Menuntut Balas Jilid 12 : Terbokong musuh lama

Jilid 12 : Terbokong musuh lama

SELANG satu jam, In Gak mendekati kecamatan Bu-ceng. ia masih berpikir terus, Lalu di depan matanya berbayang wajah cantik dari Tio Lian ciu, diganti wajah Ciu Goat Go yang botoh, diganti pula oleh romannya Hu Wan si manis. "Kemudian lagi ia mengingat Kang Yauw Hong yang harus dikasihani setelah ia ingat Kouw Yan Bun, lantas ia ingat si berandalan Ni wan Lan. Akliirnya ia menghela napas.

"Kenapa aku tidak berjodoh dengan Wan Lan?" tanyanya pada dirinya sendiri, "Melihat dia lantas aku merasa muak. Kenapa?" Tak tahu ia sebabnya perasaan itu. Dan sekarang ia menghadapi ouw Kok Lan, nona manis lainnya lagi. ia seperti tertarik nona itu. Maka lagi-lagi ia menghela napas.

"Biarlah aku ditambat asmara asal jangan digagalkan...

pikirnya kemudian- ia menghela napas pula.

Tanpa merasa, ia telah memasuki kota Bu ceng, Kudanya lantas dikasih jalan perlahan Tiba dijalan yang besar, ia berhenti di depan sebuah rumah makan, ia lantas lompat turun dari kudanya, untuk masuk ke dalam, terus naik ke lauwteng.

Begitu ia tiba di atas, ia segera menarik perhatian para tetamu, bahkan seorang yang bertubuh besar dan memakai ikat kepala hijau tertawa dan berkata: "Ha, darimana datangnya bangsa campuran ini? Dia bukan seperti dipelihara orang"

Tapi baru mulutnya rapat, ia mengeluarkan jeritan tertahan mukanya menjadi pucat. In Gak. yang sebal untuk usilan, selagi lewat, sudah mengambil kesempatan menekan pundak orang, Lantas orang itu mengeluarkan air mata, meringis menahan sakit.

Orang jahil ini mempunyai kawan, dia kaget tetapi dia tidak gusar, bahkan dia lantas merangkap kedua tangannya, memberi hormat pada In Gak. sembari tertawa dia berkata: "Tuan, tolong ampuni sahabatku ini seorang kasar yang bicaranya sembarangan saja, harap kau tidak menyimpannya dalam hati..."

In Gak melihat orang ini juga memakai ikat kepala hijau, bersama dia ada pula beberapa kawannya, Mereka semua pada membawa senjata di pundak mereka, ia bersenyum ewah, ia melepaskan tekanannya, lantas ia mencari meja.

Semua tetamu heran, maka sekarang, siapa mau mengawasi pemuda ini, mengawasinya sambil melirik Tidak lagi ada orang yang bersenyum, semua merasa heran dan kagum.

Sijahil itu, yang kesakitan, masih ada sisa rasa nyerinya, Dia nyata bandel, dia kata sendirinya: "Siapa bilang aku orang kasar? orang-orang Oey Ki Pay semua bangsa keras seperti besi, maka itu ingatlah, gunung itu hijau selamanya dan air itu mengalir tak hentinya"

In Gak mendengar itu, diam-diam ia terperanjat ia tidak menyangka kota Bu-ceng ini berada dalam pengaruhnya perkumpulan Bendera Kuning itu. Karena ini ia menaruh perhatiannya.

Semua kawannya si jahil memandang bengis kepada kawan kasar itu, dari meja di dekatnya ada yang menegur dengan perlahan" katanya mereka mempunyai urusan penting, tak dapat mereka mencari musuh, atau mereka akan melaporkan pada pangcu mereka supaya dia.

In Gak dapat mendengar jelas meski orang bicara perlahan- Maka pikirnya: "Urusan penting apakah itu? Aku harus mencari tahu "

Tidak lama, rombongan Oey Ki Pay itu sudah dahar cukup dan turun dari lauwteng.

In Gak lantas menyusul. Di atas meja kasir ia meninggalkan sepotong perak. katanya sekalian untuk ongkos kudanya, yang ia akan ambil sebentar di waktu ia kembali.

Rombongan Oey Ki Pay itu menuju ke luar kota, masuk ke dalam sebuah kuil kecil, yang berada di dalam sebuah rimba, kuil mana hampir ketutupan saiju. In Gak menguntit, terus ia mendekati.

TEMPAT perkumpulan rahasia mesti terjaga kuat, maka itu si anak muda berlaku hati-hati. Lebih dahulu ia bersembunyi di belakang sebuah pohon, ia mengawasi ke arah kuil, yang kecil dan sudah rusak, sunyi senyap terbenam salju.

Di sekitarnya hanyak cabang-cabang kering, beku dengan es. itulah tanda bahwa tempat itu tidak dirawat, Di atas saiju tampak banyak tapak kaki, ini menandakan orang orang tadi tidak ada yang lihay.

Setelah berdiam sekian lama, In Gak memikir untuk menghampiri kuil, atau segera ia merasa angin menyambar ke arahnya, Cepat sekali ia berkelit ia tahu itulah serangan, bukannya sampokan angin biasa, Ketika ia menoleh, ia melihat siapa penyerangnya, seorang mirip siluman, sebab dia riap- riapan rambut-nya, mukanya bengis, sepuluh jarinya panjang luar biasa. Ia lantas menegur: "Kau siapa?" Penyerang itu heran orang dapat meloloskan diri, ia pun heran untuk orang punya roman jelek. Katanya dalam hati: "sungguh kebetulan Kenapa wajah dia sama dengan wajahku?" ia tidak menjawab teguran, ia maju pula, mengulangi serangannya.

In Gak mendongkol tidak memperoleh jawaban, ia ingin lekas masuk ke dalam kuil, tak sempat ia melayani, Maka itu ia menyambut serangan itu ia menggunai tipu huruf "Menggempur" dari Bi Lek sin Kang. sebagai akibat dari itu, si penyerang terpental mundur.

Justeru itu dari dalam rimba terlihat lari ke luar empat orang, satu di antaranya menyambut tubuhnya penyerang itu, hingga dia tak usah roboh terbanting, Tapi dia telah merasakan gempuran hebat, mukanya menjadi pucat, syukur untuknya, si anak muda menggunai tenaga hanya lima bagian. segera empat orang itu mengurung si anak muda.

Orang yang menyambuti si penyerang bertubuh kurus sekali, usianya sudah lanjut, kumisnya pun yang disebut kumis kambing hutan, tetapi sepasang matanya tajam, Dia lantas menanya bengis: " Kau siapa? Kau orang Kang ouw, tahukah kau pantangan mengintai lain berapat?"

"Kau aneh, sahabat." In Gak menjawab-nya, tertawa dingin, "Perduli apa kamu dengan aku? siapa yang melarang orang Kang ouw memasuki sebuah kuil? Kamu toh tidak memasang pemberitahuan yang melarangnya? Mana aku tahu kamu lagi berapat? Taruh kata aku tahu, kamu toh tidak dapat melarang Kuil ini bukan milikmu" Keras dan tajam teguran itu.

Lima orang itu tercengang, Merekalah lima antara su-Lim sie-sam shia, si tiga belas sesat Rimba Persilatan- Ketua mereka, Chong-si koay siu, ialah orang yang di Ciu Ke Chung dihajar In Gak hingga kedua tangannya patah dan pingsan. Dia telah ditolongi U-bun Lui dan diobati tetapi ia bersakit hati, maka dia bertekad mencari balas, Mereka pun mau menunjang Oey Ki Pay. Hanya mereka tidak tahu si anak muda, yang dikenal sebagai Gan Gak saja.

Sudah satu tahun Chong-si Koay siu mendendam sakit hatinya itu, terus ia bekerja sama Ubun Lui, terus mereka menyelidiki si anak muda. sekarang mereka heran melihat si penyerang tadi, kawan mereka itu dibikin terpental sama seperti terjadinya ketua mereka dulu hari.

"Kau jumawa, tuan" kata si tua tadi, "Dapatkah kau mengalahkan kami berlima?"

Ia menyebut diri sebagai Bu Lim sip-sam shia.

In Gak tertawa, Tahulah ia orang ada dari kalangan apa. "Kiranya kamu" katanya, "Kamu tidak dapat ampun lagi" ia

lantas menyerang dengan pukulan "Ti Liong ciu" dari Hian Wan sip pat Kay, lima jarinya menyambar ke tangan kanan orang itu.

Si sesat itu sudah lantas berkelit, tangannya ditarik pulang, Lacur, dia kalah sebat, lengannya kena ditangkap. Lantas dia merasakan sakit sampai ke ulu hatinya.

Si penyerang tadi sudah lantas berlompat maju, guna menolonGi kawannya itu, Dia menyerang ke punggung si anak muda, suara angin dari serangannya dingin.

Karena ini, tiga kawannya turut menyerang juga, hingga mereka jadi mengepung berlima, seperti Chong-si Keay siu dulu hari mereka menggunai ilmu silat Touw Kat Han-hong ciang yang berhawa dingin itu.

In Gak tidak menghiraukan serangan itu selama ini ia telah memperoleh kemajuan pesat, ia berhasil menguasai ketiga ilmunya, Hian wan sip Pat Ciang, Bi Lek sin- kang, dan Poute sian ciang, Diserang berlima itu ia lalu memencet musuh yang tercekal, hingga musuh itu menjerit terus pingsan. lalu tubuhnya ia angkat dan putar, guna dipakai menangkis. Maka kasihan musuh itu, dia terhajar delapan tangan kawannya, tubuhnya hancur remuk.

Kaget keempat si sesat, Justeru itu mereka mendengar siulan nyaring, yang membikin mereka kaget dan hati mereka gentar, belum mereka sempat sadar, lalu mereka merasakan tekanan keras sekali Mereka cuma dapat mengeluarkan suara tertahan, lantas yang tiga putus nyawanya.

Cuma yang satu masih dapat berkelit, meski begitu, dia kena disusul si anak muda, tangannya dicekal sepuluh jari, hingga dia merasa nyeri bukan main, sakit ke hatinya? matanya berkunang-kunang.

Nyatanya In Gak sudah menyerang sambil berIompat. ia menindih dengan tangan kiri, dengan tipu huruf "Menindih" dari Bi Lek sin Kang", maka lima jeriji tangannya menjadi sangat keras, sedang tangan kanannya menggunai pukulan Poute sian ciang.

Yang kelima itu dicekal dengan tipu silat Te Liong - "Menaklukkan Naga Dia mati kutu. Tubuhnya dirasai sakit seperti dipaguti laksaan ular, inilah siksaan lebih hebat dari kematian lantas, ia lantas menjerit-jerit dengan rintihan kesakitannya.

"Sekarang baru kau ketahui bahwa dalam Rimba Persilatan masih ada lain orang yang melebihi kamu Bu Lim sip sam shia" kata In Gak tertawa mengejek. Jikalau kau mau diberi ampun, lekas bilang, apa mau nya Oey Ki Pay berapat di dalam kuil itu"

Biar dia kuat sekali, si sesat ini berubah pikirannya. Bukankah dia bakal dapat hidup? Maka dia membeber rencananya Chong-si Koay si yang bersama Oey Ki Pay hendak mencelakai si anak muda.

Sepasang alisnya in Gak berdiri, giginya dikertak Rencananya Chong-si Koay siu keji sekali, Dia mau

mengirim orang ke segala penjuru dengan tugas kejahatan membunuh orang, membakar rumah, merampok dan berjina, perbuatan itu memakai namanya Gan Gak. Dengan begitu mau dibikin In Gak namanya rusak. supaya tak ada tempat di mana si pemuda dapat menaruh kaki.

Tadi itu serombongan orang Oey Ki Pay ialah orang-orang yang mendapat tugas kejahatan itu seraya mencari juga si anak muda, Di waktu siang mereka menyelidiki bakal kurbannya, di waktu malam mereka bekerja. syukurnya ialah rencana keji ini baru mulai dikerjakan-

In Gak gusar bukan main, Bagaikan kilat ia mengerjakan tangannya, Mula-mula ia menotok beberapa kali, buat membikin habis tenaganya orang itu, agar dia tak dapat bersilat pula, kemudian ia menotok juga urat gagunya, ia membentak ketika ia terkata:

"Sekarang pergi kau ke daerah barat-selatan untuk di sana kau tinggal dengan tenang jikalau kau bertemu pula denganku kau tidak dapat ampun lagi"

Orang itu menghela napas, lantas dengan kedua tangannya dikasih turun, dia bertindak pergi.

In Gak mengawasi ke pintu kuil, lantas ia maju.

Sesaat itu, sunyi pula bagian luar kuil itu, cuma terdengar suara angin dan empat mayat menggeletak di atas saiju...

Dengan berani In Gak masuk ke dalam. segala apa pun sunyi, ia tidak menemukan orang di ruang dalam, Lantas ia pergi ke beIakang, Lantas ia menjadi heran. orang tidak ada, yang ada ialah mayat-mayat yang bergelimpangan di antaranya ada mayatnya Cin Lok. ketua muda Oey Ki Pay.

Hebat matinya mereka itu - tulang-tulang mereka patah, kepala mereka teklok, mata mereka mendelik, sinarnya guram, mulut mereka berdarah hitam. salah satu mayat, yang romannya sangat bengis mirip hantu, usianya sudah lanjut, patah tangan dan kakinya, nyambung hanya karena kulitnya saja. Dia mestinya salah satu si sesat. Anak muda itu menduga semua kurban ialah kurban-kurban serangan mendadak. "Hebat orang itu," ia berpikir "Tidak ada musuh yang lolos... siapakah dia?"

Dalam herannya itu, In Gak lari ke luar. Ketika ia tiba di tempat pertempuran tadi ke-empat mayat kurbannya lenyap semua, ia menjadi lebih heran lagi. ia menduga tentulah orang gagah di dalam kuil itu yang menyingkirkannya, inilah yang pertama kali ia menemui orang dengan sepak terjang cepat dan bersih itu.

Oleh karena tidak dapat mencari orang itu, In Gak lari pulang keBu-ceng utuk mengambil kudanya, guna melanjuti perjalanannya ke Celam, seorang diri ia kabur dijalan yang bersalju seluruhnya, cambuknya sering-sering menjeter nyaring.

Dihari ketiga, pagi, In Gak tiba di Teksciu, yang ia lalui, hingga selanjutnya ia berada dalam wilayah shoatang, di tanah suci, di mana penduduk umumnya halus budi pekerti- nva, ramah tamah sikapnya: hingga penyair Souw Tong Po menulis: "Di propinsi shoatang tetap lembaganya, di antara sepuluh laksa keluarga semua keluarga sastera." Hanya sayang akibat kekacauan pelbagai pemerintahan menyebabkan penghidupan penduduk menjadi rusak.

Tiga jam kemudian m Gak sudah sampai di kota tujuannya oi sini hawa udara sudah hangat, beda dengan kota raja yang bersaiju, Inilah karena kota Celam berada di antara dua gunung, berupa lembah.

In Gak masuk dari pintu barat, kudanya dikasi jalan perlahan, ia lantas melihat

telaga Tay Beng ouw yang luas dan bergelombang dan di tengah mana ada ranggon yang tinggi. Di tepian ada banyak pohon yang-liu, di telaga ada pohon teratainya. Air cetek dan berwarna hijau. Di sanapun kedapatan banyak burung air serta ikan berenang pergi datang, Inilah telaga yang dapat dibandingi dengan telaga se ouw di Hang-ciu.

Untuk mencari Goan seng Piauwkiok, In Gak turun dari kudanya dan menanya orang, ia diberi keterangan, piauwkiok itu berada di tepi telaga dan terpisahnya dari ia cuma kira setengah li lagi Maka itu lantas ia menuju ke tempat yang ditunjuki itu.

Dari kejauhan sudah terlihat merek piauw-kiok yang dicari ia jalan terus, ia melihat ada banyak orang mundar-mandir, di antaranya ada yang romannya mencurigai ia menduga kepada pihak musuh.

Di tepi jalan, terpisah dari piauwkiok lima- enam tombak. ada seorang berdiri dengan menolak pinggang dan matanya sering diarahkan ke piauwkiok itu. Dipundak-nya ada sehelai joanpian.

Dengan tindakan perlahan In Gak lewat di depan orang itu, yang mukanya mirip kera, lantas ia mengeluarkan reak, meludah ke kaki orang itu.

"Kurang ajar" orang itu membentak gusar. "Kau mau cari mampusmu. Lekas bersihkan kakiku, manusia jelek"

In Gak tertawa dingin.

"Tuan mudamu memang jelek tetapi kau pun tak bagus seberapa" ia kata. "Tuan mudamu membuang ludah, kenapa kau mau melarang? Hm, bagus kau ingin tuan mudamu menyusut ludah di kakimu itu jikalau kau bukannya manusia kasar, tentu aku sudah kirim kau ke kantor negeri supaya kau dirangket seratus rotan" orang itu menjadi gusar seperti kalap.

"Anak celaka, nanti tuan besarmu menghajar kau" dia membentak. terus dia menyerang dengan kedua tangannya diarahkan ke pundak si anak muda, untuk menolak.

Inilah yang dikehendaki In Gak. ia memang lagi mengundang hawa marah orang, ia menunggu tangan orang hampir tiba, mendadak ia berkelit ke belakang orang itu, Dengan lekas joan pian orang itu pindah ke tangannya.

"Heran" si kasar kata sendirinya melihat orang lenyap. tetapi ia memutar tubuhnya, segera ia menyerang ke belakang, ia bertindak sangat sebat.

In Gak tertawa dan mengayun joan pian, dengan begitu tangan penyerang itu lantas kena terlibat cambuknya sendiri, yang makan tuan, ketika ia menarik dengan kaget, tubuh dia itu tertarik dan terpental delapan tombak jauhnya, tercebur di telaga.

Setelah itu riuh terdengar beberapa suara orang, Mereka lari ke arah In Gak. ia tahu orang tentu kawannya si muka kera, tak mau ia banyak omong, ia menyambut mereka itu dengan rabuan joan pian, hingga mereka itu menjerit kesakitan pipi mereka terluka, tubuh mereka terguling jatuh, darahnya mengucur.

Habis itu In Gak tertawa dingin, ia membuang joan pian ke tanah, gagangnya nancap lima dim, kemudian dengan roman agung-agungan ia bertindak ke pintu piauwkiok.

Beberupa orang itu ketakutan, mereka merayap bangun, untuk menolongi kawannya yang kecemplung, lantas mereka ngeloyor pergi dengan cepat.

Di muka piauwkiok ada dua orang, mereka heran menyaksikan pertempuran itu, ketika mereka mendapatkan orang mendatangi, keduanya menyambut dengan hormat. "Apakah tuan..." tanya mereka, Mendadak mereka berhenti bicara.

"Tak usah tanya tuan tuan" In Gak memotong, mengulapkan tangan, "Tolong pimpin aku lantas menemui Liang Hoay Tayhiap Ciu Locianpwe"

Dua orang itu tidak banyak omong lagi. mereka bersenyum, lantas mereka memimpin masuk. Hanya yang satunya kemudian berkata "ciu Tayhiap tengah rebah terluka di atas pembaringan itulah karena urusan piauwkiok kami."

In Gak terkejut, Pantas ia melihat dua orang piauwkiok itu beroman berduka. Di dalam pun ia melihat semua orang tenang tetapi tak bergembira, Mereka itu agak heran melihat datangnya ini, Di antara mereka ada sahabat-sahabat yang datang buat memberikan bantuannya.

In Gak melewati tiga ruang, sampai di depan kamar yang madap ke utara, Di depan pintu ada menjaga dua orang dengan pakaian singsat, mereka itu didekati dua pengantar, yang berbicara berbisik, seorang lantas masuk ke dalam, cepat dia keluar pula, mengundang si anak muda masuk.

Sampai di dalam, In Gak melihat dua buah pembaringan di atas mana ada rebah masing masing satu orang, ia mengenali Ciu Wi seng, maka ia menduga yang satunya lagi tentulah pemilik Goan seng Piauw kiok, ia mengangguk.

Kapan Wi Seng melihat orang yang datang itu, agaknya dia girang, dia mau berbangkit tapi In Gak segera mendekati, mencegah padanya, katanya perlahan sembari tertawa: "Jangan bangun, gakhu silakan rebah saja, jangan kuatir, di sini ada siauwsay." Ia membahasakan dirinya "siauw say" menantu yang rendah. Wi seng tertawa meringis, rupanya saking berduka dan menderita.

"Aku kuatir aku tidak dapat sembuh lagi," katanya perlahan, "Aku terkena racun ular kim-shoa-coa dari Tok Pi sin Mo. Aku terganggu pada pernapasanku. Demikian juga Congpiauwtauw Kho Cu Liong dari Goan seng piauwkiok ini, sekarang ini kita menutup jalan darah kita, ini tentu tak dapat dilakukan terus menerus, sebab ada kemungkinan tubuh kita berubah menjadi cair...

In Gak terkejut ia tahu lihaynya ular beracun kim-shoa-coa itu. Kalau racun bercampuran dengan darah dan meluluhkan di seluruh tubuh, daging akanjadi busuk dan nowah, dan itu berarti jiwa tak ketolongan lagi.

Kho Cu Liong mendengar perkataannya Wi Seng, dia tertawa, dengan suara parau dia berkata: "Adakah ini Cia siauwhiap? jangan takut Hidupnya manusia toh tak lebih daripada seratus tahun, hidup itu impian belaka Kau harus ketahui mentuamu dan aku telah berusia lanjut, kami mati tak takut, hidup pun tak bergirang luar biasa Hanya yang aku kuatirkan yaitu mentuamu, saudara Tio Keng Kiu, seorang diri dia telah pergi ke jurang cian Tiang Yan di gunung Tay san untuk mencoba mencuri obatnya Tok Pi sin Mo, yaitu rumput Ho yan-co. Dia sudah pergi lima hari tetapi masih belum kembali..."

In Gak mengerutkan alis, tetapi ia bersenyum.

"Tetapkan hati, Kho Tayhiap" katanya, "Nanti aku pergi ke cian Tiang Yan menyusul mentuaku itu, untuk sekalian mendapatkan obat, Hanya bagaimana keadaan di sini?"

Susah Cu Liong bicara, napasnya sesak. mukanya merah, maka Wi Seng lantas menalangi dia menjawab.

"Hiansay, silakan kau lekas pergi, Untuk sementara, di sini tak ada bahaya, janji pertemuan di puncak Cian Hud Teng masih ada tujuh hari lagi."

In Gak tahu tugasnya.

"Baiklah, sekarang siauwsay lantas pergi" ia kata, ia memberi hormat pada kedua orang tua itu, terus ia berjalan ke luar. ia heran tidak melihat Lui Siauw Thian, hingga ia kuatir saudara angkat itu pun mendapat kesusahan yang tidak disangka-sangka, Tapi ia tidak sempat menanyakan, ia berlalu dengan cepat, pikirannya kusut, hingga ia tak melihat dua orang tadi memberi hormat padanya.

Tiba di luar, In Gak lompat naik atas kudanya, yang ia terus kaburkan ke pintu kota selatan, Dengan lekas ia sampai di luar kota. ia kabur terus hingga berada di tempat sepi. Setelah melalui empat puluh li, ia mendapatkan matahari menerangi seluruh jagat, Selagi melarikan kudanya, di samping ia, di antara rimba, ia melihat samar-samar dua bayangan berlari ke depan, seperti untuk melombai ia.

Ia menduga kepada orang jahat, ialah pihak musuh yang mengintai dan menguntitnya, ia be^aspada, Karena ia tidak ingin terintang. ia tidak memperdulikan mereka itu, ia perlu cepat sampai di gunung Tay san, dijurang Cian Tiang Yan.

Gunung Tay san besar dan luas, ia tidak tahu di mana adanya Cian Tiang Yan, tapi ia percaya dengan tanya-tanya orang, ia akan dapat cari, ia mencambuk kudanya, ia ingin dapat melombai dua bayangan tadi...

Pemuda ini tidak menimbulkan urusan, tetapi urusan mencarinya...

Untuk pergi ke Tay san, jalanannya ialah dari utara kedamaian Tay-an, dan dari Celam ke Tay-an, orang mesti melintasi jalan pegunungan dari dusun Han tek-cun sampai di dusun Lou Cun di sebelah barat daya kecamatan itu, jaraknya tujuh atau delapan puluh li. jalanan itu sukar, banyak tanjakannya, banyak pohon cenutranya yang cabang dan daunnya lebat.

Ketika In Gak sampai di Ban-tek-cun, hari sudah jauh lohor, ia mampir untuk menangsal perut dengan cepat, terus ia berjalan pula. Maka di lain saat ia sudah mulai mendaki. lantas ia seperti ditutupi pepohonan. Hari pun menjadi magrib. ia tidak takut jalanan sukar, melainkan kudanya letih sekali, jalannya perlahan, lebih perlahan dari orang berjalan kaki.

"Dengan jalan cara begini, sampai kapan aku dapat sampai ke tempat tujuanku?" pikirnya, "Lebih baik aku meninggalkan kudaku "

Benar selagi si anak muda memikir demikian tiba tiba kupingnya mendengar mengaungnya pelbagai senjata rahasia, sedikitnya puluhan biji, Tidak ayal lagi ia berlompat turun dari kudanya, untuk jempalitan, diwaktu ia tiba di tanah, tangannya yang lebih dulu menahan tubuhnya, itulah gerakan "sin liong liang bwe," atau "Naga sakti menarik ekor-nya."

Terus ia berdiri untuk dengan kedua tangannya menyerang ke kiri dan kanan. ia menggunai ilmu silat Bi Lek sin Kang, tangan kirinya menggunai jurus "Im kek yang eng" jurus yang ketiga belas, dan tangan kanannya jurus "Liok hap hoa it."

Hebat kesudahannya serangan ini. cabang-cabang pohon patah dan jatuh karenanya, sejumlah pohon kecil turut roboh juga, Dengan begitu tidak ada panah atau senjata rahasia lainnya yang mengenai ia.

Celaka kudanya, binatang tunggangan itu terbinasa ditancap banyak anak panah, bangkainya terkulai di tepi jalanan.

Pemuda ini jadi sangat gusar, ia lompat ke arah kiri, hingga ia melihat belasan bayangan berlari pes at jauh nya belasan tombak.

Jikalau aku dapat membiarkan kamu lolos, aku sumpah tak mau menjadi orang" ia kata dalam hatinya, Lantas ia lari menguber.

Rimba itu gelap dan lebat, banyak pohon oyotnya, itulah rintangan. Musuh sebaliknya lari berpencaran. Agaknya musuh mengenal baik rimba itu, Untungnya untuk mereka, mulanya mereka sudah memisahkan diri bertombak-tombak jauh.

Tidak lama lagi, rembulan pun mulai muncul, maka di sana sini nampak bayangan cabang-cabang mirip gerak-gerik hantu...

Sampai sebegitu jauh belum berhasil In Gak menyandak atau membekuk musuh-musuhnya yang tidak dikenal itu. Tanpa merasa ia telah mengejar jauhnya satu li. Lalu ia mendekam di sebuah gundukan tanah seperti bukit, mata dan telinganya dipasang. Mendadak terdengar suara tertawa seram dari empat penjuru, terbawa angin, itulah suara seperti "hantu menangis atau serigala menyalak"...

Diwaktu malam seperti itu, In Gak yang bernyali besarpun merasakan bulu romanyapada bangun berdiri, ia tidak takut, ia mendengari, ia mau tahu, suara dari arah mana yang datangnya paling dekat.

Di sebelah itu, ia jadi semakin panas hatinya, Tiba-tiba ia lompat mencelat. itulah lompatan "Kim liong tauw kah" atau "Naga emas membuka kuku- nya", ia menubruk ke arah dari mana datangnya tertawa gangguan itu, ia berjempalitan hingga kakinya berada di atas.

Tiba-tiba terdengar pula tertawa yang menyeramkan itu, belum lagi ia sampai, satu bayangan lompat berlalu, Tanpa menanti kakinya menginjak tanah, ia menyerang bayangan itu dengan kedua tangannya ke arah kaki, sambil ia membentak: "sahabat, kau main setan-setanan, kau bukan orang Bu Lim"

Bayangan itu sangat gesit, hampir kakinya terpegang, Dia lolos karena si anak muda terlambat sedikit. Tapi In Gak sudah mahir dengan Hian Wan sip pat Kay, gagal dengan tangkapan, ia terus menyentil.

Bayangan itu mengasih dengar suara tertahan, gerakannya menjadi lambat lantas tubuhnya terlihat melesat ke atas.

"Sahabat, kau hendak lari ke mana?" In Gak menegur seraya ia lompat menyusul. Mereka lantas main berkejar- kejaran terus.

Sekonyong konyong In Gak merasakan kakinya menginjak tempat kosong. selagi begitu dua bayangan muncul dari kiri dan kanan, menyerang kepadanya. Mereka itu berada di tempat yang terlebih tinggi, maka itu dari atas mereka menyerang ke bawah.

Biarnya ia terkejut, In Gak telah siap sedia, ia telah menutuh diri ia mementang kedua tangannya, menyambuti penyerang untuk sekalian menotok pundak mereka. Dua musuh itu kaget, tetapi mereka sangat sebat, mereka dapat berkelit dengan menjatuhkan diri, dalam gerakan "si Keledai malas bergulingan.^

Secara demikian In Gak dapat dirintangi mengejar lawan yang kena tersentil kakinya itu. Disamping itu, tubuhnya terus turun, karena kakinya tidak menginjak suatu apa. Di sebelah atas, kedua musuh itu, yang sudah berlompat bangun, telah mengasih dengar seruannya:

"Kena" seruan itu disusul dengan menyambarnya belasan senjata rahasia yang bersinar berkeredepan-

In Gak kena terhajar akan tetapi ia sudah menutup diri, tubuhnya tidak terluka ia tidak terjeblos dalam, kakinya lantas menginjak gundukan tanah, ia melihat munculnya empat bayangan di tempat belasan tombak, terus mereka itu berpencaran pula.

Tapi mereka berpencar bukan buat lari, hanya untuk mengurung. Mereka dibantu oleh tiga yang tadi. sebab orang yang dikejar-kejar itu sudah kembali, berkumpul bersama dua penolongnya.

Di antara cahaya rembulan, In Gak dapat melihat tujuh orang itu, Mereka bukannya orang-orang muda lagi.

"Sahabat," tegurnya dingin, diwaktu malam ini, dan di tempat begini, apa perlunya kamu memegat aku? jikalau kamu tidak memberi penjelasan, jangan sesalkan aku kalau aku berlaku telengas"

Tujuh orang itu berdiam, cuma mata mereka mengawasi tajam.

Suasana sunyi sejenak. lantas terdengar tertawa aneh, yang seram, disusul dengan bentakan: "Aku kira siapa, tak tahunya kau, binatang cilik Aku mencarinya dengan susah payah, tak tahunya kau dapat diketemukan di sini jikalau malam ini aku si orang tua tidak membikin darahmu muncrat dan tubuhmu melintang sebagai mayat, tak dapat sakit hatiku dibikin lampias"

In Gak seperti mengenali suara orang, ia lantas berpikir.

Cuma sedetik, ia pun tertawa lebar.

"Chong si Koay siu" ia berseru, "kau masih tak sadar, kau membuatnya orang tertawa Dulu hari aku menyayangi usahamu mengangkat nama, aku tidak mau merebut nyawamu, tapi kali ini kau mengganggu aku, baiklah, aku nanti melayani pula padamu Kau telah meyakini ilmu apa lagi? Lekas kau keluarkan"

Orang tua itu memang benar pecundangnya In Gak selama pertempuran di Ciu Ke Chung, tulang patahnya sudah tersambung pula, maka sekarang dia dapat bergerak dengan leluasa, Hanya sekarang dia tidak mau bertempur satu lawan satu, dia mau main keroyok.

"Orang she Gan, jangan kau harap malam ini kau dapat mengundurkan diri dengan tubuhmu utuh seluruhnya" kata jago tua itu, suaranya dalam, "Kau lihatlah, di sana masih ada lawan mu yang terlebih lihay datang ke mari" Dan dia menunjuk.

In Gak mau tertawa karena orang masih mengenal dia sebagai si orang she Gan. Rupanya dia belum tahu ialah Koay Ciu sie-seng Jie In.

Kata-kata Chong-si Koay siu lantas terbukti Dari arah kemana ia menujuk tadi lantas terlihat munculnya tiga bayangan, Ketika In Gak mengawasi tajam, ia mengenali dua antaranya, ialah It Ceng dan It -Hui, dua saudara dari Hoa san Pay, atau Imyang siang Kiam yang tahun sudah telah menjadi pecundangnya.

Orang ketiga ialah seorang imam sudah ubanan seluruhnya, dipundaknya tergendol sepasang pedang, cepat larinya mereka, dari itu dapat diketahui, It Ceng dan It Hui bukanlah It Ceng dan It Hui dahulu hari itu. In Gak heran kenapa orang ketahui ia mau pergi ke Tay san, ia hanya tidak mau menduga bahwa orang-orang yang tadi ia permainkan di depan piauwkiok ialah orang-orangnya Chong-si Koay siu, yang terus menerus mengintai padanya, itulah Chong-si Koay siu yang bersama seorang kawannya melombai ia dalam rupa bayangan.

Mereka itu lantas bekerja, bersiap dan menjaga, hingga sekarang ia kena diganggu mereka itu. "

Chong-si Koay siu penasaran karena kekalahan dan terlukanya itu, sia-sia ia mencari In Gak sesudah ia sembuh, maka itu ia menggunai akal mengganggu Ciu Wi seng dan Tio Kong Kiu, ia percaya In Gak bakal datang kalau ia mendengar kabar perihal gangguan itu. 

Dia cerdik, dia tahu Wi Seng dan Kong Kiu berada di Goan seng Piauwkiok. Dia juga mendengar piauwkiok itu bakal mengantar piauw ke Yang- ciu, maka dia menjaga di dekat Ni san di Kiok-hu dan telah merampas piauw itu.

Semua piauwsu kena dibinasakan, cuma seorang pegawai yang dikasih tinggal hidup supaya pegawai ini pulang membawa laporan celaka, itulah pancingan agar Wi-seng dan Kong kiu datang. Nyata umpan itu memakan.

Wi-seng dan Kong Kiu datang bersama Kho Cu Liong, Cu Liong pun mengajak sejumlah sahabatnya.

Di Ni san lantas terjadi pertempuran. Dengan ilmu pedang "ciu Hong Lok Yap It Ji Kiam", atau "Daun rontok di musim ketiga Kong Kiu sudah lantas merobohkan beberapa lawannya, yang terdiri dari Bu Lim sip sam shia serta orang-orang Oey Ki pay. Dalam pertempuran kalut, pihaknya kalah jumlah.

Lantas datang Tok Pi sin Mo Ca Kun, si Hantu Tangan satu, yang menjadi paman gurunya Chong-si Koay siu. Dia ini menggunai jarum beracun, racun ular kim-shoa coa- maka Cu Liong dan wi seng terluka. Ca Kun masih seorang yang dapat berpikir ia melarang Chong si Koay siu membinasakan dua orang she Kho dan she Ciu itu, sebab katanya, musuh yang benar ialah Gan Gak. lantas mereka dibiarkan berangkat pulang bahkan kepada mereka diberitahukan jarum beracun itu tak ada obatnya kecuali rumput Huli-yan-cu yang tumbuhnya cuma di jurang Ciau Tiang Yan di gunung Tay san.

Ca Kun bilang. jikalau orang tidak puas, lagi setengah bulan kedua pihak. boleh bertanding pula di puncak Cian -Hud San, sedang urusan piauw cuma dapat dibereskan kalau Gan Gak datang sendiri mengurusnya.

Sepulangnya ke Celam, melihat Wi seng dan Cu Liong merintih saja, Kong Kiu tak tega, maka berangkatlah ia ke Tay san, buat mencari obat dijurang Cian Tiang Yan itu ia tidak takut meski ia tahu Ca Kun berdiam di tempat yang berbahaya untuk orang luar.

Demikianlah ia berangkat dan sudah lima hari belum kembali

Di kota Celam, Chong-si Koay siu memasang mata, ia telah mendirikan cabang Oey Ki Pay, supaya orangnya bisa tinggal tetap di kota itu. Dengan begitu ia jadi mendapat tahu hal datangnya si anak muda. Kebetulan untuknya, ia dikunjungi Im-yang siang Kiam bertiga, maka ia lantas meminta bantuannya tiga sahabat itu.

Im-yang siang Kiam memang mau mencari balas buat mereka, tanpa diminta juga tentu suka mereka memberikan bantuan mereka.

In Gak tertawa melihat It Ceng dan It-Hui ia kata: "Kamu masih ada muka datang untuk mencari balas seharusnya kamu memelihara diri, untuk menjadi orang baik-baik sungguh bermuka tebal"

Pemuda ini tertawa nyaring hingra tertawanya itu berkumandang. Im-yang siang Kiam gusar sekali, tetapi sebelum mereka maju atau membuka mulut, si imam tua kawannya sudah mendahulukan mereka, fmam itu mengasih dengar suara "Hm" berulang kali dan kata: "Tuan, kau masih begini muda, kau sudah jumawa sekali, mulutmu jahat"

In Gak menatap imam itu, yang matanya tajam dan kedua pempilingannya menandakan tenaga dalam mahir. ia tertawa dan kata: "To-tiang, kita tidak kenal satu pada lain, kita tidak bermusuhan mengapa lotiang mencampuri air keruh ini?"

Si imam mengerut alis, ia mau menjawab tetapi Chong-si Koay siu mendahului katanya sambil tertawa dingin: "Gan Gak. kau jangan mempunyai mata tetapi tidak mengenali gunung Tay san inilah Ti Bi Totiang, kakek guru kami yang menjadi ciangbunjin dari Hoa san pay

Masihkah kau tidak mau menyerah untuk dibekuk?"

Tapi In Gak tertawa lebar, "Aku menyangka orang Kang ouw tingkat bawah, tidak tahunya ketua dari sebuah partai," ia berkata, "Bagus untukku, aku mendapat kehormatan, aku berbahagia sekali" ia berhenti sebentar, ketika ia melanjuti, suaranya dalam: "Bangsat tua Chong si, apakah maksudmu malam ini? Kau mau maju satu demi satu atau kau mau main keroyok? Bilanglah, aku si orang she Gan akan mengiringi kau jikalau kau main licik, mau meminjam golok lain orang untuk membinasakan orang, aku si orang she Gan akan mendahulukan membunuhmu." setelah berkata, tangan si anak muda di ayun.

Chong-sie Koay siu cepat berlompat mundur tiga tindak. Dia jeri terhadap si anak muda karena dia mengingat terluka baru ini. In Gak cuma menggertak ia tertawa.

Muka Koay sia menjadi pucat, dia malu sekali sudah kena digertak. Dia mencoba berlaku sabar. "Bocah cilik, jangan jumawa" bentaknya, “Jikalau kau dapat memukul pecah barisan kami yang disebut Cit seng Lian Hoan Tin, mulai saat ini aku nanti pergi menyembunyikan diri"

Barisan itu yalah barisan "Tujuh Bintang Berantai."

In Gak tertawa, Terus ia berpikir: "suhu mengajarkan aku ilmu pedang dan ilmu bertindak Hian Thian cit seng, sekarang baik aku mencoba melayani barisan Tujuh Bintang dari chong- sie Koay siu ini..."

Maka ia tertawa dingin dan memberikan jawabannya: "Siluman tua pergi pulang, kau tetap mau main kroyok ini namanya siapa belum sampai di sungai Hong Ho, hatinya belum mati. Apakah kau sangka aku jeri terhadap barisanmu? jangan kau besar mulut, jangan kau ngoceh saja, mari mulai"

Chong-sie Koay Siu tertawa, matanya bersinar bengis, ia lantas memberi hormat pada ketua Hoa San Pay. Tie Bu Tianglo, dengan menjura dalam.

Melihat demikian, ketua Hoa San Pay itu ketahui chong-sie Koay Siu belum membutuhkan bantuannya, maka itu bersama-sama Im-yang siang Kiam, ia mengundurkan diri ke- pinggiran-

Malam itu lembah itu cukup terang oleh sinar rembulan, dipuncak teriihat salju putih. kesunyian cuma diganggu suara angin diantara pepohonan.

Bu Lim Sip-sam Shia, dengan chong sle Koay siu sebagai ketuanya, sudah lantas mengatur diri. Mengikuti barisannya, mereka terdiri dari tujuh orang yang berarti Tujuh Bintang. Wajah mereka sangat tegang, sebab inilah saat maju atau runtuhnya mereka.

In Gak mengawasi orang mengatur barisannya, ia mendapat kenyataan, untuk permulaan chong-si Koay Siu bersama yang nomor dua dan nomor tujuh bakal menyambut lawan, yang lainnya membantu. orang yang ketiga dan keempat bersenjatakan pedang, dan yang kelima dan keenam bergegaman tongkat long-ge-pang. Sembari mengawasi itu, ia berpikir.

"Aku mesti lekas pergi ke Cian Tiang Yan, tak sempat aku melayani mereka, mesti aku lekas menyudahi gangguan ini." Maka ia lantas menanyai "Siluman tua, kamu yang maju atau aku?"

"Terserah" sahut orang yang ditanya.

Tidak menanti suara orang berhenti, In Gak sudah maju dengan tindakannya Hian Thian Cit seng Pou, ia melewati Chong-si Koay siu dan orang yang kedua, tiba di depan orang yang ketiga la mengulur tangan kanannya, menangkap tangan kanan lawan di bagian nadi. 

Bukan main kagetnya orang yang ketiga ini. Ia tidak sangka musuh dapat melewati ketuanya berdua dan segera berada di depannya dan menyerang secara kilat itu. ia hendak menyingkirkan tangannya, tetapi sudah kasip.

Celakanya, begitu kena tercekal, habis sudah tenaganya, setelah merasai lengannya kaku, ia lantas tak sadarkan diri.

Tengah In Gak manangkap musuh, ia mendengar Chong-si Koay siu berseru, lantas ia merasa hawa dingin menyambar dari belakangnya. Terang ketua musuh ini kaget dirinya dilewati secara demikian mendadak dan lalu penyerang sambil mengasih dengar suara amarahnya itu.

Perbuatan ketua ini disusul gerakan yang lain-lainnya. ia menjadi kagum sebab sekalipun sudah kurang satu tenaga, barisan itu masih demikian lihay, ia juga lantas melihat datangnya serangan dua batang pedang, ia mengerti, seorang diri tak dapat ia menangkis enam senjata berbareng, dari itu ia berlaku cerdik, ia menarik musuh yang terpegang itu ke belakangnya, terus ia lompat tinggi, tangan kirinya disabetkan kepada musuh yang kelima dan keenam, itulah jurus "Ngo ci hoan san" atau "Lima jeriji mengancam gunung" dari Bie Lek sin Kang. Chong-si Koay siu terkejut melihat orang menangkis dengan memakai tubuh kawannya sebagai senjata, itu berarti mencelakai kawan sendiri, Bersama dua kawannya yang menggunai pedang ia lekas-lekas merubah sasarannya ke arah kiri.

Yang kelima dan keenam menyerang dengan tongkat mereka, mereka terlambat, serangan mereka mengenai sasaran kosong sebab tubuh In Gak sudah melesat, sebaliknya, mereka merasai samberan angin hingga mereka mesti lekas-lekas berkelit ke samping, Tidak urung pundak mereka kena tersamber juga, hingga mereka lantas merasa napas mereka sesak.

In Gak tidak berhenti bergerak karena ia sudah lolos dari bahaya itu. ia menaruh kaki di depannya Chong-si Koay siu, lantas ia mengulur sepuluh jarinya kepada jago tua itu serta musuh yang nomor dua. Ketika tadi ia menangkis, ia sekalian melepaskan musuh yang ketiga yang telah lantas tak sadarkan diri.

Chong si Koay siu dan kawannya berkelit. Toh lengan mereka tersampok anginnya serangan hingga keduanya kaget dan mengeluarkan peluh dingin.

Ti Bi tianglo, ketua dari Hoa san Pay menjadi kagum dan heran, ia tidak mengerti kenapa orang dapat bergerak dengan cepat dan lincah itu, ia tidak bisa membade In Gak itu keluaran partai persilatan mana, ia mau percaya hatinya chong-si Koay siu bakal kena diruntuhkan apabila itu sampai terjadi, ia dan dua kawannya bakal dihadapi soal sulit.

Karena ini ia lantas berpikir, terus ia kisiki Im-yang siang Kiam, setelah itu segera ia mementang kedua tangannya, hingga terdengar suara berkontrang nyaring, lalu terlihat tubuhnya berlompat maju menyusuli dua sinar hijau seperti bianglala. Ketika itu In Gak. gagal menyerang Chong-si Koay siu dan si nomor dua, meneruskan penerangannya kepada empat yang lain, itulah cara menyerangnya guna membikin kacau barisan musuh, barisan yang telah dilatih belasan tahun hingga sukar untuk dipukul pecah.

Ketika Chong-si Koay Siu berdua berkelit empat yang lain maju menyerang, bahkan diturut oleh si nomor tiga yang sudah mendusin dan segera maju pula, ia ingin sekali cepat menyudahi pertempuran itu. ia tengah memikir menggunai jurus "Mematahkan otot dan memutuskan nadi" ketika ia melihat menyambernya sinar hijau dari dua batang pedang, lekas-lekas ia berkelit dengan mengguai jurus huruf "Lolos" dari Bi Lek sin Kang, sedang dengan lima jeriji tangan kanannya, ia membarengi menyentil.

Kedua sinar itu lantas lenyap. sebaliknya muncul Ti Bi Tiang lo, yang nampaknya heran dan kaget. Mengenali siapa orang itu, ia menjadi membengkok ia menegur dengan suara dalam: "Apakah seorang ciangbunjin juga main bokong seperti caranya bangsa tikus?"

Muka Ti Bi menjadi merah, lekas-lekas dia memuji: "Bu Liang siu Hud" ia merangkap kedua pedangnya dan menjura, kemudian sembari tartawa ia kata: "Itulah perbuatan yang aku tidak berani lakukan. Hanyalah melihat tuan begini lihay maka aku, yang tak segan mencari kemajuan, ingin meminta pengajaran barang satu dua jurus."

In Gak heran, ia tidak dapat membade hati orang, Di saat seperti itu, ia tidak sempat berpikir lama, Maka ia bersenyum dan menjawab. "Totiang terlalu memuji Baiklah, silakan totiang memberikan pengajaranmu"

Selagi dua orang itu berbicara, Im-yang siang Kiam sudah berbisik kepada Chong-si Koay siu, Dia ini dan kawan- kawannya berhenti menyerang begitu lekas majunya ketua Hoa san Pay itu. Ti Bi Tiang lo tidak membuang-buang waktu, ia lantas menyerang dengan sepasang pedangnya dengan jurus "sang guntur mengagetkan," ialah satu diantara tiga jurus utama dari "Tian-to Im yang Ngo Heng Kiam," ilmu pedang "Im-yang dan Ngo-heng Bertentangan" dari Hoa San Pay. pedangnya lantas berkilauan dengan anginnya menderum dan sinarnya seperti juga benda-benda tajam menyerang pelbagai jalan darah lawan.

In Gak berkelit. ia segera berpikir bahwa sulit untuknya kalau ia tidak menaklukkan imam ini. ia bergerak dengan gerakannya "Hian Thian cit Seng Sin-hoat," begitu lincah hingga ia seperti lenyap dari depan si imam, sebaliknya kedua tangannya, dengan sepuluh jerijinya, menyamber ke nadi jago tua itu. Ti Bi Tianglo kaget bukan main, inilah ia tidak sangka

Justeru itu mendadak In Gak merasai dorongan angin keras sekali, yang datangnya dari kedua sampingnya, hingga selagi ia merasai dadanya sesak, tubuhnya pun tertolak mundur.

Ini dia yang dibilang, "cengcorang menangkap tonggeret, di belakangnya ada burung gereja." itulah sebab Im-yang Siang Kiam bersama rombongannya Chong-si Koay Siu telah bergerak secara diam-diam, keduanya menyerang berbareng dari kiri dan kanan-

Karena berbareng, bisa dimengerti tenaga mereka menjadi besar luar biasa Biarnya ia telah menutup diri, In Gak toh merasai tubuhnya ngilu, ia terus tertolak mundur, hingga ia tak sempat berdaya meski ia sudah berpikir, begitu luang ia akan meloloskan diri.

Ti Bi Tianglo pun tidak berdiam saja. Karena bantuan kiri dan kanan itu, ia bebas dari samberan lawannya, sebaliknya, ia memperoleh kesempatan untuk menyerang pula, menyerang saling susul, hingga In Gak menjadi repot menangkis. Tanpa merasa si anak muda mundur hingga ke tepi jurang, Kalau tadi ia berlompat mundur, mungkin ia lolos, tetapi ia penasaran. Sekarang ia terdesak tanpa dapat melihat ke belakang di mana kabut menutupi jurang itu, ia terus menjaga diri dari sepasang pedang si imam. ia juga bingung, ia merasa napasnya tambah sesak..--Ia sia belaka ia mencoba menyalurkannya untuk itu ia tidak mempunyai tempo luang.

Segera juga datang saat yang sangat ber-bahaya, yang mengakhiri pertempuran ganji itu. Mendadak In Gak merasai serangan sangat dahsyat, hingga tubuhnya mental mundur, kakinya tak menginjak tanah lagi, itu artinya ia sudah terlempar ke dalam jurang, maka lantas terdengar jeritannya...

Menyusulijeritan itu terdengar suara tertawa nyaring, tertawa dari kepuasan, lantas terlihat orangnya, ialah seorang berewokan. yang gigi-giginya tonggos, hingga dia nampak sangat bengis, Dia muncul dengan lengan kirinya menyeret tangan bajunya, Dialah Tok Pi sin Mo Ca Kun, paman guru dari Chong-si Koay siu.

Ti Bi Tianglo kenal Ca Kun semenjak beberapa puluh tahun, maka ia mengangguk pada jago tua itu. si Hantu Tangan satu, sembari tertawa dia kata: "Ca Losu, sudah banyak tahun kita tidak pernah bertemu, nyata kau telah memperoleh kemajuan pesat,pinto kagum sekali"

Tapi tanpa menantijawaban, ia melongok ke dalam jurang, ia menghela napas dan berkata pula: "Orang ini berbakat luar biasa sekali, sekarang dia terpendam di dalam jurang, sayang...

Ca Kun tertawa lebar dan berkata, "Ti Bi Totiang, sejak kapan kau mempunyai rasa kasihan semacam ini? Memberi ampun kepada musuh berarti mencelakai diri sendiri orang semacam dia perlu apa disayangi?" Dia terus berpaling pada Koay siu dan berkata, "satu laki-laki harus dapat membedakan budi dan sakit hati" maka itu sekarang setelah musuhmu

sudah tersingkirkan kau mesti lekas membayar pulang piauw dari Goim seng piauwkiok jangan kau terus mengangkanginya"

"Baik, susiok." sahut Chong-si Koay siu.

Tok pi sin Mo berpaling pula pada Ti Bi Tianglo, untuk berkata, "Aku si orang she Ca masih mempunyai urusan, sampai nanti kita bertemu pula"

Lantas dia memutar tubuh, untuk berlalu, hingga sejenak kemudian, dia sudap lenyap di dalam sang gelap gulita...

Dengan berlalunya hantu itu, bubar juga Chong-si Koay siu semua.

Jurang itu tetap terpenam dalam kesunyian, kecuali sang angin yang memperdengarkan suaranya di antara daun daun cemara.

BAB 4

ADA pertengahan bulan tujuh tahun yang lalu, seberlalunya In Gak dari rumahnya Tiongciu It Kiam Tio Kong Kiu di Chong- ciu, nampak pemuda itu telah pergi ke Kwan-gwa maka nona- nona Tio Lian ciu dan Ciu Goat Go menjadi kesepian, hingga mereka menjadi berduka sekali, Baru selang setengah bulan dapat juga mereka melegakan hati, dengan begitu dapat setiap hari mereka bersilat di dalam taman sungai meyakini pelajaran yang diberikan tunangan mereka, Dalam hal ini, mereka berhasil mendapatkan kemajuan.

Dengan cepatnya sang tempo berjalan, tanpa terasa datanglah musim dingin dengan saljunya yang beterbangan seperti tak hentinya, sang musim membuat kedua nona berduka pula, sepasang alis mereka senantiasa berkerut Tidak lewat satu hari tanpa mereka memikirkan tunangan mereka itu. In Gak telah berjanji akan pulang untuk merayakan tahun baru bersama, tetapi sampai sekarang ia belum kembali, wartanya pun tidak ada sama sekali..

Sebaliknya pada suatu hari, tiba-tiba muncullah Kian Kun ciu Lui siauw Thian yang datang dari kota raja, Begitu melihat tetamu-nya ini, Lian ciu segera menanya, "Lui Losu, apa kabar dari engko cia?"

Siauw Thian tertawa berkakan.

"Nona- nona, jangan terburu napsu" kata dia, "Kabar ada hanya tak dapat aku segera memberitahukannya"

Lian ciu heran, mukanya menjadi merah, Dia membanting kaki "Berani kau tidak memberitahukan" kata-nya. "Awas, nonamu nanti keset kulitmu" Dia benar meluncurkan tangannya ke pundak Kian Kun cia.

Siauw Thian berkelit.

"Nona yang manis, tahanlah kepalanmu" katanya tertawa, "Sediakanlah itu untuk lo-sam, tulang-tulangku tak kuat menerimanya" Habis berkata, ia lompat ke dalam.

Lian ciu tidak mengerti, ia menguber. Di dalam, Tio Kong Kiu lagi duduk bicara bersama Ciu Wiseng, ia melihat datangnya siauw Thian yang dikejar puterinya yang mukanya merah. ia tidak heran, sebab biasanya dua orang itu bergurau, cuma ia kata nyaring,

"Eh, Lian ciu, jangan kurang ajar terhadap Lui Losu" ia berbangkit bersama Wi seng, untuk menyambut sahabatnya itu.

"Banyak baik?" ia tanya,

"Aku si orang she Lui tidak kurang suatu apa. Makan kenyang, tidur nyenyak" sahut sahabat itu, tertawa lucu. "Cuma sekarang ini begitu masuk ke mari, hampir kulitku dikeset si nona manis - Aku bilang, Tio Tayhiap. penilikanmu kurang keras, aku kuatir nanti lo-sam tak sanggup bertahan..."

Kong Kiu tertawa, juga Wiseng "siapa suruh kau jail" katanya, "Kau cari penyakit sendiri.." Siauw Thian tertawa pula "Ini dia yang dibilang, ada ayahnya, ada puterinya" ia kata. "Baik, dasar aku yang sial"

Ia lantas berpaling kepada Lian ciu, niatnya menggoda, tapi ia lantas berdiam, ia mendapatkan mata si nona merah, air matanya mengembeng. ia jadi merasa kasihan, ia menjura kepada nona itu dan kata, "Sudah, nona manis, aku mengaku salah, Kalau sebentar losam pulang, harap kau tidak omong apa apa padanya, jikalau dia marah, asal dia menggerak saja satu jeriji tangannya, celaka aku Lian ciu tertawa, mendadak tangannya menyamber.

"Benarkah engko Cia bakal lekas pulang?" dia tanya, katanya begitu, Siauw Thian berdiam, ia melongo. Lian ciu heran, ia berkuatir,

"Benarkah engko cia bakal lekas pulang?" si nona menegaskan, Kong Kiu dan wi seng turut merasa heran tetapi mereka sabar.

"Lian ciu," kata Wi Seng tertawa, "Lui Losu baru sampai dia letih, pergi kau ambilkan air, sekalian kau suruh Goat Go keluar"

Nona itu berdiam, ia tak sudi berlalu, maka ia memberi tanda pada bujangnya.

Siauw Thian tidak berdiam lebih lama, ia tahu orang keliru mengerti terhadap lagaknya-

Ia ambil cangkirkan Wi seng, setelah batuk-batuk. Ia minum dengan bernapsu.

"Kamu jangan kuatir," katanya kemudian-tertawa. "Lo-sam sudah berangkat dari Tiang Pek san-"

Kong Kiu lenyap kekuatirannya. Ia tertawa- "Menantuku itu sudah berangkat dari Tiang Pek san," katanya, "sekarang ia berada dimana?"

Ketika itu tampak Goat Go muncul, ia lantas memberi hormat pada Siauw Thian.

Hampir orang she Lui terus menggoda Lian ciu kalau ia tidak lantas melihat si nona berdiam saja, romannya masgul, sebenarnya ia mau menggoda nona itu tak tahu aturan seperti si nona Ciu. ia bersenyum dan kata, "Ketika aku berada di kota raja, aku menerima surat Gouw Hong piu dari Utara, katanya lo-sam berdiam dua hari di sana, lantas menuju ke siamsay dengan menunggang kuda. Katanya dia mendengar ada musuh-musuhnya Ceng Hong Pang. dari itu dia mau pergi membikin penyelidikan. Dengan begitu tahun baru ini dia tidak keburu pulang..."

Kong Kiu mengurut kumisnya dan tertawa, "Dasar anak muda, dia kurang sabar," katanya.

Hatinya Lian ciu menjadi lega juga tetapi di dalam hatinya itu ia kata: "Tahun baru kau tidak pulang, kau tega..."

Malam itu Kong Kiu menjamu siauw Thian, Malam itu gelap. rembulan tak muncul, angin sebaliknya meniup keras. Justeru begitu dari luar terlihat satu bayangan putih melompati tembok pekarangan, masuk ke dalam, terus menuju ke arah kamarnya Nona-nona Tio dan Ciu.

Di mana ada pohon gouwtong yang lebat cabang dan daunnya. sang angin bertiup terus, salju mulai menebal.

Lauwteng Gouw Im Kok di bagian belakang taman pun sudah gelap. Di sana Lian ciu dan Goat Go tidur dengan memadamkan api. Diwaktu begitu, mereka sudah tidur pulas, justru itu bayangan tadi mendekati lauwteng, ia lompat naik ke pohon gouwtong, berdiri di sebatang cabang, tangannya lantas mencabut pedang di punggungnya.

Habis itu, dia lompat ke depan jendela, Dengan tangan kiri dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya, dengan pedangnya dia mengorek kertas jendela, terus barang itu diceploskan ke dalam kamar, terus dia meniup perlahan-lahun.

Itulah sebatang selubung kuningan, Tiba tiba orang dengan pakaian putih ini mengasih dengar suara tertahan, terus ia meraba mata kirinya, lantas tubuhnya mencelat mundur, untuk turun ke bawah lauwteng dimana segera ia lari lebih jauh, lenyap di tempat gelap.

Menyusul berlalunya orang itu, daun jendela terpentang, dua tubuh melompat ke luar, tangan mereka masing-masing mencekal pedang, orang yang satunya melihat ke lantai jendela. lantas dia tertawa.

"Enci Lian, kau telah menghajar matanya" kata dia. "Di sini ada beberapa tetes darah. Biarlah bangsat itu dikasih ampun "

Nona Lian itu, ialah Lian ciu, menggeleng kepala.

"Inilah pasti bukan soal penjahat biasa saja," katanya, "Marilah kita pergi ke depan untuk menemui ayah serta Lui Losu, untuk memberitahukan mereka, Coba dengar, apa kata mereka."

Nona yang bicara itu, Goat Go, mengangguk "Mari" ia mengajak.

Lian ciu mengikut, maka dengan cepat mereka meninggalkan kamar mereka, Tiba di depan, mereka heran, Mereka mendapatkan api dinyalakan terang terang, Ketika mereka sampai di dalam, terlihat Kong Kiu dan Wi seng, ayah mereka duduk dengan sikap keren Siauw Thian berdiri dengan menolak pinggang, wajahnya berseri-seri, Di lantai terlihat seorang muda dengan pakaian putih, mata kirinya mengeluarkan darah, mukanya pucat meringis, tubuhnya bergemetaran, Rupanya dia telah kena ditotok Kian Kun ciu.

Begitu melihat tegas orang muda itu, Goat Go merah mukanya, ia lantas maju menikam.

"Sabar" siauw Thian mencegah. "Nona-ku yang baik, kau tunggulah sampai Lui loji menanya jelas padanya, habis itu kau dapat berbuat sesukamu..."

Nona itu batal menikam, tetapi pedangnya telah menggores dada orang.

Siauw Thian berpaling kepada siorang muda berpakaian putih itu, dia tertawa haha-hihi. "sin it Beng" katanya, "kau meminta kematian yang cepat, aku si Loji akan memenuhkan kehendakmu iiu, tetapi kau mesti menjelaskan dulu segala tipu muslihatnya Oey Ki Pay jikalau tidak. maka kau mesti mengerti lihaynya Lui Loji"

It Beng berdiam. sekarang tidak tampak lagi keangkuhannya, Darah masih saja keluar dari mata kirinya itu mukanya tetap pucat, Tubuhnyapun menggetar, tandanya ia mesti menahan sakit.

Siauw Thian mengawasi, ia bersenyum ewah. ia meluncurkan sebelah tangannya dan menotoksatu kali pada orang punya iga kiri, sembari tertawa, ia kata, " Totokannya Lui Loji ini ialah dinamakan san Kut Kang Bangsat yang menjadi kurbanku sudah bukan sedikit jumlahnya, semua mereka itu tidak ada satu dua yang dapat mempertahankan diri, Maka itu orang she sia, aku mau lihat apakah kau benarkan laki-laki yang terbuat dari baja dan besi..."

Belum berhenti suaranya siauw Thian atau It Beng sudah mengasih dengar jeritan yang menyayatkan hati, tulang- tulangnya terdengar berbunyi, tubuhnya terus roboh bergulingan. "san Kut Kang" ilmu yang disebutkan itu ialah ilmu membubarkan tufang-tulang.

Hanya sebentar, It Beng mencoba mengugulkan diri, ia bangun untuk berduduk. tangan kirinya dipakai menutupi matanya yang luka, mata kanannya mendelik hingga hampir keluar separuhnya.

Dengan suara menggetar ia kata: "Baiklah, orang she Lui, aku Sin It Beng, suka aku bicara... orang she Lui, sampai aku mati aku tidak akan mengampuni kau..."

Siauw Tiiian menotok pula, untuk membebaskan ia tertawa. "Asal kau tidak menitis pula, bolehlah kau menantikan aku di kota iblis" katanya. Sin It Beng mengeluarkan napas, lantas setelah itu, ia berbicara,

“Nyatalah Pat Pi Kim-kong U bun Lui, ketua dari Oey Ki Pay, semundurnya dari Ciu Ke Chung, lantas mendendam sakit  hati, ia menganggap kekalahannya itu suatu malu yang terbesar, ia kata ia tidak puas apabila ia tidak dapat menuntut balas, Maka ia sudah lantas mengirim orang ke pelbagai arah, untuk mencari tahu In Gak dan asal usulnya.

Tiga bulan sudah berselang, pelbagai juru warta itu pulang beruntun- runtun, akan tetapi semua pulang dengan tangan kosong, tidak ada yang berhasil mendapatkan asal usul In Gak, yang dikenal sebagai Gan Gak. dan tidak ada juga yang pernah menemuinya, Yang didapatkan cuma "nama Gan Gak itu bakal menantu dari Tio Kong Kiu dan Ciu Wi seng, dan bahwa Wi seng dan gadisnya lagi menumpang di rumah Kong Kiu di Chong-ciu.

Sebagai seorang licin, U-bun Lui lantas mengatur tipu dayanya itu. Untuk itu ia minta bantuannya banyak kawan dan sahabat: selang satu bulan, ia meninggalkan markasnya.

Sementara itu Hu-pangcu Cin Lok ketua muda Oey Ki Pay yang bergelar Liat We Che si Bintang Api, surup sekali dengan julukannya itu, dia lebih panas hati daripada ketuanya. Dia tak cukup sabar seperti ketuanya itu. Dia menganggap air yang jauh tak dapat dipakai menolong memadamkan kebakaran didepan mata.

U-bun Lui mau bekerja di tempat yang jauh dari wilayah kekuasaannya, dia mau turun tangan atas dirinya sahabat- sahabatnva Wi seng dan Kong Kiu. Ini tidak disetujui Cin Lok sebab katanya, musuh mereka toh Gan Gak seorang, sedang yang lain-lainnya tak usah ditakuti Cin Lok menghendaki, justru Gan Gak tidak ada di Congciu, baik mereka perintah orang menculik kedua nona-nona ciu dan Tio, supaya dengan begitu Gan Gak dipancing datang ke markas mereka.

Di markas mereka, selain jumlah mereka banyak. keletakan tempat pun berbahaya, U-bun Lui mementang tipu ini dan ia jalan dengan rencananya sendiri, Cin Lok pun tidak puas. ia mendapat kawan dalam dirinya Chong-si Keay siu beramai, bahkan Chong si Keay siu menganjurinya.

Demikian Cin Lok memanggil Giok-bin Ji Long sin It Beng dan menitahkan It Beng bekerja.

"Giok bin Ji Long" itu berarti malaikat Ji Long Sin Muka Kemala". julukan itu didapat It Beng karena dia tampan sekali. It Beng suka menerima tugasnya itu. ia sangat ketarik kecantikannya Tio Lian Cu. si nona yang pernah muncul di atas panggung pertandingan silat - ia sampai merindui nona itu, walau si nona dan Goat Go lihay tetapi ia tidak takut.

Demikian ia naik di lauwtengnya nona. Celaka untuknya selagi ia meniup masuk asap pulas, Lian Cu memberi presen jarum pada matanya, hingga ia kesakitan bukan main. ia melarikan dirinya, Dengan matanya terluka dan memberi rasa sangat nyeri, ia lari tanpa memilih arah, apa lacur dilapis lacur Lui siauw Thian lagi keluar untuk buang air, ia berpapasan dengan Lui siauw Thian.Tidak ampun lagi ia kena dibekuk.

Siauw Thian tertawa.

"Kau datang seorang diri atau berkawan, ia tanya "Kalau kau datang berkawan, kau beritahulah Lui Lo-jie, supaya aku dapat mengirim orang mengundangku supaya kawanmu itu datang mengurus jenazahmu "

"Orang she Lui " It Beng berteriakjangan kau memutar lidah didepan tuan besarmu Lekas kau bunuh aku " Siauw Thian tertawa jenaka, "Kau berani sekali, kau memandang kematian seperti orang berangkat pulang, baik, Lu Lo-jie akan mengiringi kau?" katanya, "Baiklah, kau boleh mengadap Raja Akherat untuk mendakwa aku. Nah sekarang kau boleh pergi keneraka sambil tertawa " Kedua nona tertawa melihat kejenakaan orang.

Siauw Thian berkata dan bekerja, ia segera menotok kebelakang pinggang It Beng, atas mata mendadak mata It Beng melotot, romannya jadi bengis.

"Kau " katanya seraya menuding. Tapi ia tidak bisa

bicara terus, ia lantas tertawa berkakak, ia telah ditotok urat tertawa-nya. ia tertawa terus hingga tubunya melengking:

Goat Go menjadi tidak tega, maka ia menikam orang jahat itu, hingga habislah jiwa It Beng.

Beberapa orang lantas membawa pergi mayat sijahat, buat dikubur. Goat Go menuding Kian Kun Ciu, sembari tertawa ia kata. "Kau telengas ..."

Siauw Thian tertawa dan kata. "Dasar si nona yang hatinya mulia. Bangsat semacam dia, kalau dia terjatuh dalam tangannya Lui Lo-jie, dia mesti dibikin seperti tikus, dia harus disiksa sepuasnya, baru dia dibikin habis jiwanya .."

Baru siauw Thian berkata begitu, mendadak datang angin menghembus, membikin penerangan hampir padam, ketika api lilin menyala pula, maka didalam ruang itu tampak seorang lain, ia seorang imam yang matanya seperti tiga dan berewokannya gompyok dan kaku.

Melihat imam itu, Kong Kiu berseru, ia mencelat dari kursinya. untuk menyerang. Imam itu lincah sekali, dia berlompat berkelit, lantas dia tertawa.

"Haha, Tio Tayhiap " katanya. "Sudah banyak tahun kita tidak bertemu, kau masih saja as era n sekali Kenapa kau main menyerang? ini toh bukan caranya menyambut tamu...?"

"Song cinjin," kata Kong Kiu kemudian, "malam buta rata kau datang berkunjung, ada apakah pengajaranmu ? silakan duduk "

Imam itu tertawa, Dialah Soh beng Pat Ciang shong Lok. koancu atau ketua dari kuil Cin Koan di san-im. Dia berpakaian luar biasa, sebab jubahnya merah, dipinggangnya tergantung sebatang golok kang-to panjang dua kaki, sarungnya dari kulit ikan yang berwarna biru berkilau, sepatunya sepatu rumput buatan secuan, mukanya berminyak, kopiahnya miring.

Yang hebat ialah sepasang matanya yang tajam dan kedua tempilingannya menandakan dia mahir tenaga dalamnya.

"Meskipun pinto telengas, tetapi pinto tahu, ada budi harus dibalas." Katanya. "Dulu hari Tio Sicu telah menaruh belas kasihan di ujung pedangmu sehingga muka terangku teriindung, maka itu malam ini pinto sengaja datang kemari untuk membawa kabar. Aku minta agar sicu suka berjaga- jaga. Kebetulan saja pinto mendapat kabar buruk. Paycu U- bun Lui dari Oey Ki Pay sudah datang ke San-im untuk membujuki seorang hantu yang sudah lama tak pernah turun gunung. Sicu tentu pernah mendengar tentang hantu itu, ialah Poan Poan-siu yang tinggal di gunung di belakang kuilku..."

Mendengar sampai di situ, dua-dua Kong Kiu dan Wi Seng melengak. Siauw Thian pun nampak tegang, cuma Goat Go dan Lian cu yang bersenyum, sebab nama Poan Poan Siu itu lucu terdengarnya, "Siur berarti si "orang tua" dan "Poan Poan-" ialah "setengah-setengah "
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar