Menuntut Balas Jilid 13 : Bentrokan di peternakan Charhar Utara

Jilid 13 : Bentrokan di peternakan Charhar Utara

"POAN POAN SIU pernah muncul pada lima tahun yang

sudah," Shong Lok melanjuti, "Aku percaya Tio Sicu tidak jeri terhadapnya, Hanya paling belakang ini dia telah memperoleh kemajuan, Paling belakang ini dia telah dapat sebuah kitab Seng Siu Mo Keng, kitab Hantu, dia telah mempelajarinya hingga dia berhasil memperoleh kemajuan, hingga terbangunlah semangatnya, hingga dia membangun agama San im Kauw.

Dia telah menaklukkan beberapa partai lain. Banyak kali dia mengundang pinto bekerja sama dengannya, sampai sekarang pinto belum memberikanjawa banku menerima atau menolak, pinto cuma tetap bersahabat dengannya, sekarang U-bun Lui membujuki dia.

Katanya U-bun Lui, kalau Poan Poan siu, mau menaklukkan semua partai, dia mesti mulai turun tangan atas dirinya menantumu, Tio sicu, sebab menantumu sangat lihay, asal ia dapat dibikin tunduk. semua partai lainnya akan tertundukkan sedikitnya separuhnya.

Menurut rencana U-bun Lui, paling dulu Poan Poan siu, mesti turun tangan atas dirinya In Liong sam Hian To Ciok sam serta di peternakan di Chahar Utara dan di kota raja. Dengan begitu menantumu akan dapat dipancing ke luar, U bun Lui menjanjikan partainya akan terus mengekor Poan Poan siu.

Poan Poan siu lagi membangun, mana dapat dia tidak kena dibujuk? Habis tahun baru ini atau selambatnya permulaan bulan dua, pasti dia bakal datang ke timur. Dari itu pinto mendahulukan dia datang ke mari." Kong kiu berbangkit untuk menjura dalam kepada imam itu.

"Terima kasih," katanya, Lantas ia mengajar kenal imam itu dengan Wi Seng dan Siauw Thian serta anak-anak mereka.

Lian Cu bersenyum dan menanyai "Ayah apakah artinya Poan Poan siu?" Kong Kiu mendelik, tapi ia berkata perlahan: "Kau mau tahu saja Banyak mulut" Puteri itu berdiam, tetapi ia melirik ayahnya itu.

"Semua orang tidak tahu, mari Lui loji yang memberitahukannya" kata Siauw Thian tertawa, "Dia itu pada setengah bulan yang lampau ialah laki-laki dan setengah bulan kemudian ialah perempuan, jadinya, setengah lawan setengah, maka dia pakai namanya itu, Poan Poan siu sekarang kau mengerti bukan?."

Mukanya Nona Tio menjadi merah.

"Siapa kesudian kau banyak mulut" tegurnya.

Siauw Thian berpaling kepada Kong Kiu, ia memperlihatkan roman Jenaka, kemudian ia menggoyang-goyang kepala, katanya, "sekarang ini benar-benar sukar menjadi manusia." ia terus memandang si imam, untuk sembari tertawa menanya, "Shong cinjin, bukankah kau telah kena ditarik ke dalam jaringnya Poan Poan siu?"

Shong cinjin menyeringai dia likat, "sebenarnya, Lui Losu, itulah hal sangat terpaksa," sahutnya.

Belum berhenti suaranya imam ini atau di luar jendela terdengar tertawa nyaring yang dingin yang diiring kata-kata tajam ini, "Benar-benar tidaklah meleset terkaanku si orang tua. Aku bilang hatimu tidak tetap. kau berpikir bertentangan lalu dengan lain, karena itu aku telah nasehati Kauwcu menyingkirkan kau tetapi Kauwcu menyayangi ilmu silatmu yang mahir, sedang sekarang ini saatnya tenaga orang dibutuhkan, aku dilarang bertindak tergesa-gesa siapa sangka, justeru kauwcu baik budi, dia meninggalkan orang yang makan di dalam tetapi membahayakan dari luar. Shong Lok, kau keluarlah, atau jangan nanti kau mengatakan aku si orang tua kejam-" suara itu nyaring dan tak sedap untuk telinga.

Shong Lok kaget, mukanya menjadi pucat, akan tetapi begitu lekas suara orang berhenti ia memutar tubuh sambil tangannya diayun ke arah jendela, maka belasan sinar seperti bintang menyamber ke luar.

Berbareng dengan itu, beberapa tubuh dari dalam ruang itu pada berlompat ke luar. Pelbagai sinar itu sirap. seperti lumpur masuk kedalam laut.

Dari luar jendela terdengar suara seram ini: "segala kepandaian tidak berarti berani dipertunjuki jikalau aku si orang tua takut, tidak nanti aku menguntit kau sampai disini."

suara itu berhenti, lalu disusul suara bentrokan senjata tajam.

Tio Lian Cu sangat cerdas, begitu ia me- dengar suara orang, begitu ia keluar, ia dapat menduga dari mana suara itu datang, d angan lantas ia menerjang.

satu tubuh yang besar lompat meleset lompat kesaiju, tetapi segera dia disamberpula cahaya hijau, Kali ini Ciu Goat Go yang menerjang dengan pedang Ceng Hong Kiam.

Serangan pedang itu disusul dengan serangan tangannya Kong Kiu, Wi Seng dan Siauw Thian-

Orang itu tertawa berkakak, dia berkelit, segera dia lenyap.

Sia-sia orang mencari, maka semua lantas kembali kedalam, segera meraka menjadi kaget, Shong Lok kedapatan duduk miring diatas kursi, kedua matanya memperlihatkan sinar kedukaan- Siauw Thian bercuriga, segera ia menghampirkan, Maka ia melihat dipundak kiri imam itu menancap sebatang jemparing pendek dua cun, jemparing itu bercahaya biru. ia mau lantas mencabut anak panah itu, atau Shong Lok berkelit seraya berkata: Jangan, Lui Losu inilah senjata rahasianya Poan Poan siu yang diberi nama panah biru Lan-lin Mo-cian yang beracun, siapa yang terkena itu, darahnya lantas menjadi beku. Lekas kau kutungi sebelah tangan pinto "

Habis berkata si imam tertawa dingin, lantas dia menambahkan: "Pinto tidak bakal mati. Pinto telah menutup jalan darahku. Pinto cuma akan kehilangan sebelah lengan kiriku. Yang datang itu murid kepala Poan Poan siu-namanya Chia-hoat kie Leng it, jikalau kemudian aku tidak dapat membakar tulang-tulang-nya menjadi abu. sakit hati ini sukar dilampiaskannya "

Kong Kiu mengawasi luka orang itu, ia mengerutkan alis. "Anak Lian, pergi kau ambil koyok Lay Giok Hwee-leng-ko,"

ia kata, Terus tertawa. "Shong cinjin, lengan kirimu ini tidak bakal hilang Aku si orang she Thio menjaminnya"

Shong Lok kelihatan girang tetapi tubuhnya bergemetar, ia merasakan luar biasa dingin-

Ciu Wi Seng berdiam, ia sangat berduka, Bukankah mereka berjumlah lebih banyak Bukankah mereka semua bertelinga celi dan bermata tajam. Benar angin santer dan sukar untuk mendengar apa-apa, tetapi mereka tidak berhasil memegat musuh yang tersembunyi itu Maka teranglah musuh sangat lihay.

Cepat sekali Lian cu sudah kembali dengan obat yang diminta ayahnya.

Kong Kiu melihat Shong Lok mulai tak sadarkan diri, ia lantas minta pedang Kie Kwi Kiam, dengan itu ia memotong daging dipundak orang, guna menyingkirkan anak panah yang beracun, Tidak ada darah yang mengalir jadi benar keterangan jarum tentang liehaynya racun itu, Dengan sebat luka itu di obati ditutup dengan koyok. terus dibalut.

Kong Kiu tertawa sambil mengurut kumisnya.

Tidak lama muka Shong Lok tak pucat lagi bahkan menjadi dadu, ia pun tidak bergemetaran pula. ia membuka matanya dan tertawa. "Tio siu, dari mana kau dapat obat mujarab ini?"

"Turut keterangan yang aku peroleh, luka ini mesti diobati oleh pemiliknya, atau orang akan terluka parah dan mati karenanya sicu, rasanya sukar untuk aku membalas budimu ini..."

"Shong cinjin, buat guna aku si orang she Tio, kau bercelaka, tak tenang hatiku" katanya, "maka itu, jangan kau mengatakan demikian, kau membuat aku merasa makin tak enak. Aku menyesal dan malu sekali, obat ini aku peroleh dari seorang berilmu, khasiatnya untuk mengobati racun yang sifatnya dingin. Kau baik cinjin maka kau ketemu pertolongan-

Shong Lok menggeraki tubuhnya, untuk berduduk dengan tegak.

"Aku bukan bangsa lurus tetapi aku mengerti peribadi, aku mengenal keadaan-" katanya. "Dengan munculnya Poan Poan siu ini pasti suasana bakal jadi buruk dan berbahaya, bencana besar tak akan dapat dicegah lagi. Meski begitu, semasa pinto masih hidup, hendak pinto mendayakannya supaya semua orang bersiap sedia dari siang-siang" Habis berkata. imam ini berlompat bangun untuk berlompat terus keluar ruang.

"Shong cinjin- Kong Kiu berteriak memanggil seraya ia berlompat juga untuk menyuruh. sia-sia percobaan itu, sang imam sudah lenyap. di situ hanya terasa samberan angin dan hawa dingin, ia masuk dengan menyesal, katanya: "Shong cinjin bangsa sesat yang lurus, dia mengerti suasana, jarang orang seperti dia. kekacauan bakal terjadi, semua itu disebabkan munculnya In Gak..." "Kau jangan kuatir," Siauw Thian kata tertawa, "biarlah U bun Lui bekerja sekarang juga Lui loji mau berangkat untuk mencari losam di Thay-goan, guna mengajak dia pulang agar kita dapat mendamaikan pada jalan untuk menyambut musuh" Liang Hoay Tayhiap Ciu Wi Seng yang pendiam, turut bicara.

"Lui Losu," pesannya, "kalau kau bertemu dengan menantuku itu, jangan kau sebut-sebut urusan di sini, aku kuatir pikirannya nanti terpecah, kau bilang saja bahwa aku dan saudara Kong Kiu mengharapi dia lekas pulang untuk melangsungkan pernikahannya." Dengan kata-katanya ini Wi Seng menunjuki kesayangannya kepada menantunya itu.

Siauw Thian mengangguk. Dia menoleh kepada kedua nona dan bersenyum.

Muka Goat Go dan Lian cu menjadi merah, lantas Lian ciu panas hatinya, dia menghunus pedangnya.

Siauw Thian cerdik, ia sudah mendahului lompat ke luar dari mana ia kata nyaring. "Nona-nona yang manis, sampai ketemu pula" Dan lantas dia menghilang....

Lian cu mengawasi Goat Go, si nona Cupun memandang dia, lantas keduanya mengerutkan alis mereka, kedukaan mereka berjalan terus hingga lewat beberapa hari kemudian- Besok ada malaman tahun baru, bagaimana kalau tunangan mereka tetap tidak pulang?

Lian cu duduk sambil mengawasi Goat Go yang berada di depan jendela, di meja rias, ia menghela napas, seperti kunnya itu bersusah hati. Mereka cuma memikir, mengharap- harap.

Mau tak mau, dengan bunyinya petasan, mereka toh menyambut tahun baru.

Pada tanggal dua, Siauw Thian kembali dari Thay-goan- Lian cu menyambut dengan kegirangan-

"Apakah engko Cia tidak pulang?" tanya-nya. "Mana dia?" Siauw Thian melirik. Ia bersenyum.

"Losam sudah ada di tengah jalan," ia menyahut "Ia kuatir dengan berjalan bersama si pengemis Chong si dan Lui Loji nanti mendatangkan kecurigaan kawanan bangsat, dan itu ia menyuruh kami berdua berjalan lebih dulu dua hari, ia mengambil jalan dari Lok-yang dan Kayhong pulang ke kota raja, ia memesan Lui Loji membawa berita bahwa ia tidak dapat pulang ke Chong ciu, maka itu ia minta kedua nona suka pergi ke peternakan di Chahar Utara untuk menantikan ia di sana."

Lian cu bersangsi, alisnya terbangun-"Benarkah ini?" dia tanya.

Siauw Thian melembungkan dada, matanya dikecilkan- "Mana bisa dusta?" katanya, " Losam bilang paling baik kedua nona berangkat lebih dulu, ia dapat berjalan cepat,

umpama kata ia sudah sampai tetapi kedua nona belum, apabila urusan penting, ia akan pergi pula, Maka itu, kalau sampai terjadi begitu, tak dapat kau menyebalkan Lui Loji"

Baru sekarang Nona Tio mau percaya, ia tertawa dan kata pada Goat Go: "Enci Go, mari kita berkemas, kita berangkat dengan kereta keledai" Tanpa menanti jawaban, ia menarik tangan kawannya, buat diajak pergi ke lauwtengnya.

Kong Kiu mengawasi tajam, ia merasa Siauw Thian tidak omong sepenuhnya. Tapi ia tidak segera menanyakan.

Siauw Thian tahu, kalau dia omong sebenarnya In Gak pergi ke Lokyang bersama nona Kouw Yan Bun, mungkin Lian cu dan Goat Go bercemburu, itulah berbahaya. Baru kemudian seberlalunya kedua nona itu, ia omong jelas pada Kong Kiu dan Wi Seng.

Wi Seng menghela napas, katanya berduka: "Anak itu terlalu membawa adatnya. Untuk membalas sakit hati masih ada jalan lainnya. sekarang ini urusan Nona Kouw Yan Bun ini baik jangan diberitahukan dulu kepada anak-anak itu.”

Kong Kiu sangat menyayangi puterinya, maka itu, ia menitahkan enam orangnya pergi mengantarkan.

Dengan lekas Lian cu dan Goat Go berangkat. Ayah mereka berjanji akan menyusul di permulaan bulan kedua, Mereka ini merasa tak kuat melawan hawa udara terlalu dingin, sakit pernapasan Kong Kiu telah diobati menantunya tetapi ia masih takut hawa dingin-Siauw Thian memujikan kota Celam yang hawanya hangat. Habis itu, Siauw Thian berangkat ke Utara.

ooo

Hari sudah lohor ketika sang saiju berhenti turun untuk sementara waktu, Tebal saiju lebih sebatas mata kaki, Di mana-mana cuma saiju putih yang tertampak. di tanah dan di atas pepohonan. Melihat jauh ke depan, tak dapat dibedakan mana langit dan mana bumi, Melainkan sang angin masih tak mau berhenti bertiup,

Tiba-tiba terlihat dua titik hitam yang seperti muncul dari ujung langit. Lekas

sekali, kedua titik itu mulai terlihat tegas, Dilain saat lagi maka tertampak nyata itulah dua penunggang kuda, yang satu seorang tua dengan kumis dan jenggot ubanan, yang lainnya seorang usia kira-kira empat puluh tahun tanpa kumis.

Kedua duanya nampak bersemangat. Kuda mereka menghembuskan napas yang ber-uap dan tubuhnya bermandikan keringat, tanda habis melakukan perjalanan jauh dan sukar. Tepat di sebuah tanjakan- kedua kuda itu berhenti dengan tiba-tiba.

"Aneh, hiante" berkata orang yang tua itu. "sudah seratus li lebih kita menyusul, kita masih belum melihat si pencuri kuda, tak ada tapaknya juga Pencuri itu lihay sekali" orang tua itu bicara dengan matanya menyapu sekitarnya.

"Memang, toako, pencuri itu bukan pencuri biasa," berkata orang yang lebih muda, yang dipanggil "hiante," - adik, "sudah setengah bulan kita terus diganggu pencuri, yang munculnya setiap angin santer dan saiju lebat, begitu kita mendusin, pencurinya sudah lenyap. Mungkinkah ada orang yang mengenal wilayah ini yang menjadi cecolok?" "Kalau begitu, siapakah yang kau sangka? orang-orang kita. dapat dipercaya semuanya, tidak dapat aku menduga jelek kepada satu diantaranya...

Orang tua itu bukan lain daripada Hui-In-Ciu Gauw Hong piu, pemilik dari peternakan Cat Pak Bok-thio, peternakan chahar Utara, dan yang muda yalah pemilik yang kedua, Pat- Kwa Kim-to The Kim Go.

"Sebenarnya hal ini sudah lama Siauwtee duga hanya sebegitu jauh Siauwtee berdiam saja," sahut sang adik- angkat. "Aku belum mempunyai buktinya tidak berani sembarang bicara. Terutama aku kuatir toako nanti menjadi tersinggung dan berduka, Toako, orang itu yalah anak-angkat toako sendiri, Cie Tiauw som"

Hong piu heran hingga ia melongo, "Dia? Buat apa dia melakukan itu?"

"Dasar toako seorang yang sangat jujur," kata Kim Go, menghela napas, "Cie Tiauw sim itu kelihatan halus dan hormat diluar, didalam hatinya dia sangat licin, dari siang- siang Siauwtee telah melihatnya, Urusan ini berpangkal pada Pok Eng dari Pok Ke Po. Pok Eng sudah lama mengilar mengincar peternakan kita, Dan cie Tiauw som telah dipengaruh kan oleh Le Hi, gadisnya Pok ting. Apakah toako masih ingat peristiwa pada sepuluh tahun dulu halnya Liong Kang sam Kwe? sekarang ini mereka itu bertiga ada di dalam Pok Ke Po, maka itu aku menyangka kepada Pok Eng."

Hong piu berdiam, ia berpikir keras, “Jikalau benar sangkaan kau ini, hiante. aku percaya urusan tak sesederhana begini," katanya kemudian, "soalnya Pok Eng itu memang sudah berbulan-bulan mengganjel dalam hatiku..."

Belum habis suara itu, dari kiri mereka, di mana ada bukit saiju, terdengar satu suara yang nyaring: "Benarlah jahe tua itu semakin pedas. Memang juga urusan bukan urusan sederhana" Kedua pemilik peternakan itu terkejut. Dengan mendadak Hong piu lompat dari atas kudanya, menubruk ke arah bukit saiju itu. ia bergerak dengan tipu silat "Burung elang menerkam kelinci"

Hui In ciu sebat tetapi orang yang bersuara itu lebih sebat pula. Dia telah mendahului berlompat menyingkir dia berlompat sambil tertawa terbahak-bahak. Lantas dia memisahkan diri lima tombak jauhnya, Ketika dia berlari pula, segera dia lenyap. Tadi pun cuma terlihat dia berupa bayangan abu-abu.

Hong piu melengak. Ia tidak mengejar sebaliknya, ia naik pula atas kudanya.

"Dia lihay, dia tak ada di bawahan kita," katanya, "Kata- kata dia membuktikan benarnya dugaan kita. Mari kita pulang"

The Kim Go menurut tanpa banyak omong, keduanya lantas kabur pulang.

Peternakan cat Pak Bok-thio berada di utara kota To-lun atau di barat kota Sulong, luasnya ribuan li sekitarnya, Di antara musim-musim semi dan panas, tegalan merupakan padang rumput yang hijau segar tercampur pohon pohon bunga hutan yang kembangnya merah, rumputnya tinggi hampir setengah pendirian orang.

Di sanalah kawanan kuda, sapi, dan kambing biasa mencari makannya. Baru di waktu udara dingin dan bumi seperti beku semuanya berdiam di kandangnya masing-masing, Kandang mereka berada di tepinya telaga kecil bernama Kat-sip ju.

Di tengah-tengah tanah peternakan itu berdiri empat rumah besar yang seperti menjadi satu, semua kamarnya besar dan kecil tak kurang dari seratus lebih.

Saat itu, di sebuah kamar timur, dua orang lagi bermain catur dengan asyik, Ruang dibikin hangat dengan dapur yang apinya lagi berkobar-kobar, Bahan apinya ialah kotoran ternak yang kering, yang kadang-kadang terdengar meletus. Walaupun api guram akan tetapi mukanya kedua pemain catur itu tampak tegas Yang satu berumur lebih kurang empat puluh tahun, kumisnya pendek dan tajam, mukanya merah disebabkan pengaruh air kata-kata, Yang lainnya orang umur tiga puluh tahun, matanya tajam, hidungnya bengkung, mukanya putih tanpa kumis.

"Sudahlah, Liauw Busu, kali ini pasti kau kalah" tiba-tiba yang muda berkata sembari tertawa, " Lebih baik kita mulai pula dari baru" ia terus melongok ke luar jendela, ketika itu sudah jauh lohor, " Hari sudah mulai gelap. tiang- cu belum kembali.. Mungkinkah terjadi sesuatu?"

Orang yang dipanggil Liauw Busu itu tidak menyahuti, matanya terus menatap biji-biji caturnya yang sudah kacau balau, baru kemudian dia menggaruk-garuk belakang telinga dan berkata: "Baiklah, aku kalah. Mari kita mulai lagi" Tapi yang muda itu mendadak berlompat bangun

"Mereka sudah pulang" katanya, "Nanti aku lihat dulur Dan dia lari ke luar. Hong piu dan Kim Go baru saja sampai, setelah menyerahkan kuda mereka pada pegawainya, mereka berjalan masuk sambil berendeng, tindakannya perlahan-

Kapan Hong piu melihat orang yang menyambutnya, matanya menyapu tajam.

"Tiauw som" katanya tiba-tiba sambil bersenyum, "diluar dugaan, pencuri kuda kita itu ialah orangnya Houw-ge-thung Pok Eng"

Orang muda itu, ialah Ci Tiauw som, sepasang alisnya terbangun sedikit, lantas dia tenang pula.

"Tak mungkin" dia kata tertawa, "Pok Po-cu toh bersahabat kekal dengan Gi-hu, mustahil dia melakukan perbuatan semacam itu?"

Dia memanggil "gi-hu" - ayah angkat, "sekarang ini dunia sudah berubah," berkata Kim Go. "sekarang ini banyak manusia yang licin, hingga darah daging sendiri tak dapat dipercaya seluruhnya, apa pula baharu sahabat"

Air mukanya Tiauw som berubah, ia berdiam saja. Mereka berjalan masuk ke ruang besar.

Gouw Hong piu tinggal di peternakannya ini bersama isterinya serta satu cucu yang masih kecil, anak mantunya berdiam di Thoan-en, membuka piauwkiok. The Kim Go sebaliknya lengkap isteri dan anak-anaknya laki-laki dan perempuan, jumlah delapan jiwa, yang termuda usia sebelas tahun-

Tiauw som lantas menarik anaknya Kim Go, ia berbicara sambil tertawa, akan tetapi nyata sekali dia tak tenang hatinya. Kim Go melihat itu, ia tertawa di dalam hati, ia ingat kisikannya In Gak waktu In Gak balik dari Cian san.

"Tiauw som berhidung elang dan beroman serigala, dia sangat licin, biarnya dia anak angkat Gouw Tiang cu, terhadapnya tiang- cu harus waspada, supaya bisa dicegah terjadinya sesuatu."

Kim Go biasa tak takluk pada siapa juga, tetapi nasihatnya In Gak ia perhatikan, maka itu selalu ia memasang mata atas diri Tiauw som.

Malam itu pun angin santer, saiju memenuhi seluruh padang peternakan, Semua ternak menderita hawa dingin, binatang kuda meringkik dengan suaranya yang sedih.

Hong piu beramai berkumpul sambil minum arak, untuk menghangat tubuh. Justeru itu, seorang pegawai lari masuk tergesa-gesa, melaporkan "Tiangcu Hu tiang cu celaka Ada penjahat penjahat bertopeng menyerbu kandang timur.

Mereka pun melepas api sudah ada empat- lima orang kita yang roboh"

Hong piu berlompat bangun, lantas ia menitahkan- "Pergi kau menitahkan supaya semua orang menjaga tempatnya masing masing jangan bingung tidak keruan Aku akan lantas ke luar." Pegawai itu, tukang rawat kuda, lantas lari pergi.

"Hiante, kau berdiam di sini melindungi keluarga kita" Hong piu kata pada Kim Go. “Jangan kasih diri kita kena tertipu akal memancing harimau meninggalkan gunung. Aku akan lekas kembali" Terus ia menoleh pada anak pungutnya dan mengajak dengan nyaring "Tiauw som mari"

Tiauw som menurut.

Ketika mereka tiba di luar, di arah timur terlihat api berkobar, angin seperti neniup-nya, asap bergulung naik, Pula berisik suaranya kuda dan orang.

Bukan main gusarnya Hong piu, ia lantas lari dengan menggunai ilmunya lari cepat, ingin ia segera tiba di kandang ternaknya itu, tapi itu tidak dapat dilakukan dalam sejenak. sebab letaknya kandang puluhan li.

Tiauw som agaknya gelisah, Dia ikut lari. tapi dia terpisah dua tombak dari ayah angkatnya itu.

Tiba-tiba di depan terlihat satu bayangan melintas. "Yap Busu?" Hong piu menegur, "Tiang cu?" balik tanya

orang itu. “Jumlah pencuri banyak sekali. Nanti aku pergi ke depan" Lantas dia lari terus.

"Bagus" Hong piu memuji. Ia menoleh kepada anaknya dan kata, " Lihat Yap seng Dia doyan air kata kata tetapi disaat perlu, dia melebihi sahabat sahabat tukang makan minum saja ini dia sifatnya orang Kang ouw yang dapat dihargakan, Tiauw som, kau mesti mencontoh Yap Busu”

Anak itu mengangguk. mukanya merah, tapi dalam gelap itu tak tampak.

Tidak lama tibalah mereka di kandang timur itu, Api sudah mulai padam, Perawat kuda serta kawan-kawannya. yang berjumlah seratus orang lebih, terpecah dua, sebagian melawan pencuri, yang sebagian memadamkan api.

Hong piu melihat musuh pada bertopeng, agaknya mereka kosen semua, serangan-serangan mereka berbahaya, sudah banyak orangnya yang terluka ia menjadi sangat gusar. penyerbuan itu memusnahkan usahanya puluhan tahun, ia memandang tajam, lantas ia melihat musuh yang melayani tiga orangnya,amenduga dia itu ialah kepala penjahat, maka ia berlompat ke arahnya, setibanya segera ia lompat menyerang.

Penjahat itu melihat ada tenaga baru, dia lompat mundar dua tombak lebih, Dengan begitu dia pun menyelamatkan diri dari serangan Pemilik peternakan ini kagum untuk kelincahan orang itu tetapi ia merangsak terus, ia lompat dengan tipu "Mega terbang menutup gunung” Tapi musuh itu menyingkir dengan lompatan "Naga hitam membalikkan awan-, Dia benar sangat sebat.

"Bagus" berseru Hong piu memuji, ia lantas mengenali gerakan orang, hingga ia ingat arangnya. ia tertawa terbahak dan berkata nyaring: "Aku kira siapa Kiranya In Tong ke yang tiba di sini Tong ke, aku si orang she Gouw tidak pernah bentrok dengan kau, kenapa malam ini kau mengunjungi aku? Adakah ini disebabkan aku si orang she Gouw tidak cakap menyambut tetamunya?"

Memang pencuri bertopeng itu ialah Hwi Thian Kiat-cu, si Kala Terbang, atau

Kwantiong it Koay, siluman dari Kwantiong, yang bernama In Ho, yang pernah menunjuki kepandaiannya di panggung Wan Yoh Tay di Ciu Ke Cung selama diadakan pertandingan silat. Dia tercengang ketika dia ditegur, hanya sebentar, dia pun tertawa nyaring.

"Gouw Tiang cu bermata tajam, segera kau mengenali aku" katanya, "Tapi aku harap tiangcu jangan sembarang meludah dengan darah. Meski aku telengas, tidak biasanya aku melakukan perbuatan membunuh orang sambil melepas api"

Habis itu dia menarik ke muka-nya, untuk meloloskan topengnya, hingga terlihat muka kurusnya dengan kumis jenggotnya yang dipanggil jenggot kambing gunung, sedang matanya berjelalatan-

"In Tongke pandai bicara" kata Hong piu tertawa dingin, "Bukankah sekarang ini nyata bukti perbuatanmu? "

“Jikalau tiangcu tetap menuduh, tak dapat aku menyangkal," kata In Ho, tertawa menyeringai. " Hanya dapat aku menerangkan, aku datang kemari karena permintaan orang"

Hong piu tertawa lebar.

"Mustahil aku tidak mengerti duduknya perkara?" katanya, " Liong Kang sam Kwe itu orang macam apa? Hanya aku tidak percaya In Tongke dapat dibujuk mereka hingga tongke suka membantu Kaisar Tiu berbuat kejahatan? Kenapa mereka tidak datang sendiri sebaliknya mereka membikin letih kepada In Tongke yang mesti sampai datang ke mari?"

Mata Hui Thian Kiat-cu memandang tajam pada pemilik peternakan itu “Jangan kau mengatakan demikian, Gouw Tiangcu" ia kata dingin "Permintaan bantuan sahabat sukar untuk ditolaknya, sedang aku dan Tong Kang sam Kwe adalah sahabat-sahabat akrab. Urusan malam ini sulit untuk dibicarakan, siapa salah dan siapa benar, hanya yang jelas, Liong Kang sam Kwe telah tiba di sini. Mengapa Tiangcu tidak menyalahkan orang-yang satu? Gouw Tiangcu, baik kau ketahui, malam ini lebih banyak bahayanya daripada kebaikannya untukmu, maka tak usahlah kau mencapaikan lidah lagi"

Hong piu heran, Liong Kang sam Kwe sudah datangi Maka mereka itu? Kenapa mereka tidak lantas muncul? Karena ini, ia menduga orang pasti lagi menjalankan akal muslihat ia lantas merasa ancaman bahaya hebat, maka ia menjadi nekad.

Maka ia tertawa dingin dan kata pula: "In Tongke, harap kau tidak omong besar Mana dapat aku si orang she Gouw dibereskan sesuka kamu? sahabat, kau majulah" Meski ia menantang, Hong piu pun menyerang lebih dulu. Senjatanya Hong piu ialah tongkat dan ilmu silatnya dinamakan "Hui in Koay hoat" ilmu tongkat Awan Terbang, yang terdiri dari tiga puluh sembilan jurus Hui Thian Kiat-cu melawannya dengan kangpian, ruyung baja, karena dia lihay, berdua mereka jadi bertanding seru.

Kuda dan banyak orang masih berisik dengan suara mereka, kuda berlari lari dan meringkik, orang berseru-seru dan bertempur tapi sebaliknya makin lama makin berkurang, cuma asap masih mengepul naik dan bau hangus tersiar.

Sedang api di kandang timur itu dapat dikuasai, maka di kandang barat terlihat mulai berkobar, Hal ini mengejutkan peternakan, mereka mesti lari ke barat itu untuk memadamkannya juga.

Yap Busu telah merobohkan tiga musuh, masih ada musuh musuh lainnya, Dua musuhnya melayani ia dengan hati-hati, sebab ia agaknya nekad.

Dalam belasan busu, separuhnya sudah roboh. ini pun salah satu sebab kenapa Yap Busu berkelahi mati-matian.

Di pihak penyerbu terdengar tertawa mengejek mereka, Ci Tiauw som tidak terlihat lagi.

Hong piu gelisah melayani musuh, yang tubuhnya sangat enteng, hingga musuh itu dapat bergerak dengan gesit dan lincah, sia sia belaka pelbagai penyerangan nya, tidak dapat ia memperoleh kemenangan segera, ia gelisah sebab selagi musuh ini tangguh, di sana masih ada Liong Kang sam Kwe.

"Pasti Hui Thian Kiat-cu hendak membikin aku letih," pikirnya juga, "Dia tidak dapat dibikin maksudnya kesampaian... Maka ia lantas menyerang beruntun tiga kali, mulanya dengan tangan kiri, terus dua kali dengan tangan kanan.

Melihat demikian, In Ho tidak main berkelit lagi. In menggunai ruyungnya untuk me-nangkis, maka satu kali bentroklah senjata mereka, keras suaranya, sampai mereka masing-masing terhuyung mundur setengah tindak. In Ho penasaran, habis itu ia menyerang sengit.

Hong Piu menyambut serangan itu, atau ia menjadi kaget, Tiba-tiba ia mendengar jerit-annya YapBusu, yang pundaknya muncrat darahnya dan tubuhnya sempoyongan Justeru itu In Ho tertawa nyaring, ruyungnya menghajar pula, sedang tangan kirinya mengayun sembian biji Kiat-bwe Tok-piauw, ialah senjata rahasia beracun "Ekor kala". sembilan

Biji piauw itu berpencaran begitu lekas ditimpukkan, ini pula piauw yang In Ho sangat jarang gunai, hingga cuma sedikit orang yang mengetahui dia pandai menggunai itu.

Hong piu terkejut, Dalam keadaan terdesak itu, sulit ia meluputkan diri dari pelbagai senjata rahasia ituJusteru ia sudah mati daya dan seperti lagi menantikan kematiannya, tiba-tiba ia mendengar seruan nyaring tapi halus, lalu tertampak sinar seperti rantai, menyusul mana kesembilan piauw lenyap semua. Sinar itu sebaliknya menyamber terus ke arah pemilik piauw beracun-

Hui Thian Kiat-cu In Ho kaget bukan main- ia justeru lagi bergirang karena ia percaya senjata rahasianya bakal merobohkan lawannya yang tangguh, ia bingung hingga tak sempat ia menangkis atau berkelit, dengan lantas ia menjerit keras, sebab kedua dengkulnya telah tertabas kutung sinar itu, yang sebenarnya sinar pedang, ia roboh dengan muka pucat dan darahnya berhamburan-

Pedang yang lihay itu tidak berhenti sampai disitu, pedang itu menyamber terus kearah musuh yang baru saja merobohkan Yap Busu, Maka terdengarlah jeritannya beberapa orang, suatu tanda beberapa musuh lagi telah kena dijadikan kurban seperti Hui Thian Kiat-cu.

Hong piu tersadar dari kagetnya waktu ia melihat siapa adanya orang yang lihay ilmu pedangnya itu, yang segera menghampirkan ia untuk berdiri dihadapannya. "Nona Tio" ia berseru, heran dan kagum, "Bagaimana kau ada di sini?"

Memang nona iiu Lian cu adanya dengan pakaiannya singsat warna merah tua, matanja bersinar, wajahnya bersenyum, tangan kanan mencekal pedang Ki Kwat Kiam dan tangan kiri menyingkap rambut di dahinya.

"Kau tidak akan menyangkanya, Gouw si-okhu" berkata nona itu tertawa, "Aku tidak datang sendiri saja hanya bersama adik Goat Go. Adik Goat telah melukai dan mengusir Liong siang sam Kwe dan sekarang ia ada bersama Jie siokhu di rumah lagi menantikan kau" Bukan main girangnya Hong Piu. ia merasa kagum dan bersyukur.

"Syukur kau datang, Nona Tio" katanya, Jikalau tidak. jiwaku ini tidak bakal ketolongan. Akupun girang untuk mendapatkan ilmu silatmu maju begini pesat." ia berdiam sejenak. untuk meneruskan "sekarang baik kita melihat dulu ke kandang barat sana, baru kita pulang"

Ia lantas menitahkan busu yang tidak terluka akan menolongi Yap Busu dan lainnya sekalian mengurus kurban- kurban jiwa.

"Tak usah kau melihatnya lagi, siokhu," kata Lian Cu bersenyum, "Kami datang bersama beberapa pembantu ayahku dan mereka telah pergi untuk memberikan pertolongan seperlunya, sebelum aku sampai di sini, aku telah menerima warta bahwa musuh telah dapat dipukul mundur semuanya dan api telah dapat dikuasai"

Hong Piu menoleh ke barat, ia melihat kebakaran tinggal asapnya saja. ia menghela napas. ia mengerti, untuk membangun pula, ia mesti mengeluarkan banyak uang dan tenaga, ia lantas mengikut nona itu pulang.

-00000000-

IN GAK jatuh ke dalam jurang Cian Tiang Yan dengan turunnya cepat sekali. Biarnya ia telah diserang hebat, pikirannya masih sadar, Demikian ia mendengar suara tertawa dingin yang riuh di atas jurang, tandanya musuh-musuhnya sangat bergirang yang ia telah kena dirobohkan-

Habis itu ia cuma mendengar suara angin- Tidak ada suatu apa yang dapat disamber tangannya atau dipakai untuk menaruh kakinya, ia bermata sangat tajam tetapi baru masuk di tempat gelap. ia tidak melihat apa juga kecuali semua gelap-petang, ia cuma tahu bahwa ia lagi menghadapi bahaya maut, seperti jatuhnya dulu hari dijurang puncak Ciu Auw Hong tatkala ia dihajar si iblis pendeta Po Tan- Karena ingat peristiwa dulu hari itu, ia jadi memikir untuk mendapat pertolongan pula.

"Tapi mungkinkah kejadian yang tidak di-sangka-sangka itu dapat terulang?" pikirnya pula sejenak kemudian, "Ah..."

Ia mengeluh karena sekarang ini ia memperoleh gempuran yang hebat sekali.

"Mungkinkah umurku begini pendek?" kemudian ia berpikir sebaliknya. ia tidak takut mati tetapi kalau ia mati, ia menyesal sekali, lantaran sakit hati ayahnya belum terbalas. ia penasaran- "Aku mesti hidup..."

In Gak letih karena gempuran musuh mengakibatkan tenaganya habis. Tapi keinginannya hidup ini membuat semangatnya terbangun. Ia memang masih sadar, maka ia lantas ingat bahwa dalam Poute sin Kang ada pelajaran untuk mengobati diri sendiri sedang suatu pelajaran dalam Hian Wan sip pat Kay dapat menyalurkan pernapasan yang lemah.

Begitu ingat ini ia lantas mencoba mengerahkan tenaganya menurut kedua pelajaran itu, ia menyalurkan darahnya dijalan darah khi-hay.

Bukan main girangnya anak muda ini ketika rasa letihnya hilang, hingga ia menjadi sehat pula seperti biasa, hingga ia mendapatkan kembali tenaganya. Karena ini lantas ia menggeraki kaki-tangannya, tubuhnya juga, untuk berjumpalitan "di tengah udara" Namanya tengah udara sebab ia lagi jatuh. Ketika kakinya turun, tiba-tiba kaki itu membentur apa-apa yang menahan dirinya, hingga ia dapat berdiri tegak. Bukan main ia kaget, bukan main juga ia lega hati.

"Oh, sungguh berbahaya" katanya dalam hati. Ia lantas mengeluarkan keringan dingin. " Hampir saja tubuhku hancur lebur.."

Ia berdiri diam dengan menenangkan diri, telinga dan matanya dipasang. ia melihat lurus ke depannya, lalu perlahan-lahan ke sekitarnya. Ia melihat gelap di seputarnya itu. Ia mengira gelap itu..

Dengan dapat menenteramkan diri, In Gak tidak berpikir buat buru-buru keluar dari jurang itu Ia bahkan mengambil keputusan buat menanti datangnya sang pagi. Ia percaya disatu waktu, ia mesti bisa melihat apa-apa. Siapa tahu kalau jurang itu dapat memberikan ia cahaya terang dari siang hari?

Maka ia lantas mengeluarkan obatnya, untuk menelan dua butir. ia berdiam seraya memusatkan pikiran, untuk bersemedhi, matanya juga dirapatkan selang setengah jam, baru ia membuka matanya itu. ia merasa segar sekali, ia seperti tak pernah mendapat luka apa-apa. ia merasa tenaganya seperti bertambah berlipat ganda. Jurang masih tetap gelap. Memandang ke atas. ia tidak melihat apa juga.

"Sayang tadi aku terlalu mengandalkan diri," pikirnya kemudian, Kalau tidak. belum tentu ia terbokong secara demikian mengecewakan, Kalau ia lantas membalas menyerang mesti ia dapat merebut kemenangan ia cuma bertahan, itulah siasat yang keliru, sekarang ia menginsafi bahwa orang jahat tak dapat dikasihani.

"Memang si lurus dan si sesat tak dapat hidup bersama," pikirnya lalu, "si sesat itu, dibinasakan satu berarti lenyapnya satu kejahatan-... Beng Liang Taysu telah melihat sifatnya In Gak telengas, itulah pengalamannya ini yang membuat sifatnya berubah. saban-saban ia menemui bangsa sesat yang kejam, yang mempermainkan hati pemurahnya, sedang sebagai murid pendeta ia hendak menjalankan ajaran sang Buddha untuk berhati mulia dan sabar.

Jurang ini sunyi sekali, sampai suara kutu bau tak terdengar Hawanya juga hangat seperti biasanya iklim musim semi.

Tengah berdiam itu, mendadak In Gak mendengar tindakan kaki, yang datang dari kejauhan, suara mana disusul suara bicara yang perlahan. ia heran berbareng girang, pendengaran itu segera membangkitkan harapannya.

Tadinya ia masih ragu-ragu dan mau menanti datangnya sang siang, kesunyian luar biasa sang jurang membikin tindakan kaki dan suara bicara itu terdengar tegas.

segera In Gak bangun dari bersilanya, untuk memasang kuping, sedang dengan matanya ia memandang ke arah dari mana suara itu datang, Dengan lekas, ia mendapat tahu, yang datang itu ialah dua orang yang berjalan berendeng. ia terus mengawasi hingga samar-samar ia melihat bergelimpangnya sesuatu seperti bayangan.

"Aku tidak mengerti apa maksudnya sin Kun," demikian satu suara, yang sekarang terdengar terang sekali " orang sudah mati tetapi kita diperintah memeriksanya juga, Umpama kata orang itu benar benar belum mati, bukankah kita seperti mengantarkan jiwa cuma-cuma...?"

"Dia tentu maksudkan aku," pikir In Gak. Maka ia tertawa dalam hatinya.

"Kau ngaco" terdengar suara orang yang kedua. "Maksudnya sin Kun ialah mencari sesuatu barang peninggalan orang itu, sin Kun kata orang itu sangat tangguh, jikalau dia bukan menyerang dengan tenaga siau Yang ciang yang telah dilatih beberapa puluh tahun, tidak nanti dia berhasil merobohkan orang ke dalam jurang cian Tiang Yan ini, Kau tahu sendiri lihaynya pukulan sin Kun ilu, dalam jarak sepuluh tindak, batu pun dapat terhajar remuk dan hancur, Maka ia percaya orang itu tidak bakal lolos dari tangannya, Tanpa kepercayaan itu, tidak nanti sin Kun mengirim kita ke mari...

Mereka itu berjalan terus, tindakannya terdengar semakin nyata. Banyak kali mereka kena injak batu yang berserakan-

" Kebetulan-" kata In Gak di dalam hati, "Aku beruntung sekali, Tadinya aku menyangka jurang ini tempat di mana aku akan membuang jiwaku secara kecewa, tidak tahunya ini justeru tempat yang aku cari, maka rumput Ho Yan cauw itu mesti aku dapatkan di tubuh mereka ini berdua."

In Gak lekas jaga melihat dua tubuh orang, ia lantas bersiap. ia menyembunyikan diri di belakang sebuah batu besar.

Dua orang itu menghentikan tindakannya-Tiba tiba yang satunya menyalakan lentera kertas hingga tempat gelap itu menjadi terang.

"Heran” berkata orang yang satu, sesudah mereka menyoroti sekitarnya dan melihat

keliling an- "Sin Kun bilang orang itu roboh di bagian sini atau dekat dekatnya. Kenapa tidak ada mayatnya di sini? sedikitnya dia mesti remuk tubuh berikut tulang-tulangnya, Mungkinkah dia belum mati?"

Suara orang itu menggetar, itulah tanda hatinya yang kecil. "Ha, setan cilik yang bernyali kecil" berkata kawannya.

"Umpama kata kau yang jatuh ke dala m jurang ini, apakah kau masih mengharap masih hidup? Apa pula orang itu yang terlebih dulu telah dihajar sin Kun dengan pukulan siau Yang ciang? Dia mesti berada di dekat-dekat sini, mari kiti cari terus"

Dan bergeraklah lentera mereka, sinarnya menyorot ke sana ke mari. Luasnya jurang lima tombak sekitarnya. Disitu banyak batunya yang besar dan kecil, yang berdiri tinggi. sekitarnya ialah pohon rotan atau oyot lainnya. karena tempat tidak lebar, kedua orang itu jadi datang semakin dekat ke tempat sembunyinya si anak muda.

"Selamanya rumput Ho Yan ouw harus di-dapatkan dari mereka ini berdua, lolosku dari sini pun mesti aku mengandal pada mereka," pikir In Gak. Karena ini ia tidak sudi membuang-buang ketika lagi, ia lantas keluar dari tempatnya sembunyi, sambil berlompat menubruk mereka guna membekuk. Ia berlompat dan menubruk menurut suatu tipu dari Hian Wan sip-pat Kay, maka itu tubuhnya melesat tanpa suara.

Orang yang pertama disamber lengannya ialah orang yang jalan di depan, yang tidak mencekal lentera. Dia kaget dan menjerit. Dia Cuma merasa seperti mendadak disamber dan dipagut ular, lantas tenaganya habis, terus tubuhnya terlempar dan terbanting, suara jatuhnya sampai berkumandang.

Kawan yang membawa lentera itu kaget, Dia tidak melihat sebabnya orang roboh itu, tahu-tahu dia mendengar jeritan dan melihat tubuh terbanting. Habis itu baru mendapatkan tubuh kawan itu meringkuk. Tidak berpikir lagi dia memutar tubuhnya untuk berlari pergi. Tak ingat dia akan setia kawan- Akan betapa tak dapat berlari jauh.

Sekonyong-konyong dia merasa pundaknya ada yang samber. Dia kaget, dia merasa sakit, tubuhnya lantas kaku, hingga lenteranya padam, jurang menjadi gelap gulita seperti tadinya.

In Gak tidak menyangka kesudahannya demikian hebat, Pikirnya, kalau orang mati semua sia-sia tindakannya ini.

"Rupanya kaulah orangnya Sin Kun," katanya keras, "Aku tidak bakal mencelakai kau asal kau memenuhi baik tiga permintaanku" Orang itu tidak mati, meski dia tidak melihat tegas- dia tetap takut. Dia lantas menjawab dengan suaranya yang menggetar. "Asal aku sanggup tayhiap biarnya tiga puluh titah aku nanti-jalankan "

In Gak tertawa.

"Bukankah yang menyerangku itu Tok Pi sin Mo Ca Kun?" ia menegasi.

"Benar. Dialah guruku, sebenarnya guruku tidak bermusuh dengan tayhiap, ia hanya membantui chong-si Koay Siu sebab chong si Koay Siu itu keponakan muridnya."

"Baik, Bukankah jurang ini jurang cian Tiang Yan? Nah, di manakah adanya rumput Ho Yan cuuw? Bukankah lima hari yang lalu ada seorang tua she Tio yang datang kemari mencari rumput itu? Lekas bilang jangan kau berdusta"

"Aku tidak berani omong dusta" orang itu menyahut. "Selama yang belakangan ini tidak ada orang datang ke mari jurang cian Tiang Yan ini selamanya gelap gulita, di sini tidak ada sinar matahari, ke sini tak pernah ada orang datang. sekalipun penduduk gunung ini, tak tahu halnya jurang ini.

Mungkin orang yang tayhiap tanyakan itu tidak pernah datang ke mari, Tentang rumput Ho Yun cauw itu, itulah banyak di tembok jurang ini. Rumput itu berbatang ungu berdaun hijau, bagian atasnya merah bintik-bintik, umumnya ungu gelap. itulah obat manjur untuk menyembuhkan racun. sayang di sini tidak ada api hingga sulit untuk mencarinya."

Senang In Gak mendengar keterangan itu, yang ia percaya. Dengan lantas ia menotok dada orang hingga tiga kali, terus ia kata: "Aku bebaskan kau dari kematian, tetapi tenagamu tak dapat kau gunai lagi seumur hidupmu ini. Kawan mu itu sudah mati, maka lekas kau pergi dari sini"

Orang itu berdiam, dengan cepat dia mengangkat kaki, hingga dengan cepat juga dia lenyap di tempat gelap itu In Gak mengawasi mayat di dekatnya, Dalam jarak tiga kaki ia dapat melihat cukup tegas, ia menghela napas, ia menyesalkan ke matian orang itu, yang telah tersesat mengikuti orang jahat. Kemudian ia pikirkan jalan untuk mendapatkan rumput Ho Yan cauw, ia tidak mempunyai api sedang menurut orang tadi, jurang ini gelap seluruhnya sekalipun diwaktu siang. Bagaimana akal ?

"Bagaimana ? Mertuaku lagi menghadapi kematian "

demikian pikirnya bingung. Tanpa api, ada lentera pun percuma, ia jadi membanting-banting kaki, ia menumbuki kepalanya.

"Dasar aku yang tolol " ia sesalkan diri kalau tadi ia tidak menyerang orang yang kedua, ia tentu telah memiliki lentera itu, "Ah" serunya kemudian. ia segera merogo kedalam saku- nya, untuk keluarkan serupa barang. Maka teranglah disekitarnya, terang seperti siang.

Ia merogo giokpee hadiah kaisar Kian Liong. giok pee itu ada mutiaranya - mutiara ya-beng-cu - yang bercahaya sangat terang, bahkan mutiara itu berhasil melawan hawa dingin dan memunahkan juga pelbagai macam racun.

Bukan main girangnya ia. la lantas ikat mustika itu didadanya, ia memandang kesekitar, keantara pohon-pohon rotan dan oyot lainnya. meski sudah ada penerangan, masih tak mudah mencari rumput ajaib itu. sebab rumput itu tumbuh dari liurnya burung hong-burung jenjang -dan mesti menanti tumbuhnya untuk banyak tahun. Anehnya Ho Yan Couw beracun, siapa makan itu, dia mati, tetapi racun itu dapat dipakai memunahkan racun.

Dengan berpegangan di antara oyot-oyot rotan, In Gak merayap maju. Dengan membuka mata, ia mencari rumput itu. syukur ia telah mendapat penjelasan dari orang tadi tentang rumput beracun itu. Akhir-akhirnya untuk kegirangannya, ia berhasil juga. Ia mendapatkan rumput itu ketutupan daun lebat. Ia mesti menggunakan banyak tempo akan mendapatkan dua pohon.

sekarang tinggal jalan untuk keluar dari jurang. Untuk pergi pulang ke Ce-lam cukup asal ia berlari-lari. Kalau ia turuti jalanan di dasar jurang, ia tentu bakal menggunakan terlalu banyak waktu. Untuk merayap terus naik, juga bukannya urusan. Tidakkahjurang ini sangat dalam? Apa akal ?

Tengah anak muda ini berpikir keras, tiba-tiba ia mendengar siulan nyaring yang menakuti. siapa berhati kecil, dia tentu terbangun bulu romanya. Tapi ia tidak takut. Ia bahkan berlaku tenang. Ia pikir. " Kebetulan sekali Aku tidak pikir mencari kau, kau justeru datang kemari. Kaulah yang dapat membuatku keluar dari Cian Tiang Yang "

Tanpa menanti lama, In Gak lantas melihat orang yang bersiul itu. Dia bertubuh besar, romannya bengis, kepalanya botak jenggotnya pendek dan kaku, dan tangan kirinya meroyotkan hanya tangan baju. Dia berdiri dengan roman agung-agungan.

Dialah Tok Pi sin Mo Ca Kun, si hantu yang muridnya membahasakan sin Kun. Dia pun lantas perdengarkan suaranya yang bernada jumawa. "Adalah kebiasaan dari aku, jikalau aku menghajar orang gagal maka meski aku tidak mengulanginya ini sebabnya aku memerintah orang mencari mayatmu, supaya andaikata kau tidak mati, kau dapat dibiarkan keluar dari jurang ini. Tetapi kau tidak tahu diri, kau telah membinasakan dan melukakan orangku, maka tidak dapat aku menahan sabar, tidak dapat aku membiarkan kau.."

Belum berhenti suara orang itu, In Gak sudah memotong dengan tertawanya.

"Ca Kun, enak kau bicara" ia kata, "satu tanganmu berarti sakit hati sebesar lautan, jikalau kau tidak dapat menahan sabar, bagaimana lagi orang lain?" Matanya Ca Kun bersinar tajam. Jadinya kau berniat menuntut balas?" katanya. "Hati manusia itu saa saja" balas In Gak. "Kau sendiri apa perlunya kau datang kemari?"

Ia tertawa perlahan, tetapi nadanya tajam, hingga Ca Kun merasa dia seperti ditikam jantungnya.

"Baik, Baik" kata dia sengit, tak dapat dia mengendalikan diri "Kau sangat jumawa. Aku si orang tua memang ingin menerima pelajaran dari kau"

In Gak memang panas sekali, sambil tertawa ia menyerang.

Lima jari tangannya menyambar hantu itu.

Ca Kun terperanjat. orang bergerak cepat luar biasa. Dengan gesit dia berkelit, lalu bertanya: "Mengapa tanpa bersuara apa-apa kau membokong aku?"

"Hm" menjawab In Gak tertawa dingin "Bukankah kau sendiri si tukang membokong? Mengapa kau menuduh aku?"

Pertanyaan itu disambungi dengan serangan ulangan.

Ca Kun kaget, menyesal dan malu sendirinya. Ia kaget sebab si anak muda dalam satu kelebatan saja sudah berada di depannya, Kalau ia tidak melihatnya sendiri, sukar ia mempercayai kejutan orang ini. ia lantas berkelitpula, sekarang ia tidak berani memandang enteng lagi kepada lawannya.

In Gak panas hati, ia menyerang pula, Kali ini Ca Kun siap untuk menangkis, Apa mau dia kalah sebat, Dia kena didulukan maka lengannya batas yang buntung kena dicekal musuhnya, Tapi In Gak terperanjat. ia mencekal lengan keras seperti batu atau logam, selagi begitu, ia pun lantas merasakan angin menyamber ke dadanya, terasa panas seperti api. syukur untuknya mutiara mestika di dadanya dapat menghindarkannya tujuh bagian.

Kalah pukulan Siauw Yang Ciang yang lihay dari Tok pi sin Mo, si Hantu Tangan satu. Pukulan itu sama lihaynya dengan pukulan cek-sat Mo-ka dari Thian Gwa sam Cuncia. siapa terkena itu, tidak ada bekasnya tetapi hawa panas menyerang tembus ke tulang, Disamping itu Tok pi sin Mo masih mempunyai jarum berbisa Cui-tok Hul Ciam yang lihay sekali karena beracunnya.

Dalam pertempuran, siapa menang sebat dia berarti unggul. Demikian In Gak. Ia beruntung dengan sambarannya itu. sebaliknya Ca Kun lihay, benar dia takut tetapi lantas dia ingat untuk menyerang. Akan tetapi In Gak telah memperoleh pelajaran tadi, pelajaran yang membuatnya terlempar kejurang maut, Maka setelah dapat mencekal, selagi ia diserang, dengan tipu huruf " Gempur," ia menolak keras tubuh lawannya.

Tidak dapat Ca Kun menutup diri dari gempuran Bie Lek sin Kang, tidak ampun lagi dia tergempur terpental empat tombak jauhnya, hingga pukulannya itu - pukulan Siauw Yang Ciang, tidak ada hasilnya, dia merasa dadanya sesak. Hal itu membuatnya sangat mendongkol, maka berdirilah brewoknya dan bersinar bengislah matanya.

"Kau menyambut aku satu kali lagi " dia berseru, serangannya meluncur, cepat dan dahsyat. Kali ini dia membuka kelima jeriji tangannya, untuk menotok Sembilan jalan darah.

Tok pi sin-Mo sangat gesit, akan tetapi In Gak terlebih gesit pula, si anak muda waspada dan siap sedia, segera ia menggunai tindakan Hian Thian cit seng Pou untuk berkelit.

Ketika satu jari tangannya Ca Kun mendekati jalan darah thian-soan dari anak muda ini, tiba-tiba lenyaplah tubuh si anak muda.

"Celaka " berseru si hantu di dalam hatinya. Tapi yang membikin dia kaget tak terkirakan yaIah ketika ia merasa dadanya terbentur sepuluh jeriji In Gak yang keras seperti gaetan baja, yang membikin ia merasa beku juga dan sakitnya merasuk ke dalam tulang-tulang. Mau atau tidak, dia menjerit keras. Dia mengerahkan tenaga Siauw Yang, guna membela dirinya, Dia berhasil melepaskan diri, kendati begitu dia mundur sempoyongan tiga tindak, Ketika dia berontak itu, bajunya robek dengan bersuara nyaring, juirannya berada di tangan lawannya

Kaget, gusar dan berkuatir adalah perasaan Ca Kun waktu itu, matanya bersinar bengis sekali.

In Gak pun heran musuh dapat lolos dari cengkereman Hian sip-pat Kay. Itulah bukti si tangan satu ini benar-benar liehay. ia juga menggunai tenaga Siauw Yang ciang dari lawan sehingga ia merasai ujung jerijinja nyeri sedikit.

"Ca Kun " ia kata tertawa, "Bagaimana sekarang ? kau menyerah atau tidak ? Boleh kita mencoba-coba pula "

Setelah memperlihatkan sinar yang bengis itu, perlahan- lahan sinar mata Ca Kun itu menjadi lunak. dalam begitu, romannya yang keren juga berubah menjadi sabar, lantas dia menghela napas dan berkata seperti orang putus asa: "Aku si orang tua telah berusia begini lanjut, banyak penglihatanku, dan tentang ilmu silat pelbagai partai, lebih dari pada separuhnya yang kuketahui akan tetapi orang seperti kau, yang masih begini muda, yang begini liehay, baru aku menemuinya, bahkan mendengarnya pun belum pernah, benar-benar aku tidak ketahui kau asal partai persilatan mana. Aku merasa malu sekali dari itu, Umpama kata kita mencoba pula dan aku menang sejurus, kemenangan itu tidak ada artinya, maka aku pikir baiklah kita menyudai permusuhan kita ini. jikalau kau sudi, suka aku mengajak kau keluar dari jurang ini."

Selagi berkata-kata itu, matanya Tok Pie sin-Mo menjadi layu.

In Gak seorang berhati mulia dan permurah, maka itu mendengar kata-kata yang lemah, hatinya lantas menjadi lemah juga, bahkan ia mengagumi hantu ini yang tidak bersakit hati padanya. “Jikalau sin Kun berkata demikian, baiklah, untuk sementara dapat kita singkirkan permusuhan ini," ia menjawab tertawa, "Asal selanjutnya sin Kun tidak memusuhkan aku terlebih jauh, aku suka tak mengingat pula soal permusuhan kita."

Anak muda ini berkata demikian sebab ia merasa pasti, beda dengan ini jago tangan satu Chong-sie Koay siu sebaliknya tak nanti dapat mengubah kejahatannya, ingin ia membinasakannya dan apabila ia membinasakan Koay siu, rasanya tak mungkin Ca Kun berdiam saja. Dengan berkata begini, ia sudah memegat lebih dahulu pada hantu ini...

Ca Kun lantas menjura.

"Kau memanggil aku sin Kun, tuan, tidak berani aku menerimanya" ia berkata merendah, "Sin Kun" itu berarti dewa atau malaikat. “Yang benar yalah tabiatku suka hidup menyendiri dan sudah lama aku menyebunyikan diriku, karena mana aku tidak menghiraukan pula segala adat istiadat aku harap kau mengerti sifatku ini." ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan: "Tentang ini jurang Cian Tian Yan, baiklah tuan ketahui bahwa memang selamanya dia beruap gelap dan ada sangat jarang orang yang datang kemari, sampai sebegitu jauh cuma aku sendiri yang ketahui jalan masuk dan keluarnya Maka itu, mari aku memimpin kau "

Meskipun ia berkata demikian, Ca Kun toh lantas bertindak terlebih dahulu.

In Gak percaya perkataan si hantu, buktinya ia melihat orang dapat berjalan dengan cepat tanpa bantuan api penerangan, ia lantas menyusul, ia tetap mengandal bantuan mutiaranya.

Tok Pie sin Mo berlari-lari dengan keras, ketika kemudian ia menoleh ke belakang, ia menjadi heran dan kagum. orang dapat mengikuti ia dengan baik, Ia menghela napas dan berkata dengan pelan: "Tuan kau dapat jalan cepat sekali, tidak sanggup aku melayani kau..." In Gak merendahkan diri, sementara itu, diam-diam memperhatikan jurang itu.

Lekas juga merasa berjalan di tempat di mana ada sedikit cahaya terang. Disini orang bisa jalan berendeng, Tanah di situ demak.

"Tanpa bantuan mutiara, pasti aku mestijalan merayap dan meraba-raba di sini." pikir si anak muda "Benar-benar sulit untuk keluar darijurang ini."

Mereka jaan lagi sekian lama, lalu terdengar suara nyaring dari Ca Kun: "kita sudah sampai, tuan silakan kau berjalan lebih dulu "

In Gak melihat mereka berada di mulut goa atau trowongan darijurang Cian Tiang Yan itu ia merangkap kedua tangannya, guna memberi hormat, sambil tertawa ia berkata : "Terima kasih sin Kun, silakan sin Kunjalan lebih dulu " Tok Pie sin-Mo bersenyum.

“Jikalau tuan tetap menggunai aturan, baiklah maafkan aku si orang tua berjalan lebih dulu." berkata dia, yang terus bertindak di depan.

In Gak mengikuti dengan berjaga-jaga, pengalamannya satu tahun lebih membuat ia mengenal sifat manusia, hingga ia tidak mau gampang-gampang menaruh kepercayaan penuh pada sembarang orang.

Mulut gua itu memperlihatkan jalanan dari bawah naik ke atas, rada miring, lalu berliku liku banyak jalan cabangnya juga, In Gak terus memperhatikannya.

sesudah sekian lama tibalah mereka di tempat di mana di kedua tembok gua ada api pelita, api mana manjadi guram sebab cahaya mutiara. Ca Kun berpaling dan tertawa.

"Tuah, mutiaramu sungguh mutiara mustika " katanya memuji "Aku si orang tua telah mencarinya tetapi aku cuma mendapatkan sebutir yang kalah jauh sekali dengan mutiara mu” In Gak tersenyum. la merasa diri nada orang bahwa jago ini sangat kagum. sedang begitu diam-diam ia memperhatikan ruang di mana mereka berada itu, Di situ ia tidak mendapatkan barang seorang muridnya Ca Kun, karena mana ia menjadi bercuriga. Ketika Ca Kun bertindak, ia mengikut.

Tanpa merasa tibalah .mereka di sebuah ruang besar di mana terlihat sebuah pembaringan batu dengan meja batu serta tempat kursinya dari batu juga. Ruang itu di terangi sembilan buah pelita tembok. Karena itu In Gak sudah lantas menyimpan mutiaranya,

"Tempatku buruk sekali," kita Ca Kun bersenyun. "silahkan duduk sebentar, aku si orang tua memerintahkan orang mengambil arak dan barang hidangan sekedarnya"

"Terima kasih "kata In Gak, "jangan sin Kun membikin berabe. Aku pun ingin lekas-lekas pulang ke Ce-lam, sekarang ini aku masih belum lapar, Lain kali saja aku mengganggu padamu "

Ca Kun tertawa.

"Kau memandang asing kepadaku, tuan " katanya, "Apakah artinya perjamuan satu kali saja ?"

Mustahil tuan tidak lapar setelah kau bercape lelah selama satu malam? jangan tuan curiga, dalam arak dan barang makananku tidak ada racunnya, Tak usahlah tuan terlalu tergesa-gesa pulang ke Celam."

Mukanya In Gak merah. ia memang mencurigai racun, ia menjadi malu hati, Tapi ia berpikir: "Tidak peduli apa dia bikin, kalau perlu, aku turun tangan terlebih dulu " Maka ia lantas duduk di sebuah kursi.

Ca Kun pergi ke pembaringannya, dari kolong itu ia mengeluarkan sebuah martil batu, untuk dengan itu mengetuk tembok tiga kali, setelah mana dari luar terlihatnya masuk dua orang dengan tubuh kekar dan roman keren. Alis mereka gompyok sekali. "Lekas sajikan arak dan makanan, tetamu kita yang mulia hendak lekas melakukan perjalanan” si hantu menitahkan-

Dua orang itu mengangguk dan segera mengundurkan diri, "Kau baik sekali sin Kun " kata In Gak bersenyum, "Tak

enak hati..." Ca Kun menatap tajam, Jangan bilang begitu tuan," ia kata. "Sebenarnya sukar untuk sahabat-sahabat minum pusing bersama " ^

Kedua orang tadi kembali dengan cepat membawa dua nampan besar terisi arak dan barang makanannya, berikut mangkuk sumpit dan cawannya Habis menyajikan, mereka berdiri hormat di pinggiran, kepalanya tunduk. matanya melihat ke bawah.

Barang hidangan itu terdiri dari daging ayam dan babi hutan dan abon manjangan.

Ketika Ca Kun menuang arak. arak itu bersinar hijau baunya harum sepeui baunya arak simpanan tahunan, In Gak mengicipi dulu, setelah tidak merasakan apa apa yang luar biasa, ia minum itu.

Maka bersantaplah mereka sambil memasang omong Ca Kun yang bicara banyak, perihal sepak terjangnya dahulu hari, bahwa karena ia bertabeat aneh, ia jadi menyebunyikan diri, bercerita tanpa tedeng-aling.

In Gak mendapat kesan orang jujur, dengan begiru lenyaplah kekuatirannya, Cuma orang belum bercerita kenapa tangannya kutung, Atas ini ia berdiam saja, ia tidak mau membangunkan luka hati orang.

Tengah mereka bersantap itu, ke situ terlihat datangnya seorang muda dengan pakaian serba hitam, Melihat dia itu, alisnya Ca Kun berkerut matanya bersinar bengis, itu hanya terjadi sekejap saja, atau ia sudah tenang seperti biasa. In Gak sebaliknya merasa heran-

Ca Kun tertawa dan berkata: "Bagus kau datang, hiantit, Mari aku mengajar kenal" ia berkata kepada anak muda itu, terus ia menoleh pada In Gak. melanjuti: " “inilah anaknya mendiang sahabatku, she Heng nama Thian seng, Karena ia selalu berpakaian serba hitam, orang menyebutnya Tiat-jiauw Hek Eng. Aku harap di belakang nari sukalah tuan tolong memperhatikannya . "

In Gak bersenyum, ia merendahkan diri

"Saudara Heng, silakan duduk" ia mengundang. Di dalam hatinya ia kata, mereka toh musuh, sulit untuknya memperhatikan anak muda ini. Heng Thian seng menjura dalam.

"In Tayhiap. sudah lama aku mendengar namamu yang besar." ia kata, "maka itu aku merasa beruntung sekali hari ini dapat bertemu denganmu. ini pula sebabnya kenapa tanpa memberitahu lagi dan tanpa menanti perkenan aku lancang masuk ke mari, Aku harap aku diberi maaf."

In Gak tertawa.

"Terima kasih untuk pujian kau ini, Hong Tayhiap." katanya.

Mereka lantas memasang omong, maka tahulah In Gak bahwa Thian seng ini muridnya si sin Lojin dari gunung Hong san. Hal ini membuatnya heran, ia tahu si sin Lojin orang pihak lurus dan tak usilan juga, kenapa muridnya bergaul dengan Ca Kun si hantu? Diam-diam ia memperhatikan wajahnya Thian seng, ia melihat mata orang bersinar jumawa, sedang pipi kanannya bertapak bacokan warna merah tua.

Ketika itu terdengar suara samar-samar seperti kentongan, mendengar itu, mukanya Ca Kun pucat tiba-tiba, tetapi cuma sebentar, lantas ia berkata: "Itulah isyarat, mungkin ada musuh lamaku datang ke mari, aku si orang tua ingin melihatnya, Harap tuan duduk sebentar."

Lantas ia berbangkit danp^rgi ke luar dengan tergesa-gesa.

Heng Thian seng tertawa, sinar matanya memain, lantas ia berbangkit, untuk bertindak ke luar. In Gak terkejut, ia lompat bangun, menghadang di depan anak muda itu, ia hendak menanya ketika Thian seng mendahului berkata, perlahan: “jangan gelisah, tayhiap. Aku mau keluar untuk melihat ada orang atau tidak..."

In Gak heran tetapi ia memberi jalan.

Baru Tian seng jalan empat lima tindak. dari luar terlihat masuknya seorang dengan golok besar di tangan, gerakan dia itu cepat, dia menghadang di depan anak muda serba hitam ini.

"Heng Thian seng mau pergi ke mana?" tanyanya bengis.

Anak muda itu bersenyum sikapnya tenang.

"Aku mau pergi ke luar untuk melihat-lihat. Kenapa saudara Li memegat aku?"

"Ca Kun menugaskan aku melindungi tuan-tuan berdua." kata orang itu. "Kalau tidak ada urusan tuan-tuan berdua tidak dapat keluar dari sini dikuatir nanti terjadi sesuatu."

Thian seng tertawa dingin.

"Kata-katamu dapat mengakali bocah cilik, tidak aku Heng Thian seng" katanya, "Aku mau keluar Apakah dapat kau melarang aku?"

Orang itu tidak senang mendadak dia mengangkut goloknya membacok cundak kiri Tiat-jiauw Hek Eng si Garuda Hitam Kuku Besi.

In Gak melihat bacokan itu ialah bacokan ilmu golok Thian Lam Kwi Tauw To.

Heng Thian seng tidak segera berkelit karena bacokan itu, dia menunggu sampai golok hampir mengenai sasarannya, baru tangan kanannya bergerak menangkap lengan penyerangnya, sedang kaki kirinya membarengi melayang naik kejalan darah khi hay.

Kesudahannya itu si penyerang mengasih dengar seruan tertahan, tangannya tertarik meretek. lengannya itu patah, lalu tubuhnya roboh dengan mulut mengeluarkan darah, Dia roboh untuk segera terbinasa.

Habis itu, dengan cepat Thian seng bertindak terus ke luar.

Diam-diam In Gak kagum untuk kegesitan si anak muda, siapa pun telengas, karena sekali turun tangan saja dia minta jiwa orang.

Cepat sekali Hong Thian seng sudah kembali, kedua tangannya berlumuran darah, wajahnya tegang. Dia mendekati In Gak dan berkata sambil tertawa. "Cia tayhiap. tahukah kau lagi terancam bahaya?" Dia tertawa pula, dingin, matanya memancarkan sinar tajam. "Hm Dia mau sekalian mengubur aku disini. Itulah pikiran kabur" "Bagaimana sebenarnya duduknya hal" tanya In Gak, "Aku tak mengerti."

Thian seng heran melihat orang tenang saja, tak kaget sekalipun. ia kata dalam hatinya. " Kenapa orang ini begini sabar" Aku merasa aku cerdik tetapi aku tidak seperti dia . . ." Ia menjadi kagum. Maka ia tertawa dan kata. "Panjang untuk menutur semua, dari itu baiklah kita menanti dulu, sampai kita sudah keluar dari tempat berbahaya ini, baru kita bicara pula, Ca Kun si hantu mau menguruk mati pada kita berdua di guanya- ini, tidakkah itu lucu? Mari tayhiap turut aku"

In Gak tertawa terbahak.

"Ca Kun beroman demikian manis, siapa tahu di dalam perutnya dia menyembunyikan pedang" katanya, "Mari, mari kita cari dia." Lantas keduanya bertindak.

Mendadak dari luar menghembus asap. yang terus memenuhi ruang itu, dan asap itu pun berbau luar biasa, membikin orang batuk-batuk. kepala pusing dan dada sesak...

"Lekas menahan napas, tayhiap" Thian Seng berseru. "inilah asap dari bunga beracun" sembari berkata, ia menyerang dengan kedua tangannya untuk memukul buyar asap itu. 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar