Menuntut Balas Jilid 11 : Aksi Jie In di kota raja

Jilid 11 Aksi Jie In di kota raja

Karena mereka berlari-lari keras, akhirnya mereka tiba diluar kota. Dari sini In Gak lari terus kegunung Bong Hiang san.

Sang fajar telah menyingsing, matahari mulai mengintai. Angin dan salju tetap santer. Maka itu dimana-mana terlihat warna putih abu-abu...

Liok Koan dan cucunya pun mengagumi ilmu larinya penolong itu. Mereka sudah lari sekuat-nya, mereka tetap ketinggalan tujuh atau delapan tombak, Mereka jadi heran.

Dengan lekas mereka bertiga tiba digunung, mendadak orang itu berhenti lari, sembari memutar tabuh, dia tertawa dan berkata: "Hu Tayhiap, Nona Wan, Kalian kaget, bukan ?"

Kakek dan cucu itu melengak, sekarang si nona mengenali suara orang. ia berseru tertahan, lantas tubuhnya melompat menubruk, dengan keras, ia memegang pundak si anak muda, untuk digoyang-goyang.

"Engko In.... kau " serunya. Dan ia bersenyum, matanya

dibuka lebar, mata itu terus mengeluarkan air mata, ia terharu saking girangnya. Sejak berpisah di Thaygoan, Hu Wan selalu memikirkan si anak muda, sampai ia tertawa dan menderita, baru sekarang ia menemukan pula, justru ia ditolongi dari bahaya, bagaimana ia girang dan bersyukur. Tak dapat bicara banyak. In Gak pun terharu, ia ingat bagaimana si nona menderita.

Liok Koan mengenali setelah ia menyaksikan kelakuan cucunya itu, ia mengusap-usap kumisnya, sembari tertawa lebar ia berkata: "Cia siauwhiap, kiranya kau jikalau tidak anak Wan, mungkin aku tetap tak mengenali kau" sejenak itu, lupa orang tua ini bencana yang menimpa dirinya.

In Gak turut tertawa.

"Hu Tayhiap. aku ingin kau suka mendengar pikiranku," katanya kemudian. "Sekarang ini kota raja bersuasana buruk. Disana kaum Rimba persilatan lagi mengancam dengan peristiwa-peristiwa yang dahsyat, maka itu kau dan Nona Wan, tak selayak kamu berdiam lebih lama pula dikota raja.

Turut aku baiklah tayhiap berdua lekas berangkat ke Hoan Pek san-chung di gunung Tiang Pek san, untuk berdiam disana sedikitnya tiga bulan, Bagaimana ?"

Liok Koan berpikir.

"ltulah bagus," sahutnya selang sesaat, "Aku si orang tua kenal Kiong Thian Tan, banyak tahun aku tidak pernah pergi kesana, mungkin dia tidak akan menampik kami. ini pun berarti sekalian pesiar Hanya anak Ceng..."

"Serahkan si Ceng padaku" kata In Gak cepat. "Aku nanti cari dia, setelah ketemu, aku akan menitahkan dia lantas menyusul kesana" ia berhenti sebentar, untuk menurunkan pedang dari pundaknya, sembari mengangsurkan itu pada Hu Wan, ia kata tertawa: "Nona, inilah barangmu aku kembalikan kepada kau. Aku harap lain kali janganlah pedang ini kena diambil orang pula."

Mukanya si nona merah, tetapi ia mengangkat kepala mengawasi orang dengan mata yang jeli, ia berduka karena mereka bakal terpisah pula, Tapi ia bersenyum dan kata: "Encie Tio dan encie Ciu ada di peternakan di chahar Utara lagi balap dengan kuda mereka, apakah kau menghendaki aku memberi kabar pada mereka itu bahwa kau berada disini?"

In Gak menggeleng kepala.

"Aku harap kau mengajak mereka sama sama pergi ke Hoan pek san-chung," ia bilang, "tetapi janganlah memberitahukan bahwa aku berada disini."

Nona itu agaknya tak mengerti maksud orang tetapi ia mengangguk ia tak tahu mengapa pemuda ini tak suka kedua tunangannya mengetahui dia berada dimana. Dilain pihak, ingin sekali ia memandang wajah tampan dari sianak muia, akan tetapi didepan kakeknya ia malu hati, tak dapat ia membuka mulutnya hingga ia cuma bisa mengawasi dengan sinar matanya yang berarti....

In Gak tersenyum.

"Hu Tayhiap." katanya, ramah " waktu untuk kita bertemu pula telah tak lama lagi, maka itu silakan tayhiap berangkat sekarang."

Hu Liok Koan percaya anak muda ini hendak melakukan sesuatu dikota raja, bahwa beradanya ia dan cucunya dapat merintangi sepak terjangnya itu, dari itu ia memberi hormat dan mengajak Hu Wan lantas berangkat pergi.

Nona Hu merasa barat sekali, sering ia menoleh ke belakang Untuknya rupanya, lebih banyak memandangi si anak muda lebih baik....

In Gak mengawasi orang berlalu ia pun merasa berat untuk perpisahan itu, ia terharu untuk itu nona dan kakeknya, yang mesti menderita dari tangan orang jahat.

oooOOOOooo

Ditepi gunung tak jauh dari tempat ia berdiri itu, In Gak melihat sebuah rumah berhala, maka ia lantas bertindak kesana, ia berjalan perlahan setelah memasuki kuil tak lama, ia sudah keluar pula, sekarang ia bukan lagi seorang usia pertengahan beroman sangat jelek hanya seorang muda melainkan wajahnya tetap jelek tidak keruan.

Sang waktu adalah tengah hari dan walaupun angin keras dan salju terbang melayang-layang, daerah Ta-mo-Ciang ramai sekali, itulah pusat dari pelbagai piauw-kiok. usaha pengangkutan, dimana pun ada banyak rumah makan dan warung teh. Maka disitu pun biasa berkumpul orang orang Bu lim atau Rimba Persilatan.

Lebih-lebih itu waktu negara aman, disitu juga kedapatan tukang-tukang tenun yang menggunai perantaraan burung, tukang jual silat pelbagai pertunjukan dan tukang tukang menyanyi, Tempat demikian ramai tapi luar biasalah sebuah rumah makan yang letak diujung jalan sebelah selatan dari Ta-mot-Ciang.

Sebab rumah makan ini, yang mendapat banyak kunjungan tetamu, bagian lauwtengnya justru sunyi . .. .

Didekat jendela diatas lauwteng ada berduduk seorang muda yang romannya jelek sekali Dia berduduk seorang diri, dia tengah berdahar, Agaknya dia tidak bernapsu, tidak bergembira, Dahar-nya perlahan-lahan, matanya pun dibuka kecil. sama sekali tak pernah dia berbicara.

Diatas lauwteng itu tidak kurang tetamu tetapi suasana sangat sunyi. Disana ada empat buah meja lain dengan tetamu-tetamunya orang Bu Lim, sedang pada sebuah meja ada empat pendeta dan tujuh imam, Dua meja lagi sudah disiapkan piring mangkuknya hanya kursi-kursinya masih kosong, rupanya sang tetamu-tetamunya masih dinantikan kedatangannya,

semua pendeta dan imam itu berbicara kasak-kusuk saja, Roman mereka nampak tegang. Sebelum orang orang Bu Lim dan kawanan pendeta dan imam ini datang, semua tetamu diatas lauwteng itu telah diminta pelayan untuk pindah kebawah melainkan si pemuda beroman jelek itu yang tidak mau pindah yang tetap bercokol dikursinya, itu mungkin yang membuatnya tidak puas dan tidak bergembira itu. Karena ini, ia sering sering diawasi atau dilirik para tetamu lainnya itu, yang rupanya merasa heran.

Akhir-akhirnya kesunyian itu tak dapat dipertahankan 1ama-lama. Dengan berisik maka terdengarlah suara banyak kaki lagi mendaki tangga lauwteng, Dengan cepat muncullah beberapa orang dengan yang berjalan dimuka seorang tua usia lebih kurang limapuluh tahun, mukanya merah kumisnya pendek putih.

Dia bertubuh besar dan kekar. Dia pun membawa dua rupa senjata dipundaknya, dikiri golok go-leng-too, dan dikanan cagak sam leng-cee, panjangnya tidak ada lima kaki, Begitu dia melihat kawanan pendeta dan imam itu, terdengarlah suaranya yang nyaring bagaikan genta:

"Ah, Hoat It siangjin dari Siauw Lim Pay pun datang, inilah sungguh tidak disangka-sangka. Maka benarlah manusia itu, biar dia telah mencucikan diri, yang hatinya betul-betul kosong, tidak ada" Habis kata itu, dia tertawa pula, sikap itu terang sangat mengejek.

Diantara keempat pendeta, yang seorang bertubuh katai dan kurus, dia lantas berbangkit seraya merangkap kedua tangannya, dengan kepalanya tunduk, dia memuji kepada sang Buddha, cuma sebegitu tingkahnya, lantas dia berduduk pula.

Mendengar disebutnya nama pendeta dari Siauw Lim Pay, si pemuda jelek melirik. Justeru ia melirik, lantas matanya bersinar tajam, ia mendapat lihat dibelakang si orang tua ada seorang nona. Hanya habis meririk itu, ia lantas mengangkat cawannya untuk minum dengan tenang seperti biasa. Dengan tibanya rombongan si orang tua, kesunyian tambah menjadi-jadi, sekarang ini umpama-kata sebatang jarum jatuh suaranya pasti dapat terdengar. Bahkan dibawah lauwteng, dimana tadi berisik suara tertawa, sskarang mulai reda...

Tiba-tiba seorang usia pertengahan bertindak kemeja si anak muda jelek itu. Dilihat dari tindakannya, dia mahir ilmu enteng tubuh. Dia berdiri didepan si anak muda untuk lantas tertawa dengan dingin.

"Eh tuan " katanya kaku, "jika kau sudah minum dan dahar cukup, silakan kau berlalu dari sini Kami mempunyai urusan yang hendak didamaikan, urusan mana tak suka lain orang mendapat tahu, Aku minta tuan suka maafkan" Kecuali sikapnya, kata kata orang hormat dan manis.

Si anak muda mengangkat kepalanya, ia mengawasi dengan dingin.

"Maaf," katanya, "Ada satu hal yang aku masih belum jelas, tolong tuan suka menjelaskan. Bukankah rumah makan ini Ceng Hong Lauw namanya?" Pertanyaan itu aneh, orang yang ditanya itu heran, Tetapi ia mengangguk. "Benar ini Ceng Hong Lauw," ia menyahut "Ada apa tuan menanyakannya?" Tiba-tiba anak muda jelek itu tertawa lebar.

"Karena ini rumah makan, yalah tempat umum, dapat kita berbicara" katanya, "Bukankah ada pembilangan, siapa datang lebih dulu dialah yang duduk? Maka itu alasan apa kau mempunyai menitahkan aku berlalu dari sini? Kamu hendak berapat, ditempat mana kamu tak dapat berkumpul. Kenapa kamu justeru memilih rumah makan ini? Benar-benar tidak ada aturan"

Orang itu malu hingga mukanya menjadi pucat-biru. Hebat kata-kata itu yang dikedepankan di-depan banyak orang, ia menjadi gusar sekali.

"Bocah" serunya "Dikasih minum arak kehormatan kau tampik, kau justeru, ingin arak dendaan" Kata-kata itu disusul dengan sambaran tangan kepada pundak, cepat sekali, anginnya pun bagaikan menderu.

Si anak muda melihat itu, ia bersenyum, sembari bersenyum, ia mengangkat tangan kirinya, dengan dua jerijinya ia menotok kejalan darah hok kiat penyerang itu la bersikap tenang tetapi gerakannya itu tak kalah sebatnya.

Penyerang itu kaget, inilah ia tidak kira. Dengan cepat ia membatalkan tepukannya, sebaliknya tangannya itu dipakai membabat serangan si anak muda.

Dia ini tertawa, sembari menarik pulang tangan kirinya, tangan kanannya diluncurkan, sebat luar biasa, ia menangkap lengan orang, untuk terus dilempar hingga tubuh orang itu terlempar kearah mejanya si orang tua

semua orang heran, tanpa disengaja mereka mengisi dengar seruan mereka, sebab mereka tahu orang usia pertengahan itu bukan sembarang orang tetapi dia kini dilempar hanya dalam segebrakan. Mereka heran saking kagum.

Si orang tua terbang itu, dengan kedua tangan ia menanggapi tubuh orang yang dilemparkan ke-arahnya itu

Kedua matanya si nona bersinar mengawasi si anak muda yang jelek itu, hanya sebentar kemudian, sepasang alisnya yang bangun berdiri lantas turun pula. Didalam hati kecilnya ia kata: "Kenapa orang muda demikian liehay demikian buruk wajahnya? " Ia penasaran dia menyesalkan Thian kenapa

anak muda itu diberi roman demikian rupa Kawanan

pendeta dan imam turut mengawasi si anak muda, tapi mereka berdiam saja.

Tiba-tiba terdengar satu suara, yang tak ketahuan siapa yang mengucapkannya "Siapa pun tidak menyangka Tian Cie Pa-Cu Souw Tong mendadak tumbuh sayap" Kata-kata ini membangkitkan tertawanya banyak orang hingga ruang menjadi ramai.

Si orang tua, yang tadinya beroman tegang sebab ia mesti menanggapi si orang usia pertengahan, dengan cepat menjadi biasa pula, bahkan seperti tidak menggubris si anak muda, ia tertawa nyaring.

"Sekalian cian-pwee dan sahabat" ,ia terus berkata, "aku merasa beruntung sekali yang kalian sudah memenuhkan undangan dan datang hadir di rumah makan Ceng Hong Lauw ini Kenapa kah aku tidak mengadakan pertemuan di tempatku sendiri? itulah melulu guna mencegah salah mengerti. Aku tidak ingin menyebabkan orang bercuriga dan nanti menyangka aku Imyang Twie-Hong Bok Heng Ek nanti menggunakan akal muslihat di tempatku di se-hoo poo, Begitulah aku memakai rumah makan ini."

Ia hening sejenak, baru ia menambahkan:

"Aku telah berbuat kurang hormat barusan aku mohon maaf dengan satu cawan dengan apa aku menghormati kalian" ia mengangkat cawannya dan menghirup kering isinya.

Agaknya sederhana saja tingkahnya Bok Heng Ek itu, tetapi seorang tua katai dampak dan bermuka putih, yang duduk di sebuah meja sebelah kiri, berbangkit dengan gusar, Dia lantas menggebrak meja hingga cangkir dan mang kok lompat menari.

Dia kata dengan berteriak: “Bok Poocu, kami datang kemari guna membereskan perselisihan bukannya untuk berjamu.

Justeru sekarang kita sudah berkumpul, aku mohon semua tuan tuan sukalah memberi pengutaraannya yang pantas dan adil.

Akulah Hwee gan Kim ciu Lim Bong, digunung Beng Tong san aku mendapatkan kitab Bu siang Kim-Keng Ciang Kang. ketika aku lewati dikecamatan Bit-in maka Kitab itu kena dicuri oleh orangnya Imyang Twie Hong Bok Heng Ek yang namanya sangat kesohor diwilayah Yan In. Syukur aku lantas mendapat tahu, maka aku mengejarnya.

Sampai diluar kota, aku dapat menyandak. Heran adalah sikapnya Bok Poocu, ia menyangkal sudah mencuri, ia kata ia dapat pungut kitab itu. Demikianlah maka kita berselisih."

Dia lantas mengawasi kearah rombongan pendeta dan imam romannya tetap gusar, dia meneruskan: "Tengah kita berselisih itu makan datanglah Siong Pek Too-jin dari Bu Tong san, Tahukah tuan tuan apa katanya imam itu?

Katanya, " Kitab ini yalah kitabnya yang hilang, siapakah yang dapat menyangka Bu Tong Cit Too, tujuh imam dari Bu Tong san, yang kesohor dikolong langit ini, dapat mengatakan perkataan demikian rendah.”

Kata-kata ini di susul dengan suara tertawa kering oleh salah satu imam, Rupanya dialah Siong Pek Tejin yang disebut itu. semua mata lantas diarahkan kepada si imam.

Perselisihan di antara kaum Rimba Persilatan adalah umum akan tetapi caranya Siong Pek Tojin dianggap hina, itulah pelanggaran pantangan besar, Apapula dialah imam kenamaan. Siong Pek Toojin-pun bersikap aneh, ia cuma tertawa dua kali, lantas dia berdiam, Maka orang percaya benar bersalah.

Melihat sikapnya si imam, Hwe-gan Kim Cu agaknya puas sekali, ia mendapatkan kebanyakan hadirin bersimpati kepadanya, Maka ia lantas menyambung kata-katanya:

"Ketika itu aku si orang she Lim menanya Siong Pek Too- tiang, kalau kitab itu benar kitab suci, kenapa kitab berada dirumah si hidung kerbau..."

Mendengar ini banyak orang tertawa tergelak. bahkan si nona yang duduk dimejanya

Im-yang Twie Hong tertawa terpingkal-pingkal.

Si anak muda muka jelek memandang nona itu, mungkin di sebabkan lebih banyak oleh paras si nona. Si nona mendapat tahu si muka jelek mengawasinya, ia berhenti tertawa, tetapi ia masih tersenyum...

Lim Bong menjadi semakin puas. ia menganggap orang banyak itu mengatakan ia dipihak benar, ia lantas mengurut- urut jenggotnya.

Lantas ia berkata pula : "Atas pertanyaan itu, Siong Pek Tootiang memberikan jawabannya, Dia kata: "Kenapa pintoo tidak tahu kitab yalah kitab suci? sebenarnya kitab Bu Heng Kim kong Ciang Keng itu awalnya yalah milik Siauw Lim sie digunung siong san. Ialah satu diantara tujuh puluh dua kitab yang disimpan didalam lauwteng Cong Keng Lauw.

Pada delapan belas bulan yang berselang, kitab itu dicuri oleh seorang yang tidak diketahui, untuk itu Siauw Lim sie telah mengirim banyak muridnya untuk mencari. Bu Tong Pay masuk Too Kauw tetapi ketiga agama pokoknya satu, sebagian bunga merah, daun hijau dan ubi teratai putih asalnya, maka untuk melindungi kehormatan Bu Lim, pihak kami telah memberi bantuannya.

Untuk itu pintoo sudah pergi mengembara. Kebetulan sekali pintoo berhasil mendapatkan kitab itu, ditemuinya pada tubuhnya mayat dari seorang pencuri yang menggeletak digunung Hong san, pinto ambil itu, untuk dibawa pergi, buat dikembalikan kepada pihak Siauw Lim sie.

Diluar dugaanku, diluar kota Bit-in aku kecurian. Rupa-nya kitab itu didapatkan Lim Pocue, maka aku telah minta kedermawanannya untuk membayar pulang. Terdengarnya kata kata itu pantas sekali, tetapi ketika aku minta keterangannya, jawabannya tidak memuaskan. Aku tanya mayat si pencuri diketemukan digunung bagian mana dan kapan waktunya, dia tidak bisa menjawab.

Pula aneh sikapnya sesudah dia mendapatkan kitab, Kalau dari ouwlam kita menuju ke ouwpak terus ke Hoolam, untuk tiba di siong san, bukankah terlebih dekat? Kenapa dia justeru pergi ke Bit-in? itu namanya meninggalkan yang dekat mencari yang jauh. Perbuatannya itu tak pantas, bukan melainkan aku si orang she Lim, para hadirin tentu tak menyetujuinya"

Habis berkata, dengan mata tajam dia mengawasi si imam.

Ketujuh imam serta keempat pendeta pada tunduk dan berdiam, hingga orang tak tahu mereka tengah memikirkan apa.

Si anak muda jelek berpikir: "Kata-katanya siong Pek Toojin mungkin benar sebagiannya. Ketika baru-baru ini di Sam Eng Piauw Kiok di Kota Kim-hoa aku bertemu Hoat Hoa Taysu dari Siauw Lim-sie, dia pernah menyebut-nyebut kitab Bu siang Kim Kong Ciang Hoat itu, benar dia ada tidak membilangi kitabnya hilang tetapi dia turun gunung pastilah untuk mencarinya. siapa sebenarnya yang curi kitab itu? Sekarang mereka bertiga bertengkar. Mungkin ketiganya tidak benar seluruhnya. Aku orang luar, baik aku tidak campur mulut, biar aku mendengari saja..."

Meski ia berpikir demikian, seriang ia mengawasi si nona manis. ia melakukannya tanpa diingini Tapi ia membangkitkan perhatiannya nona itu hingga nampaknya hangat sinar matanya si anak dara. Ia melihatnya, diam-diam ia bersenyum. Ia anggap aneh kelakuan si nona...

Lantas seorang yang tubuhnya berpunggung harimau dia berpinggang biruang," turut bicara, katanya. "Menurut pandanganku, Siong Pek Tootiang mungkin belum menjelaskan urusan peribadinya sendiri maka dia telah membawa-bawa kitab itu pergi ke Bit-in, baru dari sana dia akan pulang langsung ke Siong-san. Lim Loo-enghiong, mungkin teguran kau ini terlalu keras."

Matanya Lim Bong bersinar.

"Chie Loosu bicara gampang saja" katanya. "Kalau begitu, apakah alasan belaka ketika aku bilang aku mendapat kitab itu digunung Bong Tong san?" Orang she Chie itu berdiam, mukanya berah. Mungkin dia merasa sudah salah omong. Tapi kata-katanya itu beralasan. siapa punya urusan, dia tentu bereskan dulu urusannya sendiri, baru urusan orang lain. Ketika itu see Hoo Poo Cu Bok Hong Ek tertawa lebar.

"Lim Loosu semua tentu kena dibikin kacau kata-katanya Lim Loosu" dia bilang. "Loosu pastilah merasa aneh dan ragu- ragu. Di dalam satu hal, turut pantas, aku mesti berurusan dengan siong Pek Tootiang, tetapi dengan si orang she Lim main berkeras, dia membuatnya aku menjadi serba salah..."

"Brak" demikian suara meja di keprak. Itulah Lim Bong yang menjadi sangat mendongkol. Terus dia kata keras: "Bok Loosu, mengapa kau berkata begini, Kitab itu dicuri dari sakuku, kaulah yang mencurinya, mengapa kau bilang aku yang berkeras? Itulah hakku"

Bok Heng Ek tertawa tawar alisnya memain, Dia menyapu dengan sinar matanya kepada para hadirin.

"Segalanya yalah Lim Loosu yang menyebabkannya" ia kata, "Aku si orang she Bok bukan orang kenamaan tetapi aku juga bukannya seorang perempuan atau bocah cilik. Aku tidak dapat ngoceh tidak keruan"

Panas hatinya Lim Bong. Ia sangat terejek.

Seorang dari mejanya Lim Bong terlihat berlompat, dia menyerang Heng Ek. Dia berlompat pesat sekali.

"Kembalilah kau" demikian satu bentakan, maka tubuh orang itu, belum lagi tiba pada Heng Ek. sudah mental kembali mental jempalitan.

Lim Bong gesit dan kuat, ia lantas menanggapi tubuh kawannya itu, orang itu meringis, saking malu dan kesakitan.

Si anak muda muka jelek melihat, orang yang memukul balik orang itu yalah seorang tua yang kepalanya gundul separuh, ketika dia menyerang itu, dia duduk terus dengan sikapnya tenang saja, melainkan suaranya berpengaruh. Lim Bong gusarnya bukan main, akan tetapi ketika ia telah melihat si orang tua, ia agaknya jeri, ia mengawasi dengan mata bengis, dia bungkam.

Maka sejenak itu, sunyilah lauwteng itu. Cuaca pun gelap bagaikan magrib, Apa yang terdengar yalah suara orang bernapas...

Lalu si pemuda jelek mendapatkan orang yang dipukul balik lagi mengawasi ia, matanya bersorot mendongkol.

Kawanan pendeta dan imam, hweeshio dan toosu itu, masih tunduk dan diam saja. Mengenai kejadian barusan, mereka seperti tidak melihat dan tidak mendengar. Rupanya mereka sungkan menceburkan diri didalam air keruh.

Akhirnya kesunyian dipecahkan tertawa terkikik dari si nona, Dia anggap lucu bungkam-nya semua orang, hingga tak dapat dia tak tertawa dan mulutnya pun dibikin monyong.

Lalu see Hoo Poocu Bok Heng Ek berbangkit, dia tertawa dan berkata seenaknya: "Barusan It Goan Kie-su Ouw Loocianpwee, dengan satu gerakan tangannya, telah melepaskan aku dari ancaman bahaya, bantuan itu akan aku si orang she Bok mengukir dalam hatinya."

"Ah, kiranya dialah It Goan Kie-su" pikir si anak muda. "Dialah Ouw Kong yang saudara Siauw Thian bilang liehay terutama ilmu-silatnya yang dinamakan Hi Goan Cin Khio, karena pernah tiga kali dia menyatroni gunung Kun Lun san dan mengacau di gunung itu.

Hanya heran, habis itu untuk tigapuluh dia seperti menyembunyikan diri, atau sekrang dia muncul diatas Lauwteng ini. Ah, urusan agaknya tak sederhana seperti dilihatnya..."

Tidak cuma si anak muda, hadirin yang lainnyapun heran mendengar orang tua itu adalah It Goan Kie-su, semua pada mengawasi ke arahnya. Tiba-tiba Lim Bong menggebrak meja. "Bok Heng Ek, kau memikir yang bukan-bukan" dia menegur bengis. "Cara bagaimana kau dapat memakai nama It Goan Kie-su untuk menggertak aku?"

Belum berhenti suaranya jago she Lim itu, atau seorang dengan rambut kusut bagaikan hantu telah berlompat ke belakangnya, matanya bersinar sangat tajam, terus dia menyerang ke kedua jalan darah yang berbahaya sekali, Hong Hu dan thiin-cu.

Kaget Lim Bong, ia tahu datang bokongan dan ia tidak takut, hanya itu wakti ia lagi berkedudukan sulit, didepan ada serangan dibelakang ada serangan itu yang sukar ditangkisnya. Tidak ada jalan lain, terpaksa ia membuang diri kesamping kanan hingga ia membentur dan menindihkan seorang yang duduk dikanannya itu, lalu sambil menekan maju, tubuhnya melesat terus hingga tiga kaki jauhnya.

Dengan begitu bebaslah-ia dari bahaya.

Si anak muda bermuka jelek terkejut, penyerang itu yalah si nona manis. Yang mengherankan ia yalah keringanan tubuh si rona, gerakannya sangat lincah dan cepat, jarang nona segesit dia. Kedua tangan nona itu juga menyekal sepasang pedang pendek tak ada satu kaki lima dim dan bengkok. jadi itulah juga senjata yang langka.

Lim Bong tidak lolos seluruhnya. Baru ia bebas, ia sudah diserang pula si nona, yang tanpa mengucap sepatah kata terus mendesak kepadanya. Kali ini ujung pedang stel itu meluncur ke kedua jalan darah sam yang dan yang kwan, la menjadi repot meski sebenarnya ia kesohor selama beberapa puluh tahun karena "Kie Hong Tjiang Kiam," yaitu ilmu silatnya tangan kosong dan pedang yang luar biasa, Untuk wilayah KwanTiong, dulu hari itu ia terkenal jago kelas satu.

Saking terdesak akhirnya ia berseru nyaring, dengan tangan kirinya ia membalas menyerang, itulah jurus "Raja setan mengipas" salah satu jurus dari Kie Hong Ciang Kiam. Dengan itu ia mengetok kedua pedang bengkok. Itu pula jurus yang biasa digunai untuk Jalan kekalahan mencari kemenangan."

Sejumlah hadirin berseru kagum melihat serangan membalas dari Hwee gan Kim coa itu.

Justeru itu mendadak si nona menjerit bahna kaget, tubuhnya mencelat mundur dua kaki, mukanya menjadi merah sekali bahkan malu, dengan mata berputar ia membentak: "Kau... Bagaimana kau..."

Kejadiannya ialah dua-dua Lim Bong dan si nona terancam bahaya. Tangan Lim Bong dapat di papas pedang, sebaliknya lebih dulu dada si nona bakal tertotok. Dialah seorang nona, bagaimana dadanya dapat ditowel seorang pria?

Maka itu dia kaget dan menjerit. Dia tidak memperdulikan bahwa saking gusar, Lim Bong sudah melanggar pantangan Rimba Persilatan, ia mau menarik tangannya tapi sudah tak keburu, Syukur si nona lompat mundur. Dia bermuka pucat dan merah, saking kaget, malu dan mendongkol.

Lim Bong melihat semua mata mengawasi tajam padanya, ia merasa tak enak, akan tetapi ia membawa tabiatnya. Maka itu ia tanya si nona sambil membentak:

"Nona kecil, aku si tua tidak bermusuhan denganmu, mengapa kau membokong aku? Syukur aku ingat kau muda dan belum tahu apa-apa, aku tidak mau membinasakan kau Sekarang pergilah kau pulang aku tidak mau membikin susah padamu"

Diperhina dimuka orang banyak secara begitu, nona itu mendongkol hingga ia mengeluarkan airmatanya.

Selagi begitu, It Goan Kie-su Ouw Kong berkata dingin: "Lim Loosu, terima kasih untuk pengajaran dan nasehatmu atas anakku yang memang bertabiat bandel ini tetapi anakku juga sangat terhinakan, maka aku kuatir didalam tempo tiga hari ini kau mungkin tidak bakal lolos dari kematian. inilah sungguh sayang..."

Ia tertawa, lalu berkata-kata pada si nona. "Anak Lan, kau boleh pulang lebih dulu. Urusan mesti dulu diurus perkara umum baru urusan pribadi sendiri sekang kita hendak menanti Lim Loosu menjelaskan dan membereskan urusan kitab Bu siang Kim-kong Ciang-Keng."

Lim Bong terkejut, ia tidak sangka sekali si nona adalah gadisnya It Goan Kie-su. Tengah ia berdiam itu, mendadak si nona berlompat kepadanya, menggampar mukanya hingga tak sempat ia menangkis atau berkelit maka ia merasa mukanya sakit danpanas. si nona sendiri, habis menggaplok itu, lekas kembali ke tempatnya. Lim Bong mengusap-usap pipinya, ia tertawa meringis.

"Salah paham ini terlalu besar" katanya kemudian, Jikalau aku tahu si nona yalah mustikanya Ouw Locianpwee, biar nyaliku besar tidak nanti aku berani menyalahi dia. Baiklah, sebentar aku akan menghaturkan maafku."

Ia berhenti sebentar, lalu ia berkata pada orang banyak: "Sekarang urusan salah pahamku ini sudah jelas, sekarang aku si orang she Lim..."

"Siapa bilang sudah beres?" kata si nona itu, " Kenapa kau tidak memikirkan tempat di mana tubuhmu dapat dikubur?

Kenapa kau masih recoki kitab Bu siang Kim-kong Ciang Keng itu? Benarkah kau tidak mau sadar?"

Lim Bong mengerti bahwa permusuhan telah tertanam, ia telah memikirkan jalan untuk meloloskan diri, cuma karena sangat terpaksa, ia membawa sikap mengalahnya itu. Biar bagaimana, ia mesti memegang derajat. maka itu, mendengar suara si nona, ia tertawa bergelak.

"Seorang laki-laki hidup dia tak usah bergirang, mati dia tak usah takut" katanya, Jadi untukku, tak usahlah aku berbuat seperti katamu, nona. Para hadirin telah melihatnya, kalau bukan si nona membokong, tidak nanti aku turun tangan nona, Kau jangan kuatir, aku nanti memberikan keadilan kepadamu"

Si nona tertawa dingin. "Baiklah nonamu menantikan" bilangnya.

Dengan begitu maka suasana di Ceng Hong Lauw ini menjadi panas, umpama panah, jemparing telah dipasang dibusurnya, sudah ditarik. tinggal dilepaskan saja. semua hadirin merasa tegang, Mereka diundang untuk memberi pertimbangan tentang urusan berpindah ke urusan pribadi.

Cuma si pemuda muka jelek yang berdiam sambil memperhatikan setiap orang.

Kembali sunyi sejenak. Lalu kesunyian dipecahkan dengan pujian Bu Liang siu Hud" Lalu Siong Pek Toojin berbangkit berdiri.

Dengan suaranya sungguh-sungguh, ia berkata: "Pintoo tidak suka banyak omong tetapi pintoo rasa perlu pin-too bicara, Pintoo kuatir tuan-tuan kurang jelas dan nanti keliru mengerti terhadap Bu Tong Pay hingga selanjutnya tak dapat pintoo menjelaskannya pula. itulah dibikin-bikin ketika Lim siecu mengatakan pin-too mendapatkan kitab di gunung Hong san, Urusan telah menyebabkan Bok siecu mengundang rapat ini, untuk membereskannya. Untuk ini, Lim siecu pun mengundang Gan Kek siecu dan Hong san Pay menjadi saksi sebenarnya, soal siapa yang mendapatkan kitab itu bukan soal lagi, soalnya adalah siapa pemilik asal kitab itu, maka..."

Ia berhenti untuk memandang ke sekelilingnya ketika ia meneruskan, ia bersenyum:

"Maka juga Piotoo mengirim surat kilat mengundang datangnya keempat hoat su dari siauw Lim Pay, Bukankah barusan Hoat It siang-jin berdiam saja? Inilah dsebabkan ia tidak ingin urusan menjadi bagaikan gelombang besar, Baiklah diketahui, kitab itu tidak dapat diyakinkan kecuali orang lebih dulu sudah belajar dua puluh tahun lamanya di dalam Siauw Lim sie, belajar tentang ilmu kebatinan sesudah orang tak menghiraukan lagi soal mati atau hidup, oleh karena itu, untuk Lim sie-cu atau Bok siecu, kitab itu ada bagaikan sampah saja, tak ada faedahnya, maka juga aku pikir baiklah kitab diserahkan kepada Siauw Lim Pay, pemiliknya. Dengan begini juga perselisihan dapat dihabiskan, hingga keutuhan kaum Bu Lim tidak terganggu Tidakkah ini baik?"

Imam itu lantas memandang tajam kepada Lim Bong, Ketita ia melanjuti kata-katanya, sikapnya kaku, ia kata: "Begitulah maksudku, untuk menghindarkan persengketaan terlebih jauh. Di luar dugaanku, Lim Siecu benar benar hendak memperolehnya. Dia sudah menganjurkan atau menghasut keempat Hantu dari Kholo Kong san Cin Tiong siang Niauw dan Kiong-bun siang Kiat.

Mereka itu didustakan dengan berkata bahwa kedatangannya keempat hoat su dari Siauw Lim Sie dan kami ke mari adalah karena kami mengandung suatu maksud lain, kami difitnah hendak mempersatukan semua orang Bu Lim guna mengusir mereka itu dari wilayah Tionggoan.

Fitnahan itu sungguh memalukan dan hebat akibatnya, empat Hantu Khole Keng san tdak tahu duduknya hal, mereka main percaya saja, tadi malam dengan berombongan mereka sudah membokong keempat hoat su dari Siauw Lim sie, hingga dua orang murid Siauw Lim sie, Siong Lim dan Siong ko, telah terbinasakan, Berbareng dengan itu ada seorang bocah she Hu tengah dikejar Loosu Sim Siang Kiu dari istana Sam Pweelek. oleh karena merasa kasihan, keempat hoat su menolongi bocah itu.

Perbuatan itu membikin gusar Sim Loo-su, yang menjadi percaya keempat hoat su benar mengandung maksud lain, maka dia sudah menggunai saat rapat ini untuk secara diam- diam membasmi kami. Alasan belaka ketika dia menyatakan, Undangan ada untuk pertemuan persilatan. Maka dari itu aku bilang, kitab bukan menjadi soal pokok lagi Kita sekarang harus berdaya bagaimana harus menyambut dan menghindarkan diri dari takdir celaka itu Demikian kata- kataku, sekarang terserah kepada para hadirin untuk memikirkannya."

Habis berkata si lmam berduduk pula seraya merapatkan kedua matanya.

Para hadirin pada mengasi dengar suara "oh" lalu separuhnya mengawasi tajam kepada Lim Bong. si anak muda muka jelek lega hatinya mendengar Hu Ceng ditolongi pendeta-pendeta Siauw Lim Sie itu, sebaliknya ia mendongkol mendengar halnya Sim Siang Kiu berkomplotan memusuhkan pelbagai partai lainnya. Itulah perbuatan hina dan jahat dan akibatnya bakal jadi hebat sekali.

Lim Bong telah dibeber rahasianya, ia bukan takut, ia justeru girang sekali.

Setelah sunyi sejenak, It Goan Kiesu Ouw Kong berkata sambil tertawa: "Aku si orang tua bukan asal kaum lurus tetapi aku tidak senang dengan sepak terjangnya keempat Hantu dari Kholo Kong san dan Cio Tiong siang Niauw beramai itu, maka itu kalau sebentar mereka datang, ingin sekali aku main- main dengan mereka itu"

Ouw Kong benar, ia memang bukan kaum lurus tetapi walaupun demikian sepak terjangnya selalu sama tengah.

Baru terhenti Ouw Kong bicara, ditangga lauwteng terdengar tindakan sangat berisik, itulah tanda datangnya banyak orang, Tatkala si anak muda memandang ke muka tangga, terperanjat.

ooooo

Rombongan orang yang baru tiba itu dikepalai oleh Ok suya Sim Siang Kiu, sebagaimana dialah yang jalan dimuka. Habis dia yalah Thian Gwa sam Cuncia tiga pendeta liehay yang di- kaki puncak Ciu Auw Hong hampir menbuat In Gak terbinasa, Dibelakang mereka terlihat Khole Kong san sie Mo, empat Hantu dari Khole Kong san, lalu Cin Tiong siang Niauw, sepasang burung dari Cin tiong siamsay. Yang paling belakang yaitu sam Ciat Koay-kit Beng Tiong Ke.

Si anak muda heran atas datangnya ketiga cuncia dan Beng Tiong Ke. Kenapa mereka ada bersama. Ketiga cuncia itu hebat sekali. Mengenai Beng Tiong Ke, ia mesti berpikir keras.

Adakah pengemis ini menghamba kepada Sim Siang Kiu? Atau dia lagi menjalankan siasat, dimuka umum dia bekerja untuk Ok suya, diam-diam dia membelai Kay Pang, partainya? Atau lagi, dia bekerja untuk kepentingannya sendiri? sulit untuk diketahuinya.

Atas munculnya Khole Keng sin sie Mo dan rombongannya itu, mereka lantas disambut sambil berdiri bormat oleh Hwee Gan Kim-Coa Lim Bong dan sie Hoo Poocu Im yang Twie Hong Bok Hong Ek serta orang orangnya mereka itu. Yang lainnya tetap duduk diam saja.

Keempat Hantu tidak puas mendapatkan tidak semua orang menghormati mereka, dengan mata tajam dan bengis mereka mengawasi kepada mejanya rombongan pendeta dan imam.

Sebenarnya mereka berempat asal suku Biauw dan mereka bersaudara satu ibu berlainan ayah, kepandaian mereka didapat karena diambil menjadi murid oleh seorang berilmu dari gunung Kho-lo Keng san, yang memberinya she baru yaitu Hoa dan namanya masing-masing yalah Ie, Cu, Hong dan Bong

Hoa Ie mengawasi Hoat It siangjin, dia tertawa dingin. "Kiranya ada Hoat It si keledai gundul yang menjadi tulang

punggungnya" katanya, "Tidak heran semua anak muda lainnya tidak memberi hormat kepada aku si orang tua"

Untuk si pendeta dan yang lainnya, itulah penghinaan hebat, akan tetapi semua pendeta dan imam itu tetap tunduk dan bungkam, mata mereka tetap ditutup rapat. Melihat orang berdiam saja, mata Hoa Ie lantas menyapu ke arah It Goan Kiesu Ouw Keng, Mendapatkan orang tua itu, dia terkejut tetapi cuma sebentar, ia lantas tertawa lebar dan kata : "Aku tidak sangka sekali Ouw Kiesu muncul pula Eh, ya, mengapakah aku tidak melihat tulang punggungmu Touw Liong Kiesu Chio Thay Hie?" It Goan Kie-su tak berkutik dari kursinya, ia bersenyum.

“Jikalau Toaw Liong Kiesu datang ke mari, mana kamu orang datang ke Ceng Hong Lauw ini?" katanya. "Pastilah kamu sudah menggoyang-goyang ekor kamu dan ngeloyor pergi."

"Belum tentu" kata Hoa le tertawa dingin.

Bok Hong Ek dan Lim Bong lantas mengantarkan rombongan baru itu ke meja yang telah

disiapkan.

Setelah semua berduduk. Kim Goat Cun-cia berbicara, ia menggunai bahasa Tionghoa yang fasih, Katanya: "Pinceng mendengar kabar bahwa telah terbit perselisihan di antara poocu dan Lim Loosu disebabkan sebuah kitab Bu siang Kim- kong Ciang Keng, Menurut pinceng, baiklah hal itu tidak ditarik panjang pula. Baik diketahui bahwa selama ini pamornya Siauw Lim Pay sudah mulai runtuh, sama sekali Siauw Lim Pay tidak dapat menandingi ilmu suci dan luhur dari India, Begitulah kitab warisan guru kami, yang dinamakan kitab Poutee Pweeyap Cin Keng, adalah kitab yang sempurna, sebab isinya menggenggam semua sari ilmu silat di kolong langit ini.

Hanya sayang sekali, sekarang ini kitab itu tidak ketahuan di mana adanya, Ketika guruku yang berdiam di dalam gua di puncak Ciu Auw Hong lagi melatih diri, ia telah tersesat, Guruku itu ialah Poo Tan siang jin. Tengah guruku tersesat itu, ia telah didatangi Koay Ciu sie-seng Jie In, yang dibenci kaum Bu Lim kamu. ia dibokong dan kitabnya itu dicuri, dirampas.

Karena lukanya yang tidak mendapat obat, guruku itu mati karenanya, sekarang ini kami lagi mencari Jie In. Kami mengharap. siapa saja yang mengetahui di mana sembunyinya dia, sukalah kiranya memberitahukannya pada kami, Atau kalau suka, orang dapat bekerja sama kami guna membekuk dia. Untuk itu, jikalau kita ber-hasil, pinceng bersedia membagi sebagian dari pelajaran-pelajaran yang menjadi isinya kitab itu. Nah, bagaimana pikiran loosu sekalian

?"

Mendengar perkataan pendeta itu, matanya si pemuda jelek menyala, siapa melihatnya pasti akan jeri sendirinya, Dialah bukan lain daripada Jie In atau benarnya Ca In Gak. Dia sudah merantau lama, dia telah memperoleh pengalaman, akan tetapi dasar anak muda, ada kalanya sulit untuk dia mengatasi dirinya ini sebabnya kenapa matanya menyala itu. Dia gusar sebab Kim Goat telah memutar balik duduknya kejadian dan kata katanya itu menghina sangat.

Semenjak dia duduk bercokol, Sim Siang Kiu sudah memperhatikan si anak muda jelek itu, Kenapa ia duduk sendirian saja? Dia menjadi heran, dia menjadi bercuriga, Lantas dia melihat sinar mata orang yang bengis itu, maka kecurigaannya menjadi bertambah sambil terus memasang mata, dia menanya perlahan kepada Bok Hong Ek : "Siapakah anak muda itu?”

Orang yang ditanya menggeleng kepala, tandanya dia tidak tahu, Siang Kiu mengawasi pula si anak muda,

Ketika itu ouw Keng tertawa, terus dia berkata, menanya Hong Ek : "Bok Poocu, hari ini kau menjadi tuan rumah, silahkan kau mengajar aku kenal kepada ketiga taysu itu, Mataku masih hijau, aku tidak mengenali mereka Mengapa kau tidak lekas mengajar kenal?" 

"Oh, ya " kata Hong Ek. agaknya terkejut. "Dasar aku mau mati, saking girang, aku sampai lupa mengajar kenal kamu satu dengan lain" ia lantas tertawa, dengan suara nyaring ia berkata pula: "Ketiga taysu ini ialah Thian Gwa sam Cuncia, Kim Goat, Gin Goat dan Beng Goat. Merekalah guru-guru besar dari kuil Porselen Emas di India Tengah di wilayah Barat yang namanya sangat kesohor..."

Belum berhenti suaranya Hong Ek atau orang mendengar jeritan, yang keluar dari mulutnya Kim Goat Cuncia, hingga orang kaget. Pula orang lantas melihat tubuhnya mencelat bangun dari kursinya, tingginya tiga kaki, lalu roboh di lantai lauwteng, Hebat jatuhnya tubuh itu, lauwteng sampai bergoyang dan debu mengepul.

Gin Goat dan Beng Goat kaget bukan main. Mereka menduga ada orang yang membokong kakak seperguruannya itu, mereka lantas lompat bangun, guna melihat ke sekitar ruang. guna mencari si penyerang gelap.

Kim Goat tak rebah lama atau dia sudah berlompat bangun, untuk duduk kembali di tempatnya, Dia membungkam dan mukanya tampak menyeringai.

Dua saudara itu heran, mereka lantas menduga sesuatu, keduanya terus mengawasi untuk lantas menanya, mereka sangsi, Melainkan sinar mata mereka yang menunjuki mereka menanti jawaban.

Tiba-tiba si nona tertawa terkekeh, Dia berkata : "Orang ada guru besar dari wilayah Barat, maka ahli-ahli yang pelajarannya masih rendah dari Tiong goan menghormatinya sekali. Akan tetapi melihat apa yang terjadi ini, kelihatannya ketiga taysu tak cocok untuk menempur jago-jago Tiong goan, Hawa udara di sini beda dengan iklim di Barat itu. Umpama selagi bertempur lantas taysu mendadak kegatalan, hingga kepandaian taysu tak dapat digunakan lagi, lantas taysu kena terlukakan bagaimana? Kaum Rimba persilatan di Tiong-goan pastilah tak akan dapat bertanggung jawab"

Mendengar kata-kata Jenaka itu, orang tertawa. Mukanya ketiga cuncia menjadi pucat.

Keempat pendeta dan ketujuh imam, yang selalu menutup mata, juga turut tertawa, sebab barusan, mendengar jeritan dan suara roboh terbanting, sendirinya mereka membuka mata, untuk melihat apa yang terjadi.

Amarahnya Kim Goat bukan main, sambil mementang kedua tangannya, dia berlompat ke arah si nona, untuk menghajar

Menampak demikian Ok suya Sim Siang Kiu berlompat maju, guna menghadang di depan jago India ini, kedua tangannya dipentang juga, hingga mereka seperti lagi bertempur. Keduanya bentrok. keduanya mundur sendirinya dua tindak. si nona sendiri, yang diserang itu, sudah berkelit ke belakang Hoat It siang djin.

Pendeta itu beroman sabar dan murah hati, ia memandang si nona dan berkata : "Nona kecil, kau sangat cerdik, bukan kau menyingkir ke belakang ayahmu, kau justeru terus lari ke belakang loolap. Mungkinkah ada maksudmu?"

Nona itu menyingkap rambutnya, ia bersenyum. "Sebenarnya, loosiansu, aku ingin sekali menyaksikan

kepandaian liehay dari Siauw Lim Pay," sahutnya.

Pendeta itu tertawa bergolak. Dengan tenang ia berbangkit bertindak ke depan Sim Siang Kiu dan Kim Goat Cuncia.

Ketika itu, karena bentrokan mereka berdua hebat sekali, Siang Kiu dan Kim Goat tengah menyalurkan napas mereka, Hoat It tidak mau datang dekat, sebagai seorang suci, yaog tidak ingin berlaku curang, ia berhenti bertindak lima kaki dari mereka itu, ia memandang mereka sambil bersenyum, tangannya mengurut- urut kumisnya.

Semua orang dari ke dua pihak mengawasi dengan hati tertarik, Majunya Hoat It berarti satu pertempuran dahsyat bakal mengambil tempat, Bukankah mereka itu bertiga dari kalangan atas?

Lekas juga Siang Kiu dapat menyalurkan napasnya, ia membuat main kumisnya, ia pun bersenyum, hanya sebagai orang licin, senyumannya itu tengah. "Tayue, hari ini dua kali kita dapat bertemu, inilah jodoh " ia kata. "Apakah tay-su hendak menunjuki sesuatu kepadaku?"

Pendeta itu merangkap kedua tangannya.

"Amitaba Buddha " ia memuji, "Loolap ialah orang di luar garis, loolap tak dapat saling berebutan lagi, akan tetapi hatiku belum bersih betul, kembali aku menginjak dunia kekacauan sebenarnya tidak dapat aku menunjuki sesuatu kepada tan-wat, hanyalah karena loolap kebetulan mengingat sesuatu, tak dapat loolap tak membilanginya."

Habis berkata itu, ia bersenyum pula.

Sim Siang Kioe mengawasi, ia agaknya bingung atau tak mengerti.

Hoat it bersenyum pula, baru ia berkata lagi: "Pada sepuluh tahun yang lalu loolap telah pesiar ke Thian san. Di sana kebetulan sekali loolap bertemu dengan Bu Liang Tay-su, pendeta kenamaan dari gunung itu. Ketika itu loolap menerima pelbagai petunjuk hingga hati loolap menjadi terbuka, Tentu sekali loolap ingat untuk budinya taysu. Tempo taysu meninggalkan dunia yang fana ini, lolap mendampinginya, maka itu loolap telah menerima pesannya yang terakhir. Taysu bilang bahwa Taysu mempunyai hanya seorang murid, Taysu mengatakan, karena ia kenal baik sifat muridnya, murid itu sudah disuruh turun gunung. Kemudian taysu mendengar berita hal muridnya sudah tersesat, Disebabkan hati taysu sudah tawar, tak ada niatnya turun gunung mencari murid itu,

Kebetulan taysu bertemu denganku, taysu memesan untuk muridnya dikasih nasihat, bahwa siapa tersesat dia bakal menerima pembalasannya,

Murid itu bakal ada orang yang menghukumnya apabila dia tak dapat merubah cara hidupnya, Loolap seorang yang pemurah hati maka itu loolappun merasa kasihan terhadap- nya. siapa murid itu, tan-wat tentu ketahui sendiri, dari itu sekarang, loolap minta sukalah tan wat memikir masak- masak." Habis berkata itu, kembali pendeta ini bersenyum. Mukanya Siang Kiu menjadi pucat, Para hadirin lantas dapat menduga, murid itu ialah Sim Siang Kiu ini. Mereka pun dapat menangkap sari kata katanya Hoat it siang-jin walaupun pendeta ini bicara demikian halus."

Si anak muda bermuka jelek lantas berpikir: Jikalau Bu Liang Taysu itu saudara seperguruannya kakek guruku, maka Sim Ssiang Kiu ini ialah orang yang bertingkat terlebih tua daripada aku. Aku tidak mengerti mengapa suhu tidak menuturkan padaku tentang peristiwa Sim Siang Kiu ini?"

Ketika itu Siang Kiu telah dapat menenteramkan hatinya. "Taysu," ia berkata, tertawa, "taysu baik. sekali, hanya

sayang aku bukanlah orang yang taysu sebutkan itu, karena mana menyesal aku mesti mensia-siakan nasihat dan kebaikan hatimu ini "

Dari bersenyum, Hoat It mengerutkan alis, Tapi cuma sebentar, ia kembali seperti biasa. ia merangkap kedua langannya, sekarang ia menghadapi Bok Heng Ek.

"Bok Tan-wat," katanya, bersenyum, "oleh karena kitab Bu siang Kim-kong Ciang Keng itu kitab tidak ada faedahnya, loolap mohon sukalah tan-wat menyerahkannya pulang pada loo-lap. sekarang juga Loolap beramai hendak berangkat pulang ke gunung kami."

Mendengar itu, Hoa Ie, si ketua dari empat Hantu dari Khole Keng san mendahului Hong Ek. Dia tertawa aneh, dia kata jumawa: "Hoat It, enak saja kau membuka mulut. Lebih dulu daripada ini kau telah menyiarkan berita bahwa kau hendak mengusir kami kaum hantu jahat, supaya kami tidak dapat menaruh kaki dalam dunia Rimba Persilatan, sekarang kau bicara begini manis, artinya kau tahu kesukaran dan hendak mengundurkan diri Mana dapat. Keledai gundul, tidak dapat kau omong sesuka hatimu. Baiklah kau menyebutkan syaratmu, untuk kita bertempur mati atau hidup, jikalau tidak. percayalah tidak nanti partaimu dapat hidup senang dan tenteram"

Hoat It tertawa nyaring, kedua matanya bersinar tajam.

Jikalau demikian pembilangan Hoa Tan-wat, baiklah, loolap tidak bisa bilang apa-apa lagi" katanya, "Sekarang silahkan tan-wat yang menunjuki syaratmu, Loolap akan mentaati" ujarnya sang Buddha, Jikalau bukan aku yang masuk ke neraka, siapa lagi? Loo-lap suka berkurban untuk orang ramai, nanti loolap yang pergi ke neraka " Lagi sekali pendeta ini tertawa, riang gembira nadanya.

Sim Siang Kiu menyelak di sama tengah, "Tuan-tuan, buat apa kamu bicara dari hal hidup dan mati?" ia berkata, tertawa lebar, "Apakah halangannya jikalau kita main-main saja, untuk memajukan kepandaian kita? Tapi memang benar pembilangan orang jaman dahulu, kesesatan dan kelurusan tak dapat hidup bersama, sebagaimana api dan air tak dapat hidup bersama juga, maka itu kalau sekarang kita berlaku sabar, di belakang hari toh gunung

akan meletus juga, daripada menanti sampai kelak di belakang hari, baiklah kita membereskannya sekarang saja"

Ouw Kong tertawa, ia pun menyelak: "Apa juga katamu, semua balik pada pokoknya orang she Sim, apakah kau mengaku dirimu pihak sesat?"

Parasnya Ok suya menjadi guram, "Sebenarnya tidak tegas perbedaan di antara sesat dan lurus," katanya. "Itu bergantung pada orangnya sendiri, sekarang kita jangan menarik urat dalam hal itu. Aku si orang she Sim mempunyai satu jalan. sekarang ini telah terjadi pemecahan di antara Kay Pang, mereka menjadi selatan dan Utara, dan mereka sudah berjanji akan nanti bulan tiga tanggal tiga mengadu kepandaian di puncak Tiang Jin Hong di gunung Tay san, katanya siapa yang menang dialah yang akan berkuasa atas kaum pengemis di seluruh negeri, maka itu kenapa loosu sekalian tak mau menggunai ketika itu untuk memastikan juga siapa si jago? Di sana aku si orang she Sim akan menyaksikan tampangnya orang-orang kosen. Tidakkah itu bagus?" Ouw Kong tertawa lebar.

"Ha, kelinci yang cerdik " dia kata nyaring, Jadinya kau hendak sekali menyapu membikin habis pada kita Mana dapat Thian memenuhkan keinginan kau ini? Kau justeru memikir yang tidak-tidak. Tapi mengenai pertemuan di Tay san itu, aku si orang tua pasti akan pergi menghadirinya. Pergi pulang, kau mengandung maksud busuk sekarang mari kita membereskan urusan sekarang, urusan kitab"

Kali ini air mukanya Sim Siang Kiu tidak berubah, dia dapat terus tertawa licik. "Pertemuan di Tay san itu ada kehendaknya Hoa Tayhiap sendiri," ia bilang, " Untuk semua loosu, siapa suka menghadirinya atau tidak, terserah kepada masing-masing. Tentang kitab baiklah sekarang kitab itu disimpan dahulu oleh Hoa Tayhiap akan tetapi jikalau Hoat It Taysu ingin lekas-lekas mengambil-nya, Hoa Tayhiap dapat menantikannya besok di bukit Giok Coan San"

"Baiklah " Hoat It menerima tantangan itu, setelah mana ia memutar tubuhnya untuk berlalu dari lauwteng, ia disusul ketiga kawannya dan ketujuh imam.

Sampai disitu, si anak muda mengangkat cawan araknya dan bersenandung, "Tahun dan bulan itu lama adalah orang yang mendesaknya membikin pendek Dunia itu luas akan tetapi si serakah yang membuatnya sempit"

Orang semua heran mendengar suara itu, ia yang mengalun seperti genta di waktu pagi. Kim Goat pun tidak menjadi kecuali, bahkan dia timbul kecurigaannya.

Tatkala tadi cuncia ini lompat melejit dan roboh, itu disebabkan ia merasakan gigitan seperti antuk tawon kepada jalan darahnya tiang kiang dan tian-bun. jalan darah tian-bun itu terasa sakit yang kiri dan kanan, ia berlompat tanpa merasa, begitu juga jeritan-nya itu, ia merasa sakit dan tidak enak. Ketika ia sudah kembali ke kursinya, perasaan itu mengganggu seluruh tubuhnya, baru setelah lewat sekian lama, ia bebas sendiri dari gangguan itu. Tapi kejadian itu membuatnya berpikir : "Seumurku belum pernah aku dapat gangguan kesehatan seperti ini. Adakah aku diganggu setannya Poo Tan yang telah menotok jalan darahku --jalan darah tian-Hu, hingga jalan darah itu tertutup dan sekarang begini akibatnya? -- Ah, tidak mungkin Aku telah menutup jalan darahku itu. Kenapa sekarang terjadi pergeseran ke jalan darah tiang-kiang dan tian-bun ini? Bukanlah Gin Goat dan Beng Goat tidak terganggu seperti aku ini? Mungkinkah ada orang yang mengganggu aku dengan cara membokong?"

Karena kecurigaan ini, ia menjadi memperhatikan ke sekelilingnya, ia menoleh kepada si pemuda jelek, yang duduk di meja di belakang-nya. Anak muda itu duduk tenang, wajahnya bersenyum seperti biasa, ia tidak berani menyangka sembarangan, sekarang ia mendengar senandung pemuda itu, ia heran, Beda dari lain orang, ia merasakan artinya senandung itu, ia merasakan juga suara itu dikeluarkan dengan tekanan tenaga dalam, maka ia menarik tangannya ok suya dan berbisik di telinganya.

Sim Siang Kiu berpaling kepada si anak muda, mengawasi dengan tajam ia pun mengasih lihat senyuman licik,

Si nona dapat melihat gerak geriknya Sim Siang Kiu, ia menduga orang hendak melakukan sesuatu yang tak selayaknya, ia tidak berkesan baik terhadap si anak muda, tetapi ia pun tidak membencinya. Bahkan ia lebih membenci si orang she Sim,

Ouw Kong melihat anaknya seperti lagi berpikir, ia mau percaya anak ini bakal menunjuki pula kenakalannya, maka ia mengurut kumisnya dan bersenyum. It Goan Kiesu itu pada empat puluh tahun dulu mendapat nama bersama sama Tou Liong Kiesu Chio Thay Hie. ia terkenal buat ilmu silatnya "It Goan Chin Khie" dan Chio Thay Hie untuk "Touw Liong Ciu." yang terdiri dari lima puluh delapan jurus. Merekalah yang dikenal sebagai Lo Houw Jie It, dua jago dari Lo Houw san.

Tiga kali It Goan Kiesu pernah mendaki gunung Kun Lun san bertempur dengan Kun Lun su Kie, empat jago dari Kun Lun san. Mereka bertempur sampai tiga hari tiga malam.

Kelihatannya mereka seri tapi sebenarnya Kun Lun su Kie yang terdesak. Dengan Chio Thay Hie, Ouw Keng tinggal di satu tempat akan tetapi di waktu bekerja, mereka masing-masing.

Tiga puluh tahun dulu, Tjio Thay Hie masih suka terlihat It Goan Kiesu sebaliknya seperti menghilang, hingga orang menduga mungkin dia tawar hatinya dan hidup bersembunyi di atas gunung yang tak tersampaikan lain orang.

Kabar angin mengenai It Goan kiesu itu benar tetapi tidak seanteronya. sebenarnya ia telah menikah dan karena ia gemar akan keindahan pemandangan alam, ia tinggal menyendiri di bukit Pek Hong Nia di tepi sungai Yang sok, Sampaipun Chio Thay Hie tidak ketahui tentang kepindahannya itu. ia saling mencinta dengan isterinya, maka itu ia berduka sangat waktu satu kali sang isteri keguguran dan jatuh sakit karenanya.

Dengan banyak susah ia dapat tolong jiwa isterinya itu, hanya karena lemahnya, sang isteri mesti rebah saja di atas pembaringan ia menyesal karena ia mengharap anak. anak laki-laki maupun perempuan. Karena itu, hatinya menjadi tawar.

Kemudian Ouw Keng mendapat satu resep obat untuk isterinya itu, bahan obatnya belasan rupa, diantaranya mesti dicari di tanah pegunungan ia tidak berkecil hati, ia mencari untuk merawat isterinya, ia menerima seorang bujang perempuan. Tujuh tahun lamanya ia mencari obat-obatan, baru ia berhasil isterinya itu dapat disembuhkan sampai dia bisa berjalan pula seperti biasa. Bahkan selang dua tahun, nyonya Ouw hamil pula, Bukan kepalang girangnya Ouw Keng, demikian pula isterinya itu,

Lewat sepuluh bulan, sang isteri melahirkan seorang bayi perempuan. Kegirangannya Ouw Keng hanya separuh, ia sebenarnya ingin bayi laki-laki guna menyambung turunannya.

Tidak beruntung ia, selang dua tahun kemudian, isterinya menutup mata, Maka ia mesti merawat sendiri puterinya itu yang ia beri nama Kek Lan, artinya bunga anggrek yang harum dari lembah yang sunyi.

Anak itu pintar, Dia dididik ilmu silat. setelah besar, dia menjadi cantik sekali, Mengingat yang anaknya mesti menikah, maka Ouw Keng keluar dari tempat "persembunyiannya", membawa puteri itu merantau, Demikian ia muncul pula dalam dunia Kang ouw.

Pada suatu hari tiba di kota Hang-ciu, Ouw Keng bertemu dengan Gan Keng Loodjin dari Hong san Pay. Mereka memasang omong tentang pelbagai kejadian antaranya mengenai kitab Bu siang Kim-kong Ciang Keng yang terlenyap itu. Lalu Gan Keng kata dia mau pergi ke kota raja dan mengajak Ouw Keng pergi bersama, ia memang lagi pesiar, ia menurut.

Demikian itu hari mereka berada di rumah makan Ceng Hong Lauw di mana orang tidak mengenali ia. orang pun umumnya memperhatikan hanya puterinya.

Ouw Kek Lan menjadi besar di gunung, dia sangat disayang orang tuanya, di samping jujur, dia merdeka, dia manja, Dia biasa membawa adatnya sendiri Di medan rapat ini dia berbicara asyik dengan Gan Keng Loodjin, mereka sering tertawa tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya.

Dihatinya, si nona sebenarnya kurang puas. Di situ ia mendapatkan segala orang tua, segala pendeta dan imam, ada juga yang muda, orangnya tolol... Cuma si orang muda muka jelek menarik perhatiannya, sebab ia berkasihan, Kata ia dalam hatinya: "Benarkah didalam dunia ada pemuda sejelek dia? Ah..." Dan dia melirik anak muda itu.

Manusia itu aneh, yang bagus mau dilihat, yang jelek mau dilihat juga- yang bagus sebab hati tertarik, yang jelek karena ingin tahu. Dan si nona Lan disebabkan dia berkasihan dan heran, Karena ia telah mencuri lihat sekian lama, lalu timbul herannya, ia menjadi tidak mengerti.

Muka si anak muda benar jelek luar biasa, tetapi kenapa sebatas leher, kulit leher itu beda dari kulit mukanya? Kenapa juga tangan orang putih dua-duanya, putih seperti kemala?

Ya, kenapa? Tak dapat ia menerkanya Maka itu, melihat sikap si orang, she Sim, lantas ia berbangkit berlompat ke depan si jelek itu.

Sim Siang Kiu heran melihat kelincahan si nona. sejenak ia melengak. lantas ia tertawa.

"Nona, adakah pemuda ini sahabatmu?" ia tanya. Merah muka si nona, ia menggeleng kepala. "Tahukah nona tentang dia?" Siang Kiu tanya pula. Nona itu tertawa.

"Hak apa kau mempunyai untuk mencari tahu hal ikhwal lain orang?" dia balik menanya.

Siang Kiu jengah, hingga ia melengak. Tapi ia seorang berpengalaman dengan lekas ia mendapat pulang kesadarannya, ia dapat menguasai diri, ia tidak mau mengentarakan mendongkolnya, ia pula percaya, pasti bukan tak ada sebabnya, It Goan Kiesu muncul pula dalam dunia Kang ouw. ia bersenyum.

"Tak dapat aku bilang, nona," sahutnya kemudian, "Aku berbuat karena aku melakukan permintaan orang. Aku lihat, nona, sikapmu ini usilan, bukan?" Kok Lan tidak menjadi gusar, sebaliknya ia tertawa, Mukanya menjadi merah dadu, maka ia nampak semakin cantik dan manis, ia mengasi lihat kemanjaannya.

“Jadinya kau menganggap nonamu usilan?" tanyanya, "Baiklah, biar aku usilan ingin aku campur tahu urusan kamu ini "

Siang Kiu melengak. Khole Keng san sie Mo mengerutkan alis.

"Sudahlah, Sim Laote," berkata Toa-Mo Hoa Ie, Hantu yang tertua, "sudah, buat apa berebut omong dengan segala bocah. Kami mau pulang, sebentar kita harus mendamaikan urusan penting."

Inilah ketika baik untuk Ok suya memutar kemudi, ia tertawa dan kata: "Nona, tak kecewa kau menjadi mutiara mustika dari It Goan Kiesu Nyalimu besar melebihkan nyali lain orang " ia lantas merangkapkan kedua tangannya untuk memberi hormat seraya menambahkan " Nah. nona, sampai kita ketemu pula "

Lantas suya licik ini mengikuti Cin-tiong siang Niauw semua berlalu.

Ketika Kim Goat Cuncia mau berlalu, dia mendelik terhadap si anak muda dan berkata dengan sengit, "Binatang, besok aku menunggu kau di puncak Giok Coan san " Terus dia membuka tindakan lebar.

Melihat si nona dan Ok suya bentrok orang menyangka bakal terjadi onar, siapa tahu urusan beres sendirinya.

See Hoo Poo-cu Bok Hong Ek menghampirkan It Goan Kiesu ia memberi hormat.

"Aku tidak tahu Ouw Loosu juga mempunyai kegembiraan untuk datang ke sini, aku minta diberi maaf," ia kata, " Kapan saja loo-su mempunyai ketika luang, aku undang kau berkunjung ke tempatku, aku akan menerimanya dengan girang " Ouw Keng berbangkit seraya tertawa, Jangan sungkan, Bok Loosu," ia kata. "Baiklah, bila ada ketikanya, lain hari aku berkunjung ke rumah kau, sekarang loosu mempunyai urusan, silahkan mengurusnya."

Hong Ek memberi hormat pula, lantas ia turun dari lauwteng.

Mukanya Lim Bong merah, dia berlalu sambil tunduk, Nona ouw mengawasi dengan roman murka.

Sebentar saja, buyarlah awan yang gelap, maka ruang menjadi tenang dan sunyi, Di situ tinggal si nona dan ayahnya serta Gan Keng Loojin, orang yang keempat ialah si anak muda, yang terus minum araknya dengan perlahan, sikapnya terus sabar dan anteng.

"Ho " mendadak si nona berkata, kakinya msnjijak lantai "Bagaimana dengan kau? Nona-mu telah melepaskan kau dari kurungan, mengapa mengucap terima kasih pun tidak?" Kata- kata itu ditujukan kepada si anak muda, yang ia awasi tajam, si pemuda jelek tertawa, terus dia berbangkit untuk menjura dalam. "Kalau begitu, di sini aku menghaturkan terima kasihku " ia kata. Tapi si nona berkelit, dia tertawa. "siapa kesudian menerimanya " katanya Jenaka.

It Goan Kiesu tertawa.

"Anak Lan, kau berkuatir tidak keruan " ia berkata, "Sebenarnya Sim Siang Kiu tak ada di mata orang"

Anak muda jelek itu agaknya likat, ia tertawa menyeringai dan kata. "Loocianpwee, mata loocianpwee tajam bagaikan kilat, aku kagum sekali, sebenarnya juga, jikalau tidak ada puteri loocianpwee ini, yang menghadang disaat yang tepat, mungkin aku yang muda terlukakan tangannya Sim Siang Kiu."

It Goan Kiesu tertawa lebar. Jangan terlalu merendahkan diri, laotee," ia kata. "Tadi diwaktu melayani orangnya See Hoo Poocu, kau telah menunjuki kepandaianmu yang mahir." ia berhenti sebentar, lantas ia menoleh kepada kawannya dan menambahkan " Inilah Gan Keng Loojin dari Heng san, silahkan laotee berkenalan dengannya "

Si anak muda memberi hormat kepada jago dari Heng san itu, ia mengucapkan kata-kata memuji.

Ouw Kong berkata pula. "Kami menumpang di rumah penginapan sam Goan di depan itu maukah lootee datang kesana untuk kita berduduk dan memasang omong?"

Si anak muda hendak menampik atau ia lantas mendengar suara si nona, suara seperti lagu suaranya si burung kenari, "Ayah, lihat, orang ini luar biasa sekali. Kenapa ya, kulit mukanya beda dengan kulit di bawahan lehernya?"

"Hus, anak Lan, jangan kurang ajar " kata sang ayah perlahan: ia berkata begitu tetapi ia tahu, anaknya yang teliti itu, pasti telah melihat sesuatu, ia pun lantas menatap leher si anak muda, hingga ia melihat perbedaan kulit itu. Cuma leher baju yang membikin orang kurang perhatian.

Si anak muda tertawa, ia kata perlahan:

"Aku tidak berani mendusta terhadap loocian-pwee, sebenarnya aku memakai topeng. Aku mempunyai kesulitanku. Nanti saja, apabila sudah tiba saatnya, loocianpwee akan mendapat tahu sendiri.."

Ouw Keng dan Gan Keng heran, mereka mengawasi.

Kemudian si orang tua dari Heng san mengurut kumisnya dan tertawa.

"Selama yang belakangan ini, anak-anak muda memang biasa membawa tabiatnya sendiri,” dia kata, "Kita si bangsa tua bangka, kita tidak dapat mengikuti zaman, kita tak masuk hitungan lagi. "

Berkata demikian, ia agaknya masgul, si nona sebaliknya menatap si anak muda, " Kenapa kau tidak mau meloloskan topengmu, supaya kita melihatnya?" ia kata, ia kau mau melihat topeng, sebenarnya ia ingin menyaksikan wajah orang. "Maaf, nona," kan si anak muda, tertawa. "Aku bukannya tidak mau meloloskan topengku ini tetapi sekarang, di sekitar musuh, tidak mau aku berlaku alpa, bahayanya kealpaan itu ialah bahaya kebinasaan "

"Hm " bersuara si nona, mulutnya mencibir "Apa yang ditakuti? Di sini ada ayahku "

"Kau ngaco, anak " Ouw Keng menegur, akan tetapi dia tertawa, "Apa artinya ayahmu ini? Barusan ada Khole KLong san su Mo, Cin tiong siang Niauw dan lainnya, mereka itu tak ada satu yang tidak terlebih liehay daripada ayahmu. Budak ciiik, jangan coba mengundang bahaya untuk dirimu sendiri " ia menoleh kepada si anak muda, untuk meneruskan "Kami beramai mau pergi terlebih dulu jikalau laotee mempunyai tempo, untuk mengulangi aku minta sukalah kau datang ke tempat kami buat duduk-duduk sebentar."

"Pasti aku akan datang " kata si anak muda, cepat dan hormat, "Pasti aku akan datang" Lantas ia mengawasi ketiga orang itu turun di tangga lauwteng, habis mana ia menghela napas.

Seorang diri, ia menganggap si Nona Ouw sama wajar dan nakalnya seperti si nona Nie dari kota Kim-hoa, sedang nama mereka sama-sama memakai huruf "Lan", Bedanya ialah nona ini terlalu polos.

Sampai di situ, In Gak tidak berani ngelamun terlebih jauh.

Hebat untuk mengingat bagaimana ia menolongi nona di antara salju, karena peristiwa itu lantas berbayang di depan matanya, ia seperti mendengar Wan Lan memanggil-manggil ia...

Kemudian ia ingat Hu Ceng, ia merasa lega anak itu telah ditolongi Hoat It siangjin.

Besok ia akan menanyakan si pendeta di mana adanya bocah itu, ia merasa baik sekali Hu Ceng diterima pihak Siauw Lim Sie, hingga kepada Liok Koan ia pun dapat menyelesaikan tugas.

Habis itu anak muda ini ingat Chong sie dan Siauw Thian, Lantas ia menjadi heran. Heran, di kota raja yang luas ini, ia tidak mendapatkan walaupun seorang pengemis juga, Habis ke mana ia harus mencarinya? Karena ini ia memikir, ia sendiri harus waspada.

"Tapi biarlah," ia menghibur diri. "Pada tanggal tiga bulan tiga mereka bakal bertempur di puncak Tiang Jie Hong, mesti saudara Chong sie dan saudara Siauw Thian turut hadir, pasti aku dapat menemukan mereka. Sekarang ini tak usahlah aku terlalu memikirkan mereka itu….”

Maka ia pun lantas turun dari lauwteng.

SALJU sudah berhenti, tinggal sang angin masih meniup- niup. Mega tebal dan gelap hingga cuaca pun menjadi gelap juga, Hawa udara itu membuat orang tak gembira, Dijalan tampak Cia In Gak sedang berjalan.

Ketika itu seluruh kota nampak putih seperti kemala, putih cemerlang. Maka itu meski mega seperti mendung, keindahan alam itu tak dapat dihilangkan.

Di luar pintu kota barat itu ialah tempat yang indah, Di sana pernahnya taman Wan Beng Wan tempat kediaman kaisar Yong Ceng. Di situ ada istana Kong Beng Tian yang agung dan permai.

In Gak tidak mau pesiar, maka itu ia menuju langsung ke gunung Giok Coan San dan lantas mendaki. Di tengah gunung ia berhenti untuk menoleh ke bawah, dengan begitu ia dapat memandang bukit Ban Siu San, kota terlarang Cie Kim Shia, taman Wan Beng Wan dan Ie Ho Wan. Tapi ia tidak mau membuang-buang tempo, ia mendaki terus, maka di lain saat sampailah ia di bawah menara Liu Lie Tah di mana suasana sunyi, Tidak ada seorang juga di sekitarnya itu.

"Mungkin mereka bakal lekas tiba," pikirnya. "Baiklah aku menanti di atas menara ini. Dari atas dapat aku menyaksikan jelas gerak-gerik mereka..."

Maka naiklah ia ke atas menara, Tiba di undakan paling atas, ia melihat ke bawah.

Wan Beng Wan ada di depan matanya, salju putih seperti menutupi pohon-pohon yang berdaun hijau dan merah, maka putihlah segala apa.

Angin bertiup santer, pemandangan itu membuat hatinya terbuka,

Belum lama In Gak berada di situ atau dari bawah gunung ia mendengar siulan beberapa kali, apabila ia mengawasi ke bawah, ke arah darimana suara datang, ia melihat beberapa tubuh bagaikan bayangan lagi berlompatan mendaki, gesitnya luar biasa.

Hanya sebentar, mereka sudah sampai di kaki menara, Dengan begitu mereka lantas terlihat tegas, Merekalah Khole Kong san su Mo serta Thian Gwa Sam Cun Cia.

Jie Mo, Hantu yang nomor dua, bersenyum, ia kata: "Lootoa, pastilah keempat kepala keledai gundul itu tidak berani datang ke mari "

Belum berhenti suaranya Hantu ini, dari gundukan salju tak jauh dari dianya, terdengar suara memuji sang Buddha, sebab keempat pendeta Siauw Lim sie tengan duduk bersila di situ, Mereka tak segera terlihat lantaran jubah mereka abu-abu warnanya dan rambut dan kumis jenggot mereka pun ubanan. Dengan lantas mereka berempat bangun berdiri, keempatnya berlompat, lalu mereka berada di depan keempat Hantu beramai. Hoat It siangjin merangkap kedua tangannya, ia kata tenang: "Loolap berempat sudah sekian lama menantikan di sini, harap dimaafkan yang kami telah terlambat menyambut." ia berhenti sebentar, alisnya yang panjang bergerak-gerak.

Tanpa menanti jawaban, ia menambahkan "Sebenarnya kami telah memikirkan urusan kita ini, Kamilah orang-orang di luar garis, buat apa kami turut menceburkan diri dalam keruwetan? Maka itu, Hoa Tan-wat, mengingat kamulah orang-orang gagah yang kenamaan, yang tidak ada tandingannya, kami suka menyerah kalah, asal tan-wat suka menyerahkan kitab Bu siang Kim-kong Ciang Keng kepada kami, Dengan demikian juga persahabatan dan keakuran Rimba persilatan jadi dapat disempurnakan."

Mendengar itu, Hoa Ie mencibir, dia tertawa, "Sebenarnya kitab itu aku siorang she Hoa pernah

melihatnya," ia kata, "aku mendapatkan isinya tidak ada yang luar biasa, mungkin cukup menggunai itu terhadap orang lain, tetapi terhadap aku, tidak ada gunanya sama sekali"

Keempat pendeta bersenyum oleh ucapan itu, Di dalam hati mereka, mereka kata: " Kitab itu mempunyai arti yang dalam, yang pasti tidak dimengerti oleh bangsa hantu sebagai kamu"

Meski mereka berpikir demikian, mereka tidak mengentarakan itu pada paras mereka.

"Memang kitab itu tidak ada faedahnya," berkata Hoa Ie, "Hanya kalau kitab itu mesti dikembalikan sekarang, masih ada halangannya, sebab kami telah memutuskan untuk berdasarkan itu melakukan pertandingan di atas puncak Tiang Jin Hong di gunung Tay san, untuk menguji kepandaian kita, guna memilih seorang, si nomor satu yang paling liehay, yaitu Thian-hee Tee It Bu-kong. Aku tahu kitab itu mengenai kehormatannya Siauw Lim Pay dan partai kamu mesti menghendakinya, akan tetapi mengingat soal di atas, terpaksa aku mesti menyimpannya dulu, sehabisnya pertandingan tentu aku akan membayarnya pulang." Hoat It siang Jin mengerutkan alis pula.

"Siauw Lim Pay adalah partai di luar partai, dia tidak mau berebutan dengan siapa juga," katanya, "Umpama kata Siauw Lim Pay tidak turut dalam pertandingan itu, Hoa tan-wat toh tidak akan menentangnya, bukan?"

Hantu pertama itu tertawa bergelak. "Taysu, mengapa kau mengatakan begini?" dia tanya, "Penganut Buddha dilarang bicara dusta. Taysu telah mengetahui kitab sudah terjatuh ke dalam tangan kami, apakah benar tanpa memperdulikan segala kesukaran yang diderita Taysu suka mengalah dan kembali ke Siauw Lim sie?"

Wajahnya pendeta itu menjadi sungguh-sungguh.

"Inilah urusan Siauw Lim Pay, maka aku percaya lain-lain partai tak akan turut ambil bagian." kata ia. "Tidakkah Hoa Tan-wat bicara berlebihan?" Kembali Hantu itu tertawa.

"Ada cara dengan apa aku si orang she Hoa dapat membikin lain-lain partai datang hadir," ia bilang, "Baiklah taysu jangan kuatir, sekarang silahkan taysu berempat pulang dulu ke Siauw Lim sie"

Hoat Ie siangjin belum memberi jawaban atau seorang paderi di sisinya, yang alis dan kumisnya putih semua, berkata dengan nyaring: "Sam-suheng, karena kitab berada pada Hoa Tan-wat, baiklah urusan dibereskan sekarang juga. Buat apa kita membikin banyak berubah?"

Hoa Ie mengawasi tajam kepada pendeta itu, ia tertawa bergelak-gelak.

"Hoat Leng, besar mulutmu " ia berkata, "Sekalipun ketuamu sendiri, Pce Bie siansu, datang ke mari, belum tentu urusan dapat dibereskan semudah pikiranmu."

Pendeta alis ubanan itu, ialah Hoat Leng, mengibas tangannya, maka tangan bajunya lantas berkibar dengan mengeluarkan angin santer, itulah kibasan "Sang Buddha mengambil tempat duduk." suatu jurus dari ilmu silat "Tatmo sip-samsie," tiga belas jurus dari ilmu silat Tatmo couwsu, sambaran itu, dengan tangan kanan, menuju ke arah dada.

Si pemuda jelek di atas menara melihat tegas segala apa demikian pun serangan itu, maka itu ia mengerti, pendeta itu sama liehaynya dengan Hoat Hoa siangJin, pendeta yang pernah bertempur dengannya di kota Kim-hoa. ia mengerti, pertempuran ini bakal mengakibatkan urusan menjadi semakin ruwet.

Dan ia mengerti juga, atas serangan itu Hoa Ie tidak bakal menangkis hanya berkelit, berkelit ke belakang si pendeta.

Benarlah dugaan itu, Hoa Ie tertawa dingin ketika ia diserang ini, lantas kakinya bergerak. tahu-tahu ia sudah di belakang penyerangnya, terus ia membalas menyerang dengan pukulan "sie ciang pat sie, Empat telapakan tangan berubah menjadi delapan"

Hoat Leng menyerang hanya menggertak. Ia menduga si hantu mestinya liehay, dia tentu tak dapat dirobohkan dengan satu serangan saja, dari itu ia telah berjaga-jaga.

Demikianlah begitu lekas tubuh orang bergerak dan kakinya menggeser, ia membarengi menyerang pula, sekali ini dengan sungguh-sungguh, sebelumnya menyerang, dan ia menggeser diri sambil membalik tubuh, hingga umpama kata kalah sebat, ia sudah mendahului berkelit.

Hoa Ie tertawa, ia berkelit pula, Maka serangan hebat dari si pendeta mengenai saiju di mana ia barusan menaruh kaki, hingga saiju itu terbongkar dan bermuncratan. ia tidak hanya berkelit.

Begitu lekas serangan lewat, begitu lekas ia merangsak untuk menyerang, ia tahu tenaga besar luar biasa dari s i pendeta, ia tidak mau melayani secara keras juga, hanya dengan kelincahan. Kalau ia melawan keras, taruh kata ia menang, ia akan menghamburkan terlalu banyak tenaganya, ia meluncurkan kedua tangannya, lalu yang kanan mendahului yang kiri, menotok ke kerongkongan dijalan darah ouw-kiat, sedang tangan kiri menyusul mengarah jalan darah ciang-bun.

Hoat Leng menjadi satu di antara keempat pendeta Siauw Lim Pay dengan kedudukan pelindung, ia pun mengerti keliehayannya lawan ini, dari itu ia tidak mau membiarkan dirinya didesak.

Karena sulit untuk menangkis tangan kanan lawan, dengan sebat ia lompat mundur hingga lima tindak.

Hoa Ie melihat orang mundur, ia girang sekali, inilah keinginannya, ia lantas merangsakpula, terus menerus, kedua tangannya menyerang saling susul.

Hoat Leng mundur, dengan begitu ia memberi ketika dirinya didesak, Tapi ia melawan, ia menggunai Tatmo sip- sam sie. Hanyalah karena ini, ia tidak dapat kesempatan untuk membalas menyerang. Cepat sekali dan hebat pertempuran ini.

Jikalau mereka tetap bertempur secara begini, ada kemungkinan Hoat Leng bakal kena dikalahkan, "pikir si pemuda muka jelek sambil mengawasi dengan tajam, "Katanya Siauw Lim Pay mulai mundur inilah benar, sedang Hou Ie ini sangat liehay. Coba bukan pendeta dari Siauw Lim sie, tidak sampai sepuluh jurus, tentunya lawan sudah roboh. jikalau Siauw Lim sie tidak mengadakan perubahan, untuk mempertahankan martabatnya sepuluh tuhun lagi akan hilanglah Siauw Lim Pay dari muka bumi ini....

Hoat It Siangjin dan dua saudaranya menonton dengan alis berkerut, Mereka ini menginsafi kemunduran mereka semenjak Kaisar Yong Ceng membakar kuil Siauw Lim sie di- gunung Siong san, kemunduran itu nampak nyata. Ilmu silat Siauw Lim sie tetap liehay hanyalah itu tidak diwariskan kecuali kepada murid yang berbakat, ilmu silat itu lebih suka dikeram dalam kitab daripada diajari kepada sembarang murid.

Pertempuran di antara Hoa Ie dan Hoat Leng berjalan terus, jurus lewajurus, tanpa merasa mereka sudah menghabisi lima puluh jurus, hal itu benarlah dugaan si pemuda jelek. Hoat Leng nampak mulai kendor gerakannya.

Lantas datanglah saat yang berbahaya, Hoa Ie mau menggunai ketikanya, tangan kanannya mengancam, lalu tangan kirinya menyamber ke ubun-ubun si pendeta di mana ada jalan darah sin-kong yang berbahaya.

Tangan kanannya itu, yang menggertak. tidak cuma menggertak. hanya lalu menyusul menyerang benar-benar, kedua jerijinya mencarijalan darah hok-kiat, itulah totokan jeriji Hian-im. Tapi inilah bukan yang terhebat.

Menyusul kedua tangan, si Hantu menggeraki kedua kakinya, menendang bergantian ke jalan darah hwee-im. Tendangan itu ialah "Wanyoh twie" atau tendangan "Kaki burung wanyoh",

Biarnya ia liehay, setelah sekian lama lebih banyak terdesak, Hoat Leng repot juga. Dapat ia menangkis kedua tangan lawan tetapi sulit untuk menyingkir dari kedua kaki orang, yang dapat menendang saling susul seperti tak hentinya.

Hoat It kaget. Biar bagaimana, tak dapat ia membiarkan adik seperguruannya dirobohkan. Hoat Leng bukan terancam roboh saja hanya kecelakaan. Tepat ia hendak berlompat maju, ia mendengar siulan nyaring dari atas menara dari mana terlihat berlompat turunnya orang yang bersiul, yang melayang bagaikan bayangan maka dilain saat, Hoa Ie dan si pendeta dapat dibikin terpisah. Mereka itu terkejut. Si pemuda muka jelek menjadi terkejut ia tidak menyangka sekali, di menara itu ada bersembunyi orang lain, bersembunyi di belakang patung sang Buddha. Kalau orang bermaksud jahat, itulah berbahaya untuknya.

Hoa Ie kaget, Pertama ia tidak menyangka ada orang yang menyelak di antara mereka. itu waktu ialah detik-detik kemenangannya. Kedua ia heran untuk tenaga besar dari orang yang memisahkan mereka, ia merasakan tenaga yang jauh lebih besar daripada tenaganya sendiri.

Lebih dulu daripada itu, telinganya juga dibikin seperti tuli oleh siulan orang itu, Maka itu ia berlompat mundur dua tindak. terus ia mengawasi orang itu.

Hoat Leng mundur tetapi ia sangat bersyukur ia hanya heran, waktu ia memandang penolongnya itu, ia tidak mengenalnya, orang itu seorang wanita dengan pakaian hitam seluruhnya, rambutnya yang panjang sudah ubanan, sebab usianya mesti di atas enam puluh tahun, sebaliknya kulit mukanya segar, bersih dan botoh, sedang sepasang matanya celi, Coba rambut itu tidak putih, dia dapat diduga seorang nyonya muda.

Hoa Ie mengawasi dengan heran berbareng mendongkol, ia menganggap ia bukan cuma dipisahkan hanya diganggu, dibikin rusak rencananya...

Nyonya itu mengawasi kepada kedua orang itu, mendadak ia tertawa terhadap si Hantu dari Khole Kong san.

"Eh, mau apa kau mengawasi aku saja?" tegurnya, sabar, "syukur kita bukannya seteru bukannya sahabat, jikalau tidak. bukankah kau akan terbinasa oleh pukulanku, pukulan Hui-si Pa uw-lui?"

Kata-kata itu tidak melainkan perlahan, bahkan merdu, Nama ilmu silatnya itu pun berarti "sutera terbang, guntur menggelegar. Hoa Ie heran, Belum pernah ia mendengar nama ilmu silat itu. Maka ia mengawasi bengong juga ketiga Hantu lainnya turut heran. tak terkecuali Thian-gwa sam Cuncia yang adalah orang asing. Keempat pendeta turut heran juga.

Si nyonya tua dapat menebak bahwa orang keras memikirkan tentang dirinya, ia lantas tertawa geli,

"Kamu tidak dapat menerka, aku pun malas menerangkannya" katanya Jenaka. Akhirnya Toa-Mo, si Hantu kepala, tertawa dingin.

"Karena kau tidak mau memberi keterangan aku si orang she Hoa hendak menegur kelancanganmu sudah merintangi aku" ia kata bengis.

Mendadak air mukanya si nyonya menjadi dingin dan bengis, tak lagi manis seperti semula.

"Hm, segala empat hantu dari Khole Kong san." katanya, tertawa mengejek. "Kamu tak sederajat untuk bertempur denganku Kalau kamu menghendaki sebentar kita boleh mencoba-coba. sekarang aku si orang tua hendak menanya keterangan dulu..." ia lantas menoleh kepada Hoat It Siangan, terus ia tertawa.

"Hoat It," ia tanya, "Hendak aku menanya kau, kamu telah menawan anak anaknya Kiong-bun siang Kiat, ke mana kamu telah membawa pergi mereka itu?"

Ditanya begitu, pendeta itu terkejut. Dengan cepat ia merangkap kedua tangannya.

"Amitaba Buddha Siancay" pujinya, "Kami orang yang mencucikan diri, mana dapat kami berbuat demikian, perbuatan sangat melanggar yang tak mengenal undang- undang dari Th ia n? Maaf, li-tanwat. Kiong bun siang Kiat ialah murid-murid murtad dari Siauw Lim si, kami telah menerima perintah dari ketua kami, untuk menangkap mereka, Kami telah diberikan tempo satu tahun, Mereka mesti dibawa pulang ke gunung kami, untuk dihukum. Meski begitu, itulah untuk kejahatan mereka sendiri, kejahatan mereka tidak mengenai anak isteri mereka, dari itu tidak berani kami menangkap keluarga mereka."

Hoat It berlaku hormat, terutama karena ia menduga orang terlebih tua daripadanya.

Nyonya itu mengawasi dengan tajam, ia tertawa pula. "Aku si orang tua suka mempercayai kata-katamu ini," katanya, "Kamu bangsa lurus, tidak nanti kamu berdusta,

Rupanya ada lain orang yang merampas keluarganya Kiong- bun Siang Kiat, Kalau kamu pulang ke gunung kamu, tolong sampaikan hormatku kepada Lu Kun Peng, bilang bahwa sahabatnya, keluarga Siang, mengharapi kesehatannya" Hoat It terkejut, sampai ia mundur satu tindak. "Locianpwe," katanya, "bukankah kau Biauw Nia Siang... Sian?"

Mendengar itu, Khole Kong san su Mo kaget.

Jadinya nyonya tua ini ialah Hek Ie Hian-li In Hian Bi si jubah Hitam, isteri dari Kim Hoat san-jin siang Yu dari bukit Biauw Nia, hingga keduanya mendapat gelaran Biauw Nia siang Yau, sepasang siluman dari Biauw Nia.

Tapi Hoat It tidak mau menyebut "siluman" (yauw), maka ia menyebut "sian" (dewi, atau dewa- dewi, sebab mereka suami isteri), Pada seratus tahun yang lampau mereka sudah menggemparkan kalangan Rimba Persilatan atau Kang ouw kepandaian mereka ialah gabungan lurus dengan sesat.

Tertang asal usul mereka, tidak ada yang dapat menjelaskan. Mereka telengas, asal musuh, takperdulisesat dan lurus, mereka menghajarnya hebat, sikap mereka itu membuat mereka ditakuti juga dihormati sepak terjang mereka hebat sekali.

Setelah sadar, baru mereka mau mengundurkan diri.

Justeru itu, di jamannya itu, ada hidup seorang liehay lainnya, ialah Khi Lian Ik siu, orang gagah luar biasa dari gunung Ki Lian san. Dia ini tak menyetujui sepak terjang Biauw Nia siang Yauw, hendak ia menaklukinya, Biauw Nia siang Yauw tidak ketahui siapa adanya Ki Lian Ik siu, oleh karena sebelumnya itu, si orang tua tidak pernah tampak di muka umum, maka mereka menyangka saja orang ialah bangsa mulut besar atau berandalan, mereka menjadi tidak menghiraukannya.

Celaka untuk mereka, lantaran mereka berdiam saja, selama tiga tahun murid-murid mereka hampir habis di tangannya orang tua tak dikenal itu, Baru kemudian mereka mencari dan menempurnya.

Dua hari satu malam mereka bertanding mati hidup, Kesudahannya Ki Lian Ik siu dapat hajaran tiga kali ilmu silat Hut si Pauw Lui itu, sebaliknya siang Yu patah sebelah kakinya dan In Hian Bi terhajar hampir menemui ajalnya di gunung Ki Lian sin di mana mereka bertarung mati-matian itu.

Dengan mengempit siang Yu, suaminya, Hian Bi kabur menyingkirkan diri

Pertempuran itu tidak ada orang lain yang menyaksikan orang mengetahuinya dari kabar angin saja, Ki Lian Ik Siu memang tidak pernah muncul secara umum, habis pertarungan danterluka itu, ia lenyap pula hingga tak ada yang ketahui ia masih hidup atau sudah mati.

Sepulangnya In Hian Bi ke gunungnya, selang dua tahun, siang Yu menutup mata disebabkan luka di kakinya membuatnya sangat berduka. Dia sendiri hidup terus, terus dia meyakinkan ilmu ajaran gurunya, luka-lukanya pun sembuh Ada yang membilang dia sesat.

Semenjak itu, dia pun hilang dari dunia Kang ouw, Baru sekarang dia muncul secara tiba-tiba.

Ln Kun Peng itu namanya PeBi Siansu sebelum dia masuk menjadi pendeta, ketika dulu hari Biauw Nia Siang Yauw berunding ilmu silat dengan pihak Siauw Lim Pay, ia baru berusia belasan tahun, dia masih menjadi se-bie, kacung.

"Apa kau bilang, Biauw Nia Siang san?" katanya si nyonya tua tertawa. "Aku tidak pantangan orang merdeka menyebutnya Siang Yauw" Syukur Lu Kun Peng masih mengingat aku. Baiklah kau ketahui," katanya, menambahkan, sembari bersenyum.

"Kiong-bun siang Kiat ialah murid akuan dari Biauw Nia, dengan begitu anak-anak mereka menjadi cucu-cucu murid akuan dari aku, Aku telah berusia seratus tahun lebih, meski aku dapat melindungi paras mukaku tetapi manusia itu tak ada yang tak mati, karenanya sayang apabila kepandaianku aku bawa ke liang kubur, Karenanya aku ingin mewariskan kepada anak-anak dari murid-murid angkatku itu, supaya mereka dapat memajukan ilmu silat kami."

Hoat It merangkap tangannya.

"Itulah rupanya maka lojinke turun gunung?" katanya. Hian Bi bersenyum pula.

"Orang bilang si keledai kepala gundul cerdas sekali, itulah benar" katanya, "Kamu jangan takut, aku si orang tua turun gunung bukan untuk mengganggu kamu, hanya siapa main gila terhadap Kiong-bun siang Kiat, maka dia tak dapat menyesatkan aku"

Hoat It menyedot napas dingin, di dalam hatinya ia kata: "Pantaslah Kiong-bun siang Kiat tidak memandang mata lagi kepada Siauw Lim pay, kiranya mereka mempunyai tulang punggung ini...

Wanita tua itu berkata pula: "Kabarnya dalam Rimba persilatan sudah muncul Koay Ciu si-seng Jie In. Aku si orang tua tetap dengan tabiatku yang suka menang sendiri, maka itu aku ingin sekali menemui dia."

Mendengar itu, kata Hoat It dalam hati-nya: "Kau tinggal di gunung, kau mana tahu keadaan Rimba persilatan sekarang ini? Tentu-nya Kiong-bun Siang Kiat sudah menulis surat menyampaikan berita kepadamu dan mengundang kau turun gunung..."

Walaupun ia berpikir demikian pendeta ini tidak mau mengutarakannya. Tiba-tiba In Hian Bi melakukan perbuatan yang di luar dugaan, Mulanya tampak air mukanya berubah, tiba tiba dia lompat naik ke atas menara, ke tingkat yang ke dua yang tingginya sepuluh tombak lebih.

Khole Kong san su Mo menjadi kaget, mereka cemas.

Mereka liehay tapi mereka cuma bisa lompat tinggi tujuh atau delapan tombak. tidak sampai belasan. Maka itu, mereka menjadi jengah, mereka merasa sendiri diri mereka kecil...

Keempat pendeta sia uw Limsi kagum, mereka mendoa memuji.

Di atas menara, In Hian Bi tidak berdiam saja, dia mencari sesuatu, dia naik sampai di tempat bersemayamnya patung Buddha tadi. Dia rupanya mendapatkan sesuatu yang mencurigakan hingga perhatiannya menjadi demikian tertarik,

Itulah sebab si pemuda jelek. mendengar orang hendak mencari Koay Ciu si-seng Jie In sudah menjemput tiga potong es kecil dan menimpuk ke bawah, mengenai rambutnya nyonya tua itu, mendatangkan rasa sakit, ia mendengar suara anginnya serangan itu, hanya sebab itu tercampur suara angin, ia tidak menyangka jelek. sampai ia kena tertimpuk.

Ketika tadi si muka jelek naik di tingkat tertinggi, HianBi masih belum sampai, itulah sebabnya dia tidak tahu ada lain orang di atas menara, sebaliknya si muka jelek tak mendapat tahu datangnya dia, yang naik dari sebelah belakang, Keduanya pun sama-sama tidak memperdengarkan suara apa juga.

Dalam penasarannya, In Hian Bi naik terus hingga di tingkat paling tinggi, ia tetap tidak melihat ada orang lain, ada juga seorang hanya dia itu lagi jalan di kaki gunung, ia lantas turun, untuk menyusul, ia tidak mau memikir, kalau serangan datangnya dari atas menara, tak nanti orang dapat turun demikian cepat. sebentar saja ada di kaki bukit. Seberlalunya si nyonya, pertempuran pun tak berlanjut lagi, Kedua pihak mengundurkan diri, untuk menantikan tibanya tanggal tiga bulan ketiga, guna bertemu pula di gunung Tay san, akan mengadu kepandaian di puncak Tiang Jin Hong.

Hoat It suka berlaku sabar karena ia merasa pasti, dengan melanjuti pertempuran belum tentu pihaknya berhasil merampas pulang kitab mereka dari tangan keempat Hantu yang berkeras kepala itu.

**** BAB 2

DENGAN begitu sunyilah pula suasana di Liu It Teh itu.

Hanya di taman Wan Beng Wan di atas lauwteng Hong Hong Ceng Teng, si anak muda muka jelek lagi menunda diri di loneng lauwteng itu memandangi keindahan alam. Tadi ia menyingkir ke sini tanpa diketahui si nyonya tua.

Setelah sekian lama, anak muda itu menghela napas, terus ia mengangkat tangannya ke mukanya, untuk meraba mukanya, maka di lain saat, tangannya itu sudah meloloskan sehelai topeng, hingga sekarang terlihat romannya yang tampan sekali, ia menyimpan topengnya ke dalam sakunya, dengan tindakan perlahan ia turun di undakan tangga.

Oleh karena ia tahu sedikit sekali orang yang mengenal romannya yang asli, In Gak tidak takut melepaskan topengnya itu. ia berjalan sampai di luar pendopo Hi Siu Tong yang letaknya di sebelah barat telaga, telaga itu memakai papan merek "Hu-yong Ceng ci-auw" Ketika ia memandang ke arah gelong, ia melihat ada seorang di muka jendela pendopo memandang ke luar.

Dia mengenakan baju kulit terlapis dengan mantel, dan kepalanya tertutup apa yang dinamakan kopiah angina. Muka orang itu bersih, pada kumisnya ada sejumlah lembar uban, Dia mestinya seorang bangsawan, hanya ketika itu kulitnya pucat, matanya layu, sering dia batuk-batuk, itulah tanda bahwa dia sedang terganggu kesehatannya. Beberapa kali In Gak memandang orang itu, yang sebaliknya pun mengawasi padanya, Tatkala ia berjalan sampai di dekat jendela, mendadak dia bersenyum dan menggapai, dan terdengar juga suaranya menyapa:

"Tuan, kau gembira sekali pesiar ke mari, mungkin kau mempunyai kegemaran sama denganku yang menyukai pemandangan pemandangan alam yang permai jikalau kau suka, marilah mampir untuk duduk sebentar di sini"

In Gak memang lagi merasa kesepian, undangan itu baik sekali untuknya. "Baiklah." sahutnya seraya ia menghampiri, setelah saling memberi hormat, mereka berduduk untuk paling dulu menanyakan she masing-masing. orang tua itu menyebut she Ouw.

Mereka lantas bicara, mulanya tentang pemandangan alam yang indah itu, lalu beralih kepada ilmu main khim, catur dan melukis, tak dilupai ilmu surat, Mereka membicarakan juga soal ketiga agama.

In Gak mendapat tahu orang terpelajar diam-diam ia menghargai sebaliknya si orang she Ouw pun berpikir demikian, karena ia merasa pemuda ini berpendidikan baik.

"Tuan Cia," kata dia kemudian, tertawa, "Kau terpelajar, mengapa kau tidak mau bekerja untuk negara? Aku percaya, tak sampai sepuluh tahun, kau bakal manjat tinggi. jikalau tuan berminat, suka sekali aku membantu padamu."

"Terima kasih," kata In Gak bersenyum. "Hatiku tawar dengan kepangkatan, tidak ada minatku sama sekali, Menyesal aku mensia-siakan pengharapan kau."

Orang tua itu tertawa, ia tidak mendesaknya. Maka mereka bicara terus dengan asyik. Selama itu si orang tua masih saja suka batuk-batuk. suka ia berludah ke luar jendela. In Gak melihat kadang-kadang ludah orang ada darahnya. "Kau sakit, lotiang, mengapa kau tidak berobat?" si anak muda tanya kemudian, "Lo-tiang sering batuk, itu namanya pernapasanmu kurang sempurna: Kalau penyakit ini di- alpakan- lama-lama bisa mendatangkan gangguan lebih hebat."

Orang tua itu heran, ia memandang tajam, "Buat orang dengan usia lanjut, penyakit batuk biasa saja," ia kata. "Mengapa tuan Cia mengatakan penyakitku ini dapat menjadi berlarut-larut? Mungkin tuan mengerti ilmu ketabiban?" ia berhenti sebentar, tanpa menanti jawaban, ia kata pula sambil menghela napas:

"Penyakitku ini bandel sekali, aku mengundang tabib-tabib terkenal, tidak ada faedahnya, maka itu meskipun aku bercita- cita, hatiku menjadi tawar. Begitulah aku mengiringi kegemaranku dengan keindahan alam, hingga aku menjadi suka pesiar di sini..."

In Gak percaya orang ini bukan sembarang orang, mungkin dia benar orang bangsawan atau sedikitnya dia bekas menteri yang mengundurkan diri,

"Lotiang," katanya bersenyum, "mengapa lotiang tidak mencoba mengundang Say-Hoa-To Gui Peng Lok dari kota Ciang-peng?"

"Pernah aku mengundangnya," sahut orang itu, "Dia memberikan aku obat" guna menghancurkan reak. habis makan obatnya itu, aku merasa baikan, akan tetapi ketika aku mengundang pula, dia katanya sudah pergi ke Kwan-gwa."

In Gak heran mengapa Say Hoa To tidak mengobati secara sungguh-sungguh pada orang tua ini. Tapi ia tahu, orang pergi guna Hu Ceng. Maka ia mengawasi orang di depannya ini. "Aku mengerti sedikit perihal obat-obatan," katanya bersenyum, "Apabila lotiang tidak menampik, maukah kau aku coba menolongnya?"

Alisnya orang tua itu terbangun. "Kau sungkan sekali, tuan Cia," katanya, "Ada pepatah yang membilang, obat mujarab dapat dibeli dengan harga ribuan tahil emas, tabib pandai sukar didapatkannya dalam seratus tahun, maka itu, aku girang sekali hari ini aku dapat bertemu denganmu Tuan Cia, mungkin aku bakal ketolongan, dari itu besarkanlah hatimu, kau cobalah"

In Gak mengangguk ia lantas pegang nadi kenalan ini. Tiba-tiba ia terkejut dan berkata: "Ooh, aku salah mata. Mulanya aku menyangka lotiang ialah seorang berpangkat atau hartawan besar, kiranya lotiang seorang Rimba Persilatan" Lalu ia bersenyum dan menambahkan: "Di masa mudanya lotiang terlalu mengumbar napsu hatimu, maka itu anggauta tubuhmu mendapat gangguan hingga kau mirip dengan pelita yang kekeringan minyak. hingga air ludahmu menjadi keras, menjadi riak..."

Si orang tua tertawa.

"Betul Betul" katanya memotong, "Silahkan bicara terus, jangan kuatir"

Tetapi In Gak tidak bicara terus, ia hanya merogo sakunya, mengeluarkan obatnya, pel Tiang cun Tan-

"Coba lotiang makan dulu obat ini," katanya, Begitu lekas orang menelan obatnya, mendadak ia mencekal jalan darah pek-hwe.

Dengan cepat si orang tua merasai napasnya tersalurkan rapi, ada hawa hangat yang membawa obat turun ke dalam perutnya, lalu sejenak kemudian, batuknya berhenti, dan tubuhnya terasa nyaman.

Masih sekian lama baru In Gak melepaskan cekalannya, ia berbangkit untuk menghampiri meja tulis, guna menulis resepnya, kemudian sambil menyerahkan itu pada si orang tua she Ouw, ia bersenyum dan kata: "Coba lotiang makan terus obat seperti tertera di sini, pantangannya ialah dalam waktu tiga bulan jangan sekali lotiang mendekati wanita, setelah itu pasti kau akan sembuh seluruhnya bahkan akan tambah umur. Aku masih mempunyai urusan buat mana aku telah berjanji dengan suatu orang, dari itu maafkan aku, tidak dapat aku menemani lebih lama, Maaf" ia memberi hormat, untuk meminta diri.

Orang tua she Ouw itu tertawa: "Tunggu sebentar, tuan Cia" katanya, "kau telah menolong mengobati penyakitku, tidak dapat aku membalas budimu, maka itu sukalah kau menerima ini satu tanda mata."

Sembari tertawa, orang tua ini merogo sakunya, untuk mengeluarkan sebuah kantung sulam yang indah, ia tertawa pula dan berkata lagi:

"Isinya kantung ini barang biasa saja, mungkin tidak ada di mata kau, akan tetapi untuk pengembaraan kau, ini akan ada faedah-nya. sebenarnya aku mengagumi kepandaian kau, maka semasa aku masih ada umur, aku mengharap nanti dapat bertemu pula dengan kau. segala apa mengenai diriku berada di dalam kantung ini, aku harap tuan jangan menanyakannya lagi padaku..."

Ia menyesapkan kantung itu di tangan si anak muda, lantas ia memutar tubuh untuk bertindak ke luar dari pendopo Hi sui Tong itu, untuk menuju ke lain bagian dari taman itu.

In Gak heran tetapi ia menduga kata-kata si orang tua ada artinya, ia simpan kantung itu dalam sakunya, ia hanya berpikir sebentar lantas ia memakai pula topengnya, ia berlalu dengan cepat dari Wan Beng wan untuk pulang ke hotelnya.

Baru setelah berada didalam kamarnya ia keluarkan kantong tadi. ia lantas mengeluarkan isinya, ia melihat suatu barang yang bersinar berkemilau, yang membikin seluruh kamarnya menjadi terang benderang, ia menjadi terkejut saking heran, ia lantas meneliti barang itu, ialah sepotong giok-pwe warna hijau untuk sabuk. Sabuk itu disulam dengan seekor naga-nagaan berkuku lima, di betulan mulutnya tersebut sebutir mutiara, dan itulah mutiara yang mendatangkan cahaya terang itu, ialah ya-beng- cu. mutiara mestika, yang dapat membikin malam bagaikan siang karena cahaya terangnya itu.

Tapi yang hebat adalah ukiran delapan huruf pada tubuh naga, bunyinya: "Kian Liong gie-pwe, ji tim cia lim," yang berarti "Inilah sabuk Kian Liong, seperti tim hadir sendiri"

"Kian Liong" ialah Kaisar Kian Liong, dan "tim" itu adalah sebutan "aku" atau "kau" yang biasa digunakan seorang raja..

Untuk sejenak In Gak duduk melongo. Jadi tadi ia telah bertemu dengan orang paling mulia dan paling besar pengaruhnya di dalam negeri. Lekas lekas ia menyimpan giok- pwe itu, menyimpan dengan hati-hati.

"Tadinya aku menyangka aku berhadapan dengan bekas seorang berpangkat atau seorang bangsawan anak raja, siapa sangka dialah sri Baginda Raja sendiri. Kenapa dia berada dalam taman itu dan sendirian saja"

Habis berpikir begitu, ia tertawa sendirinya. ia pikir pula. "Pantas Say Hoa To tidak berani mengobati sungguh-sungguh. Aku sendiri, kalau aku tahu dialah raja, tentu aku tidak suka menolongi dia. Kaisar Yong Ceng berasal dari murid Siau lim- si, pantas kalau Kian Liong pun pandai ilmu silat. Pula pantas sebagai kaisar, ia tidak berani sembarang memakai tabib untuk mengobati padanya, ia tentunya kuatir nanti di racuni..."

In Gak berhenti ngelamun karena kupingnya mendengar suara ramai dari luar hotel, lalu samar-samar ia mendengar terlebih jauh, "Hari ini kita golongan piauwkiok terbuka matanya siapa sangka nona yang demikian manis dan lincah demikian lihay ilmu silatnya..."

Mendengar itu In Gak menduga kepada It Goan Kisu serta puterinya yang Jenaka, si Nona Ouw Kok Lan yang termanjakan, Tidak heran kalau nona itu menerbitkan kekacauan...

Lantas ia meraih topengnya Lalu pergi ke luar.

Di satu bagian dari Ta-mo-ciang terlihat bmvak orang berkerumun In Gak nelusup di antara orang banyak itu, untuk maju ke muka, guna dapat melihat tegas siapa yang lagi ditonton itu Segera ia melihat Kok Lian lagi melayani dua orang yang tubuhnya besar dan kekar, sebaliknya It Goan Kisu berdiri di pinggiran, b ersenyum-senyum seraya meng urut- urut kumis jenggotnya.

Kedua orang itu baik ilmu silatnya, akan tetapi melayani si nona mereka keteter. It Goan Kisu tajam matanya, ia lantas mengenali si anak muda, ia segera menggapai. In Gak menghampiri.

"Kenapa puterimu itu, Ouw Locianpwe? ia tanya bersenyum.

"Tak lebih tak kurang karena urusannya Hwe gan Kimcu Lim Bong" sahut orang tua itu tertawa, "Dua orang itu mengirim surat undangan katanya mereka dititahkan mengundang aku dan anakku pergi ke rumah makan Tong sun di mana Lim Bong mengadakan perjamuan. Anakku tidak senang, katanya Lim Bong tidak datang sendiri. Dia mau Lim Bong datang, atau dia hendak mengambil kepala orang, Dua orang ini berkeras kepala, mereka gusar, maka itu bertempurlah mereka. Anak ini milikku satu-satunya, aku sangat menyayangi dia. Harap lote tidak menertawakan  aku..."

In Gak bersenyum, Terus ia memandang ke gelanggang. Dua orang itu bersilat dengan ilmu silat Yo Ke Ciang,

keluarga panglima perang she Yo dari sm-co yang tersohor dijaman dulu. Kelihatannya mereka dapat bekerja sama, akan tetapi waktu itu, peluh mereka sudah mengucur deras, jidat mereka gelap karena berpetanya otot-otot mereka. Meski tenaga mereka sudah mengurang. mereka masih mereka ngotot.

Nona Ouw sebaliknya lincah sekali, ia tidak letih, bahkan sering ia tertawa, ia menyerang ke setiap lowong m kedua lawannya ia menyerang sambil menggoda.

Kedua lawan itu mengerti mereka lagi di-permainkan. Baru setelah itu, mereka memikir untuk menyingkirkan diri. Yang seorang mencari lowongan, setelah mendapatkan itu, ia lompat ke luar, Tapi ia terlihat si nona, ia dipegat.

Ia lantas merasakan tenaga mendorong yang keras, hingga kembali ia masuk dalam kalangan Akhirnya mereka jadi sangat menolongkol, sembari berkelahi mereka mendekati Ouw Kong, untuk berkata dengan keras: "It Goan Kisu, kecewa kau menjadi orang Rimba Persilatan yang kenamaan Mengapa kau tidak menghargai lagi persahabatan kaum Kang ouw?

Mengapa kau umbar anakmu ini? Kau ketahui sendiri, jikalau kami mati, kami mati dengan hormat Tapi kau, adakah kau mempunyai muka untuk hidup terus dalam dunia Kang ouw?"

Orang yang ditegur tidak menjadi gusar, ia cuma tertawa, sebaliknya Kok Lan menjadi gusar, alisnya bangun berdiri.

“Jahanam" ia mendamprat lantas ia menjejak tanah, untuk berlompat tinggi, tubuhnya terapung.

Dua orang itu terkejut, keduanya lantas lompat mundur, akan tetapi mereka lantas didesak-lalu barusan mereka dibacok. sekarang mereka ditikam, masing-masing jalan darahnya thian-kiu di teng gorokan- Kembali mereka berkelit, Tidak urung mereka kaget pula.

Tikaman, yang berupa cahaya hijau yang berkeredep. dari tenggorokan menyambar ke samping muka mereka masing- masing, hingga keduanya lantas menjerit.

Baru setelah itu, si nona tidak mendesak lagi. Dia berdiri terpisah dua tombak. mukanya tersungging senyuman, tangannya mencekal dua batang pedang yang luar biasa, panjang tak ada lima kaki, romannya bengkok, bersinar terang, In Gak heran akan senjata itu, yang ia belum pernah lihat atau dengar.

Dua orang itu telah lantas meraba kuping mereka yang kanan, nyata kuping itu sudah lenyap. tangan mereka lantas berlumuran darah-Mereka menjadi terlebih kaget, muka mereka pucat, alis mereka berkerut.

Selagi mereka masih belum tahu harus berbuat bagaimana, telinga mereka mendengar suara siulan dari luar gelanggang, nyaring dan terang, tanda suara itu di-keluarkan oleh yang mahir ilmu tenaga dalamnya, sampai It Goan Kisupun heran.

Menyusul berhentinya siulan itu, terlihatlah datangnya beberapa orang, memasuki gelanggang dengan murka itu melompati kepala orang banyak yang berkerumun menonton pertempuran. Dengan begitu lantas terlihat tegas, merekalah Kiong-bun siang Kiat, cintiong siang siauw. Hwe-gan Kim-cu Lim Bong, serta seorang pendeta Lhama berjubah kuning, memakai anting-anting dan tubuhnya besar dan gemuk. orang banyak kaget, mereka berebutan mundur.

Lim Bong lantas melihat dua orangnya kehilangan daun telinga mereka yang kanan, darahnya mengalir ke sebelah muka mereka itu, sedang si nona, dengan pedang aneh di tangan nampak muram, ia gusar sekali.

Tapi ia malu untuk melayani seorang wanita maka ia lantas menghadapi Ouw Kong. "Ouw Kisu, caramu ini keterlaluan" katanya sengit.

It Goan Kisu tertawa terbahak.

"Ini pun disebabkan kami masih menaruh belas kasihan" sahutnya.

Kok Lan memang membenci orang ini, sekarang ia melihat orang berlaku galak terhadap ayahnya, ia bertindak maju, sembari membentak ia lompat menyerang. Lim Bong terkejut, ia berkelit dengan lompat mundur sambil berlenggak. itulah lompatan "Ikan gabus menembusi gelombang." Dengan begitu sepasang gedang si nona cuma berkelebat di depan mukanya.

Ia baru menaruh kakinya dan berniat mendamprat, lalu serangan datang pula, kembali cahaya hijau berkemilau memain di depan matanya, Kali ini ia tak sempat berkelit lagi, mungkin ia bakal menerima bagiannya, syukur Cin-siong Siang Niauw menolong padanya.

Cintiong siang Niauw yang tertua, Cin siang, melihat pedang aneh si nona, dia menjadi ketarik hati dan ingin merampasnya, justeru ia melihat kawannya terancam bahaya ia lompat maju, tangannya diulur ke tangan si nona, guna merampas pedang yang luar biasa itu.

Kok Lan melihat datangnya serangan, ia lantas membalik tubuh, guna menyambuti, untuk menikam jalan darah khi-hay dari penyerang itu. Cin siang batal merampas pedang tapi ia mengetuk ke lengan.

Si nona terkejut, kedua tangannya kena terpukuL hampir pedangnya terlepas. la lompat mundur, mukanya berubah.

Cin siang tidak berhenti karena mundurnya nona itu. sambil berlompat maju, ia menghunus pedangnya, terus ia menikam ke arah alis orang, itulah satu tikaman dari "Hui Hong Kiam- hoat," ilmu pedang "Burung Hong Terbang." itu juga ilmu yang membikin siang Niauw menjadi kesohor kosen-

Menghadapi lawan bengis itu, Kok Lan mengeluarkan It Goan kiam-hoat, ilmu pedang "It Goan" ajaran ayahnya.

"Hanya segala mutiara sebesar beras berani mengeluarkan sinarnya" kata Cin siang sambil tertawa dingin, terus ia menyejang tak hentinya hingga tiga kali beruntun dengan tiga jurusnya "Burung hong datang memberi selamat," "Burung hong bersuara di tengah langit," dan "Burung hong menanti di istana rembulan," semuanya jurus-jurus yang berbahaya dari Hui Hong Kiam-hoat. Ouw Kok Lan kena terdesak. Biar ia mengerti ilmu silat ayahnya, ia kalah latihan-Dengan lantas ia merasa sukar bernafas, hingga gerakannya menjadi ayal. Dengan begitu juga pecahlah pembelaan dirinya.

Cin siang melihat lowongan, segera dia menikam ke pundak kiri lawannya itu.

Dengan berseru, Ouw Kong dan In Gak lompat berbareng guna menolongi si nona, In Gak sampai terlebih dulu, dengan ilmu jarinya ia terus menyerang.

Cin siang kaget sekali, Tiba-tiba ia merasa tolakan yang keras, hingga ia mesti mundur empat tindak, sedang serangannnya gagal dilanjuti kepada Kok Lan. ia lantas melihat, perintang-nya ialah si anak muda muka jelek yang kemarin terlihat di atas Ceng Hong Lauw. Yang membikin ia kaget sekali dan heran ialah pedangnya terpegang kelima jarinya anak muda itu.

Si anak muda tertawa dingin dan kata: "Kau tahu, kau terkenal untuk ilmu silat Hui Hong Kiam-hoat yang kesohor sebagai yang nomor satu di kolong langit ini, tetapi nyata kepandaianmu begini saja, jikalau kau hendak mengangkat namamu, kenapa kau tidak mau menunggu sampai pertemuan di gunung Tay san nanti, kau mengaku gagah tetapi kau menghina seorang nona, kau sungguh manusia tak tahu malu"

Mukanya Cin siang bermuram durja, itulah cacian hebat, yang takparnah ia menerimanya. ia lantas mengerahkan tenaganya untuk menarik lolos pedangnya.

In Gak tertawa b erg elak. mendadak ia melepaskan cekalannya, inilah tidak disangka tertua Cin-tiong Siang Niauw, karenanya dia terhuyung mundur tiga tindak, hampir dia terguling di saiju yang kotor.

Kiongbun Siang Kiat saling mengawasi, sedang si pendeta lama tercengang dengan mulutnya menganga. It Goaa Ki-su tiba belakangan, segera ia menarik tangan puterinya buat diajak keluar dari gelanggang. Di dalam hatinya jago tua ini heran sebab si anak muda dapat mendahului ia.

Putrinya pun heran seperti ia.

Ji-Koay Pa San liuw burung yang nomor dua, berlompat maju dalam kemurkaan- Dia berkata dengan nyaring. "Tuan, kau lihay, tetapi kau main bokong, aku tidak puas"

In Gak menyambutnya dengan tertawa lebar.

"Aku hanya menelad contoh " sahutnya, “Jikalau kau tidak puas, baiklah, kau tunggulah aku di puncak Tiang Jin Hong Tay San nanti"

“Jikalau begitu" kata Pa San Tiauw dingin "baik, aku akan nantikan kau di gunung Tay San” ia memberi hormat, buat ia mengajak kawannya berlalu, dengan melompati kepala orang bagaikan terbang.

Kiongbun Siang Kiat yaitu Tiat Pi Kim-kong Mi San hok dan Im Hong Sat-ciang Tian Ban Hiong, semenjak tadi mengawasi dan mendengar saja, seberlalunya cin tiong Siang Niauw, maka Tian Ban Hiong lantas mendekati si anak muda. "Kau hebat, tuan" katanya dingin.

"Diam" In Gak membentak, "Tian Ban Hiong, Ho Sia Hok, kamu telah melalui wewenangmu Ke cin-ong telah berulang kali melarang kamu menggunai pengaruhnya pembesar negeri mencampuri urusan kalangan Rimba Persilatan, kenapa masih saja kamu saban-saban menerbitkan onar? Kamu tahu, kejahatan kamu itu inilah hukuman picis Aku telah ditugaskan menilik kamu, maka itu apakah kamu masih tidak mau lekas pergi?"

Sambil berkata itu, In Gak mengasih lihat sinar matanya yang bengis, Tanpa merasa Kiong-bun Ji Kiat menggigil sendirinya.

Di pihak lain- si Lhama tertawa berkakak, "Bocah ini berani menipu" teriaknya, "Sungguh dia sudah bosan hidup sang Buddha kamu biasa keluar masuk di istana raja dan istana- istana pelbagai pangeran akan tetapi belum pernah aku melihat kau"

In Gak tertawa dingin-

"Untuk mengenal aku mudah sekali" katanya. Mendadak ia mengulur kedua tangannya, dengan sepuluh jarinya ia meryamber ke kedua nadi pendeta itu.

Pendeta itu ialah yang disebutBuddha Hidup Huchakdu, kedudukannya sebagai taysu, kepala dari kuil Lhama Yong Ho Kiong di dalam istana, Mengenai ilmu silat, dia pandai ilmu yang dinamakan "See Thian Hud Ciu In", yaitu "Cap tangan Buddha dari langit Barat". Dia berimbang dengan Kiong bun siang Kiat, tetapi karena sangat diandalkan raja, dia menjadi besar kepala.

Dia juga sangat kemaruk paras elok, maka itu semenjak tadi matanya terus mengincar Kok Lan. Dia terkejut melihat sambaran sepuluh jari In Gak, tapi karena dia tidak takut, dia menyambutnya, Dia pernah melatih ilmu kedot "Kim-kong put Hoay sin-hoat", tubuhnya jadi "tidak bisa rusak", yaitu tak mempan senjata. Ketika dia menyambut itu, dia menggunakan jurus dari see Thian Hud Ciu In- Dia ingin dengan sekali menghajar membinasakan si anak muda.

In Gak tidak membatalkan serangannya dengan menggeser sedikit tangannya, tangan mereka menjadi tidak beradu, di lain pihak, ia teruskan menyergap.

Huchikdu kaget, lalu dia menjerit kesakitan, matanya dipentang, mulutnya dibuka, peluhnya mengucur ke luar seperti hujan. In Gak tertawa dingin-

"Kau ini keledai gundul dari istana mana?" dia tanya bengis, "Lekus bilang"

Huchakdu merasakan sakit sampai di ulu hatinya, ia merasa seperti digigit ribuan ular berbisa tubuhnya kaku dan ngilu, Biarpun dia mau mati, dia tak dapat mewujudkan keinginannya itu. Dia tidak berdaya sekali, bahkan buat berontak juga tak sanggup, Dengan suara menggelap ia menjawab: "Aku si pendeta kecil bernama Huchakdu, aku berasal dari kuil Yong Ho Kiong..."

"Oo, kiranya kau" kata In Gak, "Dengan mengingat kepada panghargaan sri Baginda atas dirimu, suka aku memberi ampun pada jiwamu lekas kau mengangkat kaki"

Pemuda ini melepaskan cekalannya dengan menolak, lantas mana tubuh besar pendeta Lhama itu terpental empat tumbak, terbanting ditanahsaiju hingga dia terpendam sebatas pinggang.

Lekas sekali Huchakdu merayap untuk bangun berdiri, buat segera lari kabur.

Kiong bun siang Kiat kaget hingga mukanya menjadi berubah, sedang Lim Bong pucat pasi, itulah hebat, tak dapat mereka berani banyak omong lagi.

It Goan Ki-su menghela napas melihat lihaynya si anak muda, memandang puterinya ia kata: "Kepandaiannya pemuda ini tak dapat di-jajaki. Aku percaya, lagi sepuluh tahun, dia tak akan ada tandingannya."

Kok Lan mengawasi anak muda itu.

“Bagaimana, ayah?" katanya manja. "Biasa-nya ayah tidak suka mengalah kepada orang lain, tetapi sekarang ayah memuji orang begini hebat..."

Ayah itu bersenyum.

"Kau benar, tolol" katanya "Tapi ayahmu bukan cuma memuji, Anak muda ini telah memberi bukti kenyataan, Kau perhatikan saja, dia benar luar biasa."

Puteri itu bersenyum.

In Gak sendiri menghadapi Kiong bun siang Kiat, ia tertawa dan menanyai Jiwi loya apakah kamu masih hendak mengajari sesuatu kepadaku?"

Dua jago itu serba salah, lalu Ho sin Hok menenangkan diri dan menyahuti: "Tuan, kepandaian kau memang lihay sekali, cuma beberapa kali kau bergerak bagaikan membokong, hingga orang sukar takluk..."

Kalau tadinya jago ini menyangsikan kedudukan orang, sekarang dia menyangsikan kepandaiannya.

In Gak bersenyum.

“Jikalau jiwi hendak main-main pula, itulah gampang, sekali. Untuk itu baiklah jiwi melepaskan dulu pangkatmu di istana, Kau tahu sekarang juga pangkatmu dapat dihapus dan segera kamu dapat menjalankan hukumanmu" sembari berkata, anak muda ini mengawasi bengis.

Mukanya dua kawan itu menjadi pucat, akhirnya Hosin Hok menjura dan berkata: "Kalau demikian, tuan, baiklah, kita tunggu saja lain hari" Terus dia ajak saudaranya ngeloyor pergi.

Lim Bong menjadi jeri lekas-lekas ia memutar tubuh, untuk mengangkat kaki. ia baru bertindak satu kali, atau ia merasa angin lewat di sisinya, lantas si anak muda menghadang di depannya, tangannya yang kanan menyambar pundaknya yang kiri. ia merasakan demikian sakit hingga ia tak dapat bersuara,

"Perkara kemarin tinggal perkara kemarin, tetapi perkara hari ini tak dapat melindungi pula padamu" kata si anak muda bengis, "Kau telah mendustai Ouw Locianpwe dan puterinya, kau hendak mencelakainya, Untuk itu kau mengharapkan pengaruh orang, kamu pun datang ke mari sekarang apa kau mau bilang?"

Lim Bong berdiam. Dia baru saja diangkat menjadi ketua dari perkumpulan sam Tiam Hwe di empat propinsi Barat, biarpun dia bersalah, dia berkepala besar, tidak mau dia sembarang merendahkan diri

"Aku mau lihat, sampai berapa lama kau dapat berkepala batu" kata In Gak tertawa dingin-

Lim Bong lantas merasakan pundaknya tertekan, lalu tenaganya seperti lenyap secara tiba-tiba. Mukanya lantas menjadi pucat, Tubuhnya pun terhuyung seperti mau roboh. Melihat siksaan itu, tak tega hatinya Ouw Kong.

"Laote, baik beri ampun padanya" ia minta. "inilah pelanggarannya yang pertama Kalau lain kali dia berani berbuat pula, aku sendiri tak akan mengampuninya"

In Gak menurut, ia melepaskan tangannya, terus ia memutar tubuh, ketika It Goan

Kisu mengundangnya, untuk pergi ke kamarnya, ia mengikut ke hotel mereka.

Lim Bong pun lantas ditolongi, diajak pergi oleh dua orangnya yang hilang kupingnya itu.

Sampai disitu, orang banyak pun bubar.

Ouw Kong dan puterinya bersama In Gak masuk ke kamarnya di hotel sam Goan, lantas mereka duduk di atas pembaringan tanah di bawah mana apinya berkobar-kobar hingga kamar menjadi hangat seperti di musim pertama. pelayan telah dititahkan lekas menyajikan barang hidangan dan arak. untuk mereka berbicara sambil minum dan dahar.

Sementara itu In Gak heran, Semenjak tadi ia tidak melihat Gan Keng Lojin- Mau tak mau, ia menanyakannya kepada ouw Kong It Goan Kisu mengurut kumisnya dan tertawa.

"Sahabatku itu tadi malam telah kembali ke sam-siang " ia memberitahukan "Dia kata dia mau mendesak kepada ketuanya supaya murid-murid Heng san Pay, menggunakan waktu sebulan ini melatih sungguh-sungguh ilmu silat mereka, yaitu ilmu pedang Liang Gi Kiam-hoat, ia ingin supaya Heng san pay tidak dipandang enteng selama pertemuan di Tay san itu"

Ia berhenti sebentar untuk menatap anak muda di depannya, habis itu ia berkata pula: "Laote, sampaipada detik ini aku yang dianggap luas pengetahuannya dan banyak pendengarannya masih tidak dapat tahu tentang gurumu, kecuali aku merasa dalam segala hal kau melebihi lain orang, sebenarnya aku mengagumi kau. Pasti laote mempunyai suatu kesulitan, kerenanya kau menyembunyikan dirimu, tetapi kau boleh percaya, aku akan menjaga mulutku seperti botol disumpal, tidak nanti aku membuka rahasia. Maukah laote menuturkan tentang dirimu kepadaku?"

It Goan Kisu termasyhur, apalagi setelah tiga kali ia mendaki gunung Kun Lun san. ia banyak pengalamannya, luas pengetahuannya.

Ia bertabiat keras, maka itu Touw Liong Ki-su Chio Thay Hi menjadi sahabat akrabnya, tetapi meski mereka berdua seperti saudara-saudara kandung, mereka membawa dirinya masing-masing, mereka tidak saling mengusik, itu pula tabiat yang membikin ia mempunyai sedikit sahabat.

Karena luasnya pengetahuannya, ia kenal ilmu silat banyak partai lainnya. sekarang, baru ia muncul pula dalam dunia Kang ouw, ia mendapatkan In Gak dengan kepandaiannya, ia menjadi kagum dan takluk, hingga beda daripada biasanya, mau ia mendesak menanyakan hal ihwal si anak muda.

Pemuda itu menjadi serba salah, "Sebenarnya tidak berani boanpwe mendusta." ia menjawab akhirnya, "Kepandaianku ini separuh didapat dari ayahku almarhum, yang selebihnya dari guruku seorang pendeta. oleh karena aku lagi bertanggung jawab atas sakit hati keluargaku, menyesal aku mesti menyembunyikan diriku..."

Ouw Kong terharu mendengar keterangan itu. ia hanya masih heran siapa pendeta itu. ia mau menduga kepada pendeta pihak Siauw Lim Pay tetapi kepandaian si anak muda beda, inilah tidak heran karena Hian wan sip-pat Kay ialah ilmu silat yang sudah lama lenyap dari dunia Kang ouw.

"Kau she apa, laote?" kemudian ia tanya mengenai diri orang.

"Boanpwe she Cia," In Gak menjawab bersenyum.

"Oh" kata si orang tua. ia lantas berdiam, karena ia tidak bisa menduga orang tua pemuda ini. selama dua puluh tahun ia menyembunyikan diri, ia terputus dari dunia Kang ouw, ia tidak mendengar segala kejadian, hingga ia tidak tahu juga peristiwa pengeroyokan atas dirinya Cia Bun, sedang Cia Bun itu ia tidak kenal.

Ouw Kok La n berdiam saja mendengar orang berbicara, akan tetapi matanya tidak berdiam seperti mulutnya, matanya terus bekerja mengawasi si anak muda, Hatinya turut bekerja juga, Akhirnya dia mencibir mulutnya dan kata: "Ayah, sekalipun di dalam kamar dia masih memakai topengnya, bukankah itu disebabkan dia takut orang lihat wajahnya?"

Ouw Kong tidak menjawab puterinya, ia melainkan bersenyum, cuma matanya menatap tetamunya itu, Matanya itu bersinar terang.

Benar benar In Gak menjadi serba salah. Akhirnya tanpa bilang apa-apa, ia meloloskan topengnya

Kok Lan terkejut bukan kepalang, ia melongo dengan muka merah karena jengah sedang hatinya berdebaran, Di dalam hatinya ia memuji: "sungguh tampan" Dengan menjublak ia menatap pemuda di depannya itu

In Gak melihat sikapnya si nona, lekas-lekas ia mengenakan lagi kedoknya, ia memikir untuk tidak menanam pula bibit asmara. sebab itu dapat meruwetkan pikirannya, ia tidak ingin sampai menggagalkan penghidupan orang. ia lantas teringat kepada Wan Lan.

Ouw Kong heran dan kagum Diam-diam ia menghela napas, ia menyesal untuk puterinya, ia melihat jelas kekaguman sang puteri, yang pasti tertarik pada anak muda ini. Tentu anaknya telah mencintainya. Di lain pihak. la merasa In Gak tidak tergiur akan puterinya itu

Biasanya pemuda, dia tertarik terlebih dulu, tetapi pemuda ini lain, la hanya sangsi apa benar benar In Gak tidak tertarik hati sedang Kok Lan demikian cantik, botoh, dan manis. Maka ia menduga mungkin anak muda ini telah mempunyai pacar...

In Gak tidak mau memberi kesempatan si orang tua banyak pikir, ia tertawa dan berkata: " Kiong bun siang Kiat mundur saking terpaksa, mereka tentu tidak puas, bahkan gusar sekali, maka itu boanpwe percaya mereka bakal datang pula."

Ouw Kong heran-

"Kenapa laote berpendapat demikian?" dia tanya.

"Mereka bangsa keras hati, mereka pasti menyayangi anak mereka," sahut In Gak. "Sekarang anak mereka itu lenyap. bagaimana mereka tidak mencarinya?" ouw Kong heran pemuda ini mengetahui urusannya kedua jago itu.

"Karena kebetulan sekali aku mendapat dengar hal mereka," sahut In Gak. ia lantas menuturkan apa yang ia dengar di Glok Coan san. Tapi ia menutup halnya ia mempermainkan In Hian Bi dan telah bertemu dengan Kaisar Kian Liong, ia cuma bilang ia melihat Hek Ie Hian-li, si Wanita serba Hitam.

Mendengar disebutnya in Hian Bi, Ouw Kong ingat sesuatu, ia tertawa. "Laote, tahukah kau tentang diriku?" ia tanya. In Gak menggeleng kepala.

"Di kolong langit ini mungkin cuma satu orang yang ketahui asal-usulku yang benar" kata It Goan Kisu, "Sekalipun chin Thay Hi masih belum mengetahui jelas" ia tertawa, ia kata pula: "Aku ialah muridnya Ki Lian Ik siu yang tersohor pada seratus tahun yang lampau itu. Guruku itu belum pernah merantau dalam dunia Kang ouw, kecuali satu kali ia merobohkan Biauw Nia siang Yauw, peristiwa mana telah mengangkat namanya. Sayang aku sendiri tidak dapat menyaksikan pertempuran itu Pernah guruku menceritakan padaku, sebenarnya ia berniat membinasakan siang Yauw tetapi kemudian, melihat siang Yauw demikian lihay, ia menyayanginya, ia batal mewujudkan pikirannya itu, dengan begitu di luar keinginannya, ia meninggalkan ancaman malapetaka... “

Kok Lan heran, ia tertawa.

"Ayah, mengapa aku belum pernah mendengar ayah bercerita tentang peristiwa itu?" Ayah itu tertawa.

"Percuma aku menuturkan, kau toh tidak tahu" sahutnya, "Lagipula anak perempuan apa perlunya untuk mengetahui begitu banyak"

Mulut Kok Lan monyong.

"Lihat, engko Cia, bagaimana sikapnya ayah" katanya pada si anak muda. In Gak bersenyum.

Ouw Kong bergembira, maka banyak ia bercerita tentang peristiwa-peristiwa kaum Rimba Persilatan di jamannya, hingga ia membuat puterinya girang sekali.

In Gak turut mendengarkan tetapi ia tetap memikirkan hal anak-anaknya Kiong bun siang Kiat, Coba ia bertemu Lui Siauw Thian-pikirnya, pasti saudara angkat itu dapat membantunya.

Tidak lama, pintu kamar terdengar terketuk. "Siapa?" Ouw Kong tanya, "Masuk"

Pintu tertolak, nongollah kepalanya seorang bocah umur kira-kira tiga belas tahun, yang mukanya hitam.

"Apakah di sini ada Cia Tayhiap?" dia tanya perlahan, agaknya ragu-ragu. In Gak heran tetapi ia bersenyum,

"Itulah aku. Ada apa, sahabat kecil?" ia tanya,

Melihat ada si orang tua dan si nona, ia mencibir mulutnya. "Dapatkah tayhiap keluar sebentar?" ia kata. "Aku hendak

menyampaikan sesuatu "

In Gak menurut, ia ajak bocah itu keluar, ke pojok pekarangan

Bocah itu lantas berbisik: "Apakah Cia Tayhiap mempunyai lencana Kay Pang? Bolehkah aku melihatnya?" In Gak percaya orang ialah pesuruhnya Chong si atau siauw Thian. ia tidak bersangsi akan memperlihatkan ci tang Hu-leng, lencananya itu.

Anak itu lantas merogo sakunya, mengeluarkan sepucuk surat, sambil menjura dalam, ia menyerahkan pada si anak muda seraya berkata: "Aku masih mesti pergi ke shotang, maka itu sampai lain kali" Kata-kata itu ditutup dengan tubuhnya lompat melewati tembok pekarangan-

In Gak kagum ia lantas melihat sampul surat dimana ia mengenali tulisannya Lui Siauw Thian, maka ia lekas-lekas membukanya, untuk membaca suratnya, Akhirnya ia mengerutkan alis.

Lui Siauw Thian mengabarkan bahwa dia sudah pergi dari kota raja menuju ke Celam, bahwa Hu Ceng telah diambil Hoat It siangjin menjadi murid bukan pendeta dari Siauw Lim Pay, ia tahu bahwa Hu Liok Koan dan Hu Wan sudah ketolongan dan menduga adik angkat ini yang menolongnya. Karena lenyapnya itu kakek dan cucunya, Sim siang Kiu menjadi panas hati dan sekarang lagi mencari adik angkatnya ini. Maka adik ini dipesan buat waspada- Lebih jauh Siauw Thian menuturkan perselisihan di antara Kay Pang sendiri, bahwa ialah yang menculik anaknya Kiong bun siang Kiat, maksudnya untuk dipakai sebagai ancaman

agar Liok Koan dan cucunya dimerdekakan, karena mereka itu sudah ditolongi, anak itu sudah diperintah dimerdekakan juga, ia pergi ke Celam tanpa menemui adik angkat ini sebab ia tidak mau ia nanti dicari Kiongbun siang Kiat karena diketahui ia dan adik angkat ini bergaul erat, ia pun ingin membantu Tio Kong Kiu, calon mertua si adik angkat yang tinggal di Tiongciu. Kong Kiu dan ciu Wi seng tidak mau turut Lian cu dan Goat Go, puteri-puteri mereka, pergi ke peternakan Gouw Hong piu di utara, mereka mau pergi nanti di musim semi, sementara itu Ciu Wi seng terancam bahaya, sebabnya ialah U-bun Lui, ketua Oey Ki Pang bersakit hati mengenai peristiwa di Ciu Ke Chung dan katanya U-bun Lui lagi bersiap sedia menuntut balas. Telah dijanjikan pertandingan di puncak gunung cian Hud san. Maka dia mau pergi memberikan bantuannya.

Menulis akhirnya, Siauw Thian mengasi tahu bahwa Koay Cun, anggauta Kay Pang yang murtad itu berada di Celam, maka Chong si beramai pergi untuk menyusulnya, Maka itu, kalau urusan In Gak sudah selesai, ia diminta lantas menyusul ke shoatang.

Habis membaca, In Gak menyimpan surat itu di dalam sakunya, ia kata dalam hatinya. "Urusanku sudah selesai, hari ini juga dapat aku berangkat" Maka ia kembali ke dalam hotel, ia melihat Ouw Kong dan puterinya menyambutnya sambil tertawa.

Hati In Gak bercekat, ia likat hingga mukanya menjadi merah. itulah sebab ia mendapatkan mata Kok Lan tajam seperti mau menembus hatinya, sebisa-bisa la berlaku tenang, "Barusan aku dipanggil sahabatku," ia kata, bersenyum, "Ada urusan yang mesti aku selesaikan, maka itu aku meminta diri sekarang, Nanti saja kita bertemu pula di gunung Tay san."

It Goan Kisu heran, tapi sejenak. la dapat menenangkan diri.

"Kalau laote ada urusan, silakan" kata-nya, bersenyum, "Kita toh akan bertemu pula sampai ketemu lagi"

Ouw Kok Lan heran akan sikap ayahnya itu. ia kaget si anak muda mau pergi begitu mendadak. ingin ia pergi bersama, ia dan ayahnya tidak punya urusan lain, Karena kata-kata ayahnya itu, terpaksa ia berdiam saja, cuma matanya menatap si anak muda.

In Gak harap semakin cepat ia pergi semakin baik, maka ia memberi hormat kepada si nona dan kata: "Nona, nanti kita bertemu pula di Tay san" ia lantas memudar tubuh, untuk bertindak keluar. Mukanya si nona menjadi merah, ia mengawasi orang berlalu, Kemudian ia hendak menanya ayahnya, ayah itu mendahuluinya: "Anak tolol Dia mau pergi, mana kita bisa cegah? jikalau kita tidak berjalan bersama, dapatkah dia mencegah kita? Lekas berkemas, aku sendiri mau lihat dulu ia menuju kemana?"

Ayah itu lantas lari ke luar.

Kok Lan bersenyum, dengan sebat ia membereskan buntalannya, terus ia lari ke luar, guna menyusul ayahnya, sebagaimana biasanya orang perantauan, bungkusan mereka masing-masing kecil dan ringkas.

Sebenarnya tadi, selagi In Gak diajak ke luar oleh si bocah, Ouw Kong telah tanya puterinya, si puteri telah mencintai In Gak atau tidak. la dapat melihatnya dari gerak-gerik puteri itu. Kok Lan likat tetapi toh ia mengaku di depan ayahnya itu, Maka berdua mereka berdamai bagaimana harus bertindak guna mewujudkan perangkapan jodoh itu, sang ayah menyetujui kalau anaknya terus menemani si anak muda, supaya lama-lama, pemuda itu dapat mencintai.

Di luar dugaan, In Gak kembali untuk segera berangkat pergi, Kok Lan mencelos hatinya, Ayahnya lantas menggunakan waktu itu untuk mereka menguntit anak muda itu.

In Gak tidak menyangka ia bakal disusul, sekeluarnya dari hotel, ia pergi kejalan besar, akan cari tempat penyewaan kuda dan kereta, ia membeli seekor kuda, Maka dengan menunggang kuda, dapat ia melakukan perjalanan cepat.

Kudanya itu segera dicambuk, dilarikan ke arah timur, hingga di sepanjang jalan saiju muncrat tak hentinya.

Ouw Kong dapat melihat kelakuan si anak muda, maka ia pun bersama anaknya beli dua ekor kuda, untuk menyusul.

Begitu keluar dari pintu kota, In Gak kabur ke Ma-ki-kio, terus ke arah Bu-Ceng, ia tidak menghiraukan angin keras dan hawa dingin, dan jagat putih seluruhnya, ia melarikan kudanya yang sering terpeleset sedang mulut binatang itu meugeluarkan uap.

Sambil kabur itu, otak In Gak bekerja, ia memikirkan musuhnya, yang banyak. tapi belum ketahuan jelas siapa- siapa mereka itu dan di mana beradanya, Terutama ia belum tahu siapa musuhnya yang merencanakan pengeroyokan kepada ayahnya, ia memikirkan juga bagaimana caranya ia menuntut balas nanti.

Demikian rupa pemuda ini kelelap dalam pikiran, ia tak merasa bahwa dua orang menguntitnya dari kejauhan, coba ia sadar, ia tentunya sudah mendapat tahu dan bercuriga....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar