heran, Hanya sejenak. la kata dingin, "Keluarku ini justeru untuk menemui orang liehay, maka hari ini aku bersyukur bertemu dengan kau, tuan Dapatkah aku mengetahui she dan nama besar mu?"

In Gak bersenyum.

"Akulah orang biasa saja, tak suka namaku nanti mengotori pendengaranmu," ia menjawab, "Kita tidak bermusuhan, buat apakah kita menanamnya?"

Bok Liong cu berdiam, agaknya ia tertarik dengan kata-kata orang, Tapi Tiauw Goan penasaran dia menggosok Kheng-bun it Koay Siluman dari Kheng-bun sudah lantas lompat maju, untuk menerkam Yauw Hong. Dia berlompat dengan jurus "Naga terbang naik ke langit", dia menggeraki kedua tangannya.

Nona Kang kaget, ia tidak menyangka orang bakal menyerang ia. Tapi ia tidak gugup ia tidak takut, bahkan ia pun lompat mencelat guna menyambuti, ia hendak menabas kedua lengan penyerangnya itu dengan tipu sifat "Memotong otot, memutus nadi".

Selagi si nona berlompat, Tiauw Goan yang penasaran turut menyerang juga, ia berlompat sambil meluncurkan tangan kirinya, sedang tangan kanannya menimpukkan Sembilan potong uang tembaga, ketika itu dada sinona lagi berbuka.

Bok Liong cu melihat sepak terjangnya sang keponakan murid, dia kaget, dia berseru, "Tiauw Goan, jangan-

Peristiwa berlalu cepat sekali. Bentrokan terjadi, dua tubuh roboh saling susul, balik satu tubuh lain, yang lincah mencelat baik kesisinya Nona Lo dimana dia berdiri sambit bersenyum. Yang roboh itu yalah Tiauw Goan dan In Ho.

Hati In Gak lega. ia tahu silat Ngo Bie Pay yang bernama "Hong-in Jie-pwe ciang", atau pukulan "Dua- puluh- delapan Tangan-, yang digabung dengan gerak kedua huruf "Menggempur" yang ia ajarkan si nona, ia mesti mengagumi pula kecerdasan nona itu, yang pandai menyangkok ajarannya. Diam-diam ia kata dalam hatinya, " Hebat nona ini. Dua orang itu tentulah tertotok jalan darahnya sam- goan-"

Bok Liong cu menghampirkan dua orang dari pihaknya itu, ia lantas menepuk bergantian jalan darah kiehay dari mereka, atas mana keduanya berseru, lalu berlompat bangun, Tiauw Goan lantas mengawasi Nona Kang dengan sinar matanya yang bengis.

Yauw Hong melihat lagak orang, ia kata dalam hatinya, “Jikalau aku tidak ingat pesan engko In, yang melarang aku melukai orang ditengah perjalanan ini, pasti sudah aku mengambil jiwamu"

Si imam mendelik kepada Siauw Goan, lalu dengan tenang ia memutar tubuhnya, untuk menghadapi In Gak ia kata, "Aku Bok Liong cu, kali ini aku menjadi tetamunya pihak Lwe Hong San untuk satu bulan lamanya. Baru dua hari yang lalu Kim Losu mengirim surat mengundang aku, meminta aku, membantui sahabatnya. Tak dapat aku menampik permintaan itu, cuma sebab aku hendak merahasiakan perjalananku aku mengusulkan untuk naik perahu.

Tidak aku duga, disini aku bertemu tuan semua yang garang sekali....

"Siapakah yang galak?" Siang Bok tanya, "Apakah totiang sudah menanyakan in Los u?"

Bok Liong cu agaknya terperanjat ia lantas menoleh kepada In Ho. Sahabat itu terlihat jengah, ia menduga pastilah si sahabat sudah mengeluarkan kata-kata yang melukai hati orang, hingga terjadi perselisihan ini.

In Gak bersenyum, ia berkata: "Barusan aku si orang tua sudah bilang, tak peduli siapa benar siapa salah, urusan ini baiklah di-sudahi saja. Totiang, bolehkah aku menanya kenapa perjalanan totiang ini hendak dirahasiakan? Apakah totiang sungkan terhadap sesuatu orang?"

Mendengar itu, hidung si imam terbangun, dia tertawa lebar.

"Seumurku, belum pernah aku takuti siapa juga" katanya nyaring. "oleh karena orang yang meminta bantuannya Kim Losu menjadi juga sahabatku dari banyak tahun, aku perlu mengalah, tidak dapat aku menggagalkan urusan "

Belum berhenti suaranya imam ini maka dari tegalan sawah terlihat seorang lari mendatangi sambil dia mengempit tubuh seorang lain, Dia itu bertubuh besar dan usianya pertengahan. Karena melihat datangnya orang itu si imam berhenti bicara.

Dengan lekas orang itu sudah sampai, terus ia meletaki orang yang dikempitnya didepan Kim Le ceng.

In Gak awas sekali, ia lantas mengenali orang tawanan itu yalah Twie Hong cie-wie cian Leng si Landak, ketua cabang Yangcu dari Kay Pang, ia menjadi heran.

Sauw Thian menoleh pada si anak muda, dia melirik. In Gak mengedipi mata, melarang kakak angkat itu sembarang bertindak, ketika ia mengawasi muka cian Leng ia mengerutkan alis, muka pengemis itu kuning pucat. kedua matanya mendelong, itulah tanda dia terancam bahaya maut.

Sampai disitu terdengarlah suaranya orang yang mengempit si pengemis, Katanya, "Setelah ditolong Bok Liong Locianpwe, cian Su-hu ini telah sembuh dari sakitnya, maka juga ketika tadi pagi San cu meninggalkan gunung, dia sadar, Lantas dia bangun, katanya dia perlu pergi ke lain tempat. Tak dapat aku mencegah dia. cian Suhu baru lari melewati mulut gunung, mendadak dia roboh sendirinya, Aku periksa nadinya, nadi itu kacau. Karena aku ddak dapat menolong, terpaksa aku bawa dia kemari.

Syukur san-cu belum pergi."

"Kau banyak cape, ciu Hiante" kata Kim Le ceng mengangguk Bok Liong cu periksa nadi cian Leng, dia menghela napas.

"orang ini tak dapat bertahan sampai lewat tengah hari" katanya, "Dia memaksakan diri mana bisa dia tak mati?"

Ketika itu In Gak berlompat, lompat kepada pengemis itu. Bok Liong cu kaget.

"Kau mau apa?" dia tanya, membentak seraya dia menyampok. ooooooo

BAB 21

IN GAK tahu ia diserang, ia tidak menghiraukannya. ia cuma menggeraki tangan kirinya kesamping, ia lantas memegang nadi kanan cian Leng, atas mana ia terkejut sekali.

Bok Liong Cu pun kaget ia terpaksa mundur beberapa tindak. ia heran karena ia merasa orang bukan menyerang ia hanya menyempar saja, Toh tenaga, "orang tua" ini demikian dahsyat, ia lebih heran karena ia tidak menerka ilmu silat orang ada ilmu silat partai mana, dan orang pun ia tidak kenal, bahkan belum pernah ia mendengar ada orang tua lihay semacam orang ini.

Dimana disitu ada Lwe Hong San Slang Kiat, ia menjadi penasaran, Maka ia maju pula sambil menekan dengan tipu silatnya, "San Hoa pin hun" atau "Menyebar bunga belarakan."

In Gak lagi memperhatikan nadi cian Leng, ia tidak menyangka bakal dibokong, Tapi disamping ia berada lain-lain orang.

Segera terdengar bentakan halus tapi nyaring dari dua orang wanita, berbareng mana dua sinar putih seperti bianglala menyamber kearahBok Liong cu.

Itulah Yauw Hong dan Siang Bwe yang gusar, karena si imam menyerang sipemuda secara pengecut, maka keduanya berteriak sambil berlompat untuk menyerang si imam itu. Mereka sama-sama menggunai ilmu pedang ajarannya In Gak. yang diambil dari ilmu silat pedang Hian Thian Tit Seng Kiam.

Syukur untuk Bok Liong cu, kedua nona belum mahir ilmunya itu, kalau tidak pasti celakalah dia, Dia dapat menyingkir dari serangan itu.

In Gak bebas dari bokongan. ia berbangkit dengan sabar, sembari mencegah kedua nona menyerang terlebih jauh, ia mengawasi si-imam dengan ia mengasi lihat roman keren. Ketika ia membuka mulut, suaranya dalam tetapi tenang: "Aku si orang tua tidak bermusuh dengan kau, totiang, kenapa kau berulang kali

membokong aku? jikalau totiang ingin mendapatkan muka terangmu. tunggulah sebentar, sampai aku sudah mengobati orang ini, nanti aku bipara pula denganmu" Bok Liong cu mengasi dengar ejekannya. "Dia sudah terluka parah, walaupun tabib Hoa To yang pandai hidup pula, dia tak bakal dapat ditolong lagi" katanya: "Sie-cu, jikalau kau dapat menolong dia, sendirinya aku akan mengaku kalah, perkara tanding tak usah dibicarakan dulu, hanya, kalau tidak.."

In Gak muak untuk keras kepala orang hingga ia mengerutkan kedua alisnya.

"Biar bagaimana, paling dulu orang ini harus ditolongi, baru sebentar kita bicara pula" ia kata lagi, tetap dengan sabar, "Aku tahu dia ini terluka parah tetapi dia dapat di tolong atau tidak. terserah kepada usaha kita manusia Sebentar aku si orang tua pasti akan minta pelajaran dari totiang, supaya kepandaianmu yang lihay tak sampai tak ditontonkan kepada umum"

Mukanya Bok Liong cu menjadi merah. Ia merasa bagaimana ia terejek.

"Kenapa cian Leng datang ke Lwe Hong San?" In Gak tanya. "Dapatkah kepada aku si orang tua diberikan sesuatu keterangan?"

Sembari berkata begitu, In Gak memegang pula nadinya ciang Leng, untuk dipencet, guna menyalurkan racunnya berkumpul di jalan darah siauw yang.

Bok Liong cu tertawa dingin "Sie cu tolongi saja dia, setelah dia sembuh, mustahil ia tidak akan bicara" katanya dingin, Dia mengejek dan menantang, Mendapat kenyataan orang berpandangan sangat cupat,

In Gak tertawa, ia tidak mau

memperdulikan lagi, ia hanya lantas menolongi ketua Kay Pang cabang Yang ciu itu. ia menggunai tenaga dalam dari ilmu Poute Sian-kang, ia merasa pasti cian Leng dibokong sebelum dia mendaki gunung Lwe Hong San, ketika Bok Liong cu " mengobatinya" siimam membikin racun melulahan kebeberapa jalan darah lainnya, itulah pertolongan pertama.

Sayangnya yalah cian Leng, yang seharusnya istirah, sudah berlari-lari keras, hingga racun menjalar ketubuh bagian dalam, Bek Liong cu benar waktu ia membilang cian Leng tak dapat ditolong lagi, tetapi In Gak mempunyai Poute Siankang dengan apa dia dapat menolong memperpanjang jiwa si pengemis dari tiga sampai lima tahun lagi. Tanpa bicara, In Gak sudah memberikan pertolongannya itu.

Selagi angin bersilir silir ditepian sungai itu, semua orang berdiam mengawasi In Gak dan cian Leng, Bok Liong cu turut berdiam juga, cuma dengan matanya yang tajam, ia melirik dan memperhatikan bergantian kepada kelima orang pihak lawan itu, hatinya menduga- duga :

"Siapa mereka berlima? Usia mereka sudah lanjut semua. Mestinya mereka liehay, Kenapa aku tidak kenal mereka, bahkan mendengarnya pun belum?" Karena ini akhirnya ia berbisik menanyakan keterangan pada Mo Thian Lo cia Kim Le ceng. orang she Kim itu telah membangun benteng diatas gunung Lwe Hong San selama lima tahun, dia pernah merantau di tujuh propinsi Selatan dan enam

propinsi Utara, dia kenal banyak sekali orang kos e n, akan tetapi dia mesti menggeleng kepala.

Bok Liong cu heran hingga ia berpikir lebih jauh, ia merasakan ilmu silat yang asing dari In Gak. juga ilmu pedang kedua wanita itu, ia tetap tidak mengingatnya, Lama-lama ia menjadi ingat suatu hal yang telah lampau, ia lantas menghela napas.

Ketika itu, dengan lewatnya sang waktu, pertolongan In Gak telah memberi hasil, Muka cian Leng yang pucat berubah menjadi dadu, kedua matanya pun dibuka perlahan-lahan, kemudian dia membuka mulutnya, hendak bicara. Menampak itu, Bok Liong cu menjadi kaget dan herannya bertambah. "Ah, dia begini liehay...." pikirnya. "Mungkinkah aku yang keliru memeriksa nadinya?" cian Leng sadar dengan lantas merasai beberapa jalan darahnya panas, ia melihat seorang tua lagi memegangi nadinya, dari tangan dia itu tersalur hawa hangat, ia menjadi tidak karuan rasa. Tapi ia menduga orang lagi mengobatinya, ia dilarang bicara. Lewat sesaat, rasa panas makin hebat, maka mau atau tidak. pengemis itu merintih.

Kira setengah jam, In Gak menghentikan pengobatannya, ia berbangkit seraya mengeluarkan napas panjang guna melegakan diri, kemudian sembari bersenyum ia kata pada Siang Lok: "Tolong saudara membawa cian Leng ke- dalam perahu supaya dia dapat rebah beristirahat. Dia dapat makan tajin, tetapi jangan sekali bergerak."

Habis berkata kepada si imam, tanpa menanti orang melakukan permintaannya itu, pemuda ini yang berupa seorang kakek-kakek meminjam pedangnya Lo Siang Bwe, pedang mana ia kibaskan wajar akan tetapi sinarnya berkelebat bagaikan bianglala atau bintang putih, melihat mana Bok Liong cu dan kawan-kawannya terperanjat.

Dengan sabar In Gak menghampirkan Bok Liong cu, untuk tertawa dan berkata: "Manusia itu tak dapat berdiri tanpa kepercayaannya maka itu sekarang aku siorang tua ingin dengan pedang ini melayani sepasang senjata peranti menotok jalan darah dari lotiang-buat beberapa jurus saja."

Bok Liong cu sudah lantas mengeluarkan sepasang senjatanya ia menatap orang tua didepannya itu, yang ia lirik pedangnya, ia kata: "Senjataku ini telah tigapuluh tahun lamanya belum pernah dipakai lagi, mungkin aku tidak dapat menguasainya, meski begitu, asal aku gunai, pasti dia melukai orang, maka itu aku minta sie-cu suka waspada"

Kata-kata itu terkabur, akan tetapi kenyataannya memang demikian, Memang dulu hari dalam suatu malam, dalam pertempuran digunung Thian chong San, Bok Liong cu pernah mengalahkan duapuluh-tiga orang ahli silat pedang yang kenamaan, cuma peristiwa itu tidak teruwar, lantaran sebelum mereka bertempur, kedua pihak sudah berjanji akan menutup mulut.

In Gak tertawa mendengar kata-kata itu. "Silahkan lotiang turun tangan" katanya, "Kalau dua orang bertempur bertangan kosong atau bersenjata, mesti salah satu terluka dari itu percuma untuk menyebutkan itu"

Selagi berkata begitu, anak muda ini memikir dalam- dalam, ia juga, selama satu tahun turun gunung dan merantau belum pernah ia menggunai pedang, ia tahu baik sekali IHian Thian cit Seng Pou dapat melukakan orang tanpa di-sengaja jadi tak sudi ia menggunai pedang kecuali disaat mati dan hidup, Sekarang ia memegang pedang saking terpaksa menghadapi si imam yang liehay ini. Meski demikian, ia masih ingat baik-baik pesan Beng Liang Taysu.

Bok Liong cu mendongkol sekali menyaksikan orang tidak menghiraukan dia, hingga ia berkata dalam hati kecilnya: "Hatiku telah berubah banyak. dalam segala hal aku dapat memikir jauh, suka aku mengalah, akan tetapi hari ini, aku tidak dapat berlaku murah hati pula.."

Maka ia tertawa dingin dan kata: "Suka aku mengalah selama tiga jurus - Nah, silahkan sie-cu mulai"

In Gak tertawa, ia lantas menggeraki pedangnya dari kiri kekanan, ia bergerak dengan perlahan ia tidak segera menerjang, tetapi melihat gerakan itu Bok Liong cu terkejut, Imam ini merasakan suatu tenaga menolak yang tak nampak. hingga ia mesti lekas menahan diri dengan tipu "Memberatkan diri seribu kati." "oh kiranya sie-cu dari Kun Lun Pay?" katanya.

Gerakannya In Gak ini memang mirip dengan jurus "Teng Seng Im Yang" dari ilmu silat "Thian Lo cit Sie" dari Kun Lun Pay.

Ia pun kata: "Ilmu silat itu asalnya satu pokok. jadi tidak seharusnya ada perbedaannya, Aku si- orang tua bukannya murid Kun Lun Pay, meski benar ilmu pedangku ini mirip dengan Thian Lo cit Sie." Kemudian ia membuat gerakan balik, dari kanan kekiri.

Bok Lion cu mundur tiga tindak, ia merasakan desakan yang kuat sekali, Tanpa merasa mukanya menjadi pucat.

"Inilah jurus yang kedua" kata In Gak nyaring, "Masih ada satu jurus pula, habis mana totiang harus turun tangan-

Kata-kata itu diakhiri dengan gerakan yang serupa, seperti yang pertama.

Semua orang lain mengawasi dengan perhatian penuh, Liok Koan dan Hu Wan pun sampai melongok dari jendela perahu.

Selama hidupnya belum pernah Bok Liong cu merasa tegang bahkan bergelisah sebagai saat ini. ia merasa bahwa ia telah menemui orang yang benar- benar liehay, hingga inilah saat dari naik derajat atau keruntuhannya ia tahu pasti orang tua didepannya ini tentulah mempunyai lain-lain jurus yang terlebih liehay pula.

Selagi berpikir demikian, imam ini mesti terus mempertahankan diri. Kali ini matanya menjadi silau oleh sinar pedang lawan, Akhirnya ia berseru, tubuhnya mencelat, ketika ia turun, sepasang pie- hiat-kwat menotok kedada orang.

In Gak bergerak dengan jurus "Ban Seng Klong Goat," atau "Berlaksa bintang merubung rembulan-" hingga sinar pedangnya sangat menyilaukan mata.

Bok Liong cu terkejut melihat gerakan orang terlebih jauh, ia membatalkan serangannya, ia berlompat kesamping, Tapi sekarang In Gak menyusul, terpaksa ia mesti melayani.

Mereka sama-sama tangguh maka dengan cepat tigapuluh jurus sudah berlalu.

Selama itu, Bok Liong cu merasa ia terus terdesak. ia mempertahankan diri, sia-sia ia coba balas menyerang untuk menang diatas angin, ia menjadi sulit bergerak. Dalam bergelisah, ia menggeser tubuhnya, untuk memaksa menyerang juga, sampai tiga kali beruntun. Kelihatannya ia mendesak tetapi sebenarnya kedudukannya tak menjadi terlebih baik. Kecuali pedang dan pie-hiat-kwat berkilauan suara beradunya pun saban-saban terdengar terang.

Kemudian Bok Liong cu merasa senjatanya kena ditempel senjata lawan, ia terkejut, ia mengawasi mendelong, mukanya sudah lantas mengeluarkan keringat. Tak dapat ia membebaskan senjatanya itu meski ia sudah mencoba sekuat tenaga.

In Gak bersikap sungguh sungguh, ia mempertahankan tempelannya itu. sekarang mereka tidak lagi saling serang, Kedua pihak mengadu tenaga dalam mereka.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar