Menuntut Balas Jilid 23 : Libatan asmara lagi IN GAK tertawa.

Jilid 23 : Libatan asmara lagi IN GAK tertawa.

"Kau jumawa hingga kau tak kenal dirimu sendiri" katanya, "Kau tidak dapat diajak bicara Nah kau menyeranglah"

Pemuda ini menunjuki bahwa dia tak jeri akan Pek-khong- Ciang pukulan "udara kosong" Wanita itu menggeser gaetannya dari tangan kanan ke tangan kiri, ia segera menyiapkan tangan kanannya.

In Gak bermata awas, ia melihat telapaka n tangan orang dari putih berubah menjadi merah, Tanpa merasa ia bersenyum tawar. Segera juga wanita itu melakukan penyerangannya. In Gak mengawasi dengan tertawa dingin, sama sekali tubuhnya tak bergerak. jangan kata tubuhnya bajunya pun tak tertowel

Wanita tua itu terkejut Dia tahu dia menyerang dengan tenaga penuh, Tapi pukulannya seperti tanah lempung kecemplung di dalam air. Lalu habis itu dia merasakan lengannya lemas, disusul dengan tenaga menolak yang dahsyat sekali, ia mesti mundur dengan dada sesak.

Dan lagi mendadak kedua kakinya pun terasa lemas, tanpa maunya dia roboh duduk di lantai lauwteng. Setelah roboh, lenyaplah tenaga menolak itu. Dia mengangkat kepalanya mengawasi si pemuda jelek.

"Sudah, sudahlah..." katanya masgul tawar "Buat apa aku hidup di dalam dunia."

Dengan tiba-tiba dengan tangan kanannya dia menghajar ke mukanya sendiri, maka terkulailah tubuhnya, napasnya pun berhenti kemudian terlihatlah darah keluar dari mata, hidung, mulut, dan telinganya, hingga mukanya yang jelek menjadi bengis dan menakuti.

In Gak melengak. Tidak ia sangka orang demikian keras hati, Barusan ia menggunai tipu-tipu dari huruf-huruf "Lolos" dan "Menindih" dari Bi Lek Sin Kang. ia membebaskan diri dari serangan, lantas ia balas menolak dan menekan, ia ingin si nyonya sadar dan menyesal, tak tahunya orang menjadi putus asa dan nekad.

"Pantas wanita jahat ini mampus" kata" Yauw Hong sengit "Dia tak harusnya dikasihani Engko In, lekas kau tolong membebaskan kami. Totokan ini siksaan tak sedap sekali."

In Gak melengak. ia lantas menoleh ke lain arah. Ketika ia berpaling pula, dua-dua nona itu nampak lagi mengawasi ia dengan mendelong. Kedua nona itu agak heran, roman mereka itu pun meminta ditolongi... Mau atau tidak. ia bertindak perlahan menghampirkan. "Nona Kang, di bagian mana kamu ditotoknya? "ia tanya, Kalau tadi ia menghela napas, sekarang ia bersenyum.

Nona itu mengerutkan alis. perlahan sekali ia memberitahukan tubuh bagian mana dari mereka yang ditotok si wanita tua jelek setelah itu mukanya menjadi merah, ia malu dan likat.

Muka In Gak pun menjadi merah, tangan dan kakinya menjadi dingin tanpa merasa. Totokan itu ialah di bagian tubuh yang terlarang - di bawahan buah susu "Lekas,

engko In" Yauw Hong minta, ia mendesak walaupun ia malu.

In Gak menguatkan hatinya, Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia lantas menotok beberapa kali, sebat dan tepat, Kemudian ia mau menolongi Lo Siang Bwe atau mendadak ia menahan jari jari tangannya....

Lo Siang Bwe bermuka merah, kedua matanya ditutup rapat, ia pun malu seperti Yauw Hong.

"Engko In, kenapa?" tanya Nona Kang, ia heran.

In Gak menghela napas, Mendadak saja ia menotok nona Lo.

Hanya sejenak. kedua nona itu lantas dapat berlompat bangun-"Nona nona, mari turut aku ke Ya Ap Thoa" In Gak mengajak.

"Tunggu dulu” kata Yauw Hong cepat, pemuda itu heran, ia mengawasi. Yauw Hong mengawasi anak muda di depannya.

"Engko In, mengapa mukamu berubah begini rupa?" dia tanya, "Maukah kau mengasih ketera ngan padaku? "

In Gak memandang nona itu, yang terus menatap ianya, Siang Bwe pun mengawasi sama tajamnya, ia bingung juga karena ia ingin segera pergi ke Ya Ap Thoa.

"Aku memakai topeng," akhirnya ia beritahu "Sebentar sesampainya di Ya Ap Thoa aku akan menyingkirkannya. Mari lekas" Yauw Hong penasaran ia tidak mau mengikuti “Jikalau kau tidak menyingkirkan topengmu untuk aku melihat dulu wajahmu, kami tak suka turut kau pergi" katanya, ia menggeleng kepala, mulutnya mencibir.

In Gak kalah desak. terpaksa ia merabah ke mukanya, maka tempo topengnya sudah diloloskan terlihatlah romannya yang tampan dan menarik hati, hingga Lo Siang Bwe melengak saking kagum.

"Sungguh tampan” pujinya, sedang hatinya goncang.

In Gak sudah lantas mengenakan pula topengnya, tanpa menanti jawaban, ia bertindak ke luar.

Sekarang Yauw Hong berdua mengikuti

Setelah lompat turun dari lauwteng, mereka berlalu terus dengan cepat. Di sepanjang jalan, mereka tidak menemui rintangan apa-apa.

Pelbagai penjaga telah ditotok. melainkan sang angin yang menyampok tajam ke muka mereka, hawanya dingin, Ketika mereka sampai di sungai yang beku menjadi es, di sana kawanan bebek liar beterbangan karena kaget. "Mereka berada di gili-gili" kata In Gak perlahan-

Kedua nona mengawasi ke depan, Di sana ada belasan orang lagi berdiri. "Kiang Suheng" Yauw Hong memanggil. "Ya" menjawab orang yang ditanya.

Tanpa sangsi lagi, Yauw Hong berdua Siang Bwe lari kepada suheng itu yang ada bersama-sama kawannya, Tapi sementara itu, In Gak tidak turut, bahkan dia hilang.

Ketika Yauw Hong mengetahui itu, ia menjadi menyesal sekali, romannya menjadi berduka. Begitu juga Lo Siang Bwe. "Pasti saudara Cia hendak melakukan sesuatu" kata cong

Yauw tertawa, "Tidak nanti dia meninggalkan kita tanpa sebab Mari, su-moay, dan kau, Nona Lo, mari aku ajar kamu kenal dengan orang orang pandai."

Lantas juga mereka saling belajar kenal dan saling mengutarakan kekaguman masing-masing. Tonghong Giok Kun berdiri disamping Lo Siang Bwe, hatinya memukul. ia merasa nona itu semakin asing dengannya. Dulu-dulu nona itu suka berbicara dan tertawa, sikapnya memperhatikan sekali Malam ini dia aneh...

"Mungkinkah ini disebabkan sudah tiga hari aku tidak menolong dia?" ia menduga-duga.

Thian ketahui sendiri, selama tiga hari aku telah bekerja keras tapi tak dapat aku berdaya, bahkan kalau tidak ada saudara In, tentulah aku sudah runtuh ditangan murid- muridnya Poan Poan Siu." ia berhenti memikir sebentar lantas ia kata pula dalam hatinya:

"Tapi inipun ada baiknya. syukur aku tidak sampai melakukan apa apa yang melewati batas. Kalau tidak, bagaimana aku harus bersikap kepada adik misanku pilihan orangtua?" meski demikian, ia masih merasa kehilangan sesuatu.

Pemuda ini tidak tahu si nona justru mempunyai kesulitan yang tak dapat dijelaskannya, bahwa dia pun lagi bimbang sekali.

Ketika itu mereka mendadak melihat seorang dari antara hutan gelaga. "Siapa?" cong Yauw menegur.

"Aku Siang Lok" sahut orang itu, yang segera juga tiba di antara mereka. Melihat kedua nona, Siang Lok girang.

"Selamat kamu telah lolos dari bahaya nona-nona." ia kata, Tapi mendadak ia melongo, agaknya ia heran. "Eh, mana Cia Siauwhiap?" ia tanya, matanya melihat kelilingan-Tidak ada jawaban, Semua orang bungkam.

"Tentu dia pergi, entah ke mana," pikir Siang Lok. ia lantas merasa bahwa malam itu lebih banyak bahaya daripada kebaikannya untuk mereka, ia batuk-batuk. ia lantas berkata pula: "Nona-nona sudah bebas, maka janji pertempuran jam tiga sebentar sudah tak ada perlunya, Kitab Seng Siu Mo Keng dari Poan poan Siu lihay sekali, orang tentu telah dapat memahamkannya dengan sempurna, dari itu kita tentulah bukan tandingan mereka itu, maka aku pikir baiklah kita mengundurkan diri. Dengan perlahan-lahan saja kita nanti berdaya pula..."

Atas kata-kata itu, tiba-tiba terdengar satu suara nyaring di antara mereka: "Coan cin Koan-cu dulu kau jumawa sekali, kenapa sekarang kau mengeluarkan kata-kata begini? Apakah kau masih terhitung jago Rimba Persilatan?"

Siang Lok melihat, kata-kata itu diucapkan Pek Bi Siu Hoan Siauw coan, si Alis Putih, adik seperguruan ketua Siang Yang Pay. Dulu hari, dia telah menjagoi di selatan dan utara Sungai Besar, dia berjumawa dengan ilmu silatnya yaitu "Liong Yang Tay Kiu ciu. ia tertawa dingin.

"Kami bangsa jujur, kami tidak dapat ber-pura-pura." kata ia, "Kami bicara dengan melihat kepada tenaga sendiri, Syukur jikalau Hoan Losu mempunyai kepandaian untuk menyingkirkan Poan Poan Siu. Aku harap diberi maaf untuk kata-kataku barusan-"

"Poan Poan Siu dapat nama kosongnya saja," kata Hoan Siauw coan terkebur, "Buat apa kita jeri tidak keruan?"

Ketika itu angin malam tengah menderu- deru, tiba-tiba terdengarlah suara ini:

"Onong kosong Tak tahu malu..." Hoan Siauw coan terkejut dan mendongkol, alis putihnya terbangun-

"Manusia rendah siapa itu?" bentaknya, "Kenapa main sembunyi-sembunyi takut melihat manusia?" Sambil membentak itu ia berlompat sambil menyerang ke arah tempat dari mana suara itu datang, itulah yang dinamakan "Ciang hong" - pukulan angin-

Sebagai kesudahan dari itu, pohon-pohon gelaga rubuh terpisah, dari antara itu

terlihat satu bayangan orang lompat melesat dibarengi suara tertawanya yang nyaring dan menyeramkan- Hanya dengan tiga kali lompatan, bayangan itu lenyap pula di lain bagian rumpun gelaga itu. Siauw Coan menjadi jengah sendirinya, Svukurlah malam gelap. wajahnya tak nampak tegas.

Tatkala itu ada sekira jam tiga, Dari dalam dusun terlihat cahaya terang yang bergerak mendatangi, tempo sudah dekat terlihatlah satu rombongan dari beberapa puluh orang, yang pada membawa obor. Dua diantara mereka itu mudah sekali untuk dikenalnya.

Yang satu mengenakan baju panjang abu-abu, tubuhnya jangkung dan kurus, kumis hitamnya sampai di dada, kedua matanya tajam mengawasi kedua nona, Teranglah dia sangat murka.

Yang lainnya, yang rambutnya dikonde, yang romannya tak sebengis si tua itu tidak ada kumis jenggotnya, usianya ditaksir baru tiga puluh lebih, pakaiannya indah.

Dengan dua biji matanya yang memain tak hentinya, dia mengawasi kedua nona, senyumannya senyuman ceriwis. Dia mempunyai dua baris gigi yang putih dan bagus. Dia mirip dengan seorang banci. Maka teranglah dia Poan Poan Siu adanya.

Cepat sekali, si orang tua berkumis hitam nampak tak segusar semula, bahkan ketika dia membuka mulut, suaranya ramah. Dia pun memberi hormat dengan merangkap kedua tangannya, Katanya:

"Aku ialah Honghu Siong. Beruntung sekali malam ini aku bertemu dengan kamu, sahabat-sahabat, "Hatiku si tua sudah tawar, sudah lama aku tidak mencampuri lagi urusan dunia Kang ouw, maka apa lacur pada setengah bulan yang baru lalu, ketika Pat-pi Kimkong U-bun Lui, ketua dari oey Ki Pay, berkunjung ke mari, ada orang sebawahannya yang terbinasakan murid Ngo Bi Pay, dari itu terpaksa tak dapat aku berdiam saja" ia mengawasi tajam kedua nona, sembari tertawa ia menambahkan:

"Selama menantikan pemberesan, aku si tua sudah menahan kedua nona pihak Ngo Bi Pay, aku telah minta Tong- hong Siauwhiap membawa berita mengundang ketuanya datang ke mari untuk mengurusnya, maka adalah di luar dugaanku, Tonghong Siauwhiap terlalujumawa, malam ini mengajak kawan-kawan datang ke mari menantang mengangkat senjata, Masih mending kalau dia cuma menolongi kedua nona, dia justru sudah membinasakan banyak orangku, Mana dapat itu dibiarkan saja..."

Hoan Siauw coan tertawa, dia memotong kata-kata orang: "Orang-orang bangsa tukang membantu orang jahat melakukan kejahatan, dia dapat dibinasakan siapa juga, jikalau kau tidak dapat bersabar, bagaimana dengan lain orang?"

Honghu Siong melirik dan mendelik kepada Pe Bi Siu, si Alis putih lalu tertawa lebar.

"Aku menyangka siapa, kiranya Hoan Losu dari Siong Yang Pay " katanya dingin,

"Ketika tiga tahun dulu losu bertempur hebat dengan Tok pi Hong In Kay, kegemparan itu sampai menulikan telinga, Rupanya Hoan Losu masih tetap gagah seperti dulu hari itu. sungguh aku kagum"

Siauw coan berdiam, akan tetapi mukanya merah, matanya bersinar tajam. Pada tiga tahun yang lampau itu, ketika ia merantau ke Tiang Kang, di sana kebetulan sekali ia bertemu Tok pi Hong In Kay, keduanya sama-sama jumawa mereka bentrok mulut, terus bertempur kesudahannya Siauw Coan dihajar tiga batang jarum rahasianya Hong In Kay hingga tiga bulan ia mesti rebah di atas pembaringan-

Peristiwa itu didengar ketua Kay Pang, partai Pengemis, maka Hong In Kay ditegur ketuanya itu, sebab kecuali menghadapi musuh besar dan lihay, senjata rahasia itu tak dapat sembarang digunakan Ketua itu, yaitu Tek Thung Siu Ang Hong lantas datang sendiri pada Hoan Siauw Coan, untuk menghaturkan maaf, sedang Tokpi Hong In Kay, si anggauta Kay Pang dihukum tiga tahun tak dapat keluar pintu, peristiwa itu jarang yang ketahui, siapa tahu Honghu Siong mengetahuinya, maka dia lantas mengeluarkan kata-kata mengejeknya itu.

U-bun Lui berada di belakang Honghu siong, dia maju ke depan dan berkata pada Poan Poan Siu, suaranya terkebur, Katanya: "Pertemuan malam ini tak dapat dibereskan melainkan dengan mulut dan lidah Baiklah kita mengangkat senjata saja, siapa yang menang dialah yang berada di tempat terlebih tinggi"

"Dasar U-bun pangcu yang jujur dan polos" berkata Kiang Cong Yauw tertawa, "Baiklah, begini saja caranya kita mengambil keputusan- ia lantas bertindak ke gelanggang dengan pedang terhunus di depan dadanya.

Pat pi Kimkong mengangguk dengan roman dingin, ia juga maju dua tindak. kedua tangannya dibawakan ke pinggangnya, maka dilainsaat ia sudah mencekal sepotong joanpian panjang lima kaki, ketika senjata lemas itu dikibarkan, lantas nampak lempang dan kaku.

Melihat demikian Cong Yauw terperanjat Nyata orang lihay sekali, Tak gampang ruyung lemas dibuatnya keras dan kaku seperti itu.

Sementara itu Poan Poan siu yang kedua matanya tak pernah sekejap pun terpisah dari kedua nona, tertawa dan turut bicara.

"Ada pembilangan bahwa permusuhan itu harus dilenyapkan bukan diperhebat maka itu mengapa kita mesti menumpahkan darah? Dari itu melihat adanya jodoh diantara kedua nona dengan aku, baiklah hal ini didamaikan kedua pihak lalu menjadi sahabat satu pada lain-"

Kata-kata itu manis, terang terdengarnya. dan diucapkannya juga dengan tingkah menggiurkan.

Hati kedua nona guncang, muka mereka menjadi merah.

Hendak mereka menegur, tapi belum sempat mereka membuka mulut, maka terlihat satu bayangan orang melesat ke depan Poan Poan Siu, tahu-tahu dia sudah ditempiling hingga dia gelagapan dan menjerit keras.

Bayangan itu sebaliknya lantas lompat mundur pula, terus lari pergi, Dia menjadi gusar. maka dia berlompat untuk menerjang. perbuatannya itu segera diturut kelima murid kepalanya.

Kang Yauw Hong tahu apa artinya itu. Ialah Cia In Gak maju guna memancing Poan Poan Siu.

Honghu Siong nampak tak tenang hatinya ia memandang ke sekitarnya.

Menampak demikian, Hoan Siauw coan bertindak maju. ia tertawa dingin dan berkata "Honghu chungcu, kenapa kau Nampak jeri? Dengan berlalunya Poan Poan Siu, kau mirip orang lagi kematian ayah bundamu, alismu mengkerut, mukamu meringis. Ah kau membikinnya aku si orang she Hoan menjadi ingin tertawa."

"oh tua bangka yang pandai menggoyangkan lidah" mendamprat Honghu Siong, "Apakah kau sangka aku takut padamu?"

Kata-kata itu ditutup dengan satu serangan kedua tangan berbareng.

Hoan Siauw Coan tertawa pula, sembari tertawa ia berkelit lalu habis menghindarkan diri itu, ia balas menyerang, ia lantas bersilat dengan ilmu silatnya Siong Yang Tay Kiu Ciu, yang telah mengangkat namanya, bahkan ia menyerang terus- terusan-Demikian mereka berdua menjadi bertarung seru.

Di pihak lain Kiang Cong Yauw dan U-bun Lui juga sudah mulai bertarung, Cong Yauw menggunai ilmu pedang Ngo Bi Pay dengan tipu "Menyerbu istana Naga Kuning"

U-bun Lui melawannya dengan ruyung lemasnya. Setika Cong Yauw mengarah jalan darah su-kiat, U-bun Lui mesti mencelat mundur lima kaki saking hebatnya tikaman itu. Cong Yauw tidak mau mengerti, ia lompat maju pula, untuk merangsek "Akulah ketua satu partai, mana dapat aku membiarkan dia menang?" kata U bun Lui di dalam hati. "Apa kata orang banyak? Bagaimana dapat aku menaruh kaki dalam dunia Kang ouw?" Maka habis menyingkir dari serangan yang berbahaya, ia memaksa melawan, ia menangkis serangan yang lainnya.

"Pantas dia menjadi ketua partai, sebenarnya dia lihay." Cong Yauw berpikir selagi melayani musuh yang menjadi seperti nekad itu. " Untuk memperoleh kemenangan nampaknya aku mesti berani menempuh bahaya...

Pikiran ini lantas diwujudkan, ia menggunai ilmu silat Khong Tong Pay yaitu "Daun bambu tertiup angin". Dengan itu ia menangkis, terus ia berlompat dengan gerakan "Naga sakit menggoyang ekor", habis mana, selagi turun, ia menyerang denganpukulan "Naga terbang menari."

U- bun Lui dapat menduga maksudnya lawan, begitu lekas joanpiannya disampok. ia tidak takut bahkan ia bersedia melayani, dengan bersikap tenang ia bersenyum tawar. Begitu serangan tiba, begitu ia menangkis dengan keras.

Satu bentrokan dahsyat diakhirkan pedangnya cong Yauw terlepas dari cekalan dan muntah cong Yauw terperanjat, ia lompat mundur. Tapi U- bun Lui sebaliknya, Dia lompat maju guna menyusuli dengan serangannya.

Tonghong Giok Kun terperanjat, ia lompat menikam. ia hendak menolongi kawannya yang terancam bahaya itu.

U-bun Lui melihat datangnya serangan dari belakang, ia mesti menolong dirinya, ia batal menikam terus, ia berkelit ke kiri, sesudah mana ia memutar tubuh mengawasi pemuda she Tonghong itu, ia agak marah, tapi ia berkata sambil tertawa: "Ha, anak muda Ngo Bi Pay Kau main keroyok, apakah kau tidak malu?"

Tonghong Giok Kun tidak sudi melayani bicara, ia mengulangi serangannya, terus hingga tiga kali. Kiang cong Yauw lantas mengambil kesempatan memungut pedangnya, terus ia kembali tanpa banyak omong, ia menyerang pula, hingga ketua oey Ki Pay itu kena terkepung.

Dia tidak takut, dia melawan dengan sengit. Ketika dia menangkis dua batang pedang, beruntunjoanpiannja mengeluarkan suara nyaring yang lama.

Tengah orang bertarung seru itu, maka terdengarlah jeritan yang nyaring, jeritan kesakitan orang juga sudah lantas mengenali suaranya Pat-pou Kan-siam Honghu Siong .Jago itu roboh dengan iga kirinya tertancapkan sebatang panah pendek dua dim, mukanya pucat, tubuhnya menggigil, tetapi matanya bersorot bengis sekali. Hoan Siauw Coan melongo mengawasi jago itu.

Dua lawan itu ialah lawan-lawan tangguh yang seimbang, Honghu Siong menang gesit karena mahirnya ilmunya enteng tubuh, Siauw Coan menang tenaga dalam tapi ia repot menghadapi musuh yang lincah, yang tubuhnya berlompatan dengan sangat cepat. Satu kali Honghu Siong menyingkir dari serangan Siauw Coan "Sepasang naga turun tangan-, sembari berkelit ia lompat ke kiri penyerangnya, untuk ia membalas menghajar ke iga kanan lawannya itu.

Siauw Coan lagi kosong, dia terancam bahaya. Kalau dia kena diserang, dia bisa roboh mati di situ juga, Kedua tangannya orang she Honghu itu dapat meremukkan isi perut dan lainnya.

Tepat selagi Siauw Coan terancam bahaya maut itu, mendadak terlihat menyambemya satu cahaya terang berwarna biru, menyamber ke dada Honghu Siong, inilah tidak disangka-sangka, Honghu Siong kebetulan memusatkan perhatian pada musuhnya, ia merasa pasti ia bakal berhasil.

Maka ia kaget bukan main waktu ia disamber cahaya itu, ia mencoba berkelip ia gagal, ia kena diserang iga kirinya, jalan darah thian-ki. Senjata rahasia itu nancap setengah dim, lantas mendatangkan rasa sangat sakit dan gatal, maka juga ia roboh terlentang, sambil menjerit ia pun kaget waktu ia mendapat kenyataan lukanya mengeluarkan hawa dingin sekali, lantas darahnya menjadi beku, sesudah mana tubuhnya bergemetaran dan mulutnya tak dapat bersuara lagi.

Siauw coan kaget karena ia terancam bahaya, ia melengak karena datangnya pertolongan yang tidak diduga-duga itu, lalu ia menjublak apabila ia mendapat kenyataan lawannya terlukakan sebatang panah pendek. ia tahu di pihaknya tidak ada orang yang menggunai senjata semacam itu, itulah senjata rahasia bangsa sesat. Tengah ia tercengang itu, lantas ia dikurung oleh orang-orangnya Honghu Siong.

"Apakah kamu buta semuanya" ia berteriak gusar. ia menduga orang menyangka padanya dan ia hendak dikeroyok. "Apakah kamu menyangka Honghu chungcu dilukakan panahku?"

Di antara orang-orangnya Honghu Siong ada yang melihat meluncurnya anak panah dan melihat juga dari mana datangnya itu, hanya cuma sekejap orang menghilang di tempat dua puluh tombak lebih di mana terdapat permukaan es, karena itu mereka menuduh Siauw coan, mereka mau menerka orang adalah kawannya si orang she Hoan- Mereka mengurung untuk minta keterangan-

"Memang kamu semua buta matamu" berkata SoBeng Pat Ciang Siang Lok dari tempatnya berdiri, "Panah kecil itu ialah panah istimewa dari Poan poan Siu, tulang punggungnya chungcu kamu itu, itu dan panah beracun yang jahat tanpa tanding, siapa terkena itu, darahnya akan lantas menjadi beku, maka itu-tak usah lewat sampai dua jam chungcu kamu bakal menjadi beku bagaikan es - Hai Bukannya kamu lekas pergi pada Poan Poan Siu untuk minta obat penolongnya Kenapa kamu diam saja? Apakah benar-benar kamu mengharapi kematiannya chungcu kamu?" Enam tujuh orang kosen dari Honghu Siong itu tercengang sebentar, lantas mereka repot mengangkat tubuh si chungcu, buat segera dibawa lari kepada Poan Poan Siu.

Pe Bi siu bersyukur kepada siang Lok. ia lekas menghampiri si imam itu, untuk memberi hormat, guna menghaturkan terima kasih-nya.

Di lain pihak. Kiang Cong Yauw dan Tong-hong Giok Kun masih terus menempur lawannya.

U bun Lui melihat Honghu Siong terluka dan Poan Poan Siu pergi belum kembali, ia jadi berkuatir dan berduka, ia mengerti, tanpa mengeluarkan antero kepandaiannya, sukar ia lolos dari kepungan sepasang pedang, Maka diam-diam, tapi lekas-lekas ia mengerahkan seluruh tenaganya, setelah itu ia menyerang keras dengan senjatanya.

Hebat akibatnya bentrokan joanpian dengan kedua pedang, Kedua pedang itu kalah dan terpental, hingga kedua anak muda itu menjadi kaget dan terbuka pembelaan dirinya.

Hampir berbareng dengan serangannya itu tangan kiri ketua oey Ki Pay juga meluncur ke tubuh musuh.

Kiang cong Yauw dan Tonghong Giok KUn kaget bukan main, Dengan pedang mereka kena dihajar secara demikian, tak sempat mereka menangkis atau berkelit Untuk mereka ialah tinggal menutup mata terima binasa...

Justru bahaya maut itu lagi mengancam, mereka mendengar siulan panjang dan nyaring, di antara mereka terlihat berkelebatnya satu bayangan orang, lantas cong Yauw dan Giok Kun merasa tubuh mereka tertolak keras hingga mereka mundur dua tombak. sedang U-bun Lui terhuyung tujuh kaki, Bayangan itu lantas berdiri di hadapan ketua oey Ki Pay, kedua tangannya berada di punggungnya, sikapnya tenang sekali. Kapan Kang Yauw Hong sudah melihat tegas bayangan itu, ia berteriak saking girangnya, orang itu, engko In Gak-nya yang ia senantiasa tak dapat lupakan-

U bun Lui telah lantas dapat menetapkan tubuhnya, ketika ia mengenali orang yang berdiri di depannya itu, ia menyedot napas dingin saking kagetnya.

"Habis berpisah dari pangcu di kota Kang-touw, aku masih ingat itu kata-kata bahwa " gunung hijau tak berubah, kita bakal bertemu pula", Kata-kata itu masih seperti mendengung di telingaku, aku tak dapat melupakannya. Sekarang terbukti kata-kata itu dapat menjadi pepatah. Sekarang di muara Ya Ap Thoa ini, di ini kota chong-ciu, aku beruntung dapat melihat pula wajah mentereng dari pang cu."

U-bun Lui merasa mukanya menjadi panas, sebaliknya tubuhnya dingin, hingga ia mau menggigil. Sekian lama ia berdiam saja, sampai kemudian ia tertawa dingin dan berkata: "Tuan, kau terlalu menghina aku sebenarnya apakah maumu?"

Orang di depan itu, seorang muda yang wajahnya aneh, tertawa terbahak. Ketika ia bicara pula, tapinya suaranya keren. ia kata: "U-bun Lui, kau mengerti sendiri segala perbuatan kau. Kenapa kau lancang meninggalkan tempatmu dan mengajak orang-orangmu kembali ke Yan-in? Kenapa hatimu seperti hati serigala dan perbuatan ular dan kala?

Kenapa kau berulang kali merintangi aku? Aku mau tanya, siapakah yang terlalu menghina?" Suara itu keras dan tajam, setiap kata-katanya menikam hati.

Mukanya U- bun Lui menjadi merah, saking mendongkol, ia menjadi sangat gusar, Mendadak ia mengayun tangannya menyerang si anak muda berparas aneh seraya ia berseru: " Hari ini ialah kau mampus atau aku"

Anak muda itu tertawa dingin- Gesit luar biasa tubuhnya mendak merangsak kedua tangannya bergerak ke atas, Dengan tangan kiri ia menyambar ujung ruyung lemas yang berkepala naga-nagaan, dengan tangan kanan ia menyengkeram lengan di bagian nadi dari ketua oey Ki Pay itu.

Tak dapat U- bun Lui berkelit atau menghalau diri. Segara ia merasakan sakit yang hebat. Dari dahinya lantas mengucur turun peluhnya, dan dari mulutnya keluar rintihan kesakitan, kapasnya menjadi sesak sekali.

Di benak otaknya si anak muda berwajah aneh itu, lantas berpeta saatnya ia terpental kejurang Cian Tiang Yan di gunung Tay Sun, maka itu timbullah napsunya melakukan pembunuhan- Ketika ia menggeraki tangan kirinya maka joanpian kepala naga itu mental naik ke udara. Berbareng dengan itu tangan kanannya meremas terlebih keras.

U-bun Lui merasakan darahnya seperti meluap berkumpul di dadanya naik ke kerongkongannya, cuma sekejap saja ia lantas tak sadarkan diri, dari mata, hidung, mulut dan telinganya lantas keluar darah hidup.

Hanya dalam sedetik itu akan melayanglah jiwanya ketua oey Ki Pay, partai Bendera Kuning.

Ketika itu semua orangnya Honghu Siong yang membawa obor sudah lantas pada mengangkat kaki, obornya dibuang, hingga di permukaan es kedapatan obor mereka saja, Api itu membikin es lumer, diantaranya terdengar suara meletus disusuli mumbumya hawa seperti asap putih.

Si anak muda masih mencekal keras lengan orang matanya mengawasi tajam, Ketika itu mendadak ia seperti mendengar suaranya Beng Liang Taysu, ia terperanjat, hatinya terkesiap. Dengan sendirinya maka kelima jari tangannya tak memegang keras lagi.

Dengan perlahan napasnya U-bun Lui berjalan pula, lantas ia mendusin, Segera ia mendengar suaranya si anak muda muka aneh itu: "Aku suka berbuat murah, suka aku memberi jalan benar kepadamu, maka kali ini hendak aku memberi ampun pada selembar jiwamu Asal kau dapat menguasai Oey Ki Pay kau tidak membiarkan anggauta anggautamu berbuat jahat, kau masih dapat hidup banyak tahun lagi Tapi ingat tidak demikian, dapat aku mencari kau, itu waktu kau pasti bakal menderita jauh terlebih hebat daripada ini"

U-bun Lui mengawasi muka orang, tanpa membilang apa- apa ia memutar tubuhnya, untuk berlalu dengan tindakan perlahan, sebab ia merasa sukar untuk mengangkat kaki, ia merasa sangat letih, terus ia ngeloyor pergi...

Mendadak si anak muda mencelat tinggi lantas tubuhnya lenyap ditempat gelap.

"Engko In" Yauw Hong berteriak kaget. "Tunggu aku..." Meski ia berteriak demikian dan segera lari mengejar, ia masih sempat menyamber dan menarik tangannya Lo Siang Bwe.

Tonghong Giok Kun menyaksikan semua itu, ia menghela napas, tak dapat ia membilang suatu apa. Tanpa banyak mulut, ia pun meninggalkan Ya Ap Thoa, muara yang beku menjadi es itu.

Angin dingin terdengar suara bertiupnya, di muka air masih nampak sisa-sisa obor itu padam, makin gelap gulitalah seluruh muara itu dan sekitarnya, jagat menjadi sunyi senyap.

XXX

Gunung Bu Tong San yang pernahnya seratus li di selatan kecamatan Kun Koan dalam propinsi Ouwpak, yang pun mempunyai nama lain yaitu Thay Ho San, adalah gunung tempat mencucikan diri kaum agama To atau To Kauw.

Di sanalah biasa didapat tosu atau saykong atau imam, penganut-penganut dari To Kauw atau pengikut-pengikut dari Lo cu atau Lao Tze. itulah sebuah gunung luas sekitarnya ribuan li yang puncaknya bersusun, nempel dengan awan-

Pada suatu hari di tinggal ke sepuluhan pertengahan dari bulan dua, maka di puncak Poan Toh Nia sebelah utara gunung itu terlihat seorang pemuda yang tampan yang gesit gerak-geriknya. Dia berlari-lari seperti terbang. Di dalam musim semi itu, di mana bunga-bunga toh dan li seperti bersaing satu dengan lain- Bu Tong San pun nampak tenang dan permai. Di sanalah si anak muda mengicip iklim yang nyaman-

Dia bukan lain daripada Cia in Gak alias Gan Gak alias Ji in si Pelajar Aneh, Koay ciu Si-seng. habis dari Ya Ap Thoa, dia menuju langsung ke gunung kaum To Kauw itu. Dia sengaja mengambiljalan di bagian yang sepi, karena dia dalam perjalanan untuk menolongi Gak Yang dan Pin Ji.

Aneka ragam perasaannya In Gak. ia merasa dengan masuk dalam dunia Kang ouw, ia menjadi hilang kemerdekaannya, ia mengalami banyak peristiwa, selama ia mesti ditemani pedangnya, ia ingat ajaran gurunya supaya ia jangan ngambang, jangan sembrono, jangan jumawa jangan lancang.

Tetapi ia toh saban-saban mesti menghadapinya, pelbagai kejadian seperti memancing, seperti membujuknya, melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran itu. ia merasa tidak puas, hingga ia seumpama tawar hatinya.

Siapa yang menyintai ia meninggalkannya - siapa yang menyukai ia memisahkan dirinya jauh-jauh... Hingga sering kejadian, kalau habis bermalam di rumah penginapan, seluruh malam ia tak tidur pulas, ia bergadang menemani sang lampu...

Ketika matahari doyong, ia telah turun dari bukit utara, tiba di penyeberangan Ang-hun-touw, ia melihat airnya sungai Han Sui yang datangnya dari arah barat, untuk lenyap di sebelah timur.

Di sebelah selatan, ada jurang yang banyak batunya, yang pemandangannya indah.

Tepat diwaktu rumah-rumah menyalakan api, In Gak memasuki kota Kun- ciu. ia lantas menghampirkan sebuah rumah makan, untuk minta disediakan beberapa rupa barang santapan untuk ia bersantap seorang diri. Ketika itu ada datang dua orang imam dengan konde tinggi dan jubah abu-abu dan punggungnya rnenggendol pedang dengan runce merah. In Gak menduga kepada murid murid Bu Tong Pay. Diam-diam ia memperhatikan mereka itu. Mereka itu memilih tempat di dekatnya dan lantas memesan makanan. Habis menceguk araknya, imam yang satunya yang jangkung kurus dan berjenggot tipis, mengerutkan alis dan menghela napas.

"To-heng, apa kau pikir?" tanya dia pada kawannya, "Sudah beberapa hari kita pergi ke Tiang Pek san, kita mendapat kabar halnya keponakan murid Gouw cin pergi ke perdalaman mencari daun obat-obatan, ketika dia pulang dia memberitahukan ketua kita halnya selagi singgah di Yan-khia, kebetulan dia mendengar pembicaraan tiga orang tetamunya yang mengambil kamar di sebelahnya dan diantaranya ada Kian Kun ciu Lui Siauw Thian-.."

Mendengar disebutnya nama dari saudara angkatnya, in Gak memperhatikan tanpa merasa, ia menarik perhatian imam itu yang segera mengawasi padanya, hingga sinar mata mereka bentrok.

Oleh karena ia insaf akan kelakuannya ini, ia mengangguk perlahan dan bersenyum, terus ia memandang ke luar dimana dijalan besar ada banyak orang mundar-mandir.

Kedua imam itu memandang cuma sebentar, lantas mereka tidak memperhatikan terlebih jauh. Mereka cuma melihat seorang muda tampan yang tak mirip- miripnya orang Rimba Persilatan-

Imam dengan muka kuning dan jenggot tipis itu melanjuti kata-katanya: "Menurut Gouw cin, mereka itu datang dari Tiang Pek San dimana mereka meminta orang ialah dua bocah. Kita melihat bocah-bocah itu, mereka menjadi kurban totokan, hanya kemudian ternyata mereka lenyap tidak keruan, rupanya ada orang yang menolonginya membawa lari. Aku berniat pergi ke Koan Pek san-chung, untuk menemui si orang tua she Siangkoan, guna menanyakan tentang suhengku sekalian menuturkan halnya kedua bocah itu, tetapi di sana ada Siauw Yauw Kek, musuh ketua kita selama dua puluh tahun, terpaksa aku pulang untuk melaporkan kepada ketua kita. Sekarang salah paham telah terjadi, kita seperti mencari musuh tangguh, cara bagaimana aku tidak berduka?"

"Karena peristiwa terjadi, menyesal pun percuma," kata imam yang lainnya, "Aku lihat tidak ada lainjalan daripada kita berlaku terus terang, ialah kalau kita bertemu dengannya, kita menjelaskan duduknya hal."

"Tapi hatiku tak tenteram suheng," kata imam itu menghela napas pula. "Aku merasakan itu selama beberapa hari ini. Aku merasa seperti bencana besar lagi mengancam kita... Ketua kita pun pusing pikirannya karena urusan Siauw Yauw Kek itu. Aku telah menitahkan Gouw cin pergi memapaki Kian Kun ciu, cuma aku kuatir, karena Kian Kun ciu kesohor tak dapat dibuat permainan salah mengerti sukar dijelaskan-.."

Imam yang satunya itu tertawa dingin, Dia kata: Jikalau mereka bertindak sembrono tanpa mau memeriksa lagi, biarlah darah tumpah mengotori tubuh mereka yang menjadi mayat-mayat"

In Gak mengerutkan alis.

Ketika itu terlihat datangnya seorang imam muda, gerakannya lincah. Dia mengangguk kepada kedua imam itu, lalu dia berkata: "Dengan pesan Ciangbunjin susiok semua diminta lantas pulang ke gunung."

Imam muka kuning itu tercengang. " Untuk apakah?" dia tanya.

"Siauw Yauw Kek telah kedapatan di daerah In-yang. Dia mengajak tiga hantu yang belum lama muncul dalam dunia Kang ouw, Diduga besok malam mereka akan tiba di kuil Keng Tay Koan dipuncak Thian cu Hong, di tempat kediaman Ciangbunjin kita, dari itu susiok semua diminta lekas kembali" Kedua imam kaget, lantas mereka melemparkan uang ke atas meja, segera dengan ber-gegas-gegas mereka berlalu. In Gak heran-

"Menurut pembicaraan mereka, Gak Yang dan Pin Ji bukan diculik pihak mereka," pikirnya, "Habis siapakah yang menolong kedua anak itu?" Tapi ia tidak berpikir lama.

"Ah, pasti mereka ditolongi Siauw Yauw Kek" pikirnya pula, "Baiklah besok malam aku pergi ke Thian cu Hong, untuk menemukan Siauw Yauw Kek dan menanyakannya benar atau tidak dia yang menolongi..."

Karena memikir begini, ia pun berbangkit membayar uang makan, dan pergi dengan cepat. Apa mau ia telah kena injak kakinya seorang yang berpakaian hitam.

orang itu kesakitan sampai menjerit, dia lantas mundur dua tindak. kaki kirinya diangkat mulutnya dicibirkan, matanya mengawasi bengis.

In Gak tahu ia bersalah, ingin ia menghaturkan maaf, akan tetapi belum sempat ia membuka mulut, ia melihat datangnya lima orang, di antara siapa ada seorang muda dengan pakaian indah dan roman rada lucu, begitupun seorang tua yang romannya ketakutan dan bingung, yang ujung matanya mengembeng air.

Orang tua itu berpakaian kasar, Tiga yang lain singsat pakaiannya, yang satunya memegang kantung yang panjang, mungkin isinya senjata.

Mengawasi orang tua itu, In Gak rasa mengenalnya, hanya ia tidak lantas ingat di mana ia pernah menemuinya. Karena ini, ia terus mengawasi orang tua itu hingga lupa ia menghaturkan maaf.

Orang tua itu juga melihat si anak muda, ia lantas mengenali, wajahnya yang suram lantas berubah menjadi keheranan dan kegirangan-

Justru itu orang yang terinjak kakinya yang sudah lenyap rasa sakitnya, membentak In Gak: "Bocah tidak punya mata Kau telah injak kaki tuan besarmu lekas kau berlutut dan mengangguk-angguk jikalau tuan besarmu senang, suka dia menghabiskannya jikalau tidak, kepalanku tidak kenal kasihan-

Diperlakukan kasar itu, In Gak tertawa, -justru kau yang tidak punya mata" ia membaliki, "Bukankah kau sendiri yang menubruk aku? Siapa yang hendak kau persalahkan?"

Bukan kepalang gusarnya orang itu, segera kepalannya melayang.

In Gak tertawa dingin pula, tubuhnya berkelit ke kiri, membikin serangan tak mengenai sasarannya,

Hebat serangan orang itu, lantaran dia tidak mengenai, tubuhnya ngusruk ke depan, tanpa dapat ditahan lagi dia menubruk tanah, hingga banyak orang yang berada di dekat mereka pada tertawa.

Si anak muda dengan pakaian mewah heran, kedua pundaknya diangkat, tubuhnya bergerak, cepat sekali dia telah berada di sisi In Gak. Lantas dia bersenyum dan kata: "Tuan, kau kiranya seorang ahli. Hanya karena kau menunjuki kepandaianmu di depan aku, Giok Lui Kongcu, kau terlalu memamerkan diri."

In Gak heran, alisnya bangun berdiri, ia mengawasi anak muda itu dan tertawa.

"Banyak orang gagah Rimba persilatan yang pernah aku kenal, tetapi nama Giok Lui Kongcu baru pernah aku dengarnya" katanya sabar. Pemuda itu bersenyum pula.

Si orang bertubuh besar yang habis memegang tanah sudah lompat bangun, dia lantas menghampirkan pula In Gak. dia kata sengit: "Kau bilang aku tidak mempunyai mata, baik Tapi tuan mudaku ini ialah keponakan Lan Seng In ketua Bu Tong Pay dan dia pun putranya tihu dari kota ini, nama dia dikenal di sekitar sini, mengapa kau tidak mau mendengar- dengarnya dulu?"

In Gak tertawa. "Ah, kiranya dia keponakannya Lan Seng si hidung kerbau" katanya, "Pantas dia galak seperti serigala atau harimau Lan Seng sendiri tidak berani kurang hormat apabila dia menemui aku, apa pula baru orang semacammu"

Lantas dengan mata tajam ia menatap Giok Lui Kongcu.

Pucat mukanya si anak muda, hatinya ber-kata: "Dia masih muda, mulutnya besar sekali jangan aku kena digertak dia nanti muka terangku guram..." Sambil menatap terus ia bersenyum dan kata

"Kiranya kaulah sahabat kekal pamanku Maaf, maaf Aku tidak tahu, aku bersalah, sekarang aku ingin mengundang tuan datang ke gubukku, sudikah kau? Nanti aku mengirim orang memberitahukan kepada pamanku itu."

In Gak dapat menerka kecurigaan orang- ia pun mau bertindak setelah memperoleh keterangan pasti, Maka ia tidak mau lantas mundur. Barusan ia menggertak. ia mau bawa terus lagaknya, Setelah berdiam sebentar, ia bersenyum.

"Tidak usahlah" katanya, "Aku baru saja turun dari puncak Thian cu Hong, sekarang aku masih mempunyai urusan penting, Lain hari saja aku akan mengunjungi kau"

Baru berhenti suara si anak muda, maka seorang dengan hidung betet di samping Giok Lui Kongcu membentak: "Kongcu, jangan kasih kita diakali Mustahil dia baru turun dari puncak tetapi dia tidak tahu nama kongcu? Baiklah seret dia ke kantor untuk kompes padanya, supaya ketahuan kedustaannya."

In Gak gusar sekali, sebelah tangannya segera melayang.

Atas itu si hidung betet menjerit keras dan tubuhnya terpelanting lima tombak jauhnya. Giok Lui Kongcu menjadi gusar.

"Untuk memukul anjing pun harus melihat dulu majikannya" dia kata. "Meski kau sahabat pamanku, tuan, karena kaujumawa dan galak sekali, ingin aku belajar kenal dengan kau." Habis berkata, kongcu itu menggape. Lantas orangnya yang membawa kantung panjang mengangsurkan kantungnya itu. Si kongcu menyambut sambil tertawa tawar. In Gak mengawasi dengan roman bengis.

Semua orangnya si kongcu mundur dengan lekas, dan orang ramai pun turut mundur jauh-jauh.

Ketika itu cuaca rada guram, sebab sang rembulan baru mulai naik, In Gak berdiri tegak di malam musim senti yang gelap itu.

Giok Lui Kong-cu berlaku hati-hati ketika ia mengeluarkan senjata dari kantungnya itu. Nyata itulah sebuah pedang tua.

In Gak heran melihat senjata itu, matanya bercahaya, Mendadak saja ia lompat menyamber.

Kongcu itu kaget. Mendadak ada benda hitam berkelebat di depan matanya, itulah bayangan si anak muda, Belum ia bertindak. ia sudah merasai tangannya berat dan sakit. Tahu- tahu pedangnya itu telah kena dirampas sedang nadi kirinya terpegang keras, ia menjadi tidak berdaya. In Gak memeriksa pedang itu.

"Dari tangan siapa kau dapatkan pedang ini?" ia tanya dengan suara dalam.

Giok Lui Kongcu dapat pelajaran silat dari Lan Seng-su, imam dari Bu Tong Pay,

kepandaiannya sudah sejejer dengan orang orang kosen kelas satu, apa celaka ia bertemu In Gak. Ia mati kutunya, Rasa sakit membuat keringatnya mengucur dijidatnya, otot- ototnya pun pada keluar.

"Pedang ini dicuri dari seorang nona” ia terpaksa mengaku."

"Di mana dicurinya?"

"Di dalam sebuah rumah penginapan di dusun di mulut selat gunung Keng san." "Sekarang di mana si nona?"

"Aku tidak tahu. Pedang ini dicuri oleh Say Shi Cian, orangku." In Gak melirik. lamendapat kenyataan orang-orang si anak muda sudah pada menghilang, tinggal si orang tua yang ketakutan itu, yang berdiri dipojokan, tapi sekarang dia nampak girang, ia mengawasi pula si kongcu, mendadak ia melepaskan cekalannya untuk segera menotok beberapa kali:

Hanya sejenak. putra tihu itu lantas roboh terbanting, mukanya meringis, menandakan dia sangat menderita.

Sampai disitu, si orang tua yang berdiri dipojokan lari menghampirkan si anak muda untuk terus menekuk lututnya sambil menanyai "Inkong, apakah inkong masih mengenali Thio Thian Po si orang tua asal ciciu?"^

In Gak segera ingat orang tua itu, yang ia pernah tolongi dari tangan Lim Shia Ngo Pa, lima jago dari Lim-shia. Ketika itu si orang tua ada bersama seorang anak perempuannya.

Ia lantas memimpin bangun orang tua itu,

"Inkong," kata si orang tua, "kau telah menerbitkan onar hebat sekali, kau mesti lekas berangkat sekarang juga, jikalau terlambat, bias celaka."

Baru si orang tua berkata begitu, dari kejauhan mereka sudah lantas mendengar mendatanginya banyak ekor kuda, lalu dalam remang-remang tertampak sesuatu yang bergumpalan- Mereka tak usah menanti lama akan melihat tibanya rombongan itu, yang terdiri dari beberapa puluh penunggang kuda, enam antara siapa segera sampai di depan mereka.

In Gak tidak menjawab si orang tua, la hanya bersenyum, Dengan sebat ia samber tubuh Giok Lui Kongcu, untuk dikempit, hingga enam orang itu menjadi tercengang. Mereka saling mengawasi sinar mata mereka saling bertanya.

Lekas sekali tibalah seluruh rombongan itu. orang yang menjadi pemimpin berjenggot panjang berdandan sebagai pembesar negeri. "Apakah aku berhadapan dengan tihu setempat ?" In Gak tanya, Pembesar itu mengawasi kepada orang yang dikempit itu, ia bergelisah, ia lantas memperlihatkan roman bengis, dan sebaliknya dari menjawab, membentak: " orang bernyali besar kau sudah berdosa, mengapa kau tidak lantas berlutut untuk minta ampun? Sungguh kau kurang ajar Kau tidak mengenal undang-undang negara dan Thian"

In Gak tertawa nyaring.

"Sebagai rakyat, apakah kesalahan hamba?" dia menyahut. "Tolong tayjin terangkan-

"Kau telah melukakan anakku, apakah itu bukannya kedosaanmu?" tanya tihu, suaranya dalam.

“Jikalau putera raja bersalah, dosanya sama dengan dosa rakyat jelata" kata In Gak tertawa pula, " Kau tidak tahu, tayjin, bagaimana putera mu sudah melakukan perbuatan perbuatan jahat yang tak mengenal undang-undang negeri dan Thian, Hamba sebagai rakyat jelata justru menggantikan tayjin menghukum dia, kenapa tayjin mengatakan aku berdosa?"

Tihu itu melengak.

"Lekas tangkap dia" mendadak dia menitahkan Dia malu dan likat hingga tak tahu dia harus bertindak bagaimana.

Semua orangnya tihu itu di antaranya ada orang-orang Rimba Persilatan, berdiri diam-tidak ada yang berani bergerak.

In Gak tahu orang jeri, ia tertawa tawar, sambil tetap mengempit tubuh si anak tihu, ia kata nyaring: “Jikalau kamu tidak takut kongcu mu ini mampus, kamu maju lah"

Muka tihu pucat.

“Jikalau kau hendak bicara, kau bicaralah" katanya terpaksa, suaranya dikeraskan, "Tapi jangan harap kau dapat memaksa atau memeras aku"

Mendadak Thio Thian Po menghampirkan tihu di depan kuda siapa ia berlutut.

"Aku Thio Thian Po, aku hendak mengadukan satu perkara, aku mohon pertimbangan tayjin," ia berkata memohon.

Tihu itu terkejut "Lekas bicara" katanya saking bingung. "Aku Thio Thian po, bersama cucu perempuanku, aku tinggal dengan berdagang kuwe-kuwe dijalan besar pintu kota barat," berkata orang tua itu, "Putera tayjin ketarik hati terhadap cucuku itu yang parasnya elok. dia paksa aku membubuhkan tanda tangan menyerahkan cucuku itu sebagai gundiknya jikalau tidak ada ini tuan muda yang gagah dan mulia hatinya, sudah tentu penasaranku ini tidak akan dapat dilampiaskan-.."

Tihu menjadi tambah bingung, tapi sekarang ia berlagak heran.

"Kenapa kau tidak langsung datang mengadu ke kantor?" tanyanya. "Tentu sekali aku tidak ketahui perkara itu."

Thio Thian Po mengangguk "Aku tidak merdeka: mana dapat aku mengadu," katanya. "Sungguh seorang tayjin yang putih bersih dan maha adil" kata In Gak tertawa dingin. Muka tihu merah sampai di telinganya, ia berdiam.

Seorang bertubuh besar dan berpakaian singsat di samping tihu berkata: "Tayjin, janganlah dengari ocehannya tua bangka ini Kongcu kita jujur dan mengenal aturan, mana dapat ia melakukan perbuatan jahat itu? Teranglah tua bangka ini serta dia itu orang dari satu golongan dia mengaco belo untuk memfitnah dan merusak nama baik tayjin saja."

Kata-kata itu disusul lompat turunnya orang itu dari atas kudanya, terus dia berlompat membacok batang lehernya si orang tua.

Begitu lekas orang galak itu menyerang secara demikian ganas, begitu lekas juga tubuh seorang lain berlompat ke arahnya, maka lantas dia mengeluarkan jeritan menyayatkan hati dan tubuhnya mental sepuluh tombak.

ITULAH In Gak yang berlompat sambil terus menyerang, Karena ia benci kegalakan orang, ia berlaku bengis, Serangan itu membikin orang roboh terus binasa, Kemudian ia menghadapi si tihu atau wedana, untuk berkata dengan dingin- "Tayjin, di sini bukan tempat memeriksa perkara, silahkan kembali ke kantormu, rakyat jelata itu boleh ikut padamu agar perkaranya dapat dibikin terang" Mukanya tihu menjadi pucat, Tapi inilah kehendaknya. "Baik" ia menyahut.

In Gak lantas menyuruh Thio Thian Po turut wedana itu.

Tihu pulang untuk segera membuka persidangan-

In Gak menghampirkan, sembari tertawa ia kata: "Aku minta tayjin menyingkirkan orang-orang di kiri dan kananmu, aku hendak bicara"

"Inilah undang-undang pemerintah Agung, segala perkara dapat ditimbang dari berat dan enteng duduknya" kata tihu, sungguh-sungguh. In Gak tertawa, ia menunjuk pada putera tihu yang ia masih kempit terus.

Pembesar itu kaget, terpaksa ia mengulapkan tangan menitahkan semua orangnya mengundurkan diri. Dengan muka pucat ia menantikan sikap lebih jauh anak muda di depannya itu.

In Gak bersikap tenang dan tawar, ia merogo ke sakunya dari mana ia menarik ke luar sebuah benda yang bersinar bergemerlapan ia maju mendekati tihu, baru sekarang ia kata bengis: "Tayjin boleh lihat barang ini barang apa, lantas tayjin mengetahui aku orang apa?"

Tihu mengulur tangannya menyambuti benda yang diserahkan itu. ia memeriksa dengan teliti. Kesudahannya tubuhnya menggigil, lekas-lekas ia berbangkit untuk membayar pulang benda itu, kemudian lekas-lekas ia membuka kopiahnya untuk terus menekuk kedua lututnya seraya mengangguk-angguk dan berkata: "Aku tidak tahu Yang Mulia utusan Sri Baginda yang datang, aku tahu dosaku."

"Kau bangun," kata In Gak. Sekarang ia tertawa, “Jikalau aku hendak menghukum kau tayjin, dari siang-siang pasti aku sudah menunjuki Giokspwe Sri Baginda ini, Kehendakku tak lain tak bukan agar kau mengendalikan puteramu supaya dia jangan mempermainkan pula undang-undang negara" Mendengar itu, hati tihu menjadi lega, ia mengangguk.

"Apakah di tempat tayjin ini ada orang terjuluk Say Shi Cian?" In Gak tanya kemudian "Kalau ada, panggillah dia datang ke mari"

"Ada, ada," kata wedana cepat, bahkan dia segera bertindak ke luar kantornya, ia kembali dengan cepat, bersama seorang bertubuh kecil dan kurus, yang tindakannya gesit, yang mengenakan seragam sulam yang singsat.

Dengan muka pucat, si kurus itu maju ke depan In Gak. untuk segera menekuk lutut. Nampaknya dia sangat ketakutan-"Apakah kau Say Shi Cian?" In Gak tanya dingin-

"Hamba bernama Sun Ji Kui," orang itu menyahut, suaranya tidak lancar, Sekarang terlihat tegas dia mempunyai apa yang disebut " kepala mencak dan mata tikus", "Say Shi Cian itu-julukanku, tak berani aku menerima tayjin memanggil aku dengan sebutan itu..." 

In Gak tertawa dingin.

"Kau bilang dari mana kau peroleh pedang ini?" ia tanya. ia menurunkan pedang dari punggungnya dan menunjukinya pada si kurus itu.

Shi Cian ada namanya satu pencopet atau pencuri kesohor, karena Sun Ji Kui pun

sangat pandai mencopet dan mencuri, orang memberikannya julukan itu. "Say Shi Cian" berarti "orang yang lihaynya melebihkan shi Cian" Melihat senjata. Itu Sun Ji Kui menjadi terlebih kaget pula.

"Aku mendapatkannya baru-baru ini di dusun di mulut selat gunung Kheng San," ia menyahut terus terang, "Aku melihat seorang pria tua dan seorang nona singgah di losmen, aku melihat pedang di punggung si nona, aku ketarik dengan itu, lantas aku mengambilnya, Aku menitahkan seorang jongos menaruhkan obat pulas di dalam arak mereka itu. Di luar dugaan gampang sekali aku mendapatkannya." In Gak berdiam sejenak. la tertawa dan kata pada wedana itu: "Untuk sementara tolong tayjin tahan penjahat ini, di lain pihak aku harap kau mengendalikan putera mu, di dalam tempo tiga bulan tak dapat dia keluar pintu. Mulai hari ini, asal aku mendapatkan putera mu berbuat jahat pula, maka jagalah hari depanmu" Dengan muka pucat pasi, tihu memberikan janjinya akan mentaati pesan itu. Tidak tempo lagi, In Gak mengajak Thio Thian Po meninggalkan kantor wedana. Tihu dengan tersipu-sipu mengantar sampai di luar.

Thio Thian Po mengundang In Gak berkunjung ke rumahnya, Si anak muda menampik dengan mengatakan ia masih mempunyai urusan penting di Bu Tong San, Karena ini ia lantas ditarik ke rumah orang.

"Siauw Hi, Siauw Hi, lekas buka pintu" berkata si orang tua seraya mengetuk pintu, begitu lekas mereka tiba di rumahnya, "Aku pulang"

"Oh, kakek pulang?" pertanyaan dari dalam sejenak kemudian, Terus pintu dipentang,

Segera terlihat munculnya seorang nona dengan sebatang lilin menyala di tangannya, Dia cantik tetapi ketika itu kedua matanya merah dan bengul. Dia berdiri tercengang di ambang pintu.

Baru selang satu tahun maka sekarang In Gak melihat orang tambah cantik.

si nona mundur setindak ketika orang mengawasi dia, Dia menyangka kepada Giok Lui Kongcu.

"Coba lihat pula Siauw Hi" kata si kakek tertawa, " Lihat siapa?"

Nona itu mengerutkan alis, ia menatap. ia ingat-ingat lupa, ia menjadi likat sendirinya. hingga mukanya menjadi bersemu dadu. In Gak mengawasi sambil bersenyum.

"Siapa dia?" pikir si nona, ia menampak orang tampan sekali dan menarik hati, Tanpa merasa jantungnya berdenyutan, dadanya berombak. "Kenapa kakek mengajak dia datang ke mari?"

"Anak tolol" berkata sang kakek. tertawa, "Biasanya setiap hari setiap detik kau menyebut-nyebut nama tuan penolong kita, kenapa sekarang kau bertemu dengan orangnya, kau menjadi mirip seorang asing?"

Habis berkata, Thian Po menarik tangan si anak muda untuk diajak masuk.

Nona itu terperanjat. Baru sekarang ia ingat, maka lekas- lekas ia menutup pintu, untuk dengan cepat mengikut masuk. ia girang luar biasa, inilah kegirangan satu-satunya yang ia pernah mengalaminya Sifat wanita itu memang luar biasa, ada kalanya dia sangat lunak. atau di lain saat keras sekali.

Ketika dulu hari si ncna ikut kakeknya pulang, di tengah jalan ia bertemu pamannya, yang biasa menjual obat di ouwpak Utara. ia dan kakeknya diberi nasihat untuk berdiam di Kun-ciu dengan berdagang kuwe yang modalnya didapat dari In Gak.

Nasihat itu diturut, sekarang telah lewat satu tahun semenjak pertemuan mereka di jalan- Han-tan- Dalam keunnya atas si anak muda maka ia selalu ingatnya, siapa sangka sekarang ia tak mengenali roman orang.

Siauw Hi cantik, ia menarik perhatian umum. Lantaran itu, perdagangan kuenya laku. orang seperti tak menghiraukan kuenya, asal kecantikannya itu, akan tetapi ia tidak menghiraukan para langganan, ia bersikap manis seperti biasa.

Ketika Giok Lui Kongcu mendengarnya, dia datang sendiri untuk menyaksikan setelah itu dia mempergunakan pelbagai daya guna mendapatkan nona itu, diantaranya ialah dia paksa Thio Thian Po untuk membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda mengakui menjual cucunya untuk dijadikan gundik.

Siauw Hi bersusah hati, selama dalam godaan itu, hingga sering ia menangis diam-diam, ia ingat si anak muda - ialah In Gak - hingga ia mengharap- harap anak muda itu nanti datang pula menolongi ianya seperti dijalan Han tan dulu hari itu.

Siapa sangka sekarang benar-benar si anak muda muncul, hanyalah untuk sejenak ia merasa dirinya tengah bermimpi...

Thian Po masuk ke dapur, untuk menyiapkan barang makanan, ia membiarkan cucunya itu menemui penolongnya, Hingga mereka ini duduk berduaan, berhadapan, di depan menggendangnya sebatang lilin yang api nya memain- Si nona likat, ia tunduk saja, mukanya merah.

"Apakah sejak kita berpisah kau baik-baik saja, nona?" In Gak tanya.

"Terima kasih inkong," sahut Siauw Hi perlahan, suaranya halus, tanpa mengangkat kepala, "Semua itu karena berkahmu."

In Gak bingung juga, Apa ia mesti bicarakan lebih jauh?

Maka ia memandang ke luar jendela memikir bagaimana harus mencari Pin Ji dan Gak Yang, ia juga menduga-duga bagaimana berdukanya Hu Wan, yang kehilangan pedangnya, ia heran kenapa Lui Siauw Thian yang berpengalaman masih kena dipermainkan pencoleng-pencoleng.

Akhirnya Siauw Hi berbangkit memberi tahu ia mau membantu kakeknya. ia mengundurkan diri, setelah diam- diam memberi hormat dengan merangkap kedua tangannya.

Tidak lama muncullah Thian Po dengan barang hidangan sekedarnya. si nona tidak keluar lagi. In Gak menduga orang likat, ia tidak menanyakan apa-apa. ia lantas menenggak arak, guna menungkuli keruwetan pikirannya.

Tanpa merasa ia rada sinting, justru itu Thian Po membilangi ia agar ia suka menerima Siauw Hi, Siauw Hi tak mengharap menjadi istri, cukup sebagai gundik "

"Mana dapat, mana dapat" In Gak menolak. ia mengakui bahwa ia telah mempunyai enam istri, hingga tak dapat ia mensia-siakan cucunya orang tua itu. Thian Po bungkam atas penolakan itu, Tak dapat ia memaksa. Tengah mereka berdiam, mereka mendengar suara jatuhnya barang berat diperdalaman.

"Celaka" kakek itu berseru kaget bukan main- jangan- jangan Siauw Hi berbuat nekad" ia lantas lari ke dalam.

In Gak pun terkejut, ia berlompat mendahului

Di dalam kamarnya Siauw Hi kedapatan rebah di tanah, mukanya pucat, kedua matanya tertutup, dari mulutnya keluar ilar, sedang di lehernya melibat sehelai tambang yang telah terputus.

Thian Po menubruk cucunya, ia menangis menggerung- gerung.

In Gak menghela napas, Kembali ia terlibat asmara, Terpaksa iapun menghampirkan untuk memberikan pertolongannya guna menguruti si nona sampai dia sadar.

Siauw Hi membuka matanya, sawat-sawat ia mendengar dan melihat kakeknya menangis, samping itu, ia lantas melihat wajah tampan dari si anak muda, yang tak dapat ia lupakan, ia terbengong, hatinya pepat. ia tidak menyesalkan anak muda itu, ia menyesali peruntungannya yang buruk dan malang, ia merapatkan pula matanya, terus ia menangis.

In Gak bingung. ia tahu sifat wanita. Saking meny intai, seorang nona dapat menjadi jelus, dari menjelus menjadi gusar dan bersakit hati atau nekad, Maka menyesallah ia sudah datang ke rumah Thian Po ini.

"Lotiang, sekarang begini saja," katanya, "Lotiang boleh membawa si nona ke kota lam-ciang, ke kantor cin Tay Piauw Kiok, Di sana lotiang berdua berdiam untuk menantikan aku. Begitu selesai urusanku pribadi, aku akan menyusul ke sana guna membereskan urusan ini."

Lega juga hati Siauw Hi mendengar perkataan itu, harapannya timbul pula. Thian Po girang sambil bersenyum ia mengangkat bangun cucunya itu. In Gak lantas menulis surat untuk Thio Thian Po bawa pada Hi Piauwsu di Lam-Ciang, setelah itu ia lantas pamitan dan pergi, ia berjalan walaupun malam berhawa dingin karena angin mengembus tak hentinya.

Bagusnya malam itu rembulan terang dan bintang-bintang banyak. Toh ia masgul pikirannya kusut, ia menuju keluar kota kewedanaan Kunciu itu...

XXX

Sia-sia belaka Kang Yauw Hong dan Lo Siang Bwee menyusul in Gak di Ya Ap Thoa selekasnya malam itu si pemuda menghilang ditempat yang gelap. Menyingkirnya In Gak terlalu cepat untuk mereka dapat menyadak-nya. Mereka jadi berduka.

"Aku tahu" akhirnya Yauw Hong berseru, "Dia tentu pergi kerumah Keluarga Tio di Thong-ciu Mari kita susul dia disana"

Siang Bwee setuju, maka berdua mereka berangkat kekota yang disebutkan itu. Mereka tiba diwaktu fajar, Tetapi mereka memperoleh keterangan In Gak belum kembali. Mereka jadi heran dan putus asa, keduanya saling mengawasi mulut mereka bungkam

Giam Hok sibudak tua yang menyambut-nya, dapat membade hati kedua nona itu, ia minta mereka suka singgah. Keduanya hendak menolak tatkala mereka mendengar suara tertawa gembira dari luar. Mereka heran, Ketika mereka berpaling, mereka melihat munculnya Soh Beng Pat-Ciang Siang Lok.

"Tootiang, tahukah kau dimana adanya Cia Siauwhiap?" Yauw Hong tanya, ia mendapat harapan pula, kedua matanya bersinar kegirangan. Imam itu girang sekali, sambil mengangguk dia berjalan masuk.

"Aku tahu juga sedikit," sahutnya, " Nona- nona jangan tergesa-gesa, Sesudah

bercape-lelah satu malam, perutku berbunyi saja seperti guntur Tunggulah sampai aku sudah menangsal apa-apa, nanti aku temani nona- ncna pergi. Aku juga hendak minta sesuatu dari Cia Siauwhiap."

Mau atau tidak. kedua ncna itu menenangkan dirinya, Mereka menanti.

Giam Hok lantas masuk kedalam, untuk menyuruh koki menyediakan barang makanan, maka dilain saat, Siang Lok sudah menenggak araknya.

"Menurut penglihatanku, Rimba persilatan bakal mengalami peristiwa berdarah hebat." katanya siimam kemudian, menghela napas, “Dimana-mana sudah muncul segala hantu, si kaum sesat, Mungkin itu akan terjadi tak sampai lagi sepuluh tahun- Semua ini nampaknya disebabkan kaum Rimba persilatan tak dapat menguasai dirinya lagi."

Mendadak ia tertawa dan menambahkan- "Ah, mengapa aku mengeluarkan kata-kata yang tak menggirangkan ini? Benar-benar aku gila."

Kedua nona itu tertawa Jenaka melihat lagaknya imam ini. “Jikalau bukannya Cia Siauwhiap yang memancing pergi

pada poan Poan Siu, kita tentunya bakal roboh separuhnya" katanya pula, tetap tertawa. "Sebenarnya Poan Poan Siu itu dipancing pergi kemana?" Yauw Hong tanya.

"Aku telah menguntit mereka," siang Lok memberi keterangan "Cia Siauwhiap menimpuk Poan Poan Siu dengan segumpal lumpur, hingga muka dia menjadi kotor. Dia liehay tapi dia tidak dapat berkelit.

Saking gusar, dia mengejar Cia Siauwhiap. Siauwhiap berguyon- ia lari terus. Tengah berlari, Cia Siauwhiap berlompat akan memutar tubuh, untuk menghajar es hingga gempur.

Tepat Poan Poan Siu tiba, kakinya menginjak es yang gempur itu, hingga tubuhnya melesak sebatas leher hampir.

Ketika itu kelima muridnya sihantu menyerang, Siauwhiap. Aku tidak dapat melihat Siauwhiap melayani secara apa, tahu- tahu mereka berlima kena dibikin tak berdaya. Menyaksikan liehaynya ilmu silat Siauwhiap se-umurku tak berani aku membicarakan soal ilmu."

Imam ini menghela napas, nampaknya ia tawar hatinya. "Bagaimana kemudian?" Yauw Hong menanya tak sabaran-

sekonyong-konyong imam itu tertawa lebar kedua matanya pun bersinar mencorong,

"Poan Poau Siu dapat berlompat keluar dari es dimana ia separuh terpendam." sahutnya. "Dia gusar sekali dan menegur Siauwhiap tak pantas menggunai akal itu. Siauwhiap tertawa dan mengatakan ilmu silatnya si hantu belum sempurna, Dalam mendongkolnya, Poan Poan Siu menyerang hebat. Dia telah keluarkan ilmu kepandaiannya yang dinamakan Seng Siu Mo Ciang. Dengan lincah Siauwhiap main berkelip lalu belum sampai tiga jurus, ia menghajar membikin tubuh hantu itu terlempar lima tombak jauhnya Poan Poan SLu tidak terlukakan tetapi terang ia sudah kalah.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar