Menuntut Balas Jilid 17 : Mengangkat murid berbakat bagus

Jilid 17 : Mengangkat murid berbakat bagus

IT GOAN KISU menyaksikan semua itu ia menghampirkan Kheng Hong.

"Saudara Kheng, jangan kau persalahksn Cia Hiantit" ia kata bersenyum. "kau tahui duduknya hal sebenarnya tak begini sederhana..."

Untuk menjelaskan, Ouw Kong menuturkan keterangannya Kiong bun Siang Kiat, yang membuka tabir rahasia pengeroyokaa atas diri Twi Hun Poan Cia Bun dahulu hari.

Mendengar itu semua orang heran, Ay Hong Sok bahkan mementang matanya lebar-lebar.

"Ha, Kim Teng si keledai gundul pun turut mengambil bagian?" katanya heran, "Pantaslah dulu hari ketika aku berkunjung ke Ngo Bi San, dia tidak sudi menemui aku." ia lantas melirik kepada In Gak. untuk berkata:

"Hiantit, kau bertindak tanpa berpikir lagi. Kalau begitu,aku pun tidak akan membiarkan Kim Teng si keledai gundul itu, Kenapa kau tidak mau pergi mencari Kim Teng sendiri tetapi kau tumpahkan mendongkolmu kepada Kheng Tiang Siu?"

"Keponakanmu tahu apa yang ia lakukan," In Gak menjawab. "Dia yang cari penyakit sendiri, kenapa aku yang disesalkan? Untuk aku pergi sendiri ke Ngo Bi San buat mencari Kim Teng, itulah tak dapat. Tak ingin aku pergi ke sana. Murid muridnya Kim Teng sedikitnya lebih daripada seratus orang, jikalau aku pergi ke sana, itu berarti aku membuka pantangan melakukan pembunuhan besar, Maka itu lebih baik aku memancing kemurkaan-nya supaya dialah yang mencari aku, guna aku membereskan perhitungan dengannya."

Kheng Hong tertawa lebar, "Ya kata-katamu benar juga." bilangnya. Lalu ia menambahkan sungguh-sungguh: "Aku si orang tua telah menerima baik menjamin urusan nona Lan, aku mesti lakukan itu sampai beres, sekarang aku mau pergi ke Yan San mencari dia, buat mengajaknya ke Tiang Pek San- ingat, bocah jikalau lagi satu kali kau melukakan hatinya, aku si orang tua ialah yang pertama tama tak akan menerima baik" ia menoleh pada Kiang cong Yauw dan Tong-hong Giok Kun untuk mengatakan-

"Anak-anak. jikalau kamu tidak punya pekerjaan apa-apa, mari kamu temanin aku si tua bangka pergi jalan-jalan"

"Baiklah" sahut cong Yauw berdua, Mereka bersedia dengan cepat, lantas mereka menghampirkan In Gak untuk berkata: "Saudara Cia, kami hendak pergi mencari Nona Lan, setelah itu kami akan lantas menuju ke Tiang Pek San dimana nanti kita dapat mengobrol pula."

In Gak tertawa, ia memberi hormat, "Aku membikin kamu cape -saja." katanya, Ay Hong sok bertiga lantas pamitan dan pergi.

Melihat keberangkatan ketiga orang itu, It Goan Kisu tertawa, ia pun kata: "Aku si orang tua bersama anakku hendak pergi ke kuil Siauw Lim Si di gunung Siong San, untuk membayar pulang kitab Bu Siang Kim Kong ciang Keng, nanti habis darisana baru kami menuju ke Tiang Pek San."

Habis mengucap itu, ia melirik pada Lui Siauw Thian-Kian Kun clu bersenyum dan mengangguk.

In Gak berdiam akan tetapi ia dapat membade maksudnya kedua orang tua itu.

It Goan Kisu lantas mengajak anaknya berangkat, perlahan- lahan mereka berjalannya. Kok Lan agaknya berat untuk berpisah dari si anak muda, ia mengawasi dengan sinar matanya berarti, ia berlalu dengan terpaksa.

Kiu ci Sin Kay masih memegangi Koay cun yang napasnya empas-empis, sambil bersenyum ia tanya pada Siauw Thian- "Lui Lo-ji, apakah kau masih gusar pada aku si pengemis she Chong?"

Siauw Thian jengah, tetapi dia kata tertawa: "Aku cuma mau menyesalkan diriku, mana berani aku menggusari toako? Bukankah toako ingin lekas pulang ke markasmu di Yan-khia guna menjalankan aturan Partaimu? silahkan kau berangkat, nanti Lui Lo-ji pergi mencari kau di sana."

"Baik." kata Chong Si, yang terus berpaling pada In Gak "Shate, bagaimana dengan kau?"

"Sekarang perlu aku lekas pergi ke peternakan di Utara." sahut si anak muda. "Dari sana baru aku berangkat ke Tiang Pek San-Toako. sampai kita bertemu pula."

Kiu ci Sin Kay mengangguk. lantas bersama-sama Seng Ho Tiauw-kek dan Tek Tiang Siu, dengan membawa Koay cun, mereka berangkat pergi dengan cepat.

Oh Ka Lam cui cian menghampirkan In Gak. guna menghaturkan terima kasih yang ia telah ditolong Hingga bebas dari kurungan-

In Gak tertawa.

"Cui Tayhiap." kata ia, persahabatan kita bukan persahabatan baru, apakah artinya perbuatanku itu?" ia berhenti sebentar, terus ia menunjuk mayatnya Thian Gwa Sam cun-cia, untuk melanjuti: "Nampaknya perlu tayhiap berdiam di sini sebentar, untuk mengurus mereka itu. Tentang semua orang yang ter-totok. didalam tempo enam jam mereka akan bebas sendirinya, mereka tak usah ditolong lagi, baru nanti selewatnya tiga bulan, tenaga mereka akan pulih seperti sedia kala, Aku perlu lekas berangkat, tidak dapat aku berdiam lebih lama pula di sini. Nanti saja, dalam perjalanan pulang ke Selatan, aku mampir pada tayhiap di Tay San."

"Aku si orang she Cui akan menantikan kau dengan segala kehormatan-" kata cui cian tertawa.

Lantas In Gak dan Siauw Thian memberi hormat pada orang she Cui itu, lantas keduanya bertindak keluar dari  rumah Sin Bong, Di luar, In Gak kata pada saudara angkatnya itu: “Jiko, silahkan berangkat lebih dulu ke peternakan di Utara itu, aku masih mempunyai satu urusan, selesai itu aku akan menyusul."

Mata Siauw Thian dipentang lebar, dia tertawa. "Baik." sahutnya, "Aku Lui Lo ji, aku tidak takut

dipedayakan kau. jikalau kau terlambat awas kedua tehu nanti tak akan memberi ampun padamu" ia tertawa pula, lalu ia berlompat pergi, maka dilain saat ia pun lenyap seperti ditelan angin menderu dan cuaca gelap.

In Gak berdiam mengawasi, ia agaknya berpikir, ia lantas menjadi kesepian. Baru

kemudian, habis menghela napas, ia membuka tindakannya, akan pergi dari situ, tempat yang membawa peristiwa hebat itu...

XXX

Di sebelah utara kota Celam ada dua bukit yang masing- masing dinamakan ciak San dan Hoa San, yang menyambung satu dengan lain, hingga bagiannya yang menyambung itu merupakan sebuah gili-gili yang panjang, sebaliknya di sebelah selatan berdiri tegak gunung cia n Hud San, yang di tiga bagiannya merupakan tanah yang rendah sekali, ialah lembah seumpama paso, di mana air berkumpul dari arah selatannya mengalir ke bawah sampai di bagian utara seperti terintang tanjakan, sebab alirannya menjadi sempit, hingga air mengalirnya deras, ini sebabnya kenapa kota Celam mempunyai tempat kesohor berupa tujuh puluh dua mata air, diantaranya yang paling terkenal ialah Pa Tut, terletak satu li lebih dari kota selatan, biasa disebut Go Eng Su ataupun Pauw Liu, mata airnya empat buah, tiga yang nyemburnya tinggi satu kaki lebih, menyembur tak hentinya baik dimusim dingin maupun dimusimpanas, sedang airnya sejuk dan jernih. Air itu tidak berlumpur karena berdasarkan pasir.

Di sebelah atas sumber Pa Tut itu ada berdiri Go Eng Su, ialah kuilnya puteri Go Eng, hanya ketika itu, rumah suci itu sudah rusak separuhnya, Toh itu tengah hari, dari kuil itu terlihat keluarnya seorang bocah yang kuncinya ngacir ke atas, yang tangannya membawa sebuah tahang kayu, yang berlari-lari turun ke mata air, untuk berdiri di tepian sumber, guna mengambil air. Ia menimba air dengan pertolongan sebuah gayung.

Bocah itu berumur tujuh atau delapan tahun, giginya putih, bibirnya merah, sepasang matanya besar, bundar hitam dan celi, hingga siapa yang melihatnya tentu menyukai dan menyayanginya, ia mengenakan pakaian yang tipis, yang memain dibawah sampokan sang angina.

Di dekat situ ada terdapat pohon-pohon ji dan pek-yang, yang daunnya telah pada rontok menjadi kurban sang angin. Angin pun kadang-kadang meniup terbang sang pasir hingga terdengar suaranya santer.

Sunyi di sekitar situ, cuma ada si bocah seorang diri. Dia masih terus mengisikan tahangnya sampai terdengar dia bicara sendirinya: "kelihatannya aku mesti balik lagi, mana kuat aku membawa air setahang penuh? Nenek tua yang buta itu sangat menyebalkan- Di belakang ada air, dia tidak mau pakai itu, Apa perlunya dia menghendaki juga air sumber ini?" "Sahabat kecil, mau atau tidak aku membantu kau?" tiba- tiba terdengar satu suara menanya dari sebelah belakang.

Bocah itu terperanjat segera dia memutar tubuhnya. Maka dia lantas mendapatkan seorang muda yang tampan, yang mengawasinya sambil bersenyum berseri-seri, sikapnya sangat tenang. Dia heran, Tapi dia lebih heran lagi, segera dia merasa suka pada anak muda itu.

"Paman, kau siapa?" dia menanya, "Kenapa aku tidak dapat lihat datangmu?"

Pemuda itu tertawa.

"Aku she Cia," sahutnya, "Kau she apa? Apakah kau tinggal di dalam Go Eng su di atas itu?"

Bocah itu mengangguk.

"Benar" dia menyahut. "Aku she Gak namaku Yang. Paman, kau panggil saja aku Yang-ji"

"Yang-ji" berarti "anak Yang"

Pemuda itu pun bukan lain daripada In Gak. yang dari Sin Ke chung langsung berangkat ke Go Eng su ini, ketika ia melihat si bocah, segera tertarik hatinya sebab ia mendapat kenyataan orang berbakat baik sekali hingga sekian lama ia berdiam saja memperhatikannya.

Ketika ia mendengar ocehannya si bocah, ia heran kenapa Hek Ie Hian Li bisa mendapatkan anak itu. ia merasa orang belum diajari ilmu silat, maka itu ia menyayanginya bakat anak itu. Kalau ia mengambil Gak Yang sebagai muridnya, tanpa sepuluh tahun, dia mesti menjadi seorang lihay. sebaliknya kalau dia terus mengikuti Biauw Nia Siang Yauw, dia bakal menjadi hantu seperti gurunya itu... hm... In Gak memandangi pula bocah itu.

"Yang ji," ia tanya. "apakah sudah lama kau tinggal di sini?

Mana ayah dan ibumu?"

Ditanya begitu, matanya bocah itu lantas menjadi merah.

Dia menggoyang kepala "Ayah dan ibuku sudah mati, mati dibunuh orang," dia menyahut. "Sebenarnya ketika itu penjahat pun hendak membunuh aku, tetapi aku ditolongi si nenek tua yang buta dari kuil Go Eng Su. Aku tinggal bersamanya sudah satu tahun."

In Gak berdiam, ia agaknya berpikir.

"Pembunuh ayah dan ibumu toh si nenek buta, bukan?" ia tanya pula.

Gak Yang menggeleng kepala pula, dia menyahuti: "Rupanya pembunuh itu dan si nenek orang satu kaum. Ketika itu aku kaget hingga pingsan, Tempo aku tersadar, aku dengar mereka berselisih mulut, akhirnya sipembunuh kata: “Jikalau kau penuju bakatnya, nah kau ambillah dia, tapi jangan sekali kau nanti membocorkan rahasia ini. Kalau itu sampai terjadi, jangan katakan aku kejam."

Aku dengar si nenek tertawa dingin dan kata. "Siapa akan membocorkan rahasia? jangan kau memandang orang semua bangsa hina-dina. Laginya kami kaum Biauw Nia tidak takut pada-mu.

Aku mendengar pembunuh itu tertawa besar, lantas suaranya lenyap. Aku terus berpura-pura pingsan, Habis itu si nenek buta membawa aku ke mari."

In Gak menduga orang tua Gak Yang tentu bermusuh dengan satu orang maka mereka dibinasakan, bahkan hendak dibikin habis seluruh keluarga. "Habis, apakah nenek buta itu menyayangi kau?" ia tanya pula tertawa. Gak Yang mementang matanya mengawasi si anak muda.

"Bicara terus terang, paman," sahutnya, "selama satu tahun ini, aku hidup bukan seperti manusia, Kelihatannya si nenek buta tidak menyukai aku, selamanya dia bersikap dingin dan bengis, Aku juga menduga dialah salah satu pembunuh ayah dan ibuku, aku rasanya membenci dia. Lagi pula..." Bocah itu tidak meneruskan perkataannya. ia berhenti dengan tiba-tiba sebab In Gak mengedipi mata padanya, ia heran. Lantas ia berpaling ke belakang, maka dari atas bukit ia melihat si nenek buta lagi mendatangi. Karena dia berlari-lari, dia sudah sampai di tengah lereng. ia kaget, ia agak

ketakutan-

ia kata, "lekas kau pergi Nanti aku membilang dia bahwa kaulah orang yang lagi menanya jalanan padaku..."

Meski ia berkata demikian, bocah ini mau menduga si anak muda orang luar biasa,

kalau tidak mana mungkin dia lantas mengetahui datangnya si nenek buta. ia takut tetapi ia ingat akan akalnya itu.

Dengan lekas si nenek buta sudah sampai di belakang In Gak. ia berhenti ia lantas menanya bengis pada si bocah: "Yang-ji, kenapa kau melanggar laranganku? Aku menyuruh kau mengambil air, aku larang kau bicara dengan orang yang tidak dikenal. Kenapa sekarang kau toh bicara?"

Gak Yang nampak takut.

"Paman-.. paman ini..." katanya sukar, "dia... menanyakan jalanan-.. padaku... Aku mengatakannya tidak tahu..."

"Ngaco belo" membentak nyonya tua itu. "Apa paman, paman Lekas pulang."

In Gak memutar tubuh, Kira tiga kakijauhnya dari ia, ia melihat seorang wanita tua dengan baju abu-abu, rambutnya sudah putih, mata kirinya picak, kulit mukanya sudah keriput, romannya bengis sekali, Teranglah dia seorang jahat, Maka ia tertawa dan menanyai "Bocah ini pernah apa dengan kau?

Kenapa kau perlakukan dia begini bengis?"

Nyonya tua itu mengawasi Dia terkejut ketika dia melihat sinar mata si anak muda sangat berpengaruh.

"Aku menyangka dia orang desa yang biasa saja, tidak tahunya dia satu akhli silat," pikirnya. "Dia mempunyai mata sangat tajam Tapi dia tidak takut, Dia tahu di kuil ada seorang yang ilmu silatnya lihay luar biasa, ialah Hek Ie Hian-li yang ditakuti kaum Rimba Persilatan-

"Inilah urusan rumah tanggaku, perlu apa kau campur tahu?" dia menjawab bengis,

"Apakah kau sudah bosan hidup?"

Dia lantas maju, untuk menyamber Gak Yang.

Akan tetapi In Gak sebat sekali, baru tangan si nyonya mau mengenai ujung baju bocah itu, jerijinya sudah membentur sikutnya, Dia kaget hingga dia berseru tertahan, lantas dia lompat mundur dua tombak jauhnya. Dia mengawasi membelalak.

In Gak tertawa bengis, ia kata: "Memang biasanya tuan kecilmu suka mencampuri urusan orang. Kau perempuan buta, kau tidak menjadi kecuali, Aku tanya kau siapa pembunuhnya ayah dan ibunya Gak Yang? Lekas bicara"

Wanita itu terkejut, mukanya berubah, tetapi bukannya dia menjawab, mendadak dia berlompat maju untuk menerjang, Rupanya dia pikir, menghadapi musuh tangguh mesti dia mendahului turun tangan, supaya kalau dia tidak ungkulan, dia dapat menyingkirkan diri.

Dia menyerang dengan ilmu silatnya yang diberi nama "Touw San ciang" atau "Tangan Menembusi Gunung" salah satu ilmu silat lihay dari Biauw Nia siang Yauw.

Serangan itu dibarengi dengan dilepaskannya belasan potong senjata rahasia yang beracun, yang menyerangnya bagaikan hujan lebat, Akan tetapi dia memikir keliru.

In Gak mengawasi tajam, ketika ia diserang, ia mencelat minggir, membebaskan diri dari serangan yang sangat berbahaya itu, setelah itu ia meluncurkan kedua tangannya, guna menangkap kedua tangannya penyerang yang ganas itu. ia berhasil.

Wanita itu tidak keburu menolong diri, tangannya kena dicengkeram keras, dia merasakan begitu sakit hingga dia lantas pingsan, Dia cuma dapat menjerit satu kali, terus tubuhnya roboh tak bersuara lagi, tak berkutik jua.

Justeru itu dari dalam Go Eng Su terdengar siulan nyaring, disusul dengan melayang turunnya satu tubuh manusia bagaikan bayangan hitam.

In Gak segera menduga pada Hek Ie Hian-li, ia segera bersiap. menutup diri dengan Bi Lek Sin Kang. ia mengawasi dengan tajam.

Bayangan itu tiba dengan cepat, anginnya menderu. Dia sudah lantas menyerang.

In Gak kaget melihat orang demikian garang, ia menggeser satu tindak, tangan kirinya diluncurkan, guna menangkis serangan, itulah gerakannya "Liu SiBu Lek" atau "Sutera Tak Bertenaga".

Dilain pihak dengan tangan kanan dengan gerakan "Gelombang Menyerbu Gunung" satu jurus huruf "Mendesak" dari Bi Lek Sin Kang, ia menolak.

Hek Ie Hian-li terkejut mendapatkan serangannya dapat dihalau secara mudah, Melihat serangan, ia tidak mau menangkis, ia lompat menyingkir. Semua gerakannya itu sangat enteng dan lincah, ia heran ketika ia melihat siapa berdiri di hadapannya, ia lantas bersenyum manis.

"Aku kira siapa, tak tahunya kau," katanya, "Buat apa kau galak tidak keruan? Lagi dua tiga jam maka kepandaianmu bakal termusnah seluruhnya..."

Alis In Gak terbangun

"Maka itu aku datang kemari untuk meminta obat," katanya, suaranya dalam. In Hian Bi tertawa terkekeh.

"Kau hebat" katanya. "Dewimu tidak mau mengasih obat padamu, habis kau mau apa?"

In Gak bersenyum.

"In Hian Bi, jangan kau terlalu mengandalkan dirimu," ia kata. "Kau juga telah terhajar totokanku yang dinamakan Totokan Memutus Nadi, maka di dalam tempo tiga bulan, tubuhmu bakal menjadi lemah hingga habis tenagamu, Kau pernah tersesat dengan pelajaranmu apakah kau merasa penderitaanmu itu belum cukup?"

Kata-kata itu hebat. In Hian Bi kaget, mukanya menjadi pucat, Tapi ia mengawasi dengan bengis, matanya bersinar.

"Siapakah dewimu ini?" katanya, "Apakah kau kira dapat kau menggertak aku?"

In Gak melihat orang kaget, ia percaya ia telah dapat mempengaruhinya. ia membawa sikapnya tenang tetapi angker, Begitulah ia bersenyum pula.

“Jikalau kau tidak percaya, coba kau jalankan napasmu" dia kita perlahan, sabar, "Aku percaya sampai di dekat buah dadamu, kau akan merasai suatu rintangan- Kau cobalah tidak nanti aku curang menyerang kau secara tiba-tiba." In Hian Bi kaget, Kata-kata orang mesti ia percaya, Tapi ia tertawa dingin.

"Aku juga tidak takut diserang secara mendadak olehmu." katanya, menabahkan hati. "Kutu jahat di dalam tubuhmu bakal bekerja dalam dua tiga jam lagi percuma sekalipun ada obatnya tanpa aku menunjuki cara memakainya..." ia lantas duduk bersila, untuk menjalankan pernapasannya, ia berlaku waspada, kalau umpama ia dibokong ia akan segera mendapat tahu. Gak Yang mendekati In Gak.

"Paman, benarkah kau terkena racunnya?" dia tanya perlahan, Dia mengawasi dengan sinar matanya yang berkuatir. In Gak tertawa, ia menepuk-nepuk kepala bocah itu.

"Kau jangan takut, Yang-ji." katanya, "kau baiklah minggir supaya kau tak nanti kena serangan nyasar"

Bocah itu menurut, ia menyingkir setombak lebih, matanya mengawasi In Hian Bi.

In Gak juga mengawasi dengan waspada, pengalamannya telah bertambah hingga ia lebih mengenal kepalsuan dan kelicinan orang, Karena ini, menghadapi musuh, ia pun menjadi bersikap cermat, telengas dan tepat. Bahkan paling belakang, ia juga dapat berlaku licin, pengalamannya di cian Tiang Yan membuatnya semua itu.

Anak muda ini bicara benar ketika ia menunjuki "lukanya" In Hian Bi itu. Hanya itu berkat "kelicinannya", Dari kitab Hian Wan Sip-pat Kay ia mengerti tentang tubuh manusia, ia tahu disaat seperti itu, jikalau orang menyalurkan napasnya, di betulan buah susu mesti ada sesuatu yang merintang.

Dan In Hian Bi tidak ketahui itu. Dia kena digertak si anak muda hingga dia percaya, Tak peduli dia sebenarnya sangat licin-

In Gak mengawasi sambil bersenyum, Dua jeriji kanannya disiapkan di dalam tangan baju-nya. ia menanti ketika untuk mengerahkan tenaganya, agar dua jerijinya itu dapat meluncurkan hawanya kebuah susu si nyonya.

In HianBi menyalurkan napasnya. Mula-mula ia tidak merasa apa-apa, hingga ia menjadi bersangsi, Tengah ia heran itu, mendadak napasnya tak tersalurkan sempurna, tubuhnya lantas bergoyang, ia terkejut. Segera ia lompat bangun, matanya menatap si anak muda, sinar matinya bengis, Sebaliknya, mukanya menjadi pucat.

"Baiklah," katanya penasaran, "MuIai sekarang ini aku tidak akan muncul pula dilain dunia kang ouw, Untuk selama- lamanya." ia bertindak mendekati si anak muda, tangannya mengeluarkan sebuah peles kecil, ia menyerahkan itu sambil berkata: "isinya peles ini empat puluh sembilan butir. Tak perlu aku menyimpannya, suka aku menyerahkan semuanya kepada kau. obat ini tak cuma untuk racun tetapi juga guna pelbagai macam luka di dalam. Kau simpanlah ini untuk kau nanti pakai selama kau merantau" Kata-kata itu ditutup dengan pancaran mata yang menggiurkan

In Gak bersenyum, ia tahu orang ingin minta pertolongannya, untuk mengobati dia, tetapi orang malu membuka mulutnya, maka ia menyerahkan semua obatnya itu ia percaya perkataannya wanita kosen itu.

"Kau bermaksud mulia In Sian-cu, kau akan memperoleh berkah Thian," katanya. "Aku kagum." Kata-kata itu dibarengi dengan totokan "Udara kosong" pada dada si nyonya, ia menotok sembilan kali sembari ia menambahkan "Aku baru saja mempelajari totokan "Totokan Memutus Nadi" belum aku meyakinkan hingga mahir, dari itu, mudah aku menggunakannya, sulit untuk membebaskannya. Aku menotok sembilan kali ini, inilah baru penyembuhan separuhnya saja.

Aku menjelaskan ini karena aku kuatir di-belakang hari sian-cu nanti sembarang menggunai tenagamu keras-keras, Kalau itu sampai terjadi ada kemungkinan kau mendapat celaka sendiri. Tapi percayalah aku, dilain waktu apabila aku sudah paham seluruhnya, pasti aku nenti berkunjung ke mari untuk menyembuhkan kau. sekarang aku mohon diberi maaf saja."

Kelihatannya In Hian Bi tidak menjadi tidak senang hati, bahkan dia bersenyum.

"Baru sekarang aku mendusin atas segala tingkah polahku yang telah lampau," katanya.

“Jangan kau meminta maaf Sebaliknya, kebaikan kau ini sukar aku membalasnya." Habis berkata ia menjura, terus ia memutar tubuh, untuk berlalu dengan cepat, hingga dengan cepat juga dia lenyap.

In Gak mengawasi sampai orang tak nampak lagi itu, ia lantas berpikir.

"Terpaksa aku mendustai dia," katanya di dalam hati, "Aku menotok dia cuma untuk menjaga dia jangan mempedayai aku. selanjutnya setiap tengah malam dia bakal merasai pernapasannya terganggu, tenaganya akan lenyap untuk sementara waktu, asal dia dapat mengumpul semangatnya dan mengerahkan diri, dia tidak bakal bercelaka.

Menyesal aku menggunai akal tetapi inilah untuk membela diri sekalian buat membikin dia tidak lagijahat..." Pikiran In Gak ini terganggu dengan larinya Gak Yang kepadanya, Bocah itu agaknya terkejut. Dia menunjuk kepada si nenek buta dan kata keras: Cia, lihat perempuan itu. dia hidup pula"

In Gak segera berpaling, ia melihat tangan dan kaki si nenek digeraki dengan perlahan-lahan, dilonjorkan, sedang kedua matanya bersinar bengis.

“Jangan takut Yang-ji," kemudian ia kata-"Memang aku sengaja tidak hendak membikin dia mampus, Tidak demikian, dibelakang hari mana dapat kau membalaskan sakit hatinya ayah dan ibumu?" Habis berkata, ia bertindak kepada nenek itu.

Si nenek mengerahkan tenaganya untuk bangun berdiri, mukanya tetap bengis, Dia kata sambil menyeringai, “Jangan kau harap aku si orang tua nanti membuka mulutku. Dan sakit hati ini, selama aku masih hidup, mesti aku balas. Di antara kita gunung hijau tak berubah, air mengalir untuk selama- lamanya. Sampai ketemu."

Setelah mengucapkan ancaman itu dia membuka tindakannya. "Tahan- mendadak terdengar seruannya In Gak, nyaring bagaikan guntur. Nenek itu kaget, dia melengak.

“Jangan kau kira aku ngoceh tidak keruan- kata In Gak bengis, "Apakah kata-katamu ini cukup? Tuan mudamu tidak biasanya mendengar ocehan semacam kau ini. Beranikah kau tidak menyebutkan siapa pembunuhnya ayah dan ibunya Gak Yang? Aku nanti bikin kau tersiksa hawa panas."

Si buta itu tertawa dingin, rupanya sudah hilang kagetnya. "Biasanya aku keras dan tak dapat dibikin bengkok." dia

kata nyaring, “Jangan kau mengandalkan ketenanganmu ini hingga karena kekalahanku, aku jadi suka menunjuki kelemahan dan minta-minta ampun padamu Aku cuma kalah, tidak lebih. Apakah artinya kekalahan?"

In Gak tertawa. "Inilah untuk pertama kali yang tuan mudamu menemui orang beradat keras seperti kau." katanya. "Aku kagum, aku kagum sekali, Tapi kata-kata saja tak ada buktinya, Asal kau dapat bertahan setengah jam, maka tuan mudamu tidak akan menanyakan pula sekalipun dengan sepatah kata. Kau lihat, inilah aku punya ilmu totok souw Hun ciu Hoat atau Membetot Arwah"

Cepat sekali In Gak bekerja, Baru ia berhenti bicara, ia sudah lantas menotok tubuh nenek itu, di sebuah jalan darah.

Nenek buta itu kaget bukan main, itulah ia tidak duga, Begitu tertotok. ia merasakan totokan dingin, di setiapjalan darah yang ditotok itu ia merasai darahnya mengalir, melululahan ke seluruh tubuhnya.

Segera ia kehabisan tenaganya, hingga ia roboh mendelepok. Bukan main ia merasa tak enak. hingga ia ingin tubuhnya ditumbuki martil, ia mengawasi si anak muda, matanya mendelik mau berlompat. ia menggigit rapat giginya, untuk menahan sakit ia tidak mau bicara, ia ingin bertahan sampai setengah jam seperti katanya si anak muda itu.

Baru merasa lemas itu, hingga tenaganya habis, lantas nenek ini merasa ngilu, disusul pula dengan rasa gatal yang luar biasa, Terus ia merasa seperti ditusuk-tusuk jarum, Hanya sebentar terus ia merasa sakit dan gatal di seluruh tubuhnya itu. itulah pagutannya ribuan ular.

Saking sakitnya, dagingnya seperti melonjak-lonjak, sekarang baru ia merasa sakit luar biasa, Kalau dapat ingin ia merobek dadanya membetot jantungnya supaya ia mati seketika.

Lantas nenek itu mengeluarkan keringat, mukanya menjadi pucat. Mau tidak mau, ia mulai merintih, akan akhirnya ia menjerit-jerit kesakitan tak hentinya.

In Gak mengawasi, ia kata tertawa: "ilmu totokku ini luar biasa sekali, istimewa, orang boleh bertubuh tembaga dan besi tak nanti dia dapat bertahan- Tapi ini masih belum semua. Masih ada pula yang akan menyusulnya, Aku tidak percaya kau benar-benar kosen hingga kuat bertahan terus."

Nenek itu menjadi takut bukan main, ia mau percaya bahwa siksaan itu ada yang

terlebih hebat lagi, Mukanya jadi sangat pucat, semangatnya seperti terbang pergi, Matanya yang satu- satunya melotot, mulutnya terpentang, mengeluarkan rintihan-

In Gak tahu orang mau minta ampun, hanya karena merintih, dia tak dapat bicara, ia tertawa ""Memang aku tahu kau tidak bakal dapat bertahan," katanya, "Sebenarnya buat apa kau menyiksa dirimu begini?" ia lantas menotok jalan darah yu-bun.

Hanya sejenak, lenyap siksaan si nenek, tinggal tubuhnya yang lemah, ia rebah tanpa berkutik, tanpa bersuara, Baru kemudian ia membuka mulutnya, untuk memberi keterangan-

"Ayahnya Gak Yang itu bernama Bun Lin, bekas tihu dari kota Si-ciu di Sucoan Selatan, Dialah tihu atau wedana yang jujur dan setia, Apa mau ia bertugas di kewedanaan dimana ada tinggal bercampuran penduduk asli dan suku Han dan Boan- dimana pun terdapat banyak orang jahat, yang main merampok dan menjinah. Tidak dapat Bun Lin membiarkan kejahatan merajalela di tempat bertugasnya itu. Maka untuk menumpasnya ia mengundang dua orang yang pandai ilmu silat untuk dijadikan piuw-tauw kepala polisi.

Ketika itu penjahat yang utama ialah Lauw-hay-kauw Ban Teng Llong si Ular naga Pengacau Lautan, Dia bersarang di sungai Bin Kang. Dia mempunyai banyak kaki tangan dan kejahatannya telah meluber.

Berkat kepandaian Gak Tihu dan dua pembantunya, kemudian Teng Llong kena juga dibekuk, Tapi dia banyak uangnya dan luas pergaulannya, dia dapat menyuap ke atas pada gubernur dari Su-coan, hingga kejadian gubernur itu selaku seperti memberi tuan rahasia akan Gak Tihu membebaskan pemimpin penjahat itu.

Bun Lin menjadi tidak puas, tak tenang ia bekerja, lantas ia meletaki jabatan dan pulang ke kampung halamannya, di Lao- peng. Kedua pouwtauw pun turut berhenti dan pulang, berniat menjadi piauwsu.

Penggantinya Bun Lin mentaati titahnya gubernur, Teng Liong dibebaskan dari hukuman mati, dia dihukum penjara, tiga tahun kemudian dia dimerdekakan, Teng Liong ingin menuntut balas, Tapi orang-orangnya sudah bubaran dan di Bin Kang ada lain orang yang menggantikan kedudukannya.

Hatinya menjadi tawar, ia tetap bersakit hati. kemudian dari Sucoan Timur ia pergi ke Shoatang, Di sana ia menemui si nenek buta, sahabatnya, ia minta bantuan ia lantas bekerja, Nyata ia berhasil dengan gampang.

Gak Yang pingsan, Teng Llong hendak membunuhnya, si nenek mencegah. Nenek ini menyayangi bakat Gak Yang, yang dia ingin ambil menjadi muridnya, Mereka berebut omong, Diakhirinya si nenek menang, Lantas Gak Yang dibawa ke kuil Go Eng SU itu dimana ia. ia disadarkan Si nenek kata dialah yang menolongi.

Gak Yang cerdik, la bisa menduga hal yang sebenarnya maka ia menurut dengan terpaksa, selanjutnya ia tidak suka banyak bicara, si nenek sangsi ia tidak tahu hal pembunuhan pada ayah ibunya, ia pernah ditanya dan dikompes, ia membandel, tetapi ia membilang tidak tahu, masih si nenek curiga, maka dia telah mengambil putusan, sesudah tiga bulan, baru dia mau mengabari silat.

Ketika In Hian Bi sampai di Go Eng Su, ia pun ketarik pada Gak Yang, ia minta si nenek menyerahkan bocah itu kepadanya, sesudah bicara, mereka mendapat kecocokan lagi setengah tahun, Gak Yang bakal dibawa ke Biauw Nia. Sudah satu tahun Gak Yang berdiam di Go Eng Su, terus dia dijaga keras si nenek, maka itu hidupnya tak tenang, Sampai itu hari dia bertemu In Gak. entah kenapa, dia lantas menyukai anak muda itu, hingga dia suka menuturkan riwayat sedihnya.

si nenek tua membuka rahasia terlebih jauh. Di mata umum dialah penjaga kuil, tapi sebenarnya dialah penjahat di gunung Ni San dimana ia mempunyai sarang, oleh kepala penjahat di Ni San dia dijadikan tocu, kepala cabang. Dia sering  merampas piauw, merampok. dan membunuh orang.

"Sekarang di mana adanya Ban Teng Llong?" In Gak tanya kemudian.

Nenek itu menggoyang kepala.

"Aku tidak tahu," sahutnya, "Habis membinasakan Gak Bun Lin dan isteri, dia pergi entah ke mana, Dialah seorang berumur tiga puluh tahun, Mungkin dia pergi mencari guru untuk belajar silat lebih jauh, atau dia telah menukar she dan namanya, Sudah lama dia tak terdengar lagi."

In Gak mengawasi bengis. ia mengangkat tangan kanannya, menekan nenek itu. Maka matilah si wanita jahat.

Gak Yang bermata merah, rupanya dia menangis, In Gak merasa kasihan sekali.

"Baiklah aku bawa dia ke Tiang Pek sam supaya dibelakang hari dialah yang menuntut balas sendiri," pikirnya, Maka ia lantas gusur mayat si nenek ke gombolan rumput, untuk dibelesaki di sana.

Tiba-tiba Gak Yang lari pada si anak muda, terus ia menjatuhkan diri untuk berlutut dan mengangguk-angguk tiga kali sembari menangis, ia kata: "Paman, Yang-Jie ingin mengangkat paman menjadi guru, supaya setelah memperoleh kepandaian Yang-ji bisa merantau mencari musuh ayah bundaku guna menuntut balas, Yang-ji minta sukalah paman menerima aku "

In Gak girang bukan main- "Baiklah," katanya, bersenyum. ia mengangguk Gak Yang pun girang luar biasa.

"Suhu” ia memanggil.

In Gak tidak berdiam lebih lama pula di situ, dengan mengajak muridnya ini, ia melanjut perjalanannya ke Utara.

XXX

Di kota Tolun di Cinabar ada sebuah tegalan yang luas yang penuh salju hingga sinarnya menjadi putih silau dan ujungnya seperti nempel dengan langit, ketika itu belum turun salju tetapi itulah salju yang turun tadi lewat tengah hari.

Angin pun tidak ada.

Akan tetapi sang salju dengan hawanya yang dingin membuat tak adil orang yang suka berlalu lintas, sampai pun burung-burung pada menyembunyikan dirinya. Justeru hawa begitu dingin dan suasana sunyi, maka dari kejauhan terdengar tindakan kaki kuda yang berlari-lari di atas es, hingga pecahlah kesunyian itu.

Di sana lantas terlihat mendatanginya dua penunggang kuda, yang masing-masing mengenakan baju dan kopiah kulit, Yang satu seorang dewasa, yang lain bocah, Tiba-tiba yang satu menahan kudanya sambil ia mengeluarkan seruan tertahan, hingga binatang tunggangannya berhenti dengan mendadak sambil mengangkat tinggi kedua kaki depannya, tidak jatuh karenanya, sebaliknya ia tertawa.

"Hari ini cuaca bagus sekali, Yang-ji," kata dia pada kawannya, si bocah, “Jikalau turun salju, tak nanti kita dapat melakukan perjalanan menyenangkan ini, Tinggal lagi empat puluh li, atau dua jam pula kita akan sudah sampai di kota Tolun, Kau lapar atau tidak? Kau keluarkanlah rangsum keringmu, untuk dimakan, sebentar kita melanjuti perjalanan kita"

Orang yang dipanggil Yang-ji itu, ialah Gak Yang, telah turut menghentikan kudanya, ia menggoyang kepala. "Aku tidak lapar suhu," sahutnya, "baiklah kita berangkat terus, kita bersantap di dalam kota saja."

"Baik," kata si kawan, tertawa, Dialah In Gak. "Mari" Maka kembali mereka melarikan kuda mereka.

Guru dan muridnya ini berangkat dari Ce-lam menuju ke chahar Utara. Di dalam tempo tiga hari mereka sudah melintasi tembok besar Ban Li Tiang Shia, In Gak ketarik keindahan salju, ia menghentikan kudanya secara sekonyong- konyong itu.

Mereka lantas melarikan pula kuda mereka. Belum jauh, atau mereka dikejutkan datangnya angin tiba-tiba. Kuda mereka menjadi kaget, lantas berjingkrakan, Gak Yang kaget, dia menjerit. Ketika In Gak menoleh, ia terperanjat. Tubuh muridnya terlempar dari atas kudanya, Segera ia lompat, untuk menyamber buat menolongi, ia barhasil. Tapi kuda mereka lari terus, kabur, hingga lenyap dari pandangan mata...

Angin meniup terus dengan santernya, langit penuh mega, itulah biasa cara bekerjanya sang alam, yang berubahnya selalu diluar dugaan-

In Gak melengak. ia tahu, habis angin, salju bakal menyusul, atau mungkin akan turun hujan es, ia sendiri tidak takut, ia hanya berkuatir untuk muridnya yang masih kecil itu. ia juga mengasihani kuda mereka, yang bisa mati kedinginan-

Gak Yang mencekal erat-erat gurunya, matanya menatap muka guru itu.

"Suhu," katanya, "kuda sudah hilang, tak perlu dipikirkan lagi, Karena kota Tolun sudah dekat, mari kita jalan kaki saja. Yang ji masih dapat berjalan." Ia berkata begitu, tapi ketika angin menyamber, ia batuk-batuk.

"Enak kau bicara," kata In Gak tertawa, "Ketika kita berkuda kita itu di mulut Tembok Besar, tukang kuda mengatakan kedua binatang itu tahu jalanan dan dia menanggung setengah hari ini tidak bakal ada angin, itu sebabnya kenapa aku berani melakukan perjalanan ini, siapa tahu kata-kata tukang kuda itu meleset, Kalau angin dan salju turun semakin besar, mana bisa kita melakukan perjalanan kita?"

Gak Yang berdiam, dia bingung.

Benar sekali, angin lantas bertiup semakin santer, salju dibawa terbang karenanya, Hawa lantas jadi semakin dingin, syukur mereka memakai baju kulit, Meski begitu si bocah kedinginan air hidungnya meleleh ke luar.

"Yang-ji, mari kita berangkat" kata In Gak. "Biar kita tidak tahu arah, itu terlebih baik daripada kita berdiam mematung di sini..." ia berhenti dengan tiba tiba, ia mendapatkan bocah itu menggigil.

"Lekas kau duduk. Lekas kau salurkan napasmu seperti kemarin ini aku ajari"

Anak itu menurut ia duduk bersila, lantas ia bersemedhi. In Gak duduk di belakang anak itu, tangannya ditaruh di punggungnya, guna membantu padanya.

Selang sekian lama, pemuda itu mengangguk puas. ia melihat Gak Yang berhasil dengan latihan hapasnya itu. Mata bocah itu bersinar "Dia benar berbakat baik sekali," pikirnya. "Aku mesti jaga dia agar dia tidak sampai tersesat Biarlah dia yang nanti memajukan Thian San Pay."

"Suhu" kata Gak Yang kemudian dan sambil tertawa. "Suhu, pelajaran ini benar-benar bagus, Sekarang Yang-ji tidak takut dingin lagi, bahkan letihku pun lenyap."

In Gak mengangguk ia menyapu salju di pundak si bocah, ia menarik tangannya, "Mari" ia mengajak, ia lantas lari, Gak Yang mengikut, ia berlari-lari juga, Hanyalah mereka lari tanpa tujuan, Angin dan salju turun makin besar, membikin sukar orang berlari-lari.

In Gak berdua . sudah lari kira setengah jam. Mereka masih belum dapat menentukan arah. Tiba-tiba In Gak mendengar ringkiknya kuda, ia menjadi girang sekali dan harapannya timbul.

"Bagus, Yang-ji," katanya, "Ada orang lewat, kita dapat minta keterangan-"

In Gak lantas memasang mata ia melihat lari mendatanginya seekor kuda bulu hitam.

Tapi yang membikin ia baget, ialah penunggang itu mendekam atas kudanya dan pundaknya merah dengan darah, itulah tanda orang terluka parah, Lebih mengagetkan di belakang penunggang kuda itu menyusul beberapa yang lain, mereka itu berseru-seru, ketika mereka menyandak, mereka terus membacok orang yang terluka itu.

Dalam kagetnya, In Gak berlompat, mulutnya membentak. ia pun menggeraki dua tangannya dengan berbareng, Dengan tangan kiri ia menahan larinya kuda si orang terluka, dengan tangan kanan ia menyampok serangan-

Penunggang kuda yang menjadi penyerang itu serta kawan-kawannya terkejut. Senjata mereka kena tersampok. kuda mereka kaget hingga pada berjingkrakan-Pihak penyerang itu berjumlah empat orang,

"Pegang ini" ia kata pada Gak Yang, menitahkan si bocah memegangi kuda si terluka, ia sendiri lantas memasang mata kepada empat orang itu. Sebelum memperoleh penjelasan ia tidak mau sembarang turun tangan, ia bertindak guna mencegah bencana untuk si terluka itu.

Empat penunggang kuda itu lihay ilmu mengendalikan kudanya, keempatnya dapat menahan kuda mereka, tetapi orang yang satu menanya dengan keras- "Kau siapa tuan? Mengapa kau melindungi pemburon itu? Apakah kau kawan dia? Lekas kau minggir, kami tidak akan ganggu padamu"

In Gak bersenyum.

"Kalau kamu mau menangkap pemburon, kenapa kamu menyerang orang yang sudah tidak berdaya?" ia balik tanya, "Sebenarnya bagaimana duduknya hal? Lekas bicara, supaya aku tidak lancang turun tangan-

"Hai, bocah tidak tahu selatan- orang tadi mencaci, "Kau berani membentur dato? Sungguh kau cari mampusmu Hm" Dia tertawa tergelak. lantas tubuhnya mencelat turun- Perbuatan itu ditelad dua kawannya.

In Gak segera merasai angin meny amber, kekepalanya, ia tidak takut sebaliknya, ia tertawa dingin, ia lantas berlompat sambil kedua tangannya bergerak untuk menyambuti serangan ia lantas menggunai ilmu mencengkeram "Memutuskan otot Memotong Nadi" dari Hian Wan Sip pat Kay.

Hampir berbareng tiga orang itu menjerit keras, suaranya menggiriskan, tubuh mereka roboh ke salju. Lengan mereka pun pada patah.

Penunggang kuda yang keempat kaget dan ketakutan, lantas dia memutar kudanya untuk lari balik. Tapi In Gak mendahului dia, sambil berlompat pesat, pemuda itu menyamber.

Orang itu kaget, pundaknya dirasakan sakit, ia roboh dari kudanya tanpa sadarkan diri lagi.

Habis itu In Gak bekerja terus, ia lompat pada sipenunggang kuda yang terluka itu guna merabah dadanya, masih merasakan hawa hangat, Lekas-lekas ia memondong turun, ia menjejalkan sebutir pel Tiang cun Tan di mulut orang itu, lantas terus ia mengurut.

Tidak lama orang itu membuka kedua matanya, Tangan dan kakinya pun lantas dapat berkutik. Mendadak dia lompat bangun.

"Terima kasih," kata ia seraya memberi hormat pada In Gak. ia lantas menduga bahwa orang telah menolongnya, "Aku yang rendah ialah Yap Seng. Aku mesti pergi ke kota raja untuk urusan yang penting, tak dapat aku terlambat di sini. Maaf” Habis berkata itu, ia mau lompat naik ke atas kudanya,

“Jadinya kaulah Yap Busu” kata In Gak nyaring, ia terkejut "Telah terjadi apakah di peternakan Cat Pak Bok-thie?"

Yap Seng melengak.

"Kau siapa tuan?" dia balik menanya, “Tolong kau memberitahukan she dan namamu.."

In Gak membuka kopiah yang menutup kepala dan separuh mukanya, hingga terlihat

wabahnya yang tampan-

Melihat rupa orang, Yap Seng terperanjat saking girang. "Ah Cia Siauwhiap" serunya.

"Apakah yang telah terjadi?" In Gak tanya pula. "Kemarin ini Lui Tayhiap menoblos kurungan masuk ke

peternakan," kata Yap Seng. "Dia telah mendapat luka parah Dia membilangi kami bahwa siauwhiap bakal lekas tiba. Aku tidak sangka siauwhiap datang begini cepat Aku sendiri lagi menjalankan ulahnya Gouw Tiang cu, Aku menoblos kurungan untuk pergi ke kota raja, guna minta pertolongannya Chong sin Kay agar dia mencegah panglima dari Tolun mengurung peternakan- silahkan siauwhiap berangkat ke peternakan, aku hendak melanjuti perjalananku"

In Gak dapat menerka duduknya hal, ia pun lantas mengambil putusannya.

"Tak usah Yap Busu,tak usah kau pergi ke kota raja" ia mencegah, tertawa. "Aku dapat mengundurkan pasukan pengurung itu, Mungkin aku belum ketahui jelas duduknya hal tetapi kasarnya dapat aku menduga, siapakah mereka itu?" ia menunjuk keempat penunggang kuda yang menjadi kurbannya, Mereka itu rebah dengan hampir keuruk salju. Yap Seng mengawasi bengis pada empat orang itu. "Mereka penjahat-penjahat dari Pok Ke Po." sahutnya.

In Gak heran- "Bukankah Pok Eng bersahabat kekal dengan Gouw Tiang cu?" ia tanya. "Kenapa mereka jadi bentrok begini rupa? oh, mungkin ini gara-garanya ci Tiauw Som, Tahun dulu itu telah aku kisiki Gouw Tiangcu agar dia waspada, sebab Tiauw Som itu di luar manis di dalam busuk."

"Tiauw Som itu tak ada di mataku." katanya sengit dan masgul, " Lantaran dia putera-nya tiang cu, aku suka mengalah saja. Memang dialah yang menjadi gara-gara, cuma bagaimana duduknya, tak dapat aku jelaskan, panglima dari Tolun, ciangkun Ngo Ay, telah mengurung peternakan, Yang mengetahui sebabnya cuma beberapa orang."

In Gak menepuk pundak guru silat itu.

"Yap Busu, kaulah laki-laki sejati." ia memuji "Kau berani berkurban untuk lain orang aku sangat mengagumi." ia memanggil Gak Yang, ia kata pula: "Inilah Gak Yang, yang aku baru terima menjadi muridku." ia terus kata pada si bocah: "Lekas beri hormat pada Paman Yap."

Gak Yang menurut, ia menjalankan kehormatan-Yap Seng tertawa.

"Orang yang siauwhiap pilih mesti bagus bakatnya" katanya memuji.

In Gak lantas menghampirkan orang yang ia hajar pundaknya hingga pingsan, ia menepuk punggungnya hingga orang itu bebas dari totokan-

"Kenapa kamu mengepung Yap Busu?" ia tanya bengis " Kau toh dititahkan Pok Eng?" orang itu ketahui ia sudah jatuh di bawah pengaruh. ia suka berbicara.

"Duduknya hal yang jelas aku tidak tahu," ia menyahut, "Apa yang aku ketahui kejadisn ini disebabkan Gouw Tiang cu bermusuh dengan Liong Kang Sam Kwe dan Pok Eng pocu kami ingin memiliki cat Pak Bok-thio. Kami diperintah menyerang Yap Busu."

In Gak mengangguk Terang sudah sebabnya perkara. "Kenapa ciangkun dari Tolun mengurung peternakan?" ia tanya. Penjahat itu agaknya bersangsi.

"Itu ada sebabnya yang lain," ia menyahut juga. "Perdana Menteri Ho Kun kecurian banyak barang permata, setelah mencari sekian lama, barang itu kedapatan di piauwklok Gouw Siang Lin di Pakkhia, Siang Lin itu puteranya Gouw Tiang-cu. Katanya masih ada dua rupa barang lainnya berada di dalam peternakan, maka itu Tolun ciangkun mengurung dan memberi batas tempo lima hari, jikalau tidak Gouw Tiang cu bakal ditangkap untuk diperiksa perkaranya."

In Gak tertawa.

"Semua dua-dua urusan buah perbuatannya Pok Eng." ia kata, ia lantas melayangkan sebelah tangannya, maka sipenjahat menjerit satu kali, tubuhnya terpental roboh, nyawanya terbang pergi.

Yap Seng melihat itu, ia kagum bukan main-

"Dia baru berumur dua puluh tahun, roman-nya tampan dan halus, dia hanya seorang terpelajar toh dia begini lihay," pikirnya, Aku hidup di ujung golok tapi kepandaianku tidak berarti..."

Diam-diam busu itu menghela napas karena kagumnya itu.

In Gak tertawa pula dan kata, "Yap Busu, mari kita lekas berangkat"

Yap Seng setuju.

Kudanya keempat penjahat masih berdiam di situ. In Gak dan Gak Yang mengambil seekor, si busu seekor juga, maka itu dilain saat bertiga mereka sudah kabur, Yap Seng lari di depan sebagai penunjuk jalan-Gak Yang girang sekali.

Sebentar saja tegalan itu menjadi sunyi pula, keempat mayat diuruk salju, lenyap dari pandangan mata. Yang tinggal ialah angin menderu-deru dan salju yang masih berterbangan terus....

oooo BAB10

DI PERBATASAN Utara, di daerah peternakan sang salju memperlihatkan keindahan atau kegarangannya... salju beterbangan turun dalam gumpalan gumpalan seperti sayap angsa, memain di tengah udara, turun ke bumi, tebalnya satu kaki dengan satu kaki.

Meski begitu, orang masih melihat pagar-pagar tinggi dan besar, yang tadinya hitam legam. Hanya setelah diserbu Liong Kang Sam Kwe, peternakan itu telah mengasih lihat roman yang lain daripada biasanya, Sisa kuda telah dikumpulkan menjadi satu, di sana terdengar ringkik mereka, terdengarnya menyedihkan seperti juga semua hewan itu tak sanggup menderita kedinginan-

Beberapa diantaranya lari berputaran- Disamping itu belasan peg awai peternakan lagi melawan serangan salju, bekerja membetuli pagar.

Di dalam rumah, di ruang besar, Hui In ciu Gouw Hong Piu berjalan mundar-mandir, sinar matanya menandakan dia sangat gusar dan mendongkol. Ruang itu suram.

Di kedua samping, duduk di atas kursi, kedapatan Pat-kwa Kim-to The Kim Go bersama Nona nona Tio Lian cu dan Ciu Goat Go serta belasan busu, semua berdiam, air muka mereka guram, Maka itu, di dalam keadaan suram itu, suasana mendukakan berbareng tegang. Awan kedukaan menawungi rumah itu.

The Kim Go tidak tenang hati menampak kegelisahannya Gouw Hong Piu, Alisnya berkerut.

"Toako, kau biasa tenang sekali, mengapa hari ini kau tidak dapat menguasai dirimu," ia tanya, “Jangan kata baru peternakan kita rusak separuhnya, biarnya ludas semua, apakah halangannya? Apakah kita menguatirkan penghidupan kita selanjutnya? Andaikata Pok Ke Po datang menyerbu pula, kita jangan buat kuatir. Tak lebih tak kurang, kita cuma bakal mengadu jiwa" Hong Piu berhenti mundar mandir. Dia tertawa menyeringai.

"Kau terlalu memandang enteng kepadaku, hiante" ia kata, "Harta itu benda sampiran, hidup kita tidak dapat mengangkutnya semua, mati tak dapat kita bawa. Apakah yang harus dibuat duka? Hanya semenjak pagi ini, ada semacam alamat buruk yang menawungi aku, yang membikin napasku sesak... jikalau bencana datang pula, cara bagaimana aku dapat tak memikirkan keselamatannya beberapa ratus saudara-saudara kita yang berkumpul di sini?"

Kim Go masih hendak menghibur saudara angkat itu tatkala telinganya mendengar suara kelenengan kuda yang terbawa angin keras, yang bercampur dengan suara meringkiknya kuda. Hati semua orang bercekat, air muka mereka pun berubah.

orang tak usah menanti lama akhirnya melihat pintu ruang ditolak keras, hingga terpentangnya itu membikin angin dan salju menyerbu masuk.

Diantara itu muncullah satu orang, yang lantas dikenal sebagai Yap Seng, yang air mukanya tegang. Hingga orang menyangka kepada suatu ancaman mala petaka pula.

Selagi semua mata mengawasi kepadanya, Yap Seng membuka tutup kepalanya, hingga sekarang terlihat mukanya saja yang penuh salju. Dengan kedua tangannya ia lantas menyusutnya.

"Tiangcu" busu ini berkata, "Di luar ada datang dua orang yang mengatakan merekalah orang-orang berpangkat cong- siauwkoan dari jendral Gok lo dari Tolun, katanya mereka membawa surat rahasia dari jendral itu. Mereka kata mereka mau menghadap tiang cu sendiri."

"Apakah cuma datang dua orang?" Hong Piu tegaskan, ia merasa tidak enak. hingga parasnya berubah. Yap Busu menggeleng kepala. "Mereka membawa lima atau enam ratus serdadu." Sahutnya. "Mereka membekal juga meriam yang telah diatur di pelbagai jalan penting. Kedua siauwkoan itu garang sekali, mereka memaksa mau mengajak satu barisannya menerobos masuk ke dalam pekarangan kita hingga saking gusar aku hajar roboh empat atau lima serdadu pengiringnya, begitulah aku cuma mengijinkan mereka berdua."

Hong Piu tidak menegur meski ia tahu perbuatan si busu dapat membawa bencana, inilah karena ia ketahui Yap Seng gagah berani dan jujur dan perbuatan itu untuk menjaga kehormatan mereka bersama. ia mengangkat tangannya dan berkata sambil tertawa. "Baiklah, tolong saudara membilangi mereka bahwa aku si orang she Gouw mengundang mereka masuk."

Yap Seng menurut, ia pergi ke luar pula.

Hong Piu lantas memandang Kim Go, siapa terus tunduk berpikir.

Lekas sekali Yap Seng sudah kembali bersama kedua siaukoan atau letnan- Hong Piu berbangkit untuk menyambut.

Salah satu letnan lantas kata sambil tertawa dingin: "Gouw Tiang cu. ini orang sebawahanmu.." ia menunjuk Yap Seng, romannya gusar, "dia kosen sekali, dia melebihkan jendral kami."

Hong Piu tertawa dan berkata cepat: "Aku harap diberi maaf saja, memang kami di tempat peternakan ini semua orang kasar, yang tidak mengerti adat istiadat dan perbuatannya Yap Seng Busu bukannya disengaja "

"Hm" Letnan itu kasih dengar suaranya, tetapi waktu sinar matanya bentrok dengan sinar mata Yap Seng, dia menggigil sendirinya. Sinar mata Busu itu bengis seperti sinar rnata harimau. Dia batal hendak bicara lebih jauh Dia lantas mengeluarkan surat sep-nya dan menyerahkannya seraya menambahkan "Silahkan tiang cu baca ini, nanti kau ketahui kenapa kami datang ke mari." Gouw Hong Piu menyambuti surat itu untuk terus dibuka dan dibaca, segera terlihat air mukanya berubah.

The Kim Go terperanjat, ia turut melihat ia nampak kasar tapi ia cerdas, ia tidak mengasih lihat perubahan air muka Sebaliknya, dengan manis budi ia kata: "Hawa udara begini dingin, tuan-tuan juga datang dari tempat yang jauh, silahkan tuan-tuan minum dulu untuk melawan hawa dingin ini"

Tanpa menanti jawaban, ia perintah orang menyiapkan meja perjamuan, sedang kepada Yap Seng ia menambahkan "Yap Busu, tolong kau serta beberapa kawanmu pergi mengantari barang santapan untuk rekan-rekannya kedua tayjin ini" sembari berkata begitu, ia mengedipi mata.

Yap Seng mengerti, ia lantas berlalu dengan mengajak belasan b us u lainnya, sebentar saja suara tindakan kaki mereka yang berisik lantas lenyap.

Kedua letnan itu merasa tidak enak. Satu diantaranya berkata: "Kami lagi bertugas, tidak dapat kami ayal-ayalan- Terima kasih untuk kebaikan tiangcu Marilah tiangcu turut kami pergi ke Tolun"

Lian cu bersama Goat Go saling mengawasi

Mereka tahu Kim Go hendak melakukan sesuatu. Hong Piu, yang tadi nampak air mukanya guram, tertawa sambil mengurut-urut kumisnya, Kim Go tertawa berkakak.

"Inilah bukan urusan sangat penting," berkata "Sebentaran tidak ada halangannya," katanya, "Lagi-nya udara begini buruk. andaikata kita pergi ke Tolun lagi dua tiga hari pun tidak ada artinya. Benar bukan, jiwi?"

Tiba-tiba kedua letnan itu membuka mata lebar. "Apakah kamu hendak menawan hamba negara dan

berontak?" mereka membentak. "Jendral kami sudah menduga kamu mestinya bangsa berandal, maka juga tempo kami mau berangkat ke mari, dia sudah siap sedia, dia telah memberi batas waktu, selewatnya itu dia menitah menyerang kamu dengan meriam. Kapan akulah tiba saatnya, kamu nanti lihat kemala tak dapat dibedakan daripada batu"

The Kim Go tertawa terbahak.

“Jiwi, kamu benar tidak sudi minum arak pemberian selamat hanya arak dendaan," dia kata nyaring, “Jangan kata memangnya kami bukan bangsa takut mampus, sekalipun kami hanya rakyat jelata, kami tidak dapat membiarkan kami di-fitnah tidak keruan." Kata-kata ini dibarengi dengan satu serangan kepada kedua letnan itu.

Dua opsir itu lihay juga, meski mereka kaget, mereka dapat lompat mundur, untuk terus lari keluar. Akan tetapi Lian cu dan Goat Go sangat sebat, keduanya sudah berlompat menghadang, pedang mereka segera dihunus.

Kim Go juga lompat menyusul, dua jeriji tangannya bekerja menotok kejalan darah hun hian, atas mana kedua letnan itu lantas tak sadarkan diri, tubuh mereka roboh terguling. "Kurung mereka" The Kim Go memberi perintah.

Hong Piu nampak berduka dan bersangsi. "Hiante, bukankah sikapmu ini akan memperbesar

bahaya?" ia tanya.

"Kita sudah menunggang harimau hingga tak dapat kita turun lagi," kata Kim Go, dingin. "Taruh kata toako turut mereka pergi ke Tolun, belum tentu kau dapat pulang dengan tubuh selamat dan utuh."

"Ya, apa boleh buat" berkata pemimpin peternakan itu. ia sangat berduka hingga tanpa merasa air matanya meleleh ke luar dan menetes jatuh. Ciu Goat Go berduka sekali, ia membade kepada ancaman malapetaka.

“Paman Gouw, sebenarnya ada terjadi apakah?" ia tanya, "coba paman mengasih keterangan, supaya kita mendapat tahu, mungkin kita dapat membantu memikirkan sesuatu."

Hong Piu mengawasi nona itu, ia menghela napas.

"Kau tidak ketahui, titli," katanya berduka sekali, " urusan ini..." ia belum dapat meneruskan, di kejauhan sudah terdengar letusan meriam, hingga ia menjadi sangat kaget ia lantas berpaling kepada The Kim Go dan kata: " celaka Pasukan negeri itu sudah mulai menyerang. Mari kita maju" ia menoleh pada kedua nona untuk memesan: " keselamatan keluarga kami, aku serahkan kepada kamu" Lantas dengan membawa tongkatnya ia lari ke luar bersama The Kim Go.

Angin keras sedang mengamuk. -salju berterbangan menyampoki muka, Suara angin membisingi telinga, Maka itu, sukar dua orang itu berlari-lari. Demikian hebatnya salju, orang juga tidak bisa melihat jauh, akan tetapi api-nya meriam terlihat cukup nyata, karena sinarnya merah. Meriam menggelegar lalu sirap. api pun sirna. Habis itu terdengar pula suara menggunturnya dan apinya kembali berkelebat.

Hong Piu bingung, ia sudah menunggang kuda tetapi ia meraba sukar berjalan- ia masgul sekali disebabkan suratnya jendral Gok o yang dibawa kedua letnan tadi. Surat itu merupakan titahnya Perdana Menteri Ho Kun untuk jendral itu. Katanya penjahat sudah mencuri di gedung perdana menteri itu, banyak rupa mustika sudah lenyap. di kantor piauwkiok Gouw Siang Lin, puteranya Hong Piu, di kota Thian-cin, telah dapat diketemukan pula, kecuali dua diantaranya.

Karena itu Siang Lin dituduh telah mengirimkan dua rupa barang ke peternakan ayahnya di perbatasan Utara. Karena itu juga, titah rahasia dikirim kepada jendral Gok o untuk jendral ini membekuk Hong Piu.

Gok o bersahabat baik dengan Hong piu, benar ia tidak bisa menolongi tetapi ia dapat memberi pikiran- sebenarnya ia tak cocok dengan perdana menteri itu, ia baik dengan Ke cin-ong, meski begitu, tidak dapat ia menolak atau mengabaikan perintah itu.

Maka ia menyarankan Hong Piu mengajak keluarganya menyerahkan diri ke kantor jendral di Tolun, ia menerangkan juga, kabarnya Ho Kun sudah mengirim tujuh pahlawan pribadinya, dari itu kalau sampai semua pahlawan itu tiba, pasti Hong Piu menghadapi bahaya bersama anak istrinya, serta semua orang peternakan-

Maka itu, ia berduka bukan main, ia pikir: "Tidak mungkin anakku melakukan kejahatan itu, pastilah ini buah pekerjaannya Pok Ke Po yang berkongkol dengan Kiong-bun ji-kiat, atau, inilah akibat perbuatannya Cia siauwhiap... Tapi aku percaya inilah pasti perbuatannya Pok Eng"

Maka ia terduka dan berkuatir sekali, ia pun memikirkan keselamatan anak dan cucu mantunya di kota Thiancin itu Demikian ia lari ke depan dengan pikiran kacau.

The Kim Go mendampingi tiangcu itu, ia tidak mendengar orang berkata apa apa, ia menduga kepada kesusahan hati orang, Maka ia kata menghibur: "Toako, kau tenangi diri.

Sampai ini waktu, kita cuma dapat bertindak dengan melihat gelagat, Toako berhati mulia dan pemurah, meski didalam dunia ini ada orang yang berhati buruk. tetapi di atas ada Thian yang maha adil, siapa tahu, jikalau dalam ancaman bencana ini kita bakal mendapat pertolongan? Berduka dan berkuatir saja tidak ada faedahnya, yang penting ialah kita berdaya."

Kim Go bicara dengan sukar dan mesti batuk-batuk beberapa kali, inilah sebab mereka maju dengan melawan angin dan sang angin menyampok mereka sambil membawa- bawa salju.

Hui In ciu menggeleng kepala, dia menyeringai. Dengan sebelah tangannya ia mengusap salju di mukanya, ia tidak dapat membilang Suatu apa.

Suara meriam membungkam terus, sebaliknya dari samping terdengar suara larinya kuda keras, Maka itu kedua orang ini menahan kuda mereka dan mereka menoleh ke arah suara mendatangi itu.

Sepera terlihat seekor kuda dengan dua orang penunggangnya, sesudah kuda itu datang lebih dekat, terlihat Yap Seng bersama seorang lain yang tubuhnya berlumuran darah.

Yap Seng melihat Hong Piu dan Kim Go dia menahan kudanya seraya berkata nyaring: "Tiangcu, jangan maju terus, Inilah Lui Tay-hiap yang terluka tembakan meriam silahkan tiangcu membawa dia pulang untuk diobati"

Habis itu, dari roman tegang, busu itu bersenyum, ia menambahkan- "Syukur Lui Tayhiap datang. Seorang diri dia membikin bungkam belasan buah meriam serta berhasil membekuk seorang hu-ciang, hingga Liauw Busu bisa memaksa hu-ciang itu melarang penembakan terlebih jauh. Lui Tayhiap terluka pecahan peluru, mungkin tak dapat dia disembuhkan dalam beberapa hari, Sekarang jalan darahnya sudah ditutup,"

Hong Piu berdua kaget berbareng girang mendengar disebutnya Lui Tayhiap. ialah Lui Siauw Thian- Dengan lekas mereka lompat turun dari kuda mereka, untuk menghampirkan Yap Busu yang berhenti di depan mereka.

Oleh karena dia ditutup jalan darahnya, Siauw Thian berdiam seperti orang tidur, mukanya pucat, Di pundak kirinya darah sudah membeku. Terang dia telah mengeluarkan terlalu banyak darah dan menjadi lemah karenanya. Tentu sekali mereka menjadi sangat berduka. Mereka ingat bagaimana besar pertolongan sahabat ini.

"Mari" Hong Piu mengajak. Bersama Kim Go ia naik pula atas kuda mereka masing-masing, buat lari balik, YapBusu melarikan kudanya mengikuti.

Di rumah, di ruang besar, Lian cu dan Goat Go menyambut Mereka pun kaget dan berkuatir.

Kim Go berdua Hong Piu lantas bekerja, Mereka membuka i bajunya orang she Lui itu untuk memeriksa lukanya.

"Syukur tulang-tulangnya tak patah atau remuk." kata Kim Go, "dia cuma terluka di daging. Toako, tolong kau pergi ambil obat, nanti aku singkirkan pecahan peluru ini." Hong Piu menurut, ia lari masuk dan kembali dengan cepat.

The Kim Go menggunai pisau memotong daging untuk menyingkirkan semua pecahan, Kedua nona ngeri, mereka sampai melengos ke luar.

Tidak lama Kim Go sudah selesai, Luka-nya siauw Thian dipakaikan obat dan ia ditukari baju yang baru, habis mana ia ditotok sadar.

Dengan lantas Kian Kun ciu mendusin, ketika ia membuka matanya, ia melihat siapa berada diantaranya. ia bersenyum, lantas ia mau berbangkit.

“Jangan” Kim Go mencegah, "Tayhiap sudah mengeluarkan banyak darah, baik kau rebah saja beristirahat. Diantara kita tak ada hormat- penghormatan-"

Siauw Thian merasai kepalanya pusing. Itulah tanda ia sudah mengeluarkan terlalu banyak darah, Meski begitu ia tertawa dan kata: "Maaflah." ia terus memandang Lian cu dan berkata tertawa: "Nona, kau masih menyimpan obat Tiang cun Tan dari Lo Sam atau tidak? Kalau ada, maka aku si Lo Ji, aku tidak bakal mati"

Nona Tio terperanjat Segera ia ingat halnya diwaktu In Gak mau berpisahan dari mereka, ia dan Goat Go telah diberikan seorang tiga butir pel itu, dan ia masih mempunyai sisa dua butir, Tak ayal lagi ia mengeluarkan sebutir dan terus mengasih makan pada orang she Lui itu.

Begitu ia sudah memamah dan menelan obat itu, Siauw Thian duduk bersemedhi guna memusatkan pikirannya, guna menyalurkan pernapasan dan darahnya.

Tiang cun Tan obat mujarab buatan Beng Liang Taysu, maka itu selang sehirupan teh, muka pucat dari Siauw Thian lantas berubah menjadi dadu, terus menjadi terang bercahaya hingga dilain detik, orang yang tadi terluka parah itu, mendadak dapat mencelat bangun, berdiri dengan tegar. Dia terus tertawa lebar dan berkata nyaring: "Aku bilang terus terang, Lo Sam berat sebelah, Saudara angkatnya dia tak berikan obatnya meski sebutir, akan tetapi si nona manis dia memberikannya banyak. Biarlah lain kali aku minta, aku menitis pula menjadi anak perempuan supaya aku mendapat kebaikan seperti nona-nona ini"

Mukanya Nona Tio menjadi merah.

"Cis" dia menegur, “Jikalau lagi sekali kau berani enteng mulut, lihat nonamu tabas lidahmu atau tidak"

Goat Go sebaliknya tertawa geli. Siauw Thian membuka mulutnya tertawa pula.

"Ya, nona yang baik, kau boleh galak terhadap aku si Lo Ji," katanya, masih menggoda "Lihat kalau sebentar Lo Sam datang, di depan dia nanti kita membuat pembicaraan untuk mencari keputusan siapa benar siapa salah"

Mendengar perkataan itu, mukanya Lian cu ramai dengan senyuman, wajahnya bersinar.

"Benarkah dia bakal datang?" dia lantas menanya. Lupa dia pada likatnya, Dia ingat bagaimana selama satu tahun dia pikirkan anak muda itu, sampai dia memimpikannya.

Siauw Thian gemar sekali berguyon, bukan dia menjawab, dia justru tertawa, Hanya kali ini sambil ia berlompat ke depan Hong Piu, supaya ia tak diserang si nona. "Kenapa tentara negeri datang mengurung?" dia tanya pemilik peternakan itu. Hong Piu bersama-sama Kim Go menuturkan sebab- musababnya.

Lian cu mendongkol tanpa bisa berbuat apa-apa, karena orang lantas bicara dari urusan penting yang lagi dihadapi itu. ia cuma bisa membanting-banting kaki dan mengutuk.

Siauw Thian berpikir setelah ia memperoleh keterangan itu, Jikalau begitu kita perlu lekas mengirim orang ke kota Yan-

khia." ia kata kemudian, " Di sana kita mesti minta pertolongan ketiga tertua Kay Pang supaya mereka itu pergi bicara dengan Ke cin-ong, agar tindakannya Ho Kun itu dapat dihalang-halangi. Mengenai Lo Sam..
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar