Menuntut Balas Jilid 16 : Membantu Kay-pang su-lo

Jilid 16 : Membantu Kay-pang su-lo

SETELAH berhenti sesaat, ia melanjuti: "Memang benar seperti katamu, taruh kata aku berhasil, mukaku tidak bercahaya terang. Tapi, bukankah kita sudah menjanjikan pertemuan di Tay san nanti? Kenapa kamu tidak sabaran menantikan harijanji itu? Laginya aku tidak memikir buat keluar dari partai kami, aku hanya tidak puas karena ketemberangan kamu sebab kamu terlalu menghina.

Coba kamu pikir sendiri Bukankah aku menjadi tongcu bagian selatan? Bukankah aku yang mesti memberikan segala perintah? Tapi kamu menghina aku. Kamu juga lancang, Kalau ada murid pihak selatan, walaupun kesalahannya kecil, kamu lantas menghukum tanpa memberitahukan aku lagi, dan kamu juga biasa menghukum secara berat, sampai ada yang dipotong ototnya, dan dikutungi tangannya. Dengan begitu apakah di mata kamu masih ada Koay Cun? Dapatkah perbuatan kamu itu dibiarkan saja? Dapatkah aku bersabar? sekarang kamu telah datang di sini baik, mari kita mengambil keputusan siang-siang Asal kamu dapat mengalahkan jeriji Hun Goan ci-ku? segera aku turut kamu pulang ke pusat untuk menerima hukuman."

Seng Hoa Tiauw kek bersenyum.

"Koay Lao-te." tanyanya, "bagaimana andaikata mulutmu tidak sama seperti hatimu?"

Janggutnya Koay Cun bergerak-gerak saking gusar. sebelum ia memberi jawabannya, ia sudah diwakilkan Hoa Tiu, hantu Khole song san yang nomor dua. Kata hantu ini sambil tertawa "Kata-katanya Koay Losu kata-kata seorang laki-laki, aku Hoa Tiu si tua suka menjadi saksi-nya."

Kiu Ci Sin Liong tertawa, ia kata: "Hoa Losu beramai sangat ternama, kamu menjadi juga orang-orang tertua Rimba persilatan, pasti sekali kata-katamu dapat menjadi jaminan.

Bukankah para losu tidak bakal mencampuri urusan dalam kami kaum pengemis?"

Tajam kata-kata itu, itulah cegahan untuk Hoa Ie semua campur tangan. Sampai disitu, majulah tertua Thian Gwa sam Cuncia, Kim Goat. Kata dia dingin. "Pin- Ceng Kim Goat, pinceng datang jauh dari Thian-tiok maksud kedatanganku hbh untuk melihat- lihat kepandaian luar biasa kaum Rimba persilatan di seluruh Tiongkok, maka itu sebentar, pinceng juga ingin memohon pengajaran dari tuan-tuan bertiga."

Mendengar itu, alis-nya Chong si rapat menjadi satu. Tidak demikian dengan Ang Hong, orang yang paling tidak sabaran diantara saudara-saudara angkatnya. Dia lantas menjawab dingini Jikalau benar kau hendak minta pengajaran, kenapa tidak sekarang saja, buat apa menanti sampai sebentar lagi?" Kim Goat Cuncia tertawa nyaring.

"Tuan, kata-katamu sungguh menggirangkan." katanya. " Kau polos sekali." ia lantas memperlihatkan roman sungguh- sungguh, ia tambahkan "Tuan berkata seperti juga pinceng tak sanggup menerima satu saja hajaranmu. Tuan jadinya beranggapan pelajaran kami dari Thian-tiok rendah sekali.

Marilah, hendak pinceng mencoba tenaga tangan pinceng yang disebut cek sat Mo-ka"

Begitu ia berkata, pendeta itu memutar balik tangannya, maka lantas terlihat tangannya ita berubah marah seperti bara dan mengeluarkan juga hawa seperti asap yang bergulung dan mengepul keluar.

Menyaksikan itu Chong Si menjadi kaget sekali, ia lantas ingat halnya dalam kuil Cin su diThay goan, In Gak telah menerangkan pengalamannya di puncak Ciu Auw Hong tentang lihaynya ilmu "Cek sat Mo-ka" itu, ia memang telah memikir buat memperlambat tempo, siapa tahu Ang Hong tidak sabaran, kalau Kim Goat belum keburu memerankan tangannya itu, tak sukar untuk menghajarnya.

Sudah pasti, sehabisnya perkara di Ciu Auw Hong itu, Kim Goat telah berlatih lebih jauh. Karena ini, untuk mendahului saudaranya, Chong si lantas membentak, sambil membentak ia lompat menyerang dengan dua jeriji tangannya yang dikenakan seumpama tombak. ia mengarah ulu hatinya si pendeta dari Thian-tiok.

Kim Goat tertawa nyaring, tubuhnya lantas mencelat tinggi. sebaliknya, kedua belah tangan-nya diluncurkan turun, kedua tangannya itu seperti memuntahkan api.

Chong si terkejut Nyata ia sudah keliru menerka. Dengan menyerang terlebih dahulu, ia harap musuh belum bersiap sedia, siapa tahu, orang sudah bersiap dan pula sangat gesit, ia lantas merasakan panas, hal mana membuatnya bertambah kaget.

Syukur ia berhati tabah, ia juga gesit. ia menjejak tanah, membuat tubuhnya meluncur naik melewati si pendeta, itulah lompatan "Hi Yauw Liong- bun" atau "Ikan lewat di pintu naga"

Serangannya Kim Goat mengenakan tanah berumput, maka itu, rumputnya lantas kena terbakar.

Khole Keng san su Mo dan cin-tiong siang Koay pun terperanjat, Mereka pernah dengar halnya Hui in Kean-lu, ketua dari Khong Tong Pay, sudah menjadi korbannya Cek sat Mo-ka.

Sekarang mereka melihat hebatnya ilmu yang luar biasa itu.

Hun Goan ci menyaksikan pertempuran itu dengan berdiam saja, Yang bekerja adalah otak-nya. ia keras memikirkan daya bagaimana harus menaklukkan ketiga pengemis itu. Kim Goat sementara itu sudah memutar tubuhnya.

Chong si menaruh kaki di tanah dengan parasnya muram, Inilah sebab ia sangat mendongkol. Biarnya ia lolos dari bahaya, bajunya tidak lolos seluruhnya. Baju di dadanya hangus terbakar, kulitnya tersentuh, hingga kulitnya itu terasa panas dan sakit. si pendeta dari Th ia n-tiok tertawa mengejek. "Bagaimana rasanya Cek sat Mo-ka pinceng ini?" tanya dia. Pertanyaan itu menambah gusarnya Chong si, sedangkan Liauw Yong dan Ang Hong tidak dapat bersabar lagi, hampir berbareng mereka maju ke depan-

Melihat demikian Gin Goat Cuncia dan Beng Goat Cuncia turut maju, untuk masing-masing merintangi kedua musuh itu. Hingga sekarang mereka jadi berenam berdiri saling berhadapan-

Khole Keng san yang nomor satu, yaitu Hoa Ie menghampirkan sin Bong, untuk berbisik, atas mana, tuan rumah itu mengangguk terus dia lari ke taman-

Dengan berlalunya itu, Sin Bong jadi berada sendirian- semua anggauta Khole Keng san, juga lain-lain orang lagi terpisah sedikit jauh, mereka semua tertarik perhatiannya oleh keenam orang yang lagi berdiri berhadapan itu.

Boleh dibilang hampir itu waktu juga, mendadak orang mendengar sin Bong menjerit keras, suaranya menyayatkan hati.

Hoa Ie semua menjadi sangat kaget, semua lantas berpaling, Dengan begitu, mereka lantas dapat melihat sin Bong, yang berada di bawah sebuah pohon, lagi lompat berjingkrakan seorang diri dengan kedua tangannya digerak- gerakkan tidak keruan. Dia pun menjerit-jerit dan tertawa- tawa seperti orang gila lagi kalap. Disaat seperti itu, pemandangan itu juga menyeramkan....

BAB 2

HOA IE berempat segera berlompat lari ke bawah pohon, guna menghampirkan chungcu atau tuan rumah itu, Mereka disusul yang lain-lainnya Thian Gwa Cuncia tidak menjadi kecuali, sebab mereka heran sekali. Dengan begitu, mereka ini telah meninggalkan ketiga pengemis lawannya itu.

Chong si sudah lantas mendapat pulang ketenangannya, ia dapat mengerti apa yang menyebabkan sin Bong kalap tidak keruan itu, Daripada menonton ketua atau majikan dari sin Ke Chung ia lebih memerlukan mengawasi Koay Cun. ia mengasih lihat senyumannya.

Seng Ho Tiauw Kek dan Tek Tiang siu segera mengundurkan diri dua tindak, Mereka mengerti maksudnya Kiu Ci sin Liong yang telah jadi sangat membenci Hun Goan ci. Teranglah Koay Cun tidak bakal dikasih lolos lagi.

Mereka hanya kuatir, mengingat lihaynya si murtad itu, dia tidak bakal roboh dengan satu gerakan saja, Berabeh kalau si murtad sampai lolos. Karena itu, mereka juga lantas mengawasi.

Koay Cun pun sudah siap sedia, Dia mengawasi Chong si dengan sikap dingin, sinar matanya tajam.

Di bawah pohon, Hoa Ie tidak bisa lantas mendiamkan Sin Bong, orang menerka chungcu itu menjadi korban totokan akan tetapi tidak ada orang yang dapat membebaskannya.

Mukanya Hoa Ie merah sampai ke telinganya. Ia menduga sipembokong berada di atas pohon, akan tetapi sia-sia saja ia mencarinya. Pohon itu seperti gundul, hingga di situ tidak dapat orang bersembunyi.

Maka itu mungkin sekali orang mengangkat kaki habis dia berhasil membokong, ia heran kalau musuh demikian lihay, kenapa dia main sembunyi? Adakah lain sebabnya? Rupa- rupanya cuma si chungcu yang ketahui sebab itu "

Orang lantas ramai membicarakan urusan itu, akan tetapi tidak ada kesimpulan mereka, Hanya mengenai pengemis yang lagi perang saudara itu, mereka memperoleh kata sepakat, yaitu mereka semua akan lepas tangan tak mau mereka campur tahu. itulah urusan dalam pengemis itu sendiri.

Thian Gwa sam Cuncia tidak puas dengan sikap orang banyak itu, akan tetapi mereka tidak bisa berbuat apa apa, hanya dilainpihak, ingin mereka menemukan sipembokong, untuk dapat mencoba kepandaiannya... Sin Bong sudah lantas dipondong, dengan paksa dia dibawa balik ke toa-thia, ruang besar. Dengan begitu, mereka ini juga tidak memperdulikan lagi urusan Koay Cun, tidak perduli orang adalah kawan mereka.

Sementara itu seorang yang mukanya bersenyum manis, yang matanya jernih sekali, lagi mengintai di antara daun- daun atau cabang-cabang bambu, yang berada di dekat situ, Rupanya senang dia menyaksikan segala apa di depan matanya itu.

Kiu ci Sin Liong dan Koay Cun sudah mulai bergerak. hanya mereka belum beradu tangan, Mereka maju mendekati satu padalain.

Di dalam ruang, sin Bong masih menjerit-jerit. Karena ia telah disergap. ia tidak dapat berjingkrakan lagi, Malah sekarang orang terpaksa menotoknya, supaya iajudi anteng, ia ditotok pada dadanya, Dengan ia tidak dapat bergerak atau membuka mulut lagi, sunyilah ruang itu.

Sekarang semua orang dapat berdiri mengawasi orang yang hendak mengadu jiwa itu, Mereka merasa tegang sendirinya, Cin tiong siang Koay berniat memeriksa seluruh pekarangan tetapi maksudnya itu mesti ditunda.

Sesudah berputaran, Koay Cun yang kalah sabar, mendadak saja ia maju untuk mulai melakukan penyerangan lebih dahulu, Tindakan kakinya dibarengi meluncurnya tangan, tangan yang kiri mencarijalan darah ki-hun dari Chong si, tangan yang kanan mengancam. Hebat dua jeriji tangannya yang dipakai menotok itu.

Inilah tidak heran, Hun Goan ci menjadi nekat, Disamping ia melihat semua kawan pada berdiam saja, ia pun menyaksikan sikap sangat tenang diri Chong si, ia dapat menerka bahwa musuh telah bersiap sedia benar-benar. Chong si tidak berani berlaku alpa. Jeriji tangan Koay Cun memang lihay sekali, itulah jeriji tangan atau kepandaiannya orang she Koay itu, maka juga dia telah memperoleh julukannya itu artiJeriji Kekacauan - HHun Goan ci.

Chong si bersiap atas datangnya serangan ia menangkis sambil berkelit, berbareng dengan itu, hendak ia menangkap tangan lawan.

Koay Cun berseru, Sambil berseru itu, ia menyambut tangkapan Chong Si. Setelah gagal menotokjalan darah, ia meneruskan mencoba menangkap.

Chong si terkejut, ia tidak menyangka orang demikian cerdik dan gesit. Dengan sebat ia menangkis. Lalu "Bret" terdengar suara robeknya ujung bajunya, Lengannya bebas, tetapi tangan baju tidak.

Koay Cun tidak berhenti sampai disitu, Dia sangat penasaran. selagi lawan terkejut, dia mengulangi serangannya, Kali ini dia mencarijalan darah sim-ji.

Celakalah Kiu ci sin Liong apabila ia kena tertotok, jalan darah itu berada di punggung. ia ditotok habis menangkis, sambil berkelit, karena itu ia seperti memberikan punggungnya, Koay Cun sendiri telah menggeser diri ke sampingnya.

Kembali Chong si terkejut, ia merasakan dinginnya sambaran angin dari serangan maut itu. Dengan cepat ia mendak. sambil mendak. la memutar tubuh. Dengan begitu, ia juga mendapat kesempatan buat membalas menyerang, bahkan dengan kedua belah tangannya.

Sekarang Koay Cun yang menjadi heran, Dia tidak menduga bahwa lawan gesit demikian rupa, Dari mengancam, dia berbalik menjadi terancam, serangan Chong si itu keras luar biasa. Tidak ada waktu untuk berkelit Dengan terpaksa dia menangkis.

Tangan kedua pihak beradu dengan keras, Diwaktu demikian, koay Cun tidak sempat menotok. Lantas terlihat tubuhnya terpental mundur, karena tempo ia merasa tertolak. la meneruskan memutar tubuhnya, ia terhuyung empat tindak.

Chong si sendiri berdiri tegak dengan kuda-kudanya, matanya terus mengawasi tajam. ia menyerang dengan "Pek Khong ciang" pukulan Udara Kesong, ia telah terlebih dahulu memasang kuda-kuda, maka tubuhnya menjadi kokoh kekar, setelah itu, ia menyerang pula untuk mendesak.

Koay Cun bisa lekas memperkokoh diri, dia terus melayani, maka seterusnya, berdua mereka saling menyerang.

Belasan jurus lewat dengan cepat, sekarang ini tampak Koay Cun bersemangat sekali, Dia mencoba mendesak.

Chong si tidak nampak bakal kalah, akan tetapi ia kalah angin, inilah disebabkan ia berkelahi dengan sangat berhati- hati, lantaran ia selalu menjaga diri darijeriji tangan lihay dari lawannya itu. Beberapa kali ia menggunai Pek Khong ciang tetapi tidak memberikan hasil.

Seng Ho Tiauw Kek Liauw Yong mengerutkan alis menyaksikan pertempuran itu. ia menguatirkan pihak kawannya, Asal Chong si alpa atau lambat sedikit....

"Koay Cun maju pesat sekali," kata ia perlahan pada Ang Hong. "Aku kuatir Chong Lo-toa nanti kena dikalahkan Apa tidak baik kita maju berbareng untuk membantu padanya? Kita bukan mengepung, hanya kita mempunyai alasan buat bertindak begini, Kita hendak menghukum anggauta sendiri yang murtad "

Tek Tiang siu setuju dengan pendapat saudaranya itu. "Baiklah," sahutnya mengangguk. Bahkan ialah yang

mendahului lompat masuk ke dalam gelanggang dan dengan ujung tongkat bambu-nya terus ia menyodok jalan darah beng bun di punggung musuh.

Seng Ho Tiauw-kek Liauw Yong, tiang lo yang nomor dua, juga tidak bersangsi lagi untuk lompat maju, ia meluncurkan tangannya guna menotok jalan darah ceng ciok dari lawan itu.

Koay Cun lihay, ia melihat datangnya serangan hampir berbareng itu dari kedua tiang lo lainnya, sebenarnya ia hendak menyerang Chong si, terpaksa ia membatalkan niatnya itu sebaliknya, ia menangkis kedua-duanya, habis mana ia lompat mencelat dua tombak jauhnya.

Begitu ia mengawasi kedua penyerang, begitu pun Chong si, yang mengawasi bengis padanya, ia berseru: "Kamu terlalu mendesak. jangan kamu mengatakan aku si pengemis she Koay kejam"

Chong si tertawa.

"Kematian sudah menanti di depanmu, buat apa kau bicara besar begini?" jawabnya. "Apakah kau tidak malu? jikalau hari ini kau dapat lolos dari tanganku, si Chong tua, suka aku membunuh diri di depanmu. ^ Koay Cun juga tertawa.

"Bagus" serunya, menyeringai. Begitu ia berseru, begitu tubuhnya mencelat maju, kedua tangannya menyerang berbareng, ia gusar sekali, maka ia menggunai berbareng tenaga dari EngJiauw Kang, ilmu Kuku Garuda dan Hun Goan Ci. Ia juga menyerang kepada ketiga-tiganya pengemis di depannya itu.

Chong si bertiga ketahui musuh lihay, mereka berlaku tenang. Baru setelah serangan datang, bersama-sama mereka menyambut dengan satu serangan juga.

senang Koay Cun melihat orang melawan, Di dalam hatinya ia kata: "Kamu rasailah

tenaga tergabung dari Eng Jiauw Kang dan Hun Goan Ci."

Benar-benar Chong si bertiga kaget sekali, sebelum tangan mereka beradu dengan tangan lawan, mereka sudah merasai desakan angin yang keras, yang membikin mereka sukar bernapas. Di dalam hati mereka mengeluh: "Celaka " Justeru bahaya maut hendak merampas jiwa ketiga pengemis itu, justeru di antara mereka terdengar seruan yang nyaring dan terang, menyusul mana tubuh Koay cun yang lagi berlompat itu, berjumpalitan berkali-kali terlempar ke depannya Thian Gwa sam cuncia, dimana dia rebah meringkuk, kedua tangannya patah, darahnya mengalir, mukanya sangat pucat.

Untuk herannya semua orang, di dalam gelanggang itu sekarang tambah satu orang baru, ialah seorang pelajar usia pertengahan yang sikapnya dingin tetapi senyumnya manis.

Sementara itu, Thian Gwa Sam cuncia bersama Khole Keng San Su Mo telah berlompat maju, Mereka gusar sekali, Mereka tidak berniat membantui Koay cun, tetapi karena sahabat itu kena dikepung, hati mereka menjadi panas, Mereka maju sambil berseru-seru.

Si pelajar usia pertengahan menghadang di depan mereka itu, Dia menanya dingin: "Bagaimana kamu pikir jikalau kamu dipadu dengan cin-tiong Siang Koay?"

Su Mo bertujuh menjadi terkejut, hingga mereka membataikan maju mereka. Mereka mengawasi orang sambil mereka berkata di dalam hati: "Pantas cintiong Siang Koay belum kembali... Mungkinkah mereka sudah terkena tangan jahat?"

Toa Mo Hoa Ie mengasih lihat roman menghina.

"Aku si tua tidak percaya kau dapat mengalahkan cin tiong Siang Koay." katanya, keras dan dingin.

Pelajar itu tertawa bergelak.

"Aku tak peduli kamu percaya atau tidak." ujarnya, "Toh cin-tiong Siang Koay sudah pulang ke Ban ciang Kok. Aku telah berjanji dengan mereka itu untuk nanti, sesudahnya delapan tahun menguji kepandaian lagi di atas puncak Hu Yong Hong di gunung Hoa San-"

Hoa Ie bersangsi. "Kau siapa?" bentaknya. Pelajar itu memperlihatkan roman dingin, ia tertawa dengan sikap temberang.

“Jie In." sahutnya.

Belum berhenti mendengungnya suara jawaban itu, Thian Gwa Sam cuncia telah menjadi gusar bukan kepalang, dengan berbareng mereka lompat maju kepada si pelajar, enam buah tangan mereka terlihat merah marong, sedang roman mereka sangat bengis, Kim Goat cuncia juga berseru nyaring:

“Jie In, lekas bayar pulang kitab kami Atau kau bakal mati tanpa tempat kuburmu "

Semunculnya Jie In lantas dikenali ketiga cuncia sebagai orang yang mereka ketemukan di puncak ciu Auw Hong, Mereka itu jeri turun tangan sendiri-sendiri maka ketiganya lantas saling melirik. baru setelah itu, bertiga maju menyerang dengan berbareng. Mereka menggunai ketika selagi orang bicara dengan si orang she Hoa.

Jie In berkelit dengan tindakan Hian Thian cit Seng Pou, dengan begitu ia bebas dari api cek Sat Mo ka sedangkan serangan lawannya mengenai tanah, hingga rumputlah yang menggantikan ia terbakar hangus, ia berkelit sebab ia tahu ketiga lawan itu lihay, tak sudi ia sembarang mengadu tenaga, ia lompat jauh dua tombak lebih, dari situ ia tertawa dingin-

"Kapannya aku mencuri kitab kamu?" tanya ia sambil tertawa itu, "Bukankah kita tidak kenal satu dengan lain? Kenapa kau sembarang membuka mulutmu?"

Kim Goat cuncia gusar sekali,

"Hampir Sang Buddha kamu kena diakali kau" bentaknya pula, "Kau toh Koay ciu Si-seng? Sungguh tidak tahu malu Lekas keluarkan kitab kami"

Jie in mengawasi tajam, ia mengasib dengar tertawa panjang.

"Kau menuduh aku, nyata kau bermata awas sekali." katanya, "Tapi buat mengharap aku membayar pulang kitab itu... Hm Hm..Aku kuatir, selama hidupmu sekarang ini, itulah cuma pengharapan melantur."

Hati Kim Goat bertambah panas. ia melirik pula kepada Gin Goat dan Beng Goat, setelah itu berbareng ketiganya mengasih dengar suara nyaring seperti guruh, kembali mereka menyerang dengan tangan-tangan mereka yang merah marong.

Sekarang ini Jie In sudah bersedia-sedia, ia telah memisang mata tajam, maka itu ia melihat tegas gerak-gerik ketiga cuncia, ia menanti sampai orang sudah mulai mengerahkan tenaga dalamnya, hingga tangannya menjadi merah, mendadak ia mendahului menyerang dengan kedua tangannya, ia menggunai Bi Lek Sin Kang huruf "Mendesak".

Karena satu pihak menyerang dan lain pihak menolak. tangan mereka itu beradu dengan memperdengarkan bentrokan keras dan nyaring Jie In dapat menolak keras, ia membuat hawa panas jadi berbalik.

Kim Goat semua kaget, berbareng mereka menjerit, Bukan cuma jubah mereka, juga

janggut mereka kena terbakar api sendiri, hingga mereka jadi kelabakan, Dengan begitu tak dapat mereka menggunai lagi cek Sat Mo ka, Mereka merasakan sangat panas dan sakit. Karena desakan Bi Lek Sin Kang berlangsung terus, mereka juga terbakar terus.

Tak berdaya mereka untuk melindungi diri mereka, maka itu lekas juga mereka roboh, tubuh mereka terbakar hingga mereka nampak sangat menyedihkan-

Khole Kong San Su Mo menyaksikan pemandangan di depan matanya itu, hati mereka giris, itulah hebat, meski benar api makan tuan- Muka mereka pucat. Mereka bingung sekali, sampai mereka saling mengawasi dengan bengong saja. Mereka tidak dapat membantu, mereka juga tidak melarikan diri. Kay Bun Sam Lo menyaksikan peristiwa itu, mereka mengulur lidah mereka. Peristiwa itu membuat semua orang berdiam.

Selagi keadaan sunyi itu maka terlihatlah munculnya empat orang lain, yang datang sambil berlari-lari. Mulanya mereka tampak sebagai bayangan, atau mereka lantas dikenali sebagai Kian Kun ciu Lui Liauw Thian, oh Ka Lam cui cian, It Goan Kisu Ouw Kong dan puterinya dia ini, Nona Ouw Kok Lan- Dan Nona Ouw sudah lantas menggunai matanya yang jeli mengawasi si anak muda yang berdiri dengan tenang itu.

“Jie In, kau kejam sekali..." tiba-tiba terdengar jeritannya Kim Goat cuncia.

Jie in bersenyum, dengan dua tangannya ia menolak, maka tubuhnya ketiga pendeta dari India itu lantas terangkat, mental ke arah tembok dalam ruang itu, hingga tembok itu gempur, sedang ketiga cuncia sendiri roboh dalam keadaan tak ada harapan untuk hidup lebih lama pula.

Khole Kong San Su Mo berkelit. tidak urung mereka tersampok juga angin Bi Lek sin Kang, hingga muka mereka menjadi pucat, Toa Mo Hoa Ie berkata di dalam hatinya: "Entah dari mana Jie In pelajarkan ilmu kepandaiannya ini yang sangat luar biasa...jikalau kami menempur dia, mana kami dapat merebut kemenangan? Baiklah kami mengalah, buat menanti lain hari untuk kami mencoba membalas sakit hati ini..."

Sekarang Su Mo tahu, Sin Bong tentulah telah terkena tangan jahat Jie In ini, begitu pun semua orang yang tertotok tak berdaya itu,

Hoa Ie yang cerdik sudah lantas merangkap kedua tangannya memberi hormat pada pelajar yang muncul secara tiba-tiba ini. sembari tertawa ia kata: "Tuan, kepandaian kau luar biasa sekali, pantaslah namamu sangat kesohor di dalam Rimba Persilatan. Tuan, sekarang bukan saatnya orang bertempur, karena tuan justeru sudah berjanji dengan cin- tiong Siang Koay untuk bertempur nanti delapan tahun, baiklah aku si orang tua juga nanti menunggui kau di gunung Hoa San guna menerima pengajaran dari kau "

Habis berkata itu, tanpa menanti jawaban Jie In, Khole Kong San Su Mo mau lantas berlalu.

"Tunggu dulu” mendadak Jie In membentak.

Su Mo terkejut, mereka tercengang, semua memutar tubuh dan berdiri menanti. "Tuan mau bicara apa lagi?" tanya Toa Mo sabar, sedang hatinya goncang. Jie In bersenyum.

"Aku si orang she Jie menduga bahwa kamu tidak bakal dapat pergi ke gunung Hoa San," sahutnya perlahan- "Kabarnya kitab Bu Siang Kim Kong dari Siauw Lim Si berada pada kau, sekarang aku minta kau suka menghadiahkan itu kepadaku"

Hoa Ie kaget hingga mukanya menjadi pucat, itulah permintaan di luar dugaannya, Tengah ia berdiam maka Hoa Hong, saudaranya sudah lantas berteriak keras: “Jie In, ketahuilah oleh kau bahwa kami berempat, pada lima puluh tahun dulu nama kami sudah menggetarkan dunia Rimba Persilatan, nama kami kesohor di Selatan, maka aku tidak sangka sekali kau sebagai bocah cilik, kau berani berkepala besar begini, Kami tidak memikir buat melayani pada kau, kami suka mengalah, Apakah kau kira kami takut?"

Jie In menyambut dengan tertawa dingin, "Aku tidak menghendaki apa juga, aku cuma minta kitab Bu Siang Kim Kong Keng dari kakakmu ini." sahutnya. " Karena itu kenapa kau justru ribut tidak keruan?"

Hoa Ie bingung, Karena mereka kesohor, tidak dapat mereka menunjuki kelemahan mereka. Sungguh buruk kalau orang dengar tentang ketakutan mereka ini. Dilain pihak masih ada ragu-ragunya sedikit mengenai kepandaian Jie In. Maka juga, melihat sikap saudaranya, ia jadi berpikir: "Mungkinkah kami bakal kalah?" Lantaran ini, dengan suara dalam, ia kata: "Tuan bukan orang Siauw Lim Si, mana dapat tuan mewakilkan partai itu? Baiklah kau ketahui, dengan kepandaian yang kau miliki ini, belum tentu kau bakal mendapat kebaikan dari kami.”

Jie In tertawa pula.

“Jikalau kau tidak percaya, kau cobalah" katanya menantang, tetapi sikapnya tetap sabar, Meski begitu, mendadak tubuhnya mendekat maju dan tangannya meluncur, menyambar untuk mencengkram.

Toa-Mo kaget sekali, begitu juga Jie Mo, Sam Mo dan Sie Mo. Mereka cuma melihat bayangan berkelebat sebelum Toa Mo tahu apa-apa, pundaknya sudah kena dijambret, lantas saja dia merasa seluruh tenaganya habis, tubuhnya menjadi kesemutan, lalu membeku.

Luar biasa cepatnya tenaga lawan mempengaruhi tenaganya hingga selanjutnya, ia cuma bisa berdiam dengan roman sangat ketakutan-

Ketiga hantu, dalam bingungnya menjadi tidak berani bertindak. Mereka bengong saja.

"Aku tahu bahwa tidak mudah kamu mengangkat nama kamu" berkata Jie In, yang tidak bertindak terlebih jauh. “Jikalau aku tidak ingat itu maka sekarang juga akan aku bikin ludes segala kepandaian kamu"

Begitu berkata, dengan lain tangannya ia meraba ke sakunya Hoa Ie, maka dilain detik, ia sudah menarik keluar kitab Bu Siang Kim Kong Keng milik Siauw Lim Sie, ia mengawasi itu, rupanya untuk memastikan tulen atau palsunya, kemudian ia mengawasi tajam kepada Su Mo.

Akhirnya ia melepaskan cekalannya pada Toa Mo sambil berkata dingin "Sekarang pergilah kamu. Tempo delapan tahun bakal lewat dalam tempo sekelebatan Andaikata didalam tempo delapan tahun itu kamu tidak dapat mempelajari ilmu yang luar biasa, baiklah kamu mati saja di dalam gunung, supaya jangan nanti pada saatnya, kamu cuma cuma membikin malu diri sendiri"

Hoa Ie semua berdiam, tetapi karena pundaknya bebas, sedang rasa kesemutan dan kejangnya lenyap seketika, diam diam dia mengerahkan tenaganya. Dia mendapat kenyataan tenaganya sudah pulih, bahwa dia tidak kurang suatu apa.

Karena ini mendadak jempol kirinya diacungkan ke udara menyusul mana berkontranglah suara pedang pedang yang dihunus, yang disusul dengan serangan serentak.

Mengangkatjenmpol menjadi isyarat rahasia dari Toa Mo.

Tiga saudaranya melihat itu, bertiga mereka lantas menghunus pedang mereka dan menyerang, Toa Mo sendiri turut menyerang pula. Dia mencabut pedangnya sama sebatnya seperti tiga saudaranya itu.

Jie In melihat datangnya serangan, bukan main gusarnya.

Dengan tangan kirinya, ia lantas menjabat kearah pedang- pedang pembokong itu, membikin terdengarnya suara sakit disusul dengan berisiknya barang besi jatuh berkontrangan, Sebab pedangnya Su Mo buntung dan ujungnya jatuh bergelutukan Su Mo kaget hingga mereka melengak.

Jie In mengawasi sebenarnya pada mereka itu. tanpa menghiraukan ia terus tinggal pergi, untuk menghampiri Lui Siauw Thian-Muka Su Mo pucat sekali.

Tiba-tiba Hoa Ie membanting kaki dan berseru: "Mari pergi"

Ketiga hantu lainnya menyahuti, lalu berbareng mereka mengangkat kaki. Maka itu,

sirap pulalah keadaan disitu.

It Goan Kisu ouw kong lagi berbisik dengan Lui siauw Thian tempo ia melihat Jie In menghampirkan mereka, lantas ia menghentikan kasak kusuknya itu.

Jie In mengerutkan alisnya, tangannya yang memegang kitab Bu Siang Kim Kong Keng di angkat untuk mengangsurkan, sembari berbuat begitu, ia tertawa dengan Ouw Kong.

"Inilah kitib Bu siang Kim Kong, Ku minta sukalah locianpwee tolong sampaikan kepada pihak Siauw Lim Sie," katanya hormat, It Goan Kiesu menyambuti kitab itu, "Didalam sekejap siauwhiap telah menyingkirkan ancaman bencana besar" kata ia tertawa.

"Kalau tidak entah berapa banyak jiwa jago Bu Lim yang bakal lenyap nanti Sungguh, aku kagum sekali kepadamu siauw-hiap."

In Gak alias Jie In hendak merendah terhadap jago tua itu atau ia terhalang oleh terdengar nya seruan yang nyaring dan berkumandang di udara, menyusul mana tibalah beberapa orang, yang segera juga ternyata jalan Nona Nie Wan-Lan bersama Oh Hong-Sok Kheng Hong, Tong hong Giok Koen, Kiang cong Yauw dan Gick Siauw Hiapsu Kheng Tiang Siu dari Ngo Bie Pay.

Ketika itu Nona Nie mengenakan pakaian serba hitam, rambutnya kusut, tak beryancie tak berpupur, parasnya nampak kucai, sedang sinar matanya sayup-sayup, Sinar mata itu seperti mengandung penyesalan atau penasaran, rupanya air matanya bekas mengembeng.

Kheng Thiang Siu nampak muram, dia mengawasi In Gak dengan mata dibuka lebar, dan seperti hendak menerjang pemuda she Cia itu. Begitu melihat In Gak. Kheng Hong mengasi dengar suaranya yang nyaring "Oh, bocah yang baik kau mengangkat kaki tidak apa, akan kau membikin aku sengsara sekali"

In Gak tidak menjawab hanya ia memandang tajam kepada Tiang Siu, habis itu mendadak tubuhnya mencelat pergi, hingga dilain saat dalam sekejap ia lenyap dari orang banyak itu. Sudah tentu semua orang kaget dan heran, bahkan Lui Siauw Thian lantas berseru: "Loo-sam, jangan pergi dulu Mari, aku hendak bicara"

Menyusul itu, Nie Wan Lan memanggil. "Engko Cia "

suaranya sangat sedih.

In Gak terus lenyap. hingga sesaat itu, suasana tetap sunyi, Suara berisik datang dari hembusan angin yang meniup pohon pohon, sedangkan langit gelap. Wan Lan menangis sesegukan tertahan, pundaknya bergerak naik dan turun-

Mukanya Tiang Siu merah padam, ia berkata keras: "Nona Lan, orang semacam dia tak dapat dihargakan. Dia tak tahu malu, kecewa dia disebut hiapsu Dia lebih mirip dengen binatang yang berpakaian sebagai manusia "

"Plok" demikian satu suara nyaring, Maka pipinya kanan orang muda she Kheng itu lantas menjadi merah, sebab dia telah ditampar, hingga dia mesti pegangi pipinya itu yang terasa sakit dan panas.

Ouw Kok Lan tercengang menyaksikan kejadian didepannya itu. ia bisa melihat dapatlah ia membade duduknya masalah.

Terang Wan Lan menyintai In Gak. sedang Tiang Siu menyintai nona ini. Teranglah In Gak berhati keras sebagai batu, pemuda itu tidak menghiraukan libatan asmara, ia jadi ingat urusannya sendiri.

Bukankah ia menyintai anak pemuda itu tetapi ia belum berhasil mendapat balasan cinta orang? Karena ini, ia jadi berkasihan terhadap Wan-Lan, kesannya baik terhadap nona itu. Selagi begitu, ia menjadi panas hati mendengar Tiang-Siu mengatakan In Gak bukannya seorang hiap-su, tak dapat ia menahan sabar, maka ia lompat maju seraya mengirim tamparannya itu.

Wanita itu bertabiat aneh, kalau ia lagi menaruh cinta, pandangannya pun lain, Demikianlah Nie Wan Lan dan Ouw Kok Lan, Kheng Tiang siu boleh bangga bahwa ia tampan, tetapi dimatanya kedua nona itu, dia tidak berarti apa apa, bahkan Ouw Kok Lan jemu melihatnya.

Sekarang dia lancang mencela In Gak. tentu sekali si nona gusar sekali, maka ia menyerang tanpa memikir mikir lagi.

Tiang Siu terkejut disamping merasa sakit itu. ia lantas menoleh, hingga ia mendapatkan ialah seorang nona yang cantik sekali, hanya sekarang ini, nona itu sedang menatap ia dengan roman gusar.

"Heran” pikir pemuda ini, "Kenapakah mereka begini jatuh hati terhadap In Gak? Bukan-kah aku tampan dan halus budi- pekertiku, aku selalu lemah lembut dan mengalah? Kenapa aku justeru tidak berhasil mendapatkan hatinya Nona Lan?

Kenapa?"

Memikir demikian, ia jadi heran, lalu hatinya menjadi panas, hingga jelusnya menjadi bertambah. Tentu sekali ia malu diperlakukan demikian di hadapan orang banyak. Lantas ia menghadapi Nona Kok untuk menegur: "Nona, tidak keruan-ruan kau menyerang orang kenapakah?"

Senang Kok Lan akan perbuatannya itu. Di-tegur sianak muda, ia justeru tertawa terkekeh. Hanya sekejap kemudian, ia terus mengasih lihat sikapnya yang dingin hingga romannya menjadi keren-

"Tidak kusangka, kaulah orang baik di luar, didalamnya buruk," katanya tajam, "Apakah kau masih belum mengerti maksudnya tamparanku? Hmm..jikalau kau masih berani omong jelek lagi tentang engko Cia, awas kedua belah telingamu!”

Parasnya Tiang Siu menjadi pucat, Tapi mendadak dia tertawa besar.

"Nona bagaimana tidak berharga kau memandang Kheng Tiang siu” katanya mengejek, "Meskipun ilmu silatmu liehay sekali, aku rasa aku kuatir, tak mudah buat kau mengambil telingaku" Menutup kata-katanya ini, anak muda ini meraba ke pinggangnya, maka dilain detik dia telah mencekal serulingnya, lalu dia berdiri diam dengan roman dan sikap keren.

Mata Kok Lan awas sekali, ia melihat seruling itu bertaburkan sembilan bintang merah, itulah sebabnya kenapa barusan waktu dikibas kan, seruling itu memperlihatkan cahaya merah.

Ouw Kong berbicara terus dengan Kian Kun Ciu, ia seperti tidak melihat dan tidak mendengar gerak-geriknya anak-anak muda itu, ia tahu tabiat puterinya. Hanya suaranya Tiang Siu, suara itu menimbulkan kesan yang buruk,

Kay Bun Sam Lo sebaliknya lagi repot membicarakan urusan bagaimana harus bertindak guna mengurus orang- orang sebawahanya Koay Cun di tiga propinsi Inlam, Kuiciu dan Sicoan, Dis ana ada banyak pengemis yang menjadi murid-muridnya Hun Goan Cie.

Sementara itu Tong-hong Giok Kun dan Kiang Cong Yauw tidak malang di tengah, guna mencegah bentrokan itu, Mereka kuatir dan menerbitkan salah mengerti, sedang yang berselisih itu ialah kaum muda.

Pula mereka disatu pihak mengagumi In Gak. di lain pihak. mereka tak berkesan baik terhadap Tiang Siu, Selama beberapa hari ada bersama pemuda she Kheng itu, mereka tidak merasa cocok dengan gerak-gerik orang. Tiang ciu cupat pikirannya, dia tak dapat dibandingkan dengan In-Gak.

Melainkan Kheng Hong yang lantas datang sama tengah. Dengan cara Jenaka, dia tertawa di antara mereka itu. Kata dia: " Kenapa kamu berdua yang belum kenal satu pada lain, sudah lantas mengumbar rasa hati kamu? Apakah yang mesti dibuat mengiri hati atau jelus? Sudah.. Mari kamu memandang mukaku si orang tua Kamu berjabatan tanganlah" Tapi ouw Kok Lan tidak menghiraukan orang tua itu, dia mendelik dan kata keras: "He, orang tua edan, kenapa kau ngoceh tidak keruan? Siapa yang mengirih atau jelus? jikalau aku tidak pandang usiamu, tentulah nonamu akan gunakan airnya sungai Hong Hoo buat mencuci mulutmu"

Menyambung si nona, Kheng Tiang Siu berkata "Akulah murid Ngo Bi Pay, tidak dapat aku terhina begini rupa Kheng Locianpwee, baiklah kau jangan campur urusan ini"

Mukanya Kheng Hong menjadi merah, Biar bagaimana dia jengah. Tapi hanya sebentar, lantas dia tertawa terbahak- bahak. Kata dia lucu: "Aku si tua bangka, dalam usiaku yang lanjut ini, baru kali ini aku pernah mendapatkan cacian orang"

Terus ia menghadapi Nona Kok untuk berkata bengis: "Bocah perempuan tidak peduli di belakangmu ada siapa, tidak dapat tidak. mesti aku si tua memberi ajaran kepadamu"

Kok Lan tertawa dingin, sama sekali ia tak menunjuki bahwa ia jeri.

It Goan Kiesu tidak menyangka Kheng Hong mencampur tahu urusan anak anak muda, hingga terjadilah hal yang tidak diingini itu. Tentu sekali, peristiwa itu menimbulkan kesulitan-

Lui Siauw Thian pun melihat itu, ia lantas lompat menghampirkan-

"Eh, Kheng Locianpwee" katanya, "apakah kau tidak tahu bahwa orang tua tidak

mempedulikan kesalahan orang muda? Tidakkah hal ini sangat memalukan apabila kejadian sampai teruwar diluaran? Kau tahu..." ia lantas membisiki: "Kau tahu tidak bahwa nona ini ialah puteri kesayangannya It Goan Kiesu? Kau tahu sendiri, si tua sangat sukar dilayani, maka kau mesti mengarti juga puterinya. Disebelah itu, nona ini bergaul sangat erat dengan Loo-Sam. Bagaimana kalau urusan berubah menjadi besar hingga sulit untuk dibereskan? Bagaimana nanti jadinya?" Mendengar itu Ay-Hong-sok terkejut, "Benarkah itu?" katanya, sambil berbisik. "Aku tidak takut pada It Goan Kiesu, hanya aku kuatir In Gak nanti salah tampa Tapi mukaku si tua harus dilindungi Nih lotee, kau mundurlah aku tahu bagaimaua harus bertindak. Supaya kedua belah pihak sama-sama mendapat muka"

Melihat orang berkukuh, siauw Thian tidak bilang apa-apa lagi, dengan alis dikerutkan, ia pergi pada Nona Nie Wan Lan untuk bicara perlahan-lahan-

Nona Nie sangat berduka, ia menangis sambil tunduk. air matanya membasahi baju didadanya, ia seperti tidak memperdulikan perselisihan diantara Kok Lan dan Tiang Siu.

Ketika Kian Kun ciu mengajak ia bicara, ia pun seperti tidak mendengar. Karena ini, gagal maksud Siauw Thian membujuk dan menghiburinya.

Kheng Hong dan cui cian mengawasi Tiang Siu berdua Kok Lan, Tiang Siu berdiri dengan seruling ditangan, bersiap untuk bertempur. Kheng Hong mengawasi tajam dengan matanya yang kecil, yang sekarang dia pentang lebar-lebar, cui cian sebaliknya berduka, karena ia kuatir muda-mudi itu nanti bertempur hingga salah satu, atau dua-duanya, nanti terluka.

Siapa pun yang terluka, itulah jelek sekali, ia menganggap. si pemudalah biang gara-gara, dari itu, kemudian ia mengawasi tajam pemuda itu.

Tiang siu melihatnya kata ia dalam hatinya: "Tua bangka, buat apa kau mengawasi aku saja? Apakah kau sangka murid Ngo Bie Pay dapat diperhina sesukanya?"

Nona Ouw sudah lantas menggeraki pedang-nya, yang berkilau laksana sepasang ular berlegot. Melihat itu, Kheng Hong kagum, ia tahu bahwa nona ini telah mewariskan kepandaiannya Ouw Kong.

"Wanita itu hebat," pikirnya, "Tapi tidak dapat aku menunjuki kemahiranku, pasti It Goan Kiesu bakal menertawakan aku " Maka ia pun lantas bergerak. Pedang si

nona telah diarahkan kepadanya, walaupun itu baru gertakan belaka, ia sampok pedang itu dengan satu pukulan "Ngo Heng Cin-khie." Akan tetapi ia gagal, karena si nona bergerak sebat sekali, bahkan sekarang pedangnya ditikamkan ke bawah-

Kheng Hong terkejut juga, Segera ia berkelit, setelah itu, ia menolak dengan kedua belah tangannya. Kembali ia menggunai tenaga dalam-nya Ngo Heng Cin-khie itu.

Hebat kesudahannya kalaupedang si nona bentrok dongan Ngo Heng cin-khie.Justeru bahaya bentrokan lagi mengancam, mendadak ada satu orang yang berlompat ke antara mereka, sambil berlompat orang itu berseru nyaring, Dia bergerak cepat laksana kilat.

Kheng Hong heran, ia merasakan tolakan nya tidak mengenakan sasarannya, bahkan sebaliknya, ia sendiri yang tersentuh suatu tenaga lunak tetapi tolakannya keras, hingga ia terdesak mundur tiga tindak. Dila in pihak. kedua lengan nya Nona ouw menjadi kesemutan, lalu seperti kejang, sedangkan sepasang pedangnya kena terampas orang, hingga ia menjadi terperanjat.

Tapi apabila ia telah melihat orang yang merintangi di antara dia dan Ay Hong sok tiba-tiba mukanya menjadi merah lalu bersenyum, hingga ia bagaikan bunga yang baru mekar, hingga ia nampak manis dan menggiurkan-

Yang muncul itu ialah In Gak yang baru saja pergi tetapi kembali secara mendadak. Dengan tangan mencekal sepasang pedang si nona, ia berdiri tegak diantara nona itu dan Kheng Hong, wajahnya bersenyum. Segera ia kata pada si orang tua: "Maaf, Kheng Siepe. Kenapa siepe bentrok dengan orang sendiri?"

Mukanya Kheng Hong menjadi merah. Dia jengah, Tapi lantas dia memandang bengis dengan matanya yang kecil tetapi bundar. Dia pun membentak. "Dasar kau setan cilik Kenapa kau lagi-lagi pergi menghilang? Kau membuat aku si tua-bangka tersiksa, kau tahu? Kau lihat sendiri, bukankah peristiwa di depan matamu ini pun disebabkan gara-garamu?"

In Gak tertawa.

"Ya. anggaplah ini kesalahan keponakanmu" katanya, "Sebentar akan aku beli seguci arakjempolan untuk menghaturkan maaf kepada siepe, guna untuk menebus dosaku"

Kejadian ini kejadian yang diharap Kheng Hong. Dengan begini, mudah untuk ia menyudahi urusan tanpa ia mendapat malu tanpa sesuatu kesulitan- Maka di akhirnya ia tertawa bergelak dan katanya: "Dasar kau bocah, kau lihay sekali Kau telah mencukil penyakitku Memang, asal ada arak. segala apa beres-sudah Kalau sekarang Nona Ouw menggaplok aku tiga kali, rela aku menerimanya"

Habis berkata ia tertawa pula. Dengan munculnya In Gak. buyar sudah kemendongkolan Kok Lan, maka itu ia pun turut tertawa.

Wan Lan lagi menangis, melihat In Gak. tiba-tiba saja ia tak bersedih lebih jauh, hanya beda dari Kok Lan, tidak dapat ia lantas bergirang dan tertawa, ia hanya, dengan kedua matanya bengul dan merah, mengawasi anak muda itu, sinar matanya menunjuki ia penasaran dan menyesal, ia pun tampak tak dapat berdiri tegak.

In Gak melirik nona itu, ia merasa tidak enak hati, ia mengerti rasa-hati nona itu. Bukankah selagi si nona terluka, ia seperti sudah meraba-raba seluruh tubuh orang? Di dalam keadaan biasa, bukankah perbuatannya itu tidak selayaknya? Karena itu ia menghela napas sendirinya.

Sebenarnya In Gak berlalu sengaja untuk menyingkir dari Wan Lan dan Kok Lan, hanya ketika ia sudah sampai di luar, mendidik ia ingat Kheng Tiang Siu. Pemuda itu menjadi muridnya Kim Teng Siangjin dari Ngo Bie Pay. Menurut Kiong-bun Jie Kiat, Kim Teng Siang-jin menjadi salah satu dari orang-orang yang mencelakai ayahnya, Karena ini, lantas ia mendapat pikiran, kenapa ia tidak mau turun tangan atas diri Tiang Siu, guna memancing munculnya jago Ngo Bie Pay itu.

Demikian, begitu ia mengambil keputusan, begitu ia kembali, hanya tepat kembalinya justeru Kheng Hong gagal menjadi juru pemisah, hingga jago tua itu diserang Nona Kok. ia tidak ingin salah seorang terluka, ia lantas lompat maju, guna menyela di-antara mereka itu berdua, ia menggunai tipu Cit Kim Sin-hoat yang dinamakan "Eng Pok Ciu Pok" yaitu " Elang menyambar, nasar menerkam," Maka ia dapat lompat melayang dengan pesat.

Begitu ia tiba, ia rampas sepasang padang si nona dengan tangan kirinya ia

memunahkan serangan Ngo Heng cinkhie dari Kheng Hong dengan jurus huruf "Meloloskan" dari Bie Lek Sin Kang.

Hanya habis itu, pikirannya lantas menjadi ruwet pula. Sudah ia mesti menghadap pula si nona, urusannya pun kusut, ia bingung melihat dua orang diri itu, yang satu kegirangan, yang lain berduka, dan yang berduka itu menyesal pula.

Akan tetapi In Gak mesti melakukan keputusannya tadi. Tanpa menoleh atau melirik lagi kepada kedua pemudi itu, langsung ia bertindak menghampirkan Kheng Tiang Siu. Selagi begitu, tiba-tiba Kok Lan bertindak cepat kepada si anak muda.

"Engko Cia, aku minta kau mengembalikan pedang adikmu." katanya perlahan tetapi manis.

In Gak mengeluarkan seruan "Ooh" tertahan- segera ia mengangsurkan pedang yang diminta, ia berbuat demikian tanpa menghentikan tindakannya, bahkan dengan cepat ia sampai didepan si pemuda she Kheng. Tiang Siu mengawasi dengan roman tegang, matanya mengeluarkan sorot gusar atau benci, ia mengerti bahwa tadi ia sudah mengeluarkan kata-kata yang sekarang dapat berobah menjadi bahaya untuknya, ia menginsafi kekeliruannya sudah mengeluarkan kata-kata tajam itu, sedang ia tahu In Gak menolongi Wan Lan saking terpaksa, bahwa hal itu wajar, tak usah In Gak malu karenanya, ia hanya penasaran sebab ia tidak berhasil merebut hatinya Nona Nie.

Ketika Tiang Siu mendengar Wan Lan menerjang angin besar dan salju dan dengan seorang diri pergi ke Han-tan, ia terpengaruh rasa hatinya ingin ia menyusul, supaya ia dapat merobah pikiran nona itu, agar si nona menyintainya.

Begitu ia berpikir, begitu ia menyusul, ia pergi kejurusan yang ditunjuk jongos hotel, ia dapat lari cepat dengan menggunai ilmu ringan tubuh "Menginjak -salju tanpa tapak kaki."

Hari itu angin keras sekali, saiju turun secara besar- besaran, hingga bunga saiju beterbangan dengan mengeluarkan suara yang berisik.

Di siang hari, nampak segala apa putih, sampai mata rasanya kabur, Diwaktu begitu, sukar untuk orang melihat jauh ke depan- Pula ada sangat sukar buat berlari-lari menerjang hujan salju itu. Maka itu, bisa dimengerti kesukarannya anak muda she Kheng ini.

Toh ia maju terus, ia merasa untuk mencari Nona Nie, sama sukarnya dengan orang menyelulupi jarum di dasar laut. Toh ada pengaruh tersembunyi yang mendorongnya maju bagaikan seekor anjing pemburu, ia maju terus, tak menghiraukan gangguan alam itu. ia terus mencari tapak kaki si nona. Ketika sang sore mendatangi, langit menjadi gelap. angin bertambah santer, -salju beterbangan bertambah hebat. salju di jalanan menjadi bertambah tebal. Di sekitarnya tidak ada seorang lain- Tiang Siu bingung.

Ia memasang mata sejauh-jauh matanya dapat melihat.

Sebentar lagi, ia tentu mirip orang buta yang tidak dapat melihat apa lagi. Maka ia girang sekali tempo akhirnya ia mendapatkan tapak kaku

"Inilah tapak kaki si nona." pikirnya, ia lantas mengikuti, ia tahu itulah tapak yang baru, kalau tapak yang lama mestinya salju telah menutupinya.

Benarlah, selang sepuluh tombak, ia melihat satu bayangan di sebelah depan- itulah bayangan dari sebuah tubuh yang langsing, ia lantas menyusul, ia melihat bayangan itu terhuyung-huyung jalannya perlahan. "Nona Lan Nona Lan“ ia memanggil berulang-ulang.

Sang angin bertiup keras, suaranya itu tak terdengar si nona. Atau mungkin nona ini beriagak tuli, tak memperdulikan dia. Nona itu terlihat berat tindakannya.

Dengan mengempos semangatnya, Tiang Siu menyusul.

Akhir-akhirnya ia menghadang di depan orang.

"Ooh nona..." katanya tertawa, "bagaimana-sengsara aku menyusul kau..."

Wan Lan menghentikan tindakannya kelihatan ia letih sekali,

"Saudara Tiang Siu, kau menyusul aku yang peruntungannya buruk. mau apakah?" ia tanya lemah. "Aku telah mengambil keputusan untuk membaca kitab saja, untuk menemani Sang Budha seumur hidupku "

Tiang Siu melihat mata orang bengul dan merah, air matanya berlinang. ia berduka sekali.

"Nona, buat apa kau menyiksa dirimu?" katanya. "Aku si orang she Kheng, aku nanti menuntut balas untuk sakit hatimu ini. " "Hm" si nona bersuara, mukanya merah.

"Untuk itu cukupkah kepandaianmu?" ia tanya, "Seumur hidupmu ini janganlah kau memikir yang tidak-tidak" Lalu ia ngoceh sendirinya, entah apa yang dia katakan, Habis itu ia tertawa sedih. ia kata pula: "Saudara Kheng, tak usah kau memusingi diri untukku yang bernasib buruk ini. Hatiku sudah tawar, Buat apakah kau menyusul aku?"

Tiang Siu heran, ia tetap tidak dapat menangkap hati si nona, Ada saugkutan apa antara Wan Lan dan In Gak?

Bukankah In Gak tidak mencintainya ? Kenapa Wan Lan sebaliknya tetap mencintai In Gak? ia bingung.

Lalu ia ingat benar katanya si nona, ia bukan lawannya In Gak. Pula memalukan andaikata orang pihak seperguruannya mendengar lelakonnya ini... ia menyintai si nona, ia tergila-gila sendirinya. Bukankah nona itu sebaiknya tak menghiraukan ia? Maka ia berdiam, kepalanya tunduk.

Wan Lan melihat kelakuan orang itu, ia terharu. ia hendak membuka mulutnya atau ia batal sendirinya. Maka ia pun turut berduka.

Sebenarnya nona ini sangat membenci si pemuda. Tanpa munculnya dia, tidak nanti In Gak kabur meninggalkannya. Hingga karenanya buyarlah impiannya yang manis. ia pikir In Gak bukannya tidak menyintai ia. Kalau tidak, apa perlunya ia ditolongi bahkan ia diobati tanpa orang mempedulikan lagi perbuatannya itu bertentangan dengan adat istiadat.

Maka ia percaya ia sebenarnya dicinta, hanya Tiang siu yang mengacau... Karena Tiang Siu, rupanya In Gak menganggap ialah pasangan Tiang Siu itu. Maka juga hatinya menjadi tawar, hingga ia ingat untuk mensucikan diri. ia menyesal tidak dapat segera mencukur rambutnya, ia pergi tanpa tujuan, pikirannya kacau, ia tidak menghiraukan salju dan angin- Saking lesu, ia tidak dapat lari keras, demikian ia tercandak Tiang Siu. Cuaca sudah remang-remang, keduanya masih berdiri diam. Tak lama jagat mulai gelap.

Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba sang angin membawa datang panggilan berulang-ulang: "Nona Lan Nona Lan Kau di mana?" Tiang Siu mendengar itu, dia terbangun semangatnya.

"Saudara Kiang" sahutnya keras. "Nona Lan di sini" ia lantas mengulanginya.

Lekas sekali dari pelbagai penjuru muncul tiga orang, ialah Ay Hong Sok bersama sama cong Yauw dan Tonghong Giok Kun- Mereka itu, habis mengundurkan musuh, lantas pergi mencari Nona Lan dan Tiang Siu.

Mereka tidak berhasil, lekas-lekas mereka ke hotel. Di situ mereka mendapat keterangan ke arah mana si nona dan si anak muda berlalu saling ganti, lantas mereka menyusul.

Mereka menampak kesulitan karena gangguan angin besar, salju dan guramnya sang magrib. Baru kemudian mereka mendapatkan tapak kaki dan mengikutinya sampai Kiang cong Yauw memanggil-manggil dan memperoleh jawabannya Tiang Siu itu.

Begitu Ay Hong sok bertiga datang dekat, Tiang Siu menuturkan bagaimana ia berhasil mencari Wan Lan tetapi si nona tidak sudi diajak pulang, ia juga menjelaskan kata-kata nona itu.

Kheng Hong menghela napas ia menggeleng-geleng kepala.

"Ah In Gak" katanya, Terus ia mengawasi Wan Lan dan berkata: "Nona Lan, jangan putus asa. Hal ini kau serahkan pada aku si orang tua. Sekarang mari kita kembali ke hotel, besok baru kita melanjuti perjalanan kita."

Sampai itu waktu dengan terus membungkam Wan Lan ikut pulang. Di rumah penginapan, Ay Hong Sok membujuk dan menghiburi pula si nona, ia sekarang merasa kasihan sekail, Sudah sejak beberapa hari ia mendapatkan Wan Lan menjadi jinak, tak berandalan seperti biasanya.

Sifat berandalan itulah yang memuakkan In Gak, Sembari menghiburi, ia berikan pula janjinya bahwa ia akan bertanggung-jawab dalam urusan menyampaikan maksud hati si nona.

Besoknya fajar, angin dan salju tak berkurang, bahkan turunnya makin bertambah, akan tetapi tanpa menghiraukannya, Ay Hong sok mengajak Wan Lan dan rombongannya melakukan perjalanan mereka, Mereka mengambil jalan Hamtan untuk menuju ke Yan-khia, kota raja.

Hari itu benar-benar buruk. setibanya mereka di Hamtan, mereka lantas membeli lima ekor kuda, untuk binatang binatang itu menggantikan kaki mereka berlari-lari di atas salju, Hingga lama-lama semua kuda itu meringkik tak hentinya dan mulutnya pada berbusa.

Tidak sampai dua hari, tibalah mereka di kota yang dituju, Mereka juga mengambil tempat di hotel Sam Goan di Ta-mo- ciang. Ta-mo-ciang ialah tempat dimana terdapat banyak hotel dan warung teh tempat berkumpulnya orang-orang Rimba Persilatan, maka tak lama segera mereka mendengar urusannya keempat pendeta Siauw Lim Si, serta Kiong- bun Siang Kiat, bagaimana si pelajar beroman luar biasa menghajar Cin Tiong Siang Tiauw, bagaimana orang mengagumi pelajar tak dikenal itu. Mereka juga mendengar hal pertemuan yang bakal dibikin di gunung Tay San-

Mendengar semua itu, Ay Hong sok beramai mengambil kesimpulan dan menduga si pelajar mesti In Gak adanya.

"Ha" berseru si orang tua sambil menepuk pahanya, "Pastilah bocah itu pergi ke Chongciu ke rumah mentuanya. Atau kita pergi ke Celam dimana tentulah kita bakal menemukannya, Sekarang mari kita dahar, lantas kita menyusul"

Senang Wan Lan mendengar itu, harapannya timbul, Karena Kheng Hong berguyon, ia dapat juga bersenyum.

Sebaliknya Tiang Siu, pemuda itu menjadi guram air mukanya, Dia menjadi bingung. Turut pergi salah, tidak turut pergi, dia berat berpisah dari si nona... Sudah dua hari dia masgul hingga alisnya senantiasa berkerut sebabnya ialah Wan Lan tak sudi bicara dengannya, kalau dia mencari alasan untuk memasang omong, Si nona sengaja menghindari diri.

Wan Lan tahu apa yang ia harus lakukan, Tak tega ia membiarkan Tiang Siu tergila-gila padanya, Biar bagaimana, tak dapat ia menyintai anak muda itu. Maka ia bersikap tawar supaya orang menjadi putus asa dan tawar juga hatinya.

Tiang siu sebaliknya menjadi masgul dan uring uringan- Di depan si nona ia bersikap sabar dan manis, sebaliknya ia menjadi berangasan- Kelakuannya ini memuakkan cong Yauw dan Giok Kun-

Menampak lelakon anak-anak muda itu, Ay Hong Sok masgul, ia menghela napas panjang pendek. ia berkasihan terhadap Tiang siu tetapi ia tidak berdaya menolongnya.

Untuk menghibur, satu kali ia menitahkan jongos menyediakan barang hidangan dan arak. Ia menjamu anak muda itu.

Tiang Siu ikut dahar tetapi barang santapan tak mau turun di tenggorokannya.

"Kheng Laote," kata Ay Hong sok tertawa, "kami hendak pergi keShoatang, bagaimana pikiranmu, kau suka turut atau tidak? jikalau kau mempunyai urusan lain dan tak dapat turut, baiklah perjamuan ini hitunglah sebagai perjamuan perpisahan-" Tiang Siu dapat membade maksudnya orang tua itu, Mana dapat ia meninggalkan Wan Lan? Maka ia menjawab cepat: "Aku dititahkan guruku merantau, pengalamanku sedikit sekali, maka itu aku bersyukur yang locianpwe saban-saban memberi puunjuk padaku hingga pengalamanku menjadi bertambah, kebetulan bakal dibikin itu pertemuan besar di gunung Tay San, suka sekali aku turut locianpwe, aku mengharap sekali belajar kenal dengan kepandaiannya pelbagai orang kenamaan-"

"Baiklah kalau begitu," kata Ay Hong sok. ia tidak mau omong banyak-banyak lagi.

Berlima mereka meninggalkan Yan khia, Lantas mereka mendengar hal dilabraknya orang-orang oey Ki Pay di kota Bu- ceng. Ay Hong Sok merasa pasti itu pun perbuatannya In Gak.

"Engko Cia berbuat demikian, apakah itu tidak keterlaluan?" Wan Lan tanya si orang tua.

Ay Hong Sok menggeleng kepala.

"Nasibnya In Gak sangat menyedihkan," sahutnya "tidak heran bila sifatnya luar biasa, jikalau kau ketahui riwayatnya, tidak nanti kau mengatakan dia kejam..."

Wan Lan berpikir, ia menduga riwayat In Gak sangat menyedihkan. Mungkin itu sebabnya si anak muda tawar terhadapnya, Karena ini dengan sendirinya ia berkesan baik untuk nasibnya anak muda itu.

Perjalanan dilakukan dengan menempuh gangguan angin dan salju, tetapi orang toh

sampai juga di Chongciu di rumah Tio Kong Kiu, hanya mereka nenubruk angin. Mereka mendapat keterangan Kong Kiu telah pergi ke Ce-lam, ke Goan Seng Piauwklok.

"Mari kita pergi ke Celam" mengajak Ay Hong sok, ia memang kenal Kho Cu Liong, pemilik dan pemimpin dari piauwklok itu. Maka sampailah mereka di tepinya telaga Tay Beng ouw, Hanya disini cu Liong menerangkan In Gak sudah pergi ke Sin-chung. Demikian mereka menyusul sampai di tempatnya Sin Bong.

Diluar dugaan, di sini Tiang siu membuat gara-gara. ia jeri terhadap si anak muda, ia ingat bagaimana baru-baru ini In Gak merampas serulingnya yang diterangkan nancap di batang pohon- Melihat si anak muda menghampirkan, tegang hatinya. Tapi ia mencekal keras senjatanya.

Kiau Kun ciu berkuatir, ia tahu sifatnya Kim Teng Siangjin.

Hebat kalau sampai pendeta itu turun tangan membelai muridnya.

"Lo Sam jangan” ia berseru. "Kheng Lao-te bicara tanpa maksudnya..."

In Gak tidak menghiraukan cegahan itu, segera ia sampai di depan Tiang Siu. ia berdiri sejarak tiga kaki. Tiang Siu memikir lain, karena dia sudah siap sedia dia lantas menyerang, bahkan hebat serangannya, ilmu serulingnya memang tak dapat dipandang enteng.

In Gak menyeringai ia berkelit dari serangan itu yang terus diulangi ia sudah lantas mengeluarkan kipasnya dengan apa ia membela dirinya, ia segera menggunai iimu silat Hian Wan

Sip-pat Kay.

Tiang siu tertolak hingga dia terhuyung mundur beberapa tindak. serulingnya pun

hampir terlepas dari cekalannya. Dia terkejut hatinya mencelos. Tapi dia penasaran, maka setelah menetapkan tubuhnya, kembali dia maju menyerang, Setelah mendesah ujung serulingnya diarahkan ke dada si anak muda.

In Gak tertawa dingin ketika ia menangkis deagan satu sontekan, Tepat sontekan itu, Tiang Siu terkejut, Lengannya dirasai sakit dan ngilu sekali. Tidak ampun lagi. serulingnya terlepas jatuh ke tanah, Tapi dia sangat penasaran, dengan tangan kirinya dia membacok lengan kanannya lawan- Muridnya Kim Teng Siangjin bergerak dengan sangat cepat, ia nyata masih kalah sebat, In Gak tidak menyambuti bacokan tangan itu.

Ia berkelit lalu tangan kanannya diturunkan, setelah bebas, ia angkat pula, dipakai menangkap. itulah gerakan "ci Llong ciu" tipu "menangkap Naga" Maka lengan kiri Tiang Siu kena dicekal.

Lagi sekali Tiang Siu kaget, bahkan sakit tangannya dia menjerit keras. Berbareng dengan menjeritnya itu, tubuhnya terangkat tinggi, terpelanting empat tombak jauhnya, jatuh terbanting di tanah. Dia telah dilemparkan In Gak.

Tapi dia kosen, begitu roboh begitu dia berlompat bangun, bergerak, dengan tipu "lkan gabus meletik", Selagi berlompat itu, kedua tangannya dimasuki ke dalam sakunya, lalu sambil turun kedua tangannya itu diayun. Lantas ada benda bertitik hitam bagaikan bintang-bintang menyamber ke arah si anak muda.

Diserang dengan senjata rahasia, In Gak menjadi mendongkol. Sambil berseru ia mengibaskan tangannya, itulah jurus "Gelombang Dahsyat Menggempur Gunung" suatu tipu dari huruf "Mendesak" dari Bi Lek Sin Kang. Maka dengan begitu titik-titik hitam itu kena disampok balik, menyamber kepada pemiliknya.

Inilah tidak disangka Tiang Siu, dia sampai tak keburu berkelit atau menangkis, maka dia menjerit keras dan tubuhnya terpelanting menerjang sebuah pohon besar, dimana ia roboh terus tak sadarkan diri. Itulah sampokan Bi Lek Sin Kang yang hebat. Semua orang kaget.

Wan Lan tidak menyintai Tiang Siu tetapi pertempuran disebabkan dia, mendengar jeritan orang dan melihat orang roboh, ia kaget, ia lantas lompat untuk menolongi. Begitu ia membungkuk dan menampak muka orang, ia lantas menutupi mukanya dan berseru: "Cia In Gak. kau kejam..." Terus ia menangis.

BAB 6

YANG LAIN-LAINNYA lari menghampirkan Tiang Siu.

Ternyata mukanya anak muda ini berdarah-darah, mukanya itu tertancapkan seraup duri hek-kie, senjata rahasianya dengan apa barusan ia menimpuk In Gak. Romannya itu nampak mengerikan dan menakutkan, pantas Nona Ni menutupi mukanya dan menangis.

In Gak juga menghampirkan, setelah ia melihat, ia merasa terharu, hingga ia kata dalam hatinya: "oh Thian, semoga hambamu tidak salah, Tidak sengaja hambamu berbuat begini sebab dialah yang mulai menyerang terlebih dahulu." ia masih mengawasi, mulutnya tertutup rapat.

Lui siauw Thian mengerutkan alis.

"Bagaimana sekarang Lo-sam?" tanyanya, itulah teguran-

It Goan Kisu segera mengedipi mata pada Kian Kun ciu, ia mau mencegah sahabat itu nanti keliru omong, ia tahu sebabnya In Gak menempur Tiang Siu, puterinya telah mengisikinya bahwa tindakan In Gak mungkin disebabkan urusan Kim Teng Siangjin, ia tidak setujui perbuatan In Gak ini tetapi ia toh bersimpati terhadapnya. Siauw Thian melihat lirikan itu, ia tidak bicara lebih jauh.

Ay Hong sok berdiam, matanya berkedap-kedip. ia bingung, hingga ia tidak tahu ia mesti bicara atau tidak.

"Engko Cia," kata Wan Lan kemudian, ia berhenti menangis dan memandangi anak muda itu, “Janganlah karena aku kau menurunkan tangan kejam ini. Dia tidak omong jelek tentang dirimu "

Suara itu ialah suara menyesali, suara penasarannya hati.

In Gak melirik. sinar matanya tawar. "Siapa bilang gara-gara kau." katanya dingin, "Kalau benar karena kau tak nanti aku lakukan ini."

Wan Lan merasa tertusuk hatinya. Matanya menjadi merah, wajahnya menjadi merah padam.

"Cia In Gak" katanya keras, "menyesal bahwa aku telah bertemu kau si laki-laki yang mukanya dingin hatinya kejam..."

Cepat luar biasa nona itu menghunus pedangnya, dengan apa ia memotong segumpal rambutnya, yang ia lemparkan kepada si anak muda, setelah mana ia memutar tubuhnya untuk lari pergi ke kampung dan ia terus lenyap.

In Gak menyambuti gumpalan rambut itu. wajahnya suram, ia berdiam sekian lama, lantas ia membungkuk, untuk dengan sebat menotok tujuh kali pada tubuh Tiang Siu.

Dengan lekas muridnya Kim Teng siangjin tersadar, ketika dia membuka matanya dia melihat musuhnya ada di depannya. Lantas dia pentang mulutnya. "Cia "

"Tutup mulutmu," bentak In Gak memotong, hingga kata- kata orang berhenti “Jikalau kau ngoceh tidak keruan, nanti aku bikin kau mampus tidak. hidup pun tidak. Jlkalau kau tidak puas, pergi kau minta Kim Teng si kepala gundul datang membalaskan sakit hati-mu, aku si orang she Cia nanti menantikan dia di Hoan Pek Sanchung di Tiang Pek San pada harian Toan Ngo di bulan kelima"

Tiang siu begitu panas hatinya, tetapi dia dapat tertawa terbahak-bahak. hingga darah di mukanya mengucur keluar lagi, hingga roman-nya menjadi seperti iblis yang bengis.

Suara tertawanya itu juga tajam, tak sedap untuk telinga.

Berhenti tertawa, dia berseru nyaring: "Baik, Nanti harian Toan Ngo bulan kelima, aku nanti pergi bersama guruku ke Tiang Pek San untuk membereskan perhitungan ini."

Habis berkata begitu, tanpa menjemput lagi serulingnya anak muda ini berlompat pergi, untuk berlari-lari seperti terbang. In Gak mengawasi, ia kata pada dirinya sendiri: "Semoga aku tidak bersalah." Suaranya itu seperti suaranya nyamuk bernyanyi di telinganya. Kumis dan rambutnya Kheng Hong bangun berdiri.

"In Gak," katanya gusar, "kau rada terlalu, Ni Wan Lan cantik dan baik hatinya, dia tergila-gila padamu, mengapa kau membuat hatinya terluka begini? Dan Tiang Siu juga tidak bermusuh besar denganmu, Soal asmara memang ruwet, tetapi tak dapat itu dibesar-besarkan, Mengapa kau tidak dapat bersabar? Aku si orang tua melihat mungkin kau menelad mendiang ayahmu, untukmu tak ada obat lagi."

In Gak memandang orang tua itu, ia hendak bicara tetapi batal, akhirnya ia cuma menyeringai kemudian ia mengangkat kepalanya memandang langit, ia terus berdiam.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar