Menuntut Balas Jilid 22 : Pin Ji dan Ghak Yang diculik

Jilid 22 : Pin Ji dan Ghak Yang diculik

JAWABAN ITU melegakan Siauw Thian, Tapi ketika cuaca mulai guram si bocah belum juga muncul, timbul pula kekuatirannya, Thian Tan pun turut berpikir keras, "Ah, mereka mesti dicari," pikirnya. Maka ia berniat menyuruh orang mencarinya. Bertepatan dengan itu, seorang datang masuk dengan tergesa-gesa. "Ada apa?" tuan rumah tanya terperanjat.

orang itu menekuk sebelah kakinya dan berkata: "Ada diterima laporan dari perangkap nomor empat di lembah Tay Him Kok bahwa ada tiga orang imam lari ke luar gunung, mereka itu telah melukakan belasan orang kita."

Tuan rumah yang tua itu kaget.

"Cuma tiga orang?" dia tegasi. "Tak ada yang lainnya?" "Tidak. cuma mereka bertiga, Diantaranya ialah Ceng Beng

cinjin yang pernah berkunjung ke mari."

Thian Tan mengulapkan tangannya, maka orangnya itu segera mengundurkan diri. ia mengerutkan alis.

"Aneh," katanya, Terus ia tuturkan pada Siauw Thian apa perlunya imam itu datang berkunjung. "Herannya dia sudah pergi, lantas dia datang pula secara diam-diam, lantas dia pergi kabur... Kenapa?"

Siauw Thian berpikir.

"Orang-orang Bu Tong Pay bangsa lurus, kenapa mereka berbuat demikian?" kata ia. Mendadak ia terkejut, "Mungkinkah mereka mencelakai segala bocah? Kalau tidak. mengapa mereka kabur? Ah, baiklah dilakukan pemeriksaan-

.." Kiong Thian Tan setuju, maka ia memberikan titah- titahnya.

Sampai fajar maka datanglah pelbagai laporan, semua kosong, kecuali dari sebelah utara di mana katanya di dalam rimba terlihat tanda tanda darah serta dua pohon tumbang.

Thian Tan mengajak Siauw Thian dan lainnya pergi memeriksa sendiri laporan itu benar, bahkan mereka menemukan tiga batang panah tangan, yang diketahui menjadi miliknya Pin Ji. Maka teranglah di situ bocah itu sudah bertempur, mungkin dengan Ceng Beng.

Hu Liok Koan berduka, ia kata: "Mungkinkah Ceng Beng menyingkirkan bukti? Kalau benar, dia sangat kejam..." "Aku sangsikan Ghak Yang dan Pin Ji pendek umurnya," berkata Gui Peng Lok. "Menurut penglihatanku, mereka sebaliknya mesti berumur panjang, Umur manusia ada di tangan Tuhan, tak dapat mereka gampang-gampang mencelakainya."

Siauw Thian berduka, ia berdiam saja.

"Yang datang itu mestinya Bu Tong Sam Eng," kata Thian Tan. "Kalau Pin Ji dan Ghak Yang bercelaka, tentulah perbuatannya Ceng Beng, Sekarang juga aku mesti pergi ke Bu Tong San untuk membuat perhitungan dengan si hidung kerbau Lan Seng yang menjadi ketuanya."

“Jangan kesusu," kata Siauw Thian, walaupun ia berkuatir dan berduka, "saudara ku kata mereka bukan mestinya pendek umur, dari itu aku percaya mereka cuma mengalami kaget tetapi tidak bahaya jiwanya, san-cu kau sabarlah sampai tiga hari lagi, nanti kita berdamai pula, Shate pun bakal datang ke mari."

Thian Tan menurut, akan tetapi ketika mereka berjalan pulang, keriangan mereka habis tersapu peristiwa ini.

XXX

Pin Ji dan Ghak Yang kena ditotok tiga jalan darahnya, mereka tak ingat apa juga, ketika mereka mendusin, mereka dapatkan berada di dalam sebuah gua di mana cuma ada sebuah pembaringan dengan sebuah kursinya, semua terbikin dari batu hijau, pembaringan itu rada celong, suatu tanda bekas dipakai orang bersemedhi. Di bagian belakang ada bertumpuk rumput obat warna kuning serta dua buah cupu- cupu merah yang besar.

Kedua bocah ini heran, mereka saling mengawasi Mereka ingat apa pengalaman mereka tadi. Gua itu termasukkan angin, hawanya lebih dingin daripada di Hoan pek San-chung. Mereka sampai menggigil. Waktu Pin Ji mengawasi terus kawannya, ia mendapatkan kawan itu bermuka biru dan mulutnya merah matang, itulah akibat kedinginan yang sangat.

Pin Ji percaya mereka bukan berada di gunung Bu Tong San. ia belum pernah pergi ke gunung itu tetapi ia pernah mendengar orang bicara dan melukiskannya, inilah bukan gunung yang kesohor itu.

"Gua begini dingin, penghuninya mesti bukan sembarang orang," pikir Pin Ji kemudian-Dia kurang pengalaman tetapi pendengarannya sudah banyak. Ghak Yang terus kedinginan, dia menggigil bibirnya bercatrukan.

"Saudara Ghak. bagaimana rasamu?" tanya Pin Ji. Dia merayap menghampirkan, Tadinya mereka rebah terpisah.

"Aku... aku dingin-.." Ghak Yang susah jawab.

Pin Ji berkuatir, ia tahu kawan itu belum pernah memahamkan ilmu dalam, kalau tidak, gampang dia menolak serangan hawa dingin itu. sekarang dia terancam, dia bisa menghadapi maut...

Dalam bingung dan berkuatir itu, Pin Ji mengawasi ke tumpukan pohon obat, ia melihat rumput oey-ceng yang besar dua lipat daripada biasanya, kulitnya kuning.

"Mungkin rumput ini dapat dipakai melawan hawa dingin," pikirnya, ia lantas menghampirkan, ia mengambil dua pohon yang besar luar biasa. ia bagi Ghak Yang sepohon-

Kasihan kawan itu, dia tak dapat menyambut karena tangannya kaku, Mau atau tidak, Pin Ji menyuapi, Dengan begitu bisalah Ghak Yang memamah, memakannya.

Benar-benar itulah rumput luar biasa. Baru Ghak Yang makan separuhnya, tubuhnya sudah mulai terasa hangat, karena itu, hilang rasa kakunya, ia tak beku lagi, lidahnya yang kaku pun kembali menjadi lemas.

"Saudara, terima kasih." katanya kemudian, suaranya keras, "Rumput ini ajaib sekali, habis makan, kesehatanku lantas pulih," Selagi bicara itu keluar hawa panasnya, lalu datang angin yang dingin, Mendadak ia menggigil Tapi cuma sebentar. "Apakah ini Bu Tong san?" dia tanya kemudian

Pin Ji makan oey-ceng sampai habis, lalu dia bertepuk tangan, Dia tertawa.

"Bukan-" sahutnya. "ini bukannya Bu Tong San- Rasanya kita masih berada dekat Hoan Pek san-chung, Tempat ini terletak di tempat rada tinggi, Tadi kita ditotok si hidung kerbau, kita roboh, rupanya kita diketemukan dan ditolongi penghuni gua ini, yang berhasil mengusir kawanan hidung kerbau itu, lalu dia membawa kita ke guanya ini. Entah siapa dia dan ke mana perginya sekarang? Kenapa dia meninggalkan kita di sini?"

"Aku percaya dialah seorang golongan lurus." Ghak Yang menyatakan dugaannya.. Pin Ji menggelengkan kepala, di tenaga. "Dia mesti orang lihay, hanya orang lurus belum tentu... Dia membikin mulutnya monyong dan diarahkan ke bawah pembaringan-

Ghak Yang mengawasi ke arah yang ditunjuk itu, dia kaget hingga dia mundur dua tindak. Lantas dia kata cepat: "Kalau tempat ini dekat Huan Pek san chung, justru penghuni ini keluar, mari kita pergi meninggalkannya"

Pin Ji berpikir, ia mendapat kecocokan- "Mari" katanya.

Lantas mereka bertindak ke luar, Tiba-tiba mereka merandek saking kaget. Mereka mundur setindak. mata mereka melongo.

Gua itu berada di atas puncak. Di depan mereka nampak tebing yang curam. Di sekitar mereka tampak hanya awan atau kabut yang putih, Melihatnya saja rasanya mata mau kabur. Di luar situ angin menyampok tajam.

Tidak ada jalanan naik, tidak ada jalanan turun- Habis dari mana orang naik turunnya? Dari mana si penghuni gua mengambiljalan? Apakah dia mengandalkaNilmu ringan tubuhnya? Tapi dapatkah orang berlompat naik setinggi seribu tombak?

Biarnya mereka cerdas, kedua bocah ini tak dapat memikirnya. Tentu sekali, mereka merasa tak tenang.

"Eh saudara lihat di sana, apakah itu?" tiba-tiba Pin Ji tanya, tangannya menunjuk ke kiri, di puncak yang bersalju.

Ghak Yang berpaling dengan cepat, ia melihat empat orang dengan pakaian hitam lagi berlari lari. Gunung putih, pakaian mereka itu hitam, mudah untuk melihat tegas muka mereka itu. Yang terang ialah mereka berlarian cepat sekali. Mereka pun membekal senjata, yang berkilauan di antara sinar salju.

"Apakah di antara mereka berempat ada penghuni gua ini?" Ghak Yang tanya.

Pin Ji mengawasi terus, tak sempat ia menjawab.

Mendadak terdengar teriakan keras diatas gua mereka, hingga mereka kaget bukan main- Telinga mereka terasa tergerak dan sakit, lantas mereka lihat lompat turunnya seorang dengan pakaian warna kuning.

Keempat orang berbaju hitam juga mendengar teriakan itu, mereka berhenti berlari semuanya berdongak. Ketika itu, mereka sudah mendekati gua.

orang dengan pakaian kuning itu menghampirkan mereka berempat, lantas dia kata sambil tertawa: "Inilah janji mati Tak dapat kita berpisahan kecuali kita sudah tidak saling melihat."

Kedua bocah terpisah jauh dari mereka itu tetapi mereka dapat mendengar nyata perkataan orang. Mereka heran, Mereka berdiam terus, mengawasi sambil mendengari.

"Siauw Yauw Kek" berkata seorang berpakaian hitam itu, suaranya keras, "Memang perhitungan kita yang sudah lama ini harus dibereskan berikut bunganya."

Si baju kuning yang dipanggil Siauw Yauw Kek itu tertawa lebar. "Memang seharusnya dibereskan dari siang-siang" sahutnya, "Pada tiga belas tahun dulu itu kamu tak punya guna, sekarang tentulah terlebih tak berguna lagi, jangan kata untuk membayar bunga, bahkan itu mungkin bakal bertambah."

"Oh adik Ghak," kata Pin Ji, "Penghuni gua ini ialah Siauw Yauw Kek itu, Dulu hari dia menjadi begal tunggal, biasa dia hitam makan hitam, tapi dia lihay sekali, dia pun seperti pandai menghilang. orang-orang jalan Hitam sangat membenci dia, tetapi mereka itu tidak berdaya.

Dia pun bertabiat sangat aneh, asal dia marah, enam macam tingkat sanaknya pun dia tak sudi kenal, kalau dia turun tangan, dia telengas sekali. Hanya entah apa sebabnya dia bersembunyi di gua ini..."

Ghak Yang mengawasi mereka itu berlima, kata-kata sahabatnya, ia seperti tak mendengarnya.

Salah satu si hitam berkata nyaring: "Sekarang ini kami coa San Su Hiap bukan lagi Coa San Su Hiap yang dulu Setan tua Siauw Yauw, jangan kau memandang kami terlalu enteng."

Siauw Yauw Kek menatap. ia mendapati tempilingan mereka itu bercahaya, itulah tanda tenaga dalam yang mahir, Maka ia kata dalam hatinya: "Entah di mana empat Ular berbisa ini mendapati guru yang baru. Dulu hari yang terlihay ialah dua saudara Sim, sekarang kelihatannya Sim Liong maju pesat sekali, dari itu mungkin Liu Siang Kwe dan Li Bun Pin juga tak dapat dipandang ringan-"

Ia mengawasi sim Liong, orang yang berkata itu dan kata keras: "Baiklah, Sudah

sembilan tahun aku si tua tidak membuka pantangan membunuh, sekarang tanganku gatal, tak dapat aku menahannya, Kau bilang, bagaimana caranya kamu hendak membuat perhitungan-"

Sim Llong tidak menyahuti, hanya Li Bun Pin yang berseru: "Siauw Yauw Kek. kenapa mata kirimu itu?" Siauw Yauw Kek menjadi gusar, ia memang paling pantang orang menyebut cacad-nya. ia tertawa dingin, lantas tubuhnya melesat maju, tangan kirinya diluncurkam Itulah totokan "Mendorong gunung, membangun perapian kaki tiga", dan yang diarah ialah jalan darah giok-tong di dada.

Lie Bun Pin terkejut, sembari berseru, ia berkelit ke samping, Berbareng dengan itu ia mengeluarkan senjatanya, tombak Teng-coa-sok yang berbuku sembilan, hingga terdengar suara berkontrangnya yang nyaring.

Dengan tombak itu ia bermaksud hendak menusuk telapakan tangan penyerangnya, sedang dengan tangan kiri, dengan dua jari ia menotok kejalan darah thian-ju.

Siauw Yauw Kek terkejut. Hebat serangan berbareng itu. Dia pikir: "Kalau aku membiarkan kamu lolos dari tanganku, sia-sia belaka peryakinaNilmu silatku selama sembilan tahun"

Maka ia lantas merubah cara bersilatnya, ia tidak menarik pulang tangannya itu, cuma serangan diputar menjadi tangkapan- Sambil berkelit dari totokan, ia menjepit ujung tombak. terus dia melempar^

Li Bun Pin kaget, belum sempat ia berdaya, tombaknya sudah terlepas dari cekalannya dan terpental. Menyusul itu tangan kanan lawannya meluncur terus kepadanya, tangan itu mengeluarkan hawa dingin.

Dengan terpaksa ia menangkis. Kembali ia terkejut, sendirinya ia terhuyung-huyung sampai empat tindak. terus ia jatuh numprah di tanah, mukanya pucat seperti muka mayat, kedua matanya mencilak.

Siauw Yauw Kek girang bukan main- inilah sebab ia baru mengguna i tenaga empat bagian, itulah bukti nyata hasilperyakinannya sembilan tahun-

sim Llong lompat kepada kawannya, ia menduga orang terluka parah di bagian dalam. Ketika ia meraba h, ia kaget dan menggigil Bun Pin sudah tak bernyawa lagi, tubuhnya dingin, tetapi jidatnya mengeluarkan keringat, keringat yang dingin juga.

Dalam kagetnya tertua dari Coa San Su Sat, Empat Siluman dari Gunung Ular, menjadi sangat gusar. Segera ia mengeluarkan senjatanya, sepasangJit Goat Lun, g egaman yang merupakan roda "Matahari dan Rembulan". Dengan berkilauan, kedua roda lantas merabuh musuhnya.

Siauw Yauw Kek berlaku tenang, ia membela diri. ia tidak segera balas menyerang. ia memasang mata tajam, ia mengguna i otaknya.Pikirnya: "Kenapa aku tidak mau menung kuli dia untuk mencuri mempelajari ilmu rodanya ini?

Kepandaian ini bagus untuk diturunkan kepada kedua bocah di dalam gua...

Baru bertempur kira setengah jalan, mendadak Siauw Yauw Kek lompat mencelat, ia mendengar samberan angin- ia lompat dua tombak jauhnya. Terus ia menoleh kepada Sim Houw dan Liu Siang Kvve, dua musuh yang telah membokong ia dengan senjata rahasia mereka itu, ialah dua puluh empat batang Pek-houw-teng, paku Harimau Putih, Semua paku itu tak mengenai sasarannya.

Habis itu, sebat luar biasa, Siauw Yauw Kek berlompat, tangannya digeraki dua-duanya.

Segera terdengar dua jeritan yang menyayatkan hati, yang berkumandang nyaring, itulah jeritannya kedua penyerang paku rahasia itu yang terhajar roboh terpental dengan jiwanya lantas terbang melayang.

Sim Llong kalap. ia lompat maju sambil berteriak keras sekali, hingga teriakaNitu berkumandang juga. Bagaimana ia tidak menjadi kalap melihat tiga saudaranya terbinasa secaru demikian kecewa. Sim Houw dan Liu Siang Kwe sampai muntah darah. Yang hebat ialah teriakannya itu sampai menggempurkan es.

Siauw Yauw Kek kaget. Habis merobohkan dua penyerang gelap itu ia melayani Sim Liong, untuk merampas sepasang rodanya, kali ini ia tidak usah bertempur lama akan memperoleh hasil.

xxx

BAB 16

BARU SAJA Siauw Yauw Kek merampas sepasang senjatanya Sim Llong itu, atau ia menjad kaget sekali hingga ia berteriak " Celaka" itulah disebabkan kakinya merasakan apa-apa yang bergerak. Secepat kilat ia lompat mencelat ke atas puncak ia baru menaruh sebelah kakinya atau tanahnya melekah, hingga kakinya itu melesak masuk.

Kembali ia menjadi sangat kaget. Akan tetapi ialah seorang yang berpengalaman, yang tabah, ia tidak menjadi bingung, Dengan kaki kiri ia menjejak paha kanannya, untuk berlompat mengapungi diri, sedang dengan tangan kanannya yang memegang roda, ia menghajar ke tembok gunung, Dengan tangan kirinya, dengan roda yang lainnya ia menyambar ke pangkal pohon cemara di dekatnya.

Secara demikian ia membuat dirinya seperti menempel diam di tembok gunung dari puncak itu. ia menutup rapat kedua matanya, hingga tinggal telinganya yang mendengar suara gelagar-gelugur dari es gempa bagaikan guntur berbunyi saling susul.

Dari atasan kepalanya, Siauw Yauw Kek merasai salju dan batu hancur meluruk seperti hujan, ia lantas pasrah diri pada nasib, MungkiNinilah yang dinamakan kiamat...

Sementara itu Pin Ji bersama Ghak Yang dari puncak melongok ke bawah melihat salju yang bersinar putih menyilaukan mata. Mereka ketarik sekali akan menyaksikan Siauw Yauw Kek menempur Coa San Su Sat, justru tengah bertanding itu maka sim Llong yang sangat berduka karena kebinasaan adiknya, sudah perdengarkan seruannya yang dahsyat yang menyebabkan gempurnya es hingga terdengarlah suara yang memekakkan telinga itu. Mereka berdua kaget sebab mereka merasa tubuh mereka seperti dibawa terbang. " Lekas rebah" Pin Ji berseru, ia menarik tangan orang untuk diajak menjatuhkan diri.

Walau demikian keduanya merasa kepala mereka pusing, mata mereka kabur. Mereka tak tahu apa apa lagi kecuali telinga mereka masih mendengar samar-samar gempurnya es...

Entah telah berapa lama, Ghak Yang dan Pin Ji sadar dengan perlahan-lahan- Mereka membuka mata mereka. Sunyi di sekitarnya, Salju sudah tidak gempa lagi. Apa yang tampak ialah putih di empat penjuru, sinar salju menyilaukan mata. Cuma sang angin masih menderu deru.

"Sungguh dingin" kata Ghak Yang, tubuhnya menggigil.

Pin-ji mengawasi kawan itu, bibirnya bergerak

"Mari kita pergi ke gua belakang untuk makan pua batang oey-ceng" katanya.

Ghak Yang menurut. Berdua mereka lantas buruan pergi Mereka mengambil dua batang oey-ceng dan memakannya, Cepat sekali Ghak Yang merasai tubuhnya nyaman-"Tentulah dia mati teruruk salju..." mereka pikir tentang-Siauw Yauw Kek.

Kemudian mereka ingat bahwa mereka tak dapat berdiam terus di gua itu, mesti mereka mencari jalan ke luar untuk meninggalkan puncak, Maka pergilah mereka ke depan gua untuk memeriksa.

"Tak dapat aku lompat turun," pikir Pin Ji melihat jurang yang dalam, karena ia tidak sanggup, lebih lebih lagi kawannya itu, ia pun tak dapat meninggalkan Ghak Yang. Karena-nya ia menjadi berduka dan berkuatir. Ghak Yang sendiri tak kurang kuatirnya.

Tengah mereka bingung, tiba-tiba mereda dikejutkan suara tertawa nyaring di belakang mereka. keduanya lantas memutar tubuh. Maka terlihatlah Siauw Yauw Kek berdiri di depan pembaringan, kedua matanya bersinar tajam mengawasi kepada mereka. Siauw Yauw Kek basah seluruh pakaiannya yang serba kuning, sedang kumisnya yang pendek kena kecipratan salju, Pada kedua tangannya ada senjata rampasannya, sepasang Jit Goat Siang- lun, roda "Matahari dan Rem- bulan-

Ghak Yang bersikap tenang, tapi Pin Ji, heran hingga ia terbengong, matanya terbuka mulutnya celangap^ ia tidak mengerti dari mana jalannya maka Siauw Yauw Kek dapat memasuki gua yang mulutnya tertutup mati... Siauw Yauw Kek dapat membade keheranan Pin Ji, ia tertawa,

"Bukankah kau heran aku si orang tua dapat masuk ke mari?" tanyanya, "inilah rahasia. Kecuali aku tak ada orang lainnya yang mendapat tahu sekalipun kamu tinggal di sini satu tahun, tak berdaya kamu mencarinya."

Pin Ji berdua berdiam.

Tak senang Siauw Yauw Kek karena orang tak menggubrisnya, parasnya sudah memperlihatkan roman gusar, tetapi lekas ia dapat menyabarkan diri.

"Aku si orang tua," katanya seraya mengangkat kepalanya, "aku telah tolongi jiwa kamu dari ketiga imam hidung kerbau dari Bu Tong San, apakah kamu tidak sudi menghaturkan terima kasih padaku?"

Ghak Yang jujur, mendengar bangkotan itu ia merasa tak enak hati, Mereka memang lupa menghaturkan terima kasih mereka, ia mau membuka mulutnya tempo Pin Ji mendahului ia, "Turut pantas kami harus mengucap terima kasih kepada kau, akan tetapi kau belum mengantarkan kami pulang ke Hoan Pek San-chung barang sekali, kau mempunyai lain maksud." kata dia.

Siauw Yauw Kek mengasihi lihat roman ^ak senang. "Bocah-bocah kamu tidak tahu diri" kata-nya. "Benar aku si

orang tua mempunyai ganjalan dengan Kiong Thian Tan, tetapi itulah urusan tak berarti, dapat aku menemui dia, akan tetapi aku melihat kamu berbakat baik-aku berkeinginan mengangkat kamu menjadi ahli waris semua kepandaianku, dari itu aku tidak sudi menemuinya."

Pin Ji mencibir mulutnya.

"Siapa kesudian guru semacammu?" katanya "Baiklah kau matikan saja hatimu."

Matanya Siauw Yauw Kek mendelik, mata itu mengeluarkan sinar tajam. ia gusar sekali.

"Kenapa aku tidak pantas menjadi guru kamu?" tanyanya membentak.

Pin Ji tidak takut. Dia tertawa.

"Orang mempunyai cita citanya masing-masing." sahutnya singkat.

Siauw Yauw Kek mengasih dengar tertawa nyaring yang dapat menyiutkan nyali.

"Baik Baik" katanya, "Tidak mau aku memaksa kamu, Asal kamu mempunyai daya untuk turun dari sini aku akan membiarkan-nya kamu pergi, Aku si orang tua mau pergi ke Bu Tong, buat sementara aku hendak berlalu dari sini." ia hening sejenak, laju dengan tertawa dingin dia menambahkan-

"Gua ini terpisah dari Hoan pek San-chung tak kurang dari seribu li, taruh kata kamu lari ke luar dari sini, tidak nanti kamu dapat tiba di san-chung itu."

Habis berkata dia menggeraki tubuhnya untuk berlompat pergi hingga Pin Ji dan Ghak Yang melihat dia di lain saat sudah sampai di bawah puncak itu, tubuhnya nampak sebagai titik kuning yang kecil sekali.

Hanya sebentar keduanya lantas pergi mencarijalanan keluar, Masih merasa tidak berhasil mendapatkan hingga mereka jadi heran sekali dari mana masuknya Siauw Yauw Kek tadi. Mau atau tidak, kecuali berduka, mereka pun bergelisah...

XXX

Tujuh hari lewat seperti sekelebatan- Kegirangan di Tiang Pek San berubah menjadi kedukaan, Kiong Thian Tan telah mengirim orang pergi mencari ke empat penjuru, sama sekali mereka tidak berhasil mendapatkan atau mendengar saja halnya kedua bocah yang lenyap itu.

Juga Cia In Gak masih belum muncul, Lui Siauw Thian menjadi tidak sabaran "Shate menyuruh aku membawa G^ak Yang ke mari." katanya, "sekarang Ghak Yang lenyap. kalau nanti shate tiba mana ada muka aku menemui dia? Tidak bisa lain, aku mesti pergi ke Bu Tong San akan mencari si hidung kerbau Lan Seng untuk minta pulang kedua bocah itu..."

Belum lagi Kiong Thian Tan menyahuti, Hu Liok Koan sudah mendahului tanya.

"Lui Losu pergi sendiri, itulah berbahaya," bilangnya, "Seorang diri mana dapat kau melawannya? Baiklah aku bersama anak Wan mengikutnya, Beres urusan di sana, aku si orang tua mau terus pergi ke Siong San untuk menjenguk anak Ceng, Nanti sekembalinya ke mari, baru kita memikirkan soal tinggal menetap."

Kiong Thian Tan tidak dapat menyetujui tindakan Siauw Thian itu akan tetapi Siauw Thian memaksa, akhirnya ia menerima baik juga, Maka berangkatlah Kian Kun ciu bersama si orang she Hu, kakek dan cucu.

Sementara itu Kouw Yan Bun memikirkan In Gak yang pergi ke Bu Leng San, ia menduga-duga jikalau bukannya pemuda itu menghadapi musuh tangguh tentulah dia "dilibat" Ni Wan Lan, atau Yan San Sin ni murka dan tak sudi berdamai.

Dalam menimbang-nimbang ia merasa lebih mungkin In Gak terganggu Nona Ni. Maka itu dengan alasan mau mencari In Gak ia pun meminta diri, sebenarnya ia pergi ke Bu Leng San-

Dua hari seperginya mereka itu, In Gak tiba di Hoan Pek San-chung, ia menjadi hilang kegembiraannya mendapat tahu orang pada pergi meninggaikannya, apa pula mengenai Nona Kouw. Eratnya perhubungan ia dengan nona itu melebihkan yang lainnya, ia menduga orang pergi ke gunung Bu Leng San mencarinya, Maka itu, baru lewat satu hari, ia pun berangkat lagi.

Begitu lekas tiba di Bu Leng San, In Gak mendapatkan kuil yang sunyi. ia berduka sangat. Dengan bengong ia berdiam di bawah kelima pohon cemara aneh di depan kuil itu.

Setelah meninggaikan Ni Wan Lan dengan menulis surat, di tengah jalan In Gak mesti mengurus dua hal, karenanya ia terlambat, siapa tahu keterlambatannya itu berakibat kegagalan menemui Siauw Thian semua, inilah sungguh di luar dugaannya ia menjadi ruwet pikiran, hingga ia menghela napas panjang, ia pun memikirkan Pin Ji dan Ghak Yang.

"Baiklah sekarang aku pergi ke Selatan, pikir ia kemudian- “Sekalian aku pergi ke chong ciu dan Kang touw, di sana tentu aku dapat bertemu dengan Lian cu dan Goat Go. Baru kemudian aku menuju ke Bu Tong San akan bertemu dengan saudara Siauw Thian dan Hu Wan- Tanggal satu bulan delapan masih lama, aku masih dapat ketika untuk pulang ke Po Hoa San guna menyambangi kuburan ayahku."

Meski ia memikir demikian, ia tetap berduka hingga hatinya menjadi tawar. Selama perantauannya banyak yang ia alami, benar ia memperoleh nona-nona manis, ia toh selalu menghadapi bahaya, pelbagai peristiwanya semuanya yang mengejutkan hati. Dengan masgul- ia berangkat pula.

Pada tanggal dua bulan dua kota chong-ciu ramai luar biasa, tidak peduli langit mendung dan salju belum lumer, hingga hawa udara tetap sangat dingin. Dijalan-jalan umum orang mundar-mandir berduyun-duyun dan suara petasan terdengar bergemuruh sekali.

Di antara orang banyak itu terdapat Cia In Gak seorang diri, ia berada dalam rupanya yang asli, mukanya putih dan tampan, sikapnya halus dan agung.

Hanya ia bukan menggembirakan diri sebagai banyak orang lainnya ia lantas pergi dengan diam-diam ke sebuah gang lebar di sebelah kanan, terus ia berjalan berliku tujuh atau delapan kali, hingga ia berdiri di depan sebuah pintu kecil yang bercat merah. Dengan jeriji tangan ia lantas mengetuk- ngetuk.

Itulah pintu taman keluarga Tio, yang berada di sebelah belakang rumah. "Siapa?" terdengar suara menanya seorang tua. "Apakah Giam Samya di dalam?" In Gak membaliki.

Dengan mengasih dengar suara, daun pintu terbuka sedikit, di situ muncul kepalanya seorang tua, yang rambutnya sudah ubanan, begitu dia melihat orang yang mengetuk pinlu, dia kaget saking girang.

"Oh, Kouwloya yang datang?" serunya. "Bagus" "Kouwloya" itu ialah "baba mantu"

In Gak terkejut, Suara orang itu mesti ada sebabnya, Sebab orang tua ini, Glam In Hot, bujang yang dipercaya selama dua turunan keluarga Tio. "Ada apa?" ia tanya.

Giam Hok mengawasi, terus ia menyahuti perlahan: "Apakah Lui Tayhiap belum mengasih tahu pada kouwloya?"

In Gak menggeleng kepala.

"Kalau begitu, baiklah," kata hamba tua yang setia itu. ia lantas memberitahukan bahwa selama tahun baru, So Beng Pat ciang Siang Lok sudah datang membawa berita bahwa Poan Poan Siu sudah muncul pula serta oey Ki Pay pun beraksi.

"Dengan begitu Tio Loya dan Tio Siocia jadi belum pulang?" tanya In Gak.

Giam Hok menggeleng kepala.

Tepat disitu detik, telinga In Gak mendengar suara tertawa dingin dari gang di samping-nya, Dengan sebat ia lantas berpaling, Maka belasan tombak dari ianya, ia melihat seorang tua yang tubuhnya besar, yang mengenakan baju kulit.

orang tua itu bermuka kurus dan rambutnya yang berwarna merah merupakan konde, Dia tengah mengawasi dengan wajahnya bersenyum mengejek. "Hm" In Gak mengasih dengar suara dinginnya, Mendadak tubuhnya mencelat, hingga tahu-tahu ia sudah berada di depan orang tua yang sikapnya tidak menyenangi itu.

orang tua itu mencelat mundur, romannya kaget. Rupanya gerakannya si anak muda berada di luar perkiraannya.

Dengan sikap dingin dan bengis, In Gak mengawasi wajah orang. ia membungkam.

Hanya sebentar hilang kaget atau herannya si orang tua.

Dia lantas menyeringai Dia terus tertawa dingin-

"Benarlah lihay sekali baba mantu yang manis dari Keluarga Tio" ejeknya.

"Kau siapa?" In Gak tanya dingin- Kedua matanya orang tua itu mendelik.

Kembali dia tertawa, Hanya kali ini tertawanya nyaring dan menyeramkan seperti

suaranya kokok beluk. Siapa nyalinya kecil, bulu romanya dapat bangkit berdiri.

"Aku si orang tua ialah Cek Hoat Ki Leng dari Im San," dia menyahut begitu lekas dia berhenti tertawa, "Aku dengar kabar kau terlalu mengandalkan kepandaianmu dengan apa kau terlalu menghina orang, kau melihat tak mata kepada sesama kaum Kang ouw, dari itu hari ini aku datang untuk menguji kau."

Mendengar itu, terbangun sepasang alisnya ia Gak. ia pun tertawa nyaring.

"Aku kira siapa, tak tahunya segala manusia tak bernama," katanya memandang enteng, "Bertempur dengan kau berarti aku membikin kotor tanganku, Di mana adanya Poan Poan Siu? Suruhlah dia yang datang menemui aku."

Matanya Cek Hoat Ki Leng si Rambut merah melotot.

"Oh, anak yang belum hilang bau susunya" dia membentak saking mendongkol "Kau begini jumawa. Tidak sukar untukmu ingin menghadap Kauw-cu kami, tetapi untuk itu kau mesti mencoba menempur aku dulu” In Gak tidak menunjuki amarahnya, sebaliknya ia tertawa geli.

"Kauwcu kamu itu kena dibujuki dan dipermainkan oey Ki Pay," katanya, " karena itu dia muncul pula dalam dunia Kang ouw untuk melakukan pelbagai kejahatan, sekarang aku menyuruh kau memanggil Kauwcu kamu itu supaya dia menemui aku. Hendak aku memberi nasihat kepadanya agar dia membebaskan diri. Kau sendiri, kau tidak berharga untuk bertempur dengan aku."

Ki Leng gusar tak tertahan lagi, dia melotot bengis dan berteriak: "Anak muda, kau kurang ajar sekali Maka kau cobalah tangan aku si orang tua" Mendadak kedua tangannya diluncurkan cepat sekali.

Itulah tipu silat Jaring bumi merangsang naik" salah satu pukulan terlihay dari kitab ilmu silat "Seng Siu Mo Keng" pukulan itu dari bawah naik ke atas, itulah serangan menyangsut, Sengaja Ki Leng menggunai itu sebab dia telah mendengar anak muda di depannya ini sangat lihay.

In Gak menggeraki tangan kanannya, agaknya enteng, tetapi serangan lawan itu lantas terpunahkan- Menyusul itu, tubuhnya lenyap dari hadapan si Rambut Merah.

Ki Leng heran hingga ia melempuk. Segera ia memutar tubuh, ia menduga orang berlompat mutar ke belakangnya. Setelah ia berkelit ia tetap tidak melihat anak muda itu, cuma Giam Hok yang berdiri di ambang pintu rumahnya heran bercampur girang, ia menduga mestinya In Gak berada pula di belakangnya.

Ia heran dan kaget. Lagi sekali ia memutar tubuh sangat cepat. Tanpa merasa ia menggigil.

Tetap tubuh si anak muda tak nampak. yang terlihat cuma salju di tanah.

Ki Leng menjadi heran berbareng panas hatinya. Lagi sekali ia berbalik, sambil berbalik tangannya menyerang. Kali ini pun ia gagal, maka ia terus berbalik pula, terus ia menyerang. Dan seterusnya berulang kali ia memutar tubuhnya sambil menghajar hebat, hanya selalu ia menyerang sasaran kosong...

Mendadak ia mendengar suara tertawa dingin sangat perlahan di samping telinganya ia kaget hingga ia lompat mencelat untuk menyingkirkan diri, itulah lompatan "Naga terbang ke langit", Sambil berlompat itu ia berputar, dan sambil berputar tangannya diayun, menerbangkan sebuah panah kecil.

Di dekat mereka ada sebuah rumah kecil, serangan diarahkan ke atas rumah itu. Ki Leng seperti melihat bayangan melesat naik ke atasnya.

Memang In Gak berlompat ke arah rumah itu, hanya di sana ia tidak berdiam diri, sebelum serangan tiba, ia sudah lompat turun pula, berdiri di depannya si Rambut Merah, sambil tertawa dingin, ia kata: "Hantu tua, aku tidak mau membunuh kau Sekarang pergilah juga bilang Poan Poan Siu supaya dia menyiutkan diri dan pulang ke Imsan, dengan begitu dapat dia menyelamatkan dirinya"

Habis berkata, anak muda itu menggeser tubuh, untuk memberi jalan buat orang mengangkat kaki...

Baru sekarang Cek Hoat habis akal, Sama sekali tidak berani ia membuka mulut lagi, Hanya cuma dengan tertawa dingin, ia berlompat untuk pergi menghilang. In Gak tunggu sampai orang sudah pergi jauh, ia bertindak menghampirkan Giam Hok.

Ketika itu dari balik pintu terlihat munculnya seorang imam, yang terus menjura dan berkata sambil bersenyum: "Aku mendengar saudara Lui Siauw Thian membilang Cia Siauwhiap bagaikan naga di antara manusia, bahwa kepandaianmu lihay luar biasa, hari ini aku menyaksikan nya, pujian itu tepat sekali"

In Gak melengak, imam itu sangat asing untuknya. Giam Hok dapat mengerti keheranan si baba mantu, ia lantas datang sama tengah.

"Inilah So Beng it Siang Sing Lok, koancu dari kuil Coan cin Koan dari Im lian," ia memperkenalkan.

In Gak lekas-lekas memberi hormat.

"Oo, Siang Losu" katanya manis. "Beruntung aku dengan pertemuan ini."

Imam itu mengawasi, ia tertawa, senang ia melihat orang begitu tulus sikapnya, "Siauwhiap." katanya, " kecuali kau lihay, kau pun cerdas sekali. Turut penglihatanku, kali ini cek Hoat Ki Leng pasti kaget hingga dia pecah nyalinya."

Mukanya si anak muda bersemu dadu. ia mengerti bahwa Siang Lok telah melihat tipunya barusan mempermainkan Ki Leng.

Sejak ditegur Beng Liang Taysu gurunya bahwa ia rada telengas, In Gak sudah lantas membataskan diri. Maka juga sekalipun di Bu Leng San, dia menggunai Hian Wan Sip-pat Kay hanya sampai di batas cuma main towel.

Begitupun melayani Ki Leng, ia melainkan main berkelit. itulah tipu huruf "Lolos" dari Bi Lek Sin Kang dicampur dengan tindakan Hian Thian cit Seng Pou. ia sebenarnya tidak selamanya berlompatan untuk memernahkan dirl di belakang Ki Leng, ia hanya berlompat ke balik tembok di mana ia berdiri diam. Tapi Ki Leng menduga salah, dia main putar-putaran dengan pelbagai serangannya, sampai waktu In Gak lompat ke atas rumah, baru dia menyerang dengan anak panahnya tapi dia gagal. Siang Lok dapat menyaksikan In Gak, maka itu ia memuji anak muda ini.

"Aku menggunai akal, syukur itu berjalan,"

In Gak kata pula, " itulah bukan akal yang berarti, maka itu harap Siang Losu tidak mentertawakan aku." Siang Lok tertawa.

"Siauwhiap gagah dan pintar, tak dapat aku melawannya." katanya, "Mana berani aku mentertawakan Siauwhiap? - Mari kita masuk ke dalam, angin keras dan hawa dingin tidak dapat kita berdiri saja di sini, Aku pun hendak memberitahukan sesuatu"

In Gak mengucap terima kasih. Giam Hok lantas memimpin masuk.

In Gak jalan berendeng dengan imam dari gunung Im San itu, Ketika ia tiba di dalam pekarangan taman atau kebun, ia melihat tegas buktinya musim dingin. Kecuali pohon cemara, pek dan bambu, semua pohon lainnya gundul daunnya.

Cabang-cabang kering pun berserakan di tanah yang merupakan es. Sang angin masih bertiup keras.

Pemandangan itu mendatangkan rasa tawar dalam hati si anak muda.

Siang Lok heran melihat orang demikian pendiam, tetapi ia tidak dapat memmyakannya, ia turut berdiam saja.

Sampai di ruang tetamu, mereka disambut beberapa busu serta pegawai keluarga Tio, lalu kepada mereka In Gak minta keterangan hingga ia mendapat tahu semenjak kepergian tuan rumah serta keluarga Ciu, pihak oey KiPay tidak pernah datang mengganggu, mereka itu cuma melakukan mengawasan

"Cuma kemarin ada tiga orang yang lancang masuk ke mari," Giam Hok menjelaskan-"Mereka menanyakan halnya siang Cinjin- Rupanya mereka telah mendengar atau melihat kepada cinjin, oleh Lauw Busu mereka itu dapat dibikin suka mengangkat kaki."

In Gak mengangguk, lalu ia memberi tanda untuk mereka itu mengundurkan diri, hingga dalam ruang itu tinggal dia berdua Siang Lok.

"Ketika baru ini aku dilukai panah Ki Leng, aku telah disembuhkan oleh Tio Tayhiap." kata Siang Lok dengan masgul, "setelah itu aku berangkat pergi dengan niat memberi kisikan kepada sahabat-sahabat Kang ouw agar mereka bersiap-sedia untuk munculnya pula Poan Poan Siu, tetapi aku pergi belum ada seratus li, aku telah mendapat kenyataan aku dikuntit oleh lima murid kepala dari Puan Poan Siu, juga Ki Leng sendiri.

Beberapa kali aku menghadapi saat-saat yang berbahaya, syukur aku ditolongi Tonghong Giok Kun dan Kiang cong Yauw, anak-anak muda dari Ngo Bi Pay."

"Sekarang di mana adanya mereka itu ber-dua?" Ujar In Gak, Mendadak ia nampak gembira.

Siang Lok sebaliknya menjadi berduka.

"Sekarang mereka dalam kesukaran," sahutnya. "Sebentar jam tiga mereka itu mesti berada di muara Ya Ap Thoa empat puluh li dari kota chong- ciu ini untuk bertempur dengan murid-muridnya Poan Poan Siu serta orang-orang oey Ki Pay.

In Gak terkejut.

"Kenapa mereka bentrok dengan pihak oey KiPay?" dia tanya.

"Tentang itu aku tidak tahu jelas, tetapi kabarnya ditimbulkan gara-gara sebab ditangkap atau diculiknya dua nona-nona she Lo dan she Kang oleh orang-orang oey Ki Pay..."

Matanya In Gak bersinar.

"Bukankah nona she Kang itu bernama Yauw Hong?" ia tanya. Siang Lok menepuk pahanya.

"Benar" sahutnya, "Ketika mereka berbicara, aku terpisah jauh, aku tidak mendengar tegas. sekarang aku ingat mereka menyebut-nyebut Lo Siang Bwee dan Kang Yauw Hong."

In Gak berdiam pula, ia berpikir keras, ia ingat bagaimana untuk pertama kali ia bertemu Yauw Hong di Cio Ke Chung, Nona itu yang kulit mukanya bercahaya dadu dan sepasang alisnya lentik, sangat menggiurkan hati, siapa yang melihatnya pasti merasa berkasihan terhadapnya. Sayang ilmu silat nona itu masih jauh daripada sempurna.

Siang Lok tidak tahu apa yang si anak muda pikir, ia melainkan menduga orang tentu erat hubungannya dengan Nona Kang, ia dapat melihatnya dari sinar mata anak muda itu.

"Lukaku masih belum sembuh seluruhnya, lalu aku kena terserang pula satu muridnya Poan Poan Siu, karena itu aku kembali ke mari untuk berobat," ia berkata pula, "Tapi sekarang aku sudah sembuh betul, maka aku berniat pergi ke Ya Ap Thoa untuk memberikan bantuanku. Aku dengar Siauwhiap bersahabat dengan Tonghong Giok Kun berdua, aku harap sukalah Siauwhiap membantu mereka."

In Gak mengangguk.

"itulah pasti," sahutnya, "Tapi mengenai kedua nona itu, di manakah mereka ditahannya?"

"Mereka ditahan dalam sebuah kampung di dekat Ya Ap Thoa, Kalau Siauwhiap suka, mari kita pergi bersama. Ataukah Siauwhiap ingin pergi sendiri?" In Gak berpikir sebentar.

"Aku masih mempunyai urusan, baiklah Siang Losu pergi sendiri lebih dulu, Tepat jam tiga sebentar malam, aku akan tiba di sana."

Siang Lok mengangguk, terus ia memberi hormat. "Baiklah kalau begitu, aku akan berangkat lebih dulu,"

katanya, dan terus ia berangkat pergi dengan mengambil jalan lompat di jendela.

In Gak duduk diam seorang diri, matanya mengawasi ke jendela, Kembali ia pikirkan hal dirinya. Satu tahuNia merantau, namanya untuk mencari balas, kenyataannya maksudnya itu belum tercapai, sebaliknya ia senantiasa main asmara, hingga sekarang ia ditinggal nona-nona itu, cinta yang sangat memang dapat menimbulkan kejelusan...

"Yauw Hong menyintai aku, bagaimana aku harus bersikap terhadapnya?" demikian pikirnya pula, "Bagaimana aku harus melayani yang lain-lain?"

Saking masgul, ingin In Gak terbang balik ke Po Hoa Sin, untuk buat selama-lamanya menemui saja kuburan ayahnya.... Habis menghela napas, anak muda ini pergi ke depan- Di situ ada menjaga seorang busu, ia memberikan pesannya, setelah mana ia lantas pergi meninggalkan rumah keluarga Tio itu.

Cuaca guram, hawa dingin. Demikian pula suasana di Ya ApThoa di mana salju putih di sekitarnya. Kawanan bebek pada bersembunyi di antara rumput gelaga, cuma suaranya yang terdengar itulah bebek liar yang biasa datang berkumpul setiap musim rontok dan dingin, jumlahnya sampai ribuan, itu pula bebek yang biasa ditangkap untuk mendatangkan hasil besar, karena daging binatang itu gemuk dan lezat.

Tak jauh dari muara itu terdapat sebuah kampung yang besar, itulah tempat kediamannya Pat-pou Kan Mam Hong hu Siong, seorang jago Rimba Hijau yang sudah banyak tahun tinggal hidup menyendiri.

Dia lihay terutama ilmu enteng tubuhnya, Karena sudah banyak tahun berdiam di kampungnya itu, orang Kang ouw seperti melupakannya.

Bagus sekali keletakannya kampung, karena di sekitarnya air melulu, maka itu dia mirip sebuah pulau, Meskipun dikitari air, dari jauh kampung tak terlihat tegas, itulah sebab di sekitar air- itu tumbuh pohon gelaga yang tinggi dan rapat, ini pula lantarannya jarang ada yang ketahui pulau kecil itu merupakan sebuah kampung dengan keletakannya demikian bagus. Rumahnya Honghu Siong pun merupakan gedung yang besar dan indah.

Adalah di bagian selatan dari gedung itu, di atas sebuah lauwteng, terlihat dua

orang nona cantik lagi duduk di kursi dengan tangan mereka terbelenggu hingga walaupun mereka cantik dan manis, alis mereka berkerut, roman mereka berduka. Mereka tidak memakai pupur atau yanci, rambut mereka kusut, tapi mereka tetap cantik. Merekalah Lo Siang Bwe dan Kang Yauw Hong. "EnciBwe," kata Yauw Hong, yang menghela napas, "jikalau saudara Tonghong tidak ketahui kita ditahan di sini, kita bisa mendapat malu besar, Maka aku pikir baiklah kita mati saja..."

Siang Bwe tertawa dingin, "Tak gampang mati secara demikian" katanya. "Aku pikir lebih baik meloloskan diri Bukankah setiap kali kita diantarkan barang hidangan kita dibebaskan dari belengguan ini. sayangnya setiap dibebaskan, kita terus ditotok dulu tiga jalan darah kita, hingga kita tidak berdaya untuk kabur, Tapi adik Hong, jangan putus asa, baik kita bersabar, Aku percaya akhirnya aku akan peroleh pikiran baik..."

Yauw Hong menghela napas, "Aku kuatir percuma saja," katanya berduka, "Mereka itu bilang asal si hantu cabul Poan Poan Siu datang, kita tidak mempunyai harapan lagi..."

Siang Bwe menghela napas. "Biarlah kita pasrah pada Tuhan- Sekarang ini aku setiap waktu mengerahkan tenagaku di tangan kanan, asal ada ketikanya, aku nanti gunai totokan Thay Hi Hui-goan Kang. Biarnya hantu tua itu lihay, aku percaya dia tidak bakal lolos dari tanganku..."

Mau atau tidak Yauw Hong bersenyum juga. ia mengawasi ke luar jendela dimana salju memenuhi hutan gelaga, pikirannya kusut sekali.

Dengan lewatnya sang waktu, cuaca mulai menjadi guram dan gelap. Sekarang sang angin meniup santer, Dalam keadaan begitu, kedua nona berdiam saja, hati mereka masing-masing pepat sekali, Mereka hilang kemerdekaan dan setiap saat bahaya kehinaan dan jiwa mengancam mereka...

Tiba-tiba maka terdengarlah suaranya kunci pintu, lantas daun pintu terpentang, cahaya api pun meuyerot masuk.

Dengan begitu terlihatlah masuknya seorang wanita tua, rambutnya sudah separuh ubanan dan mukanya keriputan, sebelah tangannya membawa lentera, yang sebelah lagi menengteng kotak nasi. Dia meletaki lenteranya di atas meja, matanya lantas dibuka hingga nampak sinarnya yang bengis. Wajahnya terlihat bersenyum bukannya bersenyum...

"Poan Poan Loelanpwe sudah datang," dia kata mengejek. "maka besok ialah hari kegirangan kamu, ncna-nona. Maka sekarang aku menyajikan barang hidangan untuk memberi selamat terlebih dulu kepada kamu"

Kedua nona kaget, lebih-lebih Leng Po Sian-cu Lo Siang Bwe. ia mengawasi tajam, ia bersiap begitu tangannya dimerdekakan, hendak ia menyerang.

Akan tetapi si nyonya tua tidak meninggalkan kebiasaannya, ia bukan membebaskan dulu dan baru menotok, ia hanya mau menotok jalan darah dulu dan baru membukai belengguan. Tepat nyonya itu hendak menotok Siang Bwe, Yauw Hong berseru: "Locianpwe" Nyonya itu terkejut, ia heran, Batal ia menotok, "Kau mau bicara apa?" ia tanya nona Kang.

"Kami telah terkurung selama tiga hari, tangan dan kaki kami lemas sekali," kata Yauw Hong, suaranya menggetar, "maka itu kami mau minta locianpwe jangan menotok kami, supaya dapat kami bergerak sebentar dengan merdeka..."

Nyonya tua itu mengawasi tajam, ia heran untuk suara orang yang berubah itu. ia pun menatap Siang Bwe. Akhirnya ia tertawa aneh.

“Jangan harap kamu dapat menyasarkan perhatianku." katanya, "Apakah kamu kira dapat kamu menipu aku si orang tua?" ia mengulur pula tangannya, guna melanjuti menotok Siang Bwe.

Tiba-tiba terdengar suara tindakan kaki enteng di lantai lauwteng, Nyonya itu kaget, ia menarik pulang tangannya, cepat luar biasa ia lompat ke luar. "Siapa?" ia tanya nyaring.

Tatkala nyonya ini menaruh kakinya, ia cuma merasai angin berkesiur, di tempat yang gelap. ia tidak melihat apa juga.

Bayangan manusia pun tak ada. ia heran hingga ia berpikir "Terang aku mendengar tindakan kaki orang, kenapa orangnya tidak ada? Jangan-jangan aku kena tertipu akal memancing harimau meninggalkan gunung... Maka bagaikan kilat ia lompat masuk pula ke dalam kamar.

Siang Bwe dan Yauw Hong masih terikat seperti tadinya, di situ tidak nampak sesuatu yang mencurigai ia tertawa di dalam hati, pikirnya pula: "Di bawah lauwteng ini penjagaan kuat sekali, orang luar tak nanti dapat terbang masuk ke mari. Aku ketakutan tidak keruan..." Maka ia memandang kedua nona dan tertawa.

"Tentulah kamu berdua sudah lapar," katanya, "Baiklah, aku nanti merdekakan kamu..." Lantas tangannya digeraki.

Kedua nona itu girang ketika tadi mereka mendengar tindakan kaki di luar kamar dan si nyonya tua berlompat untuk melihatnya, tempo mereka melihat orang kembali, mereka berduka sekali, habis pengharapan mereka hingga tangan dan kaki mereka dirasakan dingin.

Kembali terdengar tindakan kaki tadi. Ketika itu, totokan si nyonya hampir mengenai jalan darah Siang Bwe. Dengan sebat ia menariknya pulang, telinga dan matanya dipasang. Lalu ia mendengar suara berisik, seperti ada tubuh jatuh dari atas lauwteng. Segera ia mendengar suara susulan yang nyaring: "oh, kucing besar sekali"

Nyonya tua itu tertawa, dia menggeleng kepala, Lantas dia melanjuti menotok kedua nona, sehabis mana ia membukai ikatan pada kaki dan tangan mereka itu.

Dalam keadaan sangat berduka dan putus asa itu, siang Bwe dan Yauw Hong tidak punya nafsu untuk berdahar, Mereka bahkan berdiam saja.

Si nyonya tua tertawa kembali, aneh suara tertawanya itu, ia melirik kepada kedua nona itu, Kelihatannya ia mau membuka mulutnya ketika ia mendengar panggilan perlahan dari luar jendela: "Ling Toaso, chungcu ada urusan mengundang kau" Nyonya tua itu terkejut.

"Siapa itu?" ia tanya keras, menyusul mana tubuhnya sudah berlompat ke luar.

"Aku Peng Ji Houw." menjawab suara di luar itu, suaranya terdengar makin jauh, ketika keluar kata-kata "Houw" dia sudah terpisah kira dua puluh tombak.

Leng Po sian-cu Lo siang Bwe lantas kata perlahan pada Yauw Hong: "Itulah tipu daya memanggil harimau meninggalkan gunung, orang itu tentu ketahui lauwteng ini terjaga kuat dan banyak perangkapnya, maka dia menggunai akal ini. Entah dia saudara Tonghong atau saudara Kiang..."

Mendengar disebutnya "saudara Tonghong" Yauw Hong tertawa di dalam hati, ia pun melihat alisnya Nona Lo bergerak dan pipinya berwarna dadu.

"Dasar cinta," pikirnya, "Disaat begini, cinta masih besar pengaruhnya..." ia terus bersenyum mengawasi kawan itu.

Siang Bwee tahu ia di tertawakan, ia mendelik kepada nona itu, tetapi ia segera mengawasi ke luar jendela.

Dengan mendadak terasa angin menyamber, gerakan orang kabur matanya, kedua nona ini tahu2 melihat di depannya berdiri seorang Imam yang matanya tiga dan berewokan pendek, romannya luar biasa sekali, Mereka menjadi kaget, hati mereka guncang.

Selama dikurung didalam lauwteng itu, belum pernah mereka ditemui seorang pria, dari itu mereka menduga orang ini mestinya Poan Poan Siu.

Imam itu mengawasi dan bersenyum.

“Jangan takut, nona-nona," katanya sabar. "Aku ialah So Beng Pat cang Siang Lok. aku datang kemari dengan menempuh bahaya membawa pesain Cia Siauwhiap untuk nona Kang bahwa ia nanti segera datang menolongi." Yauw Hong heran dan girang luar biasa, ia lantas membuka mulutnya.

“Jangan bicara." si imam mencegah, tangannya diulapkan "Aku telah bertemu Tonghong Siauwhiap dan Kiang Siauwhiap di Ya Ap Thoa, mereka itu dirintangi musuh, tak dapat mereka datang ke mari. Aku pun datang ke mari dengan menggunai akal. Kamu ditotok, nona-nona, tidak dapat aku membebaskannya, kalau aku paksa membebaskan, mungkin kamu dapat celaka. Karena itu, aku memancing pergi pada si nyonya tua she Llong tadi. sekarang nona-nona boleh legakan hati, kamu boleh berpura-pura dahar, supaya nanti tidak dicurigai, sampai sebentar Cia Siauw hiap datang." Habis berkata, imam itu lantas berlalu dengan cepat.

Siang Bwe dan Yauvv Hong percaya keterangan itu, walaupun mereka heran, mereka toh bersantap.

Tidak lama maka ke situ datanglah dua orang yaitu si wanita tua serta seorang pria jangkung kurus dan berkumis hitam, Wanita itu heran melihat nona-nona itu mau dahar, ia mengawasi si orang tua dan kata: "Inilah aneh, Tadi Peng Ji kouw membilangi aku bahwa aku dipanggil chungcu, ketika aku turun dari lauwteng dia tidak ada, chungcu sendiri bilang kau tidak memanggil aku... Di sini mesti ada terjadi sesuatu." orang tua itu tertawa dingin.

"Terang inilah tipu memanggil harimau turun gunung." katanya, "Selagi kau turun dari sini orang menaiknya, tetapi karena ia lihat kedua nona ditotok dan ia tidak dapat menolongi ia mundur sendirinya. Nanti aku si orang tua tanya ini dua nona, kita akan ketahui duduknya kejadian."

Cepat luar biasa, tubuh orang tua ini sudah mencelat ke depannya siang Bwee dan Yauw Hong. Dua nona itu tunduk. mereka dahar tanpa menghiraukan siapa juga. Hati mereka sebenarnya berdenyutan keras.

Orang tua itu ialah Pat-pou Kan Siam Hong Hu Siong bersenyum. "Nona-nona, apakah barusan kamu melihat orang datang ke mari?" ia tanya sabar.

Belum dapat mulutnya chungcu atau tuan rumah ini, mendadak dari luar jendela terlihat menyambernya belasan sinar terang biru seperti bintang, menyamber ke arah tuan rumah.

"Chungcu, awas" teriak si nyonya tua.

Honghu Siong awas dan gesit, sambil mengasih dengar ejekan "Hm" tubuhnya melesat ke kiri lima kaki, maka semua sinar itu menghajar tembok. meletik lelatu apinya. Menyusul itu, ia berlompat ke luarjendela diikuti si wanita tua. Mereka melihat satu bayangan berlompat turun dari lauwteng.

"Enso Liong, tunggu di sini" Honghu Siong kata dingin, "Nanti aku si orang tua sendiri membekuk dia"

Belum lagi tuan rumah ini lompat menyusup telinganya telah mendengar jeritan dahsyat dari bawah lauwteng, ia lantas menduga bahwa mesti ada orangnya yang telah kena dibikin celaka, Alisnya menjadi terangkat karena gusarnya. ia merogo ke sakunya, ia menimpuk ke bawah, maka terlihatlah satu sinar terang merah, Hingga terlihat kumisnya bangun berdiri.

“Jangan kasih dia lolos" ia berteriak. itulah titahnya, ia terus lompat turun untuk menyusul, hingga ia mirip burung garuda terbang melayang.

Di antara sinar terang itu terlihat sejumlah orang, ialah orang-orangnya Honghu Siong lompat memburu. Honghu Siong sendiri telah lantas melombai mereka itu. Dari sini ternyata kegesitannya, hingga tepatlah julukannya "Pat-pou kian-siam" atau Pengejar Tonggoret

Di sebelah depan terlihat satu bayangan orang berlompatan, lari ke timur dan ke barat, jaraknya belasan tombak.

Honghu Siong tertawa dingin dan kata nyaring: "Sahabat, kenapa kau berpemandangan cupat? ketahuilah Honghu Siong paling gemar bergaul. Kau telah lewat di sini, kenapa kau tidak mampir? Sahabatjikalau kau tidak menghentikan tindakanmu terpaksa Honghu Siong akan menahannya dencan cara paksa."

Kata-kata itu dikeluarkan dibarengi lompat tubuh yang pesat hingga mereka berdua menjadi terpisah kira lima atau enam tombak.

Sekonyong-konyong bayangan itu membentak: "Honghu Siong kau terlalu Aku tidak sudi menemui kau, kau mau apa?" Mendadak pula dia tertawa lebar, tubuhnya, terus mencelat naik ke arah sebuah pohon besar di dekatnya.

Honghu Siong berlompat terus, selagi orang tertawa ia sudah menyusul dengan lantas ia menjambak ke arah lengan orang itu..

orang itu pun gesit gerakannya, dia berkelit hingga dia lolos.

Honghu Siong bertambah gusar, ia berlompatpula, atau mendadak ia merasakan tolakan keras hingga ia menjadi terperanjat. Selagi berlompat itu hingga ia seperti tergantung di udara, tak sanggup ia bertahan, maka ia lekas-lekas turun seraya memperkokoh tubuh dengan tipu "Berat Seribu Kati" guna membikin tubuhnya tak roboh, ia melihat sesuatu yang meny amber padanya, ia gunai dua tangannya untuk menyampok itu.

Segera ternyata serangan itu berupa cabang pohon yang ada esnya. Maka merahlah muka chungcu ini, yang merasa malu dan jengah. orang di atas pohon itu tertawa berkakak. "Honghu Siong, janganlah tergesa-gesa hendak menemui aku" katanya nyaring, "Segera juga akan tiba jam tiga, maka

sebentar di Ya Ap Thoa bakal terjadi pertempuran yang dahsyat, Mari kita berjanji untuk mati bersama, sebelum bertemu jangan kita berpisah, Pasti sebentar kau bakal bertemu denganku. Hanyalah aku kuatir belum lagi fajar menyingsing, rumahmu ini bakal menjadi rata dengan bumi, Maka sekarang ini terlalu siang kau berlagak-lagak."

Habis itu sunyi siraplah suasana yang barusan tegang itu.

Honghu Siong tahu baik bahwa telah pergi jauh, bahwa percuma ia mengejar orang tidak dikenal itu. justru itu orang- orangnya, yang menyusul, telah menyandak ia, maka ia memberikan perintahnya: "Semua balik ke tempatnya masing- masing, jangan ada yang sembarang meninggalkannya. Pada jam tiga sebentar aku hendak pergi ke Ya Ap Thoa, maka kamu harus menjaga supaya tidak ada orang yang menyerbu ke mari"

Habis berkata, ia mendahului berlari pulang.

Sementara itu tadi si nyonya tua bermuka keriputan begitu dia mendengar pesan Honghu Siong untuk kembali ke dalam kamar, telah mentaati pesan itu. Tanpa bersangsi dia membalik tubuhnya guna bertindak ke dalam, Atau mendadak dia merasa ada orang yang mengusap punggungnya.

Dia kaget, dengan sebat dia memutar diri. Maka dia melihat seorang muda dengan muka dingin dan mata tajam berdiri mengawasi padanya, Dia lantas mundur dua tindak.

"Kenapa aku menjadi begini tidak punya guna? Biasanya sekalipun bunga terbang atau daun rontok di tempat sepuluh tombak dapat aku dengar, tetapi dia ini sangat ringan tubuhnya. Sungguh sukar dipercayai pikirnya.

Dia berkata begitu di dalam hati, sembari berkata tangannya menyiapkan senjatanya yang berupa gaetan panjang, terus dia menyerang anak muda itu. Tidak kepalang tanggung dia menyerang kejalan darah.

Anak muda itu tertawa perlahan, tubuhnya berkelit lincah, ia bukan menyingkir jauh, ia justru lompat masuk ke dalam pintu kamar. " Kurang ajar" si nyonya tua membentak dan memburu. Lo Siang Bwe dan Kang Yauw Hong terkejut apa pula kapan mereka melihat roman seram dari anak muda itu, tetapi Yauw Hong lantas melihat tegas tubuh orang, dari kaget ia menjadi heran dan bersangsi, ia mengenali baik potongan tubuhnya In Gak yang tak ia lupai di dalam impian pun.

Sementara berteriak itu, si nyonya tua sudah masuk dan menyerang pula, ia lihay

sekali, gerakannya sangat cepat, Gaetannya itu bersinar berkelebatan mengarah tubuh orang.

Anak muda itu mengulur tangan kanannya, ia menyambut gaetan dengan sentilan-

Satu suara nyaring terdengar sebagai kesudahannya, lantas terlihat gaetan mental dan si nyonya tua sendiri terhuyung mundur tiga tindak.

Bukan main kagetnya nyonya keriputan ini, ia merasai tangannya kesemutan dan hilang tenaganya. Maka ia berdiri mengawasi dengan tercengang, Tak dapat ia menerka siapa adanya anak muda ini.

Anak muda muka jelek dan seram itu tertawa dingin. "Ilmu gaetanmu masih jauh, tak dapat kau mencapai

puncak kemahiran" katanya mengejek "Baiklah kau lekas simpan itu, jikalau tuan mudamu mau mengambil jiwamu, Siang-siang aku telah melakukannya. Mana dapat kau hidup hingga sekarang ini? Lekaslah kau menotok bebas kedua nona itu"

Begitu ia mendengar suara orang, dari takut dan heran, Kang Yauw Hong lantas bersenyum. Sekarang ia memperoleh kepastian pemuda jelek dan bengis itu ialah In Gak adanya. Hanya ia heran mengapa In Gak menyuruh si nyonya tua yang membebaskan mereka berdua.

Bukankah pemuda itu sendiri cukup pandai untuk menolongi mereka? ia tidak dapat mem-bade maksudnya anak muda itu. In Gak jeri dengan soal asmara, Kalau ia yang menolongi, ia jadi mesti meraba tubuhnya kedua nona itu, itulah hebat untuknya. Merekalah nona-nona yang suci bersih, satu kali ia merabah tubuh mereka, maka tak dapat tidak mereka mesti menjadi miliknya...

Yauw Hong bingung, hingga ia lantas bertanya: "Engko In, kau singkirkan perempuan tua ini Bukankah lebih sempurna untuk kau sendiri yang menolongi kami?"

Hati ln Gak tergetar. Demikian akrab nada si nona, ia jadi bingung. Si nyonya tua sebaliknya tak takut dengan ancaman Dia menyeringai seram.

"Bocah jelek kau berani bertingkah di depan aku si orang tua?" katanya bengis, Jikalau kau dapat melawan gaetanku, baru dapat aku membebaskan nona-nona ini. jikalau tidak taruh kata kau dapat menolong Imereka, mereka bakal jadi seperti sampah"

In Gak tertawa, ia tahu orang mengandalkan ilmu totoknya yang istimewa.

"Kau bilang tuan mudamu jelek. kau sendiri tak bagus seberapa" ia kata bergurau, "Menurut suara kau rupanya gaetan kau lihay luar biasa. Baiklah, di dalam tiga jurus kau boleh menggunai gaetanmu, akan aku bikin kau tunduk."

Hebat nyonya Llong itu. Belum berhenti suara si anak muda, ia sudah bersiul. itulah tanda buat ia minta bantuan- Apa celaka, belum habis siulannya itu, ia merasai angin menyamber ke mukanya, dan belum ia tahu apa-apa, "Pok" maka mukanya itu telah kena di-tampar, hingga ia merasa sangat sakit dan matanya kabur, pipi kanannya menjadi merah dan bengap seketika.

“Jangan harap kau dapat berteriak minta tolong" kata si anak muda, tertawa menyindir "Siapa pun tak dapat menolongi kau.Jikalau kau ingin tunduk benar-benar, lekas kau gunai gaetanmu atau kau mesti segera menotok bebas kedua nona ini nanti aku beri ampun padamu." Keras kata-kata itu, sampai si nyonya jeri dan mundur lagi dua tindak. hanya sekarang ia sekalian bersiap untuk menyerang.

In Gak berdiri diam, kedua tangannya di-gendong, ia bersenyum ewah.

Yauw Hong terus mengawasi si anak muda, tak ia berkedip atau berkisar, ia heran dan berpikir: "Kenapa sekarang dia berubah menjadi begini jelek? Mungkinkah dia lagi menyamar?" ia mengawasi dengan sia-sia belaka, ia tidak dapat melihat apa-apa yang mencurigai pada anak muda itu...

Lo Siang Bwe pun berdiam dengan hati-nya berpikir keras, Dari suaranya Yauw Hong terang nona she Kang itu sangat mencintai Cia In Gak. tetapi aneh, mengapa si pemuda begini buruk wajahnya?

Si nyonya tua she Liong sudah lantas menyerang, Gaetan kanannya meluncur dengan sangat cepat dan hebat.

In Gak tidak menangkis, ia hanya berkelit nyamping, hingga dilain sedetik ia sudah berada di belakang penyerangnya itu.

Yauw Hong dan siang Bwe mengawasi tetapi mereka hampir tak dapat melihat orang berkelit membebaskan diri dari serangan hebat itu.

Si nyonya melengak. karena ia kehilangan sasarannya, ia baru terkejut ketika ia merasa punggungnya ada yang towel, hingga ia mengeluarkan keringat dingin- Sambil memutar tubuh ia menyerang ke belakang. Belum lagi serangannva mengenai tubuh orang, sudah merasa telapakan tangannya sakit, tanpa ia menghendaki gaetannya terlepas dari tangannya, gaetan itu tahu tahu sudah pindah ke tangan orang muda muka jelek di depan itu...

Dan si anak muda mengawasi ia sambil tertawa. xxx

BAB 17 WANITA TUA keriputan itu menjadi bingung, tak tahu ia kenapa senjatanya lepas, ia tidak melihat bergeraknya si anak muda. orang nampak mengawasi ia dengan berdiri sambil menggendong tangan, ia heran akan tetapi ia mengawasi bengis, matanya mirip api bersinar marong...

In Gak mengawasi ia tertawa, Lantas ia mengangsurkan gaetan orang.

"Tuan mudamu tidak bermusuhan denganmu, tak sudi ia mencelakai kau," katanya. "Untuk kau membebaskan kedua nona ini, pekerjaannya mudah sekali, cukup asal kau satu kali menggeraki tanganmu, bukankah aku tidak memaksa dan menghina aku? Kenapa kau hendak mengadu jiwa denganku?"

Dengan perlahan si wanita mengulur tangannya, guna menyambuti gaetannya itu. ia malu, mendongkol dan gusar menjadi satu.

"Aku si orang tua kalah tak puas" kata-nva. "Kau cuma mengandalkan kelincahanmu. Apakah kau berani menyambuti Pek-khong-ciang dari aku?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar